ICH

Post on 08-Aug-2015

44 views 3 download

description

head trauma

Transcript of ICH

OlehTisa Meutia Soraya, S.Ked

PembimbingDr. Agus Suhendar, Sp.BS

KLLD penyebab tersering kematian pada dewasa muda, dan setengahnya akibat cedera kepala

Berdasarkan lokasinya :EDHSDH ICH

Penanganan tahap awal (early stage) memegang peranan penting mencegah timbulnya kerusakan otak sekunder

Penanganan awal yg tepat dapat meningkatkan outcome

Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung ataupun tidak langsung

Benturan dibedakan berdasarkan macam kekuatan : kompresi, akselerasi, deselerasi

Kelainan yang timbul dapat berupa cedera otak fokal atau difus, dengan atau tanpa fraktur tengkorak

Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural, atau intraserebral

Cedera difus dapat menyebabkan gangguan fungsional saja, yakni gegar otak atau cedera struktural yang difus

Dari tempat benturan, gelombang kejut disebarkan ke semua arah.

Gelombang ini mengubah tekanan jaringan, dan apabila tekanan cukup besar akan terjadi kerusakan jaringan otak

Di tempat benturan coup Di tempat yang berseberangan dengan

datangnya benturan counter-coup

Cedera otak yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer

Proses lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan suplai untuk sel, yaitu oksigen dan nutrien, terutama glukosa

Timbul cedera sekunder

Gambaran klinis bergantung pada derajat cedera dan lokasinya.

Derajat cedera otak kurang lebih sesuai dengan tingat gangguan kesadaran pasien.

Atas dasar ini cedera kepala dapat digolongkan menurut GCS.

Pasien harus menjalani rawat inap apabila skor GCS < 15, serta terdapat gangguan neurologis, gangguan faal vital, dan fraktur tulang kepala.

Tujuan rawat inap observasi & perawatan.

Observasi bertujuan menemukan sedini mungkin penyulit atau kelainan lain yang tidak segera memberikan tanda / gejala.

Nama : Tn. MUmur : 21 tahun Jenis kelamin: Laki-lakiMRS : 31 Mei 2012 jam 18.30

Wita

ANAMNESISKU : Kepala berdarah post-KLLD

Pasien mengalami KLLD sepeda motor ± setengah jam SMRS.

Terdapat luka robek di kepala pasca kecelakaan tersebut dan pasien mengeluh kepalanya pusing.

Pasien mengalami muntah serta keluar darah dari hidung dan mulut.

Saat kejadian, pasien mengenakan helm standar.

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentisGCS : 3-5-6TD : 150/90 mmHgNadi : 128 x/menitRR : 20 x/menitT : 37,2°C

Mata : Hematom palpebra (-/+), konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, diameter pupil 3 mm/3 mm, refleks cahaya (+/+)

Hidung : Bentuk normal dan simetris, epistaksis (+), tidak ada rinore, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deformitas

Mulut : Mukosa bibir kering, tampak edem pada bibir

Thoraks : I = Gerak nafas simetris kanan

dan kiri, tidak terdapat retraksiP = Fremitus raba simetrisP = Sonor/sonorA = Suara nafas vesikuler,

wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen : I = Tampak datar P = Hepar dan lien tidak teraba,

nyeri tekan (-), rigiditas (-), defans muskuler (-); tidak teraba massa

P = TimpaniA = Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema maupun paresis

Tanggal 31 Mei 2012 :

Hb = 11,8 g/dL ( 11,0 – 15,0 g/dL )

WBC = 12.500/µL ( 4.000 – 10.500/µL )

RBC = 4,34 juta/µL ( 4,50 – 6,00 juta/µL )

Hematokrit = 35 vol% ( 40 – 50 vol% ) Trombosit = 230.000/µL ( 150.000

– 450.000/ µL ) GDS = 119 mg/dL ( < 200

mg/dL )

ICH a/r Temporoparietal 26 mL, fraktur depressed a/r Temporoparietal

CKR + ICH a/r Temporoparietal Dextra 26 mL + Fraktur Depressed a/r Temporoparietal Dextra

IVFD NaCl 0,9% 1.500 mL/24 jam IVFD Mannitol 6 x 100 mL Inj. i.v. Ceftriaxone 2 x 1 gram Inj. i.v. Ketorolac 3 x 30 mg Inj. i.v. Ranitidine 2 x 50 mgPro operasi debridement elevasi

Tanggal : 1 Juni 2012Nama/Macam Operasi : Evakuasi ICH + Elevasi

Informed consent pra-operasi dan antibiotik profilaksis.

Pasien posisi tidur terlentang dalam general anestesi

Disinfeksi lapang operasi di temporoparietal dengan savlon dan betadine dan dipersempit dengan duk steril.

Dilakukan insisi Harse skull parietal dextra mengikuti luka lama lapis demi lapis

Tampak fraktur impresi, pulp brain, robekan dura

Burhole, craniotomy, garis fraktur menembus lapisan tulang.

Dilakukan evakuasi ICH, duraplasty. Fraktur segmental ditata secara

mozaik, fiksasi dengan jaring laba (dengan Vicryl 2.0)

Pasang drain Tutup luka operasi lapis demi lapis

sampai dengan kulit. Operasi selesai

Pasien cedera kepala memerlukan penanganan awal yang tepat mencegah timbulnya kerusakan sekunder

Penanganan saat pasien pertama kali datang mengikuti prinsip umum yaitu penilaian ABC (airway, breathing, circulation).

Setelah itu dilakukan penilaian neurologis secara cepat, meliputi GCS, respons pupil, postur dan asimetri, serta refleks batang otak (kornea, okusefalik, muntah).

Tulang belakang servikal juga harus dinilai terhadap kemungkinan cedera.

Kasus ini laki-laki 21 tahun dengan ICH post-KLLD sepeda motor. GCS saat datang ke IGD 14.

Tekanan 150/90 mmHg. Kenaikan tekanan darah ini merupakan refleks protektif untuk meningkatkan perfusi otak.

Hasil CT-Scan kepala ICH temporoparietal dextra dengan volume 26 mL

Volume hematom memberikan nilai prognostik yang bermakna.

Sebagian besar ICH dengan volume < 25 mL dihubungkan dengan kerusakan parenkim yang lebih sedikit.

ICH dengan volume > 60-70 mL dihubungkan dengan koma dan outcome buruk

Fraktur pada tengkorak akan meningkatkan kemungkinan adanya hematom intrakranial hingga 400 kali.

Pada pasien ini disamping ICH juga mengalami fraktur depressed di temporoparietal dextra.

Fraktur tengkorak dapat terlihat melalui CT-Scan maupun foto roentgen

Pada pasien ini diberikan mannitol per infus.

Mannitol diberikan untuk menurunkan TIK melalui efek osmotik, cairan ekstraseluler dikeluarkan dari otak

Mannitol tersedia sebagai larutan 20% (20 gram per 100 mL atau 5 mL per gram) dan diberikan dengan dosis 0,5 gram/kgBB/kali.

Pemberian mannitol akan menyebabkan diuresis osmotik pasien dipasang kateter urin sebelum memulai terapi mannitol.

Mannitol dikontraindikasikan apabila terdapat gagal jantung kongestif atau edem paru

Pada pasien ini dilakukan evakuasi ICH dan elevasi.

Intervensi bedah dilakukan sesuai permasalahan yang tampak dari hasil CT-Scan.

Intervensi tersebut meliputi evakuasi hematom lewat craniotomy, burr hole, atau aspirasi stereotaktik.

Tindakan evakuasi ICH tidak hanya menurunkan efek massa, tetapi juga membantu mencegah edem dan kerusakan otak sekunder.

Evakuasi juga mencegah kontak berkepanjangan antara hematom dengan jaringan normal, yang dapat memicu berbagai proses patologis

Pada kasus ini pasien mengalami afasia dibutuhkan penanganan rehabilitasi medik.

Trauma fisik, efek massa dari hematom, hasil reaksi inflamasi, stres oksidatif, dan neurotoksisitas yang diperantarai oleh neurotransmitter eksitatorik merupakan faktor-faktor yang berperan dalam kematian sel neuron setelah ICH

Telah dilaporkan sebuah kasus CKR + ICH a/r Temporoparietal Dextra + Fraktur Depressed a/r Temporoparietal Dextra post-KLLD sepeda motor pada seorang laki-laki usia 21 tahun.

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mendukung diagnosis CKR + fraktur depressed dan ICH.

Penatalaksanaan bedah terhadap pasien ini dilakukan evakuasi ICH dan elevasi fragmen fraktur.

Pasca operasi keadaan klinis pasien membaik, namun didapatkan penyulit lanjut berupa afasia.