Post on 02-Mar-2019
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM
Agroindustri sutera alam secara terintegrasi mencakup usaha
memproduksi kokon, yang merupakan bahan baku agroindustri benang sutera.
Benang sutera merupakan bahan baku untuk industri tenun sutera yang pada
tingkat berikutnya digunakan pada industri hilir yang menghasilkan kain atau
sarung sutera dan produk kerajinan berbasis kain sutera.
1. Usaha Produksi Kokon
Usaha produksi kokon terdiri dari dua kegiatan usaha yang tidak
dapat dipisahkan, yaitu kegiatan budidaya tanaman murbei dan kegiatan
pemeliharaan ulat sutera hingga menjadi kokon.
a. Budidaya Tanaman Murbei
Menurut Ryu (2000) tanaman murbei termasuk ke dalam genus
Moraceae dan spesies Morus. Klasifikasi tanaman murbei secara lebih
lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi tanaman murbei
Divisi Phanerogame
Kelas Angiospermae
Ordo (bangsa) Dicotyledoneae
Famili (suku) Apetalae
Genus (marga) Moraceae
Spesies (jenis) Morus
Tanaman murbei termasuk anggota dari Famili Moraceae,
seperti pohon bergetah, pohon ara, tanaman rami, dan lain-lain.
Perbedaan tanaman pada famili ini berdasarkan pada bunga, daun, dan
cabangnya. Tanaman murbei pada dasarnya mempunyai bunga
kelamin tunggal, meskipun kadang-kadang juga berkelamin rangkap
(Atmosoedarjo et al., 2000).
5
Menurut Atmosoedarjo et al. (2000) tujuan menanam tanaman
murbei adalah untuk memproduksi daun murbei berkualitas tinggi
dalam jumlah yang cukup. Ketersediaan daun murbei untuk pakan ulat
sutera merupakan unsur terpenting keberhasilan agroindustri sutera
alam, karena itu pembudidayaan tanaman murbei mutlak dilakukan
sebelum melakukan pembudidayaan ulat sutera.
Tanaman murbei tumbuh baik pada suhu 13-40 oC dan suhu
optimum berkisar antara 24-28 oC. Tanaman murbei dapat tumbuh
dengan curah hujan antara 800-3500 mm/tahun. Kondisi curah hujan
yang baik adalah tersebar sepanjang tahun selama musim
pertumbuhan tanaman murbei dengan curah hujan sekitar 150
mm/bulan. Beberapa faktor iklim lainnya yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman murbei yaitu kelembaban, sanitasi, angin, dan
hujan (Ryu, 2000).
Menurut Ryu (2000) kondisi tanah akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman murbei. Kondisi tanah sangat dipengaruhi oleh
sifat fisik dan kimia tanah. Kondisi fisik tanah lebih penting, sebab
sangat sulit untuk dirubah. Sebaliknya, kondisi kimia tanah dapat
diubah, yaitu dengan cara pemeliharaan. Komposisi fisik tanah yang
ideal untuk tanaman murbei dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Komposisi fisik tanah yang ideal untuk tanaman murbei
Udara25%
Bahan Lainnya
45%
Bahan Organik
5%
Air25%
6
Untuk melakukan budidaya tanaman murbei perlu pemilihan
bibit tanaman yang baik agar dapat meminimalkan kegagalan
budidaya. Ada berbagai macam bibit murbei, seperti anakan dari biji
(seedling), bibit hasil sambungan (grafting), bibit dari layering, stek
batang, stek daun, dan kultur jaringan. Diantara macam-macam bibit
ini, bibit yang berasal dari biji tidak dapat digunakan karena
penampilannya terlalu beragam yang disebabkan oleh sifat
heterogenik dari tanaman murbei. Bibit yang berasal dari sambungan
dan layering memerlukan banyak tenaga kerja dan biaya. Bibit yang
berasal dari stek daun dan kultur jaringan baru pada tingkat percobaan.
Bibit yang paling murah dan cukup manjanjikan adalah bibit yang
berasal dari hasil stek batang (Atmosoedarjo et al., 2000).
Jumlah daun murbei dalam suatu kebun akan berpengaruh pada
jumlah ulat sutera yang dapat dipelihara. Produksi daun murbei
dipengaruhi oleh jumlah cabang per pohon, panjang cabang yang
mengandung daun (cabang bebas daun gugur), dan berat cabang serta
daun.
b. Pemeliharaan Ulat Sutera
Klasifikasi ulat sutera diperlihatkan pada Tabel 2 (Atmosoedarjo
et al.2000). Ulat sutera adalah serangga yang masuk ke dalam ordo
Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu-kupu. Ulat sutera
adalah serangga holometabola, yaitu serangga yang mengalami
metamorfosis sempurna (Ryu, 2000).
Tabel 2. Klasifikasi ulat sutera
Phyllum Arthropoda
Kelas Insecta
Ordo (bangsa) Lepidoptera
Famili (suku) Bombycidae
Genus (marga) Bombyx
Spesies (jenis) Bombyx mori L
7
Pemeliharaan ulat sutera sudah dimulai di Cina sejak berabad-
abad yang lalu. Leluhurnya adalah ulat sutera liar yaitu spesies
Bombyx mandarina, yang ditemukan di pohon murbei di Cina, Jepang,
dan negara lain di Asia Timur.
Ulat sutera menurut daerah asalnya dibagi dalam empat ras,
yaitu ras Jepang, ras Cina, ras Eropa, dan ras Tropika. Jenis ulat sutera
komersial yang biasa dipelihara di Indonesia adalah bivoltine yang
merupakan hasil persilangan ulat sutera ras Jepang dan ras Cina.
Ulat sutera termasuk serangga yang selama hidupnya mengalami
metamorfosis sempurna. Dimulai dari telur, larva (ulat), pupa
(kepompong), dan imago (kupu-kupu). Lama periode hidup mulai dari
saat lahir (telur menetas) sampai masa membuat kokon adalah sekitar
satu bulan, namun hal ini sebenarnya bisa berubah dipengaruhi oleh
iklim dan suhu tempat pemeliharaan (Atmosoedarjo et al.,2000).
Menurut Ryu (2000) tahapan pemeliharaan ulat sutera adalah
sebagai berikut :
· Penanganan telur ulat sutera
Penanganan awal telur ulat sutera yang baru tiba dari produsen
telur adalah dengan melakukan inkubasi telur. Inkubasi telur adalah
penempatan telur pada suatu wadah yang disebut kotak penetasan
telur dan diletakkan di dalam lemari inkubasi dengan suhu
optimum 25oC dan kelembaban 85%. Selama melakukan inkubasi
telur ruangan dibuat menjadi gelap total, hal ini dilakukan agar
pada saat penetasan telur didapatkan hasil yang merata.
· Pemeliharaan ulat sutera kecil
Tahapan pemeliharaan ulat sutera kecil atau yang lebih dikenal
dengan ulat kecil dimulai setelah hakitate. Hakitate adalah
pekerjaan pemindahan ulat sutera yang baru menetas ke kotak
pemeliharaan disertai dengan pemberian pakan pertama kali.
Pemeliharaan ulat kecil dilakukan dengan dilapisi dan ditutupi oleh
kertas parafin.
8
Larva yang baru menetas mengandung air yang rendah (75-78%)
dan akan meningkat dengan teratur hingga instar II (87%), oleh
karena itu diharapkan kandungan air yang tinggi pada daun yang
diberikan untuk ulat instar I dan II. Kandungan air yang cukup
tinggi pada tanaman murbei diperoleh pada daun bagian atas
tanaman (4-7 daun dari pucuk). Sedangkan untuk pemberian pakan
pada instar III adalah daun ke 8-11 dari pucuk tanaman murbei.
Kondisi lingkungan yang optimum untuk pemeliharaan ulat kecil
adalah pada suhu 26-28oC dengan kelembaban 80-90%.
Pada umumnya daun murbei perlu diberikan empat kali sehari
selama instar I, II, dan III. Lampiran 2 menggambarkan bagan
pemeliharaan ulat kecil untuk satu boks telur ulat sutera (±25.000
butir telur) (Ryu, 2000).
· Distribusi ulat sutera kecil
Pemeliharaan ulat kecil berakhir sampai dengan ulat instar III. Ulat
disalurkan pada saat tidur memasuki instar IV. Penyaluran ulat
sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari. Ulat didistribusikan
pada kotak khusus yang disebut boks pendistribusian ulat.
· Pemeliharaan ulat sutera besar
Pemeliharaan ulat sutera besar dilakukan setelah proses distribusi
ulat kecil kepada petani. Kondisi lingkungan yang baik dalam
pemeliharaan ulat sutera besar adalah pada suhu 22-25oC dan
kelembaban 70-75%, serta harus mendapatkan cahaya dan aliran
udara yang baik.
Fase ulat besar mencakup instar IV dan instar V. Akan tetapi kedua
instar ini secara fisiologi sangat berbeda. Karena instar IV lebih
dekat kepada fase ulat kecil, maka titik pemeliharaan harus
ditekankan pada pemeliharaan lingkungan yang bebas penyakit,
dan cukup pakan daun murbei segar dan bergizi tinggi sehingga
ulat sutera akan tumbuh dengan baik dan sehat.
Pada ulat sutera instar V, berat kelenjar suteranya bertambah
dengan cepat sampai 40% dari jumlah berat tubuhnya bahkan
9
mungkin lebih. Ini merupakan fase yang penting dalam produksi
sutera. Keperluan pakan dalam fase ini hampir 90% dari jumlah
keperluan semua fase pertumbuhan ulat. Ini adalah fase dimana
daun murbei harus dimanfaatkan secara efisien dan tenaga kerja
harus dihemat untuk kegiatan panen daun dan pemberian pakan
ulat.
Pada umumnya daun murbei perlu diberikan empat sampai enam
kali sehari selama instar IV, dan V. Lampiran 3 menggambarkan
bagan pemeliharaan ulat besar untuk satu boks telur ulat sutera
(±25.000 butir telur) (Ryu, 2000).
· Desinfeksi tubuh ulat sutera
Desinfeksi tubuh ulat sutera dilakukan untuk mengurangi adanya
kemungkinan tubuh ulat yang luka selama proses pergantian kulit.
Desinfeksi tubuh ulat dilakukan dengan menggunakan kapur atau
kaporit 5%. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan ayakan
plastik. Kapur atau kaporit 5% ditaburkan merata di atas tubuh ulat.
Desinfeksi dilakukan sembilan kali, yaitu pada saat permulaan
hakitat, sebelum dan sesudah pergantian kulit pada setiap fase
pertumbuhan ulat.
Pengokonan dan panen kokon merupakan tahapan terakhir
dalam pemeliharaan ulat sutera. Bila tahapan ini tidak dilaksanakan
dengan baik, maka akan berpengaruh buruk pada kualitas filamen
kokon (Atmosoedarjo et al., 2000).
Persiapan yang perlu dilakukan sebelum pengokonan adalah
dengan melakukan pencucian, pembersihan, dan desinfeksi terhadap
alat pengokon. Menurut bentuk dan strukturnya, alat/tempat
pengokonan dapat diklasifikasikan menjadi alat pengokon berputar
(rotary), alat pengokon berombak, bambu spiral, sarang plastik
(seriframe), dan lain-lain. Material dan struktur tempat pengokonan
sangat berpengaruh terhadap kualitas kokon dan filamen, serta
terhadap tenaga kerja untuk membantu proses pengokonan dan panen
kokon. Persyaratan utama untuk alat pengokonan adalah harus kuat,
10
struktur alat cocok untuk proses pengokonan, alat pengokonan harus
memberi kemudahan ulat dalam mengokon dan memberi kemudahan
pekerja dalam melakukan panen kokon (Wibowo, 1998).
Peletakan ulat pada alat pengokonan harus dilakukan tepat
waktu. Jika pengokonan dilakukan pada saat belum dewasa atau sudah
lewat matang, maka daya pintal (tingkat kemudahan filamen kokon
terurai pada saat pemintalan) menjadi kurang dan panjang filamen
yang didapat berkurang (Atmosoedarjo et al., 2000)
Kualitas kokon dipengaruhi oleh keadaan suhu, kelembaban,
peredaran udara di dalam ruang pengokonan, dan intensitas cahaya
yang ada di dalam ruangan. Suhu yang ideal untuk pengokonan adalah
24oC. Kelembaban yang baik selama proses pengokonan adalah 60%-
90%. Sirkulasi udara di dalam ruang pengokonan harus diatur dengan
baik, oleh karena itu ruangan harus mempunyai jendela yang cukup.
Kebutuhan cahaya untuk proses pengokonan antara 10-20 lux
(diibaratkan seperti keadaan cahaya di bawah meja). Cahaya harus
merata, karena bila cahaya hanya datang dari salah satu arah, ulat akan
mengokon di tempat yang lebih gelap dan mengumpul, sehingga
banyak terjadi kerusakan kokon (Departemen Kehutanan, 2007).
Menurut Ryu (2000) waktu yang diperlukan ulat dari mulai
mengokon sampai menjadi pupa dipengaruhi oleh temperatur dan
varietas ulat. Pada umumnya ulat selesai membuat kokon dalam dua
hari dan dua hari kemudian digunakan untuk merubah diri menjadi
pupa. Pupa yang mula-mula berwarna keputihan dan lunak dalam dua
hari akan berubah menjadi berwarna cokelat tua dan keras. Kokon
akan dipanen pada hari ke enam dan ke tujuh setelah mengokon.
2. Agroindsutri Benang Sutera
Proses produksi pada agroindustri benang sutera dibagi menjadi
dua, yaitu proses produksi pembuatan benang sutera mentah dan proses
produksi pembuatan benang sutera (thrown silk) (Ryu, 2000). Proses
11
produksi pembuatan benang sutera mentah secara singkat dijabarkan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Proses produksi pembuatan benang sutera mentah
Flossing adalah pembersihan kokon segar dari kapas-kapas yang
melekat pada kulit kokon. Kapas-kapas tersebut dinamakan Flossom (Ryu,
2000). Pengeringan (drying) kokon bertujuan untuk mencegah
berkembangnya pupa menjadi kupu-kupu dan untuk mengurangi
kandungan air di lapisan sutera dan pupa, sehingga dapat memungkinkan
menyimpan kokon dalam jangka waktu yang lama. Pemasakan (cooking)
merupakan tahapan yang bertujuan untuk menguraikan filamen kokon
sehingga dapat dipintal (Atmosoedarjo et al., 2000).
FRESH COCOON
FLOSSING
DRYING
SELECTION
COOKING
REELING
RE-REELING
INSPECTION
RAW SILK
SELECTION
12
Proses pemintalan benang (reeling) adalah proses penyatuan
beberapa filamen untuk dipintal menjadi benang sutera. Jumlah filamen
kokon yang disatukan untuk mendapatkan sehelai benang mentah berbeda-
beda tergantung ukuran benang yang dikehendaki. Proses pemintalan
ulang (rereeling) adalah proses pemindahan benang sutera yang sudah
dipintal dari gulungan dengan keliling yang lebih kecil ke gulungan yang
lebih besar (keliling = 1,5 meter) (Atmosoedarjo et al., 2000).
Setelah melalui proses pemintalan ulang dan inspeksi akhir maka
produk yang didapatkan dinamakan benang sutera mentah. Sebelum dapat
dijadikan kain, benang sutera mentah terlebih dahulu diproses menjadi
benang sutera. Proses perubahan benang sutera mentah menjadi benang
sutera dijabarkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses produksi pembuatan benang sutera (Thrown Silk)
RAW SILK
SOAKING
WINDING
DOUBLING
TWISTING
SETTING
REWINDING
INSPECTION
THROWN SILK
DRYING
13
Perendaman (Soaking) adalah proses yang dilakukan untuk
menghilangkan protein serisin dari filamen kokon. Menurut Jumaeri
(1997) di dalam Purwaningrum (2007) protein serisin adalah protein yang
tidak mengandung belerang, dan merupakan protein yang tidak larut dalam
air dingin, tetapi menjadi lunak di dalam air panas, dan larut dalam alkali
lemah atau sabun. Serisin menyebabkan benang sutera mentah
pegangannya kaku dan kasar, dan merupakan pelindung serat selama
pengerjaan mekanik. Agar kain sutera menjadi lembut, berkilau dan dapat
dicelup, protein serisin tersebut harus dihilangkan. Proses penghilangan
protein serisin dilakukan dengan pemasakan di dalam larutan sabun.
Dalam proses pemasakan ini, lilin dan garam-garam mineral ikut hilang.
Winding adalah proses pemindahan benang dari bentuk gulungan
besar (skein) ke dalam bobin (gulungan benang yang terbuat dari kayu)
dengan panjang benang yang diinginkan untuk dikerjakan lebih lanjut.
Doubling atau penggandaan adalah proses membuat benang menjadi
rangkap. Benang dapat dibuat menjadi rangkap 2,3,4,6 sesuai kebutuhan
(Ryu, 2000).
Twisting merupakan proses penggintiran benang untuk mencegah
pecahnya benang, memberi daya penutup (covering capacity) yang lebih
besar. Pada proses twisting gulungan benang dipindah dari bobin ke
silinder (gulungan benang yang terbuat dari logam). Rewinding adalah
proses menggulung kembali benang sutera dari gulungan benang yang
berbentuk silinder menjadi bentuk gulungan besar (Atmosoedarjo et al.,
2000).
B. MODEL PERENCANAAN UNTUK PENDIRIAN AGROINDUSTRI
SUTERA ALAM
Model adalah suatu representasi atau formalisasi dalam bahasa
tertentu yang disepakati dari suatu sistem nyata. Adapun sistem nyata adalah
sistem yang berlangsung dalam kehidupan. Dengan demikian, pemodelan
adalah proses membangun atau membentuk sebuah model dari suatu sistem
nyata dalam bahasa formal tertentu (Simatupang, 1996). Sedangkan menurut
14
Kosasi (2002), model merupakan penyederhanaan dari sesuatu. Model
mewakili sejumlah obyek atau aktivitas tertentu dari sebuah entitas.
Perencanaan industri adalah kegiatan-kegiatan yang direncanakan
dan akan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan sumber-sumber
untuk mendapatkan keuntungan (benefit) (Gray et al., 1992). Menurut Sutojo
(2002), proses perencanaan industri melalui tahapan-tahapan persiapan,
implementasi, dan operasi. Tahap persiapan (project preparation) merupakan
rangkaian kegiatan yang akhirnya harus ditunjang denga sejumlah studi dan
dokumen-dokumen untuk memungkinkan pengambilan keputusan apakah
suatu rencana investasi dapat dilaksanakan atau tidak.
Tahap persiapan dalam perencanaan industri merupakan kegiatan
menganalisis aspek-aspek keadaan produk (product description), keadaan
pasar (description of market), jenis teknologi (technology variety),
ketersediaan faktor produksi, prakiraan biaya (cost estimate), prakiraan
keuntungan (profit estimate), dan lokasi (Umar, 2007).
Model-model yang digunakan dalam perencanaan pendirian
agroindustri sutera alam terdiri dari model prakiraan permintaan benang sutera
mentah, model pemilihan lokasi alternatif budidaya dan agroindustri sutera
alam, model teknologi proses, model perencanaan tata letak pabrik, model
kelembagaan usaha, dan model analisis kelayakan finansial budidaya dan
agroindustri sutera alam.
1. Model Prakiraan Permintaan Benang Sutera Mentah
Industri dirancang dalam rangka memenuhi permintaan produk
atau komoditas tertentu, dengan demikian perlu dirancang besaran
kapasitas produk atau industri yang didasari potensi permintaan produk
pada masa yang akan datang. Model prakiraan permintaan benang sutera
mentah dibuat untuk menentukan permintaan atau kebutuhan produk
benang sutera mentah di Indonesia dengan menggunakan teknik-teknik
prakiraan.
Prakiraan atau forecasting dilakukan untuk mengatasi
ketidakpastian di masa yang akan datang. Menurut Machfud (1999),
15
prakiraan adalah suatu usaha untuk menduga apa yang akan terjadi pada
masa mendatang dengan menggunakan suatu metode ilmiah.
Metode peramalan dikelompokkan menjadi dua, yaitu metode
kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif dapat dibagi menjadi
dua yaitu metode deret waktu dan metode kausal. Metode kualitatif terbagi
juga menjadi dua kelompok yaitu metode yang bersifat eksploratif dan
metode yang bersifat normatif.
Metode yang digunakan dalam forecasting adalah dengan
menggunakan time series analysis (deret waktu). Pada teknik ini,
pendugaan terhadap masa mendatang dilakukan atas dasar nilai peubah
dan atau galat (error) masa lalu. Teknik deret waktu bertujuan untuk
mengungkapkan pola deret waktu masa lalu dan kemudian
mengekstrapolasikan pola deret data tersebut ke masa mendatang
(Machfud, 1999).
a. Teknik Perataan Bergerak Tunggal
Menurut Machfud (1999) prakiraan dengan teknik perataan
bergerak tungal didasarkan pada proyeksi serial data yang dimuluskan
dengan rata-rata bergerak. Nilai prakiraan untuk suatu periode
merupakan rata-rata dari nilai observasi N periode terakhir. Serial data
yang digunakan jumlahnya selalu tetap dan termasuk data periode
terakhir. Rumus prakiraan dengan metode rata-rata bergerak tunggal
adalah sebagai berikut :
F(t + 1) =푋푡푁 =
푋푡 + 푋푡 − 1+. . +푋푡 − 푁 + 1푁
Keterangan :
Xt = data observasi pada periode t
N = panjang serial waktu yang digunakan
Ft+1 = nilai prakiraan periode t + 1
16
b. Teknik Perataan Bergerak Ganda
Menurut Machfud (1999) prakiraan dengan teknik perataan
bergerak ganda hampir sama dengan teknik perataan bergerak tunggal,
hanya saja teknik ini lebih menunjukkan apabila pola data terdapat
kecenderungan (trend). Dasar dari teknik ini adalah dengan menghitung
perataan bergerak kedua dimana perataan bergerak kedua ini diperoleh
dari perataan bergerak dari hasil perataan bergerak pertama. Hasil
perataan bergerak pertama disimbolkan dengan St’ dan perataan
bergerak kedua disimbolkan dengan St”. Teknik perataan bergerak
ganda dirumuskan sebagai berikut :
F = a + b
dimana
a = 2S − 푆 "
푏 = (푆 − 푆 ) × 2
(푁 − 1)
푆 = 푋 + 푋 + ⋯+ 푋
푁
푆 = 푆 + 푆 + ⋯+ 푆
푁
Keterangan :
Xt = data observasi periode t
M = banyaknya periode peramalan
N = panjang serial waktu yang digunakan
S’t = perataan bergerak pertama periode t
St’’ = perataan bergerak kedua periode t
Ft+m = nilai prakiraan periode t + m
c. Teknik Prakiraan Pemulusan Eksponensial
Teknik prakiraan pemulusan eksponensial pada dasarnya adalah
suatu teknik perataan bergerak dimana pembobotan terhadap data
historis digunakan untuk menentukan angka prakiraan yang diberikan
secara eksponensial. Pada teknik pemulusan eksponensial terdapat satu
parameter pemulus yang akan menentukan seberapa besar bobot yang
17
diberikan terhadap data historis. Nilai parameter pemulus berkisar
antara 0 dan 1. Penggunaan teknik ini memerlukan inisiasi penetapan
nilai dimana F2 = X1 (Machfud, 1999).
Rumus teknik prakiraan pemulusan eksponensial adalah sebagai
berikut:
퐹 = 훼 푋 + (1 − 훼)퐹
Keterangan :
Xt = data observasi periode t
α = nilai parameter pemulus
Ft+1 = nilai prakiraan periode t+1
d. Teknik Linear Brown Satu Parameter
Menurut Machfud (1999) teknik linear Brown serupa dengan
teknik perataan bergerak ganda, tetapi dengan proses pemulusan yang
berbeda pada setiap periodenya. Prakiraan untuk m periode ke depan
dirumuskan sebagai berikut :
F = a + b
dimana :
a = 2S − 푆 "
푏 = (푆 − 푆 ) × 훼
(1− 훼)
dan :
푆 = 훼푋 + (1 − 훼)푆′ 푆′ = 훼푆 + (1− 훼)푆′′
dengan nilai inisiasi
푆 = 푆 = 푋 훼 = 푋
푏 = {(푋 − 푋 ) + (푋 − 푋 )}
2
18
Keterangan :
Xt = data observasi periode t
m = banyaknya periode peramalan
α = nilai parameter pemulus
St’ = perataan bergerak pertama periode t
St’’ = perataan bergerak kedua periode t
Ft+m = nilai prakiraan periode t + m
e. Teknik Linear Holt Dua Parameter
Menurut Machfud (1999) teknik ini serupa dengan metode
Brown yang cocok digunakan terhadap pola data yang mempunyai
kecenderungan (trend). Teknik linear Holt terdapat proses pemulusan
terhadap tren yang dilakukan secara terpisah karena dapat dimuluskan
denga menggunakan parameter pemulus yang berbeda. Teknik ini
menggunakan dua parameter pemulus yaitu α dan δ yang bernilai
berkisar antara 0 dan 1. Prakiraan untuk m periode mendatang
dirumuskan sebagai berikut :
퐹 = 푆 + 푏
dimana :
푆 = 훼푋 + (1 − 훼)(푆 + 푏 ) 푏 = 훿(푆 − 푆 + (1 − 훿)푏
Dengan nilai inisiasi :
푆 = 푋
푏 = {(푋 − 푋 ) + (푋 − 푋 )}
2
19
Keterangan :
Xt = daun observasi peride t
m = banyaknya periode peramalan
α = nilai parameter pemulus pertama
δ = nilai parameter pemulus kedua
St’ = perataan bergerak pertama periode t
St’’ = perataan bergerak kedua periode t
Ft+m = nilai prakiraan periode t + m
2. Model Pemilihan Lokasi Alternatif Budidaya dan Agroindustri Sutera
Alam
Model pemilihan lokasi alternatif budidaya dan agroindustri sutera
alam merupakan model yang dibuat untuk menentukan prioritas lokasi
alternatif untuk pendirian budidaya dan agroindustri sutera alam. Analisis
lokasi alternatif dilakukan dengan menggunakan Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE) untuk menghitung total nilai dari masing-masing
alternatif lokasi.
Menurut Manning (1984) di dalam Eriyatno (1996), MPE
merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pengambilan
keputusan dari beberapa alternatif keputusan dengan kriteria majemuk.
Metode ini dikembangkan dengan cara mengubah penilaian kualitatif yang
berasal dari subyektifitas pengambil keputusan menjadi nilai kuantitatif.
Eriyatno (1996) menambahkan bahwa MPE digunakan sebagai
pembantu bagi individu mengambil keputusan untuk menggunakan
rancang bangun yang telah terdefinisi dengan baik tiap tahap proses. MPE
digunakan untuk membandingkan beberapa alternatif dengan
menggunakan sejumlah kriteria yang ditentukan berdasarkan hasil survei
dengan pakar terkait. MPE adalah salah satu metode pengambilan
keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih dalam
skala tertentu. Metode ini mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias
yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor menggambarkan urutan
20
prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini mengakibatkan urutan
prioritas alternatif keputusan lebih nyata.
Menurut Marimin (2004) dalam menggunakan metode
perbandingan eksponensial ada beberapa tahapan yang harus dilakukan
yaitu menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih,
menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting
untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria
keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap
semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai total pada
setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan
pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. Formulasi perhitungan
skor untuk setiap alternatif dalam metoda perbandingan eksponensial
adalah sebagai berikut :
Total Nilai (푇푁 ) = (푅퐾 )
Keterangan :
TNi = Total nilai alternatif ke-i
RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i
TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0;bulat
n = Jumlah pilihan keputusan
m = Jumlah kriteria keputusan
Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara
wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat,
sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan
dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya.
Semakin besar nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut.
Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara
nyata karena adanya fungsi eksponensial (Marimin, 2004).
3. Model Teknologi Proses
Suatu keputusan yang berkaitan dengan proses (atau transformasi)
adalah pendekatan yang digunakan organisasi dalam mentransformasikan
21
sumber daya-sumber daya yang ada menjadi suatu barang atau jasa.
Tujuan dari perancangan (pendesainan) proses adalah mencari jalan untuk
memproduksi barang dan jasa yang memenuhi keinginan konsumen dan
spesifikasi produk yang berada dalam jangkauan keterbatasan biaya atau
hambatan manajerial lainnya. Proses yang diseleksi akan mempunyai
dampak jangka panjang terhadap efisiensi dan produksi, serta fleksibilitas
biaya, dan mutu barang yang diproduksi. Oleh karena itu, kebanyakan
strategi perusahaan ditentukan bersamaan dengan keputusan proses ini
(Render dan Heizer, 1997).
Sebenarnya, setiap barang atau jasa dibuat dengan menggunakan
beberapa variasi dari satu atau tiga strategi proses, yaitu fokus proses,
fokus proses berulang, dan fokus produk. Strategi proses yang fokus pada
proses memiliki ciri-ciri yaitu produksi dilaksanakan di seputar proses, dan
peralatan produksinya diatur di seputar proses. Strategi proses yang fokus
pada produk (fokus produk) memiliki ciri-ciri proses yang terjadi dalam
jumlah produk besar namun variasinya sedikit, peralatan produksinya
diatur di sekitar produk. Strategi proses fokus produk juga biasa disebut
sebagai proses yang terus menerus. Strategi proses fokus proses berulang
memiliki ciri-ciri bahwa proses berulang ini menggunakan modul. Modul
adalahsuku cadang atau komponen yang sebelumnya sudah disiapkan,
sering kali dengan proses yang terus menerus. Strategi fokus proses
berulang mempunyai struktur yang lebih banyak dan konsekuensinya
adalah fleksibilitasnya lebih rendah dibandingkan dengan pabrik yang
berfokus pada proses (Render dan Heizer, 1997).
4. Model Perencanaan Tata Letak Pabrik
Tata letak (layout) merupakan salah satu keputusan yang
menentukan efisiensi operasi perusahaan dalam jangka panjang. Tata letak
memiliki berbagai implikasi strategis karena tata letak menentukan daya
saing perusahaan dalam hal kapasitas, proses, fleksibilitas, biaya, dan mutu
kehidupan kerja (Render dan Heizer, 1997). Render dan Heizer (1997)
22
menambahkan bahwa tata letak yang efektif dapat membantu perusahaan
mencapai hal-hal seperti :
· pemanfaatan yang lebih besar atas ruangan, peralatan, dan manusia.
· Arus informasi, bahan baku, dan manusia yang lebih baik.
· Lebih memudahkan konsumen.
· Peningkatan moral karyawan dan kondisi kerja yang lebih aman.
Tujuan dari strategi tata letak adalah untuk mengembangkan tata letak
yang ekonomis yang dapat membantu pencapaian keempat hal di atas
sementara tetap memenuhi kebutuhan perusahaan untuk bersaing.
5. Model Kelembagaan Usaha
Menurut Yuti (2007) kelembagaan adalah sekumpulan jaringan
dari relasi sosial yang melibatkan orang-orang tertentu, memiliki tujuan
tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Kelembagaan
dapat berbentuk sebuah relasi sosial yang melembaga (non formal
institution), atau dapat berupa lembaga dengan struktur dan badan hukum
(formal institution). Dalam kaitannya dengan pengembangan agribisnis di
pedesaan setidaknya ada delapan kelembagaan yaitu kelembagaan
penyedian input usaha tani, kelembagaan penyedia permodalan,
kelembagaan pemenuhan tenaga kerja, kelembagaan penyediaan lahan dan
air irigasi, kelembagaan usaha tani, kelembagaan pengolahan hasil
pertanian, kelembagaan pemasaran hasil pertanian, dan kelembagaan
penyediaan informasi (teknologi, pasar, dan lain-lain). Tiap kelembagaan
dapat dijalankan dengan dua cara, yaitu secara individual (berstruktur
lunak) atau secara kolektif (berstuktur keras).
Yuti (2007) menambahkan bahwa pada prinsipnya suatu hubungan
sosial (social relation) dapat disebut sebagai sebuah kelembagaan apabila
memiliki empat komponen, yaitu orang yang terlibat, komponen
kepentingan yang membuat orang-orang yang terlibat tersebut saling
berinteraksi, komponen aturan, dan komponen struktur yang
menggambarkan posisi dan peran masing-masing orang yang terlibat.
23
6. Model Analisis Kelayakan Finansial Budidaya dan Agroindustri
Sutera Alam
Analisis finansial dilakukan untuk memprakirakan jumlah dana
yang diperlukan, baik untuk dana modal investasi tetap maupun modal
kerja awal. Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan
antara biaya-biaya dengan manfaat (keuntungan) untuk menentukan
apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Sutojo,
2002). Model analisis kelayakan finansial budidaya dan agroindustri sutera
alam dibuat berdasarkan perhitungan kriteria investasi. Kriteria investasi
menurut Kadariah dan Gray (1999) adalah metode untuk mencari ukuran
secara menyeluruh tentang baik tidaknya suatu investasi untuk
dilaksanakan yang ditinjau dari sisi finansial. Kriteria-kriteria itu tergolong
ke dalam kriteria dinamis karena memasukkan faktor nilai uang
berdasarkan waktu dan suku bunga.
Menurut Christina et al. (2001) anggaran modal membantu dalam
mengambil keputusan untuk menolak ataupun menerima sebuah usulan
investasi. Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk menentukan
penilaian suatu investasi beserta teknik-teknik perhitungan pendukungnya.
Tahap pertama adalah menetapkan investasi awal (initial outlays) dari
investasi yang akan dilakukan. Tahap kedua adalah menentukan modal
atau sumber dana yang akan digunakan. Tahap ketiga adalah
memprakirakan pola arus kas dari investasi yang diusulkan. Tahap
keempat adalah melakukan perhitungan arus kas masuk (cash inflow).
Tahap kelima adalah melakukan penilaian kelayakan investasi.
Ada berbagai parameter yang digunakan dalam melakukan
penilaian investasi seperti yang dijabarkan pada Gambar 5.
24
Gambar 4. Tahapan dalam melakukan penilaian investasi
a. Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)
Nilai bersih sekarang (NPV) merupakan selisih antara nilai
sekarang dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-
penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (Umar, 2007).
Keterangan :
NPV = Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)
Bt = total pendapatan yang diperoleh pada tahun ke-t (Rp)
Ct = total biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rp)
i = tingkat suku bunga yang digunakan (%)
t = umur proyek (tahun)
n = jumlah tahun
Suatu investasi dikatakan layak secara finansial jika nilai NPV > 0.
Metode Penilaian Investasi
Berdasarkan Pendekatan Cash Flow
Tidak Memperhatikan Time Value of
Money
Payback Period Method
Memperhatikan Time Value of
Money
Net Present Value
Iinternal Rate of Return
Profitability Index
Berdasarkan Pendekatan Keuntungan Akuntansi
ARR (Average/Accounting
Rate of Return)
25
b. Pengembalian atas Investasi atau Aset (Return On Investment)
Menurut Soeharto (1998) Return On Investment (ROI) adalah
perbandingan dari permasukan (income) per tahun terhadap dana
investasi.
ROI =Pemasukan neto sebelum pajak
Biaya pertama x 100%
Semakin besar nilai ROI suatu rencana investasi maka semakin
disukai oleh calon investor. Pengguna kriteria ini sebaiknya terlebih
dahulu menentukan berapa besar nilai ROI yang akan menjadi
patokan/acuan.
c. Indeks Keuntungan (Profitability Index)
Parameter ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang
penerimaan-penerimaan kas bersih di masa datang dengan nilai
sekarang investasi (Christina et al., 2001).
PI =푃푉 표푓 푝푟표푐푐푒푑푃푉 표푓 푂푢푡푙푎푦푠
atau
PI =푃푉 표푓 푁퐶퐹푃푉 표푓 퐼
Suatu usulan investasi dikatakan layak diterima bila nilai
indeks keuntungan (PI) lebih besar dari satu (PI > 1). Keuntungan
perhitungan PI adalah menggunakan arus kas sebagai dasar
perhitungan, memperhatikan nilai waktu dari uang, konsisten dengan
tujuan perusahaan yaitu memaksimumkan kekayaan pemegang saham
(Christina et al., 2001).
26
d. Periode Pengembalian Modal (Payback Period)
Payback Period (PBP) adalah suatu metode yang diperlukan
untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan
aliran kas (Umar, 2007).
Metode PBP mengukur seberapa cepat suatu investasi bisa
kembali. Kriteria penilaian yang digunakan adalah kriteria investasi
yang dinilai berdasarkan arus kas kumulatif yang akan diterimanya
sehingga sampai dengan investasi semula (Christina et al., 2001).
PBP =퐶푎푝푖푡푎푙 푂푢푡푙푎푦푠
푁푒푡 퐶푎푠ℎ 푃푟표푐푐푒푑푠
e. Break Even Point (BEP)
Laba perusahaan merupakan selisih antara penjualan dan biaya
dalam periode akuntansi tertentu. Oleh karena itu, perencanaan laba
dalam suatu periode akan berhubungan dengan perencanaan atas
penjualan dan biaya pada periode yang bersangkutan. Analisis BEP
merupakan teknik perencanaan laba dalam jangka pendek atau dalam
satu periode akuntansi tertentu dengan mendasarkan analisinya pada
variabilitas penjualan (Christina et al., 2001).
Dalam menghitung BEP biasanya ada tiga pendekatan yang
digunakan, yaitu pendekatan persamaan, pendekatan marjin
kontribusi, dan pendekatan grafik.
1. Pendekatan persamaan
BEP (unit) =퐹퐶
푃 − 푉퐶 푝푒푟 푢푛푖푡
Keterangan:
FC = total biaya tetap (Fixed Cost)
P = harga jual per unit (price)
VC = biaya variabel (Variable Cost)
27
2. Pendekatan marjin kontribusi
BEP (unit) =퐹퐶
푀퐾 푝푒푟 푢푛푖푡
Keterangan :
FC = total biaya tetap (Fixed Cost)
MK = harga jual per unit dikurangi biaya variabel per unit
3. Pendekatan grafik
Dengan pendekatan grafik, BEP digambarkan sebagai titik
perpotongan antara garis penjualan dan garis biaya total.