Post on 30-Jan-2018
MAKALAH ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
KELOMPOK 4
Disusun oleh :
Kelompok 4
1. MARIYATUL QIBTIYAH 101011032
2. WASIADI H. FARHATANI 101011042
3. ANISA OCTAVIANI 101011065
4. NISA AZZA KATULISTIWA 101011092
5. NADYA LAKSMI LEOZITA 101011225
6. AWWALUL CHASANAH 101011235
7. PHILLIPUS ADIYATMA IGO 101011251
8. RILLA RACHMADONA 101011259
9. CAHYA PAWIKA RATRI 101011270
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2011
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar yang
diberikan oleh Ibu Siti Masudah dengan topik Manusia sebagai Makhluk Budaya.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah yang kami susun. Maka dari
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi terciptanya
kesempurnaan dalam makalah ini.
Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat memberikan manfaat terutama dalam
menambah pengetahuan dan pemahaman terhadap materi Ilmu Sosial Budaya Dasar khususnya bagi
kelompok kami dan juga rekan IKMA 2010 pada umumnya.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar isi ii
BAB I Pendahuluan 11.1. Latar Belakang 11.2. Rumusan Masalah 1
BAB II Pembahasan 22.1. Definisi Manusia, Budaya, Kesehatan 2 2.1.1. Definisi Manusia 2
2.1.2. Definisi Budaya 22.1.3. Definisi Kesehatan 3
2.2. Hubungan antara Budaya dan Kesehatan2.3. Perkembangan Budaya Kesehatan Manusia2.4. Faktor Perubahan Budaya
2.4.1. Faktor Sosial-lingkungan 2.4.2. Faktor Ekonomi2.4.3. Faktor Pendidikan
2.5. Contoh Budaya Kesehatan2.5.1. Budaya Memberi Makan Pisang pada Bayi
BAB III Penutupan3.1. Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Budaya adalah pengetahuan, cara hidup, kebiasaan, nilai dan norma serta perangkat sosial
yang dimiliki dan berkembang dalam sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya ini dapat berupa materi abstrak, konkret maupun fisik. Secara langsung maupun tidak
langsung, budaya akan sangat berpengaruh pada kesehatan masyarakat yang menganut suatu budaya.
Hal ini dikarenakan budaya sangat berkaitan dengan pola-pola hidup, pola pikir, kebiasaan dan
pandangan dalam suatu masyarakat.
Indonesia yang yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya dalam
masyarakatnya. Terkadang, budaya suatu etnis dengan etnis yang lain dapat berbeda jauh. Hal ini
menyebabkan suatu budaya yang positif, dapat dianggap budaya negatif di etnis lainnya. Sehingga
tidaklah mengherankan jika permasalahan kesehatan di Indonesia begitu kompleksnya.
Sebagai contoh, masyarakat Jawa memiliki budaya mencuci kaki selepas bepergian dengan
alasan kepercayaan menghindari musibah dan gangguan makhluk halus. Meskipun memiliki alasan
yang tidak ilmiah, namun budaya tersebut secara langsung mempengaruhi kesehatan masyarakat
Jawa. Contoh lainnya adalah budaya sumpah-serapah dalam keluarga di beberapa daerah di
Indonesia. Budaya ini lebih jauh dapat mempengaruhi kesehatan kejiwaan anggota keluarga.
Perbedaan budaya di atas hanya sebagian kecil dari kompleksitas masalah kesehatan di
Indonesia yang berkaitan dengan kebudayaan. Untuk itu, untuk mengatasi dan memahami suatu
masalah kesehatan diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai budaya dasar dan budaya suatu
daerah. Atas dasar inilah, kami ingin mengetahui lebih lanjut mengenai budaya dan kaitannya dengan
kesehatan, perkembangan budaya kesehatan serta faktor yang dapat mempengaruhi suatu budaya.
Sehingga dalam mensosialisasikan kesehatan pada masyarakat luas dapat lebih terarah yang
implikasinya adalah naiknya derajat kesehatan masyarakat.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah kaitan antara budaya, manusia dan kesehatan?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan budaya?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Manusia, Budaya dan Kesehatan
2.1.1. Definisi Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk
lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan
atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam hubungannya dengan lingkungan dan budaya, manusia merupakan suatu
organisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan,
baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun
kesejarahan. Tatkala seorang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi,
dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu
tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan
(sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat
hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari
lingkungan. Sedangkan panduan untuk mengolah dan berinteraksi dengan lingkungan
dibutuhkan adanya budaya. Oleh karena itu budaya mempunyai pengaruh besar terhadap
manusia itu sendiri.
2.1.2. Definisi Budaya
Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan
rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal
dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal.
Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur. Dalam
bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti
mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian
pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia
untuk mengolah dan mengubah alam.
Definisi budaya dalam pandangan ahli antropologi sangat berbeda dengan pandangan ahli
berbagai ilmu sosial lain. Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi budaya sebagai berikut:
E.B. Taylor: 1871 berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan
dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan Linton: 1940, mengartikan budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan,
sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota
suatu masyarakat tertentu.
Adapun Kluckhohn dan Kelly: 1945 berpendapat bahwa budaya adalah: Semua
rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional,
irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku
manusia.
Lain halnya dengan Koentjaraningrat: 1979 yang mengatikan budaya dengan:
Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa unsur belajar merupakan
hal terpenting dalam tindakan manusia yang berkebudayaan. Hanya sedikit tindakan manusia
dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar.
Dari kerangka tersebut diatas tampak jelas benang merah yang menghubungkan antara
pendidikan dan kebudayaan. Dimana budaya lahir melalui proses belajar yang merupakan
kegiatan inti dalam dunia pendidikan.
Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu :
1. Wujud pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud
pertama dari kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing
anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup;
2. Aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas
aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu
dengan yang lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan
adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret;
3. Wujud fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya
manusia dalam masyarakat.
2.1.3. Definisi Kesehatan
Kesehatan dalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek. Ini juga merupakan
tingkat fungsional dan / atau efisiensi metabolisme organisme, sering secara implisit manusia.
Pada saat berdirinya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1948, kesehatan
didefinisikan sebagai "keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya
ketiadaan penyakit atau kelemahan."
Pada 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa
kesehatan adalah "sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan dari kehidupan.
Kesehatan adalah konsep yang positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta
kemampuan fisik."
Ciri Ciri Sehat :
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak
adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi
normal atau tidak mengalami gangguan. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen,
yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
1. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
2. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya,
misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
3. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian,
kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang
Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
2.2. Hubungan Antara Budaya dan Kesehatan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat
itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang
turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,
nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain,
tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat. Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,
yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang
mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-
lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Mengacu pada esensi budaya, nilai budaya sehat merupakan bagian yang tak terpisahkan
akan keberadaanya sebagai upaya mewujudkan hidup sehat dan merupakan bagian budaya
yang ditemukan secara universal. Dari budaya pula, hidup sehat dapat ditelusuri. Yaitu melalui
komponen pemahaman tentang sehat, sakit, derita akibat penyakit, cacat dan kematian, nilai
yang dilaksanakan dan diyakini di masyarakat, serta kebudayaan dan teknologi yang
berkembang di masyarakat.
Pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di setiap
masyarakat tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Pada masa lalu, ketika
pengetahuan tentang kesehatan masih belum berkembang, kebudayaan memaksa masyarakat
untuk menempuh cara “trial and error” guna menyembuhkan segala jenis penyakit, meskipun
resiko untuk mati masih terlalu besar bagi pasien. Kemudian perpaduan antara pengalaman
empiris dengan konsep kesehatan ditambah juga dengan konsep budaya dalam hal kepercayaan
merupakan konsep sehat tradisional secara kuratif.
Sebagai contoh pengaruh kebudayaan terhadap masalah kesehatan adalah penggunaan
kunyit sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit kuning (hepatitis) di kalangan masyarakat
Indonesia. Masyarakat menganggap bahwa warna penyakit pasti akan sesuai dengan warna
obat yang telah disediakan oleh alam. Kemudian contoh lainnya adalah ditemukannya system
drainase pada tahun 3000 SM di kebudayaan bangsa Kreta, dan bangsa Minoans. Ini
menunjukkan bahwa kebudayaan dan pengetahuan serta teknologi sangat berpengaruh terhadap
kesehatan.
2.3. Perkembangan Budaya Kesehatan Manusia
Budaya adalah hasil cipta, karya, dan karsa manusia. Budaya lahir akibat adanya interaksi
dan pemikiran manusia. Manusia akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang mereka hasilkan. Budaya manusia pun juga akan ikut berkem-
bang dan berubah dari waktu ke waktu. Hal yang sama terjadi budaya kesehatan yang ada di
masyarakat. Budaya kesehatan akan mengalami perubahan. Dengan kemajuan ilmu pengethuan
yang pesat dan teknologi yang semakin canggih, budaya kesehatan di masa lalu berbeda dengan
kebudayaan kesehatan di masa sekarang dan mendatang.
Salah satu contoh budaya kesehatan adalah tentang cara menjaga kesehatan personal,
seperti mandi, keramas, atau sikat gigi. Pada zaman dahulu sebelum ditemukannya formula
untuk membuat sabun oleh Al-Razi, kimiawan Persia, manusia di berbagai daerah di belahan
bumi ini memiliki cara yang berbeda dalam membersihkan badan. Penggunaan yang lazim
pada masa itu diantaranya adalah minyak, abu, atau batu apung sesuai dengan kebudayaan
mereka.
Masyarakat Mesir Kuno melakukan ritual mandi dengan menggunakan kombinasi
minyak hewani dan nabati ditambah garam alkali. Ini adalah bahan pengganti sabun. Ramuan
ini pun berfungsi untuk menyembuhkan penyakit kulit sekaligus untuk membersihkan. Orang
Yunani Kuno mandi untuk alasan kecantikan dan tidak menggunakan sabun. Mereka
membersihkan tubuh dengan menggunakan balok lilin, pasir, batu apung dan abu. Mereka juga
mengoleskan tubuh dengan minyak dan kadang dicampur abu. Sedangkan orang Sunda kuno
biasa menggunakan tanaman wangi liar sebagai alat mandi mereka.
Ketika peradaban Romawi mulai maju, penduduk jadi sering mandi. Tempat mandi
Romawi yang pertama sangat terkenal. Di pemandian yang dibangun tahun 312 SM itu terdapat
saluran air. Sejak saat itu mandi menjadi hal yang mewah dan populer.
Di abad-ke 2 Masehi, dokter Yunani, Galen menganjurkan sabun untuk pengobatan dan
pembersih. Akhirnya, mandi dengan memnggunakan sabun menjadi sebuah kegiatan rutin
hingga saat ini.
Bukan hanya cara mandi yang berbeda dari masa dahulu dan sekarang, tapi juga budaya
gosok gigi. Pada zaman dahulu masyarakat Jazirah Arab menggunakan kayu siwak untuk
menggosok gigi. Orang Roma menggunakan pecahan kaca halus sebagai bagian dari pembersih
mulut mereka. Sedangkan masyarakat Indonesia menggunakan halusan genting dan bata.
Namun saat ini manusia beralih menggunakan pasta gigi untuk menggosok gigi. Begitu juga
dengan shampoo yang secara luas digunakan. Dahulu, secara luas masyarakat menggunakan
merang untuk keramas.
Tidak hanya tentang budaya kesehatan individu atau personal yang mengalami
perubahan. Budaya kesehatan masyarakat pun saat ini telah mengalami perubahan jika
dibandingkan dengan masa lalu. Dahulu masyarakat lebih ke arah paradigma sakit. Namun saat
ini seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat cenderung berparadigma sehat dalam
memaknai kesehatan mereka. Penilaian individu terhadap status kesehatan merupakan salah
satu faktor yang menentukan perilakunya, yaitu perilaku sakit jika mereka merasa sakit dan
perilaku sehat jika mereka menganggap sehat.
Perilaku sakit yaitu segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang
sakit agar memperoleh kesembuhan, contohnya mereka akan pergi ke pusat layanan kesehatan
jika sakit saja, karena mereka ingin sakitnya menjadi sembuh. Sedangkan perilaku sehat adalah
tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya,
misalnya: pencegahan penyakit, personal hygiene, penjagaan kebugaran dan mengkonsumsi
makanan bergizi. Masyarakat akan selalu menjaga kesehatannya agar tidak menjadi sakit.
Masyarakat menjadi rajin berolah raga, fitness, chek up ke pusat layanan kesehatan,
membudayakan cuci tangan menggunakan sabun, menghindari makanan berkolesterol tinggi
dan lain-lain.
Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor perubahan budaya kesehatan dalam
masyarakat. Contohnya masyarakat dahulu saat persalinan minta bantuan oleh dukun bayi
dengan peralatan sederhana, namun saat ini masyarakat lebih banyak yang ke bidan atau dokter
kandungan dengan peralatan yang serba canggih. Bahkan mereka bisa tahu bagaimana keadaan
calon bayi mereka di dalam kandungan melalui USG.
Saat ini masyarakat lebih memaknai kesehatan. Banyaknya informasi kesehatan yang
diberikan melalui penyuluhan dan promosi kesehatan membuat masyarakat mengetahui
pentingnya kesehatan. Dengan kesehatan kita bisa melakukan berbagai macam kegiatan yang
bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Sekarang pola pikir masyarakat kebanyakan lebih ke arah preventif terhadap adanya
suatu penyakit. Yaitu pola pikir bahwa mencegah datangnya penyakit itu lebih baik daripada
mengobati penyakit.
2.4. Faktor Perubahan Budaya
2.4.1. Faktor Sosial-Lingkungan
Terjadinya sebuah perubahan tidak selalu berjalan dengan lancar, meskipun perubahan
tersebut diharapkan dan direncanakan. Terdapat faktor yang mendorong sehingga mendukung
perubahan, tetapi juga ada faktor penghambat sehingga perubahan tidak berjalan sesuai yang
diharapkan.
Faktor pendorong merupakan alasan yang mendukung terjadinya perubahan. Menurut
Soerjono Soekanto ada sembilan faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial, yaitu:
1. Terjadinya kontak atau sentuhan dengan kebudayaan lain.
Bertemunya budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu
menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun
budaya asing, dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong terjadinya
perubahandan tentu akan memperkay kebudayaan yang ada. Begitupun dengan budaya
kesehatan.
2. Sistem pendidikan formal yang maju.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang bisa mengukur tingkat kemajuan sebuah
masyarakat. Pendidikan telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah,
rasional dan objektif. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk menilai
apakah kebudayaan masyarakatnya memenuhi perkembangan zaman, dan perlu sebuah
perubahan atau tidak.
3. Sikap menghargai hasil karya orang dan keinginan untuk maju.
Sebuah hasil karya bisa memotivasi seseorang untuk mengikuti jejak karya. Sehingga
penemuan dalam bidang kesehatan dapat terus berkembang. Orang yang berpikiran dan
berkeinginan maju senantiasa termotivasi untuk mengembangkan diri.
4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
Penyimpangan sosial sejauh tidak melanggar hukum atau merupakan tindak pidana, dapat
merupakan cikal bakal terjadinya perubahan sosial budaya. Untuk itu, toleransi dapat
diberikan agar semakin tercipta hal-hal baru yang kreatif.
5. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.
Open stratification atau sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal atau
horizontal yang lebih luas kepada anggota masyarakat. Masyarakat tidak lagi
mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Hal ini
membuka kesempatan kepada para individu untuk dapat mengembangkan kemampuan
dirinya.
6. Penduduk yang heterogen.
Masyarakat heterogen dengan latar belakang budaya, ras dan ideologi yang berbeda akan
mudah terjadi pertentangan yang dapat menimbulkan kegoncangan sosial. Keadaan
demikian merupakan pendorong terjadinya perubahan-perubahan baru dalam masyarakat
untuk mencapai keselarasan sosial.
7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu
Rasa tidak puas bisa menjadi sebab terjadinya perubahan. Ketidakpuasan menimbulkan
reaksi berupa perlawanan, pertentangan,dan berbagai gerakan revolusi untuk
mengubahnya. Hal ini dapat dicontohkan dengan penemuan vaksin. Dimana ketika itu
ilmuwan merasa tidak puas untuk mengobati penyakit dengan cara yang konvensional.
8. Orientasi ke masa depan
Kondisi yang senantiasa berubah merangsang orang mengikuti dan menyesuaikan dengan
perubahan. Pemikiran yang selalu berorientasike masa depan akan membuat masyarakat
selalu berpikir maju dan mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru yang
disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
9. Nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk perbaikan hidup.
Usaha merupakan keharusan bagi manusia dalam upaya memenuhikebutuhannya yang
tidak terbatas dengan menggunakan sumberdaya yang terbatas. Usaha-usaha ini
merupakan faktor terjadinya perubahan.
Banyak faktor yang menghambat sebuah proses perubahan. Menurut Soerjono Soekanto,
ada delapan buah faktor yang menghalangi terjadinya perubahan sosial, yaitu:
1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
3. Sikap masyarakat yang mengagungkan tradisi masa lampau dan cenderung
konservatif.
4. Adanya kepentingan pribadi dan kelompok yang sudah tertanam kuat (vested interest).
5. Rasa takut terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan dan menimbulkan
perubahan pada aspek-aspek tertentu dalam masyarakat.
6. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing, terutama yang berasal dari Barat.
7. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
8. Adat dan kebiasaan tertentu dalam masyarakat yang cenderung sukar diubah.
Internal Faktor
Internal factor (faktor dalam) adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu
yang menyebabkan timbulnya perubahan pada masyarakat itu sendiri baik secara individu,
kelompok ataupun organisasi. Berikut ini sebab-sebab perubahan sosial yang bersumber dari
dalam masyarakat (sebab intern).
1. Dinamika penduduk, yaitu pertambahan dan penurunan jumlah penduduk. Pertambahan
penduduk yang sangat cepat akan mengakibatkan perubahan dalam struktur masyarakat,
khususnya dalam lembaga kemasyarakatannya.
2. Adanya penemuan-penemuan baru yang berkembang di masyarakat, baik penemuan yang
bersifat baru (discovery) ataupun penemuan baru yang bersifat menyempurnakan dari ben-
tuk penemuan lama (invention).
3. Munculnya berbagai bentuk pertentangan (conflict) dalam masyarakat. Pertentangan ini
bisa terjadi antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok.
4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi sehingga mampu menyulut terjadinya perubahan-
perubahan besar. Revolusi yang terjadi pada suatu masyarakat akan membawa akibat
berubahnya segala tata cara yang berlaku pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya.
External Faktor
Selain internal factor, pada masyarakat juga dikenal external factor. External factor atau
faktor luar adalah faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat yang menyebabkan timbul-
nya perubahan pada masyarakat. Berikut ini sebab-sebab perubahan sosial yang bersumber
dari luar masyarakat (sebab ekstern).
1) Adanya peperangan, baik perang saudara maupun perang antarnegara dapat menyebabkan
perubahan, karena pihak yang menang biasanya akan dapat memaksakan ideologi dan ke-
budayaannya kepada pihak yang kalah.
2) Adanya pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Bertemunya dua kebudayaan yang
berbeda akan menghasilkan perubahan. Adapun macam-macam perubahan sosial budaya
meliputi :
a. Akulturasi adalah pertemuan dua kebudayaan dari bangsa yang berbeda sehingga satu
sama lain saling mempengaruhi.
b. Sinkretisme adalah perubahan kebudayan di masyarakat secara damai, tidak ada per-
tentangan karena kedua sisi berpadu dengan sinkron
c. Milenarisme atau mesianisme
d. Asimilasi adalah proses sosial dua kebudayaan yang berbeda secara berangsur-angsur
sehingga berkembang dan melahirkan kebudayaan baru..
e. Adaptasi adalah proses penyebaran kebudayaan yang masing-masing kebudayaan
tersebut bisa beradaptasi dengan lingkungannya.
f. Nominasi terjadi jika kebudayaan setempat terdesak dan lenyap oleh kebudayaan baru.
g. Sintesis adalah terjadinya percampuran dua kebudayaan yang berbeda dan melahirkan
bentuk kebudayaan baru yang berbeda dari keduanya.
2.4.2. Faktor Ekonomi
Ekonomi adalah salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia. Perkembangan
kebudayaan memiliki kaitan yang erat dengan ekonomi masyarakat. Motif dari adanya interaksi
sosial salah satunya adalah untuk meningkatkan taraf ekonomi. Meningkatnya taraf ekonomi
masyarakat ini biasanya diikuti oleh perubahan budaya. Budaya yang dimaksud meliputi pola
hidup, pola pikir serta norma. Sedangkan budaya itu sendiri sangat berkaitan erat dengan
kesehatan suatu masyarakat. Sehingga jelas terlihat kaitan antara ekonomi dan budaya serta
kesehatan. Sebagai contoh, masyarakat ekonomi bawah lebih memilih berobat ke dukun bila
sakit. Sedangkan bagi ekonomi atas karena memiliki kemampuan akses lebih besar ke
pelayanan kesehatan memilih pengobatan ke rumah sakit yang memiliki fasilitas yang lebih
lengkap. Selain itu, pada masyarakat bawah kurang memperhatikan pemenuhan gizi harian
karena terbatasnya daya beli. Sedangkan masyarakat atas cenderung memperhatikan asupan
gizi mereka. Sehingga dapat disimpulkan adanya perubahan status ekonomi dapat
menyebabkan perubahan budaya kesehatan. Berikut ini adalah faktor yang mempengaruhi
perubahan ekonomi :
1. Mata pencaharian, meliputi pertanian, peternakan, dan sistem produksi. Telah dibuktikan
bahwa mata pencaharian memiliki keterkaitan dengan suatu budaya kesehatan. Mereka
yang bekerja sebagai petani dengan mereka yang menjadi buruh tentu memiliki budaya
kesehatan yang berbeda.
2. Peralatan dan perlengkapan hidup mencakup pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga,
senjata, dan transportasi. Peralatan penunjang kehidupan sangat berperan pentting dalam
kaitannya dengan budaya kesehatan. Sebagai contoh, pada zaman nenek moyang dahulu
mereka terbiasa mengkonsumsi makanan yang alami, serta mengolahnya dengan cara yang
sederhana. Sedangkan pada zaman modern masyarakatnya cenderung untuk
mengkonsumsi makanan dengan zat adiktif termasuk pengawet, serta mengolah makanan
menggunakan alat modern seperti oven.
3. Pariwisata dengan segala aktivitasnya memang telah mampu memberikan pengaruh yang
cukup signifikan bagi perubahan masyarakat baik secara ekonomi, sosial maupun budaya.
2.4.3. Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang bisa mengukur tingkat kemajuan sebuah
masyarakat. Hampir seluruh budaya yang dimiliki oleh manusia merupakan hasil dari proses
pendidikan. Pendidikan juga telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah,
rasional, dan objektif. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk menilai apakah
kebudayaan masyarakatnya memenuhi perkembangan zaman, serta apakah suatu perubahan
perlu dilakukan.
Di lain sisi, masyarakat yang berpendidikan cenderung untuk mengimplementasikan ilmu
yang dimilikinya. Apabila hal ini terjadi pada masyarakat luas secara bersamaan, maka
kemungkinan untuk terjadinya perubahan budaya kelompok semakin besar.
Dahulu orang mandi hanya menggunakan batu tetapi seiring berkembangnya zaman dan
kemajuan teknologi orang mandi menggunakan sabun. Dari segi pendidikan, jelas sabun
memiliki keuntungan dibanding menggunakan batu. Dulu sungai dimanfaatkan sebagai mandi
juga buang air besar dan kecil, tetapi sekarang kebiasaan itu hampir hilang. Manusia
mengetahui bahwa hal tersebut dapat menyebabkan penyakit sehingga mereka menciptakan
kamar mandi. Sehingga jelaslah bahwa faktor pendidikan berperan penting dalam perubahan
budaya kesehatan.
a. Faktor Teknologi
Sistem pengetahuan berkaitan dengan teknologi. Baik pengetahuan maupun teknologi
keduanya merupakan bagian dari budaya. Dahulu kala sistem pengetahuan hanya berpedoman
pada alam atau peristiwa alam. Sekarang ini sistem pengetahuan terus berkembang seiring
berkembangnya teknologi dan begitu pun sebaliknya. Sistem teknologi berkembang dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan.
Revolusi teknologi di bidang kesehatan yang telah dicapai sampai saat ini merupakan ciri
yang bermakna dalam kehidupan modern. Walaupun demikian kekuatan teknologi harus dimanfaatkan secara hati-hati dan penuh tanggung jawab, untuk menjamin bahwa kita menerapkan secara efisien dan manusiawi. Penggunaan teknologi kesehatan yang tepat melibatkan tidak hanya penguasaan ilmu pengetahuan, peralatan teknik atau mesin dan konsep-konsep tetapi juga untuk mengetahui masalah-masalah ekonomi, etika dan moral. Manusia yang dikaruniai akal dan budi akan selalu berusaha dalam menemukan dan menggunakan teknologi untuk mengeksploitasi alam dalam kehidupannya.
Perkembangan teknologi yang diperoleh melalui ilmu pengetahuan sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia dengan ruang dan waktunya. Sebagai bagian dari dunia yang berubah, saat ini pelayanan kesehatan dan sistem kesehatan menghadapi perubahan-perubahan yang dramatis dalam teknologi kesehatan. Sebagai imbasnya pula, budaya kesehatan pun turut berubah. Perubahan ini akan mempengaruhi arah pelayanan kesehatan yang disampaikan dan digunakan dan hubungan antara penyedia pelayanan kesehatan dan pemakai atau pasien. Perkembangan yang cepat dalam teknologi kesehatan memberikan peluang (opportunities) dan tantangan-tantangan (challenges) dalam penyampaian pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi (high quality) dan efisien. Di samping itu juga untuk pengendalian terjadinya kesalahan medis (medical error), penurunan biaya dan perbaikan hubungan pasien-dokter. Riset-riset pelayanan kesehatan dipusatkan pada pengembangan teknologi (technology development) dan aplikasi klinis untuk keberhasilan implementasi di lingkungan pelayanan kesehatan.
2.5. Contoh Budaya Kesehatan
2.5.1. Budaya Memberi Makan Pisang Pada Bayi
Sebagian daerah di madura, memiliki sebuah kebiasaan yang dilakukan kepada bayi- bayi
mereka. Mereka terbiasa memberikan makanan tambahan pada bayi berusia di bawah 6 bulan
berupa buah pisang. Kebiasaan yang sudah terjadi turun temurun ini, bermaksud agar si bayi
merasa lebih kenyang. Padahal ditinjau segi kesehatan hal tersebut tidak dianjurkan.
Karena bayi pada usia kurang dari 6 bulan, sistem penceranaan dan imunitasnya masih
belum terbentuk secara sempurna.
Jika harus diberikan makanan yang teksturnya agak kasar (selain ASI atau susu) bisa
berdampak pada lambung bayi. Jika hal ini diteruskan, maka si bayi berpotensi terkena mag.
Selain itu, bayi yang diberikan makanan padat seperti pisang terlalu dini berpotwnsi
menyebabkan saluran pencernaan yang sensitif ketika dewasa.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan. Hal ini tidak lain karena pngertian
budaya itu sendiri mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat dan
kebiasaan. Setiap aspek dari kebudayaan diatas dapat dapat mempengaruhi budaya kesehatan
seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung, besar maupun kecil.
Budaya sebagai hasil dari aktivitas manusia dapat berubah dan berkembang sesuai dengan
kemajuan aktivitas masyarakatnya. Ini dikarenakan budaya bersifat dinamis sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari kehidupan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi budaya manusia, baik
individu maupun kelompok. Faktor-faktor tersebut adalah sosial-ingkungan, ekonomi, pendidikan
dan teknologi.
Indonesia sebagai negara yang tinggi kebhinnekaannya, tentu memiliki masalah kesehatan
yang lebih kompleks dari negara yang homogen atau mendekati homogen. Sebagai individu yang
berperan dalam kesehatan masyarakat, pemahaman akan budaya masyarakat sangat penting dalam
memecahkan permasalahan kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Sri Wahyuni, S.Ip, Niniek dan Yusniati, S.H., S.Pd (2005), Manusia dan Masyarakat. Jakarta: Ganeca
Exact.
Drs. Nurseno (2004), Kompetensi Dasar Sosiologi. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
http://mulyoprayetno.blogspot.com/2010/06/perubahan-sosial-budaya.html
http://www.scribd.com/doc/11479563/Modul-Perubahan-Sosial-Budaya
http://isbdti.blog.uns.ac.id/2009/11/09/makalah-perubahan-kebudayaan-karena-pengaruh-dari-luar/
http://mulyoprayetno.blogspot.com/2010/06/perubahan-sosial-budaya.html