Post on 31-Jan-2018
Katalog Dalam Terbitan, Kementerian Kesehatan RI
616.24
Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Petunjuk teknis penerapan pendekatan praktis
Kesehatan paru di Indonesia.-
Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. 2015
ISBN 978-602-235-753-7
1.
Judul I. RESPIRATORY SYSTEM
II. LUNG DISEASES –
GUIDELINES
III. TUBERCULOSIS IV. PNEUMONIA
V. ASTHMA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Petunjuk Teknis Pendekatan
Penerapan Kesehatan Paru di Indonesia dapat diselesaikan tepat waktu.
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan yang
berpusat pada pasien dengan tujuan meningkatkan kualitas penemuan
terduga TB, penatalaksanaan Penumonia �5 tahun, Asma dan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) diintegrasikan dalam pelaksanaannya di
fasilitas kesehatan.
Petunjuk Teknis ini direkomendasikan untuk menjadi pegangan petugas di
fasilitas kesehatan dan dinas kesehatan, agar dapat mempermudah
petugas di fasilitas kesehatan dalam penerapan Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru.
Akhirnya kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada tim
penyusun, narasumber dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan petunjuk teknis Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan
Paru. Petunjuk Teknis ini dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam
penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
Jakarta, Januari 2015
Direktur Jenderal
Dr. H. Mohamad Subuh, MPPM
NIP 196201191989021001
Daftar Isi
Pengantar
Daftar Isi
Daftar Singkatan
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………1
A. Latar Belakang………………………………………………… 1
B. Tujuan……………………………………………………………2
C. Sasaran………………………………………………………….3
D. Ruang Lingkup………………………………………………….3
E. Landasan Hukum………………………………………………3
F. Pengertian……………………………………………………….4
BAB II. PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU ………………...6
A. Tujuan……………………………………………………………6
B. Komponen Pendekatan Praktis Kesehatan Paru………......6
C. Kebijakan Operasional……………………………………….. 6
D. Prinsip Pendekatan Praktis Kesehatan Paru…………….. 7
E. Pengorganisasian…………………………………………….. 8
F. Pelaksanaan Kegiatan di Fasilitas Kesehatan…………… 9
BAB III. TATALAKSANA PENYAKIT TERKAIT PENDEKATAN
PRAKTIS KESEHATAN PARU ………………………………….11
A. Penilaian……………………………………………………….11
B. Pengelompokkan……………………………………………. 11
C. Penatalaksanaan dan Tindak Lanjut…………………….. 37
BAB IV. PEMANTAUAN DAN EVALUASI………………………………. 63
A. Pencatatan dan Pelaporan………………………………… 63
B. Indikator………………………………………………………..65
BAB V. PENUTUP………………………………………………………….69
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….70
LAMPIRAN …………………………………………………………………
Daftar Singkatan
ABPA : Allergic Bronchopulmonary Aspergilosis
ACT : Asthma Control Test
AI : Avian Inuenza
AP : Akhir Pengobatan
APE : Arus Puncak Ekspirasi
BB/U : Berat badan/ Umur
BCG : Bacillus Calmate Guerin
BKB : Batuk Kronik Berulang
BTA : Basil Tahan Asam
CAT : COPD Assessment Test
COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease
DM : Diabetes Mellitus
DOT : Directly Observed Treatment (=PMO)
DOTS : Directly Observed Treatment Shortcourse
DPI : Dry Powder Inhaler
DPT : Diphteri Pertusis Tetanus
FEV1 : Force Expiratory Volume in 1 second (Volume
Ekspirasi Paksa Detik)
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FKRTL : Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan Lanjut
GINA : Global Initiative for Asthma
HB : Haemoglobin
HRZE : Isoniazid(H), Rifampicin(R), Pyrazinamide(Z),
Etambutol(E)
Ht : Hematokrit
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
IDT : Inhalasi Dosis Terukur
IGD : Instalasi Gawat Darurat
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut
KIE : Komunikasi Informasi Edukasi
KMS : Kartu Menuju Sehat
KTS : Konseling dan Testing Sukarela
LB 01-04 : Laporan Bulanan Puskesmas
LED : Laju Endap Darah
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
M&E : Monitoring dan Evalusi
MDG’s : Millenium Development Goals
MDI : Metered Dose Inhaler
MDR TB : Multi Drug Resistant Tuberculosis
NaCl : Natrium Chlorida
NAPZA : Narkotika Psikotropika Zat Adiktif
OAT – KDT : Obat Anti Tuberkulosis - Kombinasi Dosis Tetap
OAT : Obat Anti Tuberkulosis
ODHA : Orang Dengan HIV AIDS
PAL : Practical Approach to Lung Health
PCP : Pneumocytis Carinii Pneumonia
PEF : Peak Expiratory Flow
PEFR : Peak Expiratory Flow Rate
PFM : Peak Flow Meter
PHBS : Perilaku Hidup Bersih Sehat
POKJA : Kelompok Kerja
PPM : Public Private Mix
PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik
PRGE : Penyakit Reuks Gastroesofageal
RHZ : Rifampicin(R), Isoniazid (H), Pyrazinamide(Z)
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
RJ : Rawat Jalan
RRS : Ruang Rawat Sehari
RTL : Rencana Tindak Lanjut
SP2TP : Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas
SPO : Standard Prosedur Operasional
S-P-S : Sewaktu- Pagi- Sewaktu
TB : Tuberkulosis
TB/HIV : Tuberkulosis/ Human Immunodeciency Virus
TMP : Trimetoprime
Uji BD : Uji Bronkodilator
UPK : Unit Pelayanan Kesehatan
VEP : Volume Ekspirasi Paksa
WHO : World Health Organization
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di beberapa negara termasuk Indonesia, tatalaksana pasien
gangguan saluran pernapasan yang diselenggarakani fasilitas
kesehatan tingkat pertama (faskes tingkat pertama) atas dasar
sekumpulan gejala tanpa indikasi yang sistematik dan jelas. Indonesia
pada umumnya, situasi pelayanan penyakit pernapasan pada
umumnya menunjukkan gejala yang sama seperti Tuberkulosis (TB),
Pneumonia, Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Berdasarkan data WHO tahun 2008, di dunia sekitar 20%-30%
pengunjung fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berusia � 5 tahun mencari pengobatan karena gangguan saluran pernapasan.
Riskesdas 2013 menunjukan bahwa: terdapat 25% kasus gangguan
pernapasan dari semua golongan umur yang berkunjung ke fasilitas
kesehatan.
World Health Organization (WHO) telah memperkenalkan strategi
Practical Approach to Lung Health (PAL) / Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru yang telah dituangkan dalam strategi kelima dari
Rencana Strategis Program Pengendalian TB di Indonesia tahun 2011
– 2014.
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan
yang berpusat pada pasien untuk meningkatkan kualitas
penatalaksanaan Penemuan terduga TB,Pneumonia 5 tahun, Asma
dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang terintegrasikan
dalam pelaksanaannya di fasilitas kesehatan.
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru telah dilaksanakan dan
diterapkan di 3 provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat dan Lampung) di
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Indonesia sebagai pilot project (thn 2010 – 2014) dengan dana
bantuan GF ATM. tahun 2010 hingga tahun 2014.
Pendekatan ini dilaksanakan dengan pertimbangan:
1. TB dan Pneumonia merupakan penyebab kesakitan dan kematian
pada orang dewasa muda di negara-negara berpendapatan rendah
dan menengah. Namun di Indonesia, Pneumonia dewasa belum
ada pembakuan penatalaksanaannya;
2. PPOK merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker di dunia tahun 2002. Sementara di
Indonesia PPOK merupakan program yang baru dikembangkan
dan penerapannya belum merata di sarana pelayanan terdepan;
3. Asma menyerang sekitar 150 juta penduduk dunia. Di Indonesia
berdasarkan data Sistem Informasi Rumah sakit (SIRS), Asma
cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
4. Hasil pilot project penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
di 3 provinsi bahwa jumlah pasien dengan gangguan pernapasan
sekitar 25%-38% dari seluruh/total kunjungan ke Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dan proporsi pasien 4
penyakit Pendekatan Praktis Kesehatan Paru tersebut sekitar
1,7%-1,9% terhadap seluruh gangguan pernapasan. Dari 4
penyakit tersebut, proporsi kasus TB baru per total gangguan
pernapasan meningkat dari 0,68% pada tahun 2010 menjadi 0,72
tahun 2013 dan 0,69% pada tahun 2014. Untuk kasus asma, PPOK
dan pneumonia (diatas 5 tahun) yang sebelumnya belum pernah
dilaporkan ternyata jumlah kasusnya cukup banyak di temukan di
FKTP. Proporsi Asma 0,59% -0,66%, PPOK 0,09%-0,14% dan
pneumonia 0,11%-0,13%. Penerapan Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru di 3 provinsi dapat menemukan kasus TB baru
yang lebih tinggi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Buku ini disusun sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam
penerapan pendekatan praktis kesehatan paru.
2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya acuan dalam Penemuan terduga TB
2 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
b. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana Pneumonia
c. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana Asma
d. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana PPOK
C. Sasaran
Sasaran buku ini untuk tenaga kesehatan di:
1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
2. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
3. Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota
4. Dinas Kesehatan Provinsi
D. Ruang lingkup
Ruang lingkup buku panduan ini adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru,
2. Kebijakan Operasional Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
3. Tatalaksana Penyakit Terkait Pendekatan P raktis Kesehatan Paru
4. Monitoring dan Evaluasi
E. Landasan Hukum
1. Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
4. Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara (Lembaran Negara Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4916);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3495);
3 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3637);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antar Pemerintah, Pemerintah Daerah
Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi
,Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013
Tentang Jaminan Kesehatan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1537A/Menkes/SK/XII/2002 tentang Pedoman Pemberantasan
Penyakit ISPA Penanggulangan Pnemoni pada Balit a;
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1022/Menkes/SK/XI/2008
tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik ;
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008
tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009
tentang Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
F. Pengertian
1. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan
yang berpusat pada pasien untuk meningkatkan kualitas diagnosis
dan pengobatan penyakit pernapasan di tingkat fasilitas kesehatan
2. Terduga TB adalah seseorang dengan gejala utama batuk
berdahak selama �2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan
gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat pada malam hari
tanpa kegiatan sik, demam meriang lebih dari satu bulan.
3. Pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru
4. Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang
melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya
4 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di
dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau
menjelang pagi.
5. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit
yang dapat dicegah dan diobati dan mempunyai beberapa
pengaruh kelainan ekstra paru yang mempengaruhi tingkat
keparahan penyakit. Kelainan paru ditandai dengan hambatan
aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif (makin
lama makin berat) dan berhubungan dengan respons inamasi
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.
Eksaserbasi dan komorbiditas (penyakit kardiavaskular,
osteoporosis, depresi, Diabetes Melitus, sindrom metabolik,
infeksi saluran napas, kanker paru) berkontribusi terhadap
tingkat keparahan untuk setiap pasien.
5 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
BAB II
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru adalah suatu pendekatan pelayanan
kesehatan paru untuk meningkatkan penemuan terduga TB, kasus
Pneumonia � 5 tahun, Asma dan PPOK, dan kualitas tatalaksana ke 4
penyakit gangguan pernapasan di fasilitas kesehatan.
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperkuat sistem kesehatan dalam melakukan diagnosis
dan pengobatan kasus gangguan pernapasan.
2. Tujuan khusus:
a. Meningkatkan esiensi pelayanan di fasilitas kesehatan dalam
menangani kasus-kasus gangguan pernapasan.
b. Meningkatkan kualitas penatalaksanaan kasus gangguan
pernapasan dalam sistem pelayanan kesehatan.
c. Meminimalisasi beban kesakitan dan kematian akibat gangguan
pernapasan.
B. Komponen Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Komponen yang perlu diperhatikan dalam penerapan Pendekatan
Praktis Kesehatan Paru di suatu wilayah adalah:
1. Diprioritaskan pada 4 penyakit gangguan pernapasan yaitu TB,
Pneumonia �5 tahun, Asma dan PPOK.
2. Standarisasi penanganan gangguan saluran pernapasan 4 penyakit
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Puskesmas.
3. Koordinasi antar tingkat pelayanan kesehatan umum, dan antar
program pengendalian TB dengan pengendalian gangguan
pernapasan lainnya (Infeksi Saluran Pernapasan Akut/ ISPA d an
Pengendalian Penyakit Tidak Menular/ PPTM).
C. Kebijakan Operasional
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan Program Pengendalian
TB, ISPA, Asma dan PPOK.
6 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
2. Mengoptimalkan deteksi dini (skrining) penyakit TB, Pneumonia �5
tahun, Asma dan PPOK.
3. Meningkatkan tatalaksana Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
sesuai standar.
4. Memantau dan mengevaluasi penerapan kegiatan Pendekatan
Praktis Kesehatan Paru.
5. Meningkatkan manajemen deteksi dini penyakit terkait gangguan
pernapasan secara optimal.
6. Meningkatkan peran petugas kesehatan dalam melakukan KIE yang
benar tentang penyakit TB, Pneumonia �5 tahun, Asma dan PPOK.
7. Mengembangkan sistem informasi Pendekatan Praktis Kesehatan
Paru.
8. Meningkatkan peran pemerintah daerah dalam kebijakan dan
pembiayaan penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
9. Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru.
D. Prinsip Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
1. Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan
pendekatan praktis terhadap 4 jenis penyakit gangguan pernapasan,
yaitu TB, Pneumonia �5 tahun, Asma dan PPOK.
2. Pendekatan fungsional yang memadukan program yang sudah ada
(TB, ISPA, dan PPTM), bukan secara struktural.
3. Pendekatan praktis terhadap gejala penyakit, bukan pada
penyakitnya, karena seorang pasien dapat mengalami lebih dari 1
gangguan pernapasan.
4. Tatalaksana terintegrasi pada pasien dengan mengacu pada
standar tatalaksana masing-masing penyakit.
5. Pembentukan dan pengembangan jejaring kerja Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru.
6. Pemantauan dan penilaian penerapan pelaksanaan kegiatan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilaksanakan secara berkala
dan berkesinambungan.
7 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
E. Pengorganisasian
Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru perlu dibentuk
Kelompok Kerja (Pokja) pada semua tingkat, mulai dari tingkat
nasional, provinsi, kabupaten/kota yang beranggotakan unsur dari
unit teknis yaitu Program Pengendalian TB, Program Pengendalian
ISPA, Program Pengendalian Penyakit Asma dan PPOK
(Pengendalian Penyakit Tidak Menular), Program Bina Upaya
Kesehatan, Tim Ahli Klinis (TAK), Organisasi profesi, WHO,
Perwakilan LSM dan donor.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjut, Tim beranggotakan :
1. Pimpinan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / Komite Medik
Rumah Sakit
2. Dokter fungsional
3. Perawat/bidan
4. Petugas laboratorium
5. Petugas farmasi
6. Petugas pencatatan & pelaporan
Pimpinan Fasilitas Kesehatan menunjuk seorang Koordinator
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru yang mempunyai akses ke unit
DOTS maupun ke Poli PTM/Poli PAL/Penyakit Dalam/Poli Paru.
Pimpinan Puskesmas dapat menjadi koordinator Penerapan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di wilayah kerjanya.
Tugas dan Fungsi Pokja:
1. Pusat
a. Menyusun panduan teknis dan rencana aksi nasional Penerapan
Praktis Kesehatan Paru.
b. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan.
d. Membentuk jejaring kerja dan melakukan koordinasi.
e. Menyediakan dukungan program (anggaran, sarana, dan logistik
lainnya) sesuai tugas dan fungsi program terkait.
8 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
9 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
2. Provinsi dan Kabupaten/kota
a. Menyusun rencana kerja Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
b. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan.
d. Membentuk jejaring kerja dan melakukan koordinasi.
e. Menyediakan dukungan program (anggaran, sarana, dan logistik
lainnya) sesuai tugas dan fungsi program terkait.
f. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
3. Fasilitas Kesehatan
a. Menyusun rencana kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan
Paru
b. Melakukan tatalaksana kasus gangguan pernapasan terkait
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
c. Membangun jejaring internal dan eksternal melalui koordinasi
dengan wasor TB, pengelola program PTM dan pengelola
program ISPA dinas kesehatan kabupaten/kota
d. Memantau dan melaksanakan mekanisme rujukan terkait
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
F. Pelaksanaan Kegiatan di Fasilitas Kesehatan
1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama :
a. Menilai keadaan pasien gangguan pernapasan
b. Mengelompokkan penyakit berdasarkan gejala
c. Menegakkan diagnosis penyakit dan penanganannya
d. Merujuk pasien yang membutuhkan perawatan lebih lanjut
e. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
f. Melaksanakan pertemuan jejaring internal dan eksternal
g. Memberikan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi)
2. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut :
a. Menilai keadaan pasien gangguan pernapasan
b. Mengelompokkan penyakit berdasarkan gejala
c. Menegakkan diagnosis penyakit dan penanganannya
d. Melakukan perawatan pasien yang dirujuk
e. Memberikan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi)
f. Melakukan rujuk balik
g. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan bagi pasien rujuk balik
h. Meningkatkan jejaring internal dan eksternal
10 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
BAB III
TATALAKSANA PENYAKIT TERKAIT PENDEKATAN PRAKTIS
KESEHATAN PARU
Langkah-langkah Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilakukan mulai dari
penilaian, pengelompokkan berdasarkan gejala penyakit, penegakan
diagnosis, penatalaksanaan, dan tindak lanjut
A. Penilaian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penilaian:
1. Pengisian Identitas Pasien
Setiap pasien harus dilengkapi Kartu Identitas Pasien (dengan
menggunakan formulir PAL 01 dan PAL 02).
2. Anamnesis
Anamnesis pada kunjungan pertama kali ditanyakan keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
pekerjaan dan sosial, dan riwayat penyakit keluarga.
Tujuan kunjungan awal dan kunjungan ulang dapat berbeda.
Kunjungan ulang bisa dilakukan untuk memenuhi janji atau
karena serangan penyakit (Asma atau PPOK) diluar jadwal
kunjungan ulang. Jika kunjungan ulang, tanyakan
p e r k e m b a n g a n setelah mendapat pengobatan sebelumnya.
Bila kunjungan karena keadaan yang memburuk/berat
pertimbangkan adanya kegawatan dan segera dirujuk ke Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sik yang diukur adalah tanda vital (nadi, frekuensi
napas, suhu badan dan tekanan darah) dan menilai keadaan
umum (kesadaran pasien).
4. Penilaian Keadaan Pasien dan Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan sik selanjutnya
keadaan pasien dikelompokkan berdasarkan gejala/tanda atau
diagnosis. Dalam situasi kegawatdaruratan pasien harus segera
ditatalaksana.
11 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
5. Pengisian Rekam Medis dengan Benar dan Lengkap
Catat semua informasi yang berkaitan dengan batuk dan sesak
napas, ditambah informasi lain bila ada.
B. Pengelompokkan
Kelompokkan pasien berdasarkan gejala dan tanda yang
sama/menyerupai untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan gejala
sedang dan ringan ditatalaksana di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang ada.
1. Gejala dan Tanda Berdasarkan Gangguan Pernapasan
Identikasi gejala dan tanda berdasarkan gangguan pernapasan,
yaitu:
a. Batuk.
b. Sesak.
Atas dasar gejala utama tersebut digali informasi tambahan
untuk dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut. Adapun gejala
lain yang mungkin menyertai dapat berupa nyeri dada dan batuk
darah (lihat Bagan 1.).
12 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Bagan 1. Gejala Gangguan Pernapasan
a. Batuk
Bila pasien datang dengan keluhan batuk, maka tanyakan:
1) Sudah berapa lama? Lama batuk dapat di bedakan menjadi �2
minggu dan < 2 minggu.
2) Apakah memburuk pada malam atau dini hari?
3) Apakah ada pencetus?
4) Bagaimana pola batuknya (menetap atau tidak)?
5) Apakah berdahak, bila ya bagaimana kekentalan dan warna
dahak?
6) Apakah dahak bercampur darah?
7) Adakah keluhan saluran napas atas, seperti sakit tenggorok,
hidung tersumbat, pilek, dan bersin?
8) Adakah keluhan pernapasan, seperti sesak napas, nyeri dada,
Gejala Gangguan Pernapasan
Batuk
Sesak Napas
Gejala Lain
• Tuberkulosis
• Asma • Pertusis • Sinusitis • Bronkitis kronis • Bronkiektasis
• PRGE
• Pneumonia • Faringitis • Laringitis • Tonsilitis • Sinusitis • Bronkitis Akut
• Pleuritis
• Efusi pleura • Pneumo-toraks • PRGE
• TB • Bronkiektasis • Tumor Paru
≥ 2 minggu
< 2 minggu
• Asma
• PPOK • Pneumotoraks • Efusi Pleura • PRGE (Penyakit
Reuks Gastro Esofagus)
Nyeri Dada Batuk Darah
13 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
dan mengi?
9) Adakah keluhan yang lainnya, seperti demam, nyeri epigastrium,
dan mual?
Bila batuk �2 minggu, disertai demam, pikirkan kemungkinan
adanya infeksi kronik saluran pernapasan seperti TB dan Bronkitis
Kronik.
Bila batuk < 2 minggu disertai demam, pikirkan kemungkinan
adanya infeksi akut saluran pernapasan sebagai berikut:
1) Pneumonia.
2) Tonsil itis.
3) Sinusitis.
4) Laringitis.
5) Bronkitis akut.
b. Sesak napas
Dapat disebabkan oleh gangguan pernapasan dan bukan
gangguan pernapasan (misalnya kelainan jantung dan pembuluh
darah, gangguan metabolik-endokrin, hematologi, tumor pada
saluran pernapasan dan psikis).
Tanda-tanda sesak napas yang bukan disebabkan oleh gangguan
pernapasan adalah:
1) Umumnya tidak disertai gejala pernapasan lainnya (batuk,
berdahak).
2) Terdapat tanda dan gejala dari organ atau sistem terkait.
c. Gejala lain
1) Nyeri dada (yang lokasinya bukan di daerah jantung), dapat
disertai demam atau batuk dan terlokalisir, pikirkan pleuritis.
Berikan anti-inamasi, analgetik dan antibiotika jika bersifat
akut. Rujuk jika tidak ada perbaikan. Umumnya nyeri dada
disertai gejala pernapasan lainnya (sesak napas dan batuk).
2) Batuk darah mungkin disebabkan oleh Tuberkulosis,
Bronkiektasis dan Tumor Paru. Jika terlihat tanda-tanda
14 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
kegawatdaruratan, segera rujuk pasien ke Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut.
2. Tanda-tanda Kegawatdaruratan untuk Pasien yang Perlu
Dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
Tanda-tanda kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
segera dan lebih cepat adalah salah satu dibawah ini:
a. Kesadaran menurun: sangat gelisah dan bingung;
b. Bernafas menggunakan seluruh otot bantu pernapasan;
c. Sesak nafas pada saat berbicara atau istirahat;
d. Batuk darah;
e. Tekanan sistolik < 90 mm Hg dan diastolik < 60 mm Hg;
f. Frekuensi pernapasan 30/ menit;
g. Frekuensi nadi 120/menit;
h. Suhu Badan > 39ºC (Aksila).
Bagan 2. Mekanisme Rujukan Pasien PAL dari Fasilitas Kesehatan
ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
Catatan : Fasilitas Kesehatan mengisi rekap Formulir PAL 06 setelah menerima jawaban rujukan formulir PAL 04 dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut • Penatalaksanaan sesuai SOP • Pengisian Formulir PAL 04 (jawaban rujukan) • Mengirimkan Formulir PAL 04 yang terisi ke Fasilitas Kesehatan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer
• Penilaian Keadaan Pasien
• Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
• Pengisian Formulir PAL 04
• Pengisian rekap Formulir PAL 06
Ru
jukan
Ru
jukan
Ba
lik
15 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
C. Penegakan diagnosis
Penegakan Diagnosis berdasarkan pengelompokan gejala, tanda
dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pasien yang mengalami
kegawatdaruratan segera dilakukan tindakan awal atau dirujuk ke
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut. Pemeriksaan
penunjang dilakukan sesuai kebutuhan untuk menegakkan
diagnosis berdasarkan Tabel 1. dan Tabel 2. pada halaman berikut.
16 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Ta
be
l
1.
T
ata
lak
sa
na
P
as
ien
G
an
gg
ua
n
Pe
rnap
as
an
(P
en
dek
ata
n P
rak
tis
Kes
eh
ata
n P
aru
)
Geja
la
Uta
ma
G
eja
la
Ta
mb
ah
an
P
em
eri
ksa
an
Fis
is P
em
eri
ksa
an
P
enu
nja
ng
Kla
si
ka
si/
D
iag
no
sis
Ba
tuk
≥�2
min
gg
u
·
Berd
ahak
·
B
erd
ara
h
·
Nye
ri
da
da
·
S
esa
k
nap
as
·
N
afs
u
maka
n
men
uru
n
·
Bera
t
ba
da
n
menuru
n
·
Keri
ng
at
m
ala
m
·
Suh
u
Su
bfe
bri
s
·
Ba
da
n
lesu
Ausk
ulta
si
berv
ari
asi
sesu
ai
lu
as
le
si (b
isa
norm
al
ata
u
de
ng
an
kela
ina
n)
· P
eriks
a B
TA
SP
S
Tu
be
rku
los
is
Pa
ru
17 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Batu
k
<2
m
ing
gu
·
D
em
am
·
S
esa
k
napas
·
N
yeri
d
ad
a
ple
uri
tik
·
Da
hak
berw
arn
a
·
Pik
irka
n
Av
ian
In
u
en
za
(AI)
bila
ada
riw
aya
t
kon
tak
de
ng
an
u
ng
ga
s
yan
g
saki
t/m
ati.
Su
hu
>
3
7.5
0C
·
Fre
kue
nsi
nap
as
:
o
Um
ur
5-1
2
tahu
n:
30x/
menit
o
U
mur
≥13
ta
hu
n:
20x/
menit
·
F
reku
ensi
nadi
ce
pat
(>
100x/
menit)
·
Sia
nosi
s
(jik
a
bera
t) ·
A
usk
ulta
si ro
nki
basa
h
· P
em
eri
ksaa
n G
ram
S
putu
m ·
Pem
eri
ksaa
n dara
h
tepi ditem
uka
n le
uko
sito
sis
· P
ad
a A
I pem
eri
ksaa
n dara
h
tepi ditem
uka
n le
uko
pe
nia
Pn
eu
mo
nia
18 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Geja
la
Uta
ma
G
eja
la T
am
ba
ha
n P
em
eri
ksa
an
Fis
is
Pe
me
rik
saan
P
en
un
jan
g
Dia
gn
os
is/
K
las
ik
as
i
Batu
k
den
ga
n
kara
kteri
stik
:
·
Be
rula
ng
ata
u
hila
ng
timbul
·
Ad
a
fakt
or
p
encetu
s
Mem
buru
k
pa
da
m
ala
mhari
S
esa
k
napas
d
eng
an
ka
rakt
eri
stik
:
·
Be
rula
ng
ata
u
hila
ng
timbul
·
A
da
fa
ktor
pe
nce
tus
Da
pat
dis
ert
ai:
·
Men
gi
·
S
esa
k napas
·
Dad
a te
rasa
bera
t/te
rteka
n ·
B
erd
aha
k ·
R
iwaya
t
ato
pi
·
Riw
aya
t
kelu
arg
a (A
sma/a
topi)
Be
rvari
asi
dari
norm
al
sa
mpai
terd
eng
ar
w
he
ezi
ng.
Di s
aat s
era
ngan
bis
a
dite
mukan:
· P
em
aka
ian
oto
t bantu
na
pas
· M
enin
gka
tnya
Fre
kuensi
n
ap
as
· N
ad
i da
pa
t m
en
ingka
t
· Te
rde
ngar
whee
zing
· Spir
om
etr
i
· Uku
r
Aru
s
Pu
nca
k
Eks
pir
asi
(A
PE
)
Asm
a
19 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Sesa
k
Na
pas
de
ng
an
ka
rakt
eri
stik
:
·
Teru
s
me
neru
s
dan
bert
am
bah
bera
t
bila
bera
ktiv
itas
·
M
aki
n
lam
a
maki
n
bera
t
(pro
gre
sif)
·
Ada r
iwaya
t m
ero
kok
lam
a a
tau
terp
aja
n z
at
polu
tan
/irita
n
·
Batu
k berd
ahak
yan
g
maki
n b
anyak
·
Dem
am
·
Men
gi
·
U
sia >
45
tah
un
Da
pat d
item
ukan:
·
Tam
pila
n ‘d
ada t
on
g’
·
Pem
aka
ian o
tot
bantu
na
pas
· F
reku
ensi
nap
as
menin
gka
t ·
Whe
ezi
ng
·
Ro
nki
keri
ng
·
Purs
e-l
ip b
reath
ing
(e
kspir
asi
mela
lui m
ulu
t se
pert
i ora
ng m
eniu
p)
· Spir
om
etr
i
· Uku
r A
rus
Puncak
Eks
pir
asi
(A
PE
)
· Foto
tora
ks
PP
OK
20 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
1. Tuberkulosis (TB)
Gejala Utama Tuberkulosis Paru:
a. Batuk 2 minggu.
b. Berdahak.
Gejala Tambahan Tuberkulosis Paru:
a. Batuk berdarah
b. Nyeri dada
c. Sesak napas
d. Nafsu makan menurun
e. Berat badan menurun
f. Keringat malam tanpa kegiatan
g. Badan lesu
h. Demam yang tidak tinggi (subfebris)
Bila dari hasil pengelompokan gejala pasien dinyatakan sebagai
terduga TB, maka pasien dirujuk ke unit DOTS untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Bila dari hasil pemeriksaan di unit
DOTS dinyatakan bukan TB maka pasien dirujuk kembali ke poli
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru (pikirkan kemungkinan
penyakit Pneumonia, Asma atau PPOK), tetapi bila hasil
pemeriksaan dinyatakan TB maka penatalaksanaan
selanjutnya oleh unit DOTS dan menginformasikan ke poli yang
merujuk.
21 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
TB pada Anak
Pengegakkan diagnosis pada TB anak menggunakan sistem
skoring.
Tabel 3. Sistem Skoring Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB
Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Tidak jelas
Laporan keluarga, BTA negatif atau tidak tahu, BTA tidak jelas
BTA positif
Uji tuberculin Negatif Positif ( 10 mm atau 5 mm pada keadaan imunosupresi)
Berat badan/ keadaan gizi
Bawah garis merah (KMS) atau BB/U <80%
Klinis gizi buruk (BB/U < 60%)
Demam tanpa sebab jelas
> 2 minggu
Batuk 2 minggu
Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal
>1 cm, jumlah >1, tidak nyeri
Pembengkakan sendi, panggul, lutut, falang
Ada pembengkakan
Foto toraks Toraks
Normal / tidak jelas
Kesan TB
Jumlah
Catatan : · Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. · Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab
batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain. · Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien
dapat langsung didiagnosis tuberkulosis. · Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).-->
22 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
lihat lampiran tabel berat badan anak. · Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak · Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7
hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
· Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 13) · Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut untuk evaluasi lebih lanjut.
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
1.Tanda bahaya: kejang, kaku kuduk • penurunan kesadaran • kegawatan lain, misalnya sesak napas 2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi
pleura 3. Gibbus, koksitis
Sumber penularan dan Case Finding TB Anak (sumber IDAI)
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus
dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular
TB. Sumber penularan adalah pasien dewasa dengan TB aktif
dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi
dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum
(pelacakan sentripetal).
Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan
sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitarnya yang mungkin juga
tertular, dengan cara uji tuberkulin. Bila hasil uji tuberkulin negatif
berarti anak belum terinfeksi atau masih dalam masa inkubasi.
Anak tersebut diberikan profilaksis.
2. Pneumonia
Gejala dan Tanda
Gejala klinis utama Pneumonia adalah batuk dan atau sukar
bernapas, disertai minimal dua gejala tambahan sebagai berikut :
23 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
a. Demam > 38OC.
b. Napas cepat.
1. Umur 5 -12 th : frekuensi napas >30 kali/menit.
2. Umur >13 th : frekuensi napas >20 kali/menit.
c. Nyeri dada pleuritik (nyeri dada pada waktu menarik napas).
d. Pemeriksaan auskultasi: terdengar ronki saat menarik napas.
Diagnosis Pneumonia didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan sik, foto toraks dan laboratorium. Pneumonia
diklasikasi berdasarkan derajat keparahannya yaitu
Pneumonia dan Pneumonia berat. Pneumonia dapat dilakukan
rawat jalan, Pneumonia berat dirujuk ke Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut, baik pada anak 5 tahun maupun orang
dewasa.
Pemeriksaan Foto Toraks
Pada fasilitas yang memiliki alat rontgen dapat dilakukan
pemeriksaan foto toraks untuk melihat gambaran inltrat atau
konsolidasi.
Pneumonia Anak
Pneumonia bisa disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian
besar episode yang serius disebabkan oleh bakteria. Sulit
menentukan penyebab spesik melalui gambaran klinis atau
gambaran foto toraks. Secara epidemiologi penyebab utama
bakterial pada Pneumonia anak usia >5 tahun adalah
Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, dan
Chlamydia pneumoniae.
Gambaran klinis pneumonia pada anak yang lebih besar (>5
tahun) umumnya timbul secara tiba-tiba, didahului dengan
demam mendadak tinggi sampai menggigil, batuk, dan sakit
Pneumonia
Kriteria Pneumonia yang dirujuk
Kriteria Pneumonia yang harus dirujuk ke Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut adalah jika ditemukan:
a. Pneumonia Berat.
1) Untuk kelompok umur 5-12 tahun dengan gejala:
24 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
· Sesak napas .> 30 kali/menit
· Napas cuping hidung.
· Retraksi suprasternal.
· Sianosis.
· Mungkin terdapat ancaman gagal napas.
2) Untuk kelompok umur >13 tahun dengan salah satu gejala
dibawah ini:
· Sesak napas dengan frekuensi >20x/menit.
· Foto toraks menunjukkan inltrate mokulobus.
· Tekanan sistolik <90 mmHg.
· Tekanan diastolik <60 mmHg.
b. Pneumonia pada pengguna NAPZA.
c. Pneumonia dengan batuk darah.
d. Pneumonia pada pasien HIV.
e. Pneumonia pada orang tua.
f. Pneumonia pada pasien DM.
Klasikasi berdasarkan derajat keparahan Pneumonia dibagi
menjadi Pneumonia berat yang harus di rawat inap dan
Pneumonia ringan yang bisa rawat jalan.
a. Pneumonia
Diagnosis
Gambaran klinis Pneumonia:
1) demam, batuk sakit dada
2) sakit kepala, gelisah, malaise,
3) penurunan nafsu makan,
4) keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah atau diare,
5) napas anak cepat ( 30 kali/menit).
Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda
Pneumonia berat.
b. Pneumonia Berat
Diagnosis:
Terdapat gejala seperti Pneumonia ditambah keadaan seperti
di bawah ini:
Napas cuping hidung,
1) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (retraksi
25 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
epigastrium),
2) Napas cepat: 30 kali/menit,
3) Ronki basah,
4) Suara pernapasan menurun,
5) Suara pernapasan bronkial,
6) Foto toraks menunjukkan gambaran Pneumonia (inltrat
luas, konsolidasi).
Tanda-tanda bahaya yang mungkin dijumpai:
a) Kejang, letargis atau tidak sadar
b) Tidak dapat minum/makan, atau memuntahkan
semuanya.
c) Sianosis.
d) Distres pernapasan berat.
26 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Pneumonia Komunitas Pada Dewasa
Pada dewasa, pneumonia dibagi menjadi pneumonia komunitas
dan pnemonia yang didapat di rumah sakit. Pada umumnya yang
terjadi di masyarakat adalah pneumonia komunitas. Diagnosis
pneumonia didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan sis,
foto toraks, dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia
komunitas ditegakkan apabila pada foto toraks terdapat
inltrat/air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di
bawah ini:
· Sesak napas
· Batuk
· Perubahan karakteristik sputum/ purulen
· Suhu tubuh > 380C aksila atau riwayat demam
· Nyeri dada
· Pada pemeriksaan sis dapat ditemukan tanda-tanda
konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
· Leukosit �10.000 atau < 4.500
Penilaian derajat keparahan pneumonia komunitas dapat
dilakukan dengan sistem skor menurut Pneumonia Severity
Index (PSI) atau menggunakan kriteria CURB-65 yaitu
Confusion, Ureum > 40 mg/dl, frekuensi napas �30x permenit,
tekanan sistolik < 90 mmHg, dan tekanan diastolik < 60 mmHg,
dan usia � 65 tahun. Hal ini dapat mengindentikasi apakah
pasien dapat dirawat inap atau tidak. Bila CURB-65 skor 0-1
atau PSI < 70, maka pasien dapat dirawat jalan.
Pasien dengan kriteria di bawah ini segera dirujuk ke rumah sakit
a.l:
· Kesadaran menurun
· Frekuensi napas lebih dari 30x per menit
· Foto toraks menunjukkan Inltrat Multilobus
· Tekanan sistolik < 90 mmHg
· Tekanan diastolik < 60 mmHg
· Pneumonia pada Napza dirujuk ke rumah sakit.
Apabila pasien dirawat jalan, perlu diberikan pengobatan
suportif-simptomatik, al:
27 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
· Istirahat di tempat tidur
· Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
· Bila panas tinggi, perlu dikompres atau diberikan obat
penurun panas
· Bila perlu diberikan mukolitik dan ekspetoran
· Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
Antibiotik Empiris yang Digunakan
· Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
ATAU
o Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
· Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya.
o Fluorokuinolon respirasi (levooksasin 750 mg,
moksioksasin)
ATAU
o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
o β laktam ditambah makrolid
Pasien dengan faktor komorbid yang memiliki faktor yang dapat
mempegaruhi kecendurang terhadap jenis kuman tertentu dan
menjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan, seperti riwayat
penggunaan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, pecandu alkohol,
mempunyai penyakit kelainan dasar paru, mempunyai penyakit
kelainan yang multiple, pengobatan dengan kortikosteroid > 10
mg per hari dan gizi kurang.
3. Asma
Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang
melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya
sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di
dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau
menjelang pagi.
28 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Episode munculnya gejala tersebut berhubungan dengan
obstruksi saluran respiratori pada berbagai tingkatan, dapat
hilang spontan maupun dengan pengobatan
a. Gejala dengan karakteristik
1) Berulang atau hilang timbul.
2) Ada faktor pencetus.
3) Memburuk pada malam hari.
4) Dapat mereda spontan atau dengan pengobatan pelega
(reversibel).
Gejalanya dapat berupa:
1) Sesak napas.
2) Batuk.
3) Berdahak.
4) Riwayat atopi.
5) Riwayat keluarga (Asma/atopi).
b. Klasikasi
Klasikasi berdasarkan GINA 2003:
1) Asma Intermitten
a. Gejala < 1x seminggu
b. Gejala Asma malam < 2x sebulan
c. Serangan singkat tidak mengganggu aktitas
d. Nilai VEP1 atau APE 80% nilai prediksi
e. Variabilitas APE < 20%
2) Asma Persisten Ringan
a. Gejala 1x seminggu serangan tapi < 1x sehari
b. Eksaserbasi dapat mengganggu aktitas dan tidur
c. Gejala Asma malam > 2x sebulan
d. Nilai VEP1 atau APE > 80% nilai prediksi
e. Variabilitas APE 20 – 30 %
3) Asma Persisten Sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala Asma malam > 1x seminggu
c. Eksaserbasi dapat mengganggu aktitas dan tidur
d. Nilai VEP1 atau APE 60 - 80% nilai prediksi
e. Variabilitas APE > 30 %
29 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
4) Asma Persisten Berat
a. Gejala berkepanjangan
b. Eksaserbasi sering
c. Gejala Asma malam sering
d. Aktiftas sik terbatas
e. Nilai VEP1atau APE 60% nilai prediksi
f. Variabilitas APE > 30 %
Klasikasi berdasarkan GINA 2012:
Klasikasi Asma dalam keadaan tidak serangan
berdasarkan kondisi terkontrolnya Asma. Penilaian kontrol
Asma dengan menggunakan Asma Control Test (ACT).
Keterangan selanjutnya pada bagian penilaian kontrol
Asma.
Asma diklasikasikan berdasarkan kondisi kontrol Asma:
1) Asma terkontrol penuh.
2) Asma terkontrol sebagian.
3) Asma tidak terkontrol.
Klasikasi berdasarkan GINA 2014:
Gejala tipikal asma:
1) Lebih dari satu gejala berikut: mengi, sesak napas,
batuk, dada terasa berat, terutama pada orang dewasa.
2) Gejala sering memburuk malam hari atau menjelang pagi
3) Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya
4) Ada faktor pencetus
30 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel 4. Penilaian Kontrol Asma untuk dewasa, remaja dan anak
usia 6-11 tahun
A. KONTROL G E J AL A ASMA Dalam 4 minggu terakhir, apakah pasien mempunyai:
Terkontrol (semua kriteria)
Terkontrol Sebagian (didapatkan 1-2 kriteria dibawah ini)
Tidak Terkontrol
Gejala harian asma Tidak ada atau 2x/ mgg
>2x/mgg Didapatkan 3-4 gambaran Asma terkon trol sebagian
Terbangun malam hari karena sesak napas (asma malam/nokturnal)
Tidak ada ada
Keterbatasan aktivitas karena asma
Tidak ada ada
Kebutuhan pelega sesak napas
Tidak ada
>2x/mgg
B. FAKTOR RISIKO ASMA PERBURUKAN (risk factors for poor asthma outcomes)
Nilai faktor risiko saat mendiagnosis dan secara periodik, terutama pada pasien yang pernah eksaserbasi. Pengukuran FEV1 pada saat memulai pengobatan asma, 3-6 bulan setelah pengobatan, dan setelahnya secara periodik untuk menilai risiko selanjutnya. Faktor risiko independen yang dimodikasi untuk terjadinya eksaserbasi: · Gejala asma tidak terkontrol · Penggunaan SABA yang berlebihan (>1
x 200 dosis mdi/bulan) · Penggunaan ICS inadequat, tidak ada
peresepan ICS, kurang patuh berobat, teknik penggunaan inhaler tidak tepat
· VEP1 rendah, terutama bila <60% prediksi
· Masalah psikologis atau sosioekonomi yang besar
· Terpajan asap rokok, atau allergen · Komorbid: obesitas, rhinosinusitis, alergi
makanan · Eosinolia sputum atau darah
≥1 dari faktor risiko ini akan meningkatkan risiko eksaserbasi bahkan pada pasien yang terkontrol dengan baik.
31 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
· Kehamilan Faktor risiko independen lainnya yang utama: · Riwayat intubasi atau ICU karena asma · Riwayat ≥1 eksaserbasi berat dalam 12
bulan terakhir Sumber: Global Initiative for Asthma (GINA) 2014
Serangan Asma:
Serangan Asma adalah perburukan kondisi penyakit, ditandai
dengan bertambahnya gejala sesak napas, batuk, dan mengi.
Gejala ini timbul disebabkan oleh faktor pencetus. Serangan
Asma dapat bervariasi dari ringan sampai berat bahkan sampai
mengancam jiwa.
Tabel 5. Klasifikasi Asma Berdasarkan Derajat Serangan
Gejala dan Tanda
Berat Serangan Akut Ancaman Henti nafas
Ringan Sedang Berat
Sesak napassaat
Berjalan · Berbicara · Pada bayi,
suara tangis lebih pelan dan pendek
· Kesulitan
Istirahat Pada bayi, berhenti makan
Posisi Dapat tidur terlentang
Duduk Duduk membungkuk
Cara berbicara
Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata
Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah · Mengantuk,· Gelisah, · Kesadaran
menurun Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Mengi Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasi
Sangat nyaring, terdengar tanpa
Sulit/tidak terdengar
32 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Penggunaan otot bantu napas
Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakanparadok torakoabdominal
Retraksi Dangkal, retraksi sela iga
Sedang, ditambah
retraksi
suprasterna
Dalam, dan napas cuping hidung
Dangkal/ hilang
Frekuensi napas
Takipnu Dewasa : 20
Takipnu Dewasa : 20 - 30
Takipnu Dewasa : > 30
Bradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar : Usia frekuensi napas normal per menit 5 – 14 thn < 30 15 thn < 20
Frekuensi nadi
Dewasa : 100 Dewasa :100 - 120
Dewasa : >120
Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak : Usia frekuensi nadi normal per menit 2-12 bln <160 1-5 thn <120 6-8 thn <110
Pulsus paradoksus
Tidak ada <10 mmHg
Ada 10-20 mmHg
ada >20
mmHg
· Tidak ada, · Kelelahan otot
respiratorik
Saturasi Oksigen
>95% 91-95% <90% <90%
Sumber: GINA (Global Initiative for Asthma) 2012
Asma Anak
Kecurigaan awal seorang anak menderita Asma adalah gejala
mengi dan/atau batuk yang terjadi secara kronik dan/atau
berulang disebut sebagai BKB (Batuk Kronik Berulang). Tidak
sulit mengidentikasi BKB karena Asma. Batuk karena Asma,
akan timbul bila terpajan dengan faktor pencetus. Sebagian
besar orang tua biasanya dapat menandai hal-hal apa saja yang
menjadi pencetus batuk Asma pada anaknya.
Batuk pada Asma mempunyai ciri khusus yaitu lebih berat pada
malam atau dini hari. Biasanya perbedaan intensitas antara
batuk siang dan malam hari sangat nyata. Pada siang hari
33 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
batuk hanya sesekali, bahkan tidak batuk, sedangkan pada
malam hari anak batuk demikian hebat sehingga anak tidak
dapat tidur atau berulang kali terbangun dari tidurnya karena
batuk. Gejala nokturnal ini menunjukkan adanya variabilitas
yaitu perbedaan intensitas antara siang dan malam hari.
Gejala batuk ini timbul secara berulang atau dapat timbul pada
waktu/musim tertentu. Keadaan ini menunjukkan adanya
periodisitas atau episodisitas. Sebagian besar Asma
dasarnya adalah alergi. Pada penelusuran keluarga secara teliti
biasanya terdapat gejala alergi pada keluarga. Diagnosis Asma
akan lebih kuat bila pasien menunjukkan respons yang baik
terhadap pemberian obat Asma yang ditandai dengan
meredanya batuk. Hal ini menunjukkan adanya reversibilitas.
Gejala mengi pada pasien dewasa hampir selalu
disebabkan oleh Asma. Pada anak gejala mengi dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan klinis lain.
Sebaliknya anak Asma dapat tanpa gejala mengi namun
dengan gejala batuk dengan karakteristik yang khas.
Diagnosis yang tepat sangat diperlukan pada asma agar
pengobatan yang diberikan tepat pula. Gejala asma bersifat
intermiten sehingga yang lebih sering melihat langsung adalah
orangtua atau pasiennya sendiri. Pada anak diagnosis mengi
sering tertukar dengan penyakit saluran respiratori lain seperti
TB, sindrom croup, bronkiolitis. Diagnosis asma anak
berdasarkan anamnesis (riwayat penyakit), pemeriksaan sik,
dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis riwayat penyakit
Untuk diagnosis asma pada anak ada 6 pertanyaan penting
yang perlu diajukan:
· Apakah pasien pernah mengalami mengi atau mengi
berulang?
· Apakah pasien mengalami batuk yang mengganggu tidur
pada malam hari?
34 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
· Apakah pasien mengalami mengi atau batuk setelah
melakukan aktivitas sik?
· Apakah pasien mengalami mengi, batuk, atau rasa dada
tertekan setelah terpajan allergen inhalan atau polutan?
· Apakah bila mengalami “common cold” terasa sampai di
dada atau memerlukan waktu >10 hari untuk sembuh?
· Apakah gejala membaik setelah pemberian obat asma
(bronkodilator)?
2) Pemeriksaan sik
Karena gejala asma pada anak sangat bervariasi,
maka pemeriksaan sik dapat menunjukkan keadaan
yang normal bila tidak mengalami serangan
(eksaserbasi). Mengi mungkin tidak ditemukan,
namun sering didapatkan ekspirasi yang
memanjang atau mengi saat melakukan ekspirasi
yang panjang. Perbaikan gejala dalam waktu cepat
setelah pemberian salbutamol inhalasi di poliklinik
sangat menyokong diagnosis asma pada anak.
3) Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Asma memerlukan pemeriksaan uji fungsi paru,
dengan alat Peak Flow Rate Meter dan Spirometer. Namun
pada penerapannya tidak mudah karena memerlukan
koordinasi/manuver yang sulit.
Cara pemberian obat yang utama dalam Asma adalah
dengan inhalasi atau obat hirupan. Anak-anak umumnya
juga mengalami kesulitan untuk menggunakan obat dengan
cara inhalasi, terutama dengan alat Dry Powder Inhaler (DPI)
dan Metered Dose Inhaler (MDI) sehingga menilai respons
pengobatan inhalasi untuk membantu menegakkan
diagnosis, harus berhati-hati.
Bila sudah mampu laksana, anak juga perlu menjalani
berbagai pemeriksaan penunjang selengkap mungkin. Jika
diagnosis masih meragukan maka anak perlu dirujuk ke
35 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
fasilitas yang lebih lengkap untuk evaluasi lebih lanjut.
Kriteria rujukan adalah bila ditemukan berbagai temuan
yang mengarah ke diagnosis lain seperti dapat dilihat pada
tabel diagnosis banding.
Untuk mendukung diagnosis Asma anak dipakai batasan:
1) Variabilitas pada APE atau VEP1 > 15%
Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan
atau penurunan) hasil APE dalam satu hari. Penilaian
yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan
yang pemeriksaannya berlangsung > 2 minggu.
2) Kenaikan > 15% pada APE atau VEP1 setelah pemberian
inhalasi bronkodilator. Terjadi reversibilitas (perbedaan
nilai) setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
3) Penurunan > 15% pada APE atau VEP1 setelah uji
provokasi bronkus.
Keterangan :
APE : Arus Puncak Ekspirasi
VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa pada detik pertama
Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas
mingguan yang pemeriksaannya berlangsung > 2 minggu.
Klasikasi Asma Anak
Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami
serangan akut, dengan demikian Asma mempunyai dua aspek
yaitu aspek akut (penilaian saat ini) dan aspek kronik
(penilaian jangka panjang). Klasikasi Asma Anak dapat dilihat
dari aspek kronik dan aspek akut.
Pada aspek kronik derajat Asma dibagi 3 yaitu :
1) Asma episodik jarang: Gejala / serangan jarang timbul,
interval antar gejala > 1 bulan.
2) Asma episodik sering: Gejala / serangan sering timbul, interval
antar gejala < 1 bulan.
3) Asma persisten: Gejala hampir selalu ada.
Selain klasikasi diatas, pada aspek kronik diperlukan pula
36 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
klasikasi derajat kontrol (tingkat kendali) asmanya terutama
bila pasien telah mendapat pengobatan jangka panjang
menggunakan obat pengendali asma (kortikosteroid inhalasi).
Klasikasi tingkat kendali asma dapat dilihat pada tabel 4.
Pada aspek akut (serangan atau eksaserbasi), asma anak dibagi
menjadi:
1) Asma serangan ringan.
2) Asma serangan sedang.
3) Asma serangan berat.
4) Ancaman henti napas (lihat tabel 5)
Bila mendiagnosis seorang anak sebagai Asma (Pendekatan
Praktis Kesehatan Paruing tidak untuk pertama kalinya) maka
perlu disebutkan kedua aspek yaitu kronik dan akut. Misalnya,
Asma episodik sering - serangan ringan, atau Asma episodik
jarang - serangan berat. Dapat juga dijumpai pasien yang pada
penilaian saat ini tidak ada gejala sama sekali (Asma
terkontrol), atau ada gejala ringan yang tidak sampai memenuhi
kriteria serangan Asma. Jika pasien sudah menjalani tata
laksana Asma secara jangka panjang dan teratur berkonsultasi
maka kita menilai apakah Asmanya terkontrol atau tidak.
4. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat dicegah dan
diobati. Penyakit ini merupakan kelainan paru ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel, yang bersifat progresif, berhubungan
dengan respons inamasi terhadap partikel atau gas yang
beracun atau berbahaya. Eksaserbasi dan penyakit penyerta
(penyakit kardiavaskular, osteoporosis, depresi, Diabetes
Melitus, sindrom metabolik, infeksi saluran napas, kanker paru)
dapat mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Penyakit ini
mempunyai beberapa pengaruh kelainan ekstra paru yang
mempengaruhi tingkat keparahan penyakit.
Dalam perjalanan penyakit PPOK, ada fase PPOK stabil dan
37 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
PPOK eksaserbasi akut.
Kriteria PPOK stabil adalah:
a. Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas
kronik
b. Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil
analsis gas darah menunjukan PH normal PC)2 > 60 mmHg
dan PO2 < 60 mmHg
c. Sputum tidak berwarna atau jernih
d. Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat
PPOK (hasil spirometri)
e. Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
f. Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan
Eksaserbasi adalah suatu keadaan akut yang ditandai
dengan perburukkan gejala pernapasan dari keadaaan sehari-
hari yang mengakibatkan pada perubahan penatalaksanaan.
Gejala PPOK eksaserbasi akut:
a. Batuk makin sering / hebat
b. Produksi sputum bertambah banyak
c. Sputum berubah warna
d. Sesak napas bertambah
e. Keterbatasan aktivitas bertambah
f. Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik
g. Kesadaran menurun
Faktor Risiko
1) Faktor risiko pejamu
- Genetik
- Hiper responsif jalan napas
- Pertumbuhan paru
2) Faktor risiko Pajanan
- Asap rokok (perokok aktif dan pasif)
- Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
- Polusi udara
· Polusi di dalam ruangan: asap rokok, asap tungku
38 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
masak
· Polusi di luar ruangan: gas buang kendaraan bermotor,
debu jalanan
- Infeksi saluran napas bawah berulang
- Kondisi sosial ekonomi
Langkah-Langkah Menegakkan Diagnosis
Pertimbangkan PPOK jika ditemukan :
1. Riwayat pajanan faktor risiko
2. Sesak napas kronik progresif
3. Batuk kronik
4. Berdahak kronik
Tabel 6. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK
Gejala Keterangan
Sesak yaitu:
Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu) Bertambah berat dengan aktivitas Persistent (menetap sepanjang hari) Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai "Perlu usaha untuk bernapas," Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk Kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak. Batuk kronik berdahak:
Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK.
Riwayat terpajan factor resiko, terutama Riwayat keluarga dengan PPOK
Asap rokok. Debu dan bahan kimia di tempat kerja Asap dapur
39 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
*Pemeriksaan sik : a) Normal b) Kelainan
- Bentuk dada : barrel chest - Penggunaan otot bantu napas - Pelebaran sela iga - Hipertro otot bantu napas - Femitus melemah, sela iga melebar - Hipersonor - Suara napas vesikuler melemah atau normal - Ekspirasi memanjang
Gambaran foto toraks pada PPOK dapat bervariasi dari normal sampai ditemukan kelainan. Kelainan berupa:
- Hiperinflasi - Hiperlusen - Diafragma Mendatar - Corakan Bronkovaskuler Meningkat - Bulla - Jantung Pendulum
Bagan 3. Alur Diagnosis PPOK
Faktor risiko
- Usia- Riwayat pajanan : asap rokok, polusi udara, polusi tempat kerja
Gejala :- Sesakl napas- Batuk kronik- Berdahak kronik- Keterbatasan aktivitas
Pemeriksaan fisik*
Curiga PPOK Curiga Penyakit Paru Lain
Spirometri Foto ToraksPenanganan sesuai
dugaan penyakit
PPOK Derajat I / II / III / IV
NormalVEP1/KVP <70% (setelahbronkodilator)
40 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Diagnosis Banding PPOK
Diagnosis
Gambaran
klinis
1.
Onset
usia pertengahan
PPOK
2.
Gejala progresif
lambat
3.
Riwayat merokok
(lama
&
jumlah)
4.
Sesak
saat aktivitas
5.
Hambatan aliran
udara
umumnya
ireversibel
Asma
1.
Onset usia dini
2.
Gejala bervariasi
dari
hari
ke
hari
3.
Gejala
pada waktu
malam/dini hari
lebih
menonjol
4. Dapat ditemukan alergi,rinitis dan atau eksim
5. Riwayat asma dalam keluarga
6. Hambatan aliran udara umumnya reversible
Gagal jantung 1. Riwayat hipertensi
Kongestif 2. Ronki basah halus di basal paru
3. Gambaran foto toraks pembesaran jantung dan edema paru
4. Pemeriksaan faal paru restriksi, bukan obstruksi Bronkiektasis 1. Sputum purulen dalam jumlah banyak
2. Sering berhubungan dengan infeksi bakteri
3. Ronki basah kasar dan jari tabuh
4.
Gambaran foto
toraks
tampak
honeycomb
appearence
5.
Penebalan dinding
bronkus
Tuberkulosis
1.
Onset
semua usia
2.
Gambaran foto
toraks
Inltrat
3.
Konrmasi mikrobiologi
(Basil
Tahan Asam
/
BTA)
Sindrom
1.
Riwayat pengobatan
anti
tuberkulosis
adekuat
Obstruksi
Pasca
2.
Gambaran foto
toraks
bekas
TB
:
brotik
dan
klasikasi
minimal TB
(SOPT)
3.
Pemeriksaan
faal
paru
menunjukkan
obstruksi
yang
tidak
reversible
41 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Klasikasi Berdasarkan Beratnya Penyakit
Tabel 7. Klasikasi PPOK Berdasarkan GOLD 2010
Derajat Klinis Faal Paru Keterangan Derajat I: PPOK Ringan
Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering
VEP1/ KVP < 70 % VEP1 80% prediksi
Pasien sering tidak menyadari bahwa faal paru mulai menurun
Derajat II: PPOK Sedang
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum
VEP1/KVP < 70 % 50% VEP1 < 80% prediksi
Pada kondisi ini pasien mulai menurun kesehatannya
Derajat III: PPOK Berat
Gejala sesak lebih berat Penurunan aktitas, Rasa lelah dan serangan, eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien
VEP1/KVP < 70 % 30% VEP1 < 50% prediksi
Mulai memeriksakan kesehatannya
Gejala diatas ditambah tanda-tanda gagal napas atau tanda-tanda gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen
VEP1/ KVP < 70 % VEP1 < 30% prediksi VEP1 < 50% prediksi dengan gagal napas kronik
Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa.
Keterangan: VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik 1 KVP = Kapasitas Vital Paksa
Penilaian Kelompok Pasien PPOK dan pengobatan ditentukan berdasar
gejala, nilai spirometri dan faktor risiko (riwayat frekuensi eksaserbasi).
Gejala diukur berdasarkan skor mMRC atau CAT.
42 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
43 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Populasi C: Risiko tinggi, gejala sedikit, termasuk kelompok PPOK stadium III dan IV, ekseserbasi pertahunnya > 2 kali, skor mMRC 0-1 dan skor CAT < 10
Populasi D: Risiko tinggi, gejala banyak, termasuk kelompok PPOK stadium III dan IV, ekseserbasi pertahunnya > 2 kali, skor mMRC ≥ 2 dan skor CAT ≥ 10
Populasi A: Risiko rendah, gejala sedikit, termasuk kelompok PPOK stadium I dan II, ekseserbasi pertahunnya 0-1 kali, skor mMRC 0-1 dan skor CAT < 10
Populasi B: Risiko rendah, gejala banyak, termasuk kelompok PPOK stadium I dan II, ekseserbasi pertahunnya 0-1 kali, skor mMRC ≥ 2 dan skor CAT ≥ 10
D. Penatalaksanaan dan Tindak Lanjut
Pasien yang sudah dikelompokkan menurut gejala dan tanda tertentu,
segera dilakukan penatalaksanaan dan tindak lanjut yang sesuai
algoritma Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
44 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
a. perlu dipikirkan kemungkinan adanya penyakit lain yang
diderita pasien (dalam 1 pasien bisa ≥ 2 diagnosis).
b. Pemberian obat sesuai dengan diagnosis.
c. Pasien dengan kondisi kegawatdaruratan harus dirujuk ke
Rumah Sakit.
d. Merujuk pasien dengan kondisi tertentu yang membutuhkan
pemeriksaan penunjang atau pengobatan lanjutan ke Rumah
Sakit.
2. Penetapan Obat yang Akan Diberikan Baik untuk Jangka
Pendek Maupun Jangka Panjang serta Tindak Lanjut
Pengobatan dan tindak lanjut disesuaikan dengan
pengelompokan dan diagnosis yang telah ditegakkan.
a. Penatalaksanaan/pengobatan TB
Apabila pasien sudah dinyatakan sebagai terduga TB,
maka dirujuk ke Poli DOTS.
b. Penatalaksanaan/pengobatan Pneumonia
Pengobatan medikamentosa pada pasien dewasa:
1) Beri antibiotik spektrum luas selama 5-7 hari:
a) Pilihan 1: Amoksisilin-asam klavulanat 3 x 500 mg (bila
tersedia di Puskesmas).
b) Pilihan 2: Amoksisilin 3 x 500 mg : 25-50mg/kgBB/hari.
c) Pilihan 3: Eritromisin 3 x 500 mg : 30mg/kgBB/hari.
d) Pilihan 4: Doksisiklin 2 x 100 mg (bila tersedia di
Puskesmas).
2) Beri obat simtomatis sesuai keluhan:
a) Analgetik-antipiretik.
b) Ekspektoran/Mukolitik.
3) Pengobatan Non-medikamentosa:
a) Tirah baring (bedrest).
b) Banyak minum.
c) Etika batuk (sesuai Universal Infection Precaution).
d) Kunjungan ulang 2-3 hari.
e) Jika berat dirujuk ke Rumah Sakit.
1. Prinsip dalam Penatalaksanaan Pasien
45 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Bila pasien dengan HIV (+), pikirkan Pneumocystis Carinii
Pneumonia (PCP) dan tambahkan terapi dengan Kotrimoksasol
untuk PCP Ringan sampai Sedang: 2 x 960 mg selama 21 hari
dilanjutkan 1 x 960 mg selama 6 bulan.
Tatalaksana Pneumonia pada pasien anak usia ≥ 5 tahun
Pada rawat jalan:
1) Medikamentosa
Beri antibiotik:
a) Kotrimoksasol (4 mg Trimetoprim/kgBB - 20mg
Sulfametoksazole /kgBB/hari). Dosis oral 2 kali
sehari selama 5 hari, atau
b) Amoksisilin (25 - 50 mg/kgBB/hari). Dosis oral 3
kali sehari selama 5 hari.
c) Bila diduga kuat penyebab pneumonia mikoplasma,
berikan golongan makrolid (eritromisin 50
mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis atau klaritromisin 15-20
mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis)
d) Untuk pasien HIV antibiotik diberikan selama 7 hari.
Bila dicurigai infeksi PCP dosis kotrimoksasol
diberikan 8 mg/kg BB/kali (TMP) diberikan tiga kali
sehari selama 3 minggu.
2) Non medikamentosa
Nasihat:
a) Anjurkan untuk memberi makan anak walaupun anak
dalam keadaan sesak napas, namun harus berhati-hati
agar tidak tersedak.
b) Anjurkan untuk membawa kembali anaknya setelah 2
hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk
atau tidak bisa minum.
Jika ditemui tanda Pneumonia berat:
1) Te ra p i oksigen 2 liter/menit dengan nasal
prong/nasal kanul.
2) A n a k dirujuk ke Rumah Sakit dengan
menggunakan Form PAL 04 dan direkapitulasi
menggunakan Form PAL 06.
Ketika anak kembali:
Catatan :
46 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
1) Jika pernapasann ya membaik (melambat),
demam berkurang, nafsu makan membaik,
lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.
2) Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu
makan tidak ada perubahan, rujuk ke Rumah
Sakit.
c. Penatalaksanaan/pengobatan Asma
Tujuan Penatalaksanaan
Mencapai Asma terkontrol, sehingga pasien Asma dapat hidup
normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari.
Kriteria Asma terkontrol anak dan dewasa
1) Tidak ada gejala atau gejala minimal.
2) Tidak ada serangan Asma malam hari.
3) Tidak ada pemakaian obat-obat pelega atau minimal.
4) Nilai APE normal atau mendekati normal.
5) Tidak ada keterbatasan aktivitas.
6) Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat.
Penatalaksanaan meliputi 4 komponen
1) KIE dan hubungan dokter-pasien.
2) Identikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor
risiko.
3) Penilaian, pengobatan dan monitor Asma.
4) Penatalaksanaan Asma eksaserbasi akut.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Asma dibagi menjadi 2,
yaitu: penatalaksanaan Asma jangka panjang dan
penatalaksanaan Asma akut/saat serangan.
1) Tatalaksana Asma jangka panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi,
obat Asma (pengontrol dan pelega) dan menjaga
kebugaran.
a) Edukasi:
Edukasi yang diberikan mencakup:
· Kapan pasien berobat/mencari pertolongan.
47 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
· Mengenali gejala serangan Asma secara dini.
· Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta
cara dan waktu penggunaannya.
· Mengenali dan menghindari faktor pencetus.
· Kontrol teratur.
b) Obat:
Terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega
diberikan pada saat serangan, obat pengontrol dengan
tujuan untuk mencegah serangan dan diberikan dalam
jangka panjang secara terus menerus. (lihat Lampiran
1.)
· Bila Asma tidak terkontrol diberikan obat pengontrol
(inhalasi budesonid), dievaluasi setiap bulan.
· Bila dalam satu bulan belum juga terkontrol, dosis
obat ditingkatkan.
· Bila Asma sudah terkontrol dan berlangsung selama
3 bulan dosis obat diturunkan.
· Dosis obat dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai
dengan keadaan Asma pasien sudah terkontrol
atau belum.
· Antibiotik diberikan bila terjadi infeksi bakteri
(Pneumonia, bronkitis akut, sinusitis), ditandai
dengan sputum purulen, demam dan leukositosis.
Antibiotik yang diberikan adalah amoksisilin dosis
50mg/kgBB/hari selama minimal 5 hari.
· Pasien dianjurkan untuk kontrol teratur/terjadwal
tidak hanya bila terjadi serangan akut. Hal tersebut
untuk meyakinkan bahwa Asma tetap terkontrol
dengan mengupayakan penurunan terapi
seminimal mungkin.
c) Menjaga kebugaran:
Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga
menjaga kebugaran antara lain dengan melakukan
senam Asma. Pasien diberi tahu tempat yang
menyelenggarakan senam asma.
48 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Bila pengobatan tidak berhasil, dirujuk ke Rumah Sakit.
Kriteria pasien yang dirujuk adalah:
a) Pada serangan akut yang mengancam jiwa.
b) Tidak respons dengan pengobatan.
c) Tanda dan gejala tidak jelas atau adanya komplikasi
atau penyakit penyerta (komorbid): seperti sinusitis,
polip hidung, aspergilosis (ABPA), rhinitis berat,
disfungsi pita suara, penyakit refluks gastroesofagus
(PRGE) dan PPOK.
d) Dibutuhkan pemeriksaan/uji lainnya di luar
pemeriksaan standar seperti uji kulit (uji alergi),
pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus,
uji latih (Cardiopulmonary Exercise Test), bronkoskopi
dan sebagainya.
Alasan/kemungkinan Asma tidak terkontrol:
a) Obat tidak adekuat (rejimen atau dosis).
b) Ketidakpatuhan dan ketidaktepatan menggunakan obat.
c) Cara pemakaian obat inhalasi yang salah (teknik
inhalasi).
d) Efek samping obat.
e) Pajanan pencetus terus menerus.
f) Terdapat penyakit penyerta (sinusitis, rhinitis, PRGE,
bronkitis dan lain-lain).
g) Masalah psikososial.
h) Kurangnya edukasi mengenai penyakitnya,
pengobatan dan pencegahan
2) Tatalaksana Serangan Asma Akut/Saat Serangan.
Tujuan:
· Mengatasi gejala serangan Asma.
· Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum
serangan.
· Mencegah terjadinya kekambuhan.
· Mencegah kematian karena serangan Asma.
Tatalaksana Serangan Asma Akut pada Orang Dewasa:
49 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
· Lakukan pemeriksaan kesadaran dan tanda-tanda vital
(frekuensi pernapasan, frekuensi denyut nadi dan
temperatur), ukur saturasi oksigen dengan pulseoxymeter
kemudian ukur arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak
flow rate meter.Tentukan klasifikasi berat serangan.
· Bila saturasi 90-95% berikan oksigen dengan kanula
hidung 1-2 ltr/menit. Bila < 90% berikan oksigen 4-6
ltr/menit dengan face mask, sehingga saturasi oksigen >
95%.
· Beri Bronkodilator Salbutamol inhalasi 1 kali nebul (2,5
mg/2,5 ml untuk sediaan ventolin nebul) atau injeksi
adrenalin 0,1-0,2 ml subkutan atau inhalasi Salbutamol dan
Ipratropium Bromida setiap 20 menit selama 1 jam.
· Bila serangan berat atau pasien telah memakai obat
steroid sehari-hari beri kortikosteroid sistemik (berikan
prednisone 1 tablet atau bila tidak bisa minum, suntikkan
deksametason 1-2 ampul Intra Vena).
· Setelah pemberian obat 1 jam, nilai kembali gejala dan
saturasi oksigen. Bila tidak membaik rujuk ke Rumah
Sakit. Pemberian oksigen disesuaikan dengan respons
pengobatan.
50 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Ruang rawat inap
§ Oksigen teruskan. § Atasi dehidrasi/asidosis jika
ada. § Steroid i.v. tiap 6-8 jam. § Nebulisasi tiap 1-2 jam. § Aminolin i.v. awal, lanjutkan
rumatan. § Jika membaik dalam 4-6x
nebulisasi, interval jadi 4-6 jam.
§ Jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang.
§ Jika dengan steroid dan aminolin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti napas, alih rawat ke ICU.
Boleh pulang § Bekali obat β-agonis
(hirupan/oral). § Jika sudah ada obat
pengontrol, teruskan. § Jika infeksi virus
sebagai pencetus, dapat diberi steroid oral.
§ Dalam 24-48 jam kontrol ke poliklinik untuk evaluasi.
Ruangan rawat sehari/kontrol Fasilitas Kesehatan § Oksigen teruskan. § Berikan steroid oral. § Nebulisasi tiap 2 jam. § Bila dalam 8-12 jam
perbaikan klinis stabil, boleh pulang.
§ Jika dalam 12 jam klinis tetap belum membaik, alih rawat ke ruang rawat inap.
Nilai derajat serangan
Tatalaksana awal Nebulisasi β-agonis 3x, interval 20 menit
Serangan sedang (nebulisasi 2-3x, responsparsial) § Berikan oksigen § Nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruangan rawat sehari.
§ Pasang infus
Serangan berat (nebulisasi 3x, respons buruk) § Sejak awal berikan oksigen
saat/di luar nebulisasi. § Pasang infus. § Nilai ulang klinisnya, jika
sesuai dengan serangan berat, rawat inap.
§ Foto toraks.
Serangan ringan (nebulisasi 1x, respons baik, gejala hilang) Observasi 1-2 jam. Jika efek bertahan, boleh pulang.Jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedang.
Bagan 5. Alur Tatalaksana Asma Berdasarkan Nilai Derajat Serangan
51 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Catatan: 1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung
dengan β- agonis + antikolinergik 2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin
subkutan 0,01 mg/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kal 3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit
diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi 4. Dosis aminolin loading dose 4-6 mg/KgBB i.v perlahan, jika terdapat
riwayat pemberian golongan xantin (aminolin atau teolin) sebelumnya maka dosis aminolin loading dose diturunkan menjadi 50% (2-3 mg/KgBB). Selanjutnya dilanjutkan dosis rumatan yaitu 0,5-1 mg/kgBB/jam i.v
52 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tatalaksana serangan Asma pada anak
GINA membagi tatalaksana serangan Asma pada anak menjadi
dua, yaitu tatalaksana di rumah dan di FKRTL.
1) Tatalaksana di Rumah
Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang
tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien
yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur dan
mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduan
pengobatan di rumah, disebutkan bahwa terapi awal
adalah inhalasi β-agonis kerja pendek sebanyak < 3x
dalam satu jam.
2) Tatalaksana di FKRTL
a. Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau Klinik
Pasien Asma yang datang dalam keadaan serangan ke
IGD langsung dinilai derajat serangannya menurut
klasifikasi di atas sesuai dengan fasilitas yang tersedia.
Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian β-
agonis kerja singkat secara nebulisasi.
Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali dengan interval
20 menit. Pada pemberian ketiga, dapat ditambahkan
obat antikolinergik (ipratropium bromid). Tatalaksana
awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis,
yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena
penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat
dilakukan dengan cepat dan jelas
Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam
keadaan serangan berat, langsung diberikan nebulisasi
β-agonis kerja singkat dikombinasi dengan
antikolinergik (ipratropium bromid). Pasien dengan
serangan berat yang disertai dehidrasi dan asidosis
metabolik, mungkin akan mengalami takifilaksis atau
refrakter, yaitu respons yang kurang baik terhadap
nebulisasi β-agonis kerja singkat. Pasien seperti ini
cukup dinebulisasi satu kali, kemudian secepatnya
53 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
dirawat agar dapat diberikan obat intravena serta
diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya atau dirujuk
ke rumah sakit.
Serangan Asma Ringan
Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan
respons yang baik (complete response), berarti derajat
serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1-2
jam, jika respons tersebut bertahan, pasien dapat
dipulangkan. Pasien dibekali obat β-agonis (hirupan
atau oral) yang harus diberikan tiap 4-6 jam. Pasien
kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam
waktu 24-48 jam untuk evaluasi ulang tatalaksana.
Selain itu, jika sebelum serangan pasien sudah
mendapat obat pengontrol, obat tersebut diteruskan
hingga evaluasi ulang yang dilakukan di klinik rawat
jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala timbul
kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan Asma
sedang.
Serangan Asma Sedang
Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali
pasien hanya menunjukkan respons parsial (incomplete
response), kemungkinan derajat serangannya sedang.
Jika serangannya memang termasuk serangan
sedang, pasien perlu diobservasi dan ditangani di
ruang rawat sehari (RRS). Pada serangan Asma
sedang, diberikan kortikosteroid sistemik (oral)
metilprednisolon dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari
selama 3-5 hari. Apabila belum ada perbaikan harus
dirujuk ke Rumah Sakit.
b) Tatalaksana di Ruang Rawat Sehari (RRS), bila
tersedia
Pemberian oksigen sejak dari IGD dilanjutkan. Setelah
di IGD menjalani nebulisasi 3 kali dalam 1 jam dengan
respons parsial, di RRS diteruskan pemberian
nebulisasi β-agonis + antikolinergik setiap 2 jam.
Kemudian, diberikan steroid sistemik oral
(metilprednisolon, prednison, atau triamsinolon). Jika
dalam 8-12 jam keadaan klinis tetap baik, pasien
dipulangkan dan dibekali obat seperti pasien serangan
ringan yang dipulangkan dari klinik/IGD. Bila dalam 12
jam responsnya tetap tidak baik, pasien dirujuk ke
Rumah Sakit. Pemberian kortikosteroid dilanjutkan
sampai 3-5 hari.
3) Pemberian Obat Pengontrol/Pengendali pada Asma Anak
Obat pengontrol/pengendali pada asma anak diberikan pada
asma episodik sering dan asma persisten. Pilihan pertama
adalah pemberian steroid hirupan dalam bentuk tunggal.
Pada kasus yang demikian sebaiknya pasien dirujuk ke
rumah sakit.
4) Kontrol Lingkungan pada Asma anak
Pada pasien Asma dewasa, makanan bukan merupakan
faktor pencetus penting, keadaan ini berbeda dengan
pasien Asma anak. Orang tua pasien Asma sering kali
melaporkan eratnya kaitan makanan tertentu dengan
timbul atau memburuknya gejala Asma pada anaknya.
Selain zat makanannya itu sendiri bisa menjadi
pencetus, suhu dingin dari makanan/minuman juga
dapat menjadi pencetus. Misalnya air putih tidak dingin
tidak menjadi faktor pencetus, tapi air putih dingin dapat
menjadi pencetus.
Adapun jenis-jenis pencetus sebagai berikut.
a) Es, makanan-minuman dingin, termasuk air dingin,
buah dingin.
54 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
55 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
b) Permen, dengan segala variasinya .
c) Coklat, dalam segala macam bentuknya: susu
coklat, kue coklat, wafer, misis, selai, dan semua
makanan / minuman yang mengandung coklat.
d) Vetsin, semua makanan bervetsin: snack gurih,
fried chiken, mie instan, nugget, sosis, dan lain-lain.
e) Kacang tanah, dalam segala macam bentuknya:
selai, biskuit, somay, sate, pecal, gado-gado,
ketoprak.
f) Gorengan, terutama yang menggunakan minyak
goreng bekas pakai.
g) Buah tertentu, anggur, tomat, klengkeng, rambutan.
h) Zat pewarna, zat pengawet. Makanan anak-anak
seringkali dibuat dalam warna warni mencolok
untuk menarik perhatian. Seringkali pewarna atau
pengawet dalam makanan menjadi faktor pencetus.
d. Penatalaksanaan PPOK
Tujuan penatalaksanaan PPOK :
1) Mengurangi gejala
2) Mencegah progresitas penyakit
3) Meningkatkan toleransi latihan
4) Meningkatkan status kesehatan
5) Mencegah dan menangani komplikasi
6) Mencegah dan menangani eksaserbasi
7) Menurunkan kematian
Komponen penanganan PPOK:
1) Evaluasi dan monitor penyakit
2) Menurunkan faktor risiko: berhenti merokok, hindari polusi
udara dalam dan luar ruangan serta pajanan di
lingkungan kerja
3) Tatalaksana PPOK stabil (lihat alur di bawah)
4) Tatalaksana PPOK eksaserbasi
56 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel 8. Penatalaksanaan menurut derajat beratnya PPOK
(Dikutip dari: PDPI 2011, GOLD 2010)
DERA
JAT I
VEP1
DERAJAT II**
VEP1/KVP <
70%
DERAJAT III
VEP1 /KVP 70% 30
% VEP1 50%
DERAJAT IV
VEP1 /KVP < 70% VEP1
< 30 %
· Hindari faktor risiko: BERHENTI MEROKOK, PAJANAN KERJA
· Dipertimbangkan pemberian vaksinasi inuenza
· Berikan bronkodilator kerja pendek (bila diperlukan)
· Berikan pengobatan rutin dengan satu atau lebih
bronkodilator kerja lama
· Rehabilitasi paru (latihan, nutrisi, edukasi, psikososial)
· Tambahkan pengobatan inhalasi
glukokortikosteroid jika terjadi eksaserbasi
berulang-ulang
· Pemberian oksigen
jangka panjang jika
indikasi
· Lakukan tindakan
Invasif jika perlu
Tujuan Penatalaksanaan pada keadaan stabil:
1) Mempertahankan faal paru
2) Meningkatakan kualitas hidup
3) Mencegah eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik
sebagai evaluasi berkala atau di rumah untuk
mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah
eksaserbasi.
Penatalaksanaan rawat jalan di poliklinik meliputi:
1) Menjaga eksaserbasi ringan sampai sedang
2) Menjaga tidak terjadi gagal napas akun pada gagal napas
kronik
3) Mengatasi komplikasi ringan
57 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Penatalaksanaan di rumah:
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk
mempertahankan PPOK stabil. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri
maupun keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan
juga dari pasien PPOK berat yang harus menggunakan
oksigen atau ventilasi mekanis.
Tujuan penatalaksanan di rumah:
1) Menjaga PPOK tetap stabil
2) Melaksanakan pengobatan pemeliharaan jangka panjang
3) Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini
4) Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan
5) Menjaga penggunaan ventilasi mekanis
6) Meningkatkan kualitas hidup
Penatalaksanaan di rumah meliputi:
1) Penggunaan obat-obatan dengan tepat
Obat-obatan sesuai klasikasi. Pemilihan obat dapat
dalam bentuk dishaler, nebuhaler, turbuhaler, atau
breezhaler karena pasien PPOK biasanya berusia
lanjut, koordinasi neurologis, dan kekuatan otot sudah
berkurang. Penggunaan bentuk Inhalasi Dosis Terukur
(IDT) menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak
digunakan secara terus menerus, hanya bila timbul
eksaserbasi.
2) Terapi oksigen
Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada
PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila
timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktivitas.
Pada PPOK derajat berat yang menggunakan terapi
oksigen di rumah pada waktu aktivitas atau terus
menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur.
Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter.
3) Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya
58 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Sebagian pasien PPOK dapat menggunakan mesin bantu
napas di rumah
4) Rehabilitasi
- Menyesuaikan aktivitas
- Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff
cough) “pursed-lips breathing”
- Latihan ekstremitas atas dan otot bantu napas
5) Evaluasi dan monitor
- Tanda eksaserbasi
- Efek samping obat
- Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen
Bagan 4. Penatalaksanaan PPOK Stabil
Keterangan:
1. SABA : Short Acting β2 Agonist 2. LABA : Long Acting β2 Agonist 3. LABACS : Long Acting β2 Agonist + kortikosteroid
Algoritme PPOK Stabil
Edukasi Farmakolog Non farmakologi
Rehabilitasi
· Latihan Pernapasan dan sik
· Fisioterapi dada · Nutrisi
· Bronkodilator kerja singkat bila perlu - Anti kolinergik - β2 agonist - Xantin
· Kombinasi LABA + kortikosteroid (LABACS)
· Antioksidan · Dipertimbangkan
mukolitik
· Berhenti merokok · Pengetahuan dasar
PPOK · Obat-obatan · Pencegahan perburukan
penyakit · Menghindari pencetus · Penyesuaian aktivitas
59 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel . Pengobatan PPOK berdasarkan kelompok pasien (GOLD 2013)
Kelompok
pasien
Obat pilihan pertama
Obat pilihan alternatif Obat pilihan lain
A Antikolinergik kerja cepat atau β2 agonis kerja cepat
Antikolinergik kerja lama atau β2 agonis kerja lama atau β2 agonis kerja singkat dan antikolinergik kerja singkat
Teolin Salbutamol
B Antikolinergik kerja lama atau β2 agonis kerja lama
Antikolinergik kerja lama dan β2 agonis kerja lama
β2 agonis kerja singkat dan/atau Antikolinergik kerja singkat Teolin Salbutamol
C Kortikosteroid inhalasi + β2
agonis kerja lama atau Antikolinergik kerja lama
Antikolinergik kerja lama dan β2 agonis kerja lama atau Antikolinergik kerja lama dan PDE4 inhibitor atau β2 agonis kerja lama dan PDE 4 inhibitor
β2 agonis kerja singkat dan/atau Antikolinergik kerja singkat Teolin Salbutamol
D Kortikosteroid inhalasi + β2
agonis kerja lama dan /atau Antikolinergik kerja lama
Kortikosteroid inhalasi dan antikolinergik kerja lama dan/atau β2 agonis kerja lama atau Kortikosteroid inhalasi + β2
agonis kerja lama dan PDE4 Inhibitor atau Antikolinergik kerja lama dan β2 agonis kerja lama atau Antikolinergik kerja lama dan PDE 4 Inhibitor
Carbocystein β2 agonis kerja singkat dan/atau antikolinergik kerja singkat Teolin Salbutamol
60 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi
Penatalaksanaan eksaserbasi akut dapat dilakukan di :
1) Poliklinik rawat jalan
2) Unit gawat darurat
3) Ruang rawat inap
4) Ruang ICU
Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK
1) Optimalisasi penggunaan obat-obatan
a) Bronkodilator
· β2 Agonis kerja singkat kombinasi dengan
antikolinergik perinhalasi (nebuliser)
· Xantin intravena (bolus dan drip)
b) Kortikosteroid sistemik
c) Antibiotik
· Golongan makrolid baru (Azitromisin, Roksitromisin,
Klaritromisin)
· Golongan kuinolon respirasi
· Sefalosporin generasi III/IV
d) Mukolitik
e) Ekspektoran
2) Terapi oksigen sesuai Sa O2 (pulsoksimetri)
3) Terapi nutrisi
4) Evaluasi progresitas penyakit
5) Edukasi
6) Pemeriksaan penunjang: foto toraks, EKG, sputum
mikroorganisme, elektrolit, darah tepi lengkap, gula darah
sewaktu
Indikasi rawat inap :
1) Eksaserbasi sedang dan berat
2) Terdapat komplikasi
3) Infeksi saluran napas berat
4) Gagal napas akut pada gagal napas kronik
5) Gagal jantung kanan
61 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Indikasi rawat ICU:
1) Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat
darurat atau ruang rawat
2) Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot
respirasi
3) Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau
perburukan PaO2 < 50 mmHg atau PaCO2 > 50 mmHg,
memerlukan ventilasi mekanis (invasif atau non invasif)
Evaluasi Penatalaksanaan Kasus
PPOK merupakan penyakit progresif, artinya fungsi paru akan
menurun seiring dengan bertambahnya usia.
Monitor penting yang dilakukan adalah gejala klinis, fungsi paru
dan keterbatasan aktitas:
- Keluhan terutama sesak napas
- Kenaikan Berat badan/ IMT (Indeks Massa Tubuh)
- Penyempitan jalan napas (VEP1/KVP)
- Keterbatasan aktitas (uji jalan 6 menit)
3. Penggunaan Alat Pengukuran dalam Tatalaksana
a. Penggunaan Inhalasi Dosis Terukur (IDT).
1) Jika tersedia, gunakan placebo (air distilasi) untuk
mengajarkan dan memantau penggunaan inhalasi dosis
terukur.
2) Sebaiknya pada pasien yang menggunakan IDT
diberikan bersamaan dengan spacer. Pada saat pasien
mengalami sesak napas berat gunakan spacer dengan
masker.
3) Minta pasien untuk menunjukkan cara menggunakan
inhalasi (setiap kunjungan). Jika belum tepat,
demonstrasikan teknik yang tepat lalu minta pasien
untuk mengulangnya.
4) Pastikan pasien memiliki koordinasi yang baik antara
mengambil napas dan menekan inhaler.
62 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel 9. Prosedur IDT dengan Spacer
Cara menggunakan inhaler dengan katup
1. Buka tutup inhaler 2. Kocok inhaler dan masukkan ke dasar spacer 3. Motivasi pasien untuk mengeluarkan napas secara pelan
4. Pasien memastikan bibirnya menutupi seluruh bagian mulut spacer
5. Tekan inhaler 2-3 kali sesuai dosis untuk melepaskan salbutamol dalam dosis yang tepat ke
spacer.
Setiap menekan inhaler beri jarak 1-2 detik sebelum menekan lagi.
6. Pasien
menarik napas
dalam
melalui
mulutnya
secara
perlahan.
63 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
b. Penggunaan Kartu Kontrol Asma (Asma Control Test =
ACT) Kartu Kontrol Asma (Asma Control Test = ACT)
ACT adalah suatu alat/perangkat untuk menilai apakah
seorang pasien Asma dalam keadaan terkontrol atau tidak.
ACT merupakan suatu perangkat yang terdiri dari 5
pertanyaan yang diajukan pada pasien untuk mengetahui
keadaan Asmanya.
Perangkat ini sudah terbukti mempunyai korelasi dengan
kondisi pasien serta hasil pemeriksaan faal paru. Tujuan
pengobatan Asma adalah mencapai keadaan Asma
terkontrol. Dengan menggunakan ACT kita bisa mengetahui
apakah seorang pasien Asma, sudah terkontrol atau belum
Asmanya. Setiap pertanyaan mempunyai nilai 1-5. Apabila
semua pertanyaan dijawab dengan skor total adalah 25
maka dinyatakan Asma terkontrol penuh. Bila jumlah nilai
skor antara 20-24 maka dikatakan Asma terkontrol
sebagian. Sedangkan bila jumlah nilai skor berjumlah 19
atau kurang, berarti Asma tidak terkontrol.
Setiap kali pasien berkunjung ke dokter, hendaklah
dilakukan pemeriksaan ACT untuk mengetahui apakah
sudah tercapai Asma terkontrol atau belum. Bila Asma
sudah terkontrol maka pengobatan dipertahankan dengan
dosis yang sama. Sedangkan bila pengendalian Asma
7. Pasien menahan napas selama 10 detik lalu mengeluarkan napas dengan pelan. Tarik
spacer sebelum pasien mengeluarkan napas.
8. Berkumur dengan air setelah penggunaan inhaler.
9. Setelah digunakan, spacer dicuci dengan air bersih dan dikeringkan.
Keterangan: Untuk Pasien anak: Lakukan penghirupan 6-8 kali siklus napas dengan cara
seperti di atas,
64 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
sudah tidak terkontrol, maka pasien dirujuk ke Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut dan dosisnya perlu
ditingkatkan.
Penilaian Kondisi Asma
Sesuai yang dijelaskan di atas yaitu menilai kondisi Asma
dalam pengobatan yang sedang berlangsung sehingga
dapat menetapkan pengobatan yang tepat kepada pasien.
Penilaian meliputi menilai rejimen pengobatan yang
digunakan, kepatuhan pengobatan, ketepatan cara
menggunakan terutama obat inhalasi, kondisi Asma
pasien/kontrol dalam pengobatan tersebut). Penilaian kondisi
Asma dilakukan melalui penilaian klinis, kuesioner dengan
ACT. Sedangkan penilaian pengobatan meliputi obat
pengontrol yang digunakan, keteraturan menggunakan,
cara menggunakan serta masalah lainnya jika ada seperti
alasan ketidakpatuhan, faktor penyerta (komorbid) yang
memberatkan penyakit Asma, psikososial, dll.
Alat dan Instrumen Penilaian Kontrol Asma
Asma diklasikasikan berdasarkan kondisi kontrol Asma:
1) Asma terkontrol penuh.
2) Asma terkontrol sebagian.
3) Asma tidak terkontrol.
Untuk menentukan klasikasi dipakai ‘Asthma Control Test’
(ACT). ACT terdiri dari 5 (lima) pertanyaan untuk pasien
Asma.
Daftar pertanyaan ACT dapat dilihat pada tabel berikut:
65 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel 10. Daftar Pertanyaan ACT
66 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
c. Penggunaan CAT
d. Penggunaan Peak Flow Meter dan Menginterpretasi Hasil
APE
Tata Cara Penggunaan Peak Flow Meter lihat lampiran
Pengukuran Fungsi Paru
Alat pengukur fungsi paru adalah peak flow meter.
Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi dengan Peak flow
67 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
meter
Arus Puncak Ekspirasi (APE) adalah ekspirasi maksimum
selama satu manuver ekspirasi paksa yang diukur dengan
satu peak flow meter. Ini bisa digunakan pada pasien Asma
yang stabil dan selama serangan.
Pengukuran APE bisa dilakukan sebelum dan sesudah
memakai suatu bronkodilator. Yang pertama pada pagi hari
(ketika nilai-nilai biasanya dekat dengan yang terendah) dan
terakhir pada malam hari (ketika nilai-nilai biasanya
Pendekatan Praktis Kesehatan Paruing tinggi). Nilai terbaik
perorangan dari pasien dan variabilitas yang kecil harus
ditetapkan ketika pasien dalam pengobatan.
Teknik pengukuran APE
Bahan
Peak flow rate meter (tipe mini Wright) dengan perangkat
mulut yang disposibel (yang sekali pakai) atau perangkat
mulut plastik (yang dapat dibersihkan setiap habis pakai).
Pengukuran APE
Pasangkan perangkat mulut ke peak flow rate meter dan
geser panah/penanda pada garis 0 (dasar dari skala pada
alat).
1) Pasien berdiri dan memegang peak flow rate meter
secara mendatar tanpa menghalangi gerakan dari
penanda/ panah.
2) Jelaskan kepada pasien rincian dari manuver yang harus
dilakukan:
a) Tarik napas panjang melalui hidung.
b) Katupkan bibir mengelilingi perangkat mulut.
c) Tiup secepat mungkin sekali (jangan meletakkan
lidah pada perangkat mulut) seperti memadamkan
lilin atau meniup balon.
3) Catatlah hasilnya sesuai posisi baru penanda/panah.
4) Ulangi pengukuran ini dua kali. Pilihlah yang tertinggi
dari ketiga pembacaan sebagai nilai APE untuk
pengukuran ini (liter/menit).
68 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Jika ada keraguan tentang cara pasien melakukan manuver,
jelaskan lagi dan ulangi setelah 30 menit.
Menginterpretasi hasil APE
Hasil yang didaftar dibandingkan dengan nilai yang
diramalkan yang tercantum dalam tabel pada halaman
berikut. Nilai yang diramalkan bervariasi sesuai umur,
tinggi badan dan jenis kelamin pada orang dewasa.
Tabel 11. Nilai APE yang Normal pada Laki-laki (liter / menit)
TB
UMUR DALAM TAHUN
13 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
150 cm 449 462 491 515 532 539 538 524 497 456 399 325 233 152 cm 463 475 505 529 545 553 551 537 511 469 413 338 246
154 cm 476 489 518 542 559 566 564 550 524 483 426 352 259
156 cm 489 502 532 556 572 580 578 564 537 496 440 365 273
158 cm 503 515 545 569 585 593 591 577 551 509 453 379 286
160 cm 516 529 559 582 599 607 604 590 564 523 466 392 299
162 cm 529 542 572 596 612 620 618 604 577 536 480 406 313
164 cm 543 556 585 609 625 634 631 617 591 550 493 419 326
166 cm 556 569 599 622 639 647 644 631 604 563 506 433 340
168 cm 569 583 612 636 652 660 658 644 617 577 520 446 353
170 cm 583 596 625 649 665 674 671 658 631 590 533 459 367
172 cm 596 610 639 662 679 687 685 671 644 604 547 473 380
Sumber : Proyek Pneumobile Indonesia
69 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel 12. Nilai APE yang Normal pada Perempuan (liter / menit)
TB
UMUR DALAM TAHUN
13 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
150 cm 376 382 394 401 404 403 397 387 373 353 330 302 271
152 cm 385 391 402 410 413 411 406 395 381 362 338 311 279
154 cm 393 399 410 419 421 419 414 404 389 370 347 319 287
156 cm 401 407 419 426 429 428 422 412 398 379 355 328 296
158 cm 410 416 427 434 437 436 431 421 406 387 364 336 304
160 cm 418 424 436 443 446 445 439 429 414 395 372 344 313
162 cm 427 433 444 451 454 453 447 437 422 404 380 353 321
164 cm 435 441 452 460 463 461 455 446 431 412 389 361 329
166 cm 443 449 461 468 471 470 464 454 439 421 397 370 338
168 cm 452 457 469 476 479 478 472 462 448 429 406 378 346
170 cm 460 466 478 485 488 487 481 470 456 437 414 386 355
172 cm 469 474 486 493 496 495 489 479 464 446 422 395 363
Sumber : Proyek Pneumobile Indonesia
70 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Reversibilitas bronkodilator yang diuji dengan peak flow
meter (Salbutamol atau Fenoterol)
Pada pasien yang APE menurun dibandingkan dengan nilai
yang diramalkan (kurang dari 80% dari nilai yang
diramalkan) uji reversibilitas dengan suatu bronkodilator
(salbutamol atau fenoterol) membantu membedakan antara
hambatan bronkial yang reversibel (dalam hal diagnosis
Asma) dan hambatan bronkus yang tidak atau sedikit
reversibel (dalam hal diagnosis PPOK).
Prosedur yang perlu dilakukan adalah sbb:
1) Mengukur APE dalam liter/menit sebelum inhalasi suatu
bronkodilator.
2) Kocoklah inhaler dosis terukur yang mengandung
bronkodilator dan buka tutupnya.
3) Pasien harus menyemprot dan menghisap dua kali dengan
interval 1-5 menit:
a) Secara langsung dari inhaler dosis terukur atau
b) Melalui suatu spacer (spacer paten atau lokal) jika
pasien tidak dapat atau tidak tahu menggunakan
inhaler dosis terukur.
4) Jelaskan kepada pasien bahwa ia harus menarik napas
lambat dan dalam.
5) Menahan napas selama 10 detik sebelum mengeluarkan.
6) Tunggu 10 menit, lalu mengukur kembali APE (dalam
liter/menit) dengan teknik yang sama dan mencatat nilai
tertinggi.
Jika APE membaik sebanyak 15% atau lebih setelah
memakai bronkodilator, hasil tes reversibilitas bronkus
adalah positif.
Jika perbaikan APE kurang dari 15%, pasien harus dirujuk
ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut untuk
dilakukan uji fungsi paru dengan spirometri.
71 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
e. Penggunaan Nebulizer dan Penentuan Dosis Obat
Gambar 1. Cara Melakukan Terapi Dengan Nebulizer
72 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
73 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Gambar 2. Cara Perawatan Nebulizer
Catatan :
Manual penggunaan Nebulizer lebih lengkap lihat di Lampiran 4
Nebulizer adalah alat untuk memberikan obat inhalasi ke jalan
napas pada pasien dengan gangguan pernapasan.
Langkah-langkah penggunaan alat ini adalah sebagai berikut:
1) Masukkan obat ke dalam tempat obat pada nebulizer.
2) Pasang mouth piece atau masker inhalasi. untuk pasien anak
memakai masker yang kecil
Untuk lanjut usia dan pasien tidak sadar/gelisah dianjurkan
memakai masker.
74 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
1) Nyalakan nebulizer.
2) Pasien bernapas seperti biasa.
3) Obat diberikan sampai aerosol dari nebulizer habis.
4) Prosedur :
Pada anak penilaian respons nebulisasi dilakukan pada
menit ke 20, bila respons baik (gejala hilang) lihat alur
tatalaksana Asma anak serangan ringan. Bila respons
tetap/tidak ada perubahan nebulisasi diulang dan nilai
kembali pada menit 40 dan 60 (lihat alur tatalaksana Asma
anak serangan sedang dan berat). Pada serangan berat
pasien dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjut.
Tabel 13. Nama dan Dosis Obat Nama Obat Dosis Obat Salbutamol Anak : 1 nebul/kali ditambah NaCl 0.9%
hingga memenuhi ll volume sesuai spesikasi alat (umumnya 4-6 ml untuk jet nebuliser)
Beklometason
50 mgr, 250 mgr/ semprot
– 2 semprot / kali, – 4 kali / hari
Budesonid 100 mgr, 250 mgr, 400
mgr/ semprot
200 – 400 mgr, 2kali / hari maks 2400 mgr/hari
Flutikason
125 mgr/ semprot 125 – 250 mgr, 2kali / hari maks 1000 mgr / hari
f. Penggunaan Pulse Oxymeter
Digunakan untuk pengukuran saturasi oksigen dalam tubuh. Caranya cukup sederhana :
1) Nyalakan alat Pulse oxymeter
2) Jepit ujung ibu jari atau telunjuk dengan alat Pulse oxymeter
3) Baca hasil saturasi oksigen yang tertera di layar alat tersebut.
75 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
BAB IV
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Penerapan Praktis Kesehatan Paru di Fasilitas Kesehatan diperlukan
pemantauan dan evaluasi penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan
Paru. Dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi diperlukan sumber data
yang valid, diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang baik
sehingga data yang dikumpulkan, dapat diolah, dianalisa dan mudah
dalam interpretasinya.
A. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu e lemen yang
sangat penting dalam s istem informasi Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru. Oleh karena itu, fasilitas kesehatan harus dapat
melaksanakan sistem pencatatan pelaporan yang standar dan baku.
Fungsi pencatatan dan pelaporan adalah untuk memastikan seluruh
kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru berjalan dengan baik.
1. Pencatatan
Format pencatatan dan pelaporan Pendekatan Praktis Kesehatan
Paru di Fasilitas Kesehatan :
a. Kartu PAL 01: Kartu Pengobatan Pasien dengan Gangguan
Pernafasan.
b. Kartu PAL 02: Kartu Identitas Pasien
c . Register PAL 03: Register Harian F askes dengan Gangguan
Pernapasan
d. Formulir PAL 04: Surat Rujukan Pasien
e. Formulir PAL 0 6 : Fo rmu l i r Rekapitulasi Pasien Rujukan
f. Formulir PAL 05 A: Formulir Laporan bulanan Penemuan
Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur dan jenis
Kelamin ditingkat Faskes.
g. Formulir PAL 05 B: Formulir Rekapitulasi Laporan Tr iwu lan
Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur
dan jenis Kelamin ditingkat Kab/Kota.
h. Formulir PAL 05 C: Formulir Rekapitulasi Laporan Semester
Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur
dan jenis Kelamin ditingkat Provinsi.
76 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
2. Pelaporan :
Laporan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilakukan secara
berjenjang mulai dari fasilitas kesehatan sampai ke pusat.
Petugas kesehatan provinsi sesuai fungsinya diwajibkan melakukan
umpan balik dan pembinaan ke petugas kabupaten/kota. Petugas
kesehatan kabupaten/kota sesuai fungsinya diwajibkan melakukan
umpan balik dan pembinaan ke petugas fasilitas kesehatan dalam
penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
Laporan hasil kegiatan pelayanan kesehatan melalui pendekatan
Praktis Kesehatan Paru berisi jumlah kunjungan pasien dengan
gangguan pernapasan menurut kelompok umur dan jenis kelamin.
Laporan dilaksanakan pada masing-masing tingkatan :
a. Tingkat Fasilitas Kesehatan
· Laporan dibuat oleh koordinator Pendekatan P r a k t i s
K e s e h a t a n P a r u berkoordinasi dengan pengelola
program TB, Pneumonia, Asma, PPOK, dan petugas SP2TP
(Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu
Puskesmas).
· Laporan menggunakan Formulir PAL 05 A berisi data dari PAL
03 dan LB.01. serta rekapitulasi rujukan (PAL.06).
· Laporan disampaikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setiap bulan.
Catatan :
Kasus Pneumonia ≥�5 tahun yang ditemukan berdasarkan PAL.01
dicatat juga pada laporan program ISPA bulanan.
b. Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
· Laporan dibuat oleh koordinator Pendekatan P r a k t i s
K e s e h a t a n P a r u Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
· Laporan menggunakan Formulir PAL 05 B yang merupakan
rekapitulasi PAL 05.
· Laporan disampaikan ke Dinas Kesehatan Provinsi setiap 3
bulan.
77 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Pneumonia Komunitas Pada Dewasa
Pada dewasa, pneumonia dibagi menjadi pneumonia komunitas
dan pnemonia yang didapat di rumah sakit. Pada umumnya yang
terjadi di masyarakat adalah pneumonia komunitas. Diagnosis
pneumonia didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan sis,
foto toraks, dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia
komunitas ditegakkan apabila pada foto toraks terdapat
inltrat/air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di
bawah ini:
· Sesak napas
· Batuk
· Perubahan karakteristik sputum/ purulen
· Suhu tubuh > 380C aksila atau riwayat demam
· Nyeri dada
· Pada pemeriksaan sis dapat ditemukan tanda-tanda
konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
· Leukosit ≥�10.000 atau < 4.500
Penilaian derajat keparahan pneumonia komunitas dapat
dilakukan dengan sistem skor menurut Pneumonia Severity
Index (PSI) atau menggunakan kriteria CURB-65 yaitu
Confusion, Ureum > 40 mg/dl, frekuensi napas ≥�30x permenit,
tekanan sistolik < 90 mmHg, dan tekanan diastolik < 60 mmHg,
dan usia ≥� 65 tahun. Hal ini dapat mengindentikasi apakah
pasien dapat dirawat inap atau tidak. Bila CURB-65 skor 0-1
atau PSI < 70, maka pasien dapat dirawat jalan.
Pasien dengan kriteria di bawah ini segera dirujuk ke rumah sakit
a.l:
· Kesadaran menurun
· Frekuensi napas lebih dari 30x per menit
· Foto toraks menunjukkan Inltrat Multilobus
· Tekanan sistolik < 90 mmHg
· Tekanan diastolik < 60 mmHg
· Pneumonia pada Napza dirujuk ke rumah sakit.
Apabila pasien dirawat jalan, perlu diberikan pengobatan
suportif-simptomatik, al:
78 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
· Istirahat di tempat tidur
· Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
· Bila panas tinggi, perlu dikompres atau diberikan obat
penurun panas
· Bila perlu diberikan mukolitik dan ekspetoran
· Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
Antibiotik Empiris yang Digunakan
· Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
ATAU
o Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
· Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya.
o Fluorokuinolon respirasi (levooksasin 750 mg,
moksioksasin)
ATAU
o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
o β laktam ditambah makrolid
Pasien dengan faktor komorbid yang memiliki faktor yang dapat
mempegaruhi kecendurang terhadap jenis kuman tertentu dan
menjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan, seperti riwayat
penggunaan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, pecandu alkohol,
mempunyai penyakit kelainan dasar paru, mempunyai penyakit
kelainan yang multiple, pengobatan dengan kortikosteroid > 10
mg per hari dan gizi kurang.
3. Asma
Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang
melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya
sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di
dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau
menjelang pagi.
79 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
4. Proporsi kasus Pneumonia diantara seluruh kasus dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Sumber Data PAL 03 dan PAL 05 (2 dan 5A)
Numerator Jumlah Pneumonia yang ditemukan dengan pendekatan PAL (PAL 05 no 2)
Denominator Jumlah seluruh kasus dengan PAL (PAL 05, dan 5A)
Rumus Jumlah Pneumonia yang ditemukan dengan PAL
Jumlah seluruh kasus dengan PAL
Manfaat Mengetahui penemuan kasus Pneumonia melalui Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
5. Proporsi kasus Asma diantara seluruh kasus dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Sumber Data PAL 03 (kolom 14 – 17) dan PAL 05 (3A dan 5A)
Numerator Jumlah kasus Asma (kasus baru) yang ditemukan dengan
PAL (PAL 05 no 3A)
Denominator Jumlah seluruh kasus gangguan pernapasan dengan PAL
(PAL 05, 5A)
Rumus
Jumlah kasus Asma (kasus baru) yang ditemukan dengan PAL .
Jumlah seluruh kasus dengan PAL
Manfaat Mengetahui upaya penemuan kasus Asma (kasus baru)
melalui Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
6. Proporsi kasus PPOK diantara seluruh kasus gangguan
pernafasan dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Sumber Data PAL 03 dan PAL 05 (4A dan 5A)
Numerator Jumlah kasus PPOK (kasus baru) yang ditemukan dengan PAL (PAL 05 no 4A)
Denominator Jumlah seluruh kasus dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru (PAL 05, dan 5A)
x100%
X 100%
80 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Rumus
Jumlah kasus PPOK (kasus baru) yang ditemukan dengan PAL
Jumlah seluruh kasus dengan PAL
Manfaat Mengetahui upaya penemuan kasus PPOK melalui Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
7. Proporsi kunjungan kasus Asma yang mendapat
pengobatan inhalasi
Sumber Data PAL 03 (kolom 10, 14 – 17) dan PAL 05 (3A dan 3B)
Numerator Jumlah kunjungan kasus Asma yang mendapatkan pengobatan inhalasi (PAL 05 no 3A yang inhalasi saja)
Nominator Jumlah seluruh kunjungan kasus Asma (kasus baru dan kunjungan ulang/serangan) (PAL 05 no 3A + 3B)
Rumus
Jumlah kunjungan kasus Asma yang Mendapatkan pengobatan Inhalasi
Jumlah seluruh kunjungan kasus Asma (kasus baru dan ulang/serangan)
Manfaat
1) Mengetahui penatalaksanaannya sudah sesuai standar. 2) Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dari segi manajerial dan kualitas pelayanan.
8. Proporsi kun jungan kasus PPOK yang mendapat pengobatan
inhalasi.
Sumber Data PAL 03 (kolom 10) dan PAL 05 (4A dan 4B)
Numerator Jumlah kunjungan kasus PPOK yang mendapat pengobatan inhalasi (PAL 05 no 4A yang inhalasi saja)
Denominator Jumlah seluruh kunjungan kasus PPOK (kasus baru dan ulang/serangan) (PAL 05 no 4A + 4B)
Rumus
Jumlah kunjungan kasus PPOK yang Mendapat pengobatan Inhalasi .
Jumlah seluruh kunjungan kasus PPOK (kasus baru dan ulang/serangan) yang ditemukan dengan PAL
X 100%
X 100%
X 100%
81 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Manfaat
1) Mengetahui penatalaksanaannya sudah sesuai standar. 2) Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dari segi manajerial dan kualitas pelayanan.
9. Proporsi penyakit dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
yang berhasil dirujuk dan mendapat umpan balik
Sumber Data PAL 03, PAL 05 (5B) dan PAL 06
Numerator Jumlah kasus yang dirujuk dan mendapat umpan balik
Denominator Jumlah seluruh kasus yang dirujuk
Rumus
Jumlah kasus yang dirujuk dan mendapat umpan balik .
Jumlah seluruh kasus yang dirujuk
Manfaat
1) Menggambarkan keberhasilan sistem rujukan (jejaring eksternal).
2) Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dari segi manajerial.
X 100%
82 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
BAB V
PENUTUP
Dengan tersusunnya Petunjuk Teknis Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
atau disebut juga Practical Approach to Lung Health (PAL), maka upaya
meningkatkan penemuan terduga TB melalui penjaringan pasien gangguan
pernapasan dapat dilaksanakan, demikian juga dalam penemuan kasus
Pneumonia ≥� 5 tahun, Asma dan PPOK, serta peningkatan kualitas
penatalaksanaan Pneumonia ≥ 5 tahun, Asma dan Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) dapat dilaksanakan di semua fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kementerian
Kesehatan RI, Ditjen P2PL, 2011.
2. Petunjuk Teknis Upaya Berhenti Merokok pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan RI, 2013
3. Pedoman Pengendalian Asma, Kementerian Kesehatan RI, 2013
4. PNPK Tuberkulosis (Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan),
Kemkes 2013
5. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak, Dirjen P2PL Kemkes RI 2013
6. Hospital Care for Children Guidelines for the Management of
Common Illness with Limited Resourced, WHO, 2007
7. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak untuk Respirologi, IDAI 2012
8. Konsensus Nasional Asma Anak, UKK Respirologi IDAI 2004
9. Asma. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta 2004.
10. Global Initiative for Asthma (GINA). Revised 2014
11. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Updated
2014.
83 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
84 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
PETUNJUK PENGISIAN KARTU PENGOBATAN PASIEN DENGAN
GANGGUAN PERNAPASAN (PAL 01)
Nama : Tulis Lengkap
L/P : Di beri tanda dengan dilingkari
Umur : Di isi dengan umur dalam tahun
Alamat : Di isi lengkap
Pekerjaan : Di isi lengkap
Jika WUS : Di lingkari keterangan yang sesuai kondisi pasien
Keluhan Utama : Di isi keluhan batuk dan atau sesak
KB/KU : di lingkari apakah Kunjungan Ulang atau Kunjungan
Baru
Kartu Pasien diawa : di lingkari keterangan yang sesuai
KAB/KOTA : di isi nama Kabupaten /Kota
Kecamatan : di isi nama Kecamatan
Fasilitas Kesehatan : di isi nama Fasilitas Kesehatan
Tanggal : di isi tanggal pertama kali penderita datang ditangani
dengan strategi Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
No. Reg. PAL : di isi no reg.PAL untuk kunjungan pertama karena
gangguan pernafasan penyakit terkait Pendekatan
Praktis Kesehatan Paru, saat ini, terdiri dari 4 digit
mulai berlaku selama satu tahun, contoh :
0001/1/2013, khusus untuk suspek TB dibelakang no
digitnya ditambah huruf (s), contoh : 0001(s)/1/2013
No. RM : di isi no Rekam Medik Fasilitas Kesehatan
Batuk : di isi berapa hari mulai terjadinya keluhan utama.
Pertanyaan selanjutnya diisi sesuai dengan
85 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
keterangan yang didapat dari pasien dengan cara
lingkari yang sesuai
Jika Batuk 2-3 : di isi dengan tanda v pada kotak yang tersedia sesuai
jawaban minggu atau lebih pasien.
Batuk Berdahak : di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai
dan dijelaskan warna dahak dan atau perubahan
warna dahak, dan berapa lama telah ada keluhan
perubahan warna dahak tersebut.
Batuk Berdahak : di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai
keluhan dan diisi berapa banyak jumlah darah dalam
ml
Riw.kontak dengan : di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai
keluhan unggas mati mendadak
Sesak : di isi dengan beraoa hari keluhan sesak dirasakan
oleh pasien, keterangan selanjutnya di isi dengan cara
dilingkari keterangan yang sesuai keluhan dan mengisi
dengan keterangan lain sesuai jawaban yang
dirasakan oleh pasien.
Nyeri dada : dilingkari keterangan yang sesuai keluhan dan
dijelaskan keluhan nyeri dada tersebut sesuai dengan
keluhan pasien, misalnya rasa nyeri terus menerus di
dada sebelah kiri.
Riwayat penyakit : di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai
keluhan terdahulu
Apakah ada obat : obat yang diminum adalah obat yang diminum dalam
jangka 24 jam yang diminum sebelum pasien datang
berobat saat ini, dan jika ya diisi dengan nama, dosis,
dan frekeuensi obat yang diminum.
Jika diketahui PPOL : di isi dengan keterangan ya atau tidak, dan
perubahan warna dahak
Merokok : di coret keterangan yang tidak sesuai dan jika
jawaban ya, dijelaskan berapa lama merokok,
86 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
banyaknya menghisap rokok dalam satuan
batang/bungkus setiap harinya
Jika diduga HIV : Jika ditemukan pasien termasuk resiko tinggi terkena
HIV dengan adanya batuk berulang yang tidak
sembuh-sembuh, berat badan turun drastis, maka
dirujuk ke pelayanan VCT.
Pemeriksaan : Di isi dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan saat
ini.
Pengelompokan : Di isi sesuai dengan pengelompokan gejala dan atau
bila telah ditegakkan diagnosa pasti oleh dokter maka
di isi dengan diagnosa sesuai ICD-10
Tindakan : Di isi dengan Tatalaksana yang akan diberikan sesuai
pengelompokan penyakit/diagnosa, dan hasil dari
pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan ,
misalnya hasil APE 1, hasil SPS, dan rencana
pengobatan.
Lembar Kunjungan : Di isi dengan tanggal kedatangan untuk kunjungan
ulang, hasil ulang pemeriksaan, kesimpulan dan tidak
lanjut yang akan dilakukan kepada pasien.
87 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Fo
rmat
1K
AR
TU
PE
NG
OB
ATA
N P
AS
IEN
DE
NG
AN
GA
NG
GU
AN
PE
RN
AP
AS
AN
PE
ND
EK
ATA
N P
RA
KT
IS K
ES
EH
ATA
N P
AR
U (
PA
L 0
1)
IDE
NT
ITA
S P
AS
IEN
NA
MA
PE
KE
RJA
AN
Ka
rtu
Pa
sie
n d
iba
wa
: Y
a /
Tid
ak
:
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
:
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
UM
UR
JIK
A W
US
L/P
:
....
....
....
....
....
....
....
:
ha
mil
/ tid
ak
AL
AM
AT
Ke
luh
an
uta
ma
:
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
.:
..
....
....
....
....
....
....
...
KB
/ K
U*
Ba
tuk
: .
....
...h
ari. A
pa
ka
h s
eb
elu
mn
ya
An
da
me
ng
ala
mi b
atu
k?
Jik
a y
a:
- A
pa
ka
h
me
mb
ua
t A
nd
a t
erb
an
gu
n t
en
ga
h m
ala
m a
tau
din
i h
ari?
Ya
/ T
ida
k-
Ap
aka
h t
imb
ul se
tela
h la
tih
an
sik
: Y
a /
Tid
ak
Jik
a b
atu
k >
2 m
ing
gu
, ta
nya
ka
n :
- G
eja
la la
inn
ya
:
Ya
T
dk
Y
a T
dk
K
erin
ga
t m
ala
m
BB
me
nu
run
N
afs
u m
aka
n b
erk
ura
ng
PE
NIL
AIA
N
Riw
aya
t ko
nta
k (
BTA
+)
Ya
T
ida
k
Ba
tuk
be
rda
ha
k:
Ya
/ T
ida
kJik
a y
a,
ba
ga
ima
na
wa
rna
nya
? .
....
....
....
....
....
....
ap
aka
h ju
mla
hn
ya
be
rta
mb
ah
? Y
a /
Tid
ak
Jik
a y
a,
su
da
h b
era
pa
la
ma
? .
....
....
....
....
....
Ba
tuk b
erd
ara
h: Y
a /
Tid
ak,
Jik
a Y
a,
be
rap
a b
an
ya
k?
...
....
....
....
....
....
.ml
Riw
ay
at
ko
nta
k d
en
ga
n u
ng
ga
s s
ak
it /
ma
ti m
en
da
da
k :
Y
a /
Tid
ak
(bila
ya
(+
)
k
oo
rdin
asi d
en
ga
n s
urv
eile
ns A
I)
Se
sa
k:
....
....
....
....
....
....
....
.. H
ari
Ap
aka
h s
eb
elu
mn
ya
An
da
me
ng
ala
mi s
es
ak
na
pa
s?
Y
a /
Tid
ak,
Jik
a y
a:
- A
pa
ka
h e
pis
od
e t
ers
eb
ut
me
mb
ua
t a
nd
a t
erb
an
gu
n t
en
ga
h m
ala
m a
tau
din
i h
ari?
Ya
/ T
ida
k*
- A
pa
ka
h e
pis
od
e in
i tim
bu
l se
tela
h la
tih
an
sik
? Y
a /
Tid
ak
- A
pa
ka
h a
da
pe
nce
tus la
in?
Ny
eri
da
da
: Y
a /
Tid
ak,
Jik
a y
a,
ura
ika
n .
....
....
....
....
...
Riw
ay
at
pe
ny
ak
it t
erd
ah
ulu
T
B: Y
a /
Tid
ak
A
sm
a :
Ya
/ T
ida
k
P
PO
K: Y
a /
Tid
ak
G
ag
al Ja
ntu
ng
: Y
a /
Tid
ak
Ap
aka
h a
da
ob
at
ya
ng
dim
inu
m d
ala
m 2
4 ja
m s
eb
elu
mn
ya
: Y
a /
Tid
ak
Jik
a y
a,
ura
ika
n .
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
...
Jik
a d
ike
tah
ui P
PO
K,
tan
ya
ka
n:
- A
pa
ka
h d
ah
ak b
ert
am
ba
h b
an
ya
k ?
- A
pa
ka
h w
arn
a d
ah
ak b
eru
ba
h m
en
jad
i ku
nin
g a
tau
hija
u?
Me
rok
ok
: Y
a /
Tid
ak,
Jik
a y
a,
-
La
ma
: ..
....
....
.
- B
an
ya
kn
ya
: ..
....
....
....
..b
ata
ng
/bu
ng
ku
s/h
r-
A
da
ka
h w
arn
a B
B m
en
uru
n d
ala
m 3
bu
lan
te
rakh
ir?
Y
a /
Tid
ak
- Te
rpa
jan
as
ap
/ b
ah
an
la
in: Y
a /
Tid
ak
Jik
a d
ari w
aw
an
ca
ra d
idu
ga
ad
a H
IV (
fakto
r risik
o t
ing
gi, b
atu
k b
eru
lan
g,
tid
ak s
em
bu
h-s
em
bu
h,
BB
turu
n d
rastis)
ru
juk
ke
pe
lay
an
an
VC
T
Riw
aya
t P
en
ya
kit K
elu
arg
a
Ca
tata
n:
* lin
gka
ri y
an
g s
esu
ai
pa
da
ko
tak y
an
g s
esu
ai
LIH
AT
da
n D
EN
GA
RK
AN
:-
Lih
at
tin
gka
t ke
sa
da
ran
:
L
eta
rgi
Bin
gu
ng
Ge
lisa
h-
Fre
k.n
ap
as .
....
...x
/me
nit
-
Fre
k.n
ad
i: .
....
..x/m
en
it-
Su
hu
: ..
....
....
....
...
C
-
TD
: .
....
....
....
..m
mH
g-
BB
: ..
....
....
....
....
....
Kg
-
TB
: .
....
....
....
.. c
mJ
ika
did
ug
a T
B:
- A
nju
rka
n &
pe
riksa
da
ha
k S
PS
H
asil
: ..
....
....
/ ..
....
....
/ ..
....
....
Bila
ko
nta
k :
(+
)
la
ca
k k
on
tak &
m
ula
i p
rose
sp
en
jarin
ga
n
PE
ME
RIK
SA
AN
KL
AS
IFIK
AS
I
- W
he
ezin
g /
me
ng
i:
Ya
/ T
ida
k
nila
i u
lan
g s
ete
lah
1 ja
m p
en
go
ba
tan
aw
al
Am
ati
pe
rna
pa
sa
n
se
sa
k n
ap
as
Ya
/ t
ida
k,
jika
ya
, ka
pa
n:
- w
aktu
istira
ha
t
-
wa
ktu
bic
ara
- sa
at
be
rja
lan
liha
t p
en
gg
un
aa
n o
tot
ba
ntu
pe
rna
pa
sa
n
D
en
ga
rka
n:
pe
mb
ica
raa
n p
asie
n
T
ida
k b
isa
bic
ara
Bis
a b
ica
ra s
atu
-sa
tu k
ata
sa
ja
B
isa
bic
ara
da
lam
fra
sa
Bis
a b
ica
ra d
ala
m k
aim
at
Lih
at:
Ed
em
a p
ad
a k
ed
ua
ka
ki:
Ad
a / t
idak
Ya
T
ida
k
Ya
Tdk
KA
B/K
OTA
KE
CA
MA
TA
NFA
SK
ES
TA
NG
GA
LN
O. R
EG
PA
LN
O. R
M
: .
....
....
....
....
....
....
....
.:
...
....
....
....
....
....
....
...
: .
....
....
....
....
....
....
....
.:
...
....
....
....
....
....
....
...
: .
....
....
....
....
....
....
....
.:
...
....
....
....
....
....
....
...
TIN
DA
KA
N
88 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
LEM
BA
R K
UN
JUN
GA
N U
LAN
G/F
OLL
OW
-UP
PA
SIE
N P
AL
Ku
nju
nga
n U
lan
g :
TA
NG
GA
L P
EM
ER
IKS
AA
N H
AS
IL
KE
SIM
PU
LAN
TIN
DA
K L
AN
JUT
K
linis
A
PE
SP
IRO
ME
TR
I A
CT
Lab
/ P
eme
riks
aan
lain
K
linis
A
PE
SP
IRO
ME
TR
I A
CT
Lab
/ P
eme
riks
aan
lain
K
linis
A
PE
SP
IRO
ME
TR
I A
CT
Lab
/ P
eme
riks
aan
lain
K
linis
A
PE
SP
IRO
ME
TR
I A
CT
Lab
/ P
eme
riks
aan
lain
89 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
PETUNJUK PENGISIAN FORMAT KARTU IDENTITAS PASIEN
(PAL 02)
No. RM : Di isi nomor rekam medik Puskesmas
No. Reg PAL : Di isi no register PAL pasien sesuai dengan No Register
PAL pada PAL 01
Nama : Di isi lengkap
L/P : Di lingkari keterangan yang sesuai
Umur : Di isi umur dalam tahun
Pekerjaan : Di isi lengkap
Alamat : Di isi lengkap
Jadwal kontrol : Di isi no, tanggal dan keterangan kapan pasien datang
kembali untuk kontrol terkait gangguan pernafasan
kasus PAL
90 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Format 2.
KARTU IDENTITAS PASIEN
LEMBAR DEPAN
LEMBAR BELAKANG
Jadwal Kontrol/ periksa ulang
No Tanggal Ket
Ketarangan : se�ap pasien dengan gangguan pernapasan yang berkunjung ke Puskesmas akan mendapat no register PAL yang digunakan seterusnya sebagai tanda pengenal pasien PAL
KARTU IDENTITAS PASIEN PAL
No. RM : ………………………………………………………………………. No. Reg PAL : ………………………………………………………………………. Nama : ………………………………………………………………………. L/P Umur : ………………………………………………………………………. Pekerjaan : ………………………………………………………………………. Alamat : ………………………………………………………………………. ……………………………..……Tlpn/Hp …………….……..
91 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
PETUNJUK PENGISIAN REGISTER PAL HARIAN PUSKESMAS UNTUK PASIEN DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN (PAL 03)
Kolom 1 : Diisi dengan nomor urut kunjungan pasien pada bulan berjalan Kolom 2 : Tanggal berkunjung Kolom 3 : Diisi dengan no rekam medik Puskesmas Kolom 4 : Diisi dengan no reg PAL. Untuk kunjungan pertama diisi
pada kolom KB (Kunjungan Baru)
Nomor register PAL terdiri dari 4 digit mulai dari nomor urut pasien/bulan/tahun/PAL Nomor urut berlaku selama satu (1) tahun (1 Januari – 31 Desember). Contoh : 0001 Khusus untuk TB bila pasiennya masih suspek TB (baru), di belakang no digitnya ditambah huruf S. contoh : 0001 (S) Untuk suspek TB yang telah terdiagnosis sebagai pasien baru TB (BTA+, BTA neg Ro+ atau anak > 5 th) diisi di kolom 11 sesuai kode dalam ICD-10
Kolom 5 : Isilah no reg PAL untuk kunjungan ulang terkait kunjungan sebelumnya atau kunjungan untuk mendapat hasil pemeriksaan tambahan atau kunjungan ulang untuk penyakit PAL lainnya. Untuk kunjungan ulang diisi pada kolom KU (Kunjungan Ulang)
Khusus untuk suspek TB yang berkunjung ulang setelah mendapat pengobatan AB spectrum luas non OAT tetapi belum mengalami perbaikan dicatat di sini dengan no register suspek sebelumnya.
Kolom 6 : Diisi dengan nama lengkap pasien Kolom 7 : Diisi dengan usia pasien dalam tahun Kolom 8 : Diisi dengan jenis kelamin pasien. L = Laki-laki; P = Perempuan Kolom 9 : Tulis selengkap mungkin agar mudah untuk melacak,
termasuk nomer telp/HP
92 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Kolom 10 : Catatlah klasifikasi/diagnosis dan derajat keparahan penyakit yang dibuat dokter dalam PAL 01. Jika ada pemeriksaan spesialis�k/tambahan yang diperlukan, tuliskan pada kolom keterangan.
Kolom 11 : Tuliskan kode ICD-10 yang sesuai untuk diagnosis yang dimaksud Kolom 12-17 : Diisi dengan nama obat yang diberikan, frekuensi pemberian,
dan lama pemberian Kolom 18 : Diisi dengan jenis perawatan pasien (rawat jalan/inap).
Tuliskan RI bila pasien dirawat inap, tuliskan RJ bila dirawat jalan.
Kolom 19 : Berikan tanda rumput (V) bila dirujuk ke Rumah Sakit. Kolom 20 : Diisi dengan tanggal pasien dirujuk balik dari Rumah Sakit Kolom 21 : Diisi dengan nama Rumah Sakit
93 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Petunjuk Pengisian Laporan Bulanan Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Menurut Umur (PAL 05) A. Tingkat Fasilitas Kesehatan (PAL 05)
Sumber data adalah dari formulir PAL 01, PAL 03, dan LB. 01 Provinsi : Di isi nama Provinsi Kabupaten/Kota : Di isi nama Kabupaten/Kota Kecamatan : Di isi nama Kecamatan Fasilitas Kesehatan : Di isi nama Fasilitas Kesehatan Bulan : Di isi bulan Data yang dicatat Tahun : Di isi tahun data yang dicatat Tuberkulosis - Terduga TB : Diisi data pasien batuk ≥� 2 minggu disertai
gejala respiratori dan sistemik sesuai kelompok umur dan jenis kelamin - Semua Kasus Baru : Diisi data semua kasus Baru TB Paru
(termasuk didalamnya adalah BTA positif, BTA negative foto toraks proses spesik TB dan TB anak >5 th) sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.
- Kasus baru BTA pos : Diis data kasus baru TB dengan BTA pos sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Catatan : Untuk ketiga denisi di atas, untuk pengisian lakukan koordinasi dengan pengelola program TB Pneumonia ≥�5 tahun : Diisi data seluruh kasus baru pneumonia
sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Asma - Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru Asma sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin - Kunjungan ulang : Diisi data kasus serangan yang mendapat
inhalasi bukan kasus yang datang untuk kontrol sesuai umur dan jenis kelamin
PPOK - Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru PPOK sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin - Kunjungan ulang : Diisi kasus eksaserbasi yang mendapat
inhalasi bukan kasus yang datang untuk kontrol sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.
Gangguan Pernapasan - Jumlah Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru 4
Dengan Gangguan penyakit PAL (penjumlahan dari kasus Pernapasan baru TB, kasus baru Pneumonia, Kasus (4 Penyakit PAL) baru Asma dan Kasus baru PPOK) sesu- ai kelompok umur dan jenis kelamin
- Jumlah Total : Diisi data seluruh kunjungan 4 penyakit Kunjungan (penjumlahan dari kasus baru TB, Kasus Gangguan Baru Pneumonia, kasus baru + Kunju- Pernapasan ngan ulang Asma dan Kasus Baru + (4 Penyakit PAL) Kunjungan ulang PPOK) sesuai
kelompok umur dan jenis kelamin - Jumlah Total : Diisi data total seluruh kunjungan
Kunjungan gangguan pernapasan di faskes yang
94 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Gangguan termasuk gangguan saluran pernapasan Pernapasan atas, saluran pernapasan bawah, TB dan (termasuk Saluran) PPOK sesuai umur dan jenis kelamin Pernapasan Atas, Saluran Pernapasan Bawah, TB & PPOK
Data diambil dari Laporan Bulanan Fasilitas Kesehatan (LB 1) yang sudah dilatih PAL tidak termasuk kunjungan ke Puskesmas Pembantu (Pustu). Pengisian menyesuaikan dengan Format LB 1 masing-masing Kab/Kota penerapan PAL. Total kunjungan gangguan pernapasan (berdasarkan format LB1 Fasilitas Kesehatan di kab/kota penerapan PAL) merupakan penjumlahan dari :
DKI Jakarta (ICD-10) : - Tuberkulosis meliputi TB paru saja - Penyakit Saluran Pernapasan Bagian Atas meliputi tonsilitis, infeksi
akut saluran pernapasan bag atas, penyakit lain pada saluran pernapasan bag atas.
- Penyakit Lain pada Saluran Pernapasan Bawah meliputi Penumonia, Bronkitis, Asma, Penyakit lain dari saluran pernapasan bawah.
- Ditambahkan PPOK (dari reg PAL) →� apabila PPOK belum dimasukkan dalam salah satu kategori gangguan pernapasan dalam LB1
Jawa Barat (ICD-10) - Tuberkulosis meliputi TB paru BTA pos dengan atau tanpa
pemeriksaan biakan, TB Paru Klinis, TB Paru lainnya, TB Alat napas lainnya
- Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut meliputi nasofaringitis akut/common cold, sinusitis akut, faringitis akut, tonsillitis akut, laringitis akut, penyakit infeksi saluran pernapasan atas akut tidak spesik)
- Inuensa/Pneumonia meliputi Suspek AI, Inuensa, Broncho Pneumonia tidak spesik, Pneumonia
- Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut Lainnya (Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut Tidak Spesik)
- Penyakit Saluran Pernapasan Lainnya meliputi Alergi Rhinitis akibat Kerja, Sinusitis Kronikm Penyakit Saluran Pernapasan Bagian Atas Lainnya, Bronchitis, Asma, Status Asmatikus, Bronkiektasis, Bronkiolektasis, Penyakit Jaringan Interstitial Paru Lainnya)
- Ditambahkan PPOK (dari reg PAL) →� Apabila PPOK belum dimasukkan dalam salah satu kategori LB1
Lampung (ICD-9) - Tuberkulosis meliputi TB paru BTA pos tanpa biakan, TB Paru BTA
neg, TB Paru Klinis - Infeksi Akut Saluran Pernapasan Bagian Atas meliputi nasofaringitis
akut/common cold, sinusitis akut, pharyngitis akut, tonsillitis akut, laryngitis akut, tracheitis akut, epiglottis akut
- Inuenza/Pneumonia meliputi Inuensa, pneumonia - Infeksi Akut lain Saluran Pernapasan Bagian Bawah meliputi
Bronchitis Akut, Bronchiolitis Akut.
95 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
- Penyakit Saluran Pernapasan Lainnya meliputi Rinitis Kronis, Sinusitis Kronis, Nasal Polip, Transilitis Kronis, Laryngitis Kronis.
- Penyakit Saluran Pernapasan Bawah Kronik meliputi Bronchitis Kronis, PPOK, Asma Bronchiale, Status Asmatikus’
Jumlah Total : Diisi data jumlah seluruh kunjungan yang Kunjungan semua terdapat di fasilitas Kesehatan yang sudah Penyakit dilatih PAL sesuai kelompok umur dan
jenis kelamin (Fasilitas Kesehatan dibawah koordinasi Fasilitas Kesehatan yang dilatih PAL, Jumlah kunjungannya tidak dimasukkan ke dalam total kunjungan Fasilitas Kesehatan)
B. Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PAL 05B)
Sumber data adalah dari formulir PAL 05A semua Fasilitas Kesehatan di Kabupaten/Kota tersebut. Provinsi : Di isi nama Provinsi Kabupaten/Kota : Di isi nama Kabupaten/Kota Bulan : Diisi bulan Data yang dicatat Tahun : Diisi tahun data yang dicatat Tuberkulosis - Terduga TB : Diisi data jumlah terduga TB semua fasilitas
kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. - Semua Kasus Baru : Diisi data jumlah semua kasus Baru TB Paru
semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. - Kasus Baru BTA pos : Diisi data jumlah kasus baru TB Paru dengan
BTA pos semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.
Pneumonia ≥�5 tahun : Diisi data jumlah seluruh kasus baru pneumonia senua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Asma - Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru Asma,
semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin - Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua
fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin PPOK
- Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru PPOK, semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
- Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Gangguan Pernapasan - Jumlah Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit
dengan Gangguan PAL semua fasilitas kesehatan sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)
- Jumlah Total : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit
Kunjungan Gangguan PAL semua fasilitas kesehatan sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)
96 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
- Jumlah Total : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit Kunjungan Gangguan PAL semua fasilitas kesehatan sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)
Jumlah Total : Diisi data jumlah seluruh kunjungan Kunjungan semua semua Fasilitas Kesehatan sesuai Penyakit kelompok umur dan jenis kelamin
C. Tingkat Dinas Kesehatan Provinsi/Kota (PAL 05C)
Sumber data adalah dari formulir PAL 05A semua Fasilitas Kesehatan di Kabupaten/Kota di Provinsi tersebut. Provinsi : Di isi nama Provinsi Bulan : Diisi bulan Data yang dicatat Tuberkulosis - Terduga TB : Diisi data jumlah terduga TB semua Dinkes
Kab/Kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.
- Semua Kasus Baru : Diisi data jumlah semua kasus Baru TB Paru semua Dinkes Kab/Kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.
- Kasus Baru BTA pos : Diisi data jumlah kasus baru TB Paru dengan BTA pos semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.
Pneumonia ≥�5 tahun : Diisi data jumlah seluruh kasus baru pneumonia senua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Asma - Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru Asma,
semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
- Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
PPOK - Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru PPOK,
semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
- Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Gangguan Pernapasan - Jumlah Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit
dengan Gangguan PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)
- Jumlah Total : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit
Kunjungan Gangguan PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)
97 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
- Jumlah Total : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit Kunjungan Gangguan PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)
Jumlah Total : Diisi data jumlah seluruh kunjungan Kunjungan semua semua Dinkes Kab/Kota sesuai Penyakit Penyakit kelompok umur dan jenis kelamin
La
po
ran
Bu
lan
an
Pe
ne
mu
an
Pe
ny
ak
it G
an
gg
ua
n P
ern
ap
as
an
PA
L m
en
uru
t U
mu
rT
ing
ka
t F
as
ilit
as
Ke
se
ha
tan
(P
AL
05
A)
(dia
mb
il d
ari
Re
gis
ter
Ha
ria
n P
AL
03
/TB
06
/TB
04
/TB
03
/LB
1 F
as
ilit
as
Ke
se
ha
tan
)P
rovi
nsi
Bula
nK
eca
mata
nF
asili
tas K
ese
hata
nB
ula
n
: .....................................................................
: .....................................................................
: ....................................................................
: ....................................................................
: ....................................................................
Tahun : .................................................
No.
Kunju
ngan P
enya
kit Te
rkait P
AL
Sum
ber
Data
1 2 3 4 5 6
Tuberk
ulo
sis
A. Te
rduga T
BB
. S
em
ua K
asus B
aru
C. K
asu
s B
aru
BTA
pos
Pneum
onia
> 5
tahun
Asm
aA
.Kasu
s B
aru
B. K
unju
ngan U
lang (
sera
ngan)
PP
OK
A. K
asu
s B
aru
B. K
unju
ngan U
lang (
eksa
serb
asi)
Gangguan P
ern
apasa
nA
. Ju
mla
h K
asu
s B
aru
dengan G
angguan
P
ern
apasa
n (
4 P
enyakit
PA
L)
B. Ju
mla
h T
ota
ll K
unju
ngan d
engan G
angguan
P
ern
apasa
n (
4 P
enyakit
PA
L)
C. Jum
lah T
ota
l K
unju
ngan d
engan G
angguan
P
ern
apasa
n (
term
asuk S
alu
ran P
ern
apasa
n A
tas,
S
alu
ran P
ern
apasan B
aw
ah, T
B d
an P
PO
K)
Jum
lah T
ota
l Kunju
ngan (
Sem
ua P
enya
kit)
PA
L 0
3P
AL 0
3P
AL 0
3P
AL 0
3
PA
L 0
3P
AL 0
3P
AL 0
3
PA
L 0
3
1B
+2+
3A
+4A
1B
+2+
3A
3B
+4A
+4B
LB
1
LB
1
Kelo
mpok
Um
ur
dan J
enis
Kela
min
L P
15 -
44
45 -
49
60 -
69
> 7
0JU
MLA
H5 -
14
L P
L P
L
P
L
P
L
P
Men
geta
hui
(
)
Yang m
ela
po
rka
n,
(
)
....
....
....
....
....
..,
....
..,
....
....
....
....
....
....
....
....
98 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
La
po
ran
Bu
lan
an
Pe
ne
mu
an
Pe
ny
ak
it G
an
gg
ua
n P
ern
ap
as
an
PA
L m
en
uru
t U
mu
rT
ing
ka
t D
ina
s K
es
eh
ata
n K
ab
up
ate
n/K
ota
(P
AL
05
B)
(dia
mb
il d
ari
La
po
ran
Bu
lan
an
PA
L 0
5A
se
ma
Fa
sil
ita
s K
es
eh
ata
n)
Pro
vin
siK
abupate
n/K
ota
Bula
n
: .....................................................................
: .....................................................................
: .....................................................................
Tahun : .................................................
No.
Kunju
ngan P
enya
kit Te
rkait P
AL
Sum
ber
Data
1 2 3 4 5 6
Tuberk
ulo
sis
A. Te
rduga T
BB
. S
em
ua K
asu
s B
aru
C. K
asus
Baru
BTA
pos
Pneum
onia
> 5
tahun
Asm
aA
.Kasu
s B
aru
B. K
unju
ngan U
lang (
sera
ngan)
PP
OK
A. K
asu
s B
aru
B. K
unju
ngan U
lang (
eks
aserb
asi
)G
angguan P
ern
apasan
A. Jum
lah K
asus
Baru
dengan G
angguan
P
ern
apasa
n (
4 P
enya
kit P
AL)
B. Ju
mla
h T
ota
ll K
unju
ngan d
engan G
angguan
P
ern
apasa
n (
4 P
enya
kit P
AL)
C. Ju
mla
h T
ota
l Kunju
ngan d
engan G
angguan
P
ern
apasa
n (
term
asu
k S
alu
ran P
ern
apasan A
tas,
S
alu
ran P
ern
apasa
n B
aw
ah, T
B d
an P
PO
K)
Jum
lah T
ota
l Kunju
ngan (
Sem
ua P
enyakit)
PA
L 0
5A
PA
L 0
5A
PA
L 0
5A
PA
L 0
5A
PA
L 0
5A
PA
L 0
5A
PA
L 0
5A
PA
L 0
5A
PA
L 0
5A
PA
L 0
5A
PA
L 0
5A
PA
L 0
5A
Kelo
mpok
Um
ur
dan J
enis
Kela
min
L P
15 -
44
45 -
49
60 -
69
> 7
0JU
MLA
H5 -
14
L P
L P
L
P
L
P
L
P
Mengeta
hui
(
)
Yang m
ela
po
rka
n,
(
)
....
....
....
....
....
..,
......
, ..
....
....
....
....
....
....
....
..
99 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
La
po
ran
Bu
lan
an
Pe
ne
mu
an
Pe
ny
ak
it G
an
gg
ua
n P
ern
ap
as
an
PA
L m
en
uru
t U
mu
rT
ing
ka
t D
ina
s K
es
eh
ata
n P
rov
ins
i (P
AL
05
C)
(dia
mb
il d
ari
La
po
ran
Bu
lan
an
PA
L 0
5B
se
mu
a D
ina
s K
es
eh
ata
n K
ab
up
ate
n/K
ota
)P
rovi
nsi
Bula
n: .....................................................................
: .....................................................................
Tahun : .................................................
No.
Kunju
ngan P
enya
kit T
erk
ait P
AL
Sum
ber
Data
1 2 3 4 5 6
Tuberk
ulo
sis
A. Te
rduga T
BB
. S
em
ua K
asu
s B
aru
C. K
asu
s B
aru
BTA
pos
Pneum
onia
> 5
tahun
Asm
aA
.Kasu
s B
aru
B. K
unju
ngan U
lang (
sera
ngan)
PP
OK
A. K
asus
Baru
B. K
unju
ngan U
lang (
eks
aserb
asi)
Gangguan P
ern
apasa
nA
. Ju
mla
h K
asu
s B
aru
dengan G
angguan
P
ern
apasa
n (
4 P
enyaki
t P
AL)
B. Ju
mla
h T
ota
ll K
unju
ngan d
engan G
angguan
P
ern
apasa
n (
4 P
enyaki
t P
AL)
C. Jum
lah T
ota
l Kunju
ngan d
engan G
angguan
P
ern
apasa
n (
term
asuk
Salu
ran P
ern
apasan A
tas,
S
alu
ran P
ern
apasa
n B
aw
ah, T
B d
an P
PO
K)
Jum
lah T
ota
l Kunju
ngan (
Sem
ua P
enya
kit)
PA
L 0
5B
PA
L 0
5B
PA
L 0
5B
PA
L 0
5B
PA
L 0
5B
PA
L 0
5B
PA
L 0
5B
PA
L 0
5B
PA
L 0
5B
PA
L 0
5B
PA
L 0
5B
PA
L 0
5B
Kelo
mpok
Um
ur
dan J
enis
Kela
min
L P
15 -
44
45 -
49
60 -
69
> 7
0JU
MLA
H5 -
14
L P
L P
L
P
L
P
L
P
Mengeta
hui
( )
Yang m
ela
po
rka
n,
(
)
....
....
....
....
....
..,
....
..,
....
....
....
....
....
....
....
....
100 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Re
ka
pit
ula
si
Pa
sie
n Y
an
g D
iru
juk
Ke
Fa
sil
ita
s K
es
eh
ata
n R
uju
ka
n T
ing
ka
t L
an
jut
(PA
L 0
6)
Fa
silit
as
Ke
seh
ata
nK
ab
up
ate
n/K
ota
Pro
vin
siB
ula
nTa
hu
n
: .
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
..:
...
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
: .
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
..:
...
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
: .
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
....
..
No
Ta
ng
ga
lN
o R
eg
PA
LN
am
a P
as
ien
Um
ur
LP
Dia
gn
os
isA
wa
lD
iru
juk
ke
Dir
uju
k/D
iru
juk
Ba
lik
da
riD
iag
no
si A
kh
irK
ete
ran
ga
nTa
ng
ga
lP
KR
TL
Me
ng
eta
hu
i
(
)
Ya
ng
me
lap
ork
an
,
(
)
....
....
....
....
....
..,
....
..,
....
....
....
....
....
....
....
....
101 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA