Post on 03-Oct-2021
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN DEPRESI POSTPARTUM PADA IBU POSTPARTUM
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KEBUMEN
Kusumastuti 1), Dyah Puji Astuti 2), Susi Hendriyati 3)
ABSTRAK
Latar belakang : Prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia adalah
perbaikan kesehatan ibu dan bayi. Perbaikan tersebut diarahkan kepada kesehatan
fisik dan psikologis. Masalah psikologis diantaranya kejadian depresi postpartum
yang merupakan faktor yang berkontribusi terhadap kesehatan ibu secara tidak
langsung. Dari hasil penelitian di RSU Dr Soetomo Surabaya mengidentifikasi
bahwa dari 31 orang ibu postpartum, ada sebanyak 17 (54.84%) orang yang
mengalami postpartumblues..
Tujuan : mengetahui hubungan karakteristik individu dengan kejadian depresi
postpartum pada ibu postpartum di RSUD Kebumen.
Metode penelitian : Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Sampel
penelitian total sampling dengan jumlah responden 91 orang. Cara pengumpulan
data dengan pengisian kuesioner. Uji yang digunakan dengan chi square
Hasil penelitian : Menunjukan bahwa karakteristik individu yang berhubungan
dengan kejadian depresi postpartum adalah dukungan suami (p = 0,000 < 0,05).
Karakteristik individu yang lain seperti usia, tingkat pendidikan, paritas dan jenis
pekerjaan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian depresi
postpartum.
Kesimpulan : Dukungan suami memiliki hubungan yang signifikan dengan
kejadian depresi postpartum.
Kata kunci : Karakteristik Individu, Depresi postpartum, Ibu postpartum
LATAR BELAKANG
Prioritas pembangunan
kesehatan di Indonesia adalah
perbaikan kesehatan ibu dan bayi,
dimana faktor kesehatan ibu tersebut
salah satu dilihat dari kesehatan
reproduksi.Berbagai upaya telah
dilakukan oleh pemerintah untuk
mencapai derajat kesehatan ibu dan
bayi yang optimum seperti yang
dicanangkan dalam paradigma sehat
2013 yaitu mengutamakan kegiatan
promotif dan preventif yang
mendukung upaya kuratif dan
rehabilitatif (Depkes, 2005). Upaya
yang telah dilakukan dan mendukung
paradigma sehat 2013 tersebut antara
lainassessment safe motherhood pada
tahun 1990-1991. Hasil dari kegiatan
tersebut mengidentifikasikan bahwa
kematian ibu dan bayi adalah dampak
dari penyebab langsung dan tidak
langsung. Komplikasi kehamilan/
persalinan dan resiko tinggi yang
terjadi pada ibu adalah keadaan yang
mengancam jiwa ibu dan janin sebagai
akibat langsung dari kehamilan atau
persalinan misalnya : perdarahan,
eklamsi, infeksi, partus lama, letak
lintang. Sedangkan penyebab tidak
langsung diantaranya seperti umur,
paritas, jarak antar kelahiran, sosial
demografi dan faktor resiko lainnya
seperti stress dan depresi yang dialami
ibu sepanjang kehamilan/persalinan
mengancam jiwa karena dapat
memperburuk keadaan kesehatan ibu
(Depkes, 2005).
Periode post partum merupakan
fase transisi dari perubahan fisik ibu
dan psikologis bagi ibu dan seluruh
keluarga. Selama periode post partum
terjadi perubahan fisiologis terhadap
organ-organ reproduksi dan organ
tubuh lainnya. Perubahan pada sistem
tubuh berlangsung dalam waktu 3-4
hari, sedangkan proses involusi organ
reproduksi terjadi sampai 6 minggu.
Banyak faktor termasuk tingkat energi,
tingkat kenyamanan, kesehatan bayi
baru lahir dan perawatan serta
dorongan semangat yang diberikan
perawat akan ikut membentuk respon
ibu terhadap bayinya selama ini.
Beberapa perubahan fisik tersebut
selalu diikuti perubahan psikologis
yang berlangsung dalam beberapa hari
post partum. Kemampuan ibu dalam
beradaptasi sangat dipengaruhi oleh
usia, sosial, suku budaya dan faktor
demografi, untuk itu dibutuhkan upaya
2 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 9, Januari 2015, 1-17
perawat untuk meningkatkan
kemampuan ibu, dan seluruh anggota
keluarga untuk beradaptasi (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004).
Adapun perubahan psikologis
yang terdiri yakni fase adaptasi ibu
terhadap peran parenting dimana
terjadi perubahan pola dari diasuh
menjadi mengasuh. Proses adaptasi ini
menurut Rubin terdiri dari tiga fase
yakni fase taking in, taking hold dan
letting go (Pilliteri, 2003; Wong, Perry
& Hockenbarry, 2002). Masing-
masing fase tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda, yang
memungkinkan ibu mengalami
postpartum blues bahkan berlanjut
sampai depresimisalnya ibu
menampilkan sesuatu perilaku yang
seharusnya berbahagia setelah
kelahiran bayi, justru kehilangan
perasaan tersebut secara tiba-tiba.
Kondisi ini merupakan salah satu
komplikasi postpartum yang biasanya
tidak terdeteksi dan tidak diobati,
karena beberapa gejala depresi dan
postpartum blues mempunyai
kesamaan dengan gejala yang dialami
ibu selama kehamilan normal pada saat
bersamaan, sehingga dianggap suatu
kelaziman (Fadlan, 2006).
Depresi postpartum adalah
depresi yang bervariasi dari hari ke
hari dengan menunjukkan kelelahan,
mudah marah, gangguan nafsu makan,
dan kehilangan libido. Tingkat
keparahan depresi postpartum
bervariasi dari keadaan yang paling
ringan yaitu saat ibu mengalami
kesedihan sementara yang berlangsung
sangat cepat pada masa awal
postpartum atau sering disebut dengan
maternity blues (Beck, 2002).
Gangguan postpartum yang paling
berat disebut postpartum pshycotic
depression.Gejalanya sering bermula
pada postpartum blues dan depresi
postpartum. Waham, halusinasi,
konfusi, delirium, dan panik bisa
terjadi pada ibu dengan postpartum
psychosis.Resiko terbesar adalah
bunuh diri atau membunuh bayi
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
Keadaan yang relatif sedang
disebutpostpartum neurotic depression
atau sering disebut depresi postpartum.
Pendokumentasian angka
kejadian post partum blues di
Indonesia belum banyak dilakukan
oleh rumah sakit. Namun hasil
penelitian Setyowati dan Riska pada
tahun 2006 di RSU Dr Soetomo
Kusumastuti, Dyah Puji Astuti Susi Hendriyati, Hubungan Karakteristik Individu… 3
Surabaya mengidentifikasi bahwa dari
31 orang ibu post partum, ada
sebanyak 17 (54.84%) orang yang
mengalami post partum blues dengan
menggunakan EPDS (Edinburg
Postnatal Depression Scale). Sedang
Albright (Wong, Perry &
Hockenbarry, 2002) mengemukakan
angka kejadian postpartum blues di
luar negeri cukup tinggi pada ibu-ibu
yang baru melahirkan sekitar 75%-
80%. Hal ini berkontribusi terhadap
penyebab secara tidak langsung
memperburuk keadaan ibu.Suasana
hati yang tidak enak tidak hanya
terjadi pada ibu, tetapi juga pada
keluarganya.Sekitar 25% - 50 % ibu
yang mengalami depresi postpartum
terjadi setelah enam bulan atau lebih
lama.Faktor signifikan yang membuat
hal ini adalah karena keterlambatan
tindakan penanganan (Beck, 2002).
Dari survei yang telah
dilakukan pada tanggal 6 November
2009 dengan menyebarkan kuesioner
Endinburgh Posnatal Depression
Scale (EPDS) pada ibu post partum di
bangsal Bougenvile di dapatkan 6 dari
10 ibu postpartum yang mengalami
postprtum blues. Dari pemantauan
tenaga kesehatan juga didapatkan ada
pasien yang merasa tidak senang atau
sedih setelah kelahiran anaknya
dikarenakan kurangnya dukungan dari
suami dan keluarga. Dari studi
pendahuluan tersebut penulis tertarik
untuk mengetahui hubungan
karakteristik individu dengan depresi
postpartum di RSUD Kebumen.
TUJUAN
Tujuan umum untuk mengetahui
hubungan karakteristik individu
dengan depresi postpartum di RSUD
Kebumen.
Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui hubungan
antara umur ibu dengan depresi
postpartum di RSUD Kebumen
tahun 2013.
b. Untuk mengetahui hubungan
antara tingkat pendidikan dengan
depresi postpartum di RSUD
Kebumen tahun 2013.
c. Untuk mengetahui hubungan
antara paritas dengan depresi
postpartum di RSUD Kebumen
tahun 2013.
4 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 9, Januari 2015, 1-17
d. Untuk mengetahui hubungan
antara jenis pekerjaan dengan
depresi postpartum di RSUD
Kebumen tahun 2013.
e. Untuk mengetahui hubungan
antara dukungan suami dalam
masa nifas dengan depresi
postpartum di RSUD Kebumen
tahun 2013.
METODELOGI
Metode penelitian Jenis
penelitian ini adalah penelitian
deskriptif korelasi dengan pendekatan
cross sectional. Jenis penelitian ini
ditujukan untukmempelajari antara
faktor pengaruh dengan faktor
terpengaruh dalam waktu yang sama
Populasi penelitian adalah
semua ibu postpartum di RSUD
Kebumen sebanyak 91.
Kriteria sampel yaitu Prinsip
yang digunakan untuk pengambilan
sampel adalah total sampling yaitu
semua ibu yang telah melahirkan di
RSUD Kebumen sesuai dengan
kriteria yang dikehendaki peneliti.
Dalam penelitian ini peneliti
menentukan sampel sebanyak 91
responden dengan kriteria inklusi Ibu
nifas hari 1 sampai hari ke 7, Ibu
bersalin normal maupun dengan
tindakan (vakum ekstraksi, sectio
cesarea), Mempunyai suami dan
Bersedia menjadi responden. Kriteria
eksklusi Trauma psikis persalinan
yang lalu, kehamilan yang tidak
diinginkan
Analisa Data pada analisis
univariat data yang diperoleh dari hasil
pengumpulan dapat disajikan bentuk
tabel distribusi frekuensi. Pada analisis
bivariat ini dilakukan uji statistik pada
variabel yang saling berhubungan,
statistik korelasi yang digunakan
adalah dengan mengunakan uji chi-
square. Uji ini digunakan untuk
mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen
dengan menggunakan data nominal
dan ordinal.
Hasil
Penyajian data demografi
responden terdiri dari satu tabel yang
meliputi usia, pendidikan, paritas,
pekerjaan, dan dukungan suami.
Kusumastuti, Dyah Puji Astuti Susi Hendriyati, Hubungan Karakteristik Individu… 5
Tabel 4.1: Distribusi Frekuensi
Responden Menurut Usia,
Pendidikan, Paritas, Pekerjaan, dan
Dukungan Suami di Rumah Sakit
Umum Daerah Kebumen Bulan
Maret – Juni 2013 (n = 91)
Variabel
Fre kuensi
(n) Persen
tase (%) Usia Beresiko 16 17,6
Tidak beresiko 75 82,4
Total 91 100,0 Tingkat Pendidikan SD 30 33 SMP 29 31,9 SMA 21 23,1 PT 11 12,1 Total 91 100,0 Paritas Primipara 48 52,7 Multipara 43 47,3 Total 91 100,0 Pekerjaan IRT 65 71,4 Petani 2 2,2 Pedagang 13 14,3 PNS 11 12,1 Total 91 100,0 Dukungan suami Ya 75 82,4 Tidak 16 17,6 Total 91 100,0
Berdasarkan tabel 4.1 proporsi
usia responden yang terbanyak adalah
usia normal atau tidak beresiko 82.4%
dan yang beresiko adalah 7.6%. Hal ini
menunjukkan bahwa usia responden
lebih banyak yang tidak beresiko
daripada usia yang beresiko saat
dilakukan pengambilan sampel.
Proporsi pendidikan responden
yang terbanyak adalah berpendidikan
SD 33.0% dan terendah adalah PT
12.1%, sedangkan responden yang
berpendidikan SMP 31.9% dan SMA
23.1%. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan pada responden
lebih banyak yang berpendidikan
rendah dan tingkat pendidikan untuk
PT paling sedikit diantara variabel
yang ada.
Proporsi paritas responden yang
terbanyak adalah primipara yaitu
sebesar 52,7% dan multipara adalah
47,3%. Hal ini menunjukkan bahwa
paritas responden primipara lebih
besar daripada multipara saat
dilakukan pengambilan sampel.
Proporsi pekerjaan yang
terbanyak adalah IRT / tidak bekerja
71.4%, dan terendah adalah petani
2.2%. Pekerjaan pedagang dan
pegawai negeri pada responden
menunjukkan hasil yang hampir sama
yaitu untuk pedangang 14.3%,
sedangkan untuk pegawai negeri
12.1%.
Proporsi dukungan suami pada
responden yang terbanyak adalah
6 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 9, Januari 2015, 1-17
suami mendukung responden selama
nifas adalah 82.4% dan terendah pada
suami yang tidak mendukung adalah
17.6%. Hal ini menunjukkan bahwa
mayoritas responden adalah mendapat
dukungan terutama dari suami masing-
masing responden.
1. Kejadian Depresi Postpartum
Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kejadian Depresi
Postpartum di Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen Bulan Maret – Juni
2013 (n = 91)
Variabel Frekuensi
(n) Persentase (%) Kejadian depresi
Kemungkinan depresi rendah 69 75,8
Baby blues 14 15,4 Kemungkinan PPD 2 2,2 Depresi postpartum 6 6,6 Total 91 100
Proporsi kejadian depresi postpartum di RSUD Kebumen adalah untuk
kemungkinan depresi rendah 75,8%, yang mengalami baby blues 15,4%,
kemungkinan depresi postpartum 2,2% dan yang mengalami depresi postpartum
adalah 6,6%.
2. Hubungan Usia Dengan Kejadian Depresi Postpartum
Tabel 4.3 : Hubungan Usia Responden dengan Kejadian Depresi Postpartum
di Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen Bulan Maret – Juni 2013 (n = 91)
Variabel Usia
χ2 p Beresiko Tidak Beresiko Kemungkinan Depresi Rendah 11 58 4,025 0,259 Baby Blues 4 10 Kemungkinan Depresi Postpartum 1 1 Depresi Postpartum 0 6
Bardasarkan tabel 4.3
menunjukan proporsi responden yang
berusia normal atau tidak beresiko
yaitu antara 20 sampai 35 tahun yang
kemungkinan mengalami depresi
rendah adalah 58 responden dan
kemungkinan depresi postpartum
adalah 1 responden, pada usia ini yang
Kusumastuti, Dyah Puji Astuti Susi Hendriyati, Hubungan Karakteristik Individu… 7
pasti mengalami depresi postpartum
adalah 6 responden. Sedangkan yang
berusia kurang dari 20 tahun dan lebih
dari 35 tahun atau beresiko yang
kemungkinan mengalami depresi
rendah adalah 11 responden dan pada
usia ini tidak ada yang mengalami
depresi postpartum. Hasil uji chi-
square didapatkan nilai χ2 = 4,025 (p
= 0,259), artinya ibu yang berusia
normal maupun beresiko tidak
memiliki hubungan yang signifikan
dengan kejadian depresi postpartum.
3. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kejadian Depresi Postpartum.
Tabel 4.4 : Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Depresi
Postpartum di Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen Bulan Maret – Juni
2013 (n = 91)
Variabel Pendidikan
χ2 P SD SMP SMA PT Kemungkinan Depresi Rendah 22 21 18 8 2,277 0,986 Baby Blues 5 5 2 2 Kemungkinan Depresi Postpartum 1 1 0 0 Depresi Postpartum 2 2 1 1
Berdasarkan tabel 4.4
menunjukkan proporsi tingkat
pendidikan dengan kejadian depresi
postpartum. Pada tabel tersebut dapat
dilihat bahwa responden yang
berpendidikan SD memiliki paling
banyak responden seperti yang
kemungkinan mengalami depresi
rendah yaitu 22 responden, baby blues
5 responden dan yang pasti mengalami
depresi postpartum adalah 2
responden. Sedangkan responden
paling sedikit yang mengalami depresi
adalah pendidikan perguruan tinggi
yaitu untuk kemungkinan depresi
rendah 8 responden dan untuk yang
mengalami depresi postpartum adalah
1 responden. Hasil uji chi-square
didapatkan nilai χ2 = 2,277 (p =
0,986), artinya ibu yang berpendidikan
rendah maupun tinggi tidak
mempunyai resiko kejadian depresi
postpartum pada penelitian ini.
8 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 9, Januari 2015, 1-17
4. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Depresi Postpartum. Tabel 4.5 : Hubungan Paritas dengan Kejadian Depresi Postpartum di Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen Bulan Maret – Juni 2013 (n = 91)
Variabel Paritas
χ2 p Primi Multi Kemungkinan Depresi Rendah 39 30 5,487 0,135 Baby Blues 4 10 Kemungkinan Depresi Postpartum 2 0 Depresi Postpartum 3 3
Berdasarkan tabel 4.5
menunjukkan proporsi paritas pada
primipara yang paling banyak adalah
kemungkinan depresi rendah yaitu 39
responden dan yang paling sedikit
adalah pada kemungkinan depresi
postpartum adalah 2 responden.
Multipara yang mengalami kejadian
depresi paling banyak adalah pada
kemungkinan depresi rendah dan pada
kemungkinan depresi postpartum tidak
ada yang mengalami tetapi responden
yang pasti mengalami depresi
postpartum ada 3 responden. Hasil uji
chi-square didapatkan nilai χ2 = 5,487
(p = 0,135), artinya ibu yang baru
pertama melahirka (primipara) ataupun
sudah pernah melahirkan (multipara)
tidak mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kejadian depresi
postpartum.
5. Hubungan Pekerjaan Responden Dengan Kejadian Depresi Postpartum
Tabel 4.6 : Hubungan Pekerjaan Responden dengan Kejadian Depresi
Postpartum di Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen Bulan Maret –
Juni 2013 (n = 91)
Variabel Pekerjaan
χ2 p IRT Dagang Tani PNS Kemungkinan Depresi Rendah 46 13 2 8 6,165 0,723 Baby Blues 12 0 0 2 Kemungkinan Depresi Postpartum 2 0 0 0 Depresi Postpartum 5 0 0 1
Kusumastuti, Dyah Puji Astuti Susi Hendriyati, Hubungan Karakteristik Individu… 9
Berdasarkan tabel 4.6
menunjukkan proporsi pekerjaan yang
dimiliki oleh responden, untuk
pekerjaan ibu rumah tangga yang
kemungkinan untuk mengalami
depresi rendah adalah yang paling
banyak dari pekerjaan ibu rumah
tangga yaitu 46 responden dan yang
paling sedikit adalah pada
kemungkinan depresi postpartum yaitu
2 responden. Untuk pekerjaan yang
paling sedikit kemungkinan
mengalami depresi rendah adalah
pekerjaan petani yaitu 2 responden.
Sedangkan untuk pekerjaan PNS yang
mengalami depresi postpartum adalah
1 responden. Hasil uji chi-square
didapatkan nilai χ2 = 6,165 (p =
0,723), artinya ibu dengan pekerjaan
ibu rumah tangga atau pekerjaan
lainnya tidak mempunyai hubungan
yang signifikan dengan kejadian
depresi postpartum pada penelitian ini.
6. Hubungan Dukungan Suami Dengan Kejadian Depresi Post Partum
Tabel 4.7 : Hubungan Dukungan Suami dengan Kejadian Depresi Post
Partum di Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen Bulan Maret – Juni
2013 (n = 91)
Variabel
Dukungan Suami
χ2 p Dukung Tidak Dukung
Kemungkinan Depresi Rendah 63 6 20,663 0,000 Baby Blues 9 5 Kemungkinan Depresi Postpartum 0 2 Depresi Postpartum 3 3
Berdasarkan tabel 4.7
menunjukkan proporsi dukungan
suami yang diberikan selama nifas.
Untuk responden yang mendapatkan
dukungan suami paling banyak untuk
kemungkinan mengalami depresi
rendah yaitu 63 responden dan
kemungkinan depresi postpartum tidak
ada tetapi untuk yang mengalami
depresi postpartum adalah 3
responden. Sedangkan responden yang
tidak mendapat dukungan suami pada
masa nifas, kemungkinan mengalami
depresi rendah adalah 6 responden, ini
merupakan angaka tertinggi untuk
responden yang tidak mendapatkan
dukungan suami. Untuk responden
yang kemungkinan mengalami depresi
10 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 9, Januari 2015, 1-17
postpartum adalah 2 responden dan
yang sudah mengalami depresi
postpartum adalah 3 responden. Hasil
uji chi-square didapatkan nilai χ2 =
20,663 (p = 0,000), artinya dukungan
suami terhadap kejadian depresi
postpartum mempunyai hubungan
yang signifikan pada penelitian ini.
Pembahasan
Penggunaan instrumen EPDS
(Edinburgh Postnatal Depression
Scale) adalah hanya untuk
menskrining adanya depresi
postpartum atau postpartum blues.
Untuk score 0-8 kemungkinan depresi
rendah, 8-12 mengalami baby blues,
13-14 kemungkinan mengalami
depresi postpartum dan >15 pasti
mengalami depresi postpartum. Tanda-
tanda yang muncul pada responden
jika tidak ditangani dengan baik, bisa
berkembang menjadi depresi
postpartum.
1. Hubungan Usia dengan
Kejadian Depresi Post Partum
Menurut Hardiman dan Hanafi
(1998) dalam Suryani (2008),
mengatakan bahwa mereka yang
berusia lanjut biasanya mudah terkena
depresi. Gejala tersebut seperti
penurunan energi, mudah lelah,
anoreksia, konstipasi serta insomnia.
Selain itu, sebagian besar masyarakat
percaya bahwa saat yang tepat bagi
seseorang perempuan untuk
melahirkan pada usia antara 20–30
tahun, dan hal ini mendukung masalah
periode yang optimal bagi perawatan
bayi oleh seorang ibu. Faktor usia
perempuan yang bersangkutan saat
kehamilan dan persalinan seringkali
dikaitkan dengan kesiapan mental
perempuan tersebut untuk menjadi
seorang ibu.
Hasil analisapada penelitian ini
menghasilkan bahwa variabel umur
tidak mempunyai hubungan yang
bermaknadengan kejadian depresi
postpartum. Hal ini mungkin
disebabkan karena faktor usia
perempuan yang bersangkutan saat
kehamilan dan persalinan seringkali
dikaitkan dengan kesiapan mental
perempuan tersebut untuk menjadi
seorang ibu menurut Ling dan Duff
(2001). Selain itu juga disebabkan
karena faktor eksternal yang tidak
diteliti oleh peneliti seperti psikologis
ibu sendiri.
Kusumastuti, Dyah Puji Astuti Susi Hendriyati, Hubungan Karakteristik Individu… 11
2. Hubungan Tingkat Pendidikan
dengan Kejadian Depresi Post
Partum
Perempuan yang berpendidikan
tinggi menghadapi tekanan sosial dan
konflik peran, antara tuntutan sebagai
perempuan yang memiliki dorongan
untuk bekerja atau melakukan
aktivitasnya diluar rumah, dengan
peran mereka sebagai ibu rumah
tangga dan orang tua dari anak–anak
mereka (Kartono, 2002). Hasil analisa
pada penelitian ini menghasilkan
bahwa variabel tingkat
pendidikantidak mempunyai hubungan
yang bermaknadengan kejadian
depresi postpartum. Walaupun ibu
berpendidikan rendah ataupun tinggi
semua bisa mengalami depresi
postpartum. Akan tetapi, untuk wanita
yang memiliki pendidikan yang lebih
tinggi untuk menangani masalah
depresi postpartum lebih mudah
daripada wanita yang memiliki
pendidikan rendah.
Tidak adanya hubungan antara
tingkat pendidikan dengan kejadian
depresi postpartum bisa disebabkan
karena wanita sekarang terutama
responden mudah mendapatkan
informasi-informasi kesehatan dari
berbagai macam media. Keterbatasan
media tidak mempengaruhi ibu
mendapatkan ilmu pengetahuan, ibu
bisa menanyakan pada tetangga yang
lebih berpengalaman, jadi ibu tersebut
dapat belajar mengenai kehamilan,
persalinan dan merawat bayi secara
jelas. Selain itu juga bisa disebabkan
karena faktor lain yang tidak diteliti
oleh peneliti. Seperti pada penelitian
Suryani (2008) hasil observasi
penelitian ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kejadian depresi
atau postpartum blues yakni kondisi
ekonomi dan kebijakan rumah sakit
yang kurang mendukung.
3. Hubungan Paritas dengan
Kejadian Depresi Postpartum
Menurut Ling dan Duff (2001),
gangguan postpartum berkaitan dengan
status paritas adalah riwayat obstetri
pasien yang meliputi riwayat hamil
sampai bersalin serta apakah ada
komplikasi dari kehamilan dan
persalinan sebelumnya dan terjadi
lebih banyak pada wanita primipara.
Wanita yang melahirkan pertama kali
(primipara) akan mempunyai
pengalaman yang lebih sedikit
dibandigkan dengan yang pernah
melahirkan (multipara). Hal ini akan
12 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 9, Januari 2015, 1-17
berpengaruh terhadap cara adaptasi
klien, dimana wanita primipara lebih
sering mengalami postpartum blues
karena setelah melahirkan wanita
primipara mengalami proses adaptasi
yang lebih dibandingkan pada
multipara (Regina dkk, 2001)
Hasil analisa penelitian ini
menghasilkan bahwa variabel paritas
tidak menunjukkan hubungan yang
bermaknadengan kejadian depresi post
partum. Hal ini bisa disebabkan karena
kesiapan mental dari responden dalam
menerima kelahiran bayinya.
Walaupun baru pertama kali
melahirkan, responden bisa menangani
bayinya sendiri dengan rasa percaya
diri. Rasa percaya diri muncul bisa
karena ibu sudah mengetahui tentang
kehamilan, persalinan dan cara
marawat bayi. Seperti yang dikatakan
oleh Ling dan Duff (2001), kesiapan
mental perempuan untuk menjadi
seorang ibu seringkali dikaitkan
dengan saat kehamilan dan persalinan.
4. Hubungan Pekerjaan dengan
Kejadian Depresi Post Partum
Kejadian depresi postpartum
atau postpartum blues menurut Beck
(2002), berkisar antara 13% sampai
25% wanita yang melahirkan, dengan
kecenderungan lebih banyak pada
wanita dengan sosial ekonomi miskin,
dan tinggal di luar kota. Lebih dari
50% kejadian depresi postpartum
terjadi pada 6 bulan atau lebih.
Hasil analisapada penelitian ini
menghasilkan bahwa variabel
pekerjaantidak mempunyai hubungan
yang bermaknadengan kejadian
depresi postpartum. Meskipun ibu
bekerja hanya sebagai ibu rumah
tangga tidak mempengaruhi untuk
terjadi depresi postpartum. Hal ini bisa
disebabkan karena ekonomi keluarga
sudah tercukupi oleh suami yang
bekerja ataupun juga kesiapan mental
dari responden dalam menerima
kelahiran bayinya. Seperti yang
dikatakan oleh Ling dan Duff (2001),
kesiapan mental perempuan untuk
menjadi seorang ibu seringkali
dikaitkan dengan saat kehamilan dan
persalinan.
5. Hubungan Dukungan Suami
dengan Kejadian Depresi Post
Partum
Llewellyn–Jones (1994) dalam
Suryani (2008), karakteristik wanita
yang berisiko mengalami depresi
Kusumastuti, Dyah Puji Astuti Susi Hendriyati, Hubungan Karakteristik Individu… 13
postpartum adalah wanita yang
mempunyai sejarah pernah mengalami
depresi, wanita yang berasal dari
keluarga yang kurang harmonis,
wanita yang kurang mendapatkan
dukungan dari suami atau orang–orang
terdekatnya selama hamil dan setelah
melahirkan. Banyaknya kerabat yang
membantu pada saat kehamilan,
persalinan dan pascasalin, beban
seorang ibu karena kehamilannya
sedikit banyak berkurang.
Llewellyn–Jones (1994) dalam
Suryani (2008), menyatakan bahwa
wanita yang didiagnosa secara klinis
pada masa postpartum mengalami
depresi dalam 3 bulan pertama setelah
melahirkan. Wanita yang menderita
depresi postpartum adalah mereka
yang secara sosial dan emosional
merasa terasingkan atau mudah tegang
dalam setiap kejadian hidupnya.
Hasil analisa pada penelitian ini
menghasilkan bahwa variabel
dukungan suami mempunyai hubungan
yang bermakna dengan kejadian
depresi postpartum. Hal ini bisa
disebabkan karena ibu merasa nyaman
karena dukungan yang diberikan saat
persalinan sampai dengan masa nifas.
Selain itu juga bisa disebabkan karena
rasa percaya dirinya tumbuh dengan
adanya dukungan dari orang sekitar
terutama dukungan suami sehingga ibu
bisa menjalani masa puerperium
dengan normal.
Hasil penelitian menunjukkan
adanya hubungan antara dukungan
suami dengan kejadian depresi
postpartum. Penelitian yang
mendukung adalah penelitian
Setyowati dan Uke (2006),
menyatakan bahwa kejadian depresi
postpartum disebabkan oleh faktor-
faktor kualitas dan kondisi dan kondisi
bayi baru lahir, pengalaman yang tidak
menyenangkan pada periode
kehamilan dan persalinan, dukungan
sosial dan spiritual. Tenaga kesehatan
perlu memberi masukan kepada ibu
hamil baik yang primipara ataupun
multipara untuk mempersiapkan
persalinannya agar semua siap.
Kesimpulan
Berdasarkan interpretasi dan
diskusi hasil penelitian, maka dapat
disimpulkan beberapa hal, yaitu
a. Tidak ada hubungan antara
umur ibu dengan depresi postpartum di
RSUD Kebumen.
14 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 9, Januari 2015, 1-17
b. Tidak ada hubungan antara
tingkat pendidikan dengan depresi
postpartum di RSUD Kebumen.
c. Tidak ada hubungan antara
paritas dengan depresi postpartum di
RSUD Kebumen.
d. Tidak ada hubungan antara
jenis pekerjaan dengan depresi
postpartum di RSUD Kebumen.
e. Ada hubungan antara dukungan
suami dalam masa nifas dengan
depresi post partum di RSUD
Kebumen.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dan
hasil penelitian maka saran yang perlu
diperhatikan adalah :
1. Bagi Ibu Postpartum
Ibu postpartum sebaiknya dalam
menjalani masa nifas bisa dilalui
dengan menyenangkan karena ibu
menjadi individu baru yang akan
menjalani hidup baru dengan buah
hatinya. Ibu postpartum perlu diberi
dukungan dalam menjalani masa nifas
agar ibu bisa menjalani masa nifas
dengan menyenangkan bukan sesuatu
yang menakutkan.
2. RSUD Kebumen
Untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan dan merencanakan suatu
upaya menanggulangi depresi
postpartum lebih lanjut, khususnya
bidan untuk dapat memberikan
dukungan, bimbingan dan bantuan
untuk antisipasi terhadap adanya
kondisi kejiwaan (depresi) pada
periode postpartum pada ibu.
3. STIKES Muhammadiyah Gombong
Berdasarkan hasil penelitian ini
maka kompetensi tentang pendidikan
kesehatan untuk mencegah kejadian
depresi postpartum perlu
dikembangkan agar peserta didik bisa
mempraktekkan ilmunya setelah lulus,
sehingga ibu pasca bersalin bisa
menghindari faktor yang dapat
menyebabkan depresi postpartum.
4. Peneliti Lebih Lanjut
a. Perlu dilakukan penelitian
lanjut tentang faktor – faktor yang
menyebabkan depresi postpartum
dengan desain penelitian lainnya.
b. Perlu dilakukan penelitian yang
lebih spesifik pada variabel tertentu
misalnya karakteristik individu yang
seperti apa yang bisa menentukan
menyebabkan depresi postpartum.
Kusumastuti, Dyah Puji Astuti Susi Hendriyati, Hubungan Karakteristik Individu… 15
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, U.N. (2005). Waspadai depresi pasca melahirkan di pengungsian, http://pikas.bkkbn.go.id. Accessed 23 Maret 2009.
Ambarwati. (2009). Asuhan
Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra Cedekis Press.
Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Azwar, A., & Prihartono, J. (2003).
Metodologi Penelitian Kedokteran dan Masyarakat. Jakarta: Binarupa Aksara.
Beck, C.T. (2002). Postpartum
depression screening scale (PDSS): Manual. Los Angeles: Western Psycological Service.
Bobak, M.I., Lowdermilk, L.D., &
Jensen, M.C. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas.(1th ed). (Wijayanti, Penerjemah). Jakarta: EGC. (Sumber asli diterbitkan tahun 1995).
Caturini.(2002). Depresi pada Ibu
Postpartum Primipara Suatu Kajian di Bangsal Kebidanan RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Departemen Kesehatan RI.,& WHO.
(2005). Rencana strategi nasional making pregnancy safer (MPS) di Indonesiao 2001-2013.Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Fadlan. (2006). Apa yang dimaksud dengan depresi?. http://Fadlan.multiply.com/journal/item/56/43_Depresi_Pasca_Melahirkan_bukan_suatu_kutukan. Accessed 30 oktober 2009.
Gorrie, T.M., Mickenney, E.S &
Murray, S.S. (2006). Foundation of maternal newborn nursing. (2th edition). USA: WB. Saunders Company.
Hadi, P. 2004. Depresi dan
Solusinya.Yogyakarta : Tugu. Kartono, Kartini.(2002). Psikologi
Wanita : Mengenal Wanita Sebagai Ibu dan Nenek jilid2. Mandar Maju: Bandung.
Ling, F.W., & Duff, P., (2001).
Obstetrics and gynecology. New York : Mc Graw – Hill Companies.
Miller, L.R., Pallant, Julie, F., & Negri, L.M. (2006).Anxiety and stress in the postpartum is there more to postnatal distress than depreesion. Western Journal of Nursing Research, 15, 97-113.
Notoatmodjo, S (2005). Metodologi
Penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Putra.
Nursalam. (2003). Konsep &
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika.
16 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 9, Januari 2015, 1-17
Pilliteri, A. (2003). Maternal & child health nursing: Care of the childbearing & childrearing family. (4td ed). New York: Lippincott Williams & Wilkins.
Saefuddin.(2002). Asuhan Neonatal
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Santrock, J .W. (2002). Perkembangan
masa hidup. Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Saryono, (2008). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cedekia Press.
Saryono, (2013).Kumpulan Instrumen
Penelitian Kesehatan. Bantul: Nuha Medika.
Scott, N. (2008). Perinatal depression:
Current concepts.http://www.hfs.illinois.gov/mch/scott/scottpresentation_files/frame.htm. Accessed 11 September 2009.
Setyowaty.,& Riska, U. (2006). Studi
faktor kejadian postpartum blues pada ibu pasca persalinan: penelitian deskriptif di ruang bersalin di RSU Dr. Soetomo Surabaya. http://adln.lib.Unair.ac.id. Accessed 25 September 2009.
Sugiyono. (2007). Statistika untuk
Peneliti. Bandung: Alfabeta.
Suryani, M. (2008). Evektivitas Terapi Musik Terhadap Pencegahan Postpartum Blues Pada Ibu Primipara Di Ruang Kebidanan RSUP Cipto Mangunkusumo.
Wisner, K.L., Perry, B.L., & Piontek,
C.M. (2002). Postpartum scale EPDS. http://209.85.175.104/search?q=cache:ZvvHPPysTNUJ. Accessed 10 September 2009.
Wong, D.L., Perry, E.S., &
Hockenberry, M. (2002).Maternal nursing child care, (2th edition).Philadelphia USA: Mosby.
Yanita, A, dan Zamralita. 2001.
Persepsi Perempuan Primipara Tentang Dukungan Suami Dalam Usaha Menanggulangi Gejala Depresi pascasalin. Phronesis. Vol.3. No : 5. 34 – 50.
Kusumastuti, Dyah Puji Astuti Susi Hendriyati, Hubungan Karakteristik Individu… 17