Post on 11-Mar-2019
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ubi Kayu Varietas Ketan
Singkong (Manihotutilissima) yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau
ubi kayu adalah pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga
Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil
karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Umbi singkong yang rasanya manis
menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih
segar (Soetanto, 2001). Menurut Tjitrosoepomo (2005) secara sistematika
(taksonomi) tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.
Seiring kemajuan teknologi ubi kayu banyak diolah memjadi berbagai
produk olahan diantaranya pakan ternak, tepung tapioka, pembuatan alkohol,
tepung gaplek, ampas tapioka yang digunakan dalam industri kue, roti, kerupuk
dan lain-lain (Rukmana, 1997).
5
Sebagian besar komponen dari singkong adalah karbohidrat, hal ini
menyebabkan singkong disebut pengganti beras karena mempunyai manfaat yang
hampir sama dengan sumber energi. Ubi kayu merupakan jenis tanaman umbi
yang mengandung karbohidrat tinggi dengan kadar amilosa yang rendah dan
amilopektin tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai sumber karbohidrat sebagai
pengganti beras. Kandungan karbohidrat yang tinggi menjadikan ubi kayu dapat
dimanfaatkan secara luas (Rismayani, 2007).
Ubi kayu memiliki sifat atau karakter sebagai berikut: mengandung air
(65%), kadar pati (34,6%), serta sianida (HCN). Secara umum ubi kayu dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu ubi kayu manis yang tidak beracundan ubi kayu
pahit yang beracun. Komposisi kimia ubi kayu dapat dilihat dari Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia ubi kayu/100 g bahan
Kandungan Jumlah Unit/100g
Kalori (Kal) 146
Protein (g) 1,2
Lemak (g) 0,3
Karbohidrat (g) 34,0
Zat kapur (mg) 33
Phospor (mg) 40
Zat besi 0,7
Thiamine (mg) 20
Air (g) 62,5
Vit C (mg) 38
Sumber : Salim, 2011.
Sumber energi utama ubi kayu berasal dari umbinya yang mudah dicerna
dan memberikan kalori tetapi mengandung protein yang sedikit. Nilai kalori ubi
kayu sama dengan biji-bijian berdasarkan bobot keringnya tetapi kadar proteinnya
jauh lebih rendah (Walter, dkk., 1986). Zat yang bersifat racun pada ubi
6
kayuadalah HCN (asam sianida). Menurut Sosrosoedirjo dan Samad (1983),
berdasarkan kadar HCN, ubi kayu dapat dibedakan menjadi 4 golonganyaitu:
a. Golongan ubi kayu yang tidak beracun dengan kadar HCN < 50 mg per kg.
b. Golongan ubi kayu agak beracun dengan kadar HCN 50 - 80 mg per kg.
c. Golongan ubi kayu yang beracun dengan kadar HCN 80 - 100 mg per kg.
d. Golongan ubi kayu yang sangat beracun dengan kadar HCN > 100 mg per kg.
Kadar asam sianida dapat dikurangi dengan cara perebusan, pemanasan,
pengukusan, pencucian, dan pengeringan.
B. Kacang Hijau
Kacang hijau (Phaseolus radiatus L) merupakan tanaman yang mudah
beradaptasi terhadap suhu lingkungan sekitarnya (Rahman dan Triyono, 2011).
Produksi kacang hijau Indonesia yang mencapai 297.189 ton/tahun (Anonim,
2008). Kacang hijau merupakan sumber makronutrien terutama protein nabati,
kandungan protein kacang hijau 24,5% (Kanetro dan Hastuti, 2006). Sedangkan
kandungan lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh (Ratnaningsih, dkk.,
2009).
Kacang hijau termasuk kacangan-kacangan yang penting di masa yang akan
datang, khususnya di kawasan tropis. Hal ini didasarkan pada sifat tanaman
kacang hijau yang cepat masak (55-85 hari), mempunyai kemampuan untuk
beradaptasi terhadap suhu, serta dapat diterima atau dikonsumsi secara luas bagi
masyarakat. Diantara kacang-kacangan di Indonesia, produksi kacang hijau
menempati urutan ketiga setelah kedelai dan kacang tanah. Kacang hijau lepas
kulit jika diolah mempunyai keuntungan yaitu warna yang dihasilkan adalah
7
warna kuning, mempunyai tekstur yang lebih halus dibanding dengan kacang
hijau utuh sehingga dapat mempermudah pencampuran atau pembentukan
adonan.Komposisi kimia kacang hijau tanpa kulit dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia kacang hijau tanpa kulit dalam 100 g
Komponen Jumlah per 100 g Bahan
Air (g) 10,1
Protein (g) 24,5
Lemak (g) 1,2
Mineral (g) 3,5
Serat (g) 0,8
Karbohidrat (g) 59,9
Energi (kcal) 348,0
Kalsium (mg) 75,0
Phospor (mg) 405,0
Karoten (mg) 49,0
Besi (mg) 8,5
Tiamin (mg) 0,72
Ribovlavin (mg) 0,15
Niasin (mg) 2,40
Sumber : Thirumaran dan Seralathan, 1987 dalam Kanetro dan Hastuti, 2006.
Menurut Barus, dkk (2014), Kacang hijau mempunyai keunggulan dari segi
agronomi dan ekonomis, seperti lebih tahan kekeringan, serangan hama dan
penyakit lebih sedikit, dapat dipanen pada umur 55-60 hari, dapat ditanam pada
tanah yang kurang subur dan cara budidaya yang mudah. Biji kacang hijau sendiri
berwarna hijau pada kulit biji, dan kuning pada daging bijinya. Daging biji kacang
hijau merupakan bagian yang sering digunakan untuk membuat tepung. Kacang
hijau di pasaran beredar dalam 2 macam bentuk berupa bentuk biji kacang hijau
utuh dan biji kacang hijau lepas kulit. Bentuk digunakan sesuai dengan
kegunaannya. Tanaman kacang hijau termasuk multiguna, yakni sebagai bahan
pangan (biji), pakan ternak (limbah), dan pupuk hijau (limbah). Dalam tatanan
8
makanan sehari-hari, kacang hijau dikonsumsi sebagai bubur, sayur (taoge), dan
kue-kue.
C. Pati
Pati merupakan karbohidrat yang berfungsi sebagai penyimpan energi pada
tanaman. Sumber pati utama di Indonesia adalah beras, disamping itu dijumpai
beberapa sumber pati lainnya yaitu jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan
lain-lain pati tersusun dari unit-unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4 α-
glikosidik. Hidrolisis parsial pada pati menghasilkan maltosa (Nur, dkk., 2002).
Amilopektin mempunyai karakteristik bercabang banyak karena unit-unit
glukosa berikatan dengan dua macam ikatan. Secara struktural, amilopektin
terbentuk dari rantai glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4 α-glikosidik, sama
dengan amilosa. Amilopektin terbentuk cabang-cabang (sekitar tiap 20 mata rantai
glukosa) dengan ikatan 1,6 α-glikosidik (Nur, dkk., 2002).
Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu
cincincincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang lebih 16 buah, yang
terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal (Hustiany, 2006).
Gambar 1. Rantai amilosa dan amilopektin
9
Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati letaknya
tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis pati. Umumnya amilosa
terletak di antara molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-
seling di antara daerah amorf dan kristal pada gambar 1 (Oates, 1997 dalam
Herawati, 2010). Ketika dipanaskan dalam air, amilopektin akan membentuk
lapisan yang transparan, yaitu larutan dengan viskositas tinggi dan berbentuk
lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada amilopektin cenderung tidak terjadi
retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada konsentrasi tinggi (Belitz dan
Grosch, 1999 dalam Herawati, 2010).
Gambar 2. Struktur amilosa dan amilopektin (Belitz dan Grosch, 1999).
Kandungan amilosa dan amilopektin pada pati sagu, maizena dan tapioka
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan amilosa dan amilopektin pada maizena, sagu dan tapioka
No Jenis pati Amilosa (%) Amilopektin (%) Referensi
1. Jagung (maizena) 24-26 74-76 Richana dan Suarni (2007)
2. Sagu 23 73 Chafid dan Galuh (2010)
3. Tapioka 16- 24 75 – 84 Rahman (2007)
10
Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan/
mengentalkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati
digunakan sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada
industri kosmetika. Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang
terjadinya proses mekar (puffing), produk makanan yang berasal dari pati yang
kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah.
Kebalikannya pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan
produk yang keras karena proses mekarnya terjadi secara terbatas.
D. Maizena
Maizena merupakan nama pasaran dari pati jagung atau corn starch. Tepung
yang dibuat dari hasil penggilingan basah (wet milling) dengan cara pemisahan
komponen-komponen non pati seperti serat kasar, lemak dan protein (Merdiyanti,
2008). Tepung ini biasanya digunakan sebagai pengental pada sup atau saus,
memberi tekstur halus dan lembut pada sponge cake dan puding, dan memberi
efek renyah pada kue kering. Pati jagung mempunyai ukuran granula yang cukup
besar dan tidak homogen yaitu 1-7 µm untuk ukuran kecil dan 15-20µm untuk
ukuran yang besar (Richana dan Suarni, 2007). Semakin kecil ukuran, semakin
rendah suhu gelatinisasi (Singh, dkk., 2005 dalam Richana dan Suarni, 2007),
suhu puncak granula pati jagung adalah 95°C.
Pati jagung tidak mudah mengalami gelatinisasi dibandingkan dengan pati
kentang atau pati tapioka tetapi lebih tahan dan stabil terhadap tekanan dan gaya
tarik. Pati jagung dapat digunakan sebagai bahan pengisi (filler) karena sifat-sifat
11
gelatinisasinya yang menyebabkan adonan yang kokoh dan padat saat
pencampuran (Tranggono, dkk., 2000 dalam Wardana, 2012).
Komponen kimia terbesar yang terkandung dalam tepung maizena adalah
karbohidrat sebesar 85,79 g. komponen air dan protein dalam tepung maizena
juga cukup besar sehingga dalam pembuatan beras nalaog oyek dapat menambah
nilai protein pada beras tersebut. Kandungan protein tepung maizena sebesar 0,54
mg. Komposisi kimia maizena di pasaran dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4. Komposisi kimia maizena
Kandungan Jumlah (%)
Kadar air 12,60 g
Kadar abu 0,30 g
Kadar protein 0,54 mg
Kadar lemak 0,77 mg
Karbohidrat 85, 79 g
Sumber : Merdiyanti, 2008.
E. Growol / Oyek
Growol merupakan makanan yang dibuat melalui proses fermentasi
singkong yang telah dikupas dengan cara perendaman dalam air selama tiga
sampai lima hari, diikuti dengan penirisan, pencucian, penghancuran dan
pembentukan butiran seperti beras, pengukusan dan pengeringan (Wargino dan
Baret, 1987)
Growol merupakan salah satu makanan khas Indonesia terutama daerah
Kulon Progo yang berasal dari singkong yang difermentasi. Singkong yang
digunakan untuk pembuatan growol adalah singkong varietas ketan yang
mengandung HCN yang rendah dan racun tersebut dihilangkan dengan proses
pengolahan oyek terutama proses perendaman dan fermentasi.
12
Singkong yang telah mengalami fermentasi mengandung bakteri asam
laktat. Salah satu makanan khas Indonesia berbasis cassava terfermentasi adalah
growol. Berdasarkan penelitian Muttakhorah (1998) dan Ngatirah (2000) dalam
Putri (2012) uji mikrobiologis pada growol menunjukkan bahwa BAL yang
tumbuh dalah jenis Lactobacillusyang bersifat homo fermentatif.
Bakteri Asam Laktat (BAL) memberikan manfaat fungsional bagi tubuh
manusia sebagai bakteri probiotik. Probiotik didefinisikan sebagai
mikroorganisme hidup dalam bahan pangan yang tercatatat dalam jumlah cukup
serta memberikan manfaat kesehatan saluran pencernaan. Probiotik mempunyai
manfaat terapeutik seperti membantu pengobatan lactose intolerance, mencegah
kanker usus besar, dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Halim, dkk.,
2013). Beberapa mikroba yang tumbuh dalam fermentasi ini adalah kelompok
Coryneform, Streptococcus sp., Lactobacillus sp., yeast, Streptobacteriaceae,
Bacillus sp., Acinetobacter sp., dan Moracella yang umunya membentuk asam,
menurunkan pH, dan memecah pati menjadi komponen sula sederhana Adanya
mikroorganisme yang tidak diketahui dapat mengganggu pengontrolan proses
fermentasi dan mengakibatkan timbulnya bau yang tidak diinginkan (Achi dan
Akomas, 2006).
Oyek termasuk produk gluten-free, produk gluten-free merupakan
produk yang tidak memiliki gluten dan baik untuk penderita Celiac semacam
gangguan kesehatan Gluten-intolerance (Anonim, 2012). Kandungan protein oyek
yang rendah (2,59%) menyebabkan kurangnya perhatian dan minat masyarakat
untuk mengkonsumsinya. Penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk
13
meningkatkan kadar protein growol, yaitu dengan penambahan tepung dan isolat
protein kacang tunggak. Hasilnya menunjukkan menunjukkan bahwa penambahan
kacang tunggak dapat meningkatkan kadar protein oyek dari 1,74%bb (1,86%bk)
menjadi 8,68%bb (9,20%bk) pada penambahan tepung kacang tunggak dan
menjadi 9,47%bb (10,93%bk) pada penambahan isolat protein kacang tunggak,
sehingga peningkatan kadar protein oyek dari ubi kayu dan kacang tunggak
mencapai 4,9 sampai 5,9 kali terhadap oyek dari ubi kayu saja. Kadar protein
oyek dari penelitian ini ternyata bisa mendekati kadar protein beras sekitar 6 - 8%
(Luwihana dan Kanetro, 2013). Komposisi kimia growol singkong dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi kimia oyek singkong
Komponen Jumlah (%)
Kadar air b/b 6,70
Kadar abu 0,21
Protein 2,93
Pati 84,50
Serat kasar 21,02
Sumber: Rahmawati, 2014.
F. Beras Analog / Analog Rice
Beras adalah makanan pokok utama di Indonesia. Namun saat ini produksi
beras dalam negeri tidak mencukupi kebutuhannya, karena peningkatan populasi,
bencana alam, dan menurunnya produktifitas lahan pertanian (Saputro dan
Rahman, 2011). Beras analog atau artificial rice adalah beras yang dibuat dari
bahan non padi dengan kandungan karbohidrat yang mendekati atau melebihi
beras dengan bentuk menyerupai beras dan dapat berasal dari kombinasi tepung
lokal atau padi (Samad, 2013).
14
Dalam pembuatan beras analog harus diperhatikan pula aturan
karakteristik yang menyerupai beras asli. Beras analog dapat dibuat menggunakan
bahan baku tepung tapioka, tepung terigu, tepung singkong, tepung jagung dan
lain sebagainya. Beras sintesis atau sering disebut juga beras analog yang
berbahan baku tepung jagung dapat berpeluang besar karena dapt dijadikan
sebagai makanan pokok.
Aturan yang membakukan syarat mutu beras adalah SNI 6128:2008.
Penjelasan aturan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Spesifikasi Persyaratan Mutu Beras
No Komponen mutu Satuan
mutu Mutu I
Mutu
II
Mutu
III
Mutu
IV
Mutu
V
1 Derajat sosoh (min) % 100 100 95 95 85
2 Kadar air (maks) % 14 14 14 14 15
3 Butir kepala (min) % 95 89 78 73 60
4 Butir patah (maks) % 5 10 20 25 35
5 Butir menir (maks) % 0 1 2 2 5
6 Butir merah (maks) % 0 1 2 3 3
7 Butir kuning/rusak
(maks) % 0 1 2 3 5
8 Butir mengapur
(maks) % 0 1 2 3 5
9 Benda asing (maks) % 0 0,02 0,02 0,05 0,02
10 Butir gabah (maks) (butir/100g) 0 1 1 2 3
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa banyak cara untuk membuat
beras tiruan, metode yang pernah dilakukan diantaranya adalah granulasi
(Herawati dan Widowati, 2009) dan proses ekstruksi (Dewi, 2012). Secara umum
pembuatan beras analog relatif sederhana, cara pembuatan beras analog yang
dikemukakan oleh Budijanto, dkk. (2011) terdiri dari pencampuran, pengukusan,
pencetakan, dan pengeringan. Bahan yang digunakan pada beras analog dari
campuran tepung growol dan tepung kacang hijau ini adalah tepung growol
15
mentah, air, tepung kacang hijau lepas kulit, pati-patian (maizena, sagu, dan
tapioka). Pembuatan beras analog dilakukan melalui tahapan formulasi,
prekondisi, ekstruksi, kemudian dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan
oven untuk mendapatkan produk akhir dengan kadar air dibawah 15% agar
memiliki umur simpan yang cukup panjang (Sadek, dkk., 2016).
Penggunaan teknologi ekstruksi pencampuran bahan dilakukan pada
kondisi suhu dan tekanan yang tinggi. Hal ini menyebabkan terjadinya proses
gelatinisasi pati, teksturisasi dan denaturasi potein serta pembentukan kompleks
lemak pati (Hurber, 2000 dalam Sadek, dkk., 2016). Selain dibuat dengan metode
ekstruksi, beras analog juga dapat dibuat dengan metode granulasi menghasilkan
beras analog dengan karakteristik bentuknya bulat, densitas rendah dan mudah
pecah, sedangkan metode ekstruksi menghasilkan beras analog yang menyerupai
bentuk beras dan tidak mudah pecah (Rumapar, 2015).
Pengepresan merupakan cara untuk mengurangi kadar air pada pembuatan
tepung oyek, sehingga dapat mempercepat proses pengeringan. Pengepresan
dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan air dengan oyek sehingga menjadi
kering. Agar hasil pengepresan sesuai dengan yang diinginkan, yang perlu
diperhatikan dalam pengepresan yaitu tenaga pengepresan dan peralatan yang
digunakan. Semakin kuat oyek dipres, maka semakin banyak air yang terpisah.
Pengepresan dapat dilakukan secara manual dengan cara memasukkan
tepung growol kedalam kain lalu memerasnya, tetapi hasil yang diperoleh akan
jauh berbeda dengan menggunakan alat pengepres. Proses pemisahan air dari
G. Pengepresan
16
tepung growol menjadi lebih optimal dengan menggunakan alat pres (Suryani,
2007). Pengepresan dilakukan dengan alat pres tradisional, pres hidrolik dan tanpa
pengepresan (hanya diperas dengan kain saring). Pengepresan bertujuan untuk
menghilangkan sebagian besar air yang terdapat dalam ubi kayu. Pengepresan
tradisional dilakukan dengan cara ubi kayu yang telah direndam dimasukkan
kedalam karung plastik diletakkan di atas alat press, kemudian dihimpit dengan
kayu dan ditekan hingga airnya keluar. Pengepresan dihentikan jika tidak ada lagi
air yang keluar dari karung (Yanita, 2008).
Prinsip kerja alat pengepresan hidrolik adalah menekan produk dengan
dua tekanan yaitu dari atas dengan plat pengepres dan dari bawah dengan pompa
hidrolik yang memberikan tekanan keatas. Tepung growol dengan proses
pengepresan hidrolik memerlukan waktu pengeringan 6 jam, pengepresan
tradisional memerlukan waktu pengeringan 8 jam, sedangkan tepung growol tanpa
pengepresan memerlukan waktu pengeringan selama 12 jam dengan
menggunakan alat pengering cabinet dryer suhu 50oC,
G. Hipotesis
Variasi metode pengepresan diduga berpengaruh terhadap sifat fisik
(warna), kimia dan tingkat kesukaan beras analog oyek ubi kayu penambahan
kacang hijau.