Post on 15-Mar-2019
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan
tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Tanaman ini adalah
tanaman berkeping satu yang masuk dalam genus Elais, family Palmae, kelas
divisio Monocotyledonae, subdivisio Angiospermae dengan divisio
Spermatophyta. Nama Elaeis berasal dari kata Elaion yang berarti minyak dalam
bahasa Yunani, guineensis berasal dari kata Guinea yang berarti Afrika. Jacq
berasal dari nama botanis Amerika yang menemukannya, yaitu Jacquine.
Tanaman ini tumbuh pada iklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan
suhu 22-32°C (Hartley 1997). Kelapa sawit berasal dari Afrika Barat dan di
Indonesia tanaman ini pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor oleh orang
Belanda pada tahun 1848 (Sambanthamurthi et al. 2000).
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis
dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-33oC (Basiron 2005).
Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan.
Buah yang dihasilkan disebut Tandan Buah Segar (TBS) atau Fresh Fruit Bunch
(FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat ketika berumur 3-14 tahun
dan akan menurun kembali setelah berumur 15-25 tahun. Setiap pohon kelapa
sawit dapat menghasilkan 10-15 TBS per tahun dengan berat 30-40 kg per tandan
tergantung umur tanaman. Dalam satu tandan, terdapat 1000-3000 brondolan
dengan berat satu brondolan berkisar 10-20 g (Pahan 2007). Secara botani, buah
kelapa sawit terdiri dari pericarp, mesocarp, kernel (inti sawit), dan endocarp
(tempurung). Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buahnya, kelapa sawit
terbagi menjadi empat varietas yaitu pisifera, dura, tenera, dan macrocarya.
Pisifera memiliki tebal tempurung kurang dari 2 mm, tenera memiliki ketebalan
tempurung 2-3 mm, dura memiliki tebal tempurung 3-5 mm, dan macrocarya
memiliki tebal tempurung lebih dari 5 mm (Pahan 2007). Buah sawit mempunyai
warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan.
Saat ini varietas dura merupakan varietas yang paling banyak digunakan dalam
8
kegiatan pemuliaan kelapa sawit. Penampang melintang dari buah kelapa sawit
dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini:
http://hasilperkebunan.blogspot.com/
Gambar 1 Penampang melintang buah kelapa sawit
Produksi minyak sawit mentah (MSMn)/Crude Palm Oil (CPO) Indonesia
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, produksi CPO
Indonesia 19,2 juta ton dengan luas areal perkebunan sawit mencapai 7,1 juta
hektar. Pada tahun 2009 produksi CPO Indonesia meningkat menjadi 20,5 juta
ton. Pada tahun 2010 produksi CPO menjadi 21,2 juta ton, meningkat 14,23% dari
tahun sebelumnya. Tahun 2012 diprediksi Indonesia memproduksi lebih dari 23
juta ton (Ditjenbun 2011). Produksi minyak sawit di Indonesia sebagian besar
didukung oleh perkebunan kelapa sawit rakyat. Sekitar 37% dari seluruh areal
kelapa sawit di Indonesia adalah perkebunan rakyat, sedangkan sisanya
diusahakan oleh pemerintah dan swasta (Ditjenbun 2011).
2.2 Minyak Sawit Mentah (MSMn)/Crude Palm Oil (CPO)
Minyak kelapa sawit adalah minyak yang diperoleh dari proses ekstraksi
daging buah kelapa sawit (mesokarp) tanaman Elais guineensis Jacq. Kelapa sawit
menghasilkan dua jenis minyak yang berlainan sifatnya, yaitu crude palm oil atau
CPO dan palm kernel oil atau PKO. CPO adalah minyak yang berasal dari serabut
(mesokarp) kelapa sawit, sedangkan PKO adalah minyak yang berasal dari inti
(kernel) kelapa sawit. Perbedaan kedua jenis minyak ini terletak pada kandungan
asam lemaknya. Minyak inti sawit mengandung asam kaproat dan asam kaprilat
yang tidak terdapat dalam minyak sawit mentah dan perbedaan lainnya adalah
Kernel (inti sawit)
Tempurung (endokarp)
Mesokarp
Perikarp
9
adanya pigmen karotenoid yang berwarna kuning merah pada minyak sawit yang
tidak terdapat pada minyak inti sawit (Naibaho 1998).
2.2.1 Proses Pengolahan
Proses pengolahan buah kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah
(MSMn) melalui beberapa tahapan sebagai berikut (Naibaho 1998):
a. Penerimaan buah
Tandan buah segar (TBS) hasil pemanenan harus segera diolah lebih
lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka kandungan asam lemak
bebasnya semakin meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8 jam
setelah panen, TBS harus segera diolah. Untuk mendapat MSMn dengan kualitas
yang baik maka harus dilakukan sortasi tandan buah segar dengan memperhatikan
tingkat kerusakan buah yang minimal dan tingkat kematangan yang optimal.
b. Sterilisasi dan Perontokan
Tandan buah yang telah disortir kemudian direbus dalam suatu tempat
perebusan (sterilizer) atau dalam ketel rebus pada suhu 143°C dengan tekanan 3
kg/cm2 selama 60 menit. Akhir perebusan ditandai dengan beberapa gejala, antara
lain bau buah yang gurih, empuk, dan buah mudah rontok. Buah yang sudah
direbus kemudian dimasukkan ke dalam alat perontok.
Proses sterilisasi mempunyai tujuan antara lain:
(a) Menghentikan aktivitas enzim lipase. Terhentinya proses enzim lipase akan
mengurangi kerusakan bahan, antara lain akibat penguraian minyak menjadi
asam lemak bebas.
(b) Menggumpalkan protein dalam buah sawit, penggumpulan protein bertujuan
agar protein tidak ikut terekstrak pada waktu pengepresan minyak (ektraksi).
(c) Memudahkan pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang.
(d) Memperlunak daging buah sehingga mempermudah proses ekstraksi.
c. Pelumatan
Tahap pelumatan ini bertujuan untuk melumatkan biji sawit sehingga
daging buah mudah terlepas dari biji serta memudahkan pengeluaran minyak pada
tahap pengepresan. Kondisi optimum pada tahap ini yaitu pada suhu 95-100ºC
10
selama 20 menit. Tahapan pelumatan ini dilakukan pada silinder vertikal yang
dilengkapi dengan empat pisau pengaduk dan satu set pisau pelempar yang
berputar berlawanan arah.
d. Ekstraksi
Ekstraksi minyak dilakukan menggunakan screw press yang terintegrasi
langsung dengan alat pelumat (digester). Pada tahap ini dihasilkan dua produk
yaitu: (1) campuran antara minyak, air, dan benda padat lainnya; (2) Padatan
berupa serat mesokarp buah sawit dan biji sawit hasil pemisahan dari buah.
e. Pemurnian minyak
Proses ini bertujuan untuk memperoleh minyak sebanyak-banyaknya dan
menghasilkan MSMn dengan kadar asam lemak bebas, kadar air, dan kadar
kotoran yang sesuai dengan standar. Minyak mentah yang berasal dari hasil
ekstraksi memiliki komposisi rata-rata 66% minyak, 24% air, dan 10% padatan
bukan minyak (nonoily solids). Karena tingginya proporsi padatan yang masih
terdapat pada minyak maka harus dilakukan penambahan air panas agar padatan
tersebut larut dengan air. Kemudian minyak disaring untuk memisahkan padatan
tersebut. Selanjutnya minyak mentah dimasukkan ke dalam tangki yang berfungsi
sebagai tempat penampungan minyak sawit mentah sementara sebelum
mengalami proses pemurnian yang lebih lanjut.
Minyak berada pada lapisan atas dipompakan menuju continuous settling
tank (CST) sedangkan kotoran yang masih mengandung sekitar 10% minyak
dialirkan ke parit untuk dikumpulkan kembali ke dalam main settling tank. Di
dalam CST minyak dipisahkan dari kotoran dengan cara pengendapan. Fraksi
berat akan bergerak ke bawah tank sedangkan fraksi ringan akan bergerak menuju
ke atas. Suhu berpengaruh terhadap viskositas minyak. Semakin tinggi suhu
minyak semakin kecil viskositasnya. Untuk mempermudah pemisahan minyak
dari kotoran dan air maka viskositas minyak diperkecil, salah satu caranya dengan
pemanasan. Berdasarkan viskositas maka suhu yang paling tepat digunakan suhu
lebih besar dari 90°C.
11
f. Pengering vakum
Pada pengering vakum, air dikeluarkan dengan sistem pengkabutan
minyak di dalam ruang vakum sampai air tersisa 0.1%. Suhu minyak yang masuk
antara 90 – 95°C dengan tekanan vakum 30 bar. Minyak terhisap ke dalam tabung
vakum melalui nozzle sampai seperti kabut. Uap air terhisap oleh ejector dan
masuk ke dalam kondensor secara bertahap dan akhirnya ditampung.
g. Penyimpanan minyak sawit mentah (MSMn)
Minyak hasil produksi yang akan dipasarkan ditampung dalam tangki
timbun. Bagian dalam tangki timbun umumnya dilapisi dengan bahan yang
terbuat dari epoksi untuk mencegah kontaminasi logam besi yang berasal dari
bahan tangki timbun. Suhu tangki timbun dikontrol pada suhu antara 32-40°C.
Suhu ini cukup untuk meminimalkan kerusakan akibat pemanasan dan mampu
mencegah minyak memadat.
2.2.2 Karakter Fisiko-Kimia
MSMn tersusun atas 50% asam lemak jenuh dan 50% asam lemak tidak
jenuh. Keseimbangan antara asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh
menyebabkan MSMn lebih stabil terhadap oksidasi dibanding minyak nabati
lainnya dan MSMn berwujud semisolid pada suhu ruang (Basiron 2005). Menurut
Rohani et al. (2006), komponen utama dalam MSMn adalah triacylglicerol
(TAG) yaitu sebesar 95%. TAG merupakan kombinasi dari gliserol dan tiga asam
lemak. Komposisi asam lemak dan TAG penyusun minyak sawit dapat dilihat
pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:
Tabel 1 Asam lemak penyusun minyak sawit.
Sumber : Basiron (2005)
Jenis asam lemak Komposisi (%) Asam kaprat (C10:0) 1-3 Asam laurat (C12:0) 0.1-1 Asam miristat (C14:0) 0.9-1.5 Asam palmitat (C16:0) 41.8-46.8 Asam palmitoleat (C16:1) 0.1-0.3 Asam stearat (C18:0) 4.2-5.1 Asam oleat (C18:1) 37.3-40.8 Asam linoleat (C18:2) 9.1-11.0 Asam linolenat (C18:3) 0-0.6 Asam arakhidonat (C20:0) 0.2-0.7
12
MSMn memiliki dua komponen asam lemak terbesar yaitu asam palmitat
dan asam oleat. Kandungan asam palmitat pada minyak sawit sebesar 39-45%,
sedangkan asam oleat sebesar 37-44% (Basiron 2005). Asam palmitat adalah
asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (melting point) yang
tinggi, yaitu 64ºC (Belitz dan Grosch 2004). Kandungan asam palmitat yang
tinggi membuat minyak sawit tahan terhadap oksidasi. Asam oleat adalah asam
lemak tidak jenuh dengan rantai panjang C18 dan memiliki satu ikatan rangkap.
Titik cair oleat adalah 14ºC (Ketaren 2008). TAG dominan penyusun minyak
sawit adalah POP dengan titik leleh 38ºC (Smith 2001). Setiap TAG memiliki titik
leleh tertentu yang bergantung pada derajat kejenuhan dan panjang rantai asam
lemak penyusunnya.
Tabel 2 Trigliserida penyusun minyak sawit
Jenuh 1 ikatan ganda 2 ikatan ganda 3 ikatan ganda
4 ikatan ganda
[%b/b] [%b/b] [%b/b] [%b/b] [%b/b] MPP 0.29 MOP 0.83 MLP 0.26 MLO 0.14 PLL 1.08 PMP 0.22 MPO 0.15 MOO 0.43 PLO 6.59 OLO 1.71 PPP 6.91 POP 20.0 PLP 6.36 POL 3.39 OOL 1.76 PPS 1.21 POS 3.5 PLS 1.11 SLO 0.60 OLL 0.56 PSP 0.12 PMO 0.22 PPL 1.17 SOL 0.30 LOL 0.14
PPO 7.16 SPL 0.10 OSL 0.11 PSO 0.68 POO 20.54 OOO 5.38 SOS 0.15 SOO 1.81 OPL 0.61 SPO 0.63 SPO 1.86 OSO 0.81
Lainnya 0.16 0.34 0.19 0.15 0.22 Total 9.15 33.68 34.01 34.01 5.47
M : asam lemak miristat, P: asam lemak palmitat, S: asam lemak stearat , O: asam lemak oleat L : asam lemak linolenat Sumber : Gee (2007)
Sifat fisiko-kimia minyak sawit mentah (MSMn) meliputi warna, bau dan
flavour, kelarutan, polimorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan, slip
melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap,
titik nyala dan titik api (Ketaren 2008). Sifat fisiko-kimia tersebut sangat penting
untuk menentukan kualitas MSMn selain dapat juga digunakan untuk informasi
dalam pengolahan lebih lanjut.
13
Komponen utama dari MSMn adalah triasilgliserol (95%), sedangkan
sisanya berupa asam lemak bebas (5-10%), dan komponen minor (1%) yang
terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid,
squalen, gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa lainnya. Beberapa komponen
minor terutama karotenoid dan vitamin E (tokoferol dan tocotrienol) adalah
merupakan gizi penting (Sundram 2003). Tabel 3 menunjukkan nilai sifat fisiko-
kimia dari MSMn.
Tabel 3 Nilai sifat fisiko-kimia MSMn
Sifat Fisiko Kimia Nilai
Trigliserida 95%
Asam lemak bebas 5-10%
Warna (5¼ lovibond cell) Merah orange
Kelembaban dan impurities 0.15%-3.0%
Bilangan peroksida 1-5.0 (meq/kg)
Bilangan anisidin 2-6 (meq/kg)
Kadar β-karoten 500-700 ppm
Kadar fosfor 10-20 ppm
Kadar besi 4-10 ppm
Kadar tokoferol 600-1000 ppm
Digliserida 2-6%
Bilangan asam 6.9 mg KOH/g minyak
Bilangan penyabunan 224-249 mg KOH/g minyak
Bilangan iod (wijs) 44-54
Titik leleh 21-24 °C
Indeks refraksi 36.0-37.5
Sumber: Ketaren (2008)
Tabel 4 menunjukkan jenis dan konsentrasi komponen minor dalam
minyak sawit mentah. Beberapa komponen minor dalam minyak sawit mentah
adalah karotenoid, tokoferol, tocotrienol, sterol, ubiquinone, fosfatida, alkohol
triterpenic dan alifatik. Meskipun jumlahnya kurang 1% dari bagian minyak,
14
komponen tersebut mempunyai peranan penting dalam menjaga stabilitas dan
kualitas minyak tersebut.
Tabel 4 Kandungan komponen minor MSNn
Komponen minor Kandungan (ppm)
Karoten 500-700
Tokoferol dan tokotrienol 600-1000
Sterol 326-527
Ubiquinone 10-80
Squalene 200-500
Phospolipid 5-130
Triterpene alcohol 40-80
Metil sterol 40-80
Alipatik alcohol 100-200
Sumber: Lin (2002)
Salah satu upaya mempertahankan kandungan karotenoid pada MSMn
adalah dengan proses pembuatan Minyak Sawit Merah (MSM) atau Red Palm Oil
(RPO). MSM merupakan minyak sawit yang diperoleh dari proses pengolahan
MSMn tanpa mengalami pemucatan (bleaching) sehingga kandungan tokoferol,
tokotrienol, dan karotenoidnya dapat di pertahankan (Canfield dan Kaminsky
2001)
Perbedaan lain antara minyak sawit dengan minyak nabati lainnya adalah
adanya kandungan tokoferol dan tokotrienol dalam jumlah yang tinggi. Menurut
Goh et al. (1985), tokoferol dan tokotrienol (vitamin E) ditemukan dalam produk
minyak sawit berkisar dari 600-1000 ppm dengan komposisi 83% tokotrienol dari
total vitamin E. Menurut Basiron (2005) kandungan tokoferol dan tokotrienol
pada minyak sawit yang telah dimurnikan akan berkurang sebesar 50%.
Keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainnya
yaitu memiliki komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang berimbang,
terutama asam palmitat (40-46%) dan asam oleat (39-45%) (Ooi et al. 1996).
Asam lemak palmitat merupakan asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki
titik cair (melting point) yang tinggi yaitu 64oC, sehingga pada suhu ruang minyak
15
sawit berbentuk semi padat (Belitz dan Grosh 2004). Kandungan asam palmitat
yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan)
dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang dengan rantai C18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair
asam oleat lebih rendah dibanding dengan asam palmitat yaitu 14oC (Ketaren
2008).
Dalam bidang kesehatan asam oleat sangat bermanfaat untuk menjaga
kesehatan kulit. Asam oleat memiliki fungsi struktural pada membran sel yaitu
sebagai sinyal transduksi dan fungsi pengatur, yaitu mempertahankan kelembaban
membran sehingga mempertahankan fungsi reseptor LDL yang ada pada
membran sel . Hal ini dapat mempercepat siklus pengambilan kolesterol, sehingga
berpotensi menurunkan kolesterol (Innis 2000).
2.3 Manfaat Minyak Sawit Mentah (MSMn) Bagi Kesehatan
Komponen minor mempunyai peranan penting dalam menjaga stabilitas
dan kualitas minyak, selain itu komponen minor mempunyai manfaat bagi
kesehatan. Manfaat bagi kesehatan komponen minor dalam MSMn dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5 Manfaat Komponen Minor MSMn bagi kesehatan
Komponen Minor Manfaat bagi kesehatan α-Karoten
• Antioksidan paling kuat diantara bentuk
karoten yang lain • Mengurangi resiko kanker hati, paru-paru,
pankreas, lambung (Murakoshi, 1992) • Mengurangi atherosklerosis dalam arteri
(Bonni dan Choo, 2000) • Asupan yang direkomendasikan 1,5 mg/hari
(Food and Nutrition Board 2000)
β-Karoten • Mengurangi atherosklerosis dalam arteri (Bonni dan Choo, 2000)
• Mengurangi resiko penyakit jantung (Food and Nutrition Board 2000)
• Berpotensi menjaga kesehatan mata • Asupan yang direkomendasikan 2,5-5,9
mg/hari (Food and Nutrition Board 2000)
16
Komponen Minor Manfaat bagi kesehatan Vitamin E
• Memiliki bentuk α-tokoferol, α-, γ-, δ-tokotrienols • Mengurangi resiko kanker • Secara langsung berfungsi sebagai antioksidan alami
dalam melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif
• Mengurangi resiko penyakit jantung • Berpotensi untuk mengurangi resiko diabetes • Berpotensi meningkatkan sistem imun • Berpotensi mengurangi resiko penyakit Alzheimer
dan Down Syndrome • Asupan yang direkomendasikan 15 mg/hari (Food
and Nutrition Board 2000)
Likopen • Konsentrasi pada MSMn 8,74 ppm • Mengurangi resiko kanker paru-paru, lambung,
prostat • Berpotensi mengurangi resiko terkena PJK
(Penyakit jantung koroner) • Berpotensi mencegah osteoporosis • Berpotensi mengingkatkan kesuburan pada pria • Berpotensi mengurangi resiko penyakit syaraf
seperti Parkinson. • Asupan yang direkomendasikan 3,7-16,15 mg/hari
(Rao et al. 2002)
Lutein • Mengurangi resiko AMD (Age-related Macular Diseases) dan katarak (Mozaffarieh et al. 2003)
• Mengurangi resiko kanker epithelial (Yang et al. 1996)
• Asupan harian yang disarankan 1,3-3 mg/hari (Nebeling et al. 1997)
Sterol • Dalam MSMn ada dalam bentuk β-sitosterol 370 ppm, kampesterol 151 ppm dan stigmasterol 66 ppm.
• β-sitosterol berpotensi hipokolesterolemik (Bonni dan Choo 2000)
Asam lemak tidak jenuh
• Asam oleat C18:1 Cis (ω-9) 40,8% • Asam linoleat C18:2 (ω-6) 11,9% • Asam linolenat C18:3 (ω-3) 0,4% • Efektif mengurangi kolesterol darah. • Asam lemak jenuh (asam palmitat 36,6% dan asam
stearat 3,7%) tidak meningkatkan kolesterol darah (Bonni dan Choo 2000)
17
Komponen Minor Manfaat bagi kesehatan Ubiquinone-10 (UQ-10)
• MSMn mengandung 18-25 ppm
ubiquinone-10 • Berpotensi meningkatkan sistem
imun • Berpotensi mencegah penyakit
jantung dan hipertensi • Berpotensi mencegah kerusakan
pada sel darah merah karena oksidasi (Bonni dan Choo 2000)
Polyphenolics • MSMN mengandung polyphenolics sekitar 40-70 ppm
• Berpotensi menurunkan kolesterol • Berpotensi sebagai anti kanker
(Loganathan 2011)
Squalen • MSMn mengandung squalen sekitar 250-540 ppm
• Menghambat sintesis kolesterol • Anti kanker (Loganathan 2011)
Phospolipid • MSMn mengandung 20-100 ppm
• Perkembangan otak • Memudahkan pencernaan dan
penyerapan zat gizi (Loganathan 2011)
Sumber: TAMSI-DMSI 2010 2.3.1 Karotenoid Minyak Sawit
Minyak sawit merah dianggap sebagai sumber karotenoid alami terkaya
(sekitar 15 kali lebih dari pada wortel). Tubuh manusia menggunakan karotenoid
sebagai vitamin A. Karotenoid juga meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dengan
berbagai mekanisme, dan dapat meningkatkan kesehatan kardiovaskular.
Karotenoid juga memainkan penting potensial sebagai antioksidan, melindungi
sel dan jaringan dari efek radikal bebas (Sutapa 2009).
Di beberapa negara berkembang telah digunakan minyak sawit merah
yang kaya ß-karoten dalam studi intervensi dalam pencegahan kekurangan
vitamin A di antara populasi berisiko. Di India, anak usia 5-10 tahun yang dirawat
dengan keratomalacia diberikan emulsi minyak sawit merah dua kali sehari. Dosis
18
masing-masing berisi 0.6 ml minyak sawit merah dan terapi adalah berlangsung
selama 15 hari. Berdasarkan hasil yang diperoleh, direkomendasikan bahwa
negara berkembang harus tidak ragu dalam menciptakan strategi untuk
meningkatkan penggunaan minyak sawit merah dalam memerangi kekurangan
vitamin A. Pentingnya minyak sawit merah pada pengobatan defisiensi vitamin A
adalah mudah untuk memproduksi, tersedia sepanjang tahun, sumber murah dan
dapat diakses oleh sebagian dari negara berkembang (Sundram 2003).
Liga Konferensi Perserikatan Bangsa Antar Pemerintah tentang Hygiene
Pedesaan di akhir 1930-an merekomendasikan penggunaan minyak sawit merah
sebagai sumber pro-vitamin A pada populasi kurang gizi. Pertemuan XVII
Internasional Vitamin A Konsultatif Group di Guatemala, direkomendasikan
penggunaan minyak sawit merah karena kandungan karotenoid yang sangat
bioavailable. Tan dan Chu (1991) telah melaporkan bahwa karotenoid sawit
menunjukkan efek penghambatan pada proliferasi dari sejumlah sel-sel kanker
manusia. Murakoshi et al. (1992) mengisolasi alpha-karoten minyak sawit,
menunjukkan kemampuannya untuk menghambat tumor hati, paru dan kulit pada
tikus. Beta karoten yang berasal dari sumber tanaman bersifat aman dan tidak
akan memberikan efek toksik sampai 100.000 IU per hari (Muchtadi 2009).
2.3.2 Vitamin E (tokoferol dan tokotrienol) Minyak Sawit
Tidak ada minyak nabati lain yang memiliki banyak kandungan vitamin E
dibandingkan dengan minyak kelapa sawit (Chow 1992). Vitamin E alami
terdapat dalam delapan bentuk berbeda atau isomer, empat tokoferol dan empat
tokotrienol. Minyak kelapa sawit mengandung alfa, beta, gamma, dan delta
tokoferols dan alpha, beta, gamma, dan delta tokotrienols. Tokotrienol telah
dibuktikan memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan anti-kanker.
Tokotrienol menurunkan kadar kolesterol total tanpa pengurangan kolesterol baik
(High Density Lipoprotein atau HDL). Sifat antioksidan membawa banyak
manfaat bagi tubuh manusia, seperti mencegah penuaan dini, mencegah oksidasi
lemak, menurunkan tekanan darah (Ebong et al. 1999).
Studi pada manusia telah menunjukkan bahwa tokotrienol minyak kelapa
sawit memiliki kemampuan untuk mencegah penyumbatan arteri karotis dan
19
agregasi trombosit, sehingga mengurangi risiko stroke, arteriosklerosis, dan
penyakit jantung iskemik. Tokotrienol telah terbukti menjadi pelindung dan
mencegah oksidasi protein dan lipid. Kemampuan antioksidan gamma-
tokotrienol dapat mencegah peningkatan tekanan darah dengan mengurangi
peroksida lipid dan meningkatkan status total antioksidan, termasuk aktifitas
superoksida dismutase. Gamma-dan delta-tokotrienol berasal dari minyak kelapa
sawit menunjukkan aktivitas yang kuat terhadap promosi tumor dengan
menghambat virus Epstein-Barr. Delta dan gamma faksi tokotrienol dapat
menghambat beberapa jenis kanker. Penghambatan pertumbuhan sel kanker
payudara dengan tokotrienol (Ebong et al. 1999).
2.3.3 Potensi MSMn Untuk Penanggulangan Kekurangan Vitamin A
Selama ini proses pengolahan MSMn menjadi minyak goreng meliputi
penghancuran provitamin A untuk memperoleh minyak goreng yang jernih atau
berwarna agak kuning. Jika produksi MSMn di Indonesia mencapai minimal 16
juta ton per tahun, sementara kandungan karotenoid provitamin A sebesar 550
ppm (= mg/kg), maka jumlah provitamin A yang dihancurkan per tahun menjadi
sekitar 7.700 ton vitamin A, suatu pemborosan yang luar biasa. Vitamin A
sejumlah itu dapat memenuhi kebutuhan lebih dari 30 milyar orang per tahun,
dengan perhitungan rata-rata kebutuhan per orang sebesar 700 mikrogram retinol
ekivalen per hari. Di Indonesia (WHO 2009) sekitar 19,6 % anak pra-sekolah
KVA subklinis (serum retinol > 20 µg/dL = > 0,7 µL/L) dan 0,6% anak
prasekolah buta senja (night blindness).
Jika 10 juta anak Indonesia yang dilaporkan kekurangan vitamin A akan
diberi suplemen vitamin A sebesar 400 µg perhari sesuai RDA, maka jumlah yang
dibutuhkan sebesar 365 x 10 juta x 400 mikrogram = 1.460 kg vitamin A per
tahun, angka ini hanya 1 per 5000 dari 7.700 ton produksi vitamin A dari minyak
sawit di Indonesia. MSMn juga dapat menjadi bahan baku produk turunan
misalnya: minyak makan, minyak tumis, minyak sachet untuk mie instan, salad
dressing, minuman emulsi seperti “scott emulsion” dengan aroma buah, coklat,
mocca, serta dapat dibuat produk mikroenkapsulasi (TAMSI-DMSI 2010).
Jika berdasarkan kebutuhan anak-anak dan orang dewasa sebesar 400 mcg,
(orang dewasa dapat mengkonsumsi pangan sumber vitamin A yang lain), maka
20
jumlah MSMn yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan vitamin A seluruh
penduduk Indonesia setiap tahunnya berjumlah 365 juta ml atau 365.000 kg saja,
yang berarti hanya 365/19.000.000 x 100%= 0.002% dari produksi tahunan total.
Penanggulangan kekurangan vitamin A dengan melalui makanan yang
dicampur minyak sawit merah merupakan cara yang ideal, mengingat makanan
merupakan kebutuhan rutin setiap hari (Van Stuijvenberg et al. 2001, Zeba et al.
2006), daripada suplementasi dengan vitamin A murni atau retinol dari barang
impor yang menyedot devisa negara. Minyak sawit MSMn secara alamiah
menawarkan peluang untuk fortifikasi atau campuran berbagai jenis dan bentuk
makanan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. MSMn murah meriah untuk
campuran makanan, di samping kaya provitamin A 400 - 1000 ppm (Cobb 2001,
Van Stuijvenberg et al. 2001, Butt et al. 2006).
Jika dihitung nilai ekonomi vitamin A dalam minyak sawit dibandingkan
dengan produk lain maka nilai vitamin A dalam minyak sawit merupakan yang
termurah dibandingkan dengan komoditi lain termasuk vitamin A sintetik atau
retinol (Van Stuijvenberg et al. 2001, Wardi 2008).
2.4 Profil Lipid
2.4.1 Kolesterol Salah satu turunan lemak yang saat ini banyak diteliti karena
keterkaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif yaitu kolesterol. Kolesterol
merupakan sterol yang paling dikenal oleh masyarakat. Sterol adalah kelompok
senyawa yang mempunyai karakteristik struktur cincin kompleks steroid dengan
bebagai variasi. Kolesterol di dalam tubuh mempunyai dua sisi berlawanan, yaitu
di satu sisi diperlukan dan di sisi lain dapat membahayakan bergantung berapa
banyak terdapat dalam tubuh dan di bagian mana. Kolesterol dalam darah berasal
dari dua sumber yaitu dari diet (kolesterol eksogen) dan dari hasil sintesis dalam
tubuh (kolesterol endogen). Apabila seseorang tidak mengkonsumsi kolesterol
maka hati akan mensintesisnya dari asam lemak dengan kecepatan 0.5-1.0 g/hari
(Almatsier 2003).
Biosintesis kolesterol secara endogen di mulai dengan perpindahanasetil-
KoA dari mitokondria ke sitosol, khususnya di peroksisom. Terdapat lima tahapan
utama dalam biosintesis kolesterol yaitu (1) konversi asetil -KoA menjadi 3-
21
hidroksi-3-metilglutaril-KoA (HMG KoA), (2) konversi HMG KoA menjadi
mevalonat, (3) konversi mevalonat menjadi suatu molekul isopren yaitu isopentil
pirofosfat (IPP) bersamaan dengan hilangnya CO2, (4) konversi IPP menjadi
squalene dan (5) konversi squalene menjadi kolesterol (Cheung et al. 1993).
Dalam biosintesis kolesterol dilibatkan sebanyak sebelas macam enzim yaitu
asetoasetil-KoA thiolase, HMG KoA sintase, HMG KoA reduktase, mevalonat
kinase, fosfomevalonat kinase, mevalonat pirofosfat dekarboksilase, isopentenil-
pirofosfat isomerase (IPP isomerase), farnesil-pirofosfat transferase (FPP
transferase), squalene sintase, squalene monooksigenase dan squalene epoksidase.
Biosintesis kolesterol terjadi 25 persen di organ hati dan 10 persen di usus
(Cheung et al 1993).
Kolesterol diperlukan oleh tubuh untuk kepentingan: sintesis asam empedu
yang diperlukan untuk pencernaan lemak, sintesis hormon steroid, sintesis vitamin
D, dan sebagai komponen membran sel . Bersama darah, lemak dibawa dalam
bentuk lipoprotein. Lipoprotein adalah gabungan dari trigliserida dan lipid besar
lainnya seperti kolesterol dan fossolipid dengan protein-protein khusus (Almatsier
2003). Berdasarkan National Cholesterol Education Program (2001) kadar
kolesterol total dalam darah diklasifikasikan menjadi: rendah (< 200 mg/dL),
sedang (200-239 mg/dL), dan tinggi (≥ 240 mg/dL).
2.4.2 Trigliserida
Lemak dalam bahan makanan sebagian besar (kurang lebih 90%)
merupakan lemak yang terdapat dalam bentuk trigliserida, sedang 10 persen
sisanya terdapat dalam bentuk kolesterol dan fosfolipid (Piliang dan Al Haj 2006).
Menurut National Cholesterol Education Program (2001), kadar trigliserida
normal di dalam tubuh manusia yaitu kurang dari 150 mg/dL, agak tinggi (150-
250 mg/dL), tinggi (250-500 mg/dL), dan sangat tinggi (>500 mg/dL).
Peningkatan kadar trigliserida darah umumnya tidak ditemukan pada seseorang
yang usianya dibawah 30 tahun (Patel 1994). Trigliserida merupakan lemak darah
yang cenderung naik seiring dengan konsumsi alkohol, peningkatan berat badan,
diet tinggi gula, atau lemak serta gaya hidup tidak sehat lainnya (Maulana 2007).
22
2.4.3 Lipoprotein
Lipoprotein merupakan suatu bentuk kompleks kombinasi antara lemak
dan protein (Muchtadi et al. 1993), yang digabungkan dengan ikatan non-kovalen
yaitu interaksi hidrofob antara gugus non-polar lipid dengan molekul protein
(Wirahadikusumah 1985).
Terdapat empat jenis lipoprotein dengan karakteristik berbeda-beda, antara
lain sebagai berikut (Krisnatuti & Yenrina 1999):
a. Kilomikron
Merupakan jenis lipoprotein yang kandungan lemaknya tinggi, densitas
rendah, komposisi trigliserida tinggi, dan membawa sedikit protein. Kilomikron
adalah lipoprotein yang berukuran paling besar serta berfungsi mengangkut lipid
berasal makanan dari saluran cerna ke seluruh tubuh. (Almatsier 2003).
b. Pre-beta lipoprotein-very low density lipoprotein (VLDL)
Jenis lipoprotein ini memiliki kandungan lipid tinggi. Kurang lebih
sebanyak 20% kolesterol terbuat dari lemak endogenous di hati. Bila VLDL
meninggalkan hati, lipoprotein lipase kembali bekerja dengan memecah
trigliserida. Kemudian, VLDL akan mengikat kolesterol yang ada pada lipoprotein
lain dalam sirkulasi darah. VLDL akan bertambah berat karena kekurangan
trigliserida dan mejadi LDL (Almatsier 2003).
c. Beta lipoprotein-low density lipoprotein (LDL)
Jenis lipoprotein ini membawa lemak dan mengandung kolesterol yang
sangat tinggi, dibuat dari lemak endogenous di hati. Kolesterol ini sering disebut
sebagai kolesterol jahat. Hal tersebut dikarenakan LDL yang teroksidasi di
pembuluh darah oleh sel-sel perusak (scavenger pathway) sehingga tidak dapat
kembali ke dalam aliran darah (Almatsier 2003). Hal tersebut akan mengakibatkan
penumpukan dalam pembuluh darah dan apabila terjadi selama bertahun-tahun,
kolesterol akan menumpuk pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak.
Plak tersebut akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel -sel otot dan
kalsium sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis (Almatsier 2003). National
Cholesterol Education Program (2001) menyatakan bahwa kadar LDL yang baik
dalam tubuh yaitu dibawah 100 mg/dL.
23
d. Beta lipoprotein-high density lipoprotein (HDL)
Jika sel-sel lemak membebaskan gliserol dan asam lemak, kemungkinan
kolesterol dan fosfolipid akan dikembalikan pula ke dalam aliran darah. Hati dan
usus halus kemudian akan memproduksi HDL yang masuk ke aliran darah. HDL
akan mengambil kolesterol dan fosfolipid yang ada di dalam aliran darah dan
menyerahkannya ke lipoprotein lain untuk diang kut kembali ke hati guna
diedarkan kembali atau dikeluarkan dari tubuh (Almatsier 2003). Jenis lipoprotein
ini membawa lemak total rendah, protein tinggi, dan dibuat dari lemak
endogenous di hati. Oleh karena kandungan kolesterolnya lebih rendah dan
fungsinya sebagai pembuangan kolesterol maka HDL ini sering disebut kolesterol
baik. Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan risiko
terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan cara berhenti
merokok, mengurangi berat badan dan menambah aktifitas (exercise) (Djohan
2004). Berdasarkan National Cholesterol Education Program (2001), kadar HDL
darah yang baik yaitu > 40 mg/dL. Komposisi lipoprotein dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi Lipoprotein.
Kelas Lipoprotein
Density (g/mL)
Diameter (nm)
Protein (%)
Kolesterol (%)
Fosfolipid (%)
Trigliserida (%)
HDL 1,063 – 1,210 5 - 15 33 30 29 8
LDL 1,019 – 1,063 18 - 28 25 50 21 4
IDL 1,006 – 1,019 25 - 50 18 29 22 31
VLDL 0,95 – 1,006 30 - 80 10 22 18 50
Kilomikron < 0,95 100 - 1000 < 2 8 7 84
Sumber: Christe Marbbn (2009)
2.5 C-Reactive Protein
CRP (C-reactive protein) adalah suatu jenis protein yang dihasilkan oleh
hati ketika terjadi cedera akut, peradangan atau infeksi. Fungsi biologis dari C-RP
adalah mengaktivasi jalur komplemen klasik, mengaktivasi makropag limpa,
limposit B, limposit T dan natural killer, mengaktivasi membran netrofil. C-RP
juga berperan dalam opsonisasi, fagositosis dan sitotoksitas yang diperantarai sel
(Volankis JE 2001, Black et al. 2004).
24
hsCRP (high sensitivity C-reactive protein) merupakan pemeriksaan untuk
mengukur konsentrasi CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif.
Pemeriksaan CRP yang sangat sensitif ini diperlukan untuk memperkirakan risiko
PJK. C-reactive protein merupakan protein fase akut yang paling sensitive
sehingga disebut golden marker untuk inflamasi. Setelah infark 6-12 jam CRP
meningkat hingga 2.000 kali nilai normal. Inflamasi ringan dan infeksi virus
meningkatkan konsentrasi CRP sampai 10-50 mg/L, inflamasi aktif dan infeksi
bakteri sampai 50-200 mg/L, dan pada infeksi berat dan trauma sampai lebih dari
200 mg/L. C-Reactive Protein berperan dalam pertahanan non spesifik, sebagai
respon terhadap injury dan infeksi, CRP disintesa di sel hepatosit yang
aktivitasnya distimulasi oleh sitokin terutama IL-6, IL-1β, dan Tumor Necrosis
Factor (TNF)-α (Ridker et al. 2001, Ledue dan Rifai 2003, Pramudianti 2010).
Nilai rujukan hsCRP untuk menilai risiko terjadinya penyakit jantung
koroner (PJK) adalah < 10 mg/L. Apabila nilai hsCRP > 10 mg/L maka nilai
tersebut lebih menunjukkan terjadinya peradangan yang bersifat akut dan tidak
menggambarkan risiko terjadinya PJK. Berikut ini nilai rujukan hsCRP menurut
American Heart Association dan US Centers for Disease Control and Prevention:
Jika konsentrasi hsCRP < 1,0 mg/L, maka risiko terkena PJK rendah , jika
konsentrasi hsCRP 1,0- 3,0 mg/L, maka risiko terkena PJK rata-rata , dan jika
konsentrasi hsCRP > 3,0 mg/L (tetapi < 10 mg/L), maka risiko terkena PJK tinggi.
Pengukuran hs-CRP dengan metode sangat sensitif dapat mendeteksi
kadar CRP sampai 0,1-0,4 mg/L dengan dasar metode ELISA atau
chemiluminescent yang merupakan pengukuran reaksi imunologi antigen antibodi.
Metode ini menggunakan butiran plastik yang dilapisi antibodi CRP. Reagen yang
digunakan adalah antibodi monoklonal murin dan alkalin phosphatase (ALP) dari
usus anak sapi yang dikonjugasikan dengan anti-CRP antibodi poliklonal kelinci
pada buffer yang telah diberi pengawet (Sies dan Packer 2005, Pramudianti 2010).
Faktor-faktor yang meningkatkan kadar hs-CRP antara lain peningkatan
tekanan darah, peningkatan Body Mass Indexs (BMI) atau Indeks Massa Tubuh
(IMT), merokok, sindroma metabolik, DM, penurunan high density lipoprotein
(HDL) atau peningkatan trigliserida, penggunaan hormon estrogen atau
progesteron, inflamasi kronik dan atau infeksi yang ditandai dengan peningkatan
25
jumlah lekosit total > 11.103 uL. Penurunan kadar hs-CRP antara lain disebabkan
konsumsi alkohol, peningkatan aktivitas, penurunan berat badan (BB), dan
pengobatan (statin, fibrates, niacin) (David 2006, Pramudianti 2010).
Peran CRP pada disfungsi endotel dengan menurunkan stabilitas mRNA
NOS, meningkatkan produksi vasokonstriksi endotelin-1, dan mengaktifasi
apoptosis sel endotel, selain itu CRP mengaktivasi endotel melalui peningkatan
NF κB, IL-6, dan IL-8. Tahap awal pembentukan plak aterosklerosis distimulasi
CRP melalui peningkatan ekspresi adhesin molekul sel endotel, produksi
kemoatraktan kemokin dan uptake LDL oleh makrofag, serta berpengaruh juga
pada rupturnya plak aterosklerosis melalui peningkatan PAI-1 dan penurunan NO
(gambar 2). (David 2006, Pramudianti 2010).
Sumber: Subodh (2005)
Gambar 2 Pengaruh CRP pada endotel
26
2.6 Program SawitA
2.6.1 Tujuan dan Urgensi Program
Minyak goreng komersil yang beredar di pasaran merupakan minyak sawit
mentah yang telah mengalami pemucatan (bleaching) sehingga berwarna kuning
keemasan sampai bening yang dengan sengaja menghilagkan karoten sumber
vitamin A sebesar 80-100%. Isu sekarang yang beredar untuk mengatasi masalah
kekurangan vitamin A di Indonesia adalah mulai Januari 2011 pemerintah
mewajibkan kepada produsen minyak goreng untuk memfortifikasi vitamin A
sintesis secara besar-besaran ke dalam produk minyak goreng. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya impor vitamin A sintetik secara besar-besaran karena
vitamin A sintetik hanya di produksi oleh Negara Jerman sehingga harus
membayar seharga Rp. 100,00/liter minyak goreng. Padahal didalam minyak
sawit mentah mengandung karoten yang merupakan provitamin A alami yang
sangat tinggi.
Program sawitA merupakan suatu program yang dilakukan oleh Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan PT Smatr Tbk.
Program ini melibatkan 37 mahasiswa Institut Pertania Bogor dan 79 orang kader
posyandu sebagai fasilitator dan dilakukan di 10 desa yang ada di wilayah
kecamatan Dramaga. Melalui program SawitA, produk minyak sawit di distribusi
ke masyarakat dengan dilengkapi informasi manfaat dan cara penggunaannya
melalui praktek langsung sehingga dapat segera digunakan untuk kehidupan
sehari-hari.
Program SawitA ini memprioritaskan masyarakat prasejahtera karena
masyarakat prasejahtera tidak mempunyai kemapuan untuk membeli alternatif
vitamin A alami seperti buah-buahan dan sayur-sayuran. Kegiatan program ini
dilaksanakan secara bertahap dan bergilir di masyarakat bekerja sama dengan
Pemda Dinas Kesehatan dan lembaga desa terkait khususnya Posyandu. Pada
tahap pertama program ini dilaksnakan di Kabupaten Bogor yang nantinya dapat
diharapkan menjadi model untuk penerapan pada kabupaten-kabupaten lain.
Tujuan program ini adalah untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin
A di Indonesia melalui pemberian produk minyak sawit merah. Program ini
bersifat terapan yang menghasilkan produk baru berbasis minyak sawit merah
27
yang secara alamiah mengandung provitamin A dan Vitamen E yang sangat tinggi
dengan harga yang sangat terjangkau (Zakaria et al. 2011).
Program SawitA juga mengembangkan aneka produk berbasis minyak
sawit sumber provitamin A dan vitamin E alamiah yang sangat tinggi
konsentrasinya dengan harga murah antara lain sebagai: minyak makan untuk
menumis, meneteskan dan mencampur pada makanan, bentuk kapsul dan minyak
manis yang dapat diminum langsung. Program ini dimonitoring dan dievaluasi
penyelenggaraannya untuk perbaikan Program SawitA berikutnya di kabupaten
lain.
Kegiatan ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia, karena merupakan
kegiatan yang akan menyelamatkan dan memanfaatkan karotenoid provitamin A
alami yang terdapat dalam minyak sawit merah dalam jumlah yang sangat tinggi.
Dua ml saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan vitamin A harian dengan
harga hanya Rp 20,- per orang per hari atau Rp 10,- per anak, dengan demikian
dapat mengatasi kekurangan vitamin A pada masyarakat Indonesia dari keluarga
miskin termasuk baduta, balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan manula.
2.6.2 Karakteristik Minyak Sawit yang Digunakan untuk Program SawitA
Istilah CPO dalam program ini diterjemahkan sebagai “minyak sawit
mentah” (MSMn), sedangkan MSMn yang telah mengalami pengolahan tetapi
masih mengandung karotenoid tinggi dan berwarna merah disebut “minyak sawit
merah” (MSM), yang merupakan penjabaran dari red palm oil (RPO).
Penggunaan istilah ini untuk menghindari kesalahpahaman masyarakat umum jika
memakai kata crude pada CPO dan diterjemahkan menjadi “minyak sawit kasar”,
dikhawatirkan akan memberikan kesan yang tidak menguntungkan bagi minyak
sawit.
Kandungan Beta Karoten Minyak Sawit Mentah (MSMn) yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 664,17 ppm (Anggraeni 2012). MSMn yang
digunakan dalam penelitian ini tidak mengandung peroksida (Zakaria et al. 2011).
Kandungan asam lemak bebas, bilangan asam dan bilangan iod MSMn dapat
dilihat pada Tabel 7, Tabel 8 dan Tabel 9.
28
Tabel 7 Karakteristik MSMn berdasarkan hasil analisis kimia
No. Asal kemasan
MSMn Tanggal penerimaan
Rata-rata bilangan asam (g NaOH/g minyak)
Rata-rata asam lemak bebas (%)
Rata-rata bilangan iod
1 Jerry Can hitam 26 Oktober 2011 0,014 9,66 -
2 Jerry Can putih 06 April 2011 0,019 12,90 -
3 Jerry Can putih 20 Juni 2011 0,008 5,425 49,79
Sumber: Zakaria et al. 2011
Tabel 8 Karakteristik MSMn yang hanya mengalami proses netralisasi
Analisis Angka
Rata-rata bilangan asam (g NaOH/g minyak) 0,007
Rata-rata asam lemak bebas (%) 4,42
Rata-rata bilangan iod 50,86
Bilangan peroksida (meq peroksida/kg) 0
Sumber: Zakaria et al. 2011
Tabel 9 Karakteristik MSM yang mengalami netralisasi dan deodorisasi yang diproduksi di Technopark
Analisis Angka
Rata-rata bilangan asam (g NaOH/g minyak) 0,006
Rata-rata asam lemak bebas (%) 4,055
Rata-rata bilangan iod 48,62
Bilangan peroksida (meq peroksida/kg) 0
Sumber: Zakaria et al. 2011
Selanjutnya, hasil analisis logam berat terhadap MSA dan MSM disajikan
dalam Tabel 10. Analisis dilakukan di laboratorium analisis Departemen
Teknologi Industri Pertanian (TIN). Hasil analisis menunjukkan kadar logam
berat yang terdapat pada MSMn, MSMn yang mengalamai netralisasi dan MSM
tidak berbeda dan secara keseluruhan berada jauh dibawah standar logam berat
SNI 19-7030-2004 untuk minyak makan.
29
Tabel 10 Hasil analisis logam berat MSMn dan MSM yang diproduksi di Technopark
No. Parameter SatuanHasil Pemeriksaan
Metode MSMn Netralisasi MSM
1 Timbal (Pb) mg/kg <0.030 <0.030 <0.030 APHA*) ed. 21th 3111 B, 2005
2 Air Raksa (Hg) mg/kg <0.001 <0.001 <0.001 APHA ed. 21th 3111 B, 2005
3 Cadmium (Cd) mg/kg <0.005 <0.005 <0.005 APHA ed. 21th 3111 B, 2005
4 Crom Heksavalent (Cr6+)
mg/kg <0.011 <0.011 <0.011 APHA ed. 21th 3500 Cr B, 2005
5 Crom Total (Cr) mg/kg <0.011 <0.011 <0.011 APHA ed. 21th 3111 B, 2005
6 Arsen (As) mg/kg <0.002 <0.002 <0.002 APHA ed. 21th 3111 B, 2005
7 Tembaga (Cu) mg/kg <0.015 <0.015 <0.015 APHA ed. 21th 3111 B, 2005
8 Kadar Air % b.b 1.85 0.96 1.03 SNI 19-7030-2004
Sumber: Zakaria et al. 2011 *)American Public Health Association (APHA)
Berdasarkan hasil karakterisasi diatas, minyak sawit yang digunakan
dalam penelitian ini telah memenuhi standar mutu CPO/MSMn berdasarkan SNI
01-2901-2006.
30