Post on 25-Nov-2021
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 1
UJI COBA/DEMONSTRASI PLOT TEKNOLOGI PENANGKARAN BENIH PADI
DI KABUPATEN MAROS
Idaryani, dkk
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pemerintah Sulawesi Selatan telah mencanangkan surplus beras dua
juta ton pada tahun 2012. Selain target produksi, Pemda Sulawesi Selatan
juga mencanangkan swasembada benih khususnya tanaman pangan (padi)
pada tahun 2010. Sementara itu, produktivitas tanaman padi di Sulawesi
Selatan masih rendah baru mencapai rata-rata 4,6 t/ha (Dinas Pertanian
Sulsel, 2007). Meskipun terdapat trend peningkatan produktivitas setiap
tahunnya, akan tetapi trend tersebut masih sangat kecil sehingga belum
mendekati angka potensi produktivitas tanaman tersebut yaitu 6 – 8 ton/ha.
Salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas tanaman adalah
masih terbatasnya penggunaan benih bermutu di tingkat petani, pada padi
misalnya baru mencapai 55 % pada tahun 2007 (BPSBTPH IV, 2008),
meskipun ada kecenderungan terjadi peningkatan penggunaan benih bermutu
setiap tahun. Hal ini antara lain disebabkan mahalnya harga benih bermutu,
terbatasnya stok benih pada saat dibutuhkan petani, keengganan petani
menjadi penangkar benih (terutama padi dan jagung) karena ongkosnya
produksinya lebih tinggi sementara harga jualnya hampir sama dengan harga
produk konsumsi (Muhammad, 2010).
Penyediaan benih unggul memegang peranan yang menonjol diantara
teknologi yang dihasilkan melalui penelitian, baik dalam kontribusinya terhadap
peningkatan hasil persatuan luas maupun sebagai salah satu komponen utama
dalam pengendalian hama dan penyakit. Selain itu, varietas unggul dinilai
mudah diadopsi petani dengan tambahan biaya yang relatif murah dan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 2
memberikan keuntungan langsung kepada petani. Tetapi disisi lain, informasi
terhadap varietas baru yang telah dilepas Badan Litbang berjalan lambat.
Penangkar benih atau kelompok tani yang melakukan penangkaran
benih merupakan satu unit kelembagaan yang memegang peranan penting
dalam penyediaan benih/bibit bermutu. Disisi lain, para penangkar benih yang
ada saat ini masih mengalami berbagai masalah, baik masalah teknis maupun
non teknis. Karena itu upaya penguatan kelompok tani/penangkar untuk
menghasilkan benih bermutu merupakan salah satu strategi untuk memacu
peningkatan dan mutu hasil tanaman pertanian. Hal ini hanya dapat terwujud
jika kegiatan penangkaran memberikan keuntungan yang signifikan bagi
petani/kelompok tani. Sehingga petani mempunyai akses yang lebih luas dalam
memperoleh benih bermutu untuk kepentingan usahataninya dengan harga
terjangkau, tepat waktu, dan dalam jumlah yang cukup.
Salah satu pendekatan sistem produksi benih saat ini adalah
pengembangan penangkaran benih berbasis masyarakat, dimana masyarakat
tani secara berkelompok (Gapoktan) didorong memproduksi sendiri kebutuhan
benihnya pada hamparan kelompoknya, sehingga akan lebih menghemat
waktu dan biaya, untuk selanjutnya dapat menjadi unit produksi benih yang
berorientasi agribisnis. Upaya simultan yang diperlukan untuk mendukung hal
tersebut antara lain peningkatan kemampuan para penangkar serta penguatan
kelembagaan mereka melalui penyuluhan dan pendampingan.
Penangkar benih atau kelompok tani yang melakukan penangkaran
benih merupakan satu unit kelembagaan yang memegang peranan penting
dalam penyediaan benih bermutu. Disisi lain, para penangkar benih yang ada
saat ini masih mengalami berbagai masalah, terutama masalah teknis.
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan introduksi teknologi
penangkaran benih padi. Upaya tersebut dapat ditempuh dengan
meningkatkan keterampilan petani-penangkar menghasilkan benih bermutu.
Sedangkan upaya untuk mempercepat penyebarluasan teknologi penangkaran
benih padi dengan cara mendekatkan, memperkenalkan, dan
memperagakannya ditingkat petani melalui kegiatan demonstrasi plot
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 3
(demplot). Dengan demplot petani tidak saja melihat dan melakukannya akan
tetapi berdampak positif bertambahnya keyakinan dan kepercayaannya.
Akhirnya akan mendorong minat dan mampu menerapkannya.
Agar petani lebih mendalami dan memahami proses pembelajaran ini
diperlukan berbagai media penyuluhan pertanian yang sesuai dengan daya
pikir dan daya nalar petani. Di antaranya adalah dengan metode Demplot, dan
cara ini adalah suatu bentuk metode penyuluhan pertanian yang melibatkan
cara dan penyerapan teknologi baru dengan lebih sempurna.
Demplot merupakan tempat bagi petani-penangkar belajar sambil
berbuat untuk menjadi tahu dan mau menyelesaikan sendiri masalahnya
secara lebih baik sehingga hasil usaha taninya lebih menguntungkan, sebab
petani dan keluarganya dapat belajar dari pengalaman yang mereka alami
sendiri, selama petani menjadi pelaku dalam kegiatan demplot.
Salah satu kegiatan utama BPTP Sulawesi Selatan adalah mendukung
program demonstrasi teknologi pertanian yang dilakukan di daerah FMA pada
kegiatan FEATI. Dengan dukungan tersebut diharapkan petani pelaksana FMA
dapat mengadopsi teknologi tersebut untuk disebar luaskan ke anggotanya.
Secara garis besar tujuan FMA adalah untuk meningkatkan kemampuan pelaku
utama dan pelaku usaha dalam merencanakan, mengorganisasikan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan penyuluhan
pertanian dari, oleh dan untuk pelaku utama dan pelaku usaha dalam
mengelola usahanya secara optimal dalam rangka peningkatan pendapatan
dan kesejahteraan keluarga pelaku utama secara berkelanjutan.
2. Tujuan
Mensosialisasikan dan mendemonstrasikan paket teknologi penangkaran
benih padi melalui penerapan secara langsung di tingkat petani-
penangkar
Memperoleh umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomi, dan sosial
teknologi penangkaran benih padi di Kabupaten Maros
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 4
3. Perkiraan Keluaran
Tersosialisasinya teknologi penangkaran benih padi di tingkat petani-
penangkar
Umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomis, sosial dan budaya
petani dengan teknologi penangkaran benih padi yang didemonstrasikan
4. Perkiraan Hasil
Petani-penangkar memahami, menerima, dan terampil menghasilkan
benih padi bermutu
Petani dapat menggunakan metode dan media penyuluhan pertanian yang
sesuai untuk melakukan transfer teknologi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 5
TINJAUAN PUSTAKA
Benih merupakan tahap yang menentukan dalam siklus pertanian. Teknologi
benih yang meliputi tahapan-tahapan teknik penanaman, pembersihan,
pengeringan, dan pengaturan kandungan air serta sejumlah proses berikutnya untuk
memperbaiki viabilitas maupun daya kecambah benih. Tata niaga benih meliputi
pengepakan, labeling, penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Semua tahapan
tindakan tersebut sangat menentukan kualitas benih dan pada akhirnya akan
menentukan produktivitas riel di lapangan.
Benih unggul bermutu merupakan tumpuan utama keberhasilan usahatani,
bahkan kemampuan daya hasil benih dari kultivar unggul bermutu merupakan
penentu batas atas keberhasilan usahatani. Kultivar unggul tersebut umumnya
dihasilkan oleh lembaga-lembaga pemerintah kecuali benih hibrida. Industri
perbenihan yang ada saat ini umumnya bersifat perbanyakan kultivar unggul yang
dihasilkan oleh lembaga pemerintah tersebut. Meskipun demikian untuk mengakses
benih spesifik lokasi oleh petani tidak mudah, karena benih kadang tidak tepat
waktu pada saat dibutuhkan dan harga benih relatif mahal dibanding dengan harga
jual produk benih tersebut, sehingga memperbesar biaya usahatani dan mengurangi
keuntungan usahatani.
Benih bermutu merupakan syarat utama dalam mendukung keberhasilan
suatu tanaman. Mutu benih meliputi mutu fisik, fisiologis, dan mutu genetik. Mutu
fisik meliputi : (1) kebersihan benih kotoran fisik dan campuran biji-biji pecah atau
biji tanaman lain; (2) penampilan benih (ukuran benih) dan warna kulit benih. Mutu
fisiologis dilihat dari kemampuan benih untuk tumbuh normal dalam kondisi yang
serba normal pula. Sedangkan mutu genetik adalah benih yang jelas dan benar
identitas genetiknya, serta tidak terdapat campuran varietas lain.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 6
Secara spesifik, penggunaan benih bermutu tinggi berdampak pada
pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil panen yang tinggi. Syarat benih bermutu
adalah : (1) murni dan diketahui nama varietasnya; (2) daya tumbuh benih tinggi
(minimal 80%) dan vigornya baik; (3) biji sehat, bernas, tidak keriput, dipanen pada
saat biji telah matang; (4) dipanen dari tanaman yang sehat tidak terinfeksi
penyakit, dan (5) benih tidak tercampur biji tanaman lain atau biji rerumputan
(Wirawan dan Wahyuni, 2002).
Kegiatan produksi benih meliputi berbagai kegiatan yang dimulai dari
persiapan menanam benih sampai benih dihasilkan kembali dan siap disalurkan
kepada konsumen. Budidaya tanaman produksi benih terdiri atas :
Persiapan
Untuk mengusahakan pertanaman benih diperlukan persiapan yang seksama.
Sementara hasil benih merupakan kepentingan utama, mutunya juga sama
pentingnya. Hasil benih yang tinggi tetapi dengan mutu yang rendah tidak akan
memberikan keuntungan. Untuk menghasilkan benih bermutu baik dalam jumlah
yang banyak memerlukan perencanaan yang matang.
Lapang produksi harus dipersiapkan, tergantung skala produksinya, bahkan
beberapa musim sebelumnya. Tanaman terdahulu harus tidak mengandung sumber
tanaman voluntir, gulma, dan penyakit terbawa benih (seed borne diseases), yang
walaupun tidak dapat dihilangkan sama sekali tetapi hendaknya ditekan sekecil
mungkin.
Penanaman
Penanaman dapat dilakukan langsung di lapangan maupun disemai dahulu di
pembibitan, kemudian bibitnya dipindah ke lapangan. Apabila dilakukan penanaman
langsung di lapangan maka benih dalam satu lubang jangan terlalu banyak, agar
lebih mudah melakukan roguing apabila ada tipe simpang.
Sedangkan penanaman melalui penyemianan, penyiapan bedengan semai
perlu mendapat perhatian, demikian juga halnya dengan prosedur semai dan mutu
benih yang disemai untuk menjamin hasil benih yang bebas dari kontaminasi oleh
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 7
gulma atau tipe simpang (off-type). Lahan harus bebas dari benih-benih terkubur
dari spesies yang sama dan benih gulma yang akan menyulitkan saat panen.
Penyiapan lahan yang baik akan memudahkan pemeliharaan tanaman dan
panen. Kegagalan yang umum adalah menghasilkan bidang semai yang tidak
menjamin kontak benih yang baik dengan tanah dan kedalaman tanam yang
berlebihan.
Isolasi
Isolasi tanaman penghasil benih dari berbagai sumber kontaminasi
merupakan persyaratan yang perlu untuk menumbuhkan tanaman penghasil benih.
Isolasi tanaman yang baik dapat mengurangi terjadinya kemungkinan-kemungkinan
sebagai berikut : (1) tercampurnya benih dari varietas yang berbeda pada saat
panen dilakukan; (2) penyerbukan silang antara pertanaman yang berbeda varietas,
dan (3) penyebaran hama dan penyakit dari tanaman inang yang lain.
Pada dasarnya terdapat dua macam teknik isolasi, yaitu isolasi jarak dan
isolasi waktu.
a. Isolasi Jarak
Isolasi jarak dimaksudkan agar dua varietas tanam yang berbeda dipisahkan
bloknya satu sama lainnya dengan jarak tertentu (jarak minimal 3 meter untuk
tanaman padi). Teknik isolasi ini dapat dilaksanakan dengan (1) mengosongkan
tanah antara kedua blok jarak itu, (2) menanamnya dengan tanaman lain, atau
(3) tanpa isolasi tapi tanaman yang selebar 3 meter dari kedua batas areal itu
pada waktu panen dikeluarkan dari calon benih
Jarak isolasi ditetakan tergantung pada cara penyerbukan tanaman, kemurnian
genetik yang diinginkan dan kondisi lingkungan selama penyerbukan.
Pertimbangan utama dalam menentukan jarak isolasi yang memadai bagi
tanaman penghasil benih adalah apakah tanaman tersebut bersifat menyerbuk
sendiri atau lebih bersifat menyerbuk silang. Jarak aktualnya tergantung pada
apakah serbuk sari dibawa udara atau serangga, pelokasian tanaman dan tingkat
resiko yang dapat diterima. Jarak yang aman tergantung pada arah angin dating.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 8
Isolasi jarak yang diperlukan juga dipengaruhi oleh kategori benih yang
diperbanyak. Benih dengan kelas yang lebih tinggi mempunyai standar
kemurnian yang lebih tinggi daripada benih dari kelas yang rendah.
b. Isolasi Waktu
Isolasi waktu dilaksanakan dengan memberikan selang waktu tanam yang
berbeda antara dua varietas yang berbeda dengan blok/areal berdampingan
sehingga saat pembungaan berbeda pula (minimum 30 hari).
Dengan menerapkan isolasi waktu, produksi benih suatu jenis tanaman dengan
varietas yang berbeda dapat dilaksanakan setiap tahunnya pada areal yang
sama.
Pemupukan
Dalam fase perkembangan vegetative tanaman, hara mineral yang cukup
(terutama nitrogen, fosfor, dan kalium) diperlukan untuk membangun struktur
tanaman dengan jumlah maksimum pada posisi tempat benih berkembang. Setelah
pembungaan, luas daun yang aktif akan berkurang.
Penggunaan pupuk yang benar sangat penting bagi produksi benih agar
dapat diperoleh hasil yang maksimum. Dengan demikian maka perlu diidentifikasi
kekurangan mineral dalam tanah dan menetapkan program pemupukan yang
berimbang sehingga dapat menghindari keterbatasan hara bagi produksi benih di
lingkungannya.
Ketepatan pemupukan sangat penting karena menentukan keserempakan
waktu pembungaan. Dalam hubungan ini maka penangkar benih harus dapat
membedakan unsur-unsur yang memiliki peran spesifik dalam produksi benih dan
hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang normal.
Pengairan
Pengairan diberikan untuk menghindari masalah kekurangan air bagi
tanaman. Tanaman memiliki tahap-tahap ktitis terhadap kadar air tanah selama
siklus hidupnya. Tanaman-tanaman yang baru ditanam biasanya memerlukan
pengairan yang lebih sering daripada tanaman yang sudah mantap
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 9
pertumbuhannya. Harus diusahakan agar tidak terjadi kekurangan air antara saat
pembungaan hingga terbentuknya bunga secara lengkap, demikian juga pada fase
pematangan benih. Pengairan yang diberikan pada saat pembungaan pada
umumnya dapat meningkatkan produksi benih.
Pengairan yang teratur memungkinkan produksi benih di lingkungan yang
paling sesuai untuk menghasilkan benih yang tinggi. Lingkungan yang kering dengan
taraf irigasi yang tinggi dan teratur selama pembungaan dan pemasakan benih
memiliki potensi hasil yang lebih tinggi. Pasokan air bagi pertanaman kemudian
dapat dimanipulasi untuk menghasilkan sejumlah besar tempat pembungaan,
merangsang pembungaan bagi tanaman, menjamin kelembapan yang cukup untuk
pemasakan dan menyediakan kondisi yang sesuai.
Manfaat lebih lanjut dari irigasi adalah memungkinkan penambahan luas
tanam atau musim tanam dan pengendalian teknik budidaya tanaman yang rutin,
misalnya pengendalian gulma prasemai, penanaman dan pemupukan yang tepat
musim, dan perangsangan pertumbuhan gulma prasemai.
Pengendalian Gulma
Gulma perlu dikendalikan karena merupakan pesaing tanaman dalam memperoleh
air, cahaya dan unsur hara, disamping dapat merupakan inang dari hama dan penyakit
tertentu. Beberapa jenis gulma mungkin dapat menyerbuk silang dengan tanaman yang kita
tanam.
Pengendalian gulma pada pertanaman untuk menghasilkan benih dapat dilakukan
dengan cara ekologis yaitu pengendalian gulma melalui pengelolaan tanaman yang baik,
sedangkan pengendalian gulma secara kimia memerlukan ketepatan jenis, dosis, dan waktu
penggunaannya. Pengendalian gulma dengan tangan sering lebih selektif dan efektif
daripada dengan cara kimia, terutama jika tenaga kerja berlimpah.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Serangan oleh hama dan penyakit dalam pertanaman dipengaruhi sedikit banyak
oleh iklim dan kehadiran mereka di dalam tanah. Serangan hama dan penyakit harus
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 10
diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam pemilihan wilayah, atau lahan untuk
perbanyakan benih.
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan alternatif usaha :
menggunakan varietas yang tahan atau toleran, menanam benih yang bebas hama dan
penyakit yang dibawa benih, menggunakan bahan kimia untuk pemberantasan, atau
melaksanakan rotasi tanaman.
Roguing /seleksi
Roguing /seleksi merupakan teknik yang dilaksanakan dalam produksi benih untuk
menjaga kemurnian varietas. Roguing dilakukan dengan cara mengadakan pemeriksaan dan
membuang tanaman-tanaman yang memiliki cairi-ciri berbeda dengan varietas yang sedang
diperbanyak.
Roguing harus dilakukan beberapa kali pada tahap pertumbuhan tanaman yang
berbeda. Waktu terbaik adalah ketika penanaman berbunga penuh, dimana pada tahap ini
sifat-sifat kultivar hampir ditampilkan sepenuhnya, dan perbedaan-perbedaan warna bunga
terlihat dengan nyata. Dalam melaksanakan roguing diperlukan keterampilan dalam
pelaksanaannya. Hal-hal yang perlu diketahui oleh pelaksana roguing adalah (1) karakteristik
(deskripsi) varietas yang diusahakan; (2) karakteristik tipe simpang; (3) penyakit yang
terbawa benih dan sulit dikendalikan dengan perawatan benih; (4) gulma yang berbahaya,
kurang berbahaya, dan yang lazim tumbuh; (5) tanaman lain yang biasa ditemukan;
(6) ketidaknormalan tanaman termasuk stress nutrisi, suhu, dan kelembaban tanah; dan
(7) pengambilan contoh dan cara perhitungan yang berlaku untuk memenuhi persyaratan
sertifikasi.
Efektivitas roguing tergantung sebagian pada perbedaan rogue dan sebagian lagi
pada keterampilan pembuangannya. Suatu rogue dapat dibuang hanya jika cukup berbeda
untuk dikenali oleh petugas pembuang yang berpengalaman. Petugas ini berjalan perlahan-
lahan di seluruh pertanaman sehingga gulma dan spesies tanaman lain dapat dilihat dengan
mudah.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan
roguing adalah : (1) tanaman hendaknya ditanam sedemikian rupa sehingga tanaman-
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 11
tanaman yang ada dapat diamati/terlihat per individu; sering terjadi bahwa tanaman yang
lebih kecil dan memiliki cirri-ciri yang tidak dikehendaki tumbuh tersembunyi oleh tanaman
normal yang lebih besar; (2) berjalan secara sistimatik melalui penanaman yang ada
sehingga setiap tanaman dapat terlihat dan dapat dipertimbangkan sebagai rogue atau
bukan; hendaknya tidak melakukan pemeriksaan pada wilayah pertanaman yang terlalu luas
sekaligus; (3) seluruh bagian tanaman rogue atau tipe simpang hendaknya dicabut dan
dibuang; jangan hanya membuang buah-buah yang menunjukkan cirri-ciri yang tidak
dikehendaki saja; (4) sedapat mungkin pemeriksaan lapangan dilakukan dengan
membelakangi matahari; pemeriksaan terhadap cirri-ciri tanaman lebih sulit dilakukan apabila
matahari ada didepan pelaksana roguing, roguing hendaknya dilakukan sepagi mungkin
sebelum tanaman mulai layu, serta sebelum matahari terlalu panas agar pengenalan
terhadap cirri-ciri kritis yang ada dapat lebih mudah dilakukan; (5) pemeriksaan hendaknya
tidak ditunda-tunda pelaksanaannya, semua tanaman yang memiliki cirri-ciri yang tidak
dikehendaki, harus dicabut dan dibuang sebelum berbunga; (6) jumlah dan tipe tanaman-
tanaman yang dicabut dan dibuang dari pertanaman penghasil benih hendaknya dicatat;
(7) gulma dan tanaman-tanaman liar yang dapat menyerbuk silang yang mungkin berhasil
lolos dari pengnedalian atau pengolahan tanah sebelumnya harus dicabut dan dibuang; dan
(8) tanaman dan gulma yang terinfeksi oleh penyakit terbawa benih harus dicabut dan
dibuang.
Panen
Waktu panen harus disesuaikan agar benih benar-benar masak, yang ditunjukkan
oleh kadar air atau keragaannya. Jika panen terlalu dini, benih menjadi keriput ketika
dikeringkan. Benih demikian walaupun tinggi daya berkecambahnya pada saat panen, tetapi
dapat cepat mundur pada saat di penyimpanan, disamping banyak yang hilang disaat
pembersihan. Sebaliknya, jika pemanenan terlalu lambat, sebagian benih mungkin rontoknya
dan sebagian lagi terlalu kering untuk dirontok sehingga mengalami kerusakan.
Kadar air benih padi yang aman dipanen yaitu berkisar antara 17-23 %, dimana
pada pemanenan dalam selang kadar air ini dapat meminimumkan kerusakan mekanis
ketika dirontok. Disamping dengan cara meraba benih dengan tangan dan mengukur
kadarairnya, menekan benih dengan kuku ibu jari kadang-kadang dipakai sebagai cara untuk
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 12
menetapkan waktu pemanenan. Keragaan tanaman atau benih dapat juga menjadi acuan
waktu pemanenan, benih berubah warna jika telah masak.
Pasca Panen
Penanganan pasca panen benih adalah penanganan benih sejak selesai
dipanen sampai siap disalurkan kepada penggunanya, baik sesama produsen benih
maupun kepada petani. Penanganan pasca panen benih meliputi : kegiatan
prontokan/ekstraksi, pengeringan, pembersihan, pemilahan, perawatan,
pengambilan contoh, pengujian, pengemasan, dan pelabelan.
METODE PELAKSANAAN
1. Bahan
Bahan yang digunakan adalah benih padi varietas unggul baru Inpari-13, pupuk
anorganik (urea, ZA, ponska), pupuk organik, pestisida (furadan 3 G, regent),
dan herbisida. Alat yang digunakan adalah perangkap tikus (SRP), Bagan Warna
Daun (BWD), dan AWD
2. Pendekatan
Kegiatan Demonstrasi dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif berupa
kegiatan on farm dilahan petani dengan menggunakan pendekatan model
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah.
3. Tahapan Pelaksanaan
Persiapan
Penetapan Teknologi yang didemonstrasikan
Penetapan Teknologi yang didemonstrasikan berdasarkan kebutuhan
pembelajaran FMA P3TIP/FEATI di Kabupaten Maros, dan teknologi
tersebut telah dikaji oleh BPTP Sulawesi Selatan.
PenetapanTim Pelaksana
Pelaksana kegiatan terdiri dari Penyuluh BPTP 2 orang, Peneliti 2 orang, LO
Pendamping SL PTT Kabupaten Luwu 1 orang, teknisi 1 orang dan penyuluh
Kabupaten 1 orang.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 13
Penyediaan Materi Diseminasi
Bahan diseminasi berupa Media cetak dalam bentuk Folder yaitu : Petunjuk
Teknis (JUKNIS) dan beberapa materi penyuluhan (folder) yang dibagikan
pada saat sosialisasi dan temu lapang.
Pelaksanaan
Waktu
Kegiatan Demonstrasi dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan
Desember 2012.
Lokasi
Demonstrasi dilakukan di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung,
Kabupaten Maros dengan luas areal 1,5 ha.
Koordinasi
Koordinasi dilakukan bersama dengan pengelolah P3TIP/FEATI Badan
Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan (BPP-KP), Kabupaten
Maros. Maksud koordinasi tersebut untuk membicarakan rencana Demplot,
data Posluhtan, dan jadwal tanam serta mengsinergikkan program di
Kabupaten
Penetapan Lokasi dan Petani Pelaksana
Penentuan lokasi kegiatan dan petani pelaksana dilakukan bersama sama
pengelolah FEATI/P3TIP, pelaksana kegiatan (BPTP), dan Kepala BPP
Bantimurung. Penentuan lokasi tersebut berdasarkan kebutuhan
pembelajaran FMA, lokasi mudah dijangkau, letaknya dipinggir jalan,
bebas banjir dan kekeringan serta dapat dilalui kendaraan, demikian pula
petani pelaksana dipilih petani yang inovatif dan mudah diajak kerjasama
dalam menerapkan teknologi. Berdasarkan keriteria tersebut maka
ditetapkan Ketua Posluhtan Mattoanging/Kelompok Tani Turikale sebagai
pelaksana kegiatan
Sosialisasi/Apresiasi Awal kegiatan
Sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 26 Maret 2012, dihadiri oleh + 40
orang terdiri dari petani/anggota Koptan, Wanita Tani, Penyuluh, Pemda,
Peneliti/Penyuluh BPTP Sulawesi Selatan. Dilakukan dengan metode
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 14
Focus Discussion Group (FGD) bertujuan menggali informasi kemampuan/
penguasaan teknologi, kebiasaan petani dalam mengelola usahataninya,
produksi dan pendapatan yang diperoleh serta masalah yang dihadapi.
Hasil pertemuan ini adalah kesepakatan dengan FMA tentang pelaksanaan
kegiatan. Pelaksanaan sosialisasi ini diisi pula dengan penyampaian teknik
pelaksanaan demonstrasi oleh penanggung jawab kegiatan menyangkut
hak dan kewajiban para petani pelaksana demplot dan tata cara
pelaksanaan kegiatan, serta materi teknologi oleh Peneliti BPTP tentang
tata cara penerapan komponen teknologi penangkaran benih padi, dan
diskusi antara peserta dengan Peneliti/Penyuluh BPTP.
Aplikasi Teknologi
Pesemaian
Sebelum benih disemaikan terlebih dahulu direndam dengan larutan
garam (1 liter air 30 gram garam dapur) selama 24 jam kemudian
ditiriskan/diperam selama 48 jam, dikering anginkan lalu disebar
merata di bedengan pesemain yang sebelumnya diberi abu sekam
untuk menggemburkan tanah agar bibit mudah dicabut. Pesemaian
dipasangi alat perangkap tikus (SRP), benih yang baru dihambur
merupakan umpan bagi tikus. Pada saat benih berumur 1 minggu
dipembibitan diberi urea 5 kg untuk memperoleh bibit yang kuat
Penanaman
Penanaman dilakukan dalam kondisi sawah macak-macak
menggunakan bibit muda umur 15-17 hari dengan jumlah bibit 2
bibit/rumpun, sistim tanam yang digunakan adalah tanam pindah
legowo 2:1 dengan jarak 50 x 25 x12,5 cm. Ditanam berselang-seling
2 baris dan 1 baris kosong
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 15
Pemupukan
Pemupukan dasar menggunakan Ponska sebanyak 250 kg/ha
diberikan pada saat 10 hst, sedangkan pemupukan Urea (N )
sebanyak 100 kg/ha dengan menggunakan Bagan Warna Daun
(BWD). Diberikan dua kali yaitu pada umur 25-28 hst dan 35-45 hst
masing-masing 50 kg/ha. Pupuk organik yang digunakan dalam
demplot ini adalah kotoran ayam dalam bentuk yang telah jadi
kompos, dan diberikan pada saat pengolahan tanah terakhir sebanyak
1,5 ton/ha
Pengairan
Pengairan dilakukan sesuai kondisi tanah maupun irigasi setempat,
pemberian air setinggi 2-5 cm sampai tanaman berumur 10 hari
selanjutnya sawah dibiarkan mengering sendiri, setelah permukaan
tanah retak selama 1 hari, sawah kembali diairi setinggi 5 cm dan
dibiarkan sawah mengering sendiri, dan setelah 7 hari diairi lagi
setinggi 5 cm.
Pengairan Basah kering, AWD dipasang sebelum/sesaat setelah
tanam dan dipasang sedalam 20 cm,. Tinggi AWD 15 cm diatas
permukaan tanah, Setelah dipasang keluarkan tanah dari dalam pipa,
Pengukuran dimulai 7 – 10 hst, ketinggian air dimonitor/dipantau
setiap dua hari sekali dan dicatat. Bila tinggi air dalam pipa kurang
dari 5 cm, lahan sawah baru diairi. Padi tidak perlu dibenam/direndam
setiap waktu.
Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma dengan cara pengolahan tanah sempurna, dan
mengatur air di petakan sawah, menggunakan herbisida pada saat
tanaman berumur 15 hst selanjutnya penyiangan dengan tangan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 16
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, pengendalian
penggerek batang dengan insektisida butiran dan cairan, sedangkan
pengendalian wereng dengan regent cair
Roguing / Seleksi
Seleksi/roguing dilakukan pada saat tanaman berada pada stadia
vegetative awal dan akhir serta pada stadia generative awal dan akhir.
Pemeriksaan lapangan dilaksanakan pada saat pendahuluan atau
pemeriksaan pendahuluan, pada fase vegetative, fase berbunga, dan
pada saat menjelang panen.
Panen
Panen dilakukan pada saat masak fisiologis 80 %, bulir sudah
menguning sedang tangkai malai masih hijau dengan menggunakan
sabit dan mesin perontok.
Temu Lapang
Temu Lapang dilakukan pada setiap tahapan aplikasi inovasi teknologi
seperti pada saat hambur benih sekaligus pemasangan perangkap
tikus (SRP), temu lapang penanaman sistem tanam jajar legowo 2 : 1,
roguing dan pengairan basah kering (AWD), dan temu lapang akhir
pada saat panen. Temu lapang akhir dilakukan pada tanggal 10
Agustus 2012. Kegiatan temu lapang atau pertemuan kelompok
dihadiri oleh petani, aparat terkait, Pemda, penyuluh dan peneliti
sebagai nara sumber.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 17
Secara rinci inovasi teknologi penangkaran benih yang diintroduksikan
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komponen teknologi penangkaran benih padi di Desa Mattoanging,
Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012
Uraian Komponen Teknologi
Varietas Inpari-13, Klas FS
Jumlah benih 25 kg
Perlakuan benih direndam dengan larutan garam (1 liter air 30 gram garam dapur) selama 24 jam kemudian ditiriskan/diperam selama 48 jam
Pesemaian Sistem bedengan, lebar bedengan ±2 m
Pengolahan tanah Sempurnah (ditraktor/bajak, digaru, dan diratakan)
Cabut bibit Bibit dicabut pada umur 17 hari
Tanam - 2-3 batang per lubang - Sistem tanam jajar legowo 2 : 1
Pemupukan - Pupuk organik - Urea
- Ponska
Penyiangan Dilakukan 2 kali menggunakan landak
Pengendalian
hama dan penyakit
Penerapan pengendalian hama dan penyakit secara
terpadu
Panen Pada saat masak fisiologis 80%, bulir sudah menguning sedang tangkai malai masih hijau dengan menggunakan sabit dan mesin perontok
Roguing/seleksi Seleksi tanaman oleh petani dilakukan pada saat : 1. Stadia vegetative awal (35-45 hst) 2. Stadia vegetative akhir/anakan maksimum (50-60
hst) 3. Stadia generative awal/berbunga (85-90 hst) 4. Stadia generative akhir/masak (100-115 hst) Pemeriksaan lapangan oleh petugas dilaksanakan pada
saat : 1. Pendahuluan 2. Fase vegetative
3. Fase generative 4. Stadia generative akhir/masak (100-115 hst)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 18
Pengamatan
Data yang dikumpulkan meliputi :
1. Respon/tanggapan petani terhadap teknologi yang didemonstrasikan,
melalui wawancara dan quisioner pada saat sosialisasi serta melalui
kegiatan temu lapang
2. Data partisipasi petani anggota kelompok terhadap aplikasi komponen
teknologi
3. Data tingkat kepuasan petani anggota kelompok terhadap pelaksanaan
Demonstrasi
4. Produksi yang dicapai, R/C ratio teknologi yang didemonstrasikan dan
teknologi cara/kebiasaan petani
Analisa Data
Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif, meliputi :
1. Analisis respon petani
2. Analisis tingkat partisipasi petani anggota kelompok
3. Analisis tingkat kepuasan petani anggota kelompok
4. Data produksi menggunakan analisis sederhana untuk melihat kelayakan
teknis teknologi dan analisis finansial untuk mengetahui kelayakan
teknologi kaitannya dengan input-output serta R/C ratio
Temu Lapang
Temu lapang dilakukan dengan melibatkan petani kooperator, anggota
kelompok maupun kelompok FMA lainnya serta petugas penyuluhan setempat.
Untuk menghimpun umpan balik, menggali tanggapan/komentar anggota
kelompok maupun peserta lain maka dilakukan wawancara dalam bentuk
kuisioner yang kemudian diisi oleh masing-masing petani. Temu lapang untuk
aplikasi teknologi dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada saat pesemaian, pada
saat penanaman, dan pada saat pelaksanaan seleksi pertama (roguing) atau
pada stadia vegetative awal. Temu Lapang akhir dilakukan pada saat akhir
kegiatan ataupun menjelang panen.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 19
Pelaporan dan Seminar Hasil
Laporan kegiatan terdiri atas laporan tengah tahun dan laporan akhir
kegiatan. Kemudian diseminarkan bertujuan untuk menampung saran atau
perbaikan akan hal-hal yang perlu dan dianggap kurang, dengan demikian
dapat bermanfaat terutama bagi pengguna.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Keadaan Umum Wilayah
Desa Mattoanging merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan
Bantimurung, terletak 6 kilometer dari ibukota Kabupaten Maros dengan luas
wilayah kurang lebih 630 ha, yang terbagi dalam 5 dusun yaitu : Dusun Bonti-
Bonti, Dusun Paranggi, Dusun Katubung, Dusun Malewang, dan Dusun
Moncongbori.
Desa Mattoanging terletak di sebelah utara Desa Barugae dan Desa
Tukamase, sebelah timur Desa Manggelloreng dan Desa Minasa Baji, sebelah
selatan Desa Alatengae dan sebelah barat Keluarahan Boribelaya, Kecamatan
Maros Baru.
Topografi Desa Mattoanging umumnya adalah dataran rendah dan
merupakan areal persawahan seluas 488,62 ha, tegalan seluas 277,19 ha,
pekarangan seluas 23,04 ha, kebun rakyat seluas 56,96 ha, dan lain-lain seluas
61,38 ha. Usaha ternak sebagai usaha lainnya terdiri atas : sapi sebanyak 633
ekor, kuda sebanyak 30 ekor, kambing sebanyak 18 ekor, ayam buras sebanyak
8.049 ekor, dan itik sebanyak 4.495 ekor (Badan Penyuluhan, Kabupaten
Maros, 2011).
Desa Mattoanging mempunyai penduduk kurang lebih 3.165 orang,
terdiri dari : laki-laki sebanyak 1.546 orang dan perempuan sebanyak 1.619
orang dengan jumlah KK sebanyak 759 KK. Sebagian besar bekerja sebagai
petani yaitu 70,62% atau kurang lebih 536 KK.
Sebagian besar penduduk Desa Mattoanging berpendidikan sekolah
dasar (SD), yaitu sebanyak 1.598 orang atau 50,49%. Bahkan yang tidak tamat
SD sebanyak 1.060 orang atau 33,78%. Namun karena potensi sumber daya
alam yang cukup mendukung dengan luas persawahan yaitu seluas 488,62 ha,
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 21
dimana seluruh lahan sawah tersebut berpengairan teknis (irigasi teknis),
sehingga mampu memberikan pendapatan yang memadai, apalagi dengan
tercapainya pertanaman dengan Indeks Pertanaman (IP) 300.
Anggota kelompok tani membentuk kelompok-kelompok belajar melalui
wadah kelompok tani agar dapat memperoleh bimbingan dari penyuluh dan
Pembina teknis lainnya. Adapun kelembagaan petani yang telah terbentuk dapat
terdiri atas : kelompok tani sebanyak 12 kelompok, P3A sebanyak 5 kelompok,
Gapoktan 1 kelompok, dan Posluhtan 1 kelompok.
Kelembagaan pemerintahan dan perekonomian Desa merupakan wadah
yang memperlancar/menopang pembangunan sosial ekonomi di pedesaan.
Kelembagaan tersebut terdiri atas KUD sebanyak 1 buah dan penggilingan padi
sebanyak 5 buah.
Dukungan Tim Penyuluh Lapangan (TPL) dalam rangka memfasilitasi
kegiatan kelompok tani ataupun FMA di lapangan, merupakan tim yang dibentuk
di tingkat BPP, yang mana selain ditempatkan Penyuluh di desa juga didukung
oleh BPP atau penyuluh lainnya sesuai keahliannya.
2. Karakteristik Petani
Karakteristik petani adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh petani yang
ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap, dan pola tindakan terhadap lingkungan
hidupnya. Karakteristik petani dapat diidentifikasi secara keseluruhan berdasarkan
identitas petani yang terdiri atas : umur, pendidikan, pengalaman berusahatani
(menangkar), luas kepemilikan lahan, dan jumlah tanggungan keluarga.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 22
Tabel 2. Identitas petani pada kegiatan Demonstrasi Teknologi Penangkaran
Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros 2012
No. Uraian Rerata
1. Usia (tahun) 39
2. Lama pendidikan (tahun) 12
3. Pengalaman usahatani (tahun) 15
4. Luas lahan (ha) 5
5. Jumlah tanggungan keluarga (orang) 4
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012.
Umur/usia merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu
perubahan harus terjadi. Usia menggambarkan pengalaman dalam diri
seseorang sehingga terdapat keragaman tindakannya berdasarkan usia yang
dimiliki. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan fisik dan
psikis seseorang adalah usia.
Dari tabel 2 di atas menunjukkan bahwa rata-rata usia petani yang
terlibat dalam kegiatan Demplot sebesar 39 tahun, hal ini menunjukkan bahwa
petani tersebut berada pada usia produktif yang secara fisik dan psikis optimal
untuk bekerja, meskipun demikian usia tidak menjamin keterampilan
seseorang dalam berusahatani tapi perlu intervensi teknologi yang berdaya
guna serta pengambilan keputusan yang tepat dan dilakukan bersama-sama.p
Kemampuan kerja petani sangat ditentukan oleh umur petani.
Perkembangan kemampuan berpikir terjadi seiring dengan bertambahnya
umur. Usahatani dibidang pertanian idealnya ditekuni oleh petani yang berusia
lebih muda, kecendrungan ini dikarenakan perlunya kekuatan fisik dan proses
adopsi inovasi baru, dimana petani yang berumur muda akan lebih tanggap
bila dibandingkan dengan petani yang berumur lebih tua (Mulyasa, 2003).
Tingkat pendidikan merupakan salah satu yang berpengaruh terhadap
akseptabilitas perkembangan informasi dan teknologi seseorang. Tingkat
pendidikan petani yang terlibat di lokasi uji coba/demonstrasi teknologi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 23
ditunjukkan oleh waktu yang dihabiskan dalam menuntut ilmu yaitu mayoritas
menghabiskan waktu 12 tahun yang merupakan tingkat pendidikan SMA.
Sehingga dengan demikian dalam melakukan aktivitas usahatani padi
(penangkaran benih) dapat berinteraksi dengan lingkungannya secara baik.
Namun pada kenyataannya bekal pendidikan yang dimiliki kurang mampu
memberi peluang untuk menambah wawasan secara inovatif karena besarnya
pengaruh budaya dan bahasa di wilayah masing-masing.
Pendidikan berperan dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas,
dimana individu-individu memiliki keunggulan yang tangguh, kreatif, mandiri,
dan professional dalam bidangnya masing-masing. Tingginya tingkat
pendidikan seseorang memberikan wawasan pola berpikir yang semakin
rasional dan kompeten dalam pengambilan keputusan. Pendidikan yang relatif
tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis, semakin
efisien bekerja dan semakin banyak teknik berusahatani yang lebih baik dan
menguntungkan. Pendidikan petani umumnya mempengaruhi pola pikir petani
dalam mengelola usahatani.
Pengalaman berusahatani merupakan faktor yang mempengaruhi
aktifitas petani, dimana yang diinginkan petani berdasarkan pengalaman yang
baik mengenai cara bercocok tanam yang baik dan menguntungkan.
Pengalaman seorang petani berpengaruh dalam mengelola usahatani, dimana
petani yang memiliki pengalaman berusahatani lebih lama cenderung sangat
selektif dalam proses pengambilan keputusan. Pengalaman berusahatani padi
petani yang terlibat pada Uji coba/demonstrasi relatif cukup baik yaitu rata-
rata 15 tahun.
Pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami
seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Pengalaman petani akan
berpengaruh dalam mengelola usahatani yang dilakukan. Pengalaman
berusahatani memiliki peranan yang sangat penting bagi petani dalam
mengembangkan usahataninya, dan menerapkan teknologi baru
(Padmowihardjo, 1994).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 24
Semakin luas garapan yang dimiliki petani, maka tingkat adopsi
teknologi budidaya cenderung akan semakin sesuai. Ukuran usahatani selalu
berhubungan positif dengan adopsi inovasi, artinya makin luas atau makin
besar usahatani maka semakin tinggi adopsi inovasi petani terhadap teknologi
budidaya. Rata-rata penguasaan lahan usahatani sebesar 5 hektar lahan
irigasi, dengan status lahan milik, sewa dan sakap.
Jumlah tanggungan petani rata-rata 4 orang, hal ini disatu sisi
merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan sebagai tenaga kerja sementara
disisi lain merupakan tantangan untuk lebih meningkatkan produksi dan
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan.
Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa identitas petani berada
pada umur/usia produktif, dengan tingkat pendidikan yang relatif berada pada
tingkat/kategori cukup, pengalaman usahatani termasuk berpengalaman,
penguasaan lahan cukup luas, dan jumlah tanggungan keluarga cukup.
3. Tingkat Pengetahuan Petani Sebelum Adanya Demplot
Tingkat pengetahuan petani sebelum diadakannya demplot penting untung
diketahui, agar teknologi yang akan diintroduksikan dapat disesuaikan dengan
kebutuhannya.
Pengetahuan petani sebelum dilakukan demplot diuraikan secara jelas dalam
tabel berikut :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 25
Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Petani tentang Teknologi Produksi Benih Padi
Sebelum Adanya Demplot, di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012
No.
Jenis Teknologi
Tingkat Pengetahuan terhadap aplikasi
teknologi (%)
Keterangan
Tahu Tidak Tahu
1. Varietas unggul 100 0
2. Jumlah benih 40 60
3. Perlakuan benih 0 100
4. Bibit muda 11-20 hst 60 40
5. Jumlah bibit 2-3/lbg 80 20
6. Cara tanam (2 :1) 76 24
7. Pemupukan berdasarkan PUTS dan BWD
60 40 Belum tahu cara pakai alatnya
(PUTS)
8. Pengairan dengan menggunakan AWD
0 100
9. Roguing 3 kali 60 40
Sumber : data primer yang telah diolah,2012
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa teknologi penggunaan varietas
unggul telah diketahui oleh 100% anggota poktan (25 orang). Sedangkan
untuk teknologi penanaman bibit muda, jumlah benih, jumlah bibit 2-3/lbg,
cara tanam sistem legowo, pemupukan berdasarkan PUTS dan BWD, serta
cara dan waktu roguing yang tepat masih belum diketahui oleh seluruh
anggota poktan. Demikian pula halnya dengan teknologi pengairan dengan
menggunakan AWD dan perlakuan benih dengan perendaman air garam belum
sepenuhnya diketahui oleh anggota poktan (100 %). Dengan demikian maka
teknologi yang diintroduksikan pada kegiatan demplot adalah : (1) jumlah
benih, (2) penanaman bibit muda (17 hari), (3) jumlah bibit 2-3/lubang, (4)
legowo 2:1, (5) pemupukan berdasarkan PUTS dan BWD, (6) pengairan
menggunakan AWD, dan (7) waktu dan cara roguing yang tepat.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 26
4. Analisis Data
a. Analisis Respon Petani terhadap Introduksi Teknologi pada
Kegiatan Demonstrasi
Analisis ini digunakan untuk mengetahui respon/tanggapan petani
terhadap teknologi yang diuji cobakan/demonstrasikan dalam penangkaran
benih padi. Respon petani diperoleh melalui kuesioner, wawancara pada
saat pertemuan di lapang dan temu lapang yang meliputi teknologi
penangkaran benih padi. Penerapan suatu teknologi membutuhkan
partisipatif kelompok yang menjadi sasaran, karena indikator keberhasilan
penerapan teknologi adalah respon yang ditujukan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Hal tersebut akan menunjukkan tingkat manfaat yang
dirasakan dan akan diuraikan sebagai berikut :
Aspek Teknis
Secara teknis teknologi yang diuji coba/demonstrasikan, mudah dilakukan
petani karena penerapan tidak membutuhkan keahlian khusus dan teknik
pelaksanaannya.
Aspek Ekonomi
Manfaat secara ekonomi yang dapat diperoleh oleh petani kooperator
dengan penerapan teknologi penangkaran benih padi yaitu dapat
meningkatkan produksi sebesar 30%, sehingga otomatis dapat
meningkatkan pendapatan petani-penangkar. Perbedaan pendapatan ini
selain dipengaruhi oleh hasil, juga dipengaruhi penggunaan input produksi,
terutama penggunaan benih dan pupuk. Rata-rata efisiensi penggunaan
benih mencapai 35-40% (dari 40 kg/ha menjadi 20-25 kg/ha).
Aspek Sosial Budaya
Pada lokasi Demplot, introduksi teknologi di lapang dapat dipahami oleh 90
% petani. Meskipun demikian beberapa komponen teknologi yang masih
belum sepenuhnya dapat diterima oleh petani diantaranya adalah
penggunaan benih 20-25 kg/ha, penanaman dengan sistem legowo 2:1,
pelaksanaan seleksi/roguing minimal 3 kali, karena selama ini petani hanya
melakukan roguing satu atau dua kali yaitu pada saat menjelang panen
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 27
ataupun pada saat berbunga dan menjelang panen, serta penggunaan
pupuk berdasarkan PUTS.
Berdasarkan hasil analisis dari beberapa aspek diatas, untuk
mengetahui respon petani terhadap komponen teknologi yang diuji cobakan
pada kegiatan ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Respon Petani terhadap Komponen Teknologi Penangkaran Benih
Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012
No. Komponen Teknologi
Respon Persentase (%)
Alasan
1.
Penggunaan varietas unggul
Tertarik
- Ragu-ragu
- Menolak
92
8 0
- Daya tumbuh benih cukup tinggi
- Potensi hasil tinggi
- Sulit diperoleh
b.
2.
Jumlah benih
Tertarik
- Ragu-ragu
- Menolak
40
0
60
- Menghemat
penggunaan
benih
- Mengurangi jumlah populasi
No. Komponen
Teknologi
Respon Persentase
(%)
Alasan
3.
Sistem tanam
legowo 2:1
Tertarik
48
- Tanaman lebih
teratur - Populasi tanaman
bertambah
- Lebih mudah melakukan roguing
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 28
- Ragu-ragu
- Menolak
0
52
- Membutuhkan
waktu lama dan
tenaga banyak
4.
Tanam bibit <
21 hari
Tertarik
- Ragu-ragu
- Menolak
88
12
0
- Tanaman lebih
mudah dipindah
- Tanaman masih
rawan
5.
2-3 btg/lubang
- Tertarik
- Ragu-ragu
- Menolak
60
40
0
- Efisiensi
penggunaan bibit
- Mengurangi
populasi
c. -
6.
Pemupukan berdasarkan PUTS dan
BWD
- Tertarik
- Ragu-ragu
- Menolak
80
0
20
- Pertumbuhan tanaman cukup bagus
- Efisiensi penggunaan pupuk
- Tanaman kekurangan pupuk
No. Komponen Teknologi
Respon Persentase (%)
Alasan
7.
Pengairan
dengan menggunakan AWD
- Tertarik
- Ragu-ragu
- Menolak
60
20
20
- Efisiensi penggunaan air
- Belum tahu membuat
alatnya
- Tanaman kekurangan
air
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 29
8. Roguing/
Seleksi minimal 3 kali
- Tertarik
- Ragu-ragu
- Menolak
80
0
20
- Tanaman lebih bebas
dari cvl dan tipe simpang
- Membutuhkan waktu
dan tenaga lebih banyak
b. Analisis Tingkat Partisipasi Petani Pada Setiap Pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi Teknologi Penangkaran Benih Persentase tingkat partisipasi petani pada setiap pelaksanaan kegiatan
demonstrasi teknologi penangkaran benih padi di Desa Mattoanging,
Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros dapat dilihat pada Tabel 5
dibawah ini.
Tabel 5. Tingkat Partisipasi pada Setiap Pelaksanaan Kegiatan
Demonstrasi Teknologi Penangkaran Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012
No. Wujud Keterlibatan N = 25 %
1. Memberikan ide/gagasan/pemikiran (Sosialisasi)
25
100
2. Merencanakan dan memutuskan 25 100
3. Pembibitan 20 80
4. Penanaman 25 100
5. Pemeliharaan (pemupukan,
pengairan, dan pengendalian gulma)
25
100
6. Roguing /seleksi 25 100
7. Panen/pengambilan ubinan 25 100
8. Temu lapang 20 80
Rerata 23 95 Sumber : Data primer setelah diolah, 2012
Pada Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa keterlibatan/partisipasi anggota
poktan pada kegiatan demonstrasi teknologi penangkaran benih padi
cukup tinggi, yaitu 95 % atau sebanyak 23 orang, artinya sebagian besar
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 30
anggota (hampir semua anggota poktan) berperan aktif dan masing-
masing membagi peran sesuai kesempatan/kemampuannya melalui
kesepakatan/musyawarah.
c. Analisis Tingkat Kepuasan Petani Pada Setiap Pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi Teknologi Penangkaran Benih
Analisis tingkat kepuasan petani terhadap kinerja BPTP selama pelaksanaan
Demonstrasi Teknologi Penangkaran Benih Padi disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Kepuasan Petani terhadap Pelaksanaan Demonstrasi Teknologi Penangkaran Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012
No. Jasa BPTP Tingkat Kepuasan (%)
kurang puas puas sangat puas
1. Persiapan, meliputi : - Kerjasama petani dengan
BPTP - Sarana dan prasarana
0 0
20
20
80
80
2. Sosialisasi, meliputi : - Materi yang disampaikan - Penjelasan narasumber - Petunjuk teknis/leaflet
0 0 20
0 20 0
100 80 80
3. Aplikasi teknologi, terdiri atas : - Varietas Impari-13 - Jumlah bibit - Bibit muda - Tanaman 1-2 batang per
rumpun - Sistem tanam legowo 2:1 - Pemupukan berdasarkan
PUTS dan BWD) - Pengairan (AWD) - Roguing
0 20 40 0 20 0 0 0 0
0 0 0
20 0 20 20 20 0
100 80 60
80 80 80 80 80 100
4. Temu Lapang, meliputi materi dan narasumber : - Pesemaian dan pemasangan
perangkap tikus - Penggunaan bibit muda dan
penanaman dengan sistem tanam legowo 2 : 1
- Roguing pada stadia vegetative awal (35-40 hst)
- Temu lapang akhir
0
20
0 0
0
20
20 0
100
60
80
100
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 31
5. Bimbingan teknis di lapangan, meliputi : - Cara menentukan dosis
pupuk P dan K berdasarkan PUTS
- Persiapan benih dengan merendam larutan garam sebelum semai
- Cara pemasangan dan pengamatan AWD
20 0 0
0
20
20
80
80
80
- Cara dan waktu pelaksanaan roguing yang tepat
20 0
80
Nilai Rerata 7.27 10,00 82,73
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012
Pada Tabel 6 diatas menunjukkan bahwa tingkat kepuasan anggota
kelompok tani terhadap pelaksanakan kegiatan demonstrasi teknologi
penangkaran benih padi cukup tinggi yaitu sebesar 82,73% (sangat puas)
dan sebanyak 10% cukup puas, walaupun masih ada yang kurang puas
yaitu sekitar 7,27%. Hal ini disebabkan diantaranya karena kelompok tani
tersebut sudah sering melakukan kerjasama dengan Litbang pertanian
khususnya BPTP, selain itu penangkaran benih padi banyak diusahakan di
Desa Mattoanging. Selanjutnya dengan adanya kerjasama ini memberikan
motivasi serta hubungan yang lebih akrab sehingga mempunyai peluang
untuk mengundang peneliti, penyuluh, dan teknisi baik sebagai
narasumber ataupun kegiatan-kegiatan lainnya.
Pada umumnya teknologi produksi benih padi sudah dapat dilakukan
petani di lokasi Demplot. Selanjutnya harapan yang diinginkan petani
kedepan diantaranya adalah :
1. Bimbingan teknis terutama teknologi pasca panen untuk menghasilkan
benih bermutu dan teknologi penyimpanan benih
2. Pengadaan sarana terutama lantai jemur dan gudang penyimpanan
d. Analisa Usahatani / Analisis Finansial pada Kegiatan Demonstrasi dan pada saat sebelum Demonstrasi
Untuk menentukan apakah aplikasi teknologi yang diujicobakan/
didemplotkan menguntungkan petani atau tidak, analisis usahatani dapat
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 32
dilakukan dengan asumsi bahwa korbanan/pengeluaran biaya produksi
selain pemupukan dan aplikasinya adalah sama.
Implementasi introduksi teknologi selain dapat meningkatkan hasil GKP
juga dapat meningkatkan pendapatan petani sekitar Rp. 5.525.000
dibandingkan pada saat sebelum dilakukan demplot (Tabel 7).
Hasil analisa usahatani penangkaran benih padi secara finansial per hektar
per musim dari tanam sampai dengan panen memerlukan biaya (input
produksi) yang terdiri atas biaya produksi dan tenaga kerja. Selanjutnya
hasil yang diperoleh berupa gabah calon benih (GKP) yang dihasilkan
sebesar 4.000 kg dan gabah untuk konsumsi sebesar 3.200 kg. Sedangkan
hasil yang diperoleh pada saat sebelum adanya demplot adalah 3.000 kg
gabah calon benih dan 2.700 kg gabah konsumsi.
Tabel 7. Analisa Usahatani pada saat Demplot dan pada saat sebelum
Demplot Teknologi Penangkaran Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012
No. Uraian Demplot Sebelum Demplot
1. Biaya produksi (Rp) 5.249.000 4.437.000
2. Biaya tenaga kerja (Rp) 3.951.000 3.523.500
3. Total biaya (Rp) (1+2) 9.100.000 7.950.000
4. Hasil : - Calon benih (GKP) (kg/ha)
- Gabah konsumsi (kg/ha)
4.000 3.200
3.000 2.700
5. Pendapatan (Rp) 26.360.000 20. 835.000
6. Keuntungan (Rp) (5-3) 17.260.000 12. 885.000
7. R/C ratio (5/3) 2,92 2.62 Sumber : Data primer setelah diolah, 2012
Berdasarkan hasil analisa usahatani total biaya yang digunakan pada
kegiatan demplot sebesar Rp. 9.100.000, dan pada saat sebelum demplot
sebesar Rp. 7.950.000, sedangkan pendapatan yang diperoleh pada saat
demplot sebesar Rp. 26.360.000, dan sebelum demplot diperoleh Rp.
20.835.000. Dengan demikian maka keuntungan yang diperoleh dengan
adanya kegiatan demplot adalah Rp. 17.260.000, dengan R/C ratio
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 33
sebesar 2,92 dan pada saat sebelum demplot diperoleh keuntungan
sebesar Rp. 12.885.000, dengan R/C ratio 2,62. Hal tersebut
menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan termasuk menguntungkan
karena ratio lebih dari 1,0.
Calon benih yang dihasilkan langsung dibeli oleh Sang Hyang Seri (SHS) di
sawah dalam bentuk GKP. Sedangkan gabah konsumsi dijual sendiri
kepada konsumen setelah dikeringkan sampai kadar air 14%.
e. Analisis Porsi dana Non APBN/LOAN dalam Pembiayaan Kegiatan Demonstrasi Konstribusi stakeholders pada Kegiatan Demonstrasi Teknologi
Penangkaran Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Banimurung,
Kabupaten Maros disajikan pada tabel berikut.
Tabel 8. Porsi dana Non APBN/LOAN dalam Pembiayaan Kegiatan Demonstrasi pada Kegiatan Demonstrasi Teknologi Penangkaran Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung,
Kabupaten Maros, 2012
No.
Kegiatan BPTP
Sumber Dana FEATI
Sumber Dana Non
FEATI (APBD, Swasta, Masyarakat)
Institusi Nilai (Rp) Institusi Nilai (Rp)
1. Bahan : - ATK dan
Komputer
supplies - Bahan
demonstrasi - Temu Lapang - Foto copy dan
penggandaan laporan
BPTP
BPTP
BPTP BPTP
919.875
11.000.000
2.759.750
919.750
Petani
275.000
2. Honor kegiatan : - Honor harian
lepas - Honor ketua tim - Honor anggota
BPTP
BPTP BPTP
1.530.000
227.000 185.410
Petani
2.451.000
3. Belanja barang operasional lainnya : - Biaya peserta
temu lapang
BPTP
5.000.000
Petani
100.000
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 34
4. Belanja Perjalanan Persiapan dan Pelaksanaan
BPTP 16.500.000
5. J u m l a h 40.096.685 2. 826.000
6. Prosentase 100 % 7,05 %
Berdasakan Tabel 8, terlihat konstribusi stakeholders (petani) hanya
7,05% dari anggaran kegiatan demonstrasi seluruhnya. Konstribusi tersebut
terdiri atas upah harian lepas sebesar Rp. 2.451.000 (6,11%), meliputi biaya
pengolahan tanah sebesar Rp. 1.000.000 dan biaya panen sebesar Rp.
2.351.000. Biaya obatan-obatan sebesar 275.000 atau sebesar 0,69 %, dan
sewa kursi sebesar Rp. 100.000 (0,25%).
5. Analisis Resiko
Setiap kegiatan yang dilakukan akan ada resiko yang akan terjadi. Berikut akan
diuraikan daftar resiko meliputi penyebab resiko, dampak yang timbul akibat
resiko yang terjadi, serta cara penanganan resiko tersebut.
Tabel 9. Daftar Resiko yang akan terjadi pada kegiatan Demplot Teknologi Penangkaran Benih Padi di Desa Mattoanging, Kecamatan
Bantimurung, Kabupaten Maros, 2012
No. Resiko yang akan
terjadi
Penyebab Dampak Penanganan
1. Hasil yang diperoleh rendah
Teknik budidaya
belum maksimal
Produksi benih kurang
Penerapan teknologi
budidaya lebih maksimal
2. Puso Perubahan iklim
Gagal panen Menyesuaikan jadwal tanam
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 35
KESIMPULAN
1. Respon petani terhadap demonstrasi teknologi penangkaran benih padi di Kabupaten Maros cukup baik, baik dari aspek teknis, aspek ekonomis, ataupun aspek sosial budaya. Hal ini ditunjukkan dari sebagian besar komponen teknologi
yang diaplikasikan dapat diterima oleh anggota kelompok tani 2. Tingkat partisipasi anggota kelompok tani terhadap pelaksanaan demplot
cukup tinggi yaitu 95%. Hal ini ditunjukkan dari 25 anggota kelompok tani terdapat 23 orang yang berpartisipasi mulai dari awal sampai selesainya kegiatan tersebut
3. Tingkat kepuasan anggota kelompok tani terhadap pelaksanakan kegiatan
demonstrasi teknologi penangkaran benih padi cukup tinggi dengan rata-rata
sebesar 82, 73% (sangat puas). Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kepuasaan petani yang berkisar antara 60-100%
4. Hasil yang diperoleh dengan adanya kegiatan demplot masing-masing 4000 kg/ha calon benih dan 3200 kg/ha gabah konsumsi. Dengan demikian maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 17.260.000, dengan R/C ratio sebesar 2,92.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 36
DAFTAR PUSTAKA
Distan Sulsel, , 2007. Perkembangan Statistik Tanaman Pangan Tahun 2006. Dinas
Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar
----------------, 2010. Perkembangan Statistik Tanaman Pangan Tahun 2007. Dinas Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar
Hidayat, J.R. 2006. Konsep Revitalisasi Sistem Perbenihan Tanaman. Iptek Tanaman
Pangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2): 163-181.
Kamaruddin dkk., 2007. Perbanyakan Benih Sumber Varietas Unggul Baru (VUB) Tanaman Padi, Mendukung Pengembangan Benih Bermutu di Sulawesi
Selatan. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Sulawesi Selatan
Menteri Pertanian, 2007. Peraturan Menteri Pertanian tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina, Jakarta
Muhammad H dkk., 2010. Pengkajian Sistim Penyediaan Kebutuhan Benih Unggul Bermutu (padi, jagung, kedelai) yang Lebih Murah Secara Berkelanjutan untuk Mendukung Program Strategis Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan
Kedelai di wilayah Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Sulawesi Selatan
Mulyasa, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Nurbaeti B., Siti L.M., Taemi F., 2008. Penerapan Model Pengelolaan Tanaman
Terpadu dan Sumberdaya Terpadu Padi Sawah Irigasi di Kabupaten Sumedang
Padmowiharjo S, 1994. Psikologi Belajar Mengajar. Modul 1-6. Yogyakarta:
Universitas Terbuka Pasek Pertanian, 2008. Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di tingkat
Petani
Sadjad S, 1997. Membangun Industri Benih dalam Era Agribisnis Indonesia. PT. Gramedia Widiasarana. Jakarta
Suhendrata dan Kushartanti, 2009. Inisiasi Kelembagaan Perbenihan Varietas
Unggul. Prosiding Seminar Nasional Padi 2009 BALITPA. Sukamandi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 37
Lampiran : Foto-Foto Kegiatan di Lapangan
Soialisasi :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 38
Aplikasi di Lapangan :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 39
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 40
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 41
Kegiatan Temu Lapang :