Post on 16-Oct-2021
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP
PERAWATAN DIRI (SELF-CARE) PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE II : SEBUAH TINJAUAN
SISTEMATIK
Oleh :
Atmi Gumingsih
16.14201.30.50
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
2020
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP
PERAWATAN DIRI (SELF-CARE) PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE II :SEBUAH TINJAUAN
SISTEMATIK
Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA KEPERAWATAN
Oleh :
Atmi Gumingsih
16.14201.30.50
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
2020
iii
ABSTRAK SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK)
BINA HUSADA PALEMBANG
Skripsi. 24 Agustus 2020
Atmi Gumingsih
Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Perawatan Diri (Self-Care) Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe II : Sebuah Tinjauan Sistematik
(xvi + 40 Halaman + 5 Tabel + 1 Bagan + 11 Lampiran)
Angka prevalensi penderita Diabetes Melitus usia ≥ 15 tahun meningkat cukup tinggi,
dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018 sehingga jumlah penderita
Diabetes melitus di Indonesia mencapai lebih dari 16 juta orang. tujuan dari
penelitian ini data teridentifikasinya “Apakah dukungan keluarga efektif dalam
pencapaian upaya menjalankan penerapan kegiatan Self-Care pada penderita DM
(Diabetes Melitus) Tipe II”. Jenis metode yang di gunakan dalam penelitian ini
adalah cross sectional study. Basis data dalam pencarian artikel yang relevan adalah
melalui Google Scholar dan Sinta. Metode pencarian di lakukan dengan
menggunakan analisis PICO yaitu (1) Populasi: Penderita DM (Diabetes Melitus)
Tipe II, (2) Intervensi: Dukungan keluarga, (3) Perbandingan: Tidak ada pembanding,
(4) Hasil: Dukungan keluarga dalam upaya menjalankan penerapan kegiatan self-care
pada penderita DM (Diabetes Melitus) tipe II. Terdapat 7 artikel yang memenuhi
kriteria inkluasi yang berkaitan dengan judul Hubungan dukungan keluarga terhadap
perawatan diri (self-care) pada penderita diabetes melitus tipe II. Analisis dari 7
artikel ilmiah di atas menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga terhadap perawatan diri (self-care) pada penderita diabetes
melitus tipe II. penelitian ini menunjukan semakin besar dukungan dari keluarga
maka semakin baik penderita diabetes melitus tipe II dalam menjaga kontrol gula
darah dan proses penyembuhan.
Kata Kunci : Dukungan Keluarga, Self-Care, Penderita Diabetes Melitus
Tipe II
Daftar Pustaka : 14 (2015-2020)
iv
ABSTRACT BINA HUSADA COLLEGE OF HEALTH SCIENCE
NURSING STUDY PROGRAM
Student Thesis, August 24th
2020
Atmi Gumingsih
Family Support Relationship to Self-Care in People With Type II Diabetes
Mellitus: A Systematic Review
(xvi + 40 Pages + 8 Tables + 1 chart + 11 Attachments)
The prevalence rate of people with Diabetes Mellitus aged ≥ 15 years has increased
quite high, from 6.9% in 2013 to 8.5% in 2018 so that the number of people with
Diabetes Mellitus in Indonesia has reached more than 16 million people.The purpose
of this study was to determine the data "Whether family support is effective in
realizing the implementation of self-care activities for people with diabetes mellitus
type II". The type of method used in this study is a cross sectional study. The
database in the search for relevant articles is through Google Scholar and Sinta. The
search method was carried out using PICO analysis, namely (1) Population: Patients
with Diabetes Mellitus Type II, (2) Intervention: Family support, (3) Comparison: No
comparison, (4) Results: Family support in an effort to run implementation of self-
care activities for type II diabetes mellitus sufferers. There are 7 articles that meet the
incluation criteria relating to the title Relationship of family support to self-care in
people with type II diabetes mellitus. The results of the analysis of the 7 scientific
articles above show that there is a significant relationship between family support for
self-care in people with type II diabetes mellitus. This study shows that the greater the
support from the family, the better type II diabetes mellitus sufferers in maintaining
blood sugar control and the healing process.
Keywords : Family Support, Self-Care, Type II Diabetes Mellitus Sufferers
Bibliography : 14 (2015-2020)
vii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
I. IDENTITAS
Nama : Atmi Gumingsih
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 10 Februari 1996
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl Bemban Rt 003 Rw 007 No 04 Kel Muara Enim, Kec
Muara Enim, Kab Muara Enim
No. Handphone : 082178864392 (Telp) / 082178864392 (WA)
Email : atmigumingsih@gmail.com
Nama orang tua
- Ayah : Cholidi
- Ibu : Rosidah
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tahun 2002-2008 : SDN 05 Muara Enim
2. Tahun 2008-2011 : SMPN 2 Muara Enim
3. Tahun 2011-2014 : SMAN 2 Muara Enim
4. Tahun 2016-2020 : STIK Bina Husada Palembang
viii
PERSEMBAHAN DAN MOTTO
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang maha pengasih lagi maha
penyayang.
Kupersembahkan skripsi kepada:
Papa dan Mama tercinta dan tersayang ku ucapkan terima kasih tak terhingga
untuk kalian yang telah membesarkan ku dan merawat ku dengan penuh kasih
sayang sampai aku berada dititik ini dan berkat do’a dan restunya lah aku dapat
menyelesaikan pendidikan ini.
Abang-abangku yang sangat ku sayang Adri Agustian, Ade Saputra, dan Addan
Sangkian terima kasih telah menjadi Abang yang terbaik untukku yang selalu
menyayangi dan mendukung ku selama ini.
Untuk yang tersayang dan tercinta Wawan Setiawan terima kasih karena telah
begitu baik dan banyak membantu dan mendukung ku selama ini sehingga aku
berhasil mengatasi semua tantangan ini dan sekarang aku memiliki harapan untuk
masa depan yang lebih baik.
Almamater tercinta, aku akan selalu menjaga nama baikmu.
MOTTO:
“ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya.”
( QS Al-Baqarah : 286 )
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Perawatan Diri (Self-Care) Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe II”. Sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina
Husada Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga
skripsi ini dapat selesai.
Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada :
1. Dr. Amar Muntaha, SKM., M.Kes Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bina Husada Palembang.
2. Ns. Kardewi S.Kep., M.Kes., M.Kep Selaku Ketua Jurusan Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada Palembang.
3. Ns. Sutrisari Sabrina Nainggolan, S.Kep., M.Kes., M.Kep Selaku Ketua Program
Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada Palembang.
x
4. Ns. Dian Emiliasari, S.Kep,. M.Kes selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini sehingga dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
5. Ns. Raden Surahmat, S.Kep., M.Kes., M.Kep selaku Dosen Penguji I yang telah
banyak memberikan dorongan, kritik dan masukannya dalam penyelesaian skripsi
ini.
6. Ns. Yofa Anggraini Utama, S.Kep., M.Kes., M.Kep selaku Dosen Penguji II yang
telah banyak memberikan kritik dan sarannya dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Papa dan mama serta abang-abangku yang telah memberikan doa, dorongan dan
semangat selama penyusunan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabatku Dwi Sri Lestari dan Ria Novita Sari yang selalu memberikan
motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin, penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca
dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Palembang, 24 Agustus 2020
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI .......................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................................... iii
ABSTRACT .................................................................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN................................................................................ v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ......................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS ..................................................................................... vii
PERSEMBAHAN DAN MOTTO................................................................................. viii
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................................... ix
DAFTAR ISI................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ...................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6
BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Metode Pencarian ............................................................................................ 7
2.1.1 Sumber Pencarian .................................................................................. 7
2.1.2 Strategi Pencarian .................................................................................. 7
2.1.3 Seleksi Studi .......................................................................................... 9
2.1.3.1 Strategi Seleksi Studi ................................................................. 9
2.1.3.2 Kriteria Inklusi ........................................................................... 10
2.1.3.3 Kriteria Eksklusi ......................................................................... 11
2.2 Kriteria Kualitas Studi ................................................................................... 12
2.3 Ekstraksi Data ................................................................................................. 13
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Studi ......................................................................................... 14
3.2 Hasil ............................................................................................................... 24
3.2.1 Dukungan keluarga dalam pencapaian upaya menjalankan penerapan
kegiatan self-care pada penderita DM tipe II ...................................... 24
3.2.2 Kegiatan self-care dalam upaya penyembuhan penyakit diabetes
melitus tipe II. ...................................................................................... 26
xii
3.3 Pembahasan .................................................................................................... 29
3.3.1 Efektifitas Dukungan Keluarga Dalam Pencapaian Upaya
Menjalankan Penerapan Kegiatn Self-Care Pada Penderita
DM Tipe II ........................................................................................... 29
3.3.2 Kegiatan Self-Care Dalam Upaya Penyembuhan Penyakit Diabetes
Melitus Tipe II ..................................................................................... 34
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan .................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
Tabel 2.1 Strategi Pencarian ................................................................................ 7
Tabel 2.2 Kriteria Inklusi ..................................................................................... 11
Tabel 2.3 Kriteria Eksklusi .................................................................................. 11
Tabel 2.4 Kriteria Kualitas Studi ......................................................................... 12
Tabel 3.1 Hasil ..................................................................................................... 15
xiv
DAFTAR BAGAN
No. Bagan Halaman
Bagan 2.1 Diagram Alur Prisma ......................................................................... 9
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hubungan Dukungan Keluarga Dan Efikasi Diri Dengan Self-Care Penderita
Diabetes Melitus Tipe-2 di Puskesmas Kasihan II Bantul.
2. Efikasi Diri Dan Perilaku Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Pahandut.
3. Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2.
4. Faktor-Faktor Internal Yang Mempengaruhi Self Care Management Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Khusus Penyakit Dalam RSUP Dr.M.Djamil
Padang.
5. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan
Kemampuan Self-Care Pada Pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Cilacap Tengah 1
Dan 2.
6. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Perilaku Perawatan Diri Pada Klien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates, Jember.
7. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Self-Care Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2.
8. Dukungan Keluarga Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Binaan
Puskesmas Babakan Sari.
xvi
9. Dukungan Keluarga Terhadap Self Care Pada Lansia Dengan Diabetes Melitus
Tipe 2.
10. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Perawatan Diri (Self Care Activity) Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2.
11. Dukungan Keluarga Dan Perilaku Self-Management Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika
pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara
produktif menggunakan insulin yang dihasilkannya. (Who, 2017)
Penyakit diabetes melitus dapat terjadi pada setiap orang baik usia produktif
maupun usia keluarga miskin sehingga berdampak pada kepentingan hidup orang usia
lanjut. Diabetes melitus adalah suatu ancaman kesehatan bagi setiap orang. Diabetes
melitus (DM) adalah salah satu dari 10 faktor utama kematian secara global. Semua
negara mengalami penyakit Diabetes melitus bahkan wabah penyakit akan terus
meningkat. (International Diabetes Federation, 2017)
Berdasarkan hasil data terbaru Diabetes melitus (DM) tahun 2019 terdapat
463 juta orang dewasa berusia 20-79 tahun menderita Diabetes Melitus, sekitar 10%
dari pengeluaran kesehatan global dihabiskan untuk Diabetes Melitus sekitar 760
miliar USD. Penderita Diabetes Melitus sebanyak 79% bertempat tinggal di beberapa
negara dengan penduduk ekonomi rendah dan menengah didapatkan 2 dari 3
penderita Diabetes Melitus tinggal di daerah perkotaan (310,3 juta) dan di Indonesia
diperkirakan jumlah penderita Diabetes melitus (DM) akan terus meningkat pada
tahun 2015 dari 10 juta orang menjadi 16,2 juta orang di 2040. (International
Diabetes Federation, 2019)
2
Berdasarkan data terbaru penderita Diabetes Melitus (DM) di Indonesia telah
mencapai 9,1 juta orang. Tingginya angka kejadian tersebut Indonesia menduduki
peringkat keempat di dunia dengan jumlah penderita Diabetes melitus (DM)
terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. (PERKENI, 2015)
Angka prevalensi penderita Diabetes Melitus usia ≥ 15 tahun meningkat
cukup tinggi, dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018 sehingga jumlah
penderita Diabetes melitus di Indonesia mencapai lebih dari 16 juta orang. Kemudian
berpotensi terkena penyakit lain, seperti stroke, serangan jantung, kebutaan dan gagal
ginjal bahkan dapat mengakibatkan kelumpuhan dan kematian. (Kemenkes RI, 2019)
Berdasarkan data terbaru riset kesehatan dasar tahun 2018 di Indonesia, secara
umum jumlah kasus Diabetes Melitus (DM) mengalami peningkatan yang cukup
tinggi selama 5 tahun terakhir. Pada tahun 2013, angka kasus Diabetes Melitus pada
orang dewasa mencapai 6,9 % dan di tahun 2018 angka terus meningkat menjadi
8,5% (RISKESDAS, 2018)
Untuk Provinsi sumatera selatan jumlah kasus penderita Diabetes melitus
tahun 2016 sebesar 45 %, tahun 2017 sebesar 55 %, dan tahun 2018 sebesar 62,6 %.
(Dinkes Prov Sumsel, 2018)
Di Kota Palembang jumlah penyandang Diabetes Melitus pada tahun 2016
sebanyak 4.442 orang, kemudian pada tahun 2017 sebanyak 4.823 orang, dan pada
tahun 2018 mengalami kenaikan menjadi 10.038 orang yang terjadi di Kota
Palembang. (Dinkes Kota Palembang, 2018)
3
Salah satu puskesmas yang mempunyai banyak penyandang Diabetes Melitus
di Kota Palembang adalah Puskesmas Plaju, pada tahun 2016 sebanyak 1478 orang,
pada tahun 2017 sebanyak 952 orang dan pada tahun 2018 sebanyak 817 orang. Data
tersebut adalah data yang didapatkan 3 (tiga) tahun terakhir. (Puskesmas Kota
Palembang, 2018)
Salah satu terapi Diabetes Melitus untuk mengendalikan kadar gula darah
sehingga tetap dalam batas normal adalah dengan cara pemberian diet atau dikenal
dengan Terapi Nutrisi Medis (TNM). Pengaturan makan ini harus makanan yang
seimbang (Karbohidrat 45%-65%, Protein 10%-20%, Lemak 20%-25%),
memperhatikan kualitas makanan yang sesuai dengan kebutuhan kalori, penderita
DM sering kali kesulitan untuk memahami dan menghitung kandungan kalori
makanan sehingga memerlukan kandungan praktis manajemen terapi nutrisi medis.
(Lindawati, 2019)
Kegiatan self-care merupakan perawatan Diabetes Melitus secara mandiri
yang bisa dilakukan melalui perilaku seseorang dalam menjaga kesehatan dan
mempertahankan hidup sehat. (Thojampa, 2019)
Self-care merupakan kebutuhan manusia terhadap kondisi dan perawatan diri
sendiri dengan melakukan perencanaan dan pelaksanaan metode perawatan yang
baik. Cara tersebut dilakukan secara rutin untuk mempertahankan penyembuhan dari
penyakit agar dapat mengatasi komplikasi yang akan terjadi. Oleh karena itu keluarga
diikutsertakan dalam proses ini dalam memberikan informasi terhadap klien dalam
4
membantu mereka untuk melaksanakan kegiatan self-care secara efektif. (Borji et al.,
2017)
Self-care pada penderita Diabetes melitus (DM) adalah kegiatan penting yang
harus dilaksanakan untuk menghindari komplikasi akut dan kronis dan diperlukan
perawatan rutin, self-care penting untuk peningkatan kualitas kesehatan pada
penderita Diabetes melitus. Kegiatan self-care pada penderita Diabetes melitus
melibatkan makan makanan sehat, kepatuhan pengobatan, pengontrolan gula darah,
coping aktif secara fisik, dan sehat sempurna. (Gurmu et al., 2018)
Peningkatan kadar gula darah bisa dicegah dengan melaksanakan kegiatan
self-care yang terdiri dari olah raga, pengaturan diet, perawatan kaki, terapi obat, dan
pengontrolan gula darah. (Chaidir et al, 2017)
Kegiatan Self-care sangat perlu dilaksakan apabila self-care tidak
dilaksanakan dengan baik akan menimbulkan dampak buruk bagi kualitas hidup
penderita DM tipe-2, meningkatkan potensi komplikasi hingga kematian. Self-care
yang dilaksanakan dengan baik akan meningkatkan kualitas hidup (Chaidir, 2017)
Mematuhi serangkaian kegiatan self-care adalah tantangan yang besar.
Perasaan bosan atau pun jenuh bisa timbul dan dengan mudah penderita DM tipe-2
tidak patuh lagi dalam melaksanakan kegiatan self-care (Lutfha, 2016)
Dukungan keluarga sangat penting untuk penderita diabetes melitus,
dukungan yang bisa didapatkan dari keluarga yaitu mendukung penderita Diabetes
melitus dengan cara melaksanakan pengobatan atau kegiatan self-care. Semakin besar
5
dukungan dari keluarga maka semakin baik penderita Diabetes melitus dalam
menjaga kontrol gula darah. (Rahmawati et al, 2018)
Salah satu bentuk dukungan yang dapat diberikan pada pasien adalah melalui
bekerja sama antara keluarga dengan tenaga kesehatan profesional dalam program
perawatan Diabetes Melitus yang dapat diwujudkan melalui pendidikan terstruktur.
Melalui pendidikan terstruktur ini diharapkan pengetahuan tenaga profesional
kesehatan, pasien dan keluarga dapat meningkat serta aktivitas perawatan diri juga
semakin baik sehingga kontrol glikemik juga bagus dan masalah psikologis berupa
Diabetes Distress dapat teratasi (Funnell et al., 2011; International Diabetes
Federation, 2015)
Berdasarkan jurnal dan artikel yang ada, maka perlu dilakukan rangkuman
literature yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga
terhadap perawatan diri (self-care) pada penderita diabetes melitus tipe II dan
mengidentifikasi kegiatan Self-Care dalam upaya penyembuhan penyakit diabetes
Melitus tipe II.
6
1.2 Pertanyaan Penelitian
1. Apakah dukungan keluarga efektif dalam pencapaian upaya menjalankan
penerapan kegiatan Self-Care pada penderita DM (Diabetes Melitus) Tipe II?
2. Apakah kegiatan Self-Care dapat mempengaruhi dalam upaya penyembuhan
penyakit DM (Diabetes Melitus) Tipe II?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Teridentifikasinya efektifitas dukungan keluarga dalam pencapaian upaya
menjalankan penerapan kegiatan Self-Care pada penderita DM (Diabetes
Melitus) Tipe II.
2. Teridentifikasinya kegiatan Self-Care dalam upaya penyembuhan penyakit
DM (Diabetes Melitus) Tipe II.
7
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Metode Pencarian
2.1.1 Sumber Pencarian
Untuk mengidentifikasi studi yang relevan, pencarian database yaitu jurnal
yang terindeks Sinta, dan Google Scholar.
2.1.2 Strategi Pencarian
Pencarian literature menggunakan pendekatan PICO berdasarkan kata kunci.
Kata kunci ini dapat disesuaikan dengan pertanyaan penelitian yang telah dibuat
sebelumnya. Kata kunci yang digunakan dalam pencarian dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :
Tabel 2.1
Strategi Pencarian
Population
(Populasi)
Invervention
(Intervensi)
Comparison
(Perbandingan)
Outcome (Hasil)
Konsep Utama Konsep Utama Konsep Utama Konsep Utama
Penderita DM
(Diabetes
Melitus) Tipe II
Dukungan
Keluarga
- Dukungan keluarga
dalam upaya
menjalankan penerapan
kegiatan Self-Care pada
8
penderita DM (Diabetes
melitus) Tipe II
Sininom/Istilah
Pencarian
Sinonim/Istilah
Pencarian
Sinonim/Istilah
Pencarian
Sinonim/Istilah
Pencarian
- Penderita DM
(Diabetes
Melitus) Tipe II
-Dukungan
keluarga
- - Dukungan keluarga
- Self-Care
- Penderita DM Tipe II
9
2.1.3 Seleksi Studi
2.1.3.1 Strategi Seleksi Studi
Seleksi studi berpedoman pada Diagram PRISMA (2009)
Diagram 2.1
Diagram Alur Prisma
Peneliti diidentifikasi melalui situs database Google Scholar
dan Sinta dengan kata kunci Dukungan keluarga terhadap
perawatan diri (Self-care) pada penderita diabetes melitus tipe
II n=17
Catatan setelah duplikat dihapus
(n=16)
Studi termasuk dalam sintesis
(n=7)
Judul yang di identifikasi dan di
saring (n=9)
Salinan lengkap diambil dan dinilai
untuk kelayakannya
Excluded
(n=7)
Excluded
(n=2)
Abstrak yang di identifikasi dan di
saring (n=7)
10
Berdasarkan hasil pencarian literature melalui publikasi di dua database
Google Scholar dan Sinta dengan kata kunci Dukungan keluarga terhadap perawatan
diri (self-care) pada penderita diabetes melitus tipe II, peneliti mendapatkan 17 hasil
artikel yang sesuai dengan kata kunci tersebut. Hasil pencarian yang sudah
didapatkan digambarkan dalam Diagram Flow kemudian di periksa duplikasi,
ditemukan terdapat 1 artikel yang sama sehingga dikeluarkan dan tersisa 16 artikel.
Peneliti kemudian melakukan penyaringan berdasarkan judul terdapat 7 jurnal yang
tidak sesuai dengan judul yang akan di identifikasi sehingga di hapus dan tersisa 9
jurnal yang dapat di identifikasi berdasarkan judul. Dan kemudian peneliti kembali
melakukan penyaringan berdasarkan abstrak terdapat 2 jurnal yang tidak sesuai
dengan abstrak yang akan di identifikasi sehingga di hapus dan tersisa 7 jurnal yang
dapat di identifikasi berdasarkan abstrak. Assasment yang dilakukan berdasarkan
kelayakan terhadap kriteria inklusi dan ekslusi didapatkan sebanyak 7 artikel yang
bisa dipergunakan dalam literature review.
2.1.3.2 Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi adalah semua aspek yang harus ada dalam penelitian yang
akan di review. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan item
PICOS. Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini dijelaskan dalam tabel berikut:
11
Tabel 2.2
Kriteria Inklusi
2.1.3.3 Kriteria Eksklusi (Jika ada)
Kriteria Eksklusi adalah faktor yang dapat menyebabkan sebuah penelitian
menjadi tidak layak untuk di review. Adapun Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
sebagai berikut :
Tabel 2.3
Kriteria Eksklusi
Participant/Population (Populasi) -
Intervention (Intervensi) -
Comparison (Perbandingan) -
Outcome (Hasil) -
Study Design/Context No exclusion
Participant/Population
(Populasi)
Penderita DM (Diabetes Melitus) Tipe II
Intervention (Intervensi) Dukungan Keluarga
Comparison (Perbandingan) -
Outcome (Hasil) Dukungan keluarga dalam upaya menjalankan
penerapan kegiatan Self-Care pada penderita
DM (Diabetes Melitus) Tipe II
Studi Design/Context Cross Sectional
12
2.2 Kriteria Kualitas Studi
Penilaian kualitas atau kelayakan pada penelitian ini didasarkan pada data
(artikel penelitian) dengan memenuhi kriteria yang ditentukan (Kriteria Inklusi) dan
Kriteria Eksklusi. Dengan teks lengkap (Full Teks), Jurnal/artikel penelitian nasional
yang di publikasikan terindeks SINTA dan Google Scholar, tahun publikasi 2015-
2019. Kriteria kualitas studi pada penelitian ini dijelaskan pada tabel berikut ini :
Tabel 2.4
Kriteria Kualitas Studi
Pencarian Literatur Dipublikasikan hanya dari jurnal
terindeks SINTA dan Google Scholar
Batas Pencarian 2015-2019
Skrining/Penyaringan Full teks dengan penulis/peninjau
Abstraksi data Satu orang yang mengabstraksi data
sementara yang lain memverifikasi
Resiko penilaian bias Satu orang menilai sementara yang lain
memverifikasi
Apakah dua penulis akan secara
mandiri menilai menilai studi
Ya
Proses Penilaian Full Teks
Bagaimana perbedaan pendapat akan
dikelola
Perbedaan pendapat akan dikelola oleh
orang yang ahli dalam bidangnya
Alat penilaian resiko bias/Alat
penilaian kualitas studi
-
13
2.3 Ekstraksi Data
a. Info Umum
Data studi akan diekstraksi menggunakan format standard an dimasukan ke
dalam spreadsheet Microsoft excel. Data akan diekstraksi oleh satu reviewer dan di
periksa keakuratan dan kelengkapannya oleh reviewer kedua. Data yang diekstraksi
meliputi:
a. Info Umum : Nama penulis, Negara, Tahun publikasi
b. Khusus : Kriteria inklusi, item RQ
14
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Studi
15
Tabel 3.1
Hasil
Karakteristik Studi Tinjauan Sistematik Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Perawatan Diri (Self-Care)
Pada Penderita Diabetes Melitus II
No Author Tahun Volume,
Angka Judul
Metode (Desain, Sampel,
Variabel, Instrumen, Analisis
Hasil
Penelitian Database
1. Dewi
Prasetyani1*, Evy
Apriani2,
Yuni
Sapto
Edhy
Rahayu3
2018 Vol. XI
No.1
Hubungan
Karakteristi
k,
Pengetahuan
Dan
Dukungan
Keluarga
Dengan
Kemampuan
Self-Care
Pada Pasien
DM Tipe 2
Di
Puskesmas
Cilacap
Tengah 1
Dan 2
D: Rancangan penelitian cross
sectional
S: Melibatkan 152 responden
anggota Prolanis.
V:
I: Menggunakan kuesioner
Summary Diabetes Self-Care
Activities
(SDSCA)
A: Analisis Univariat dan bivariat
Hasil
penelitian
Menunjukan
bahwa
ada hubungan
signifikan
antara
umur (p-value
0,021),
pengetahuan
(p- value
0,019) dan
dukungan
keluarga (p-
value
0,030) dengan
kemampuan
self-care
pasien DM tipe
2 di Puskesmas
Cilacap
Tengah 1 dan
2.
Scholar
16
2. Wahyunin
gtias
Rahmadan
i, Hanny
Rasni,
Kholid
Rosyidi
Muhamma
d Nur
2019 Vol 7.
(no.2)
Hubungan
Dukungan
Sosial
Keluarga
dengan
Perilaku
Perawatan
Diri pada
Klien
Diabetes
Melitus Tipe
2 di Wilayah
Kerja
Puskesmas
Kaliwates,
Jember
D: Desain observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional
S: Sebanyak 84 responden
V:
I: Menggunakan kuisioner
A: Teknik analisa data
menggunakan uji statistik
spearman
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa nilai
median
dukungan
sosial keluarga
adalah 86
dengan nilai
minimal 69
dan nilai
maksimal 106
sedangkan
nilai rata - rata
perilaku
perawatan diri
adalah 2,27 +
0,45 hari.
Terdapat
hubungan
signifikan
yang bersifat
positif antara
dukungan
sosial keluarga
dan perilaku
perawatan diri
(p value:
0,001; r:
Scholar
17
+0,378). Hal
ini berarti
semakin tinggi
nilai dukungan
sosial keluarga
maka semakin
baik perilaku
perawatan diri.
Hasil
penelitian ini
menunjukkan
bahwa
pentingnya
mengkaji
dukungan
sosial keluarga
untuk
meningkatkan
perilaku
perawatan diri
klien DM tipe
2.
3. Dewi
Prasetyani
1 *
Sodikin2
2016 Vol.IX
No.2
Hubungan
Dukungan
Keluarga
Dengan
Kemampuan
Self-Care
Pada Pasien
D: Desain penelitian adalah cross
sectional
S: Jumlah sampel 24 orang yang
diseleksi menggunakan teknik
total sampling
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
kemampuan
self care pasien
DM tipe 2
Scholar
18
Diabetes
Melitus Tipe
2
V:
I: Kuisioner
A: Analisis data hasil penelitian
menggunakan uji regresi linear
sederhana (Uji statistik analisis
bivariat)
masih sangat
rendah, yaitu
rata-rata
melakukan self
care diabetes
hanya 2.5 hari
selama satu
minggu.
Dukungan
keluarga pada
pasien DM tipe
2 juga rendah
(41.7%). Hasil
analisis
bivariat
menunjukkan
tidak ada
hubungan
signifikan
antara
dukungan
keluarga
dengan
kemampuan
self care pasien
DM tipe 2 (pv
= 0.290 : α
=0.05).
19
4. Erna
Irawan
2019 Vol.7
No.2
Dukungan
Keluarga
Pada Pasien
Diabetes
Mellitus
Tipe II di
Wilayah
Binaan
Puskesmas
Babakan
Sari
D: Penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif
S: Sampel penelitian berjumlah
40 orang keluarga pasien DM tipe
II
V:
I: Wawancara berdasarkan
Kuisioner
A : Bivariat
Hasil
menunjukkan
hampir
seluruhnya
yaitu 33 orang
(82,5%)
memiliki
dukungan
keluarga yang
mendukung.
Berdasarkan
dimensi
dukungan
emosional,
sebagian besar
responden
yaitu 26 orang
(65%)
mendukung.
Kemudian
pada dimensi
dukungan
informasi
sebagian besar
mendukung
yaitu 27 orang
(67,5%).
Sedangkan
pada dukungan
Scholar
20
penilaian,
sebagian besar
mendukung
yaitu 24 orang
(60%)/ pada
dukungan
instrumentasl,
hampir
seluruhnya
mendukung
yaitu 32 orang
(80%).
5. Hera
Heriyanti 1)
, Sigit
Mulyono 2)
, Lily
Herlina 3)
2020 Vol 5
No 1
Dukungan
Keluarga
Terhadap
Self Care
Pada Lansia
Dengan
Diabetes
Melitus Tipe
2
D: Penelitian kuantitatif dengan
jenis penelitian deskriptif
observasional desain dengan
pendekatan cross sectional
S: Seluruh lansia dengan DM tipe
2 di wilayah kerja Puskesmas
Wara Selatan Kota Palopo
sebanyak 153 orang dengan
jumlah sampel 121 orang.
V:
I: Kuisioner
A: Purposive sampling
Hasil : Dari
analisis
ditemukan
bahwa variable
yang paling
berhubungan
dengan
perawatan diri
adalah
dukungan
emosional
dengan nilai
Exp (B). =
10,875
Scholar
21
6. Ni Wayan
Yatik
Marlinda1
, I Kadek
Nuryanto2
, Ni Ketut
Noriani3
2019 Vol 3,
No 2
Hubungan
Dukungan
Keluarga
Dengan
Perawatan
Diri (Self
Care
Activity)
Pada Pasien
Diabetes
Melitus Tipe
2
D: Penelitian ini menggunakan
desain analitik korelatif, dengan
pendekatan cross sectional study
S: Jumlah sampel sebanyak 99
responden pasien diabetes melitus
tipe 2 yang melakukan rawat jalan
di Puskesmas II Denpasar Barat
V:
I: Kuisioner
A: Data dianalisis menggunakan
uji Spearman’s Rho
Hasil dalam
penelitian ini
menunjukan
bahwa
sebagian besar
responden
memiliki
dukungan
keluarga dalam
kategori cukup
sebanyak 59
orang (59,6%),
dan self care
activity dalam
kategori baik
sebanyak 77
orang (77,8%).
Berdasarkan
analisa statistik
menggunakan
uji Spearman’s
Rho
didapatkan
hasil ada
hubungan
antara
dukungan
keluarga
dengan
Scholar
22
perawatan diri
pada pasien
diabetes
melitus tipe 2
dengan nilai p-
value=0,001,
dengan
kekuatan
kolerasi yang
rendah (0,370)
dan arah
kolerasi
positif.
7. Rasyidah
AZ1
2018 Vol.7,
No.1
Dukungan
keluarga dan
perilaku
self-
management
pada pasien
diabetes
melitus tipe
II di
Puskesmas
Simpang IV
Sipin Kota
Jambi
D: Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif dengan
metode cross sectional
S: sampel sebanyak 81 orang
responden yang menderita DM
lebih dari satu tahun.
V:
I: Kuisioner
A: Data dianalisis dengan
menggunakan uji statistic chi-
square
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
sebagian besar
(53,1%)
menunjukkan
dukungan
keluarga baik,
dan (53,1%)
menunjukkan
dilakuka nya
perilaku self-
management.
Ada hubungan
yang bermakna
Scholar
23
antara
dukungan
keluarga
dengan
perilaku self-
management
pada pasien
Diabetes
Mellitus Tipe
II di
Puskesmas
Simpang IV
Sipin Kota
Jambi dengan
p-value =
0,019.
24
3.2 Hasil
3.2.1 Dukungan keluarga dalam pencapaian upaya menjalankan penerapan kegiatan
self-care pada penderita DM tipe II.
Dari 9 jurnal yang di identifikasi terdapat 7 jurnal yang hasilnya signifikan
untuk di review dengan judul mengenai “Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap
Perawatan Diri (Self-Care) Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II”.
Jurnal pertama dengan judul “Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan
Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Self-Care Pada Pasien DM Tipe 2 Di
Puskesmas Cilacap Tengah 1 Dan 2” Hasil analisa menunjukkan terdapat hubungan
signifikan antara umur, pengetahuan tentang DM dan dukungan persuasif verbal
dengan kemampuan selfcare pasien DM tipe 2. (Dewi Prasetyani et al, 2018)
Jurnal kedua dengan judul “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan
Perilaku Perawatan Diri pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja
Puskesmas Kaliwates, Jember” Menunjukkan hasil analisis data untuk mengetahui
adanya korelasi antara dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri
menggunakan uji statistik spearmen rank dan didapatkan hasil p value = 0,001 yang
berarti bahwa Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri. Nilai korelasi antara dua
variabel tersebut sebesar 0,378 yang menunjukkan bahwa kekuatan hubungan lemah.
Nilai korelasi positif, hal ini berarti semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka
akan semakin tinggi pula perilaku perawatan diri klien DM tipe 2. (Wahyuningtias
Rahmadani et al, 2019)
25
Jurnal ketiga dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kemampuan Self-Care Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2” Hasil analisis regresi
linear menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan
kemampuan self-care DM (p = 0.290; α = 0.05). (Dewi Prasetyani et al, 2016)
Jurnal keempat yang berjudul “Dukungan Keluarga Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe II di Wilayah Binaan Puskesmas Babakan Sari” Hasil penelitian
menunjukan dukungan keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
keberhasilan manajemen diabetes, adaptasi terhadap penyakit, kualitas hidup, diet
gula, dan kepatuhan minum obat. (Erna Irawan, 2019)
Jurnal kelima yang berjudul “Dukungan Keluarga Terhadap Self Care Pada
Lansia Dengan Diabetes Melitus Tipe 2” Hasil uji bivariat menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara dukungan emosional,dukungan instrumental,
dukungan penghargaan, dukungan informasi terhadap self-care pada lansia dengan
DM tipe 2 dengan hasil uji chi square diperoleh p value = 0,001 (p < 0,05). (Hera
Heriyanti et al, 2020)
Jurnal keenam yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Perawatan Diri (Self Care Activity) Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2”
Menunjukkan bahwa didapatkan p-value<0.001 yang menunjukan ada hubungan
yang signifikan antara dukungan keluarga dengan perawatan diri (self care activity)
pada pasien diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat.
Hubungan ini ditunjukkan dengan kekuatan korelasi sebesar 0,370 yang termasuk
dalam kategori rendah (0,20-0,399), dengan arah korelasi positif positif yang berarti
26
semakin baik dukungan keluarga maka semakin baik pula perawatan diri yang bisa
dilakukan oleh pasien dengan diabetes melitus tipe 2. (Ni Wayan Yatik Marlinda et al,
2019)
Jurnal ketujuh yang berjudul “Dukungan keluarga dan perilaku self-
management pada pasien diabetes melitus tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin
Kota Jambi” Berdasarkan Hasil penilitian menunjukkan terdapat hubungan yang
bermakna antara dukungan keluarga dengan perilaku self-management pada pasien
Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan p-value
= 0,019. (Rasyidah AZ, 2018)
Menurut analisis penulis terdapat hubungan antara dukungan keluarga
terhadap perawatan diri (self-care) pada penderita diabetes melitus tipe II. Karena
semakin tingginya dukungan keluarga maka semakin besar kemampuan pasien dalam
melakukan kegiatan self-care.
3.2.2 Kegiatan self-care dalam upaya penyembuhan penyakit diabetes melitus tipe
II.
Berdasarkan 7 jurnal yang diidentifikasi dengan judul mengenai “Hubungan
Dukungan Keluarga Terhadap Perawatan Diri (Self-Care) Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe II”.
Jurnal pertama dengan judul “Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan
Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Self-Care Pada Pasien DM Tipe 2 Di
Puskesmas Cilacap Tengah 1 Dan 2” Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan
27
signifikan antara pengetahuan dengan kemampuan self-care pasien DM. Hal ini
sejalan dengan beberapa hasil penelitian lain yang menunjukkan adanya hubungan
signifikan antara pengetahuan pasien DM dengan kemampuan self-care (Ismonah,
2009; Yuanita, et al, 2014; Kueh, et al, 2015; Dewi Prasetyani, et al, 2018).
Jurnal kedua dengan judul “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan
Perilaku Perawatan Diri pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja
Puskesmas Kaliwates, Jember” Hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja
puskesmas kaliwates menunjukkan bahwa rata – rata nilai perilaku perawatan diri
klien DM tipe 2 adalah 2,27 hari dalam seminggu. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perilaku perawatan diri belum dilakukan secara optimal, dikarenakan belum
dilakukan secara rutin dalam 7 hari. Indikator terendah variabel perawatan diri dalam
hasil penelitian ini adalah perawatan kaki dengan nilai rata – rata 0,12 hari. Hal ini
memiliki arti bahwa dalam seminggu klien DM tipe 2 tidak pernah melakukan
perawatan kaki. Hambatan dari klien DM jarang melakukan perawatan kaki
dikarenakan munculnya rasa malas, dan tidak patuh dalam melakukan perawatan kaki
karena harus menggunakan kaos kaki dan sandal atau sepatu yang sesuai.
(Wahyuningtias Rahmadani et al, 2019)
Jurnal ketiga dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kemampuan Self-Care Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2” Hasil penelitian
menunjukkan setiap aktivitas self care DM belum dilakukan secara penuh 7 hari
dalam seminggu. Keseluruhan aspek self care DM saling mendukung dan harus
dilakukan oleh pasien DM sehari-hari agar tercapai kontrol gula darah yang baik
28
sehingga dapat meminimalkan terjadinya komplikasi DM. (Dewi Prasetyani et al,
2016).
Jurnal keempat yang berjudul “Dukungan Keluarga Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe II di Wilayah Binaan Puskesmas Babakan Sari” Dukungan keluarga
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan manajemen diabetes,
adaptasi terhadap penyakit, kualitas hidup, diet gula, dan kepatuhan minum obat.
(Erna Irawan, 2019)
Jurnal kelima yang berjudul “Dukungan Keluarga Terhadap Self Care Pada
Lansia Dengan Diabetes Melitus Tipe 2” Dukungan emosional yang diberikan
keluarga kepada lansia dengan DM akan mendorong lansia tersebut untuk dapat
menjalani perawatan secara teratur, hal ini dikarenakan dukungan yang diberikan
tersebut dijadikan sebagai energi penggerak bagi penderita dalam menjalankan suatu
program terapi dan dapat melakukan self-care dengan baik. Pasien yang sedang
berada pada masa penyembuhan akan lebih cepat sembuh apabila memiliki keluarga
yang bersedia menolong (Baron & Bryne 1994). Dukungan emosional keluarga yang
ditunjukkan melalui ungkapan rasa simpati, pemberian perhatian, kasih sayng,
penghargaan serta kebersamaan akan membuat lansia dengan DM merasa tenang
dalam menghadapi berbagai keadaan tidak menyenangkan. (Hera Heriyanti et al,
2020)
Jurnal keenam yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Perawatan Diri (Self Care Activity) Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2” Hasil
penelitian terdapat 22 (22,2%) responden menunjukan bahwa perawatan diri (self
29
care activity) pada pasien diabetes melitus tipe 2 kurang. Menurut pendapat peneliti,
hal ini dapat disebabkan oleh karena pasien tidak mau memikirkan penyakitnya, tidak
mau merawat dirinya, dan tidak ada motivasi di dalam dirinya maupun dari luar yang
mendorong pasien untuk rutin melakukan perawatan diri. (Ni Wayan Yatik Marlinda
et al, 2019)
Jurnal ketujuh yang berjudul “Dukungan keluarga dan perilaku self-
management pada pasien diabetes melitus tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin
Kota Jambi” Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden
telah menerapkan self-management yang baik khususnya pada aspek latihan fisik.
(Rasyidah AZ, 2018)
Berdasarkan pembahasan diatas dapat diasumsikan bahwa terdapat pengaruh
kegiatan self-care dalam upaya penyembuhan penyakit DM (Diabetes Melitus) tipe II.
3.3 Pembahasan
3.3.1 Efektifitas dukungan keluarga dalam pencapaian upaya menjalankan
penerapan kegiatan self-care pada penderita DM (Diabetes Melitus) Tipe II.
Berdasarkan 7 jurnal yang diidentifikasi dengan judul mengenai “Hubungan
Dukungan Keluarga Terhadap Perawatan Diri (Self-Care) Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe II”.
Jurnal pertama dengan judul “Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan
Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Self-Care Pada Pasien DM Tipe 2 Di
Puskesmas Cilacap Tengah 1 Dan 2” Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan
30
yang signifikan antara umur dengan kemampuan self-care. Sejalan dengan teori dan
penelitian sebelumnya, pasien yang berusia tua cenderung mengalami penurunan fisik
dan kognitif yang dapat mempengaruhi kemampuannya dan keaktifannya untuk
melakukan aktivitas self-care. Selain itu, timbulnya komplikasi pada usia tua juga
akan mempengaruhi kemampuan pasien dalam melakukan self-care. Kemampuan
pasien akan meningkat jika pasien aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan pengetahuan dan motivasi untuk melakukan aktivitas self-care, seperti
kegiatan Prolanis atau Persadia. (Dewi Prasetyani et al, 2018)
Jurnal kedua dengan judul “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan
Perilaku Perawatan Diri pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja
Puskesmas Kaliwates, Jember” Hasil uji statistik dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan
diri klien DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember. Hasil
tersebut dibuktikan dengan nilai p value = 0,001. Dukungan sosial keluarga dan
perilaku perawatan diri memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kekuatan
yang lemah. Nilai korelasi bersifat positif yang berarti semakin tinggi dukungan
sosial keluarga semakin tinggi pula perilaku perawatan diri pada klien DM tipe 2.
Dukungan sosial keluarga merupakan sumber dalam perubahan perilaku kesehatan
mengenai perawatan diri diabetes. Diantara masyarakat, keluarga merupakan salah
satu anggota yang dapat memberikan dukungan sosial untuk perawatan diri klien DM
tipe 2. Hal ini sejalan dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa salah satu
manajemen penyakit DM yaitu perawatan diri, dalam perawatan diri klien DM tipe 2
31
juga diperlukan dukungan dari keluarga secara positif sehingga dapat mempengaruhi
outcome yang baik. Dukungan sosial keluarga mempunyai hubungan yang signifikan
dengan perilaku perawatan diri pada klien DM tipe 2, dengan adanya intervensi yang
fokus pada peningkatan dukungan sosial dari keluarga dan perawatan diri dalam
mengontrol diabetes nya akan lebih efektif dalam meningkatkan kontrol glikemik.
(Wahyuningtias Rahmadani et al, 2019)
Jurnal ketiga dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kemampuan Self-Care Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2” Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata usia responden adalah 63.8 Usia sangat erat kaitannya
dengan kenaikan gula darah, dimana semakin meningkat usia maka resiko mengalami
DM tipe 2 semakin tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga
pada pasien DM kurang dan setelah dilakukan analisa bivariat didapatkan bahwa
tidak ada hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan kemampuan self
care DM pada pasien DM tipe 2. Sedangkan untuk variabel kemampuan self care
pada pasien DM tipe 2 didapatkan hasil bahwa rata-rata aktivitas self care pasien DM
adalah 2.5 hari dengan rentang waktu antara 2 hingga 5.5 hari dalam seminggu.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan self care pada
pasien DM masih rendah (Dewi Prasetyani et al, 2016).
Jurnal keempat yang berjudul “Dukungan Keluarga Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe II di Wilayah Binaan Puskesmas Babakan Sari” Hasil analisis
didapatkan rata-rata usia responden adalah 48,3 tahun, (95% CI 46,3-50,6) median 49
tahun dengan standard deviasi 4,58 tahun. Usia terendah 38 tahun dan usia tertinggi
32
55 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa
rata-rata responden berada diantara 46,3 sampai dengan 50,6 tahun Hasil
menunjukkan hampir seluruhnya yaitu 33 orang (82,5%) memiliki dukungan keluarga
yang mendukung pada pasien DM tipe II. Dukungan keluarga memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap keberhasilan manajemen diabetes, adaptasi terhadap
penyakit, kualitas hidup, diet gula, dan kepatuhan minum obat. Salah satu faktor yang
mempengaruhi dukungan keluarga adalah faktor ekonomi. Sebagian besar
responden(75%) memiliki penghasilan diatas UMR yang mana menurut Punawarman
(2008) semakin tinggi penghasilan seseorang maka akan semakin cepat menanggapi
penyakit yang diderita. Dalam hal ini adalah penyakit yang DM tipe II yang dirasakan
anggota keluarganya. (Erna Irawan, 2019).
Jurnal kelima yang berjudul “Dukungan Keluarga Terhadap Self Care Pada
Lansia Dengan Diabetes Melitus Tipe 2” Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden sebagian besar memiliki umur dengan usia pertengahan (45-59 tahun)
yaitu 75 responden (62,0%). Responden dengan Jenis kelamin perempuan sebanyak
72 responden (59,5%),sebagan besar responden dengan pendidikan tinggi 72
responden (59,5%). Responden dengan pendapatan dalam kategori rendah sebanyak
85 responden (70,2%). Responden dengan lama menderita 1-4 tahun sebanyak 68
responden (56,2%). Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara dukungan emosional,dukungan instrumental, dukungan penghargaan,
dukungan informasi terhadap self-care pada lansia dengan DM tipe 2 dengan hasil uji
chi squarediperoleh p value = 0,001 (p < 0,05). (Hera Heriyanti, 2020)
33
Jurnal keenam yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Perawatan Diri (Self Care Activity) Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2”
Berdasarkan uji korelasi dengan Spearman’s Rho menggunakan program computer
SPSS 22 for windows didapatkan p-value<0,001 yang menunjukan ada hubungan
antara dukungan keluarga dengan perawatan diri (self care activity) pada pasien
diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat. Hubungan ini
ditunjukkan dengan kekuatan korelasi sebesar (0,370) yang termasuk dalam kategori
rendah (0.20-0.399), dengan arah korelasi positif positif. Hasil ini menunjukkan
semakin tinggi dukungan keluarga makan semakin baik perawatan diri yang bisa
dilakukan pada pasien yang mengalami diabetes melitus tipe 2. (Ni Wayan Yatik
Marlinda et al, 2019)
Jurnal ketujuh yang berjudul “Dukungan keluarga dan perilaku self-
management pada pasien diabetes melitus tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin
Kota Jambi” Berdasarkan Hasil penilitian menunjukkan terdapat hubungan yang
bermakna antara dukungan keluarga dengan perilaku self-management pada pasien
Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan p-value
= 0,019. Hasil penelitian didapatkan bahwa Dukungan keluarga yang diberikan
berupa: dukungan emosional (51,9%), dukungan penghargaan (51,9%), dukungan
informasi (59,3%), dukungan instrumental (54,3%) dan network support (86,4%).
Dari 81 orang responden sebanyak 38 responden (46,9%) tidak melakukan self
management dan sebanyak 43 responden (53,1%) melakukan self management. Self
management yang dilakukan berupa : melakukan managemen gula darah (66,7%),
34
diet (69,1%), latihan fisik (77,8%) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan (70,4%).
Berdasarkan Hasil penilitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
dukungan keluarga dengan perilaku self-management pada pasien Diabetes Mellitus
Tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan p-value = 0,019.
(Rasyidah AZ, 2018)
Menurut analisis penulis terdapat hubungan antara dukungan keluarga
terhadap perawatan diri (self-care) pada penderita diabetes melitus tipe II. Karena
semakin tingginya dukungan keluarga maka semakin besar kemampuan pasien dalam
melakukan kegiatan self-care.
3.3.2 Kegiatan self-care dalam upaya penyembuhan penyakit diabetes melitus tipe II.
Berdasarkan 7 jurnal yang diidentifikasi dengan judul mengenai “Hubungan
Dukungan Keluarga Terhadap Perawatan Diri (Self-Care) Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe II”.
Jurnal pertama dengan judul “Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan
Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Self-Care Pada Pasien DM Tipe 2 Di
Puskesmas Cilacap Tengah 1 Dan 2” Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan
signifikan antara pengetahuan dengan kemampuan self-care pasien DM. Hal ini
sejalan dengan beberapa hasil penelitian lain yang menunjukkan adanya hubungan
signifikan antara pengetahuan pasien DM dengan kemampuan self-care (Ismonah,
2009; Yuanita, et al, 2014; Kueh, et al, 2015; Dewi Prasetyani, et al, 2018).
Jurnal kedua dengan judul “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan
Perilaku Perawatan Diri pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja
35
Puskesmas Kaliwates, Jember” Hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja
puskesmas kaliwates menunjukkan bahwa rata – rata nilai perilaku perawatan diri
klien DM tipe 2 adalah 2,27 hari dalam seminggu. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perilaku perawatan diri belum dilakukan secara optimal, dikarenakan belum
dilakukan secara rutin dalam 7 hari. Indikator terendah variabel perawatan diri dalam
hasil penelitian ini adalah perawatan kaki dengan nilai rata – rata 0,12 hari. Hal ini
memiliki arti bahwa dalam seminggu klien DM tipe 2 tidak pernah melakukan
perawatan kaki. Hambatan dari klien DM jarang melakukan perawatan kaki
dikarenakan munculnya rasa malas, dan tidak patuh dalam melakukan perawatan kaki
karena harus menggunakan kaos kaki dan sandal atau sepatu yang sesuai. Faktor lain
yang dapat mempengaruhi perawatan kaki ialah kondisi lingkungan disekitar tempat
tinggal responden. Indikator tertinggi perawatan diri yaitu manajemen konsumsi obat
dengan rata rata 5,26 hari yang artinya responden mengkonsumi obat selama 5 hari
dalam seminggu. Klien yang memiliki kepercayaan mengenai bentuk dari
penyakitnya memiliki pengaruh yang besar terhadap keinginan mereka untuk
mengikuti saran kesehatan dalam melakukan terapi pengobatan. Kepatuhan dalam
minum obat yang terjadi pada klien DM tipe 2 dikarenakan mereka mempunyai
kesadaran dan memiliki pemahaman yang baik tentang pentingnya mengkonsumsi
obat OHO, supaya kadar glukosa darah tetap dalam rentang normal. (Wahyuningtias
Rahmadani et al, 2019)
Jurnal ketiga dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kemampuan Self-Care Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2” Untuk variabel
36
kemampuan self care pada pasien DM tipe 2 didapatkan hasil bahwa rata-rata
aktivitas self care pasien DM adalah 2.5 hari dengan rentang waktu antara 2 hingga
5.5 hari dalam seminggu. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
kemampuan self care pada pasien DM masih rendah. (Dewi Prasetyani et al, 2016)
Jurnal keempat yang berjudul “Dukungan Keluarga Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe II di Wilayah Binaan Puskesmas Babakan Sari” Dukungan keluarga
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan manajemen diabetes,
adaptasi terhadap penyakit, kualitas hidup, diet gula, dan kepatuhan minum obat.
(Erna Irawan, 2019)
Jurnal kelima yang berjudul “Dukungan Keluarga Terhadap Self Care Pada
Lansia Dengan Diabetes Melitus Tipe 2” Berdasarkan hasil analisis multivariat
dengan regresi logistik ganda maka variabel yang paling dominan dan erat kaitannya
dengan Self-Care adalah Dukungan emosional. Berdasarkan nilai korelasi yang
paling kuat hubungannya dengan self-care klien DM tipe 2 adalah Dukungan
Emosional Keluarga (Coefficients Beta (Exp (B)) = 10,875). Dukungan emosional
yang diberikan keluarga kepada lansia dengan DM akan mendorong lansia tersebut
untuk dapat menjalani perawatan secara teratur, hal ini dikarenakan dukungan yang
diberikan tersebut dijadikan sebagai energi penggerak bagi penderita dalam
menjalankan suatu program terapi dan dapat melakukan self-care dengan baik. Pasien
yang sedang berada pada masa penyembuhan akan lebih cepat sembuh apabila
memiliki keluarga yang bersedia menolong (Baron & Bryne 1994). Dukungan
emosional keluarga yang ditunjukkan melalui ungkapan rasa simpati, pemberian
37
perhatian, kasih sayng, penghargaan serta kebersamaan akan membuat lansia dengan
DM merasa tenang dalam menghadapi berbagai keadaan tidak menyenangkan. (Hera
Heriyanti et al, 2020)
Jurnal keenam yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Perawatan Diri (Self Care Activity) Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2” Pada
penelitian ini perawatan diri pada pasien diabetes melitus tipe 2 dapat dibedakan
menjadi dua kategori yaitu perawatan diri baik dan perawatan diri kurang.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan perawatan diri (self care activity) pada
pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat berada
pada kategori baik yaitu 77 (77,8%) dan kategori kurang yaitu sebanyak 22 (22,2%)
responden. Perawatan diri yang dimiliki responden dalam penelitian ini sebagian
besar dapat dikatakan baik karena adanya pemberian informasi tentang penyakit
diabetes melitus yang diberikan oleh pihak Puskesmas dan telah dilakukanya
penyuluhan kesehatan dalam menjaga perawatan diri pada pasien DM pada saat
adanya kegiatan peguyuban yang dilaksanakan satu bulan dua kali oleh program
Puskesmas II Denpasar Barat di masing-masing posyandu yang ada, sehingga
menambah pengetahuan dan memotivasi dari pasien untuk rutin dalam melakukan
perawatan diri. Hasil penelitian terdapat 22 (22,2%) responden menunjukan bahwa
perawatan diri (self care activity) pada pasien diabetes melitus tipe 2 kurang. Menurut
pendapat peneliti, hal ini dapat disebabkan oleh karena pasien tidak mau memikirkan
penyakitnya, tidak mau merawat dirinya, dan tidak ada motivasi di dalam dirinya
38
maupun dari luar yang mendorong pasien untuk rutin melakukan perawatan diri. (Ni
Wayan Yatik Marlinda et al, 2019)
Jurnal ketujuh yang berjudul “Dukungan keluarga dan perilaku self-
management pada pasien diabetes melitus tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin
Kota Jambi” Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden
telah menerapkan self-management yang baik khususnya pada aspek latihan fisik.
Tingkat pendidikan yang cukup dapat memudahkan pasien DM tipe 2 dalam
menentukan aktivitas yang baik untuk diabetesnya salah satunya adalah latihan fisik.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden telah
rutin dalam mengunjungi pelayanan kesehatan. Pasien DM yang mempunyai
kemampuan ekonomi akan rutin melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan.
Kemampuan ekonomi secara langsung memfasilitasi pasien DM tipe 2 dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Melalui pelayanan kesehatan, pasien DM tipe 2
akan mengetahui pentingnya melakukan kunjugan ke pelayanan kesehatan secara
rutin untuk mengontol diabetes yang dimiliki. Pada pengujian hipotesis dengan
menggunakan uji statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan perilaku selfmanagement pada pasien
DM tipe 2 di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan p-value = 0,019
(0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan King et al (2010) yang
mengemukakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku self-
management yaitu dukungan sosial keluarga. Untuk meminimalisir dampak buruk
penyakit DM maka penderita DM dapat menerapkan self-management dalam
39
kehidupan sehari-hari. Penerapan selfmanagement telah terbukti meningkatkan
kondisi kesehatan pasien DM melalui penurunan kadar HbA1c yang akan berdampak
secara langsung menurunkan resiko kesakitan, hospitalisasi dan kematian akibat
penyakit DM . Keefektifan Penerapan self-management ini salah satunya bergantung
pada dukungan sosial keluarga yang diberikan pada penderita DM. (Rasyidah AZ,
2018)
Berdasarkan pembahasan diatas dapat diasumsikan bahwa terdapat pengaruh
kegiatan self-care dalam upaya penyembuhan penyakit DM (Diabetes Melitus) tipe II.
40
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil systematic review dari 7 jurnal peneliti menyimpulkan
adanya hubungan antara dukungan keluarga terhadap perawatan diri (self-care) pada
penderita diabetes melitus tipe II. Karena semakin tingginya dukungan keluarga maka
semakin besar kemampuan pasien dalam melakukan kegiatan self-care.
Dan terdapat pengaruh kegiatan self-care dalam upaya penyembuhan penyakit
DM (Diabetes Melitus) tipe II.
DAFTAR PUSTAKA
Azhari R (2018). Dukungan keluarga dan perilaku self-management pada pasien
diabetes melitus tipe II. 1Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Harapan
Ibu, Jambi, Indonesia. Riset Informasi Kesehatan, Vol.7, No.1 Juni 2018
Hanifah R A, Lutfi N A, Edy S (2019). Hubungan Dukungan Keluarga Dan Efikasi
Diri Dengan Self-Care Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Puskesmas
Kasihan II, Bantul
Heriyanti H, Sigit M, Lily H (2020). Dukungan Keluarga Terhadap Self Care Pada
Lansia Pada Diabetes Melitus Tipe 2. Fakultas Keperawatan
Muhammadiyah, Jakarta. Journal Of Islamic Nursing Volume 5 Nomor 1,
Juli 2020
Irawan E (2019). Dukungan Keluarga Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Fakultas
Ilmu Keperawatan, Universitas BSI. Jurnal Keperawatan BSI, Vol. 7 No. 2
September 2019
Lindawati, SpPD-KEMD (2019). Diet Serving For Diabetes Patient. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam, RSUD Kabupaten Gayo Lues. The 3rd
Aceh Endocrinology
& Diabetes Update (AEDU) 2019. https://pbperkeni.or.id/the-3rd-aceh-
endocrinology-and-diabetes-update-2019
Manuntung A (2020). Efikasi Diri Dan Perilaku Perawatan Diri Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. Poltekkes Kemenkes Palangka raya, Kalimantan Tengah.
Adi Husada Nursing Journal, Vol 6 No 1, Juni 2020/ Hal. 53
Marlinda N W Y, I Kadek N , Ni Ketut N (2019). Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Perawatan Diri (Self Care Activity) Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2. Institut Teknologi dan Kesehatan Bali. Vol 3, No 2 (2019).
Prasetyani D, Evy A, Yuni S E R (2018). Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan
Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Self-Care Pada Pasien DM Tipe 2.
Puskesmas Cilacap Tengah 1 Dan 2. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol.
Prasetyani D, Sodikin (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan
Self-Care Pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Stikes Al-Irsyad Al-
Islamiyyah Cilacap. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 2,
September 2016
Rahmadani W, Hanny R, Kholid R M N (2019). Hubungan Dukungan Sosial
Keluarga dengan Perilaku Perawatan Diri pada Klien Diabetes Melitus Tipe
2. Fakultas Keperawatan Universitas Jember. e-Journal Pustaka Kesehatan,
vol. 7 (no. 2), Mei 2019
Rahmi H (2019). Pengaruh Indonesian Group-Based Diabetes Education
Programmed (InGDEP) Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pengetahuan,
Self-Care Activity Dan Diabetes Distress Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
II. Puskesmas Kota Padang. http://scholar.unand.ac.id/id/eprint/50312
Sari S M (2020). Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. STIK Siti Khadijah, Palembang.
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020
Sastra L, Lola D (2020). Faktor-Faktor Internal Yang Mempengaruhi Self-Care
Management Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Poliklinik RSUP Dr M Djamil,
Padang. Vol 3 No 3 April 2020
Solissa M D, Sudarman (2020). Dukungan Keluarga Mempengaruhi Self Care Pada
Pasien Diabetes Melittus. Kendal, Kota Makassar. Jurnal Keperawatan
Volume 12 No 2, Hal 319 - 326, Juni 2020
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN EFIKASI
DIRI DENGAN SELF-CARE PENDERITA DIABETES
MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS
KASIHAN II BANTUL
NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh:
RIFA ASMAH HANIFAH
201510201053
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN EFIKASI
DIRI DENGAN SELF-CARE PENDERITA DIABETES
MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS
KASIHAN II BANTUL
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
Pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Disusun oleh:
RIFA ASMAH HANIFAH
201510201053
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN EFIKASI
DIRI DENGAN SELF-CARE PENDERITA DIABETES
MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS
KASIHAN II BANTUL1
Rifa Asmah Hanifah2, Lutfi Nurdian Asnindari
3
ABSTRAK
Latar Belakang: Self-care diabetes merupakan upaya pengendalian penyakit DM
tipe-2. Dukungan keluarga dan efikasi diri menjadi penting untuk mengontrol self-
care. Dukungan keluarga dan efikasi diri tinggi dapat memberikan motivasi pada
pasien dalam mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan serta mencegah
terjadinya komplikasi.
Tujuan: Mengetahui hubungan dukungan keluarga dan efikasi diri dengan self-care
penderita diabetes mellitus tipe-2 di Puskesmas Kasihan II Bantul.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian deskriptif korelasi melalui pendekatan cross sectional. Pengambilan
sampel sebanyak 63 dengan teknik purposive sampling. Analisa data menggunakan
Kendall Tau dan menggunakan instrumen yaitu kuesioner.
Hasil: Menunjukkan mayoritas dukungan keluarga kategori cukup sebanyak 40
responden (63,5%), efikasi diri kategori baik sebanyak 50 responden (79,4%) dan
self-care dalam kategori cukup sebanyak 24 responden (83,1%). Hasil analisis
Kendall Tau menunjukkan bahwa dukungan keluarga berhubungan dengan self-care
penderita DM tipe-2 p-value=0,032 dengan keeratan yaitu 0,247. Hasil analisis
Kendall Tau menunjukkan bahwa efikasi diri berhubungan dengan self-care
penderita DM tipe-2 p-value=0,024 dengan keeratan yaitu 0,271.
Simpulan dan saran: Ada hubungan dukungan keluarga dengan self-care pada
penderita diabetes mellitus tipe-2 di Puskesmas Kasihan II Bantul. Sedangkan
keeratan yang lebih pada efikasi diri dengan self-care pada penderita diabetes
mellitus tipe-2 yaitu r=0,271. Diharapkan penderita DM tipe-2 meningkatkan self-
care dan efikasi diri serta diharapkan keluarga tetap mengoptimalkan dukungannya,
selalu memenuhi kebutuhan, selalu mengingatkan jadwal makan, olahraga, cek gula
darah, perawatan kaki dan minum obat.
Kata Kunci: Dukungan Keluarga, Efikasi Diri, Self-Care, Diabetes Mellitus Tipe-2
Kepustakaan: 23 buku (tahun 2008-2019), 49 jurnal, 6 skripsi, 9 internet, 1 Mushaf
Al-Quran
Jumlah Halaman: xi, 89 halaman, 9 tabel, 1 gambar, 15 lampiran
1Judul Skripsi
2Mahasiswa PSIK Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
3Dosen PSIK Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
THE RELATIONSHIP OF FAMILY SUPPORT AND
SELF-EFFICACY TO SELF-CARE PATIENTS
WITH DIABETES MELLITUS TYPE-2 IN
PUSKESMAS KASIHAN II BANTUL1
Rifa Asmah Hanifah2, Lutfi Nurdian Asnindari
3
ABSTRACT
Background: Diabetes self-care is an effort to control type 2 diabetes. Family
support and self-efficacy are important factors to control self-care. Family support
and high self-efficacy can motivate patients to maintain and improve their health
status and prevent complications.
Objective: The study aimed at determining the relationship between family support
and self-efficacy to self-care type 2 diabetes mellitus patients at Kasihan II Bantul
Primary Health Center.
Research Methods: This research applied a quantitative study with a descriptive
correlation research design through a cross sectional approach. The samples were 63
respondents taken by a purposive sampling technique. Kendall Tau was used as data
analysis, and questionnaire was used as the research instrument.
Results: It shows that the majority of family support can be categorized in the
sufficient category as many as 40 respondents (63.5%); the self-efficacy was in good
category as many as 50 respondents (79.4%), and the self-care was the sufficient
category as many as 24 respondents (83.1%). Kendall Tau's analysis results show
that family support was related to self-care in type 2 DM patients with p-value =
0.032 with a closeness of 0.247. Kendall Tau's analysis results show that self-
efficacy was related to self-care in type 2 DM patients with p-value = 0.024 with a
closeness of 0.271.
Conclusion and suggestion: There was a relationship between family support and
self-care in people with type 2 diabetes mellitus at Kasihan II Bantul Primary Health
Center. Whereas the highest closeness was on self-efficacy to self-care in patients
with type 2 diabetes mellitus with r = 0.271. It is expected that type 2 diabetes
patient improve self-care and self-efficacy and it is expected that families continue to
optimize their support, always meet their needs, always remind their eating schedule,
exercise, check blood sugar, foot care and take medication.
Keywords: Family Support, Self-Efficacy, Self-Care, Type-2 Diabetes Mellitus
References: 23 books (2008-2019), 49 journals, 6 theses, 9 internet, 1 Al-Quran
manuscript
Pages: xi, 89 pages, 9 tables, 1 picture, 15 appendices
1Title
2Students of Nursing Program, Faculty of Health Sciences Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
3Lecturer of Faculty of Health Sciences Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) adalah
penyakit kronis yang terjadi ketika
pankreas tidak menghasilkan cukup
insulin atau ketika tubuh tidak dapat
secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkannya (WHO, 2017). Prevalensi
DM paling banyak di dunia tahun 2017
adalah DM tipe-2 sebanyak 352,1 juta
jiwa. Indonesia menduduki peringkat ke-
6 dari 10 negara di dunia sebanyak 10,3
juta jiwa. Peningkatan angka prevalensi
DM akan meningkatkan terjadinya
komplikasi seperti, penyakit
kardiovaskuler, penyakit kaki diabetik,
kerusakan mata, ginjal, saraf, bahkan
kematian (IDF, 2017).
Selama ini masyarakat
memandang penyakit DM akan
membaik dengan sendirinya dan
menganggap apabila gula darah sudah
normal maka penyakitnya sudah sembuh
(Pudyasti, 2017). Strategi dalam
pengendalian DM tipe-2 pemerintah
Indonesia kerjasama dengan Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Kesehatan membuat program kegiatan
PROLANIS (Program Pengelolaan
Penyakit Kronis) yang mengelola
penyakit-penyakit kronis salah satunya
penyakit DM untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal dengan biaya
pelayanan kesehatan yang efektif dan
efisien (BPJS Kesehatan, 2014).
Sulistria (2013) penderita DM
dapat melakukan upaya pengendalian
DM tipe-2 dengan self-care. Self-care
diabetes merupakan sebuah program
yang harus penderita DM tipe-2
sepanjang kehidupannya dan menjadi
tanggungjawab penuh (Bai et al., 2009).
Bentuk self-care penderita DM tipe-2
meliputi perilaku aktivitas fisik
(olahraga), pengaturan pola makan,
pemantauan kadar gula darah, perilaku
pengobatan, dan perawatan kaki
(Svartholm et al, 2010). Apabila self-
care tidak dilakukan dengan baik akan
memberikan dampak negatif bagi kulitas
hidup pasien DM tipe-2, meningkatkan
resiko komplikasi hingga kematian. Self-
care yang dilakukan dengan baik akan
meningkatkan kualitas hidup (Chaidir,
2017).
Mematuhi serangkaian tindakan
self-care merupakan tantangan yang
besar. Rasa bosan ataupun jenuh dapat
muncul dan akan mudah penderita DM
tipe-2 tidak lagi disiplin melakukan
tindakan self-care (Lutfha, 2016).
Dukungan keluarga memberikan dampak
positif yaitu dapat meningkatkan
kepeduliaan dalam melakukan perawatan
diri. Semakin baik dukungan keluarga
yang diberikan kepada penderita DM
maka akan semakin baik pula perilaku
self-care (Putri, 2016).
Upaya pengelolaan suatu
penyakit memerlukan keterlibatan semua
pihak untuk mensukseskannya namun
efikasi diri juga sangat dibutuhkan.
Efikasi diri adalah suatu keyakinan
individu terhadap kemampuan dirinya
sendiri dalam melakukan perawatan diri
dan berusaha untuk mencapai tujuan
dengan baik. Efikasi diri pada penderita
DM difokuskan pada keyakinan dan
kemampuan pasien dalam mengelola,
merencanakan perilaku secara mandiri
sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
mengontrol gula darah dan kualitas
hidup menjadi lebih baik (Ariani, 2012).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah jenis
kuantitatif menggunakan desain
penelitian deskriptif korelasional yaitu
penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui tingkat hubungan antara dua
atau lebih variabel tanpa melakukan
perubahan (Arinto, 2013). Menggunakan
pendekatan cross-sectional yaitu
penelitian yang menekankan pengukuran
data variabel independent dan dependent
hanya dalam satu waktu (Notoatmodjo,
2012). Populasi dalam penelitian ini
adalah 166 pasien DM tipe-2 di
Puskesmas Kasihan II Bantul. Teknik
pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling yaitu teknik
penentuan sampel didasarkan pada
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
peneliti sendiri, berdasarkan sifat-sifat
yang sudah diketahui (Notoatmodjo,
2012). Pengambilan sampel
menggunakan rumus Taro Yammane
(Imron, 2014) dan didapatkan sampel
sebanyak 63 responden.
Instrumen dalam penelitian ini
menggunakan data demografi responden,
kuesioner dukungan keluarga, efikasi
diri dan self-care penderita DM tipe-2.
Metode pengolahan data yaitu editing,
coding, entry data dan cleaning. Analisis
data yang digunakan adalah analisis
univariat untuk menjelaskan
karakteristik setiap variabel penelitian
yaitu variabel terikat (self-care) dan
variabel bebas (dukungan keluarga dan
efikasi diri). Analisis bivariat dilakukan
untuk mengetahui hubungan dukungan
keluarga dan efikasi diri dengan self-
care penderita DM tipe-2 di Puskesmas
Kasihan II Bantul.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden Pasien DM Tipe-2 di
Puskesmas Kasihan II Bantul Tahun
2019
Sumber : Data Primer, 2019
Berdasarkan tabel 4.1,
menunjukkan bahwa karakteristik
responden berdasarkan usia mayoritas
usia 56 - 65 tahun sebanyak 33
responden (52,4%), berdasarkan jenis
kelamin mayoritas perempuan sebanyak
32 responden (50,8%), berdasarkan
tingkat pendidikan mayoritas tamat
SD/sederajat sebanyak 19 responden
(30,2%), sebagian besar responden telah
lama menderita DM >5 tahun sebanyak
33 responden (52,4%) dan mayoritas
dengan tidak memiliki komplikasi
sebanyak 47 responden (74,6%).
No Karakteristik
Responden
F Presentase
(%)
1 Usia
46 - 55 tahun 12 19
56 - 65 tahun 33 52,4
> 65 tahun 18 28,5
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 31 49,2
Perempuan 32 50,8
3 Pendidikan
Tidak tamat
SD
13 20,6
Tamat SD 19 30,2
SLTP 13 20,6
SLTA 11 17,5
PT 7 11,1
4 Lama Menderita
≤ 5 tahun 30 47,6
> 5 tahun 33 52,4
5 Komplikasi
Tidak ada
komplilasi
47 74,6
Ada komplikasi 16 25,5
3. Analisis Univariat
a. Dukungan Keluarga
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Dukungan
Keluarga DM Tipe-2 di Puskesmas
Kasihan II Bantul Tahun 2019
Dukungan
Keluarga
F Persentase (%)
Kurang 10 15,9
Cukup 40 63,5
Baik 13 20,6
Total 63 100
Sumber : Data Primer, 2019
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa
sebagian besar penderita DM tipe-
2 di Puskesmas Kasihan II Bantul
memiliki dukungan keluarga
cukup sebanyak 40 responden
(63,5%) dan paling sedikit adalah
dukungan keluarga pada kategori
kurang sebanyak 10 responden
(15,9%).
b. Efikasi Diri
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Efikasi Diri
DM Tipe-2 di Puskesmas
Kasihan II Bantul Tahun 2019
Efikasi Diri F Persentase
(%)
Kurang 13 20,6
Baik 50 79,4
Total 63 100
Sumber : Data Primer, 2019
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa
sebagian besar penderita DM tipe-
2 di Puskesmas Kasihan II Bantul
memiliki efikasi diri baik sebanyak
50 responden (79,4%) dan paling
sedikit adalah efikasi diri kurang
sebanyak 13 responden (20,6%).
c. Self-Care
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Self-Care DM
Tipe-2 di Puskesmas Kasihan II
Bantul Tahun 2019
Self-Care
F Persentase
(%)
Kurang 20 31,7
Cukup 24 38,1
Baik 19 30,2
Total 63 100
Sumber : Data Primer, 2019
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa
sebagian besar penderita DM tipe-
2 di Puskesmas Kasihan II Bantul
memiliki self-care cukup sebanyak
24 responden (38,1%) dan paling
sedikit adalah self-care kurang
sebanyak 19 responden (30,2%).
4. Analisis Bivariat
Tabel 4.5
Tabulasi Silang Dukungan Keluarga Dengan Self-Care Penderita Diabetes
Mellitus Tipe-2 Di Puskesmas Kasihan II Bantul 2019
Sumber : Data Primer, 2019
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui
responden yang mempunyai dukungan
keluarga cukup akan memiliki self-care
cukup sebanyak 19 responden (57,6%).
Responden yang mendapatkan dukugan
keluarga baik memiliki self-care yang
baik sebanyak 6 responden (9,5%).
Sedangkan responden mendapatkan
dukungan keluarga kurang akan
memiliki self-care yang kurang yaitu
sebanyak 7 responden (11,1%). Hasil
analisis uji korelasi Kendall Tau
menunjukkan signifikan p-value sebesar
0,032 dengan nilai signifikan p<0,05 dan
hasil correlation coefficient sebesar
0,247 yang menunjukkan sifat keeratan
hubungan dalam kategori rendah.
Tabel 4.6
Tabulasi Silang Dukungan Keluarga Dengan Self-Care Penderita Diabetes Mellitus
Tipe-2 Di Puskesmas Kasihan II Bantul 2019
Sumber : Data Primer, 2019
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan
bahwa responden yang memiliki efikasi
diri baik akan memiliki self-care baik
yaitu sebanyak 19 responden (30,2%)
dan responden yang memiliki efikasi diri
kurang akan memiliki self-care yang
cukup yaitu sebanyak 7 responden
(11,1%). Hasil analisis uji korelasi
Kendall Tau menunjukkan signifikan p-
value sebesar 0,024 dengan nilai
signifikan p<0,05 dan hasil correlation
coefficient sebesar 0,271 yang
menunjukkan sifat keeratan hubungan
dalam kategori rendah.
Dukungan
Keluarga
Self-Care
p value Kurang Cukup Baik Total
F % F % F % F %
Kurang 7 11,1 3 4,8 0 0 10 15,9 0,032
Cukup 8 12,7 19 30,2 13 20,6 40 63,5
Baik 5 7,9 2 3,2 6 9,5 13 20,6
Total 20 31,7 24 38,1 19 30,2 63 100
Efikasi
Diri
Self-Care Sig (p
value) Kurang Cukup Baik Total
F % F % F % F %
Kurang 6 9,5 7 11,1 0 0 13 20,6
0,024 Baik 14 22,2 17 27 19 30,2 50 79,4
Total 20 31,7 24 38,1 19 30,2 63 100
PEMBAHASAN
1. Dukungan keluarga
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui
mayoritas responden mendapatkan
dukungan keluarga cukup sebanyak
40 responden (63,5%) Menurut
peneliti menunjukkan bahwa
kepedulian dan bentuk kasih sayang
yang diberikan keluarga belum
maksimal, yang artinya terkadang
memberikan dukungan dan
terkadang tidak memberikan
dukungan.
Dukungan keluarga cukup pada
penelitian ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Dilihat dari
karakteristik responden sebagian
besar berjenis kelamin perempuan
sebanyak 33 responden (50,8%),
dalam penelitian Damayanti (2014)
juga menyatakan sebagian besar
respondennya berjenis kelamin
perempuan sebanyak 47 responden
(60,3%). Lebih banyaknya
responden perempuan dibandingkan
laki-laki mungkin karena responden
perempuan lebih banyak
bersosialisasi dan lebih sering
mencurahkan masalah yang dihadapi
sehingga responden mudah
menerima dukungan yang diberikan
keluarga.
Usia responden sebagian
besar usia 56-65 tahun sebanyak 33
responden (52,4%). Hal ini didukung
penelitian Lutfha (2016) yang
menemukan sebagian besar usia
respondennuya 51-60 tahun
sebanyak 39 responden (69,9%).
Pada usia 56-60 tahun ini telah
memasuki tahap lansia. Dimana
semakin meningkatnya usia maka
semakin perlunya dukungan yang
diberikan oleh anggota keluarga
kepada lansia karena adanya
penurunan fungsi tubuh dan
kemampuannya dalam merawat diri
sendiri dan semakin membutuhkan
orang lain (Anggina, 2010).
2. Efikasi diri
Berdasarkan tabel 4.3 sebagian
besar penderita DM tipe-2 memiliki
efikasi diri yang baik sebanyak 50
responden (79,4%). Sesuai dengan
penelitian Firmansyah (2018)
menyatakan bahwa sebagian besar
pasien DM tipe-2 memiliki efikasi
diri yang baik sebanyak 33
responden (56,9%).
Efikasi diri baik pada penelitian
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Berdasarkan karakteristik responden
sebagian besar berjenis kelamin
perempuan sebanyak 33 responden
(50,8%). Penelitian Kusuma (2013)
juga menyatakan bahwa sebagian
besar responden berjenis kelamin
perempuan sebanyak (87,3%).
Menurut Ariani (2012) responden
laki-laki memiliki kecenderungan
memiliki kepercayaan diri lebih
tinggi dan lebih mampu mengatasi
berbagai masalah secara mandiri
termasuk saat mengalami penyakit
DM tipe-2. Di satu sisi perempuan
memiliki kecenderungan lebih patuh
dalam menjalani pengobatan dan
perawatan diri dibandingkan laki-
laki.
Selain itu sebagian besar
responden telah lama menderita >5
tahun memiliki efikasi diri yang baik
sebanyak 28 responden. Hal ini
didukung penelitian Ratnawati
(2016) menyatakan bahwa pasien
DM yang telah lama menderita DM
≥10 tahun memiliki efikasi diri yang
baik. Hal ini disebabkan karena
seseorang telah memiliki
pengalaman dalam menghadapi
penyakitnya selain itu juga akan
memiliki koping yang tepat.
3. Self-care
Berdasarkan tabel 4.4 sebagian
besar responden melakukan self-care
cukup yaitu sebanyak 24 responden
(38,1%). Penelitian Hidayati (2017)
juga menemukan sebagian besar
respondennya memiliki self-care
cukup baik sebanyak 47 responden
(83,9%).
Self-care cukup pada penelitian
ini dikarenakan adanya beberapa
faktor, salah satunya yaitu lama
menderita. Lama sakit DM tipe-2
penelitian ini mayoritas >5 tahun
memiliki self-care yang cukup dan
responden yang memiliki lama sakit
DM ≤5 tahun memiliki self-care
yang kurang. Kusniawati (2011)
menjelaskan bahwa pasien DM lebih
dari 11 tahun menunjukkan tingkat
perawatan diri lebih baik
dibandingkan dengan pasien yang
menderita DM kurang dari 5 tahun.
Menurut peneliti pasien yang telah
lama menderita DM pada hakikatnya
dapat mempelajari perilaku
perawatan diri dan dapat
menyesuaikan diri dengan
keadaannya berdasarkan
pengalamannya, sehingga self-care
dapat dilakukan dengan baik.
4. Hubungan dukungan keluarga
dengan self-care penderita DM
tipe-2
Berdasarkan tabel 4.5 sebagian
besar responden mempunyai
dukungan keluarga cukup akan
memiliki self-care cukup sebanyak
19 responden (30,2%).
Kecenderungan yang ada adalah
semakin baik dukungan keluarga
maka semakin baik pula self-
carenya. Sesuai dengan penelitian
Retnowati (2012) responden yang
memiliki dukungan keluarga yang
cukup akan lebih berhasil
menghadapi dan mengatasi
masalahnya dengan baik
dibandingkan dengan yang kurang
atau bahkan tidak memiliki
dukungan dari keluarga.
Hasil penelitian ini didapatkan
hubungan antara dukungan keluarga
dengan self-care pada penderita DM
tipe-2 karena dengan adanya
dukungan keluarga yang baik, akan
dapat meningkatkan kepercayaan
dan memberikan harapan pada
seseorang dalam meningkatkan self-
care. Berdasarkan karakteristik
responden sebagian besar berjenis
kelamin perempuan sebanyak 33
responden (50,8%). Menurut peneliti
kemungkinan lebih banyaknya
responden perempuan ini disebabkan
karena perempuan lebih mudah
mencurahkan masalah yang dihadapi
kepada keluarganya, hal ini
membuat keluarga memberikan
dukungan yang lebih dibanding
dengan responden laki-laki.
Dikarenakan perempuan cenderung
mengutamakan apa yang terjadi pada
dirinya dengan lebih
memperlihatkan usahanya untuk
meningkatkan kesehatan (Papalia,
2009).
Yusra (2010) pasien DM tipe-2
yang berada dalam lingkungan
keluarga dan diperhatikan oleh
anggota keluarganya akan dapat
menimbulkan perasaan nyaman dan
aman sehingga akan tumbuh rasa
perhatian terhadap diri sendiri dan
meningkatkan motivasi untuk
melaksankan perawatan diri.
Menurut peneliti rasa nyaman
tersebut akan muncul karena adanya
dukungan yang baik berupa
informasi, emosional, penghargaan
dan instrumental dari keluarga.
Sehingga kondisi ini akan mencegah
munculnya stress pada pasien DM
tipe-2.
5. Hubungan efikasi diri dengan self-
care penderita DM tipe-2
Berdasarkan tabel 4.6 mayoritas
responden memiliki efikasi diri yang
baik akan memiliki self-care yang
baik. Hal ini didukung oleh
penelitian Setyorini (2018)
responden yang memiliki efikasi diri
yang baik menandakan kesiapan
untuk merubah perilakunya dan
kesiapan untuk melakukan perilaku
perawatan dirinya. Ngurah &
Sukmayanti (2014) tingginya efikasi
diri akan menurunkan rasa takut
akan kegagalan, meningkatkan
aspirasi dan kemampuan berfikir
analitis.
Hasil penelitian ini didapatkan
hubungan antara efikasi diri dengan
self-care pada penderita DM tipe-2
karena dengan adanya keyakinan diri
yang baik dapat meningkatkan
kepatuhan terhadap pengobatan ,
sehingga efikasi diri penderita DM
tipe-2 akan terdorong dalam
mempertahankan perilaku yang
dibutuhkan dalam perawatan diri
pasien seperti diet, medikasi dan
perawatan DM lainnya. Berdasarkan
karakteristik responden sebagian
besar telah lama menderita DM tipe-
2 >5 tahun sebanyak 33 responden
(52,4%). Menurut peneliti semakin
lama menderita diabetes maka
semakin banyak pengalamannya
dalam mengahadapi kondisinya. Hal
ini didukung oleh penelitian Yusra
(2011) menyatakan bahwa pasien
yang telah lama menderita penyakit
kronis ≥5 tahun memiliki efikasi diri
yang baik dari pasien yang
menderita penyakit akut, hal tersebut
disebabkan karena adanya
pengalaman dalam mengelola
penyakitnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Dukungan keluarga dan self-care
pada penderita DM tipe-2 di
Puskesmas Kasihan II Bantul
mayoritas cukup.
2. Efikasi diri pada penderita DM tipe-2
di Puskesmas Kasihan II Bantul
mayoritas baik.
3. Ada hubungan dukungan keluarga
dan efikasi diri dengan self-care pada
penderita DM tipe-2 di Puskesmas
Kasihan II Bantul tahun 2019.
4. Berdasarkan tingkat keeratan yang
lebih yaitu pada efikasi diri dengan
self-care pada penderita DM tipe-2 di
Puskesmas Kasihan II Bantul tahun
2019 dengan nilai r = 0,271.
Saran
1. Bagi Penderita DM tipe-2
Diharapkan dapat mepertahankan
self-care dan efikasi diri dengan baik
dan diharapkan terus meningkat
dengan cara mengatur pola makan,
olahraga dan melakukan latihan fisik
secara teratur dan rajin melakukan
perawatan kaki.
2. Bagi Keluarga
Keluarga dapat mengoptimalkan
pemberian dukungannya baik berupa
informasi, selalu memenuhi
kebutuhan yang diperlukan pasien
dan selalu mengingatkan perawatan
diri seperti jadwal makan, untuk
selalu olahraga, cek gula darah,
perawatan kaki, dan selalu minum
obat.
DAFTAR PUSTAKA
Anggina, Linggar Lestari. (2010).
Hubungan Antara Dukungan
Sosial Keluarga dengan Kepatuhan
Pasien Diabetes Mellitus Dalam
Melaksanakan Program Diet di
Poli Penyakit Dalam RSUD
Cibabat Cimahi. Jurnal Penelitian
Kesehatan Suara Forikes.
Ariani, Yesi. (2012). Hubungan Antara
Motivasi Dengan Efikasi
DirinPasien Dm Tipe 2 Dalam
Konteks Asuhan Keperawatan Di
Rsup. H. Adam Malik Medan.
Jakarta : FIK Universitas
Indonesia.
Bai et. al. (2009). Self-Care Behaviour
and Related Factor in Older
People with Type 2 Diabetes.
Journal of Clinical Nursing.
18(23). 3308-3315.
BPJS Kesehatan. (2014). Panduan
Praktis PROLANIS (Program
Pengelolaan Penyakit Kronis).
Didapat dari http://bpjs-
kesehatan.go.id diakses pada 20
Agustus 2018.
Chaidir, Reni. (2017). Hubungan Self
Care Dengan Kualitas Hidup
Pasien Diabetes Mellitus. StiKes
Yarsi SumBar Bukit Tinggi dalam
Journal Endurance Vol.2(2), hlm.
132-144.
Damayanti, Sisca. (2014). Dukungan
Keluarga pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe-2 dalam
Menjalankan Self-Management
Diabetes. Jurnal Keperawatan
Universitas Padjadjaran Vol.
2(1).
Firmansyah, M. Ramadhani. (2018).
Hubungan Efikasi Diri Dengan
Kadar Gula Darah Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di
Puskesmas 7 Ulu Palembang
Tahun 2017. Jurnal ‘Aisyiyah
Medika. Vol.1(1).
Hidayati, Laely. (2017). Hubungan
Dukungan Keluarga Dengan Self-
Management Pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di
Puskesmas Wirobrajan Kota
Yogyakarta. Jurnal FIKES UMY
2017.
Imron, Moch. (2014). Metodologi
Penelitian Bidang Kesehatan.
Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Sagung Seto.
International Diabetes Federation.
(2017). IDF DIABETES ATLAS
Eighth Edition 2017. Didapat dari
https://www.idf.org. Diakses pada
16 Agustus 2018.
Kemenkes RI. (2016). Mari Kita Cegah
Diabetes Dengan Cerdik. Jakarta.
Didapat dari
http://www.depkes.go.id/article/pri
nt/16040700004/menkes-mari-
kita-cegah-diabetes-dengan-
cerdik.html diakses pada 25
Agustus 2018.
Kusniawati. (2011). Analisis Faktor
Yang Berhubungan Terhadap Self
Care Diabetes Pada Klien Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit
Umum Tangerang. Tesis.
Universitas Indonesia.
Kusuma, Henni. (2013). Hubungan
Antara Motivasi Dengan Efikasi
Diri Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Persadia
Salatiga. Jurnal Keperawatan
Medikal Bedah. Vol.1(2). 132-
141.
Luthfa, Iskhim (2016). Family Support
Pada Penderita Diabetes Mellitus
Tipe 2 Di Puskesmas Bangetayu
Semarang, Analisis Rasch Model.
Nurscope Jurnal Keperawatan dan
Pemikiran Ilmiah. 2 (2). 1-7.
Ngurah, I & Sukmayanti, M. (2014).
Efikasi Diri pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. Jurusan
Keperawatan. Politeknik
Kesehatan Denpasar.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012).
Metodologi Penenlitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Papalia, D.E., Olds, S.W. & Feldman,
R.D. (2009). Humaan
Development (Psikologi
Perkembangan) edisi kesepuluhan.
Jakarta : Kencana.
Pudyasti, Bekti. (2017). Hubungan
Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Diet Pada Pasien
Lansia Penderita Diabetes
Mellitus Di Puskesmas Minggris
Sleman Yogykarta. Jurnal
Kebidanan dan Keperawatan.
Vol.12(1). 55-59.
Putri, Suci Setia. (2016). Dukungan
Keluarga Dengan Perilaku Self-
Care Pada Pasien Ulkus Diabetik
Di RSUD dr. Zainoel Abidin.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Keperawatan UNSYIAH.
Vol.1(1).
Retnowati, Ari. (2012). Hubungan
Antara Dukungan Sosial Keluarga
Dengan Perilaku Makan Pada
Penderita Diabetes Mellitus Di
Kelurahan Prawirodirjan
Yogyakarta. Jurnal Keperawatan
UNISA Yogyakarta.
Setyorini, Andri. (2018). Hubungan Self-
Efficacy Dengan Self-Care
Menagement Lansia Yang
Menderita Hipertensi Di Posyandu
Lansia Padukuhan Panggang III
Binaan Puskesmas Panggang I
Gunungkidul. Health Sciences and
Pharmacy Journal. Vol 2, No.2
Agustus 2018, hal 58-64.
Sulistria, Yessy Mardianti. (2013).
Tingkat Self-Care Pasien Rawat
Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Puskesmas Kalirungkut Surabaya.
Universitas Surabaya dalam Jurnal
CALYPTRA. Vol.2 No.2.
Svartholm and Nylander (2010).Self
care activities of patients with
Diabetes Mellitus Type 2 in Ho
Chi Minh City. UPPSALA
UNIVERSITET.
WHO. (2017). Diabetes. Didapatkan
dari http://www.who.int/newsr-
room/fact-sheets/detail/diabetes
diakses pada 16 Agustus 2018.
Winkelman, M. (2009). Culture and
health: Applying medical
anthropology. SanFransisco: Jhon
Wiley and Sons. Diakses pada 25
Mei 2019, dari
www.books.google.co.id.
Yusra, (2010). Hubungan Antara
Dukungan Keluarga Dengan
Kualta s Hidup Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Poliklinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Tesis: Universitas Indonesia.
Adi Husada Nursing Journal, Vol 6 No 1, Juni 2020/ Hal. 52
Corresponding author:
Alfeus Manuntung
alfeusmanuntung@gmail.com
EFIKASI DIRI DAN PERILAKU PERAWATAN DIRI
PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
DI WILAYAH PUSKESMAS PAHANDUT
Alfeus Manuntung
Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Jl. George Obos No. 30, 32, Menteng, Kec. Jekan Raya, Kota Palangka Raya, Kalimantan
Tengah, Indonesia
alfeusmanuntung@gmail.com
Abstrak Diabetes Melitus Tipe 2 memerlukan perawatan dan pengelolaan secara mandiri untuk mencegah
komplikasi akut dan kronis. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis hubungan antara efikasi diri
dan perawatan diri diabetesi di wilayah Puskemas Pahandut dan menggunakan rancangan
penelitian deskriptif korelasi cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan
consecutive sampling. Pengumpulan data efikasi diri menggunakan DMSES dan perilaku
perawatan diri menggunakan SDSCA. Analisa data menggunakan uji Chi Square. Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas responden DM Tipe 2 tingkat efikasi dirinya tinggi
(61,7%), sedangkan tingkat perilaku perawatan diri responden DM Tipe 2 rendah (53,2%). Hasil
analisis data Chi Kuadrat diperoleh ada hubungan antara efikasi diri dan perawatan diri diabetesi.
Pendekatan perilaku dapat dilakukan untuk menurunkan angka komplikasi dan mengoptimalkan
kualitas hidup diabetesi.
Kata Kunci: efikasi diri, perilaku perawatan diri, DM Tipe 2
Abstract Type 2 Diabetes Mellitus requires treatment and management independently to stop acute and
chronic complications. The aim of this study was to research correlation between self efficacy and
diabetes self care behavior within the work area of the Pahandut Public Health Center with a
correlational descriptive study design employing a cross sectional. The sampling technique used
consecutive sampling. Data collection was done by identifying self efficacy and self-care behavior
employing a questionnaire. Data analysis using Chi Square. The results showed that the absolute
best level of efficacy of Type 2 DM respondents (61.7%), while the extent of self-care of Type 2 DM
respondents was low (53.2%). Chi Square data analysis results obtained there's a relationship
between self-efficacy and self-care behavior of Type 2 DM patients. Behavioral approaches are
often wont to reduce the amount of complications and optimize the standard of lifetime of people
with diabetes.
Keywords: self efficacy, self care behavior, Type 2 DM
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus Tipe 2 paling sering
terjadi sehingga memerlukan
penatalaksanaan medis dan pengelolaan
secara mandiri untuk mencegah komplikasi
(ADA, 2010). Diabetes Melitus termasuk
penyakit kronis serius dan salah satu dari
penyakit tidak menular yang terjadi karena
sel betha kurang mampu menghasilkan
hormon insulin dan atau tidak dapat
memanfaatkan hormon insulin untuk
mengontrol gula darah secara efektif.
Menurut data dari World Health
Organization Global Report, 2016 angka
kesakitan akibat penyakit Diabetes Melitus
semakin bertambah dalam beberapa tahun.
Pada tahun 2012 penyakit Diabetes Melitus
menyebabkan angka mortalitas di dunia
sebesar 1,5 juta jiwa dengan tambahan 2,2
juta kematian pada diabetesi dengan gula
Adi Husada Nursing Journal, Vol 6 No 1, Juni 2020/ Hal. 53
Alfeus Manuntung - EFIKASI DIRI DAN PERILAKU PERAWATAN DIRI PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS PAHANDUT
darah yang melebihi angka normal. Kematian
ini terjadi sebanyak 43% dari 3,7 juta jiwa
pada diabetesi dengan usia di bawah 70
tahun. Negara miskin dan negara
berkembang didapatkan angka mortalitas
Diabetes Melitus lebih banyak terjadi.
Hasil laporan dari IDF tahun 2019
menyatakan bahwa terdapat 463 juta orang
dewasa (20-79 tahun) menderita Diabetes
Melitus, sekitar 10% dari pengeluaran
kesehatan global dihabiskan untuk Diabetes
Melitus sekitar 760 miliar USD. Penderita
Diabetes Melitus sebanyak 79% bermukim di
beberapa negara dengan ekonomi rendah dan
menengah didapatkan 2 dari 3 pengidap
Diabetes Melitus tinggal di daerah perkotaan
(310,3 juta) dan di Indonesia diperkirakan
jumlah penderita DM semakin bertambah
pada tahun 2015 dari 10 juta menjadi 16,2
juta di 2040.
Kemenkes pada tahun 2018
melaporkan bahwa Indonesia termasuk
negara peringkat keenam pada tahun 2017
untuk penyakit diabetes melitus terbanyak di
dunia setelah RRT, India, USA, Brazil, dan
Meksiko jumlah diabetesi dengan umur 20
sampai dengan 79 tahun sejumlah 10,3 juta
jiwa.
Laporan Riset Kesehatan Dasar
tahun 2018 menunjukkan angka kejadian
penyakit DM makin bertambah, dibuktikan
dengan penduduk Indonesia sejumlah 6,9%
pada tahun 2013 dan makin meningkat tajam
sejumlah 8,5% pada tahun 2018. Hal ini
didukung berdasarkan diagnosis dokter yang
menyatakan Diabetes Melitus pada tahun
2018 prevalensi usia yang mengalami
penyakit Diabetes Melitus tertinggi yaitu 55-
64 tahun dengan angka 6,3%, prevalensi jenis
kelamin yang mengalami penyakit Diabetes
Melitus tertinggi yaitu perempuan dengan
angka 1,8%, serta prevalensi antara daerah
perkotaan dan pedesaan yang mengalami
penyakit Diabetes Melitus tertinggi yaitu di
daerah perkotaan dengan angka 1,9%
(RISKESDAS, 2018).
Laporan dari Puskesmas Pahandut
Kota Palangka Raya diperoleh data bahwa
tingkat partisipasi pengelolaan mandiri
pasien DM tipe 2 masih rendah penyebabnya
adalah pasien cenderung kurang patuh dan
kurang menyadari bahayanya penyakit DM.
Perilaku perawatan diri diabetes untuk
mengontrol kadar glukosanya juga masih
rendah sehingga dapat dirumuskan tentang
“Bagaimana efikasi diri dan perawatan diri
diabetesi?”. Tujuan penelitian yaitu
menganalisis efikasi diri dan perawatan diri
diabetesi di wilayah Puskesmas Pahandut
Kota Palangka Raya.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian korelasi
dengan pendekatan cross sectional. Jumlah
sampel 47 responden diabetesi di wilayah
kerja Puskesmas Pahandut Kota Palangka
Raya, bulan September - Oktober 2019,
tehnik sampling consecutive sampling.
Instrumen yaitu DMSES (Diabetes
Management Self Efficacy Scale) untuk
variabel efikasi diri dan SDSCA (Summary of
Diabetes Self-Care Activities) untuk variabel
perilaku perawatan diri diabetesi. Analisis
data univariat untuk mengidentifikasi
karakteristik responden dan variabel
penelitian, sedangkan bivariat menggunakan
Chi Kuadrat untuk mengidentifikasi
hubungan efikasi diri dan perilaku perawatan
diri dengan tingkat kemaknaan sebesar 0,05.
HASIL
Data gambaran karakteristik responden mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, dan lama sakit adalah sebagai berikut.
Adi Husada Nursing Journal, Vol 6 No 1, Juni 2020/ Hal. 54
Alfeus Manuntung - EFIKASI DIRI DAN PERILAKU PERAWATAN DIRI PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS PAHANDUT
Tabel 1
Karakteristik Responden DM Tipe 2 Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan,
Pekerjaan, Penghasilan, Dan Lama Sakit Tahun 2019
No. Karakteristik Median Modus SD Min-Mak
Usia
1 56,17 57 65 7,858 35-65
Jenis Kelamin n %
1 laki-laki 20 42,55
2 Perempuan 27 57,45
Tingkat Pendidikan
1 SD 4 8.5
2 SLTP 11 23.4
3 SLTA 20 42.6
4 PT 12 25.5
Pekerjaan
1 PNS 5 10.6
2 Pensiunan 16 34.0
3 Wiraswasta 6 12.8
4 IRT/tidak bekerja 19 42.6
Penghasilan
1 < Rp. 1 juta 20 42.6
2 Rp. 1 juta - Rp. 5 juta 26 55.3
3 > Rp. 5 juta 1 2.1
Lama sakit DM
1 3 bulan s.d. 5 tahun 24 51.1
2 6 s.d.10 tahun 15 31.9
3 11 s.d.15 tahun 3 6.4
4 >15 tahun 5 10.6
Tabel 1 didapatkan umur pasien DM Tipe 2 rata-ratanya adalah 57,40 tahun dengan
mayoritas jenis kelaminnya yaitu perempuan sebanyak 57,45%. Mayoritas responden Diabetes
Melitus Tipe 2 merupakan tamatan SLTA sebanyak 42,6%. Mayoritas responden Diabetes Melitus
Tipe 2 merupakan ibu rumah tangga atau tidak bekerja berjumlah 42,6%. Mayoritas responden
Diabetes Melitus Tipe 2 mempunyai penghasilan Rp. 1 juta - Rp. 5 juta berjumlah 55,3%. Sebagian
besar responden menderita Diabetes Melitus Tipe 2 antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun sebanyak
51,1%.
Tabel 2
Tingkat Efikasi Diri Pasien DM Tipe 2 (Variabel Dependen)
Di Wilayah Puskesmas Pahandut Tahun 2019
No Efikasi Diri n %
1 Sangat rendah 0 0 2 Rendah 0 0
3 Sedang 16 34
4 Tinggi 29 61,7
5 Sangat tinggi 2 4,3
Total 47 100
Tabel 2 didapatkan sebagian besar responden memiliki efikasi diri tinggi yaitu 61,7%.
Adi Husada Nursing Journal, Vol 6 No 1, Juni 2020/ Hal. 55
Alfeus Manuntung - EFIKASI DIRI DAN PERILAKU PERAWATAN DIRI PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS PAHANDUT
Tabel 3
Perilaku Perawatan Diri Diabetesi
(Variabel Independen) Di Wilayah Puskesmas Pahandut Tahun 2019
No Perilaku Perawatan
Diri n %
1 Sangat rendah 3 6,4
2 Rendah 25 53,2
3 Sedang 6 12,8
4 Tinggi 5 10,6
5 Sangat tinggi 8 17,0
Total 47 100
Tabel 3 menunjukkan mayoritas responden perilaku perawatan mandiri DM-nya rendah
yaitu 53,2% berdasarkan hasil penelitian tentang perilaku perawatan diri DM pada responden DM
Tipe 2.
Tabel 4
Tabulasi Silang Tingkat Efikasi Diri dan Perawatan Diri Diabetesi
Di Wilayah Puskesmas Pahandut Tahun 2019
No Tingkat Efikasi
Diri
Perilaku Perawatan Diri DM
Jumlah Sangat
rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat
tinggi
1 Sangat rendah 0 0 0 0 0 0
2 Rendah 0 0 0 0 0 0
3 Sedang 1
(6,25%)
14
(87,50%)
1
(6,25%)
0 0 16
(34,04%)
4 Tinggi 2
(6,90%)
11
(37,93%)
5
(17,24%)
4
(13,79%)
7
(24,14%)
29
(61,70%)
5 Sangat tinggi 0 0 0 1
(50%)
1
(50%)
2 (4,26%)
Total 3
(6,38%)
25
(53,19%)
6
(12,77%)
5
(10,64%)
8
(17,02%)
47
(100%)
Tabel 4 menunjukkan bahwa perilaku perawatan diri rendah memiliki efikasi diri sedang
sebanyak 87,50%.
Tabel 5
Hasil Uji Chi Kuadrat Efikasi Diri dan Perawatan Diri Diabetesi
Di Wilayah Puskesmas Pahandut Tahun 2019
Nilai Uji Korelasi (r) p
17,007 0,030
Tabel 5 hasil analisis data dengan uji Chi Kuadrat didapatkan ada hubungan positif antara
efikasi diri dan perawatan diri diabetesi dengan p value = 0,030 dan nilai r = 17,007.
PEMBAHASAN
Efikasi Diri Pasien DM Tipe 2
Hasil penelitian didapatkan data
mayoritas pasien Diabetes Melitus Tipe 2
memiliki tingkat efikasi diri tinggi sejumlah
61,7% dimana responden mempunyai
keyakinan diri yang baik terhadap
kemampuannya untuk mengatur atau
melakukan perilaku gaya hidup sehat.
Adanya perbedaan dari lamanya menderita
Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu rata-rata lama
menderita Diabetes Melitus Tipe 2
menyebabkan terjadinya perbedaan efikasi
diri pada responden.
Menurut Sarwoko, 2011 menjelaskan
bahwa norma subjektif dan efikasi diri
Adi Husada Nursing Journal, Vol 6 No 1, Juni 2020/ Hal. 56
Alfeus Manuntung - EFIKASI DIRI DAN PERILAKU PERAWATAN DIRI PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS PAHANDUT
mempengaruhi intensi seseorang. Makin
tinggi dukungan untuk berbuat sesuatu, maka
makin tinggi juga niat yang muncul dari
dalam dirinya, makin tinggi kepercayaan diri
dan kesiapan mental seseorang, maka makin
besar juga niatnya untuk melakukan suatu
tindakan. Teori Tindakan Beralasan
menyatakan proses pengambilan keputusan
dan adanya alasan dari suatu tindakan
dipengaruhi oleh sikap. Hal ini juga dapat
dikatakan bahwa minat untuk melakukan
sesuatu dipengaruhi oleh sikapnya sendiri.
Hasil penelitian ini juga didukung
oleh Edberg (2010) melalui teori Health
Belief Model yang menjelaskan bahwa
individu yang telah memperoleh pendidikan
kesehatan dan keterampilan untuk perawatan
dirinya akan memperoleh persepsi yang baik
pula terhadap penyakitnya. sehingga dapat
tingkat efikasi dirinya semakin meningkat.
Rias (2016) menyatakan bahwa suatu
perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi
oleh dari dirinya sendiri dan dari luar dirinya,
hal ini disebut dengan efikasi diri.
Perilaku Perawatan Diri Pasien DM Tipe
2
Hasil penelitian didapatkan sebagian
besar pederita DM tipe 2 memiliki tingkat
perilaku perawatan dirinya dalam 7 (tujuh)
hari terakhir, seperti diet, terapi pengobatan,
olahraga, pengecekan kadar glukosa, dan
perawatan kaki berada pada kategori rendah
yaitu 53,2%. Menurut Suharyat (2009),
kekuatan besar dalam menentukan perilaku
diperoleh dari individu itu sendiri, seperti
motif, nilai, kepribadian, dan faktor
lingkungan.
Self-care Diabetes Melitus yang
merupakan manajemen perawatan diri pada
pasien Diabetes Melitus adalah suatu
program yang harus dijalankan oleh diabetesi
selama hidupnya secara penuh tanggung
jawab. Dengan menekankan upaya pelayanan
kesehatan yang berfokus pada peningkatan
kesehatan dan pencegahan dengan tanpa
mengabaikan upaya pelayanan kesehatan
kuratif dan rehabilitatif, pengelolaan
termasuk pengendalian faktor risiko Diabetes
Melitus dapat mengurangi angka morbiditas
dan mortilitas serta komplikasi akut dan
kronis akibat dari Diabetes Melitus. Menurut
Sutandi tahun 2012 menjelaskan bahwa
kontrol DM menjadi lebih optimal apabila
ditekankan upaya preventif dengan
pengelolaan secara mandiri, baik pada pasien
itu sendiri maupun pada keluarga yang
merawatnya.
Beberapa aspek dalam self-
management diabetes dapat memengaruhi
kadar gula darah, seperti pengaturan pola
makan yang berfungsi untuk menekan asupan
karbohidrat, lemak yang berlebih agar kadar
glukosa dalam darah dapat seimbang dengan
kerja hormon insulin, aktivitas fisik/olahraga
membantu dalam pengaturan kontrol BB,
sehingga gula darah dibakar menjadi kalori
dalam tubuh yang menyebabkan sel tubuh
lebih sensitif terhadap hormon insulin yang
diproduksi oleh sel beta dalam kelenjar
pankreas, perawatan diri/kaki dapat
membantu menjaga kesehatan kaki serta
meminimalisir risiko timbulnya luka kaki
pada pasien Diabetes Melitus yang dapat
berkembang menjadi ulkus diabetik,
kandungan yang terdapat pada obat anti-
diabetik seperti jenis obat derivate
sulfonilurea dapat membantu penyerapan
glukosa dalam darah serta jenis biguanida
untuk menghambat proses pembentukan
glukosa, sedangkan perilaku monitoring gula
darah rutin dapat digunakan sebagai acuan
untuk menilai keberhasilan dari penanganan
diabetes yang telah dilakukan, dan dapat
dijadikan sebagai motivasi diabetesi untuk
mengendalikan kadar glukosa darahnya di
dalam rentang yang normal.
Hubungan Efikasi Diri dan Perilaku
Perawatan Diri pada Diabetesi
Dari hasil penelitian diperoleh data
bahwa tingkat efikasi diri berdasar perilaku
perawatan diri diabetesi sebagian besar dalam
kategori efikasi diri sedang dan perawatan
Adi Husada Nursing Journal, Vol 6 No 1, Juni 2020/ Hal. 57
Alfeus Manuntung - EFIKASI DIRI DAN PERILAKU PERAWATAN DIRI PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS PAHANDUT
diri yang rendah sejumlah 87,50%. Hasil uji
Chi Kuadrat nilai p = 0,030 dan nilai r =
17.007 menunjukkan terdapat hubungan yang
linier efikasi diri dan perilaku perawatan diri
pasien Diabetes Melitus Tipe 2.
Menurut Ariyani, dkk tahun 2012
menjelaskan terdapat hubungan efikasi diri
dengan motivasi dan dukungan keluarga.
Dengan hasil ini perawat direkomendasi
untuk memberikan dukungan pada diabetesi
dengan memberikan penyuluhan atau
pemberian informasi secara terstruktur dan
dukungan sosial.
Penelitian Wira tahun 2018
menjelaskan bahwa untuk mencegah
komplikasi akut dan kronis yang diakibatkan
oleh DM Tipe 2 dapat dilakukan dengan
manajemen perawatan secara mandiri oleh
diabetesi. Rendahnya tingkat efikasi diri
seseorang dan kurangnya dukungan sosial
merupakan faktor-faktor penghambat
pengelolaan perawatan diri.
Motivasi adalah faktor yang sangat
penting bagi pasien Diabetes Melitus dalam
hal mempertahankan diet dan pemantauan
gula darah untuk melakukan perilaku
perawatan secara mandiri. Mencapai tujuan
yang diinginkan dalam hal pengontrolan gula
darah, diabetesi yang mempunyai efikasi diri
yang baik terhadap kemampuannya untuk
mengatur gaya hidup sehat akan mampu
melakukan perilaku perawatan diri yang baik
pula untuk penanganan Diabetes Melitus.
KESIMPULAN
Efikasi diri dan perawatan diri
diabetes memiliki hubungan yang signifikan,
sehingga adanya pendekatan perilaku dapat
mengurangi komplikasi dan mengoptimalkan
kualitas hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani Y., dkk. (2012). Motivasi dan efikasi
diri pasien DM tipe 2 dalam asuhan
keperawatan. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 15(1), 29-38.
Cataloguing, W. L. (2016). Global Report on
Diabetes. Isbn, 978, 6–86.
http://www.who.int/about/licensing/c
opyright_form/index.html.
Funnell, et al (2008). National standards for
diabetes self-management education.
Diabetes Care, 31. (SUPPL. 1), S97-
S104. https://doi.org/10.2337/dc08-
S097.
Indonesia, K. K. R. (2018). Hasil utama
riskesdas 2018. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Perkeni. (2015). American families and
absences: Breaking the parent-child
bond. Dissertation Abstracts
International Section A: Humanities
and Social Sciences, 71(2-A), 730.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107
415324.004.
Manuntung, A. (2018). Analisis Keyakinan
Diri Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
Dalam Pengelolaan Diabetes
Mellitus. Jurnal Kesehatan
Manarang, 3(1), 31.
https://doi.org/10.33490/jkm.v3i1.32.
_____________ (2019). Monitoring Gula
Darah Mandiri dan Perawatan Kaki
Diabetik di Wilayah Kerja
Puskesmas Pahandut. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Borneo,
3(2), 25-30.
Ri, K. (2018). Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2017. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI, 170-173.
Rias, Y. A. (2016). HUBUNGAN
PENGETAHUAN DAN KEYAKINAN
DENGAN EFIKASI DIRI
PENYANDANG DIABETIC FOOT
ULCER. 1(1).
Adi Husada Nursing Journal, Vol 6 No 1, Juni 2020/ Hal. 58
Alfeus Manuntung - EFIKASI DIRI DAN PERILAKU PERAWATAN DIRI PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS PAHANDUT
Sarwoko, E. (2011). Kajian Empiris
Entrepreneur Intention Mahasiswa.
2.
Sutandi, A. (2012). Self Manajemen
Education (DSME) sebagai Metode
Alternatif dalam Perawatan Mandiri
Pasien Diabetes Melitus di dalam
Keluarga. Widya, 29(321), 47–52.
WHO. (2016). Global report on diabetes:
executive summary (No.
WHO/NMH/NVI/16.3). WHO.
Wira, P., & Putra, K. (2018). HUBUNGAN
SELF EFFICACY DAN DUKUNGAN
SOSIAL TERHADAP. 3(1), 51–59.
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Sri Mulia Sari
Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 10
PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA
DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
Sri Mulia Sari
Program Studi Ilmu Keperawatan, STIK Siti Khadijah Palembang
srimuliasari2018@gmail.com
ABSTRAK
Latar belakang: Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah. Komplikasi dari DM adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis,
sindrom hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, oleh karena itu diperlukan terapi untuk menurunkan
kadar gula darah, yang salah satunya Terapi Benson. Tujuan: Diketahuinya Pengaruh Relaksasi
Benson Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Metode: Desain
penelitian ini adalah pre eksperimental, dengan rancangan penelitian one group pre-post test design.
Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel
sebanyak 16 responden yang dilaksanakan pada tanggal 5 Agustus sampai dengan 30 November 2019
di Puskesmas Palembang. Kemudian data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon.
Hasil: Rata-rata nilai kadar GDS sebelum relaksasi benson dengan nilai tertinggi 498 mg/dl dan nilai
terendah 212 mg/dl. Rata-rata nilai kadar GDS sesudah terapi benson dengan nilai tertinggi 377 mg/dl
dan nilai terendah 110 mg/dl. Ada pengaruh relaksasi Benson terhadap penurunan kadar gula darah
dengan hasil p value = 0,001 (<0,05). Saran: Salah satu alternative untuk menurunkan kadar gula
darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 adalah dengan cara relaksasi benson.
Kata Kunci: Relaksasi Benson, Gula Darah
ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease characterized by increased levels of
glucose in the blood. Complications of DM are hypoglycemia, diabetes ketoacidosis, hyperosmolar
non-ketotic hyperglycemia syndrome, therefore therapy is needed to reduce glucose levels, one of
which is Benson Therapy. Aim: Knowing the Effects of Benson's Relaxation on Reducing glucose
Levels in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Method: The research design was pre-experimental
with one group pre-post test design. Sampling technique used is purposive sampling with a sample
size of 16 respondents conducted on August 5 up to November 30, 2019 at the Public Health Center in
Palembang. Then the data were analyzed using the Wilcoxon test. Results: The average value of GDS
levels before Benson relaxation with the highest value is 498 mg / dl and the lowest value is 212 mg /
dl. The average value of GDS levels after Benson therapy with the highest value of 377 mg / dl and
the lowest value of 110 mg / dl. There is an effect of Benson's relaxation on decreasing glucose levels
with a p value = 0.001 (<0.05). Suggestion: One alternative to reduce glucose levels in Type 2
Diabetes Mellitus Patients is by Benson relaxation.
Keywords: Benson's Relaxation, Glucose
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Sri Mulia Sari
Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 11
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan
penyakit metabolik akibat gangguan
sekresi insulin, gangguan kerja insulin,
atau kombinasi keduanya (ADA, 2016).
Adanya gangguan tersebut mengakibatkan
gula didalam darah tidak dapat digunakan
oleh sel tubuh sebagai energi hingga
akhirnya menyebabkan kadar gula dalam
darah tinggi atau hiperglikemia (IDF,
2013).
Diabetes Melitus telah menjadi
masalah kesehatan utama dunia dengan
angka kejadian dan kematian yang masih
sangat tinggi. Berdasarkan data World
Health Organization (WHO), Indonesia
menduduki peringkat kedua sebagai negara
dengan jumlah pasien diabetes di Asia. Di
Indonesia pada tahun 2000 jumlah pasien
diabetes sekitar 8.426.000 jiwa. Angka ini
diprediksikan akan semakin meningkat
pada tahun 2030 yang mencapai
21.257.000 jiwa.
Berdasarkan data terbaru riset
kesehatan dasar tahun 2018 di Indonesia,
secara umum angka kejadian Diabetes
Melitus mengalami peningkatan yang
cukup signifikan selama 5 tahun terakhir.
Pada tahun 2013, angka kejadian Diabetes
Melitus pada orang dewasa mencapai 6,9
% dan di tahun 2018 angka terus melonjak
menjadi 8,5% (RISKESDAS, 2018).
Provinsi Sumatera Selatan termasuk
provinsi yang memiliki angka kejadian
Diabetes Melitus terbanyak di Indonesia,
pada tahun 2016 sebesar 45%, tahun 2017
sebesar 55% dan pada tahun 2018 sebesar
62,6 % (Dinkes Prov. Sumsel, 2018).
Di Kota Palembang jumlah penderita
Diabetes Melitus pada tahun 2016
sebanyak 4.442 orang, kemudian pada
tahun 2017 sebanyak 4.823 orang, dan
pada tahun 2018 mengalami peningkatan
menjadi 10.038 orang dan ini terjadi di
Kota Palembang (Dinkes Kota Palembang,
2018). Salah satu puskesmas yang
memiliki banyak penderita Diabetes
Melitus di Palembang adalah Puskesmas
Plaju, yang didapatkan 3 (tiga) tahun
terakhir berjumlah, pada tahun 2016
sebanyak 1478 orang, pada tahun 2017
sebanyak 952 orang dan pada tahun 2018
sebanyak 817 orang (Puskesmas Plaju
Palembang, 2018).
Salah satu penyebab dari Diabetes
Melitus adalah gaya hidup yang
mengakibatkan tidak terkontrolnya kadar
gula dalam darah. Adapun bahaya yang
dapat terjadi pada pasien Diabetes Melitus
jika tidak di obati dengan benar maka akan
menimbulkan dampak yang buruk pada
tubuhnya. Beberapa dampak atau
komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
Diabetes Melitus adalah hipoglikemia,
diabetes ketoasidosis, sindrom
hiperglikemik hiperosmolar nonketoti
(Smeltzer & Bare, 2012). Maka dari itu,
untuk mencegah terjadinya komplikasi
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Sri Mulia Sari
Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 12
Diabetes Melitus maka diperlukan
pengontrolan yang terapeutik dan teratur
melalui perubahan gaya hidup pasien DM
tipe 2. Dalam melaksanakan pengontrolan
kadar gula darah terdapat beberapa cara
diantaranya terapi relaksasi benson (Moyad
& Hawks, 2009).
Relaksasi benson merupakan
pengembangan metode respon relaksasi
pernafasan dengan melibatkan faktor
keyakinan pasien, yang dapat menciptakan
suatu lingkungan internal sehingga dapat
membantu pasien mencapai kondisi
kesehatan dan kesejahteraan. Kelebihan
latihan teknik relaksasi dari pada latihan
yang lain adalah latihan relaksasi lebih
mudah dilakukan bahkan dalam kondisi
apapun serta tidak memiliki efek samping
apapun, disamping itu kelebihan dari
teknik relaksasi lebih mudah dilaksanakan
oleh pasien, dapat menekan biaya
pengobatan, dan dapat digunakan untuk
mengontrol kadar gula darah dalam tubuh
(Yosep, 2007; Handayati, 2018).
Relaksasi benson dapat menurunkan
kadar gula darah pasien diabetes dengan
menekan pengeluaran hormon-hormon
yang dapat meningkatkan kadar gula darah
yaitu epinefrin, kortisol, glucagon,
adrenorticotropic hormone (ACTH),
kortikosteroid, dan tiroid (Smeltzer &
Bare, 2002).
Mekanisme penurunan kadar
glukosa darah melalui relaksasi, yaitu
dengan cara menekan pengeluaran
epinefrin sehingga menghambat konversi
glikogen menjadi glukosa, menekan
pengeluaran kortisol dan menghambat
metabolisme glukosa, sehingga asam
amino, laktat, dan pirufat tetap disimpan di
hati dalam bentuk glikogen sebagai energi
cadangan. Menekan pengeluaran glukagon
sehingga dapat mengkonversi glikogen
dalam hati menjadi glukosa, menekan
pengeluaran glukagon sehingga dapat
mengkonversi glikogen dalam hati menjadi
glukosa. Menekan ACTH dan
glukokortikoid pada korteks adrenal
sehingga dapat menekan pembentukan
glukosa baru oleh hati, di samping itu
lyposis dan katabolisme karbohidrat dapat
ditekan, yang dapat menurunkan kadar
glukosa darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Dari hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Juwita, dkk (2016)
tentang pengaruh terapi benson terhadap
kadar gula darah pada lansia dengan
diabetes melitus di posyandu lansia
Matahari Surabaya tahun 2016
menunjukkan bahwa relaksasi benson
dapat menurunkan kadar gula darah pada
lansia dengan DM dengan (p=0.001).
Ratnawati, dkk (2017) tentang terapi
pengaruh relaksasi benson termodifikasi
efektif mengontrol gula darah pada lansia
dengan DM di wilayah kerja Puskesmas
Limo Depok tahun 2017 menunjukan ada
perbedaan perubahan kadar gula darah
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Sri Mulia Sari
Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 13
yang signifikan pada lansia dengan
diabetes melitus (p<0,05). Purwasih, dkk
(2017) tentang relaksasi benson dan terapi
murattal surat ar-rahmaan menurunkan
kadar glukosa darah puasa pada penderita
diabetes melitus tipe 2 di kecamatan Maos
menunjukkan bahwa kombinasi relaksasi
benson dan terapi murattal lebih banyak
menurunkan kadar GDP pada pasien DM
tipe 2 dibandingkan dengan pemberian
relaksasi benson saja dengan hasil
(p=0.000). Hasil penelitian Kuswandi, dkk
(2018) di RS Tasikmalaya yang
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara
Relaksasi Benson Terhadap Penurunan
Kadar Glukosa Darah pasien DM tipe 2.
Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan peneliti tanggal 5 Agustus 2019
terhadap 5 (lima) responden yang
menderita Diabetes Melitus wilayah kerja
Puskesmas Plaju Kota Palembang yang
dilakukan dengan cara wawancara,
didapatkan bahwa upaya yang sudah
dilakukan dalam mengatasi Diabetes
Melitus adalah dengan mengkonsumsi obat
Diabetes Melitus, belum pernah melakukan
metode penurunan kadar gula darah dengan
menggunakan teknik relaksasi. Pada saat
ditanya mengenai penanganan diabetes
melitus non farmakologi dengan teknik
benson mereka belum mengetahuinya.
Maka dari itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas
Palembang Tahun 2019”.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian pre
eksperimental dengan rancangan penelitian
one group pre-post test design. Tehnik
pengambilan sampel yang digunakan
adalah purposive sampling dengan jumlah
sampel sebanyak 16 responden. Dalam
penelitian ini, peneliti mengajukan
permohonan izin meneliti di lahan
penelitian, setelah mendapatkan
rekomendasi dari lahan, selanjutnya
peneliti mengajukan lembar persetujuan
disampaikan kepada responden dengan
mengacu pada etika penelitian yang
meliputi : informed consent (persetujuan),
anominity (tanpa nama) dan confidentiality
(kerahasiaan).
Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 5 Agustus sampai dengan 30
November 2019 di Puskesmas Palembang
dan pengambilan data pada tanggal 2
September s.d. 19 Oktober 2019.
Pengolahan data dalam penelitian ini
meliputi pengecekan data, pemberian kode
data, pemprosesan data, pembersihan data
dan keluaran hasil data. Analisa data
meliputi analisis univariat dan analisis
bivariat dengan uji t dependen dengan
interval kepercayaan 95%.
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Sri Mulia Sari
Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 14
HASIL PENELITIAN
Kadar Gula Darah Sebelum dan
Sesudah diberikan Relaksasi Benson
Hasil analisis univariat kadar gula
darah sebelum dan sesudah diberikan
relaksasi benson pada pasien diabetes
melitus tipe 2 pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Tabel 1
Rata-rata Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah Diberikan
Relaksasi Benson pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Variabel F Median Min Max
Kadar GDS Sebelum 16 276,50 212 498
Kadar GDS Sesudah 16 151,50 110 377
Berdasarkan Tabel 1. didapatkan
bahwa Median Kadar gula darah sewaktu
sebelum diberikan Relaksasi Benson
adalah 276,50. nilai terendah pada kadar
GDS adalah 212 dan nilai tertinggi 498.
Sedangkan setelah diberikan Relaksasi
Benson Median kadar GDS adalah 151,50.
Nilai terendah pada kadar GDS adalah 110
dan nilai tertinggi 377.
Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Hasil analisis bivariat pengaruh
relaksasi benson terhadap penurunan kadar
gula darah pada pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 2
Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Variabel F
Sebelum Sesudah
P Value Median
(Min-Maks)
Median
(Min-Maks)
Kadar GDS 16 276,50
(212-498)
151,50
(110-377)
0,001
Sebelum dilakukan hipotesis terlebih
dahulu dilakukan uji normalitas
menggunakan uji shapiro wilk didapatkan
nilai sig Kadar gula darah sebelum
diberikan Relaksasi Benson adalah 0,028 <
0,05 sedangkan nilai sign Kadar gula darah
sesudah diberikan Relaksasi Benson adalah
0,002 < 0,05. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa data Berdistribusi Tidak
Normal, kemudian dilanjutkan dengan
menggunakan uji Wilcoxon test.
Dari hasil analisis yang ditunjukkan
Tabel 2 diketahui p value = 0,001 (<0,05),
sehingga hipotesis dalam penelitian ini
diterima dimana secara statistik, dapatkan
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Sri Mulia Sari
Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 15
ada pengaruh Relaksasi Benson Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah.
PEMBAHASAN
Kadar Gula Darah Sebelum dan
Sesudah diberikan Relaksasi Benson
Pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Berdasarkan hasil analisis univariat
didapatkan bahwa median kadar gula darah
sewaktu sebelum diberikan Relaksasi
Benson adalah 276,50. nilai terendah pada
kadar GDS adalah 212 dan nilai tertinggi
498. Sedangkan setelah diberikan
Relaksasi Benson Median kadar GDS
adalah 151,50. Nilai terendah pada kadar
GDS adalah 110 dan nilai tertinggi 377.
Menurut teori Smeltzer & Bare
(2012), tingginya kadar gula dalam darah
dapat mengakibatkan masalah yang sangat
serius jika tidak ditangani dengan benar
seperti terjadi hipoglikemia, diabetes
ketoasidosis, sindrom hiperglikemik
hiperosmolar nonketoti. Menurut Moyad &
Hawks (2009), Relaksasi Benson
merupakan salah satu cara untuk
mengontrol kadar gula dalam darah.
Hasil penelitian ini juga didukung
oleh penelitian Juwita, dkk (2016).
Pengaruh terapi relaksasi benson terhadap
kadar gula darah pada lansia dengan
diabetes di Posyandu Lansia Matahari
Surabaya dengan pvalue = 0.001 < 0.05
dimana bahwa relaksasi benson dapat
menurunkan kadar gula darah pada lansia
dengan diabetes melitus.
Dari hasil penelitian dan teori yang
ada, peneliti berasumsi bahwa Relaksasi
Benson merupakan salah satu cara yang
dapat mengontrol kadar gula dalam darah
yang dapat diterapkan pada pasien yang
menderita Diabetes Melitus. Teknik
relaksasi ini berguna dalam berbagai
situasi, misalnya nyeri, cemas, kurangnya
kebutuhan tidur dan stres serta emosi yang
ditunjukkan. Dengan relaksasi memelihara
reaksi tubuh terhadap respon flight or
flight, penurunan respirasi, nadi, dan
jumlah metabolik, tekanan darah dan
energi yang digunakan.
Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Berdasarkan hasil analisis bivariat di
dapatkan dengan nilai p value = 0,001
(<0,05), sehingga dapat disimpulkan ada
pengaruh Relaksasi Benson Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah di Wilayah
Kerja Puskesmas Plaju Palembang Tahun
2019.
Relaksasi Benson merupakan
pengembangan dari respon relaksasi yang
dikembangkan oleh Benson. Teknik
relaksasi ini berguna dalam berbagai
situasi, misalnya nyeri, cemas, kurangnya
kebutuhan tidur dan stres serta emosi yang
ditunjukkan. Dengan relaksasi memelihara
reaksi tubuh terhadap respon flight or
flight, penurunan respirasi, nadi, dan
jumlah metabolik, tekanan darah dan
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Sri Mulia Sari
Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 16
energi yang digunakan (Potter & Perry,
2016).
Relaksasi Benson dapat menurunkan
kadar gula darah pasien Diabetes dengan
menekan pengeluaran hormon-hormon
yang dapat meningkatkan kadar gula darah
yaitu epinefrin, kortisol, glucagon,
adrenocorticotropic hormone (ACTH),
kortikosteroid, dan tiroid. Dengan
mekanisme penurunannya kadar glukosa
dalam darah melalui Relaksasi yaitu
dengan cara menekan pengeluaran
epinefrin sehingga menghambat konversi
glikogen menjadi glukosa, menekan
pengeluaran kortisol dan menghambat
metabolisme glukosa sehingga asam
amino, laktat, dan pirufat tetap disimpan di
hati dalam bentuk glikogen sebagai energi
cadangan. Menekan pengeluaran glukagon
sehingga dapat mengkonversi glikogen
dalam hati menjadi glukosa, menekan
ACTH dan glikokortikoid pada korteks
adrenal sehingga dapat menekan
pembentukan glukosa baru oleh hati, di
samping itu lipolysis dan katabolisme
karbohidrat dapat ditekan, yang dapat
menurunkan kadar glukosa dalam darah
(Smeltzer & Bare, 2002).
Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Juwita, dkk (2016) di Posyandu
Lansia Matahari Surabaya menunjukkan
bahwa ada pengaruh Terapi Relaksasi
Benson Terhadap Kadar Gula Darah pada
Lansia dengan Diabetes dan p value yang
didapat yaitu 0,001 (<0,05).
Hasil penelitian ini juga didukung
oleh penelitian Kuswandi, dkk (2018) di
RS Tasikmalaya yang menunjukkan bahwa
ada pengaruh antara Relaksasi Benson
Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah
pada pasien DM tipe 2.
Dari hasil penelitian dan teori yang
ada, peneliti berasumsi bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara relaksasi
benson terhadap penurunan kadar gula
darah, hal ini karena Relaksasi Benson
dapat menurunkan kadar glukosa darah
pada pasien diabetes mellitus dengan
menekan kelebihan pengeluaran hormon-
hormon yang dapat meningkatkan kadar
glukosa darah, yaitu : epinefrin, kortisol,
glucagon, adrenocorticotropic hormone
(ACTH), kortikosteroid dan tiroid sehingga
relaksasi benson dapat menurunkan
hormon-hormon yang dapat menurunkan
kadar glukosa dalam darah. Mekanisme
penurunan kadar glukosa darah melalui
relaksasi benson, yaitu dengan cara
menekan pengeluaran epinefrin sehingga
menghambat konversi glikogen menjadi
glukosa, menekan pengeluaran kortisol dan
menghambat metabolisme gukosa,
sehingga asam amino, laktat, dan pirufat
tetap disimpan di hati dalam bentuk
glikogen sebagai energi cadangan.
Menekan pengeluaran glukagon sehingga
dapat mengkonversi dalam hati menjadi
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Sri Mulia Sari
Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 17
glukosa, menekan ACTH dan
glukokortikoid pada korteks adrenal
sehingga dapat menekan pembentukan
glukosa baru oleh hati, di samping itu
lipolysis dan katabolisme karbohidrat dapat
ditekan, yang dapat menurunkan kadar
glukosa darah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Rata-rata nilai kadar GDS sebelum
relaksasi benson dengan nilai tertinggi
498 mg/dl dan nilai terendah 212 mg/dl.
2. Rata-rata nilai kadar GDS sesudah
terapi benson dengan nilai tertinggi 377
mg/dl dan nilai terendah 110 mg/dl.
3. Ada pengaruh relaksasi benson terhadap
penurunan kadar gula darah pada pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan hasil p
value sebesar 0,001 (<0,05).
Saran
1. Bagi Puskesmas Plaju Palembang
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif untuk
menurunkan kadar gula darah pada
pasien Diabetes Melitus dengan cara
Relaksasi Benson.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian selanjutnya dapat
menambahkan beberapa variabel lagi
dengan cara memodifikasi terapi pada
pasien Diabetes Melitus untuk
menurunkan kadar gula darah, seperti
Murotal Al Quran Surat Ar- Rahman.
DAFTAR PUSTAKA
ADA (Amerikan Diiabetes Association J. (2016). Standars Of Mediicart Caraein Diabetes
2016. Diabbetes Care, Volume 39 supplement.
Bilious, R Dan Donelly. R (2014). Buku Pegangan Diabetes, Edisi Ke 4 Jakarta :Bumi
Medika.
Dinkes Kota. 2018. Profil Kesehatan Palembang 2018.
Dinkes Sumsel. 2017. Profil Kesehatan Sumatera Selatan 2017.
Greinstein B. dan Wood. D. (2010) . At a Glance, Sistem Endokrin, Edisi Ke dua Penerjemah :
Yasmine, E & Rachmawati A.D. Jakarta : Erlangga.
Handayati, M. R. (2018). Analisis praktik klinik keperawatan pada pasien Congestive Heart
Failure (CHF) dan non Hodekin limfoma dengan intervensi inovasi terapi relaksasi
benson kombinasi murottal al-qur’an (q.s Ar-rahman ayat 1-78) dan Hypnoterapi
terhadap penurunan skala nyeri di ruang intensive cardiac care unit (ICCU) RSUD
Abdul Wahab Stchrahie Samarinda tahun 2018. Other thesis Universitas
Muhammadiyah Kalimatan Timur. 2018.
IDF (International Diabetes Militus Foundation). (2013). Diabetes Atlas, Fiveth edition.
Juwita, L., dkk. (2016). Pengaruh Terapi Relaksasi Benson Terhadap Kadar Gula Darah
pada Lansia dengan Diabetes. JNL.Vol.4 No.1, Maret. 2016.
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Sri Mulia Sari
Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 18
Kuswandi, A., dkk. (2018). Pengaruh Relaksasi Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah
pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Sebuah Rumah Sakit di Tasikmalaya. Jurnal
Keperawatan Indonesia, Volume 12, No.2, Juli 2018: hal 108-114.
Moyad, M., dan Hawks, J, H. (2009). Complementary and Alternative Therapies, dalam
Black, J, M., dan Hawks, J, H. Medical- Surgical Nursing: Clinical Management for
Positive Out Comes, (8th edition). Elsevier Saunders.
Purwasih, dkk (2017). Pengaruh Relaksasi Benson dan Terapi Murottal Surat Ar-rahman
Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa dan Skor Stres Pasien DM tipe 2. Other thesis
UMY.
Puskesmas Plaju. Data Kesehatan, 2019
Riyani, H, S. (2016). Efektivitas Relaksasi Benson dan Nafas dalam Terhadap Perubahan
Tingkat Kecemasan Lansia di PSTW Gau Mabajigowa. Skripsi Universitas Islam Negeri
Alauddin Makasar. 2016.
Smeitzer, S.C & Bare, B.G (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner dan
Sudarath, Edisi 8, volume 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Smeitzer, S.C & Bare, B.G (2012) . Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner dan
Suddarth, Volume 1, Edisi 12, Jakarta : EGC
Smeltzer. S.C,. dkk. (2008) Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Luurcing
(11thdkk,) Philadholpia; Lippincott Williams and Wilkins.
World Health Organization. (2017). Media Center: Diabetes Melitus.
E-ISSN - 2654-9751 Vol 3 No 3 April 2020
Jurnal Kesehatan Mercusuar Avalilable Online http://jurnal.mercubaktijaya.ac.id/index.php/mercusuar
54
FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG MEMPENGARUHI SELF CARE
MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
DI POLIKLINIK KHUSUS PENYAKIT DALAM
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
Lenni Sastra1, Lola Despitasari
2*
1,2 Prodi S1 Keperawatan, STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang
Jl. Jamal Jamil Pondok Kopi Siteba Padang *email korespondensi : loladespitasari1986@gmail.com
ABSTRACT
Type 2 diabetes mellitus is the result of failure or rejection of the body using insulin
or insulin resistance. Type 2 diabetes mellitus patients need self-care management to manage
the disease. The purpose of this study was to determine the internal factors that influence self-
care management in patients with type 2 diabetes mellitus at the Outpatient unit of Internal
Medicine Dr. M. Djamil Padang hospital. This type of research was analytic descriptive
through cross sectional approach. This research was conducted at the Outpatient unit of
Internal Medicine Dr. M. Djamil Padang hospital. The sample were consisted of 60 people with
accidental sampling techniques and research instruments using the SDSCA questionnaire,
ASAS-R, DMSES and diabetes knowledge questionnaire. The bivariate data analysis was used
chi-square test. The results showed that 56.7% of respondents had poor self-care management,
50% of respondents with poor self-care agency, 46.7% of respondents with poor self-efficacy
and 61.7% of respondents with poor diabetes knowledge. The results showed that there was a
relationship between self-care agency, self-efficacy, and diabetes knowledge with self-care
management with p value (≤ 0.05). Based on the results of this study it is suggested to nurses to
be able to help patients to improve their self-care agency, self-efficacy and diabetes knowledge.
Keywords: Diabetes mellitus type 2, self-care management, self-care agency, self-efficacy,
diabetes knowledge
Lenni Sastra, Lola Despitasari
| FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI SELF CARE MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE
2 DI POLIKLINIK KHUSUS PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
55
ABSTRAK
Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan hasil dari kegagalan atau penolakan tubuh
menggunakan zat insulin atau resistensi insulin. Pasien DM tipe 2 diperlukan self care
management untuk mengelola penyakitnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor internal yang mempengaruhi self care management pada pasien DM tipe 2 di
Poliklinik Khusus Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jenis penelitian adalah
deskriptif analitik melalui pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Poliklinik
Khusus Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Sampel berjumlah 60 orang dengan
teknik accidental sampling dan instrumen penelitian menggunakan kuesioner SDSCA, ASAS-R,
DMSES dan kuesioner diabetes knowledge. Analisis data bivariat menggunakan uji chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56.7% responden memiliki self care management yang
kurang baik, 50% responden dengan self care agency kurang baik, 46.7% responden dengan self
efficacy kurang baik dan 61.7% responden dengan diabetes knowledge kurang baik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara self care agency, self efficacy, dan
diabetes knowledge dengan self care management dengan nilai p value (≤ 0.05). Berdasarkan
hasil penelitian ini disarankan kepada perawat agar dapat membantu pasien untuk meningkatkan
self care agency, self efficacy, dan diabetes knowledge.
Kata Kunci : Diabetes mellitus tipe 2, self care management, self care agency, self efficacy,
diabetes knowledge
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM)
merupakan suatu penyakit kronis
dimana organ pankreas tidak
memproduksi cukup insulin atau ketika
tubuh tidak efektif dalam
menggunakannya (WHO, 2016). DM
tipe 2 atau Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) atau tidak
tergantung pada insulin karena
penderita DM tipe 2 ini mampu
memproduksi insulin tetapi tubuh
mengalami penurunan sensivitas
terhadap insulin (resistensi insulin)
sehingga glukosa gagal masuk ke dalam
sel (Lanny, 2012).
Prevalensi diabetes melitus tipe
2 menurut data World Health
Organization (WHO) diperkirakan
bahwa penduduk dunia pada tahun 2030
penderita diabetes melitus tipe 2
meningkat menjadi 366 juta. Tingkat
prevalensi penderita diabetes melitus
secara global pada tahun 2014 sebesar
8,3% dari semua total penduduk di
dunia dan mengalami peningkatan pada
tahun 2014 menjadi 387 juta kasus
(IDF, 2015). Berdasarkan data terbaru
PERKENI tahun 2015 Indonesia
merupakan peringkat ke 5 teratas
penderita DM tipe 2 dengan jumlah
penderita DM mencapai 9,1 juta orang
(PERKENI, 2015)
Di Provinsi Sumatera Barat juga
terjadi peningkatan penderita diabetes
melitus yaitu sebanyak 24.432 orang
(Riskesdas, 2013). Sumatera Barat
menyatakan bahwa prevalensi diabetes
melitus tipe 2 juga tinggi di kota Padang
yaitu sebanyak 11.769 orang
(Riskesdas, 2013). Peningkatan
prevalensi penderita diabetes melitus
seiring dengan terus meningkatnya
kemajuan ekonomi di negara yang
bersangkutan, maka berubah pula gaya
hidup dan perilaku yang dijalani
masyarakat. Salah satu fenomena yang
mengiringi kemajuan masyarakat adalah
Lenni Sastra, Lola Despitasari
| FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI SELF CARE MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE
2 DI POLIKLINIK KHUSUS PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
56
munculnya penyakit diabetes melitus
(Putri, 2017).
Angka kejadian diabetes melitus
tipe 2 yang terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun
berpengaruh terhadap peningkatan
komplikasi dengan ketidakstabilan
rerata kadar gula darah yaitu > 200
mg/dl (11,1 mmol/L) dan gula darah
puasa >126 mg/dl (7,0 mmol/L).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan
Purwanti (2013) sebanyak 1785
diabetisi (penderita diabetes) di
Indonesia yang mengalami komplikasi
neuropati (63,5%), retinopati (42%),
gangren diabetik (15%), nefropati
(7,3%), makrovaskuler (6%), dan
mikrovaskuler (6%). Komplikasi yang
disebabkan oleh penyakit diabetes
merupakan penyebab kematian terbesar
ke empat di dunia (PERKENI, 2015).
Mengingat tingginya prevalensi
penderita diabetes melitus tipe 2 dan
banyaknya komplikasi yang disebabkan
oleh penyakit DM tersebut maka hal
utama yang diperlukan adalah
pengendalian dan pengontrolan kadar
glukosa darah. Self-care management
DM terdiri dari pengaturan makan (diit),
latihan jasmani, kepatuhan pengobatan
dan edukasi (PERKENI, 2015)
Self-care management
merupakan kemampuan seseorang
untuk memahami kondisi kesehatan dan
mengelola elemen kunci dari perawatan
mereka (Harvey et al, 2008). Self-care
management merupakan hal yang
sangat penting bagi penderita DM tipe 2
dibandingkan DM tipe 1, karena salah
satu penyebab DM tipe 2 ialah gaya
hidup. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Putri (2017) di
Puskesmas Srondol Semarang,
didapatkan bahwa sebagian besar
penderita diabetes melitus disana telah
mengetahui terkait pentingnya
melakukan self-management diabetes
seperti pengaturan diet (pola makan),
aktivitas olahraga, perawatan kaki,
konsumsi obat secara teratur, serta
monitoring gula darah. Namun dalam
penerapannya, sebagian besar pasien
diabetes masih belum menjalankan
beberapa aspek self-management secara
optimal (Putri, 2017).
Self-care management dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor
yaitu diabetes knowledge, self efficacy,
self care agency, social support, dan
sosial ekonomi (finansial). Diabetes
knowledge, self care agency, dan self
efficacy merupakan faktor internal pada
manajemen diri DM yang berhubungan
langsung terhadap kontrol glikemik,
sedangkan social support dan sosial
ekonomi (financial) merupakan faktor
eksternal manajemen diri DM
(Damayanti, 2017).
Menurut penelitian (Gao et al.,
2013) dengan judul Effects of self-care,
self-efficacy, social support on glycemic
control in adults with type 2 diabetes
didapatkan hasil perawatan mandiri
(self care agency) dan efikasi diri
memiliki efek langsung pada kontrol
glikemik yang merupakan manajemen
diri DM. Pendidikan diabetes (Diabetes
Knowledge), dan perawatan mandiri
(self-care agency) berdampak pada
tingkat HbA1c (glikemic control) pada
pasien diabetes tipe 2 (PERKENI,
2015).
Penelitian lain yang dilakukan
oleh (Shao, Liang, Shi, Wan, & Yu,
2017) tentang The Effect of Social
Support on Glycemic Control in
Patients with Type 2 Diabetes Mellitus :
The Mediating Roles of Self-Efficacy
and Adherence, ada hubungan support
social, self efficacy dan kepatuhan
terahadap kontrol glukosa darah.
Penelitian lain yang dilakukan (Hasanat;
Prawitasari, 2015) terdapat hubungan
yang sangat signifikan antara efikasi
Lenni Sastra, Lola Despitasari
| FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI SELF CARE MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE
2 DI POLIKLINIK KHUSUS PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
57
diri yang merupakan faktor internal
dengan manajemen diri, sedangkan
social support yang merupakan faktor
eksternal tidak mempunyai hubungan
langsung dengan manajemen diri.
Perawatan diri (self-care)
merupakan suatu tindakan individu
yang terencana dalam rangka
mengendalikan penyakitnya untuk
mempertahankan dan meningkatkan
status kesehatan dan kesejahteraannya
(Aligood, 2014). Teori self-care adalah
teori keperawatan yang dikembangkan
oleh Dorothea Orem. Self-care agency
adalah kemampuan atau kekuatan yang
dimiliki oleh seorang individu untuk
mengidentifikasi, menetapkan,
mengambil keputusan dan
melaksanakan self-care (Aligood,
2014). Menurut (Smeltzer, 2010),
perawatan diri yang dapat dilakukan
oleh pasien DM tipe 2 antara lain
mengatur dan menjaga pola nutrisi,
latihan dan olahraga, pemantauan
glukosa darah dan terapi farmakologi.
Self-efficacy juga menyebabkan
kontrol glikemik yang lebih baik yang
dapat meningkatkan manajemen diri
pada pasien DM (Shao et al., 2017).
Efikasi diri merupakan sebuah teori
kognitif yang dikembangkan Albert
Bandura. Bandura (1997) didalam
(Gedengurah, 2014) menyatakan bahwa
self-efficacy mempengaruhi bagaimana
seseorang berfikir, merasa, memotivasi
diri sendiri, dan bertindak.
Diabetes Knowledge pada pasien
dengan diabetes tipe 2 tentang
manajemen diri juga sangat penting
dalam mengontrol kadar gula darah.
Penelitian yang dilakukan (Kurniawan
& Yudianto, 2016) didapatkan hasil
penelitian menemukan adanya
hubungan yang bermakna antara
pengetahuan (p = 0,008) dan pendidikan
dengan diabetes self-management.
Penelitian lain yang dilakukan
(Hestiana, 2017) tidak terdapat
hubungan pendidikan dengan
management kepatuhan diet DM.
Berdasarkan fenomena tentang
penyakit DM tipe 2 yang telah
dijelaskan di atas peneliti tertarik
melakukan pengkajian lebih lanjut
tentang “Faktor-faktor internal yang
mempengaruhi self care management
pasien diabetes mellitus tipe 2 di Poli
Klinik Khusus Penyakit Dalam RSUP
Dr. M. Djamil Padang”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
desain penelitian deskriptif analitik
melalui pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian ini adalah
keseluruhan pasien diabetes melitus tipe
2 yang berkunjung di Poliklinik Khusus
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil
Padang dengan jumlah sampel sebanyak
60 orang dengan pengambilan sampel
dilakukan dengan cara accidental
sampling. Pengumpulan data dilakukan
di Poliklinik Khusus Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang
Instrument yang digunakan pada
penelitian ini adalah kuesioner
manajemen diri dari Summary of
Diabetes Self Care Activities Revised
(SDSCA), kuesioner efikasi diri dari
Diabetes Management Self Efficacy
Scale (DMSES), kuesioner self care
agency dari The Appraisal of Self-Care
Agency Scale-Revised (ASAS-R) dan
menggunakan kuesioner dari penelitian
sebelumnya untuk diabetes knowledge
yang dilakukan oleh (Stevia, 2016)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Self Care Management Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di
Poliklinik Khusus Penyakit Dalam
RSUP Dr. M Djamil Padang
Lenni Sastra, Lola Despitasari
| FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI SELF CARE MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE
2 DI POLIKLINIK KHUSUS PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
58
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Self Care Management Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Poliklinik Khusus Penyakit Dalam RSUP Dr. M Djamil Padang
Self Care Management f %
Baik 26 43.3
Kurang Baik 34 56.7
Total 60 100
Tabel 1. diatas menunjukkan
bahwa lebih dari separoh (56.7%)
pasien diabetes melitus tipe 2 di
Poliklinik Khusus Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang memiliki
self-care management yang kurang
baik. Hasil penelitian ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Elpriska, 2016) tentang Pengaruh Stres,
dukungan keluarga dan manajemen diri
terhadap komplikasi ulkus kaki diabetik
pada penderita DM tipe 2 diperoleh
hasil lebih dari separoh (82.5%) pasien
memiliki self care management yang
rendah.
Berdasarkan karakteristik pasien
diperoleh hasil hampir separoh (41.7%)
pasien DM tipe 2 berada pada tingkat
SMA. Menurut teori seseorang dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi
memiliki tingkat self care management
yang lebih tinggi terhadap diit, olahraga
dan pemeriksaan gula darah mandiri,
dan lebih mudah untuk memahami
informasi kesehatan yang berhubungan
dengan self-care management dan
sebaliknya, seseorang dengan tingkat
pendidikan yang rendah akan memiliki
tingkat yang rendah pula terhadap diit,
olahraga, dan pemeriksaan gula darah
mandiri, dan akan sulit untuk
memahami informasi kesehatan yang
berhubungan dengan self care
management (Xu Y1, Pan W, 2010)
Penelitian yang dilakukan oleh
(Ningrum, Alfatih, & Siliapantur, 2019)
terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan manajemen diri DM. Manajemen diri diabetes merupakan
keterlibatan dan tanggungjawab pasien
terhadap pengelolaan DM yang
mempengaruhi beberapa aspek
(Hasanat; Prawitasari, 2015) Analisa peneliti terhadap hasil
penelitian ini bahwa terdapat lebih dari
separoh (56.7%) pasien DM Tipe 2
memiliki self care management yang
kurang baik, yaitu kurang teraturnya
dalam menjalani self care management
DM seperti kurang teratur untuk latihan
fisik, tidak teratur dalam perawatan kaki
seperti memeriksa kondisi kaki dan
memeriksa bagian dalam sepatu, dan
kurang patuh dalam memeriksa gula
darah.
2. Self Care Agency Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Poliklinik
Khusus Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Self Care Agency Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik
Khusus Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
Self Care Agency f %
Baik 30 50.0
Kurang Baik 30 50.0
Total 60 100
Lenni Sastra, Lola Despitasari
| FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI SELF CARE MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE
2 DI POLIKLINIK KHUSUS PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
59
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat
bahwa separoh (50%) pasien diabetes
melitus tipe 2 di Poliklinik Khusus
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil
Padang memiliki self care agency yang
kurang baik. Hasil penelitian ini
berbeda dengan penelitian yang
dilakukan (Sari, 2017) self-care agency-
nya pasien DM tinggi (48,7%), namun (Rohmawardani, 2018) didapatkan hasil
mayoritas responden memiliki tingkat
self care agency yang baik.
Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh hampir semua pasien DM tipe
2 (86.7%) dengan lama terdiagnosa < 5
tahun. Menurut teori salah satu faktor
yang mempengaruhi self care agency
pada pasien diabetes melitus adalah
lama menderita diabetes, klien dengan
menderita penyakit diabetes melitus
yang lebih lama memiliki pemahaman
yang adekuat tentang pentingnya
perawatan mandiri (self care) dan
sebaliknya klien yang baru menderita
penyakit diabetes kurang memiliki
pemahaman yang adekuat tentang
pentingnya perawatan mandiri (self
care) (Bai, Y, L., Chiou, C, P., &
Chang, Y, 2009)
Analisa peneliti bahwa terdapat
separoh (50%) pasien memiliki self care
agency yang baik, hal tersebut terlihat
dari banyaknya pasien diabetes melitus
memiliki kemampuan untuk melakukan
perawatan diri seperti menetapkan
prioritas baru agar tetap sehat dan
memiliki kemampuan untuk perawatan
diri mengubah kebiasaan lama untuk
meningkatkan kesehatan.
3. Self Efficacy Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Poli Klinik
Khusus Penyakit Dalam RSUP
Dr. M. Djamil Padang
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Self Efficacy
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Poliklinik Khusus Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang
Self Efficacy f %
Baik 32 53.3
Kurang Baik 28 46.7
Total 60 100
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat
bahwa bahwa hampir separoh (46.7%)
pasien diabetes melitus tipe 2 di
Poliklinik Khusus Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang memiliki
self efficacy yang kurang baik. Hasil
penelitian ini hampir sama hasil
penelitian (Gedengurah, 2014)
menunjukan bahwa lebih dari separoh
(61,40%) memiliki self efficacy yang
baik.
Self efficacy pada pasien
diabetes melitus tipe 2 berfokus pada
keyakinan pasien untuk mampu
melakukan perilaku yang dapat
mendukung perbaikan penyakitnya dan
meningkatkan manajemen perawatan
dirinya seperti diet, latihan fisik,
monitoring glukosa darah mandiri,
medikasi, dan perawatan DM secara
umum (Wu et al, 2006).
Menurut Bandura (1997) dalam
(Damayanti, 2017), individu dengan
Efikasi diri yang tinggi cenderung tidak
memiliki rasa cemas dalam
mengerjakan tugas. Hal ini disebabkan
karena mereka mempunyai kontrol yang
baik terhadap segala sesuatu yang ada
disekitarnya. Adanya kontrol yang baik
dalam diri mereka menyebabkan
mereka jarang membuat kesalahan
dalam mengerjakan sesuatu dan
seseorang yang memiliki self-efficacy
yang kuat akan menetapkan tujuan yang
tinggi dan berpegang teguh pada
tujuannya. Sebaliknya, sesorang yang
Lenni Sastra, Lola Despitasari
| FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI SELF CARE MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE
2 DI POLIKLINIK KHUSUS PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
60
memiliki self-efficacy yang lemah akan
berkomitmen lemah pada tujuannya.
Self-efficacy mendorong proses kontrol
diri untuk mempertahankan perilaku
yang dibutuhkan dalam mengelola
perawatan diri pada pasien diabetes
mellitus. Kondisi emosional
mempengaruhi seseorang dalam
mengambil keputusan terkait efikasi
dirinya. Seseorang yang memiliki
keyakinan tentang kemampuan dirinya
untuk menyelesaikan berbagai masalah
maka ia akan memilih dan melakukan
tindakan yang bermanfaat dan efektif
untuk menyelesaikan masalahnya
dengan baik (Sastra Lenni, Afrizal,
2018)
Analisa peneliti bahwa terdapat
kurang dari separoh (46.7%) pasien
memiliki self efficacy yang kurang baik,
hal tersebut terlihat dari banyaknya
pasien DM Tipe 2 yang tidak mampu
mengatasi gula darah ketika tingkat gula
darah terlalu tinggi, tidak dapat
mengatur pola makan ketika sakit dan
tidak dapat memilih makanan terbaik
untuk kesehatan.
4. Diabetes Knowledge Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poli
Klinik Khusus Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Diabetes
Knowledge Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 di Poliklinik Khusus Penyakit
Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
Diabetes Knowledge f %
Baik 23 38.3
Kurang Baik 37 61.7
Total 60 100
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat
dilihat bahwa lebih dari separoh
(61.7%) pasien diabetes melitus tipe 2
di Poliklinik Khusus Penyakit Dalam
RSUP Dr. M.Djamil Padang memiliki
diabetes knowledge yang kurang baik.
Hasil penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yuni
(2012) didapatkan hasil tingkat diabetes
knowledge pasien DM tentang self care
management DM nya juga rendah. Hasil
penelitian (Phitri, Herlena Essy, 2013)
menunjukkan mayoritas responden juga
memiliki diabetes knowledge yang
kurang baik (54,4%).
Diabetes knowledge yang
kurang baik disebabkan oleh kurangnya
informasi yang diperoleh pasien
diabetes dan kurangnya kemampuan
pasien diabetes untuk memahami
informasi yang diberikan terkait
perawatan diabetes (Phitri, Herlena
Essy, 2013) Berdasarkan pendidikan
diperoleh gambaran hampir separoh
(41,7%) pasien DM tipe 2 tingkat
pendidikan SMA.
Edukasi Diabetes telah menjadi
komponen penting dari manajemen
diabetes sejak 1930-an dan semakin
diakui sebagai bagian integral dari
manajemen penyakit kronis. Tujuan
mendidik orang dengan diabetes tipe 2
adalah untuk mengoptimalkan kontrol
metabolik; mencegah komplikasi akut
dan kronis; meningkatkan kualitas
hidup dengan mempengaruhi perilaku
pasien dan menghasilkan perubahan
dalam pengetahuan, sikap dan perilaku
yang diperlukan untuk memelihara atau
meningkatkan kesehatan (Damayanti,
2017).
Analisa peneliti terhadap hasil
penelitian bahwa terdapat lebih dari
separoh (61.7%) pasien DM tipe 2
dengan diabetes knowledge yang kurang
baik yaitu rata-rata pasien menjawab
salah atau tidak mengetahui jawaban
tentang penyakit diabetes mellitus,
menjawab salah pertanyaan tentang
gejala umum DM adalah sering
kencing, banyak minum, kesemutan,
Lenni Sastra, Lola Despitasari
| FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI SELF CARE MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE
2 DI POLIKLINIK KHUSUS PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
61
juga menjawab salah/tidak mengetahui
tentang olahraga berperan dalam
pengaturan kadar gula darah di Poli
Klinik Khusus Penyakit Dalam RSUP
Dr. M. Djamil Padang.
5. Hubungan Self Care Agency
dengan Self Care Management
pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
2 di Poliklinik Khusus Penyakit
Dalam RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Tabel 5
Hubungan Self Care Agency dengan Self Care Management Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 di Poliklinik Khusus Penyakit Dalam
RSUP Dr.M.Djamil Padang
Self Care
Agency
Self Care Management
Total
p
value Baik Kurang
Baik
f % f % f %
Baik 20 66.7 10 33.3 30 100 0.001
Kurang Baik 6 20.0 24 80.0 30 100
Total 26 43.3 34 56.7 60 100
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat
bahwa proporsi pasien DM tipe 2 yang
memiliki self-care management kurang
baik lebih banyak ditemukan pada
pasisen dengan self care agency kurang
baik (80%) dibandingkan pada pasien
dengan self care agency baik (33,3%).
Hasil uji statistik menggunakan chi
square didapatkan nilai p value 0.001
(≤ 0,05). Ini berarti ada hubungan antara
self care agency dengan self care
management pada pasien diabetes
melitus tipe 2 di Poliklinik Khusus
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian (Gao et al., 2013) self
care agency memiliki efek langsung
pada kontrol glikemik yang merupakan
self care management DM. Menurut
penelitian yang dilakukan (Shao et al.,
2017) self care agency berdampak pada
tingkat HbA1c (glisemic control) pada
pasien diabetes tipe 2.
Berdasarkan penelitian diperoleh
hasil 38.3% pasien dengan umur dewasa
akhir. Usia mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap self care agency
diabetes, semakin meningkatnya usia
maka akan menyebabkan peningkatan
dalam aktivitas self care diabetes yang
pada akhirnya akan menyebabkan self
care management yang baik pula.
Analisa peneliti terhadap hasil
penelitian bahwa terdapat hubungan self
care agency terhadap self care
management DM, dimana self care
agency pasien DM tipe 2 yang baik
akan mencerminkan self care
management baik pula, seperti jika
pasien memiliki kemampuan untuk
perawatan diri maka akan menjadikan
pasien mampu untuk mengubah
kebiasaan lama untuk meningkatkan
kesehatan
6. Hubungan Self Efficacy dengan
Self Care Management pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Poliklinik Khusus Penyakit
Dalam RSUP Dr. M. Djamil
Padang
Lenni Sastra, Lola Despitasari
| FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI SELF CARE MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE
2 DI POLIKLINIK KHUSUS PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
62
Tabel 6
Hubungan Self Efficacy dengan Self Care Management Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
di Poliklinik Khusus Penyakit Dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang
Self Efficacy Self Care Management
Total
p value Baik Kurang
Baik
f % f % f %
Baik 19 59.4 13 40.6 32 100 0.016
Kurang Baik 7 25.0 21 75.0 28 100
Total 26 43.3 34 56.7 60 100
Berdasarkan tabel 6 diatas dapat
dilihat bahwa proporsi pasien diabetes
melitus tipe 2 yang memiliki self care
management kurang baik lebih banyak
ditemukan pada pasien dengan self
efficacy kurang baik (75%)
dibandingkan pada pasien dengan self
efficacy yang baik (40.6%). Hasil uji
statistik menggunakan chi square
didapatkan nilai p value= 0.016 (≤
0,05). Ini berarti bahwa ada hubungan
antara self efficacy dengan self care
management pada pasien diabetes
melitus tipe 2 di Poliklinik Khusus
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan
(Hasanat; Prawitasari, 2015) yang
mengatakan terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara self efficacy
dengan self care management,, self
efficacy memberikan kontribusi lebih
besar dan terbesar dibandingkan
variabel lain terhadap self care
management.
Salah satu faktor intrapersonal yang
memiliki peranan cukup penting dalam
kelancaran proses self care management
adalah self efficacy pasien. Self efficacy
yang dikonsep oleh Bandura merupakan
konstruk utama dalam teori kognitif
(Damayanti, 2017). Analisa peneliti
terhadap hasil penelitian bahwa terdapat
hubungan self efficacy terhadap self
care management, dimana self efficacy
pasien yang baik akan mencerminkan
self care management yang baik pula.
7. Hubungan Diabetes Knowledge
dengan Self Care Management
pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 di Poliklinik Khusus
Penyakit Dalam RSUP Dr. M.
Djamil Padang
Tabel 7
Hubungan Diabetes Knowledge dengan Self Care Management Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Poliklinik Khusus Penyakit Dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang
Diabetes
Knowledge
Self Care Management
Total
p value Baik Kurang Baik
f % f % f %
Baik 15 65.2 8 34.8 23 100 0.015
Kurang Baik 11 29.7 26 70.3 37 100
Total 26 43.3 34 56.7 60 100
Lenni Sastra, Lola Despitasari
| FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI SELF CARE MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE
2 DI POLIKLINIK KHUSUS PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
63
Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat
bahwa proporsi pasien DM tipe 2
dengan self care management kurang
baik lebih banyak ditemukan pada
pasien dengan diabetes knowledge
kurang baik (70,3%) dibandingkan
pasien dengan diabetes knowledge baik
(34.8%). Hasil uji statistik
menggunakan chi square didapatkan
nilai p value 0.015 (≤ 0.05) ini berarti
ada hubungan antara diabetes
knowledge dengan self care
management pada pasien diabetes
melitus tipe 2 di Poliklinik Khusus
Penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan (Shao et al.,
2017) pendidikan diabetes (diabetes
knowledge) berdampak pada tingkat
HbA1c (glisemic control) pada pasien
diabetes tipe 2.
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari separoh
(61.7%) pasien diabetes mellitus tipe 2
memiliki diabetes knowledge kurang
baik. Rendahnya diabetes knowledge
merupakan penghalang bagi pasien
diabetes mellitus dalam mengelola self
care management. Diabetes knowledge
mengenai perawatan diabetes mellitus
harus berhubungan dengan aktivitas
seperti meminum obat, diet, latihan
fisik, monitor gula darah mandiri, ini
sesuai dengan hasil kuesioner yang
didapatkan mayoritas responden
diabetes knowledge yang kurang baik
tentang self care management. Pasien
dengan tingkat diabetes knowledge yang
rendah mengenai penyakit mereka akan
kesusahan untuk mempelajari skill yang
dibutuhkan dalam perawatan diabetes
untuk tetap dapat mengontrol glukosa
darah (G. Kisokanth1, S. Prathapan 2, J,
Indrakumar3, J, 2013)
Analisa peneliti terhadap hasil
penelitian bahwa terdapat hubungan
diabetes knowledge terhadap self care
management, dimana dengan
pengetahuan kesehatan yang dimiliki
pasien akan mampu untuk mencegah
kemungkinan terjadinya komplikasi dan
penyulit DM serta dapat meningkatkan
pengetahuan dalam melakukan self care
management, seperti pengetahuan
tentang monitor glukosa darah, diit DM,
latihan jasmani dan pengobatan atau
penggunaan insulin.
SIMPULAN
Ada hubungan antara self care
agency, self efficacy, dan diabetes
knowledge dengan self care
management pada pasien diabetes
melitus tipe 2 di Poliklinik khusus
penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih kami ucapkan
pada semua pihak yang telah
mendukung untuk proses pelaksanaan
penelitian ini terkhususnya kami
ucapkan pada STIKes
MERCUBAKTIJAYA Padang dan
RSUP Dr. M. Djamil Padang.
DAFTAR PUSTAKA
Aligood, M. (2014). Nursing Theory
and Their Work.
Bai, Y, L., Chiou, C, P., & Chang, Y, Y.
(2009). Self Care Behavior and
Related Factors in Older People
with Type 2 Diabetes. Journal of
Clinical Nursing, 18, 3308-3315.
Damayanti, S. (2017). Efektivitas ( Self-
Efficacy Enhancement Intervention
Program ( SEEIP ) terhadap
Efikasi Diri Manajemen Diabetes
Mellitus Tipe 2. Jurnal
Keperawatan Respati Yogyakarta,
4(April), 148–153.
Elpriska. (2016). Pengaruh Stres ,
Dukungan Keluarga Dan
Manajemen Diri Terhadap
Lenni Sastra, Lola Despitasari
| FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI SELF CARE MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE
2 DI POLIKLINIK KHUSUS PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
64
Komplikasi Ulkus Kaki Diabetik
Pada Penderita Dm Tipe 2
Influences Of Stress , Family
Support , And Self Management
Toward Complication Of Diabetic
Foot Ulcer Of Diabetes Mellitus
Type 2 Patie. Journal, Idea
Nursing Keperawatan, Akademi
Medan, Darmo, VII(1), 20–25.
G. Kisokanth1, S. Prathapan 2, J,
Indrakumar3, J, J. (2013). Review
Article : Factors influencing self-
management of Diabetes Mellitus ;
a review article. Journal of
Diabetology, (October 2013), 1–7.
Gao, J., Wang, J., Zheng, P.,
Haardörfer, R., Kegler, M. C., Zhu,
Y., & Fu, H. (2013). Effects of
self-care , self-efficacy , social
support on glycemic control in
adults with type 2 diabetes. BMC
Family Practice 2013, 14:66, 2–7.
http://doi.org/10.1186/1471-2296-
14-66
Gedengurah, I. G. K. (2014). Efikasi
Diri Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2. Poltekes Denpasar, 21.
Hasanat; Prawitasari, J. (2015).
Manajemen Diri Diabetes Analisis
Kuantitatif FaktoR. Repository
UGM.
Hestiana, D. (2017). Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Kepatuhan Dalam Pengelolaan
Diet Pada Pasien Rawat Jalan
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Kota
Semarang. Jurnal of Health
Education, 2(2), 138–145.
Kurniawan, T., & Yudianto, K. (2016).
Diabetes Self-Management and Its
related Factors Manajemen
Diabetes dan Faktor-Faktor yang
Memengaruhi. JKP, 4, 267–273.
Ningrum, T. P., Alfatih, H., &
Siliapantur, H. O. (2019). Faktor-
Faktor Yang Memengaruhi
Manajemen Diri Pasien DM Tipe
2. Jurnal Keperawatan BSI, Vol. 7
No. 2 September 2019, 7(2), 114–
126.
PERKENI. (2015). Pengelolaan dan
pencegahan diabetes melitus tipe 2
di indonesia 2015.
Phitri, Herlena Essy, W. (2013).
Hubungan Antara Pengetahuan dan
Sikap Penderita Diabetes Mellitus
dengan KEPATUHAN Diet
Diabetes Mellitus di RSUD AM .
Parikesit Kalimantan Timur.
Jurnal Keperawatan Medikal
Bedah . Volume 1, No. 1, Mei
2013; 58-74, 1(1), 58–74.
Putri, L. (2017). Gambaran Self Care
Penderita Diabetes Melitus (DM)
Di Wilayah Kerja Puskesmas
Srondol Semarang. Undip
Semarang, (Dm).
Riskesdas. (2013). Data Prevalensi
Penyakit.
Rohmawardani, I. D. A. (2018).
Hubungan self care dengan status
glikemik pada pasien diabetes
melitus tipe ii di wilayah kerja
puskesmas boyolali i.
Keperawatan, Progam Studi
Kesehatan, Fakultas Ilmu
Surakarta, Universitas
Muhammadiyah.
Sari, N. P. W. P. (2017). Nursing
Agency Untuk Meningkatkan
Kepatuhan, Self-Care Agency
(Sca) Dan Aktivitas Perawatan Diri
Pada Penderita Diabetes Mellitus
(Dm). Jurnal Ners LENTERA, Vol.
5, No. 1, Maret 2017, 5(1), 77–95.
Sastra Lenni, Afrizal, M. A. (2018).
Hubungan Dukungan Sosial
dengan Manajemen Diri pada
Penderita Diabetes Melitus (DM)
Tipe 2. Jurnal Mercusuar, 1(Dm).
Shao, Y., Liang, L., Shi, L., Wan, C., &
Yu, S. (2017). The Effect of Social
Support on Glycemic Control in
Patients with Type 2 Diabetes
Lenni Sastra, Lola Despitasari
| FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG
MEMPENGARUHI SELF CARE MANAGEMENT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE
2 DI POLIKLINIK KHUSUS PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
65
Mellitus : The Mediating Roles of
Self-Efficacy and Adherence,
2017.
Smeltzer. (2010). Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah.
Stevia, B. C. (2016). Hubungan
Pengetahuan Tentang Diabetes
Mellitus Dengan Kadar Gula
Darah Puasa Pada Komunitas
Diabetes Mellitus Prodia Gading
Serpong Tangerang Tahun 2016.
Digilib.esaunggul.ac.id.
WHO. (2016). Diabetes Mellitus.
Xu Y1, Pan W, L. H. (2010). Self-
management practices of Chinese
Americans with type 2 diabetes.
NCBI.
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018 40
HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN KELUARGA
DENGAN KEMAMPUAN SELF-CARE PADA PASIEN DM TIPE 2
DI PUSKESMAS CILACAP TENGAH 1 DAN 2
The Relationship Between Characteristics, Knowledge And Family Support With Self-Care
Ability In Type 2 Diabetes Melitus (Dm) Patients In Cilacap Center Public Health Care
Dewi Prasetyani1*, Evy Apriani2, Yuni Sapto Edhy Rahayu3
prasetyanidewi78@gmail.com
ABSTRAK
Diabetes Melitus (DM) dan komplikasinya telah menjadi masalah kesehatan masyarakat
dan merupakan penyebab yang penting dari angka kematian, kesakitan dan kecacatan di dunia.
Lebih dari 50% pasien DM mengalami komplikasi. Komplikasi dapat dicegah dengan
penatalaksanaan self-care DM yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
hubungan karakteristik dengan kamampuan self-carepada pasien DM tipe 2 di Puskesmas
Cilacap Tengah 1 dan 2. Rancangan penelitian cross sectional dengan melibatkan 152
responden anggota Prolanis. Peneliti menggunakan kuesioner Summary Diabetes Self-Care
Activities (SDSCA) untuk mengukur kemampuan self-care.. Analisis data menggunakan uji chi
square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara umur (p-value
0,021), pengetahuan (p-value 0,019) dan dukungan keluarga (p-value 0,030) dengan
kemampuan self-care pasien DM tipe 2 di Puskesmas Cilacap Tengah 1 dan 2. Rekomendasi
dari penelitian ini adalah perlu adanya pengembangan program edukasi yang sudah ada dengan
lebih terstruktur dan menggunakan metode yang lebih menarik serta melibatkan keluarga. Perlu
peningkatan kompetensi perawat edukator DM dalam memberikan edukasi kepada pasien DM.
Kata kunci : Diabetes Melitus tipe 2, karakteristik, pengetahuan, dukungan keluarga,
kemampuan self-care
ABSTRACT
DM and its complication have become a public health problem and are an important
cause of mortality, morbidity and disability in the world. More than 50% type 2 DM patients
have complications.Self-care diabetes management can prevent complications.This study aims
to identify the relationship between characteristics and self-care ability in type 2 DM in Cilacap
Tengah Central Health Center. Cross sectional study design involving 152 respondent.
Researcher use questionnaires The SummaryDiabetes Self-Care Activities (SDSCA) to measure
self-care abilty. Data analysis using chi square test. The results showed that there was
significant correlation between age (p value 0,021), knowledge (p value 0,019) and support (p
value 0,030) with self-care ability in type 2 DM patients in Cilacap Tengah Central Health
Center. Recommendation from this research is educational programs need to be developed in
order to be more structured and use more interesting methods. Need to increase the competence
of educator DM nurse in giving education to DM patients.
Keywords: Type 2 diabetes mellitus, characteristic, knowledge, family support, self-care ability
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018 41
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan
penyakit kronis yang ditandai dengan
hiperglikemia dan intoleransi glukosa. Hal
ini terjadi karena kelenjar pankreas tidak
mampu memproduksi insulin secara
adekuat atau karena tubuh tidak mampu
menggunakan insulin yang diproduksi
secarar efektif atau keduanya (Black &
Hawks, 2005).
Secara garis besar DM
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu DM tipe 1
dan DM tipe 2 (American Diabetes
Association, 2013). DM tipe 2 merupakan
DM dengan tingkat prevalensi tertinggi
dibandingkan DM tipe 1. Hasil survey
World Health Organization (WHO) terjadi
peningkatan jumlah pasien diabetes tipe 2
di dunia setiap tahunnya dan diprediksi
akan mencapai angka 366 juta orang pada
tahun 2030 (WHO, 2014). Indonesia
menempati peringkat keempat untuk di
dunia dan kedua terbesar di Asia yaitu
sebesar 8.4 juta jiwa pada tahun 2000
(WHO, 2014). Pada tahun 2014, jumlah
pasien diabetes tipe 2 di Indonesia sebesar
9 juta jiwa. Angka-angka tersebut
menunjukkan bahwa jumlah pasien
diabetes tipe 2 di Indonesia sangat besar dan
akan terus mengalami peningkatan sebesar
2-3 kali lipat sampai tahun 2030.
DM yang tidak dikelola dengan baik
akan mengakibatkan terjadinya berbagai
penyulit seperti, penyakit serebrovakuler,
penyakit jantung koroner, penyakit
pembuluh darah tungkai, penyulit pada
mata, ginjal dan saraf. Hasil penelitian
Soewondo et al. (2013) tentang kejadian
komplikasi DM di Indonesia menunjukkan
lebih dari 50% pasien DM tipe 2 mengalami
komplikasi.
Terjadinya komplikasi pada pasien
DM tipe 2 masih dapat dihambat atau
dicegah melalui pengendalian kadar gula
darah melalui penatalaksanaan DM
farmakologis dan non farmakologis (IDF,
2013; ADA, 2013). Tujuan pengobatan DM
akan berhasil jika pasien mampu memulai
dan melakukan aktivitas self-care secara
mandiri (Asselstine, 2011). Kemampuan
pasien melakukan self-care dengan tepat
dan sukses berhubungan erat dengan angka
morbiditas dan mortalitas dan secara
signifikan mempengaruhi produktivitas dan
kualitas hidup pasien DM (Ayele, 2012).
Hal ini didukung oleh hasil penelitian
Rantung, Yetti & Herawati (2015) yang
menuunjukkan bahwa peningkatan satu
satuan self-care akan meningkatkan
kualitas hidup pasien sebesar 6,1% setelah
dikontrol oleh jenis kelamin dan depresi.
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018 42
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan karakteristik pasien
DM tipe 2 dengan kemampuan self-care.
Karakteristik pasien yang diteliti adalah
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, lama DM, pengetahuan,
dukungan, keberadaan model dan
pengalaman keberhasilan dalam
penatalaksanaan DM.
METODE
Rancangan penelitian yang
digunakan adalah cross sectional. Lokasi
penelitiandilakukan di Puskesmas Cilacap
Tengah 1 dan 2. Besar sampel adalah 152
orang yang diambil menggunakan teknik
total sampling. Pasien yang menjadi
responden dalam penelitian ini adalah
pasien DM tipe 2 yang menjadi anggota
prolanis di Puskesmas Cilacap Tengah 21
dan .
Alat ukur yang digunakan adalah
kuesioner tentang data demografi pasien,
yaitu tentang umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, lama DM,
penghasilan, pengetahuan tentang DM,
dukungan verbal dan pengalaman
keberhasilan. Sedangkan untuk self-care
peneliti menggunakan kuesioner Summary
of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA)
yang dikembangkan oleh Toobert Hampson
dan Glasgow (2000).
Analisis yang digunakan pada
penelitian ini adalah analisis univariat
dengan analisis mean, medians standar
deviasi, minimum- maksimum untuk data
numerik (umur, lama DM) dan analisis
kategorik menggunakan frekuensi dan
persentase (jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, pengetahuan,
dukungan, pengalaman dan self-care).
Analisis bivariat menggunakan uji chi
square.
HASIL
Hasil penelitian menunjukkan rerata
usia responden 60,8 tahun. Sebagian besar
responden perempuan (66,4%), pendidikan
SMA/PT (51,3%), status pekerjaan
pensiunan dan ibu rumah tangga (84,9%).
Sebagian besar responden memiliki
penghasilan diatas UMR (58,6%), memiliki
pengetahuan yang baik tentang DM
(55,9%), mendapatkan dukungan persuasif
verbal yang baik (63,8%) dan memiliki
pengalaman keberhasilan yang baik dalam
penatalaksanaan DM (65,8%). Rata-rata
lama DM responden adalah 5,2 tahun.
Sedangkan kemampuan self-care
responden sebagain besar berada pada
kategori rendah (56,6%).
Hasil analisa menunjukkan terdapat
hubungan signifikan antara umur,
pengetahuan tentang DM dan dukungan
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018 43
persuasif verbal dengan kemampuan self-
care pasien DM tipe 2. Hasil analisis data
disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Analisis hubungan karakteristik
dengan kemampuan self-care pasien DM
tipe 2 di Prolanis Puskesmas Cilacap
Tengah 1 dan 2
Variabel n % Mean p-value
Umur 152 60,84 0,021*
Jenis kelamin 0,569
Laki-laki 51 33,6
Perempuan 101 66,4
Pendidikan 0,389
SD/SMP 74 48,7
SMA/PT 78 51,3
Pekerjaan 1,000
PNS/Swasta/Wi
raswasta
23 15,1
Pensiunan/IRT 129 84,9
Penghasilan 0,296
≤UMR 63 41,4
>UMR 89 58,6
Lama DM 152 5,2 0,533
Pengetahuan 0,019*
Kurang 2 1,3
Sedang 65 42,8
Baik 85 55,9
Dukungan 0,030*
Kurang 55 36,2
Baik 97 63,8
Pengalaman 0,080
Kurang 52 34,2
Baik 100 65,8
Self-carre
Rendah 86 56,6
Baik 66 43,4
p-value*< α 0,05
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata responden berumur 60,8
tahun. Hal ini sejalan dengan pendapat
Perkeni (2015/2017), bahwa kelompok usia
45 tahun ke atas adalah kelompok yang
beresiko tinggi mengalami DM. Hal ini juga
sesuai dengan pendapat Smeltzer dan Bare
(2008), bahwa umur sangat erat kaitannya
dengan kenaikan gula darah, dimana
semakin meningkat umur maka resiko
mengalami DM tipe 2 semakin tinggi.
Proses menua akan menyebabkan
perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia
tubuh yang salah satu dampaknya adalah
menurunnnya resistensi insulin. Menurut
WHO, setelah usia 30 tahun, kadar gula
darah akan naik 1-2 mg/dL/tahun pada saat
puasa, dan akan naik 5.6-13 mg/dL pada 2
jam setelah makan (Sudoyo, 2006).
Penambahan usia juga menyebabkan
perubahan homeostasis tubuh, termasuk
perubahan sel beta pancreas yang
menghasilkan insulin yang berdampak
meningkatnya kadar glukosa darah. pada
umur lebih dari 50 tahun akan terjadi
peningkatan kadar gula darah 5-10 mg/dl
setiap tahunnya (Black, et al., 2006). Pada
usia tua juga cenderung memiliki gaya
hidup yang kurang aktif dan pola makan
tidak seimbang.
Hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara umur
dengan kemampuan self-care. Sejalan
dengan teori dan penelitian sebelumnya,
pasien yang berusia tua cenderung
mengalami penurunan fisik dan kognitif
yang dapat mempengaruhi kemampuannya
dan keaktifannya untuk melakukan
aktivitas self-care. Selain itu, timbulnya
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018 44
komplikasi pada usia tua juga akan
mempengaruhi kemampuan pasien dalam
melakukan self-care. Kemampuan pasien
akan meningkat jika pasien aktif mengikuti
kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan pengetahuan dan motivasi
untuk melakukan aktivitas self-care, seperti
kegiatan Prolanis atau Persadia.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas responden adalah
perempuan. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Hassanein et al (2016) yang
menunjukkan terdapat hubungan antara
jenis kelamin dengan kejadian DM tipe 2.
Tingginya kejadian DM pada perempuan
dapat disebabkan oleh adanya perbedaan
komposisi tubuh, perbedaan kadar hormon
seksual antara perempuan dan laki-laki
dewasa, gaya hidup dan tingkat stress
(Hassanein et al, 2016). Perempuan
memiliki jaringan adiposa lebih banyak
dibandingkan laki-laki. Hal ini dapat
diketahui dari perbedaan kadar lemak
normal antara laki-laki dan perempuan
dewasa, dimana pada laki-laki berkisar
antara 15 – 20% sedangkan pada
perempuan berkisar antara 20 – 25% dari
berat badan (Ernawati, et al., 2004)..
Lemak yang berlebih akan
menyebabkan peningkatan asam lemak
bebas dalam sel. Asam lemak ini akan
menurunkan translokasi transporter glukosa
ke membran plasma dan menyebabkan
resistensi insulin pada jaringan otot dan
adipose (Teixeria-Lemos, et al., 2011).
Lemak yang berlebih juga menyebabkan
otot lebih banyak menggunakan lemak
sebagai bahan bakarnya dibandingkan
glukosa.
Sebagian besar responden memiliki
tingkat pendidikan tinggi (SMA/Perguruan
Tinggi). Pendidikan merupakan faktor
penting untuk pasien DM terutama terkait
dengan pengertian pasien tentang
perawatan DM dan penatalaksanaan diri
untuk mengontrol kadar gula darah (Husein
et al., 2010). Pasien dengan pendidikan
tinggi akan memiliki sikap positif dan
terbuka dalam menerima informasi
sehingga pasien akan lebih aktif dalam
melakukan perawatan diri seperti aktivitas
self-care. Hasil analisis menunjukkan tidak
adanya hubungan antara pendidikan dengan
kemampuan self-care. Untuk dapat
melakukan rangkaian kegiatan self-care,
pasien tidak hanya membutuhkan
pendidikan tetapi juga membutuhkan
motivasi dan dukungan baik dari keluarga
maupun lingkungan. Motivasi dan
dukungan akan dapat meningkatkan
kepatuhan pasien dalam melakukan self-
care (Mayberry et al., 2012).
Penghasilan responden perbulan
rata-rata lebih dari Rp.1.200.000.
Berdasarkan Upah Minimum Rata-rata
(UMR) kabupaten Cilacap, rata-rata
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018 45
penghasilan responden diatas UMR. Biaya
pengobatan DM dapat mempengaruhi
kemampuan pasien dalam melakukan self-
care (Zgibor, et al., 2002). Analisis
hubungan menunjukkan tidak ada
hubungan antara penghasilan dengan
kemampuan self-care DM. Tersedianya
fasilitas seperti BPJS dan PROLANIS
memberikan kemudahan bagi pasien DM
untuk rutin melakukan kontrol gula darah
sebagai salah satu aspek self-care (Perkeni,
2015). Dukungan sosial didapatkan pasien
melalui keikutsertaannya dalam Prolanis.
Dukungan sosial yang dimaksud adalah
dukungan dari teman sebaya yang sama-
sama menderita DM. Tersedianya fasilitas
kesehatan yang dapat dijangkau menjadi
faktor pemungkin seseorang untuk
menentukan perilaku, sedangkan adanya
dukungan sosial menjadi faktor penguat
seseorang untuk berperilaku, dalam hal ini
adalah perilaku self-care DM
(Notoatmodjo, 2007).
Rata-rata lama responden menderita
DM adalah 5,2 tahun. Hasil uji hubungan
menunjukkan tidak ada hubungan antara
lama DM dengan kemampuan self-care.
Lamanya pasien menderita DM
berpengaruh terhadap terjadinya
komplikasi. Komplikasi yang terjadi
menyebabkan kelemahan fisik sehingga
pasien tidak mampu melakukan self-care
secara tepat dan mandiri. Selain masalah
komplikasi, faktor kejenuhan karena
lamanya menderita DM juga dapat
mempengaruhi kemampuan dan kemauan
dalam melakukan self-care (Bertalina &
Purnama, 2016).
Sebagian besar responden memiliki
pengetahuan dan dukungan yang baik untuk
melakukan self-care. Hasil analisis
menunjukkan terdapat hubungan signifikan
antara pengetahuan dengan kemampuan
self-care pasien DM. Hal ini sejalan dengan
beberapa hasil penelitian lain yang
menunjukkan adanya hubungan signifikan
antara pengetahuan pasien DM dengan
kemampuan self-care (Ismonah, 2009;
Yuanita, et al, 2014; Kueh, et al, 2015).
Pengetahuan mempunyai pengaruh
sebagai dorongan awal seseorang dalam
berperilaku. Pengetahuan dapat menjadikan
seseorang memiliki kesadaran sehingga
akan berperilaku sesuai pengetahuan yang
dimiliki. Perubahan perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan bersifat langgeng
karena didasari oleh kesadaran mereka
sendiri bukan paksaan (Notoatmodjo,
2011).
Salah satu aspek yang memegang
peranan penting dalam penatalaksanaan
DM adalah edukasi sebagai langkah awal
pengendalian DM. Meningkatnya
pengetahuan pasien adalah salah satu
tercapainya tujuan edukasi. Peningkatan
pengetahuan pasien tentang penyakit DM
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018 46
dan pengelolaannya mempunyai tujuan
agar pasien DM dapat merawat dirinya
sendiri sehingga mampu mempertahankan
hidup dan mencegah komplikasi lebih
lanjut (Mansjoer, 2001).
Sebagian besar responden memiliki
pengetahuan yang baik untuk melakukan
self-care. Hal ini menunjukkan program
edukasi DM dari Puskesmas sudah berjalan
dengan baik. Program edukasi dapat
ditingkatkan supaya lebih menarik dengan
memodifikasi metodenya, antara lain
dengan diskusi berkelompok, game tentang
self-management dan edukasi yang
digabungkan dengan afirmasi positif. Hal
ini telah dibuktikan oleh hasil penelitian
Prasetyani dan Apriani (2017), yang
menunjukkan bahwa diabetes self-
management education group ditambah
afirmasi positif dapat meningkatkan
kemampuan self-care pasien DM.
Hasil analisis juga menunjukkan
ada hubungan signifikan antara dukungan
keluarga dengan kemampuan self-care
pasien DM tipe 2. Hasil ini sejalan dengan
hasil penelitian Ismonah (2009) yang
menunjukkan bahwa ada hubungan
signifikan antara dukungan keluarga
dengan kemampuan self-care pasien DM,
dimana pasien yang mendapat dukungan
keluarga baik berpeluang 10 kali
melakukan self-care yang baik.
Demikian juga dengan hasil penelitian
Damayanti et al (2014), yang menunjukkan
adanya dukungan keluarga dalam
kemampuan pasien DM melakukan self-
care.
Coffman (2008) menyatakan bahwa
keluarga merupakan sumber pemberi
dukungan yang paling utama. Dukungan
keluarga berupa kehangatan dan
keramahan, dukungan emosioanl terkait
monitoring gula darah, diet dan
peningkatan aktivitas dapat meningkatkan
efikasi diri pasien sehingga mendukung
keberhasilan pasien dalam melakukan self-
care (Allen, 2006). Adanya dukungan
keluarga juga dapat mencegah munculnya
stress pada pasien DM, karena
menimbulkan perasaan aman dan nyaman
dan menumbuhkan rasa perhatian terhadap
dirinya sendiri serta meningkatkan motivasi
untuk melakukan self-care (Yusra, 2010).
Hasil penelitian yang menunjukkan
rendahnya kemampuan self-care pasien
DM meskipun memiliki tingkat
pengetahuan dan dukungan keluarga yang
baik kemungkinan disebabkan adanya
faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kemampuan self-care yang tidak
dikendalikan oleh peneliti. Faktor-faktor
tersebut yang dapat mempengaruhi self-
care antara lain: stress, efikasi diri,
dukungan sosial dari petugas kesehatan,
budaya dan komplikasi.
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018 47
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan rata-
rata umur respnden 60,8 tahun, mayoritas
berjenis kelamin perempuan dengan tingkat
pendidikan sebagian besar SMA atau
Perguruan Tinggi dan penghasilan perbulan
diatas UMR. Rata-rata lama menderita DM
5,2 tahun. Sebagian besar memiliki
pengetahuan dan dukungan keluarga yang
baik. Sebagian besar responden tidak
melakukan aktivitas self-care dengan baik.
Ada hubungan signifikan antara
umur, pengetahuan dan dukungan dengan
kemampuan self-care. Selanjutnya
ditemukan tidak ada hubungan signifikan
antara jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan dan lama DM dengan
kemampuan self-care.
SARAN
Saran bagi Prolanis Puskesmas
Cilacap Tengah 1 dan 2 adalah perlu
disempurnakan kembali program edukasi
yang sudah ada dengan lebih terstruktur dan
dilaksanakan dua kali sebulan mengikuti
jadwal kegiatan Prolanis. Edukasi yang
diberikan menitikberatkan pada aktivitas
self-care tentang diit, latihan fisik,
pengontrolan kadar gula darah dan
perawatan kaki. Metode edukasi tidak
selalu harus menggunakan lecture tetapi
dapat dimodifikasi dengan metode lain
seperti diskusi berkelompok, games tentang
DM dan self-management. Edukasi
dilakukan dengan melibatkan keluarga,
karena pentingnya dukungan keluarga bagi
kemampuan self-care pasien DM.
Bagi penelitian selanjutnya
diharapkan dapat memasukkan variabel lain
yang dapat mempengaruhi kemampuan
self-care pasien DM, antara lain: stress,
efikasi diri, dukungan sosial dari petugas
kesehatan, budaya dan komplikasi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat STIKES Al-Irsyad Al-
Islamiyyah Cilacap dan Jurnal Kesehatan
Al-Irsyad (JKA) atas terselenggaranya
penelitian ini
RUJUKAN PUSTAKA
American Diabetes Association (ADA).
(2013). Standards of medical
care in diabetes. Diabetes Care,
36, 11 – 66
Allen. (2006). Support of diabetes from
family. Diakses dari
http//:www.buzzle.com/editorials
pada tanggal 10 Januari 2018
Asselstine, R.T.M. (2011). Disertasi Self-
care, social support and quality
of life in Asian and Pasific
Islanders with type 2 Diabetes.
Copyright 2012 by Proquest LLC
Ayele, K., Tisfa, B., Abebe, L., Tilahun, E.,
Girma, E. (2012). Self-care
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018 48
behaviour among patients with
diabetes in Harari, Eastern
Ethiopia: The health belief model
perspective. Plos One. 7 (4). 1-6.
Diunduh pada tanggal 10 April
2017 dari
www.plosone.org/.../info%3Ado
i%2F10.1371.
Bertalina, Purnama. (2016). Hubungan
lama sakit, pengetahuan,
motivasi pasien dan dukungan
keluarga dengan kepatuhan diet
pasien Diabetes Mellitus. Jurnal
Kesehatan, Volume VII, Nomer
2, 329-340
Black, J.,M.& Hawks, J.H. (2005). Medical
surgical nursing (7th ed.). Saint
Louis : Elsevier Saunders
Coffman, M.J. (2008). Effects of tangible
social support and depression on
diabetes self-efficacy. Journal of
Gerontological Nursing, 34(4):
32-39
Damayanti, S., Nursiswati, Kurniawan T.
(2014). Dukungan keluarga pada
pasien Diabetes Melitus Tipe 2
dalam menjalankan self
management diabetes. Jurnal
Keperawatan Padjadjaran, Vol.
2, No.1: 43-50
Ernawati, F., Muhardiyatiningsih, Effendi,
R. & Herman, S. (2004). Profil
distribusi lemak tubuh dan lemak
darah dewasa di pedesaan dan
perkotaan. Penelitian Gizi
Makan (PGM), 27, 1 – 9
Hussein, R.N., Khther, S.A., Al-Hadithi,
T.S. (2010). Impact of diabetes in
physical an phsycological
aspects of quality of life of
diabetics in Erbil City,Iraq.
Duhoki Med. J 4 (2), 45-59.
Diunduh pada tanggal 18
Agustus 2017 dari
http://www.uod.ac/articles.files/
no6.9.pdf
International Diabetes Federation (IDF).
(2013). Diabetes facts and
figures. Diunduh pada tanggal 19
Februari 2015 dari
http://www.idf.org/diabetesatlas
Ismonah. (2009). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan self-care
management pasien Diabetes
Melitus dalam konteks asuhan
keperawatan di Rumah Sakit
Panti Willasa Citarum Semarang.
Jurnal Keperawatan dan
Kebidanan (JIKK), Vol. 1, No. 1:
12-32
Kueh, Y.C., Morris, T., Ismail, A.A.S.
(2015). The effects of diabetes
knowledge and attitudes on self-
management and quality of life
among people with type 2
diabetes. Psychology Health and
Medicine, 22(2): 138-144
Mansjoer, A. (2001). Kapita selekta
kedokteran. Edisi 3 jilid I.
Jakarta: Media Aesculapius
FKUI
Mayberry, L. S. & Osborn, C. Y. (2014).
Family involvement is helpful
and harmful to patients’ self-care
and glycemic control. Patient
Education and Counseling, 97,
418 – 425
Notoatmodjo, S. (2007). Pendidikan dan
perilaku kesehatan. Cetakan 2.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan
masyarakat. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. XI, No. 1. Maret 2018 49
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(Perkeni). (2015). Konsensus
pengendalian dan pencegahan
diabetes mellitus tipe 2 di
Indonesia 2015.
Prasetyani, D., Apriani, E. (2017).
Pengaruh Diabetes Self-
Management (DSME) Grup
ditambah afirmasi positif
terhadap kemampuan self-care
pasien DM tipe 2 di wilayah kerja
Puskesmas Cilacap Tengah 1 dan
2. Proceeding Annual Scientific
Forum Master of Nursing
Program Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Ranting, J., Yetti, K., Herawati, T. (2015).
Hubungan self-care dengan
kualitas hidup pasien diabetes
mellitus (DM) di Persatuan
Diabetes Indonesia (Persadia)
Cabang Cimahi. Jurnal Skolastik
Keperawatan, 1(1): 38-51
Sudoyo, A., et al. (2006). Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta.
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Soewondo, P., Ferrario, A & Tahapary,
D.L. (2013). Chalanges in
diabetes management in
Indonesia : A literature review.
Globalization and Health,9, 1 -
17
Smeltzer, S.O. & Bare, B.G. (2008).
Brunner & Suddarth’s textbook
of medical surgical nursing.
Philadelphia, Lippincott
Williams & Wilkins
Teixeria-Lemos, Nunes S., Teixera F., Reis
F. (2011). Regular physical
exercise training assists in
preventing type 2 diabetes
development. Biomed Central
Cardiovascular Diabetology, 10
1-15.
Toobert, D.J., Hampson, S.E., Glasgow,
R.E. (2000). The summary of
diabetes self-care activities
measure: Result from 7 studies
and a revised scale. Diabetes
Care, 23(7): 943-50. Diunduh
pada tanggal 20 Mei 2017 dari
tps://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub
med/10895844
World Health Organization (WHO).
(2014). Global status reports on
noncommunicable diseases
2014. Diunduh pada tanggal 19
Februari 2015 dari
http://www.who.int
Zgibor, J.C. & Simmons, D. (2002).
Barriers to blood glucose
monitoring in a multiethnic
community. Diabetes Care, 25
(10), 1772-1777. Diunduh pada
tanggal 20 Mei 2017 dari
http://care.diabetesjournal.org/co
ntent/25/10/1772.full.pdf+html
Yusra. (2011). Hubungan antara dukungan
keluarga dengan kualitas hidup
pasien diabetes mellitus tipe 2 di
poliklinik Penyakit Dalam RSUP
Fatmawati Jakarta. Repository
UI.ac
Yuanita, A., Wantiyah, Susanto, T. (2014).
Pengaruh Diabetes Self-
Management Education (DSME)
terhadap resiko terjadinya ulkus
diabetik pada pasien rawat jalan
dengan Diabetes Melitus (DM)
Tipe 2 di RSD Dr. Soebandi
Jember. E-Jurnal Pustaka
Kesehatan, 2(1): 119-124
Rahmadani, et al, Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Perilaku Perawatan Diri….
e-Journal Pustaka Kesehatan, vol. 7 (no. 2), Mei 2019
120
Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Perilaku Perawatan Diri pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates, Jember
(Correlation between Family Social Support and Self Care Behaviour in Client with Type 2 Diabetes Mellitus in the area of Kaliwates Public Health Center, Jember)
Wahyuningtias Rahmadani, Hanny Rasni, Kholid Rosyidi Muhammad Nur Fakultas Keperawatan Universitas Jember
Jl. Kalimantan No.37 Kampus Tegal Boto Jember. Telp./Fax. (0331) 323450 e-mail: hannyrasni@yahoo.co.id
Abstract
Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is a metabolic disease that can cause various chronic complications and they can be minimized by self-care. One of the factors that affect self-care in diabetic clients is family social support. The aim of the research was to analyze the correlation between family social support and self care behavior client with T2DM)in the area of Kaliwates public health center, Jember. This research applied an observational analytic design with cross-sectional approach. A total of 84 respondents were enrolled in this study by using purposive sampling technique. The data collection method used the HDFSS (Hensarling Diabetes Family Support Scale) and SDSCA (Summary of Diabetes Self Care Activity) questionnaires, it conducted on January 7th-22nd 2019. The data analysis used Spearman correlation test with a significance level of 0.05.The result showed that median of the family social support was 86 with a minimum value of 69 and a maximum value of 106, whereas the mean value of self-care behaviour was 2,27 days with a standard deviation of 0.45 days. There was a significant positive correlation between family sosial support and self-care behaviour (p value: 0.001; r; +0.378), meaning that the higher the level of family social support the better the self-care behaviour. This study suggests the importance of assessing family social support to improve self-care in clients with type 2 diabetes mellitus. Keywords: family social support, self-care behavior, type 2 diabetes mellitus
Abstrak
Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik, dan dapat diminimalisir dengan perawatan diri. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perawatan diri pada klien diabetes adalah dukungan sosial keluarga. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri klien DM tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates, Jember. Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sebanyak 84 responden dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner HDFSS (Hensarling Diabetes Family Support Scale) dan SDSCA (Summary of Diabetes Self Care Activity) yang dilaksanakan pada tanggal 7 – 22 Januari 2019. Analisis data menggunakan uji korelasi spearmen dengan tingkat signifikasi 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai median dukungan sosial keluarga adalah 86 dengan nilai minimal 69 dan nilai maksimal 106 sedangkan nilai rata - rata perilaku perawatan diri adalah 2,27 + 0,45 hari. Terdapat hubungan signifikan yang bersifat positif antara dukungan sosial keluarga dan perilaku perawatan diri (p value: 0,001; r: +0,378). Hal ini berarti semakin tinggi nilai dukungan sosial keluarga maka semakin baik perilaku perawatan diri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya mengkaji dukungan sosial keluarga untuk meningkatkan perilaku perawatan diri klien DM tipe 2. Kata Kunci : Dukungan Sosial Keluarga, Perilaku perawatan diri, Diabetes melitus tipe 2
Rahmadani, et al, Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Perilaku Perawatan Diri….
e-Journal Pustaka Kesehatan, vol. 7 (no. 2), Mei 2019
121
Pendahuluan Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu
permasalahan kesehatan yang penting, karena masuk dalam empat prioritas penyakit tidak menular dan sebagai penyebab utama kecacatan hingga kematian [1]. Data kejadian DM menunjukkan sebanyak 425 juta orang dewasa mengidap DM dan jumlahnya diperkirakan akan meningkat sebesar 48% menjadi 629 juta orang pada tahun 2045 [2]. Prevalensi di dunia yang berkaitan dengan DM pada tahun 2017, Indonesia menduduki peringkat ke 6 setelah negara Cina, India, USA, Brazil, dan Mexico dengan jumlah 10,3 juta jiwa yang terdiagnosa diabetes, kejadian ini diperkirakan mengalami peningkatan dengan jumlah 16,7 juta jiwa pada tahun 2045 [3]. Provinsi jawa timur menduduki peringkat kelima dengan jumlah penderita DM sebanyak 2,1% [4].
Prevalensi DM tahun 2013 di Kabupaten Jember menduduki peringkat ketiga pengidap tertinggi sebesar 17,49% setelah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Hipertensi [5]. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Kaliwates tahun 2018 dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli jumlah kunjungan klien DM tipe 2 sebanyak 159 orang.
DM dikenal sebagai “lifelong disease” atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan selama rentang hidup kliennya sehingga dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Salah satu dari dampak yang muncul adalah meningkatnya potensi resiko komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian [6].
Diabetes merupakan penyebab utama penyakit jantung, gagal ginjal, amputasi ekstremitas bawah dan kebutaan [7]. Masalah masalah terkait penyakit yang diderita oleh klien DM dapat diminimalisir saat penderita DM mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang baik untuk mengontrol penyakitnya, yaitu dengan perawatan diri [8].
Faktor yang mempengaruhi perawatan diri pada klien DM salah satunya adalah dukungan sosial keluarga [9]. Perencanaan pengelolaan diabetes harus dibicarakan secara terapeutik antara keluarga dan klien, sehingga keluarga menyadari pentingnya keikutsertaan dalam perawatan pasien diabetes [10].
Dukungan sosial keluarga dapat meningkatkan kemampuan penyandang DM tipe 2 untuk melakukan aktivitas perawatan diri [11]. Adanya dukungan sosial keluarga dapat menimbulkan perasaan nyaman dan aman, menumbuhkan rasa perhatian terhadap diri sendiri, serta meningkatkan motivasi dalam
menjalani pengobatan dan perawatan diri sehingga mencegah munculnya stress terhadap klien DM [12,13]. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa hubungan dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri pada klien diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember. Metode Penelitian
Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling dengan purposive sampling yang sebelumnya dilakukan skrining MMSE (Mini Mental State Examination) serta kriteria inklusi dan eklusi. Jumlah sampel sebanyak 84 orang.
Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan Hensarling Diabetes Family Support Scale (HDFSS) dan Summary of Diabetes Self-Care Activity (SDSCA). Pengambilan data dilakukan secara door to door dan dilaksanakan selama 2 minggu lebih 2 hari di wilayah kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember yang meliputi Kelurahan Tegal Besar, Kelurahan Kaliwates, dan Kelurahan Kebonagung. Teknik analisa data menggunakan uji statistik spearman dengan signifikan 0,05. Hasil Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Usia pada Klien
DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember (Januari, 2019; n=84)
Variabel Mean SD
Usia (tahun) 57,64 8,83
Tabel 1 menjelaskan distribusi klien DM Tipe 2 berdasarkan usia. rata-rata usia responden adalah 57,64 tahun dengan standar deviasi yakni 8.83 tahun. Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Lama
Terdiagnosa DM pada Klien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember (Januari, 2019; n=84)
Variabel Mean Median Min - Maks
Lama DM (tahun)
6 5 0,25 -15
Tabel 2 menjelaskan distribusi klien DM tipe 2
menurut lama terdiagnosa DM didapatkan nilai median yaitu 5 tahun, dengan nilai minimal 0,25 tahun dan maksimal 15 tahun.
Rahmadani, et al, Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Perilaku Perawatan Diri….
e-Journal Pustaka Kesehatan, vol. 7 (no. 2), Mei 2019
122
Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, dan Pekerjaan pada Klien DM tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember (Januari, 2019; n=84).
Variabel Jumlah %
1.Jenis Kelamin a. Laki-Laki 34 40,5 b. Perempuan 50 59,5
Total 84 100 2.Pendidikan Terakhir
a. Tidak Sekolah 23 27,4 b. SD 13 15,5 c. SMP 15 17,9 d. SMA 29 34,5 e. PT 4 4,8
Total 84 100 3.Pekerjaan
a. Tidak Bekerja 20 23,8 b. Ibu Rumah
Tangga 26 31,0
c. Wiraswasta 17 20,2 d. PNS/ Pensiunan 8 9,5 e. Pedagang 6 7,1 f. Karyawan
Swasta 6 7,1
g. Tukang Becak 1 1,2 Total 84 100
Tabel 3 diketahui bahwa distribusi klien DM
tipe 2 dari 84 responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan jenis kelamin perempuan lebih banyak sebanyak 50 orang (59,5%) dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 34 orang (40,5%). Jika dilihat dari tingkat pendidikan terakhir klien DM tipe 2 paling banyak adalah SMA dengan jumlah 29 orang (34,5%) sedangkan paling sedikit adalah Perguruan Tinggi sebanyak 4 orang (4,8%). Dilihat dari jenis pekerjaan responden juga diketahui paling banyak yaitu ibu rumah tangga dengan jumlah 26 orang (31,0%). Dukungan Sosial Keluarga Tabel 4. Nilai Rerata Dukungan Sosial Keluarga pada
Klien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember ( Januari, 2019; n=84)
Variabel Mean Median Min – Maks
Dukungan Sosial
Keluarga
85,70 86 69 -106
Hasil yang didapatkan dari abel 4
menunjukkan bahwa nilai median dukungan sosial keluarga 86 sedangkan untuk nilai minimal
dukungan sosial keluarga adalah 69 dan nilai maksimal yaitu 106. Tabel 5. Nilai Rerata Indikator Dukungan Sosial Keluarga
pada Klien DM tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember (Januari, 2019; n=84)
Indikator Mean Median Min-Maks Dukungan Emosional
3,20
3,20
2,60 - 3,90
Dukungan Penghargaan
2,62
2,62
2,25 - 3,38
Dukungan Instrumental
3,13
3,12
2,38 - 3,88
Dukungan Informasi
2,53 2,66 1,67 - 4,00
Hasil yang didapatkan dari tabel 5,
menunjukkan bahwa nilai rata - rata yang tertinggi dari indikator dukungan sosial keluarga yaitu dukungan emosional dengan nilai rata – rata 3,20 selanjutnya nilai rata – rata terendah yaitu dukungan informasi dengan nilai 2,53. Tabel 6. Distribusi Responden berdasarkan kategori
Dukungan Sosial Keluarga pada Klien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember (N=84)
Variabel Jumlah %
Dukungan Sosial Keluarga Baik
82 97,6 %
Dukungan Sosial Keluarga Buruk
2 2,4 %
Tabel 6 menunjukkan bahwa variabel
dukungan sosial keluarga terhadap responden yang paling banyak yaitu dalam kategori baik sebanyak 82 orang (97,6%) dan untuk responden yang memiliki dukungan sosial keluarga buruk kepada klien DM tipe 2 sebanyak 2 orang (2,4%). Perilaku Perawatan Diri Tabel 7. Nilai Rerata Perilaku Perawatan Diri pada Klien
DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember (Januari, 2019; n= 84).
Variabel Mean SD Perilaku Perawatan Diri 2,27 0,45
Berdasarkan tabel 7 didapatkan bahwa hasil
nilai rata – rata variabel perilaku perawatan diri adalah 2,27 hari dalam seminggu dengan standar deviasi 0,45 hari.
Rahmadani, et al, Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Perilaku Perawatan Diri….
e-Journal Pustaka Kesehatan, vol. 7 (no. 2), Mei 2019
123
Tabel 8. Nilai Rerata Indikator Perilaku Perawatan Diri pada Klien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember (Januari, 2019; n = 84).
Variabel Mean SD Diet 4,47 0,65 Olahraga/Aktivitas Fisik 1,92 1,95 Pemeriksaan Kadar Gula Darah
0,71 0,65
Manajemen Obat 5,26 2,96 Perawatan Kaki 0,12 0,65
Tabel 8 menunjukkan bahwa setiap nilai
rata – rata indikator perilaku perawatan diri klien DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kaliwates nilai pertama tertinggi adalah manajemen obat dengan nilai 5,26 hari dalam seminggu selanjutnya di ikuti dengan diet atau pengaturan pola makan dengan nilai rata – rata 4,47 hari dalam seminggu. Sedangkan, untuk nilai rata – rata terendah yaitu pada perawatan kaki dengan nilai 0,12 hari dalam seminggu. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Perilaku Perawatan Diri. Tabel 9. Hasil Analisis Hubungan Dukungan Sosial
Keluarga dengan Perilaku Perawatan Diri pada Klien DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember ( Januari, 2019; n = 84)
Variabel Perilaku Perawatan Diri Dukungan Sosial Keluarga
R 0,378 ρ Value 0,001 Arah Korelasi
+ (Positif )
Tabel 9 menunjukkan hasil analisis data
untuk mengetahui adanya korelasi antara dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri menggunakan uji statistik spearmen rank dan didapatkan hasil p value = 0,001 yang berarti bahwa Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri. Nilai korelasi antara dua variabel tersebut sebesar 0,378 yang menunjukkan bahwa kekuatan hubungan lemah. Nilai korelasi positif, hal ini berarti semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka akan semakin tinggi pula perilaku perawatan diri klien DM tipe 2. Pembahasan Karakteristik Responden
Hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember pada 84 responden menunjukkan rata – rata usia
klien DM tipe 2 yaitu berusia 57,64 tahun. Berdasarkan hasil penelitian tersebut sejalan dengan konsep DM tipe 2 dimana usia lebih dari 45 tahun fungsi fisiologis dari manusia mengalami penurunan dengan cepat yang akan mempengaruhi fungsi dari sistem endokrin pancreas dalam memproduksi insulin [14].
Lebih dari separuh klien DM tipe 2 yaitu berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki - laki dengan jumlah 50 orang (59 %). Hasil penelitian tersebut sebanding dengan data statistik Riskesdas pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi DM lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki – laki. Prevalensi DM lebih tinggi terjadi pada perempuan dikarenakan pada prempuan secara fisik memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh (IMT) yang lebih besar sehingga perempuan lebih beresiko mengalami obesitas (kegemukan). [15].
Tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SMA sebanyak 29 orang (34,5 %). Seseorang yang memiliki pendidikan lebih tinggi biasanya memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik tentang kesehatan sehingga memiliki kesadaran untuk menjaga kesehatannya [16]. Namun, peneliti berpendapat bahwa pendidikan yang tinggi belum tentu membuat seseorang lebih peduli terhadap kesehatannya. Pada kenyataan di lapangan yang terjadi masih banyak orang orang yang berpendidikan tinggi mengabaikan kesehatannya dikarenakan sibuk dengan berbagai alasan. Dengan kesibukannya terkadang orang lupa terhadap pola hidup khususnya dalam pola makan, lebih memilih makanan yang cepat saji. Sehingga dari keadaan tersebut dapat meningkatkan resiko terjadinya DM tipe 2.
Jenis pekerjaan yang paling banyak yaitu ibu rumah tangga dengan jumlah 26 orang (31%). Sebagian besar ibu rumah tangga beresiko tinggi untuk menderita DM dikarenakan selain dari pekerjaan rumah tangga, ibu rumah tangga tidak pernah melakukan aktifitas fisik lain setiap harinya [17].
Rata rata lama klien menderita DM tipe 2 di adalah selama 6 tahun. Klien yang hidup dengan diabetes lebih dari 10 tahun memiliki praktik perawatan diri yang baik [18]. Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kaliwates dapat dikatakan jika rerata lama menderita DM selama 6 tahun masih tergolong sebentar dari pada lama terdiagnosa lebih dari 10 tahun sehingga perilaku perawatan diri klien DM tipe 2 belum dilakukan secara optimal. Dukungan Sosial Keluarga
Hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas kaliwates didapatkan nilai median
Rahmadani, et al, Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Perilaku Perawatan Diri….
e-Journal Pustaka Kesehatan, vol. 7 (no. 2), Mei 2019
124
responden pada variabel dukungan sosial keluarga adalah 86 dengan nilai minimal 69 dan maksimal 106. Tingkat dukungan sosial keluarga pada penelitian ini, paling banyak berada pada dukungan sosial keluarga baik dengan jumlah 82 orang (97,6%) dan hanya 2 orang (2,4%) yang memiliki dukungan sosial keluarga buruk.
Hasil tersebut didukung oleh penelitian lainnya dimana menjelaskan bahwa nilai median dukungan sosial keluarga klien DM tipe 2 adalah 86,4 [19]. Penelitian serupa klien DM tipe 2 di makasar di dapatkan hasil bahwa responden terbanyak mendapat dukungan sosial keluarga baik dengan jumlah 21 orang dari 22 responden (95,45 %) dan hanya 1orang (4,55%) yang memiliki dukungan sosial keluarga buruk [20].
Indikator tertinggi yaitu pada dukungan emosional dimana hasil yang diperoleh yaitu rata – rata nya dengan nilai 3,20. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata – rata responden sering menerima dukungan emosional dari keluarga. Dukungan emosional yang diberikan oleh keluarga berisikan tentang bagaimana keluarga mengerti masalah dan mendengarkan keluhan klien bercerita tentang diabetes yang dialami, memberikan kenyamanan dalam memahami jika klien sedih dengan diabetes, serta keluarga mengerti untuk membantu dalam mengatasi diabetes nya. Dukungan emosional yang diberikan oleh keluarga dapat memberikan kenyamanan dan dorongan ketika klien DM tipe 2 menghadapi frustasi atau kesusahan selama perawatan diabetes [21].
Indikator terendah dari variabel dukungan sosial keluarga yaitu dukungan informasi dengan nilai rata – rata 2,53 yang artinya klien DM tipe 2 jarang mendapatkan dukungan informasi dari keluarga. Dukungan informasi yang rendah dikarenakan masih banyak dari keluarga yang masih belum paham mengenai penyakit DM secara mendasar. Selain itu, dukungan informasi rendah juga dikarenakan kurang nya motivasi keluarga untuk mengikuti kegiatan penyuluhan di masyarakat terkait DM yang dilakukan oleh puskesmas Kaliwates melalui kegiatan posbindu yang melibatkan peran serta kader kesehatan yang seharusnya dapat meningkatkan pengetahuan keluarga dalam memberikan informasi terkait penyakit DM pada klien DM. Perilaku Perawatan Diri
Hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas kaliwates menunjukkan bahwa rata – rata nilai perilaku perawatan diri klien DM tipe 2 adalah 2,27 hari dalam seminggu. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku perawatan
diri belum dilakukan secara optimal, dikarenakan belum dilakukan secara rutin dalam 7 hari.
Indikator terendah variabel perawatan diri dalam hasil penelitian ini adalah perawatan kaki dengan nilai rata – rata 0,12 hari. Hal ini memiliki arti bahwa dalam seminggu klien DM tipe 2 tidak pernah melakukan perawatan kaki. Hambatan dari klien DM jarang melakukan perawatan kaki dikarenakan munculnya rasa malas, dan tidak patuh dalam melakukan perawatan kaki karena harus menggunakan kaos kaki dan sandal atau sepatu yang sesuai. Faktor lain yang dapat mempengaruhi perawatan kaki ialah kondisi lingkungan disekitar tempat tinggal responden.
Indikator tertinggi perawatan diri yaitu manajemen konsumsi obat dengan rata rata 5,26 hari yang artinya responden mengkonsumi obat selama 5 hari dalam seminggu. Klien yang memiliki kepercayaan mengenai bentuk dari penyakitnya memiliki pengaruh yang besar terhadap keinginan mereka untuk mengikuti saran kesehatan dalam melakukan terapi pengobatan [22]. Kepatuhan dalam minum obat yang terjadi pada klien DM tipe 2 dikarenakan mereka mempunyai kesadaran dan memiliki pemahaman yang baik tentang pentingnya mengkonsumsi obat OHO, supaya kadar glukosa darah tetap dalam rentang normal [23]. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Perilaku Perawatan Diri pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2
Hasil uji statistik dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri klien DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember. Hasil tersebut dibuktikan dengan nilai p value = 0,001. Dukungan sosial keluarga dan perilaku perawatan diri memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kekuatan yang lemah. Nilai korelasi bersifat positif yang berarti semakin tinggi dukungan sosial keluarga semakin tinggi pula perilaku perawatan diri pada klien DM tipe 2.
Dukungan sosial keluarga merupakan sumber dalam perubahan perilaku kesehatan mengenai perawatan diri diabetes. Diantara masyarakat, keluarga merupakan salah satu anggota yang dapat memberikan dukungan sosial untuk perawatan diri klien DM tipe 2 [24,25]. Hal ini sejalan dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa salah satu manajemen penyakit DM yaitu perawatan diri, dalam perawatan diri klien DM tipe 2 juga diperlukan dukungan dari keluarga secara positif sehingga dapat mempengaruhi outcome yang baik [26]. Dukungan sosial keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku perawatan diri pada klien DM tipe 2,
Rahmadani, et al, Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Perilaku Perawatan Diri….
e-Journal Pustaka Kesehatan, vol. 7 (no. 2), Mei 2019
125
dengan adanya intervensi yang fokus pada peningkatan dukungan sosial dari keluarga dan perawatan diri dalam mengontrol diabetes nya akan lebih efektif dalam meningkatkan kontrol glikemik [27]. Simpulan dan Saran
Terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri klien DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Kaliwates Kabupaten Jember. Nilai korelasi bersifat positif yang berarti semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin tinggi perawatan diri klien DM tipe 2. Hubungan dari ke dua variabel bersifat lemah.
Perawat perlu dalam melakukan intervensi tidak hanya fokus pada klien DM tipe 2, melainkan juga memberikan edukasi kepada keluarga bahwa dukungan sosial keluarga sangat mempengaruhi perawatan diri dari klien DM tipe 2. sehingga dapat memberikan intervensi guna mempertahankan perawatan diri klien melalui dukungan sosial keluarga. Daftar Pustaka [1] World Health Organization. Global report
on diabetes. [Intenet]. World Health Organization; 2016 [cited 18 September 2018]. Available from: http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/204871/9789241565257_eng.pdf
[2] International Diabetes Federation. Diabetes atlas [Internet]. America : International Diabetes Federation; 2017 [cited 10 September 2018]. Available from: http://www.diabetesatlas.org/
[3] International Diabetes Federation. Diabetes atlas [Internet]. America : International Diabetes Federation; 2017 [cited 10 September 2018]. Available from: http://www.diabetesatlas.org/
[4] Badan Penelitian dan Pengembangan. Riset kesehatan dasar (riskesdas) [Internet]. 2013 [cited 15 September 2018] 1(384). Available from: http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
[5] Jember. Laporan Kunjungan (lbi) Kabupaten Jember tahun 2015. Jember : Dinas Kesehatan Kabupaten Jember; 2017.
[6] Sutandi A. Manajemen self management education sebagai metode alternatif dalam perawatan mandiri pasien diabetes melitus di dalam keluarga [Internet]. 2012 [cited 18 Juli 2018]; 29 (321). Available from: https://ejournal.jurwidyakop3.com/index.ph
p/majalah-ilmiah/article/view/64/61 [7] International Diabetes Federation. Diabetes
atlas [Internet]. America : International Diabetes Federation; 2015 [cited 10 September 2018]. Available from: http://www.diabetesatlas.org/
[8] Kusniawati. Analisis faktor yang berkonstribusi terhadap self care diabetes pada klien diabetes melitus tipe 2 di rumah sakit umum tangerang. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Keperawatan Universitas Indonesia; 2011.
[9] Sonsona JB. Factors influencing diabetes self-management of filipino americans with type 2 diabetes mellitus : a holistic approach. Dissertations. Walden University; 2014.
[10] American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes. The Journal of Clinical and Applied Research and Education. [Internet]. America; 2015. [cited 15 September 2018]. Available from: http://www.bvs.hn/Honduras/UICFCM/Diabetes/Diabetes.Care-1.pdf
[11] Naderimagham. Development and psychometric properties of a new social support scale for self-care in middle-aged patients with type II diabetes. BMC Publich Health [Internet]. 2012 [cited 19 September 2018]; 12(10). Available from: https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/1471-2458-12-1035
[12] Yusra, A. Hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di poliklinik penyakit dalam rumah sakit umum pusat fatmawati jakarta. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Keperawatan Universitas Indonesia; 2011.
[13] Tamara E, Bayhakki, & Nauli FA. Hubungan antara dukungan keluarga dan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 di rsud arifin achmad provinsi riau. JOM [Internet]. 2016 [cited 15 Juni 2018];(2):[pp1–7]. Available from:https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/article/view/3433/3329
[14] National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Risk factors for type 2 diabetes [Internet]. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases; 2016 [20 September 2018]. Available from: https://www.niddk.nih.gov/healthinformation/diabetes/overview/risk-factors-type-2-diabetes
[15] Irawan D. Prevalensi dan faktor – faktor risiko kejadian diabetes melitus tipe 2 di daerah urban indonesia (analisis data sekunder riskesdas 2007). Tesis. Fakultas Kesehatan
Rahmadani, et al, Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Perilaku Perawatan Diri….
e-Journal Pustaka Kesehatan, vol. 7 (no. 2), Mei 2019
126
Masyarakat. Universitas Indonesia; 2010. [16] Irawan D. Prevalensi dan faktor – faktor
risiko kejadian diabetes melitus tipe 2 di daerah urban indonesia (analisis data sekunder riskesdas 2007). Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia; 2010.
[17] Patil RS, & Gothankar JS. Assessment of risk of type 2 diabetes using the indian diabetes risk score in an urban slum of pune, maharashtra, india: a cross-sectional study. Journal of Publich Health. [Internet]. 2016 April [cited 25 Januari 2019]; 5 (1). Available from: http://www.who-seajph.org/temp/WHOSouthEastAsiaJPublicHealth51531262609_033026.pdf
[18] Gurmu Y, Gela D, & Aga F. Factors associated with self-care practice among adult diabetes patients in west shoa zone, oromia regional state , ethiopia. BMC Health Srvice Research [Internet]. 2018 [cited 10 September 2018]; 4 (11). Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.go v/pmc/articles/PMC6154910
[19] Ramadhani DY, Agusman F, & Hadi R. Karakteristik dukungan keluarga dan efikasi diri pada lanjut usia diabetes melitus tipe 2 di kelurahan padangsari semarang. Jurnal Ners Lentera [Internet]. 2016 [cited 25 Januari 2019]; 4 (2). Available from: https://media.neliti.com/media/publications/231996-karakteristik-dukungankeluarga-dan-efik-9780ef88.pdf
[20] Buraena S, As’ad S, Aman AM, Nurdin AA, & Ramadany S. The effect of education against glycemic control in type 2 diabetes mellitus: studies of family support and compliance treatment supervision. International journal of sciences: basic and applied eesearch [Internet]. 2016 [cited 24 Januari 2019]; 29 (03). Available from: https://pdfs.semanticscholar.org/9fd7/4728ca264a2be8e2d4158e0c07e7d3880f66.pdf
[21] Baig AA, Benitez A, Quinn MT, & Burnet DL. Family interventions to improve diabetes outcomes for adults. HHS Public access [Internet]. 2015 [cited 24 Januari 2019]; 1353 (1). Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4624026/pdf/ nihms 701902.pdf
[22] Home R. Pharmacy practice. School of pharmacy, University London, London UK; 2005.
[23] Kusniawati. Analisis faktor yang berkonstribusi terhadap self care diabetes pada klien diabetes melitus tipe 2 di rumah sakit umum tangerang. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Keperawatan Universitas Indonesia; 2011.
[24] Fisher L, Chesla CA, & Bartz RJ. The family and type 2 diabetes : a framework for intervention. The diabetes educator. [Internet]. 1998 [cited 20 Januari 2019]; 24 (5). Available from: https://www.ncbi.nlm.nih. gov/pubmed/9830956
[25] Tang TS, Brown MB, Funnell MM, Anderson MT. Social support, quality of life, and self-care behaviors among african americans with type 2 diabetes. The diabetes educator [Internet]. 2008 [cited 20 Januari 2019]; 34 (2). Available from: https://www.ncbi.nlm.nih. gov/pubmed/18375776
[26] Baig AA, Benitez A, Quinn MT, & Burnet DL. Family interventions to improve diabetes outcomes for adults. HHS Public access [Internet]. 2015 [cited 24 Januari 2019]; 1353 (1). Available from: https://www.ncbi.nlm. nih.gov/pmc/articles/PMC4624026/pdf/ nihms 701902.pdf
[27] Mohebi S, Parham M, Sharifirad G, Gharlipour Z, Mohammadbeigi A, Rajati F. Relationship between perceived social support and self-care behavior in type 2 diabetics: A cross sectional study. Journal of Education and Health Promotion [Internet] 2019 [cited 26 Januari 2019]; 7. Available from:https://www.ncbi.nlm.nih.Gov/pmc/articles/PMC5903155/
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 2, September 2016 37
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN SELF-CARE
PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
Family Support Relationship with Self-Care Ability of Patients in Type 2 Diabetes Mellitus
Dewi Prasetyani
1* Sodikin
2
1,2 STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap
Jl. Cerme No. 24 Sidanegara Cilacap
*Alamat Korespondensi : prasetyanidewi78@gmail.com
ABSTRAK
Self-care merupakan hal penting pada pengelolaan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 yang
bertujuan untuk mengendalikan kadar gula darah. Perawatan DM tipe 2 membutuhkan waktu
yang cukup lama sehingga dapat menimbulkan kebosanan, kejenuhan bahkan frustasi pada
pasien. Oleh karena itu, diperlukan motivasi baik internal maupun eksternal bagi pasien untuk
dapat melakukan self-care diabetes dengan baik. Salah satu bentuk motivasi eksternal adalah
dukungan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga
dengan kemampuan self-care pasien DM tipe 2. Desain penelitian adalah cross sectional
dengan jumlah sampel 24 orang yang diambil dengan menggunakan teknik total sampling.
Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data hasil penelitian menggunakan
uji regresi linear sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan self care pasien
DM tipe 2 masih sangat rendah, yaitu rata-rata melakukan self care diabetes hanya 2.5 hari
selama satu minggu. Dukungan keluarga pada pasien DM tipe 2 juga rendah (41.7%). Hasil
analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara dukungan keluarga
dengan kemampuan self care pasien DM tipe 2 (pv = 0.290 : α =0.05).
Kata kunci : diabetes melitus tipe 2, dukungan keluarga, self care diabetes
ABSTRACT
Self care is critical in the management of diabetes melitus type 2, which aims to control
blood glucose levels. Type 2 diabetes treatment requires quite a long time so that it can lead
to boredom, burnout and even frustrating for patients. Therefore it is necessary both internal
and external motivation for patients to be able to perform self care diabetes well. One of the
external motivation is family support. The study aims to know the relationship between family
support and self care diabetes type 2 diabetes melitus patients. The results showed that the
ability of self care diabetes type 2 patients is very low, it was approximately done in average
of 2.5 days in a week. Family support for type 2 diabetes melitus patients is low (41.7%). The
study used the cross sectional method. Twenty-fourth respondents were determined using a
total sampling technique. The results of data analysis using simple linear regression showed
there is no significant relationship between family support with self care diabetes (pv = 0.290
: α =0.05).
Keywords: family support, self care diabetes, type 2 diabetes melitus
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 2, September 2016 38
PENDAHULUAN
Indonesia menempati peringkat
keempat untuk jumlah pasien DM tipe 2
terbanyak di dunia serta kedua terbesar di
Asia. Peningkatan jumlah pasien DM tipe 2
di Indonesia tergolong tinggi yaitu sekitar 6
% per tahun, sehingga WHO memperkirakan
bahwa pada tahun 2030 jumlah pasien DM
tipe 2 di Indonesia akan meningkat menjadi
21,3 juta jiwa (World Health Organization,
2014).
DM dapat menyebabkan komplikasi
apabila seseorang dengan DM tidak mampu
melakukan kontrol gula darah dengan baik
(International Diabetes Federation, 2013).
Komplikasi yang terjadi dapat memperburuk
kondisi dan menurunkan kualitas hidup
pasien (Inzucchi et al., 2005). Berbgai
penelitian menunjukkan bahwa kontrol gula
darah yang baik dapat menurunkan
komplikasi (DCCT, 2002: International
Diabetes Federation, 2013).
Upaya pengendalian gula darah
menjadi tanggung jawab pasien melalui
tindakan self-care DM. Aktivitas dalam self-
care DM antara lain adalah dengan
melakukan pengaturan diet, meningkatkan
aktivitas fisik, kontrol gula darah rutin dan
minum obat secara teratur (Perkeni, 2013).
Diabetes merupakan penyakit kronis
yang memerlukan terapi dan perawatan untuk
waktu yang cukup lama dan dapat
menimbulkan kebosanan, kejenuhan bahkan
frustasi pada pasien. Oleh karena itu,
diperlukan motivasi baik intenal maupun
eksternal bagi pasien untuk dapat menjalani
semua proses terapi dan perawatan diabetes.
Motivasi eksternal salah satunya adalah
dukungan keluarga.
Beberapa penelitian menunjukkan hasil
yang berbeda tentang hubungan dukungan
keluarga dengan kemampuan self-care DM.
Hasil penelitian Misra & Lager (2008),
menunjukkan bahwa dukungan keluarga
yang tinggi dapat meningkatkan penerimaan
pasien terhadap penyakitnya, sehingga dapat
mengurangi kesulitan pasien dalam
melakukan aktivitas self-care dan pada
akhirnya dapat meningkatkan kontrol gula
darah pasien sehingga kualitas hidupnya
meningkat. Hal yang berbeda ditunjukkan
dari hasil penelitian Prasetyani (2015),
bahwa tidak ada hubungan signifikan antara
dukungan keluarga dengan kemampuan
kontrol gula darah pasien DM. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan
dukungan keluarga dengan kemampuan self-
care pasien DM tipe 2.
METODE
Penelitian cross sectional ini dilakukan
di Prolanis Puskesmas Cilacap Tengah 1.
Besar sampel 24 orang yang diseleksi
menggunakan teknik total sampling. Pasien
yang menjadi responden dalam penelitian ini
adalah pasien DM tipe 2 yang anggota
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 2, September 2016 39
Prolanis Puskesmas Cilacap Tengah 1,
sedang tidak mengalami penyakit infeksi,
tidak menggunakan obat golongan
kortikosteroid dan memiliki hasil
pemeriksaan gula darah selama 3 bulan
terakhir.
Alat pengumpul data yang digunakan
adalah kuesioner yang terdiri dari kuesioner
karakteristik demografi responden tentang
usia, jenis kelamin, pendidikan, kadar gula
darah 3 bulan terakhir, durasi DM dan jenis
terapi DM. Variabel dukungan keluarga
dinilai menggunakan kuesioner Diabetes
Family Behavior Checklist-II (DFBC-II).
Kemampuan self-care pasien DM dinilai
menggunakan kuesioner Summary of
Diabetes Self-Care Activities (SDSCA) yang
dikembangkan oleh Toobert et al (2000). Uji
statistik analisis bivariat dalam penelitian ini
menggunakan uji regresi linear sederhana.
HASIL
Responden dalam penelitian ini
sejumlah 24 orang penderita DM tipe 2 yang
menjadi anggota Prolanis Puskesmas Cilacap
Tengah 1. Hasil olah data menunjukkan
bahwa dari 24 responden tersebut terdapat
45.8% perempuan, 54.2% laki-laki, umur 48
± 76 tahun, lama menderita DM 2 ± 14
tahun. Sebagian besar menggunakan obat
hiperglikemik oral (75%), injeksi insulin
20.8% dan 4.2% menggunakan obat
kombinasi oral dan injeksi. Mayoritas
responden memiliki pengetahuan baik
tentang DM (87.5%). Sebagian besar
responden memiliki dukungan keluarga
kurang (58.3%), fluktuasi kadar gula darah 3
bulan terakhir 81 ± 351 g/dl dengan rata-rata
kadar gula darah adalah 188.6 gr/dl.
Kemampuan self care responden rata-rata 2,5
hari dengan rentang minimum 0,2 hari dan
maksimum 5,5 hari. Karakteristik demografi
pasien ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Karateristik demografi pasien DM
tipe 2 di Prolanis Puskesmas Cilacap Tengah
1
Frek (%) Mean p-
value
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jenis obat DM
Oral
Injeksi insulin
Kombinasi
Pengetahuan
Kurang
Baik
Dkgn keluarga
Kurang
Baik
Umur
Lama DM
Self-care DM
Gula darah 3
bulan terakhir
13 (54.2%)
11 (45.8%)
18 (75%)
5 (20.8)
1 (4.2%)
3 (12.5%)
21 (87.5)
14 (58.3%)
10 (41.7%)
68.8
6.8
2.5
188.6
0.290
0.159
0.642
Hasil analisis regresi linear
menunjukkan tidak ada hubungan signifikan
antara dukungan keluarga dengan
kemampuan self-care DM (p = 0.290; α =
0.05).
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 2, September 2016 40
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata usia responden adalah 63.8 Usia
sangat erat kaitannya dengan kenaikan gula
darah, dimana semakin meningkat usia maka
resiko mengalami DM tipe 2 semakin tinggi.
Proses menua akan menyebabkan perubahan
anatomi, fisiologi dan biokimia tubuh yang
salah satu dampaknya adalah meningkatnya
resistensi insulin. Menurut WHO, setelah
usia 30 tahun, kadar gula darah akan naik 1-2
mg/dL/tahun pada saat puasa, dan akan naik
5.6-13 mg/dL pada 2 jam setelah makan
(Sudoyo, 2006).
Tidak adanya hubungan antara lama
DM dengan self care DM disebabkan oleh
adanya semangat dan tanggung jawab yang
tinggi dari pasien yang baru terdiagnosa DM
untuk mengontrol penyakitnya melalui
aktivitas self care DM. Sedangkan bagi
pasien yang telah lama terdiagnosa DM
sudah beradaptasi dengan penyakitnya
sehingga aktivitas self care sudah menjadi
kebiasaan yang dilakukannya sehari-hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dukungan keluarga pada pasien DM kurang
dan setelah dilakukan analisa bivariat
didapatkan bahwa tidak ada hubungan
signifikan antara dukungan keluarga dengan
kemampuan self care DM pada pasien DM
tipe 2. Sedangkan untuk variabel kemampuan
self care pada pasien DM tipe 2 didapatkan
hasil bahwa rata-rata aktivitas self care
pasien DM adalah 2.5 hari dengan rentang
waktu antara 2 hingga 5.5 hari dalam
seminggu. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa kemampuan self care
pada pasien DM masih rendah.
Self care DM merupakan tindakan
yang dilakukan perorangan untuk mengontrol
DM yang terdiri dari pengaturan makan
(diet), peningkatan aktivitas fisik (olah raga),
monitroring gula darah, minum obat teratur
dan perawatan kaki (Sigurdardottir, 2005).
Aktivitas ini sebaiknya dilakukan secara
konsisten tujuh hari dalam seminggu kecuali
untuk latihan fisik yang dapat dilakukan
minimal 3 – 5 hari per minggu. Hasil
penelitian menunjukkan setiap aktivitas self
care DM belum dilakukan secara penuh 7
hari dalam seminggu. Keseluruhan aspek self
care DM saling mendukung dan harus
dilakukan oleh pasien DM sehari-hari agar
tercapai kontrol gula darah yang baik
sehingga dapat meminimalkan terjadinya
komplikasi DM.
Meskipun hasil penelitian
menunjukkan tidak ada hubungan signifikan
antara dukungan keluarga dengan
kemampuan self care DM, tetapi menurut
analisis penulis kurangnya dukungan
keluarga dapat menjadi salah satu faktor
kurangnya kemampuan self care pasien DM.
Dukungan keluarga telah didefinisikan
sebagai faktor penting dalam kepatuhan
manajemen penyakit pada remaja dan dewasa
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 2, September 2016 41
dengan penyakit kronik. Dukungan keluarga
merupakan indikator yang paling kuat dalam
memberikan dampak positif terhadap self
care pasien DM (Neff dalam Hensarling,
2009).
Keikutsertaan keluarga dalam
memandu diet, latihan jasmani, pengobatan
dan pengisian waktu luang yang positif
merupakan bentuk peran serta aktif dalam
keberhasilan penatalaksanaan DM. Sebelum
memberikan dukungan, anggota keluarga
harus memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang baik tentang self care DM. Apabila
pemahaman anggota keluarga tentang self
care DM keliru, maka keluarga justru akan
memberikan dukungan yang obstruktif
terhadap pasien. Dukungan keluarga yang
obstruktif akan menghambat pasien dalam
melakukan aktivitas self care DM.
Seperti yang disampaikan oleh
Mayberry dan Osborn (2004), bahwa
dukungan keluarga pada pasien DM
dibedakan menjadi dua, yaitu dukungan
supportif dan obstruktif. Contoh dari
dukungan keluarga yang obstruktif adalah
memarahi pasien jika kadar gula darahnya
tinggi, makan bersama pasien tetapi yang
dimakan bukan makanan diet DM atau selalu
mengkritik pasien jika lupa melakukan diet
DM, tidak berolah raga atau lupa tidak
mencatat kadar gula darahnya. Jenis
dukungan keluarga tersebut justru akan
menyebabkan pasien tertekan sehingga tidak
maksimal dalam melakukan aktivitas self
care DM.
Tidak adanya hubungan antara
dukungan keluarga dengan kemampuan self
care DM tipe 2, menurut analisis peneliti
disebabkan karena dukungan keluarga bukan
satu-satunya faktor yang mempengaruhi
kemampuan self care pasien DM tipe 2.
Faktor eksternal seperti hubungan pasien
dengan petugas kesehatan juga menjadi salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi
pemenuhan aktivitas self care pasien DM
tipe 2 (Kusniawati, 2011).
KESIMPULAN
1. Kemampuan self care pasien DM tipe 2
di Prolanis Puskesmas Cilacap Tengah 1
masih rendah yaitu rata-rata melakukan
self care DM hanya 2.5 hari dalam
seminggu dengan rentang minimal 0
sampai dengan 5.5 hari pasien patuh
melakukan self care DM
2. Dukungan keluarga pada pasien DM tipe
2 di Prolanis Puskesmas Cilacap Tengah
1 masih rendah, yaitu 58.3%
3. Tidak ada hubungan signifikan antara
dukungan keluarga dengan kemampuan
self care pada pasien DM tipe 2 di
Prolanis Puskesmas Cilacap Tengah 1
dengan pv 0.290 pada α 0.05
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 2, September 2016 42
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih
kepada UPT Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat STIKES Al Irsyad Al Islamiyyah
Cilacap atas terselenggaranya penelitian ini
dan diterbitkannya artikel terkait
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association (ADA).
(2013). Standards of medical care in
diabetes. Diabetes Care, 36, 11 – 66
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
(2013). Riset kesehatan dasar 2013.
Diunduh pada tanggal 7 Februari 2015
dari http://www.litbang.depkes.go.id.
Black, J.,M.& Hawks, J.H. (2005). Medical
surgical nursing (7th ed.). Saint Louis :
Elsevier Saunders
Centers for Disease Control and Prevention
(CDC). (2012). Diabetes report card
2012. Diunduh pada tanggal 20
Februari 2014 dari
http://www.cdc.gov/diabetes/pubs/pdf/
DiabetesReportCard.pdf
International Diabetes Federation (IDF).
(2014). Diabetes facts and figures.
Diunduh pada tanggal 19 Februari
2015 dari
http://www.idf.org/diabetesatlas
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(Perkeni). (2011). Konsensus
pengendalian dan pencegahan diabetes
mellitus tipe 2 di Indonesia 2011.
Soewondo, P., Soegondo, S., Suastika, K.,
Pranoto, A.,Soeatmadji, D. W., &
Tjokroprawiro, A. (2010). The
DiabCare Asia 2008 study – Outcomes
on kontrol and complications of type 2
diabetic patients in Indonesia. Med J
Indones., 19, 235 – 244
The Diabetes Control and Complication Trial
(DCCT) (2002). Effect of intensive
therapy on the microvasculer
complications of type 1 diabetes
melitus. JAMA, 287, 2563-2569
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. 7 No. 2 September 2019
ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 42 http://ejurnal.ars.ac.id/index.php/keperawatan
Dukungan Keluarga Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe II di Wilayah Binaan Puskesmas Babakan
Sari
Erna Irawan
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas BSI, stnaira@gmail.com
ABSTRAK
Jumlah penderita diabetes mellitus semakin meningkat. Penyakit diabetes merupakan
salah satu penyakit tertinggi di Kota Bandung. Puskesmas Babakan Sari merupakan salah
satu puskesmas yang sudah menggalakan Posbindu PTM yang di dalamnya terdapat
program tentang Diabetes mellitus. Diabetes terdiri dari DM tipe 1 dan DM tipe II. DM
tipe II adalah bentuk paling umum dari diabetes, yang merupakan kondisi kronis dan jika
tidak ditangani secara serius dapat menyebabkan komplikasi seperti penyakit ginjal,
amputasi dan kebutaan. Keluarga sangat berperan penting dalam pencegahan dan
membantu mengatasi masalah penyakit pasien. Tujuan penelitian ini untuk
mengidentifikasi gambaran dukungan keluarga pada pasien Diabetes Mellitus tipe II.
Desain penelitian ini adalah deskriptif, sampel penelitian berjumlah 40 orang keluarga
pasien DM tipe II dengan teknik purposive sampling. Hasil menunjukkan hampir
seluruhnya yaitu 33 orang (82,5%) memiliki dukungan keluarga yang mendukung.
Berdasarkan dimensi dukungan emosional, sebagian besar responden yaitu 26 orang
(65%) mendukung. Kemudian pada dimensi dukungan informasi sebagian besar
mendukung yaitu 27 orang (67,5%). Sedangkan pada dukungan penilaian, sebagian besar
mendukung yaitu 24 orang (60%)/ pada dukungan instrumentasl, hampir seluruhnya
mendukung yaitu 32 orang (80%). Simpulan penelitian ini adalah mayoritas keluarga
mendukung pasien DM tipe II. Saran bagi Puskesmas Babakan Sari adalah memberikan
intervensi salah satunya penkes agar dapat tetap mempertahankan dukungan keluarga
Kata Kunci: Dukungan Keluarga, Diabetes Mellitus tipe II, Puskesmas Babakan Sari
ABSTRACT
The number of people with diabetes mellitus is increasing. Diabetes is one of the highest
diseases in the city of Bandung. Babakan Sari Health Center is one of the health centers
that have promoted the Posbindu PTM program which is complemented by a program on
Diabetes mellitus. Diabetes consists of type 1 DM and type II DM. Type II DM is the most
common form of diabetes, which is a chronic disease and if not a problem of
complications such as kidney disease, amputation and blindness. The family is very
important in overcoming and helping to overcome the patient's problems. The purpose of
this study was to test a study in type II Diabetes Mellitus patients. The design of this study
was descriptive, evaluation sample of 40 families of type II DM patients with purposive
sampling technique. The results showed that almost all 33 people (82.5%) had supportive
family support. Based on the dimensions of emotional support, the majority of
respondents namely 26 people (65%) support. Then in the information support dimension
of 27 people (67.5%). Whereas in support, the majority supported 24 people (60%) / in
instrument support, almost fully supported 32 people (80%). The conclusion of this study
is to support the families of type II DM patients. The advice for Puskesmas Babakan Sari
is to provide assistance from one of the health providers in order to continue to support
the family
Keywords: Diabetes Mellitus type II, Family Support, Puskesmas Babakan Sari
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. 7 No. 2 September 2019
ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 43 http://ejurnal.ars.ac.id/index.php/keperawatan
Naskah diterima : Maret 2019 Naskah Revisi : Juli 2019 Naskah diterbitkan :
September 2019
PENDAHULUAN
Jumlah penderita diabetes mellitus
semakin meningkat. Menurut International
Diabetes Federation (IDF), terdapat 382
juta penderita diabetes pada tahun 2013
dan meningkat menjadi 1.5x pada tahun
2035 (InFoDATIN, 2013). Indonesia
merupakan peringkat ketujuh tertinggi
untuk prevalensi diabetes dan peringkat
kedua untuk mortalitas akibat diabetes di
dunia [2], (International Diabetes
Federation (IDF), 2015). Prevalensi
diabetes meningkat yaitu 5,7% (2007)
menjadi 6,9% (2013)(International
Diabetes Federation (IDF), 2015). Penyakit
diabetes merupakan salah satu penyakit
tertinggi di Kota Bandung (Sari, Haroen, &
Nursiswati, 2016). Puskesmas Babakan
Sari merupakan salah satu puskesmas yang
sudah menggalakan Posbindu PTM
didalamnya terdapat program tentang
Diabetes mellitus.
Diabetes mellitus (DM) yaitu penyakit
gangguan metabolik diakibatkan pankreas
tidak mampu memproduksi insulin yang
cukup (diabetes tipe I) atau tidak mampu
menggunakan insulin yang diproduksi
dengan efektif (diabetes tipe II)
(Kemenkes RI, 2014) . DM tipe II adalah
bentuk paling umum dari diabetes, yang
merupakan kondisi kronis dan jika tidak
ditangani secara serius dapat menyebabkan
komplikasi seperti penyakit ginjal,
amputasi dan kebutaan (Australian
Institute of Health and Welfare, 2012).
Keluarga sangat berperan penting dalam
pencegahan dan membantu mengatasi
masalah penyakit pasien. Salah satu model
intervensi keluarga bagi pasien yang sakit
adalah dukungan keluarga (Campbell,
2003). Dukungan keluarga memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
keberhasilan manajemen diabetes, adaptasi
terhadap penyakit, kualitas hidup, diet
gula, dan kepatuhan minum obat (Samuel-
Hodge et al., 2017)(Amelia, Elita, &
Nurchayati, 2014)(Grey et al., 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
dukungan keluarga diantaranya tahap
perkembangan, pengetahuan, emosi
spiritual, sosial ekonomi, budaya, usia,
jenis kelamin, pekerjaan, status
pernikahan, pendidikan kesehatan, tenaga
kesehatan dan anggota keluarga lain
dengan diabetes (Amelia, Elita, &
Nurchayati, 2014) (Grey et al., 2009)
(Tamara & Annis Nauli, 2014) (Philis-
Tsimikas A, Fortmann A & Walker C,
2011) .
Hasil wawancara awal dengan bagian
keperawatan komunitas Puskesmas
Babakan Sari, jumlah penderita DM tipe
II tinggi, keterlibatan keluarga untuk
pasien DM tipe II terlihat ketika
mengantar ke posbindu.
Tujuan penelitian ini adalah
Mengidentifikasi gambaran dukungan
keluarga pasien DM tipe II di wilayah
binaan Puskesmas Babakan Sari
KAJIAN LITERATUR
Diabetes mellitus (DM) merupakan
penyakit pada metabolik ditandai dengan
jumlah gula dalam darah yang tinggi
(International Diabetes Federation (IDF),
2015). DM memiliki angka mortalitas
yang lebih tinggi dibandingkan HIV/AIDs,
TB, dan malaria di Africa pada tahun 2030
(E, Idehen, & Ilevbare, 2016). Menurut
(Kemenkes RI, 2014) diabetes mellitus
(DM) yaitu penyakit menahun yang
merupakan gangguan metabolik
diakibatkan pankreas tidak mampu
memproduksi insulin yang cukup (diabetes
tipe I) atau tidak mampu menggunakan
insulin yang diproduksi dengan efektif
(diabetes tipe II). Insulin sendiri
merupakan hormon yang berfungsi
menjaga keseimbangan kadar gula darah.
Jika jumlah insulin kurang bias
menyebabkan konsentrasu glukosa dalam
darah berlebih (hiperglikemia). Penelitian
ini membahas mengenai Diabetes tipe II
yaitu bermasalah dengan ketidakmampuan
tubuh menggunakan insulin dengan efektif.
Menurut Kemenkes RI (2014) gejala pada
pasien diabetes adalah sering haus, sering
lapar, sering buang air kecil dengan jumlah
banyak dan penurunan berat badan.
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. 7 No. 2 September 2019
ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 44 http://ejurnal.ars.ac.id/index.php/keperawatan
Faktor-faktor penyebab DM tipe II
diantaranya usia, sosial ekonomi, akses
pelayanan kesehatan, dukungan keluarga,
dukungan sesama penderita (Werfalli et
al., 2015). Sedangkan menurut
Widhiantara (2018) faktor yang
mempengaruhi DM tipe II adalah BMI,
usia, distribusi lemak tubuh, dukungan
keluarga dan kegitan fisik. Perubahn gaya
hidup dan manajemen diabetes adalah hal
yang sulit diimplementasikan sehingga
sangat diperlukan dukungan dari anak,
keluarga, teman untuk diperoleh kondisi
yang lebih baik.
Menurut Kemenkes RI (2014)
Peningkatan kadar gula darah yang terjadi
terus menerus dapat menyebabkan masalah
pada berbagai organ tubuh terutama
pembuluh darah dan syaraf. Beberapa
masalah yang terjadi diantaranya:
1. Retinopati diabetikum, yang
termasuk salah satu penyebab
utama kebutaan karena kerusakan
pembuluh darah kecil diretina
2. Meningkatnya resiko penyakit
stroke dan jantung
3. Neuropati di kaki yang dapat
menyebabkan infeksi, ulkus kaki,
dan bahkan keharusan amputasi
kaki
4. Gagal ginjal karena peningkatan
beban kerja ginjal diakibatkan
jumlah gula darah yang masuk
keginjal menjadi lebih tinggi
5. Resiko kematian yaitu dua kali
lipat dibandingkan bukan
penderita diabetes
Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (2010) dukungan
keluarga merupakan suatu sikap, tindakan,
dan penerimaan suatu keluarga terhadap
anggota keluarganya yang mana anggota
keluarga dilihat sebagai satu kesatuan dan
saling mendukung dengan cara memeri
pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
Dukungan keluarga merupakan salah satu
terapi modalitas yang berpengaruh
terhadap kesehatatan penderita penyakit
kronis salah satunya penyakit diabetes
(Shields, Finley, Chawla, & Meadors,
2012). Dukungan keluarga meliputi
dukungan yang diberikan dari orangtua,
anak, dan saudara (Irawan, Hayati, &
Purwaningsih, 2017).
Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi dukungan keluarga dalam
diet DM tipe II yaitu tingkat pengetahuan,
praktik keluarga, dan sosial ekonomi
(Amelia et al., 2014). Kemudian menurut
Tamara & Annis Nauli (2014) dukungan
keluarga dipengaruhi faktor internal yaitu
tahap perkembangan, tingkat pengetahuan,
emosi dan spiritual sedangkan faktor
eksternal seperti praktik keluarga, sosial
ekonomi, dan latar belakang budaya.
Faktor yang mempengaruhi dukungan
keluarga adalah usia, jenis kelamin,
budaya, pekerjaan, status pernikahan, cara
mendapatkan pertolongan kesehatan,
anggota keluarga lain dengan diabetes, dan
pendidikan kesehatan (Kamimura et al.,
2014).
Instrumen penelitian dukungan
keluarga pada penderita DM tipe II
menggunakana teknik wawancara
berdasarkan kuesioner dari (Prawirasatra
Wahyu Adhitya, Firdaus W, Arwinda N,
Suharto, 2016), berisi 29 kuesioner
mengenai dukungan emosional,
informasional, instrumental, dan dukungan
penghargaan. Semakin tinggi jumlah skor
maka dukungan keluarga semakin baik.
Menurut Friedman (2013) dukungan
emosional merupakan dukungan dalam
pemberian perasaan nyaman, perasaan
dicintai dalam bentuk semangat, dan rasa
empati. Rasa empati adalah kemampuan
untuk merasakan keadaan emosional orang
lain, merasa simpatik, dan mencoba
membatu menyelesaikan masalah.
Dukungan informasional merupakan
dukungan dimana keluarga berfungsi
sebagai kolektor dan diseminator yaitu
mengenai informasi yang dibutuhkan
keluarga yang sakit.
Menurut Friedman (2010) dukungan
penilaian keluarga merupakan bentuk
fungsi afektif yang berasal dari keluarga
terhadap keluarga yang sakit. Sedangkan
dukungan instrumental meliputi fungsi
ekonomi dan fungsi perawatan kesehatan
kepada anggota keluarga yang sakit.
Fungsi ekonomi dan fungsi perawatan
yang baik akan mempertahankan keadaan
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. 7 No. 2 September 2019
ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 45 http://ejurnal.ars.ac.id/index.php/keperawatan
kesehatan anggota keluarga. Bentuk ini
mencakup ketersediaannya obat-obatan
dan peralatan yang memadai untuk
perawatan kesehatan bagi anggota keluarga
yang sakit (Friedman, 2010).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kuantitatif dengan tujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai
dukungan keluarga pada pasien Diabetes
Mellitus Tipe II. Populasi dalam penelitian
ini adalah keluarga pasien diabetes
mellitus tipe II. Bagian dari populasi yang
akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi
disebut dengan sampel (Nursalam, 2013).
Penelitian ini menggunakan purposive
sampling. Responden dipilih berdasarkan
pertimbangan atau kriteria yang telahe
ditentukan oleh peneliti. Kriteria tersebut
termasuk kedalam kriteria inklusi dan
ekslusi
1. Kriteria inklusi adalah karakteristik
umum subyek penelitian dari populasi
terjangkau dan target yang akan
diteliti (Nursalam, 2013), yaitu
a. Keluarga yang salah satu anggotanya
menderita DM tipe II
b. Anggota keluarga yang tinggal
bersama dengan pasien DM tipe II
c. Anggota keluarga yang bersedia
menjadi responden
2. Kriteria Eksklusi adalah
a. Anggota keluarga yang sama-sama
menderita DM tipe II
Penelitian ini menjadikan keluarga pasien
sebagai responden penelitian maka
peneliti harus menerapkan prinsip etik
dalam melakukan penelitian,
menggunakan prinsip etik Penelitian
menurut (Odgers-Jewell, Isenring,
Thomas, & Reidlinger, 2017) meliputi:
1. Informed consent, pada tahap awal,
peneliti memberikan informasi kepada
keluarga pasien yang akan dijadikan
responden penelitian. Keadaan
dimana keluarga pasien DM tipe II
mau menandatangani lembar
persetuajuan responden untuk
mengikuti penelitian yang akan
dilakuukan disebut Inform consent.
2. Prinsip beneficience, penelitian ini
mempunyai manfaat dalam membantu
meningkatkan dukungan keluarga
dalam merawat pasien DM tipe II
dengan cara pembetukan peer group
education ointervention.
3. Privacy, peneliti harus menjaga dan
menghormati privaci responden. Pada
pelaksanaan intervensi hanya
kelompok intervensi saja yang
dilibatkan sehingga pihak lain tidak
ada yang mengetahui masalah
responden.
4. Anonymity and Confidentiality,
peneliti hanya menuliskan kode K1,
K2 dan seterusnya pada lembar
observasi. Semua data digunakan
hanya untuk kepentingan akademik
dan penelitian.
Analisi data bivariat menggunakan
tabel distribusi frekuensi dengan
prosentase. Intrsumen dukungan keluarga
berisi 29 pertanyaan dengan skala likert
terdiri dari dukungan emosional,
informasional, instrumental, dan dukungan
penghargaan.
PEMBAHASAN
Karakteristik usia merupakan variabel
numerik sehingga dianalisis menggunakan
mean, median, standard deviasi, nilai
minimal-maksimal, dan 95% confidence
interval. Karakteristik jenis kelamin dan
pendidikan dalam variabel katagorik
dianalisis dengan distribusi frekuensi.
Tabel 1
Hasil Analisis Karakteristik Keluarga
dengan DM tipe II Berdasarkan Usia, n=40
Variabel Mean Median SD Min-
Maks
95%
CI
Usia 48,3 49 4,58 38-
55
46,3-
50,6
Hasil analisis didapatkan rata-rata usia
responden adalah 48,3 tahun, (95% CI
46,3-50,6) median 49 tahun dengan
standard deviasi 4,58 tahun. Usia terendah
38 tahun dan usia tertinggi 55 tahun. Dari
hasil estimasi interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata
responden berada diantara 46,3 sampai
dengan 50,6 tahun.
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. 7 No. 2 September 2019
ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 46 http://ejurnal.ars.ac.id/index.php/keperawatan
Tabel 2
Distribusi Keluarga dengan DM tipe II
Berdasarkan karakteristik Pada Kelompok
Intervensi dan Kelompok Kontrol, n=40
Karakteristik Kelompok
Intervensi
N %
Jenis Kelamin
a. Laki-Laki 7 17,5
b. Perempuan 33 82,5
Pendidikan
a. Tidak Sekolah 0 0
b. SD 15 37,5
C. SMP 9 22,5
D. SMA 16 40
E. PT 0 0
Pendapatan
a. >UMR
b. <UMR
30
10
75
25
Total 40 100
Berdasarkan jenis kelamin hampir
seluruhnya responden 33 orang (82,5%)
berjenis kelamin perempuan. Sedangkan
berdasarkan pendidikan, hampir sebagian
yaitu 16 orang (40%) merupakan lulusan
SMA.
4.3. Hasil Kriteria dukungan keluarga
n=40
Kriteria Dukungan Keluarga
Tidak mendukung Mendukung Total
F % F %
7 17,5 33 82,5 40
(100%)
Berdasarkan kategori dukungan
keluarga, hampir seluruhnya yaitu 33
orang (82,5%) memiliki dukungan
keluarga yang mendukung.
4.4. Dimensi Dukungan Keluarga
Dimensi
Dukungan
Keluarga
Kriteria Dukungan
Keluarga
Total
Tidak
mendukung
Mendukung
F % F %
Dukungan
Emosional
14 35 26 65 40
(100%)
Dukungan
Informasi
13 32,5 27 67,5 40
(100%)
Dukungan 16 40 24 60 40
penilaian (100%)
Dukungan
instrument
al
8 20 32 80 40
(100%)
Berdasarkan dimensi dukungan
emosional, sebagian besar responden yaitu
26 orang (65%) mendukung. Kemudian
pada dimensi dukungan informasi sebagian
besar mendukung yaitu 27 orang (67,5%).
Sedangkan pada dukungan penilaian,
sebagian besar mendukung yaitu 24 orang
(60%)/ pada dukungan instrumentasl,
hampir seluruhnya mendukung yaitu 32
orang (80%).
Hasil menunjukkan hampir seluruhnya
yaitu 33 orang (82,5%) memiliki dukungan
keluarga yang mendukung pada pasien
DM tipe II.
Dukungan keluarga memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap keberhasilan
manajemen diabetes, adaptasi terhadap
penyakit, kualitas hidup, diet gula, dan
kepatuhan minum obat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi
dukungan keluarga adalah faktor ekonomi.
Sebagian besar responden(75%) memiliki
penghasilan diatas UMR yang mana
menurut Punawarman (2008) semakin
tinggi penghasilan seseorang maka akan
semakin cepat menanggapi penyakit yang
diderita. Dalam hal ini adalah penyakit
yang DM tipe II yang dirasakan anggota
keluarganya.
Selain itu hampir sebagian responden
memiliki pendidikan SMA (40%).
Kemampuan kognitif yang didapatkan dari
tingkat pendidikan membentuk cara
berfikir positif dalam menghadapi masalah
kesehatan yang dialam (Purnawarman,
2008).
Hampir seluruhnya responden (82%)
berjenis kelamin perempuan sehingga lebih
cenderung mencari informasi dan memiliki
simpati terhadap keluarganya yang lain
[11].
Asumsi peneliti, dukungan keluarga
hampir seluruhnya baik karena mayoritas
memiliki penghasilan diatas UMR, jenis
kelamin perempuan, dan berpendidikan
SMA.
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. 7 No. 2 September 2019
ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 47 http://ejurnal.ars.ac.id/index.php/keperawatan
Pada dimensi dukungan keluarga yang
memiliki nilai tertinggi adalah dukungan
instrumental yang mana hampir seluruhnya
(80%) adalah mendukung. Dukungan
instrumental meliputi fungsi ekonomi dan
perawatan terhadap keluarga yang sakit
(Friedman, 2010).
Dapat terlihat dari mayoritas responden
memiliki penghasilan diatas UMR
sehingga dukungan ekonomi lebih positif
PENUTUP
Simpulan penelitian ini adalah
mayoritas keluarga mendukung pasien DM
tipe II. Saran bagi Puskesmas Babakan
Sari adalah memberikan intervensi salah
satunya penkes agar dapat tetap
mempertahankan dukungan keluarga
REFERENSI
A, C. S., A, D. A. M., & A, S. M. (2014).
Client perceptions of group education
in the management of type 2 diabetes
mellitus in South Australia, 360–367.
Amelia, M., Elita, V., & Nurchayati, S.
(2014). Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi keluarga untuk
memberikan dukungan kepada klien
diabetes mellitus Dalam menjalani
diet. Jurnal Online Mahasiswa
(JOM) Bidang Ilmu Keperawatan,
(Vol 1, No 2 (2014)), 1–10. Retrieved
from
http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMP
SIK/article/view/3459
Australian Institute of Health and Welfare.
(2012). Australia’s Health. Canberra:
AIHW.
Campbell, T. L. (2003). The effectiveness
of family interventions for physical
disorders (Reprinted from Effective
Research in Marriage and Family
Therapy, pg 311-337, 2002). Journal
of Marital and Family Therapy,
29(2), 263–281.
https://doi.org/10.1111/j.1752-
0606.2003.tb01204.x
DW, J. (2003). Social interdependence:
interrelationships among theory,
research, and practice. Am Psycho
(Vol. 58).
E. I. O., Idehen E. E, and Ilevbare F. M.
(2016) “Influence of Psycho-social
factors on the Quality of life of
Diabetic Patients at Obafemi
Awolowo University Teaching
Hosmuepital,” vol. 24, no. 1, pp. 66–
75.
Friedman, M. M. (2010). Buku Ajar
Keperawatan Keluarga: Riset, Teori
dan Praktek. Jakarta: EGC.
Friedman, M. Marilyn. (2013). Buku
Ajar KeperawatanKeluarga:
Riset, TeoridanPraktik. Edisi 5.
Jakarta. EGC
Grey et al. (2009). Effect of coping skill
training in school-age children with
type 1 diabetes. Research in Nursing
& Health, 32, 405–408.
InFoDATIN. (2013). Situasi dan Analisis
DIABETES. Jakarta. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/resources/do
wnload/pusdatin/infodatin/infodatin-
diabetes.pdf
International Diabetes Federation (IDF).
(2015). Idf diabetes atlas sixth
edition.
Irawan E., “the effect of peer group
education intervention] on
knowledge of reproductive health
among adolescents in desa
kertajaya,” in The 5th Padjadjaran
International Nursing Conference,
2016, p. 61.
Irawan, E., Hayati, S., & Purwaningsih, D.
(2017). Hubungan Dukungan
Keluarga Dengan Kualitas Hidup
Penderita Kanker Payudara, V(2),
121–129.
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. 7 No. 2 September 2019
ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 48 http://ejurnal.ars.ac.id/index.php/keperawatan
C. W. M. Sari, H. Haroen, and N.
Nursiswati. (2016) “Pengaruh Program
Edukasi Perawatan Kaki Berbasis
Keluarga Terhadap Perilaku Perawatan
Kaki pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
2,” J. Keperawatan Padjajaran, vol. 4, no.
3, pp. 305–314.
Kamimura, A., Christensen, N.,
Greenwood, J. L. J., & Reel, J. J.
(2014). Health and Diabetes Self-
efficacy : A Study of Diabetic and
Non-diabetic Free Clinic Patients and
Family Members, 783–791.
https://doi.org/10.1007/s10900-014-
9831-0
Kemenkes RI. (2014). Situasi dan Analisis
Diabetes. Pusat Data Dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.
https://doi.org/24427659
Nursalam (2017). Konsep Penerapan
Metode Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba, 2013
Odgers-Jewell, K., Isenring, E. A.,
Thomas, R., & Reidlinger, D. P.
(2017). Group participants’
experiences of a patient-directed
group-based education program for
the management of type 2 diabetes
mellitus. PLoS ONE, 12(5), 1–17.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.
0177688
Or, K. Y., Yip, B. H.-K., Lau, C. H., Chen,
H. H., Chan, Y. W., & Lee, K. P.
(2017). Peer Education Group
Intervention to Reduce Psychological
Insulin Resistance: A Pilot Mixed-
Method Study in a Chinese
Population. Diabetes Therapy, 9(1),
113–124.
https://doi.org/10.1007/s13300-017-
0347-3
Philis-Tsimikas A, Fortmann A, L.-O. L.,
& Walker C, G. L. (2011). Peer-led
diabetes education programs in high-
risk Mexican Americans improve
glycemic control compared with
standard approaches: a Project Dulce
promotora randomized trial. Diabetes
Care, 34(9), 1926–1931.
Purnawarman, I. (2008). Dukungan
Keluarga.
http://wawan2507.wordpress.co
m/author/wawan2507/
Keluarga.Prawirasatra Wahyu Adhitya,
Firdaus W, Arwinda N, Suharto, B.
S. (2016). HUBUNGAN
DUKUNGAN KELUARGA
TERHADAP KEPATUHAN PASIEN
DALAM MENJALANKAN 4 PILAR
PENGELOLAAN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS
ROWOSARI. Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Retrieved from
http://eprints.undip.ac.id/56273/1/Wa
hyu_Adhitya_Prawirasatra_2201011
3120025_Lap.KTI_Bab0.pdf
Rickheim PL, Weaver TW, Flader JL, K.
D. (2002). Assessment of group
versus individual diabetes education:
a randomized study. Diabetes Care,
25(2), 269–274.
Samuel-Hodge, C. D., Holder-Cooper, J.
C., Gizlice, Z., Davis, G., Steele, S.
P., Keyserling, T. C., … Svetkey, L.
P. (2017). Family PArtners in
Lifestyle Support (PALS): Family-
based weight loss for African
American adults with type 2 diabetes.
Obesity, 25(1), 45–55.
https://doi.org/10.1002/oby.21700
Shields, C. G., Finley, M. A., Chawla, N.,
& Meadors, W. P. (2012). Couple
and family interventions in health
problems. Journal of Marital and
Family Therapy, 38(1), 265–280.
https://doi.org/doi: 10.1111/j.1752-
0606.2011.00269.x.
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. 7 No. 2 September 2019
ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 49 http://ejurnal.ars.ac.id/index.php/keperawatan
Tamara, E., & Annis Nauli, F. (2014).
Hubungan Antara Dukungan
Keluarga Dan Kualitas Hidup Pasien
Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Rsud
Arifin Achmad Provinsi Riau. Jom
Psik, 1(2), 1–7. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/public
ations/188308-ID-hubungan-antara-
dukungan-keluarga-dan-ku.pdf
Werfalli, M., Raubenheimer, P., Engel, M.,
wPeer, N., Kalula, S., Kengne, A. P.,
& Levitt, N. S. (2015). Effectiveness
of community-based peer-led
diabetes self-management
programmes (COMP-DSMP) for
improving clinical outcomes and
quality of life of adults with diabetes
in primary care settings in low and
middle-income countries (LMIC): A
systematic review a. BMJ Open, 5(7),
1–5.
https://doi.org/10.1136/bmjopen-
2015-007635
Widhiantara, I. (2018). Diabetes Fakta dan
Angka. Jurnal Kesehatan.
Erna Irawan merupakan dosen fakultas
keperawatan universitas BSI,
menempuh pendidikan S1 dan Ners
dari Universitas BSI dan Magister
Keperawatan Komunitas dari
Universitas Padjadjaran
JOURNAL OF ISLAMIC
NURSING
Volume 5 Nomor 1, Juli 2020 32
DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP SELF CARE PADA LANSIA DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE 2
Hera Heriyanti 1), Sigit Mulyono 2), Lily Herlina 3)
1.Mahasiwa Program Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan Muhammadiyah Jakarta 2.Dosen Program Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan Muhammadiyah Jakarta
email : heraheriyanti@gmail.com
ABSTRACT
Elderly is a population of risk that has limitations caused by the deterioration of various systems.
Elderly accompanied by chronic DM disease and lack of support system results in elderly with DM
entering the vulnerable group. Therefore, the elderly with DM need help to support their quality and
satisfaction of life. The support is very much needed especially from the family, because the family is
an element that is very closely related to the elderly. For this reason, it is expected that the family
can support in the form of attention, can receive, give love so that the elderly are able to do self-
care. Objective: this study aims to determine the relationship of family support for self-care in the
elderly with type 2 diabetes. Method: quantitative research with descriptive observational research
design with cross sectional approach. The population in this study were all elderly with DM type 2
in the work area of PuskesmasWara Selatan of Palopo City as many as 153 people. The sampling
technique used is nonprobability sampling with a sample of 121 people. Data collection uses
questionnaire respondent characteristics, family support, and self-care. Results: From the analysis
it was found that the variable most related to self-care was emotional support with the value Exp (B)
= 10.875. Conclusion: It is hoped that health workers in the health center of South Wara will
further promote health promotion regarding the importance of family support to improve self-care
and health status of the elderly with DM.
Keywords: DM type 2, Family Support, Self-Care
1.PENDAHULUAN
Lansia (lanjut usia) merupakan tahap
akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia yang merupakan suatu proses alami
yang tidak dapat dihindari, berjalan terus
menerus dan berkesinambungan. Selanjutnya
akan menyebabkan perubahan anatomis,
fisiologis dan biokimia pada tubuh sehingga
akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan
tubuh keseluruhan. Lansia merupakan
kelompok umur dimana terjadi penurunan
kondisi fisik, biologis dan kondisi sosial
(Sunaryo et al., 2016). Lansia merupakan
populasi resiko yang memiliki keterbatsan
yang diakibatkan oleh kemunduran berbagai
sistem. Lansia yang disertai dengan penyakit
kronik salah satunya DM masuk pada
kelompok rentan(Allender, Rector & Warmer,
2014).
Diabetes Melitus adalah
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang mengarah ke hiperglikemia (kadar
glukosa darah tinggi) yang merupakan
penyakit kronis progresif. (Black & Hawks,
2014).Menurut data WHO jumlah kasus
penyakit diabetes mellitus pada tahun 2015
yaitu sebesar 415 juta jiwa. Pada tahun 2040
diperkirakan jumlahnya akanmenjadi 642 juta
(Atlas, 2015). Hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas), pada tahun tahun 2013
melaporkan bahwa terdapat 6,9 % penderita
DM sedangkan pada tahun 2018 sebesar 8,5
%. Dari data tersebut terjadi peningkatan
prevalensi DM 1,6 % (Riskesdas 2018).
Peningkatan jumlah DM paling besar di
Indonesia berada di Provinsi Sulawesi Selatan
yaitu sebesar 2,6 %. Kasus diabetes berkisar
antara 1,0 % sampai 6,1% yang tersebar di 25
kabupatenkota. Kasus DM paling banyak
ditemukan di kabupaten/kota Tanah Toraja
(6,1%), Makassar (5,3%), dan Luwu (5,2%).
JOURNAL OF ISLAMIC
NURSING
Volume 5 Nomor 1, Juli 2020 33
Diabetes di Sulawesi Selatan paling banyak
ditemukan pada usia 55-74 (13,4%), penyakit
ini sudah ditemukan pada usia 15-24 (2%).
Dari segi jenis kelamin paling banyak pada
perempuan (3,6%), dan terbanyak ditemukan
di daerah perkotaan (2,4%). (Riskesdas,
2013).
Menurut Perkeni (Perhimpunan
Endokrinologi Indonesia) ada lima pilar
penanganan DM, dengan tujuannya adalah
mengontrol kadar gula darah sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian
akibat komplikasi serta meningkatkan kualitas
hidup pasien DM meliputi : edukasi, diet
nutrisi, aktivitas fisik (olahraga), obat-obatan,
dan monitor kadar gula darah (PERKENI).
Maka dari itu untuk mencapai lima pilar
tersebut individu sebaiknya mampu untuk
melakukan self-care.
Self care merupakan kebutuhan manusia
terhadap kondisi dan perawatan diri sendiri
yang dengan menjalankan perencanaan dan
pelaksanaan prinsip perawatan dengan baik.
Upaya tersebut dilakukan secara terus
menerus untuk mempertahankan kehidupan
serta penyembuhan dari penyakit untuk
mengatasi komplikasi yang akan timbul. Oleh
karena itu keluarga dapat terlibat dalam
proses ini dalam memberikan informasi
terhadap klien dalam membantu mereka
untuk melakukan self care yang efektif
(BORJI et al, 2017).
Dalam konteks ini, keluarga memiliki peranan
penting dalam pengobatan dan perawatan
pasien dengan DM tipe 2, terutama mereka
yang secara luas terlibat dalam kehidupan
sehari-hari pasien. Keluarga yang baik dapat
mendukung kepatuhan terhadap pengobatan
melalui perubahan gaya hidup, perubahan
tersebut tidak hanya mempengaruhi pasien
diabetes itu sendiri tetapi juga keluarganya.
Hal ini terjadi karena perubahan dalam
kebiasaan makan, aktifitas fisik, frekuensi
kunjungan ke pelayanan kesehatan, serta
perawatan kaki (Santos AL & Marcon SS,
2014).
Dukungan keluarga merupakan sikap,
tindakan penerimaan keluarga terhadap
anggota keluarganya, berupa dukungan
emosional, dukungan informasi, dukungan
penghargaan serta dukungan instrumental.
Keluarga merupakan salah satu support
system dalam pemberian pelayanan
keperawatan dirumah dan penatalaksanaan
klien diabetes melitus (Friedman, 2010).
Hal ini didukung oleh penelitian Arief Yanto
dan Dewi Setyawati (2017) penelitian
menunjukkan bahwa dukungan keluarga
pasien dengan diabetes tipe 2 memiliki nilai
rata-rata 61,52 dengan kategori dukungan
keluarga tinggi sebanyak 70 responden
(72,9%) dan tingkat rendah sebanyak 26
responden (27,1 %). Dengan dukungan
keluarga yang baik akan mendukung
pelaksanaan program terapi sehingga akan
menurunkan kadar gula darah (Arief Yanto,
2017).
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang
sejauh mana dukungan keluarga terhadap self-
care pada lansia dengan DM tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Wara Selatan Kota
Palopo.
2. METODE
Penelitian ini menggunakan desain penelitian
deskriptif observasional dengan
menggunakan metode pendekatan cross
sectional. Jumlah sampel pada penelitian ini
adalah 121 responden. Teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini adalah teknik
nonprobability sampling dan dipilih dengan
menggunakan purposive sampling. Alat
pengumpul data pada penelitian ini adalah
berupa kuesioner tentang dukungan keluarga
dan aktifitas perawatan mandiri yang sudah di
uji validitas.
Untuk prosedur teknis Peneliti mengikuti
jadwal prolanis serta kunjungan rumah untuk
proses penyebaran kuesioner nantinya.
Dimana kegiatan tersebut dilaksanakan 1-2
kali dalam seminggu setiap posyandu di
wilayah kerja puskesmas wara selatan
terdapat 4 posyandu lansia. Kegiatan
kunjungan rumah dilakukan apabila kegiatan
diposyandu lansia telah selesai, dalam hal ini
kegiatan tersebut dilaksanakan apabila lansia
tidak dapat berkunjung langsung ke posyandu
lansia.
JOURNAL OF ISLAMIC
NURSING
Volume 5 Nomor 1, Juli 2020 34
3. HASIL
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik DM Tipe 2
Karakteristik f %
Umur
Usia Pertengahan
(45-59 tahun) 75 62,0
Lanjut Usia
(60-74 tahun) 46 38,0
Jenis Kelamin
Laki-laki 49 40,5
Perempuan 72 59,5
Pendidikan
Rendah 49 40,5
Tinggi 72 59,5
Pendapatan
Rendah 85 70,2
Tinggi 36 29,8
Lama Menderita
1-4 tahun 68 56,2
> 4 tahunm 53 43,8
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa
responden sebagian besar memiliki umur
dengan usia pertengahan (45-59 tahun) yaitu
75 responden (62,0%). Responden dengan
Jenis kelamin perempuan sebanyak 72
responden (59,5%),sebagan besar responden
dengan pendidikan tinggi 72 responden
(59,5%). Responden dengan pendapatan
dalam kategori rendah sebanyak 85 responden
(70,2%). Responden dengan lama menderita
1-4 tahun sebanyak 68 responden (56,2%).
Tabel 2 Hubungan dukungan emosional, penghargaan, informasi, instrumental terhadap self-
care
Variabel
Self Care
p value
Kurang Baik Total Ods Ratio
F % F % F %
Dukungan Emosional
Kurang
Baik
46
17
86,8
25,0
7
51
13,2
75,0
53
68
100
100
0,001
19,714
Dukungan Penghargaan
Kurang
Baik
47
16
74,6
27,6
16
42
25,4
72,4
63
58
100
100
0,001
7,711
Dukungan Informasi
Kurang
Baik
48
15
76,2
25,9
15
43
23,8
74,1
63
58
100
100
0,001
9,173
Dukungan Instrumental
Kurang
Baik
47
16
78,3
26,2
13
45
21,7
73,8
60
61
100
100
0,001
10,168
JOURNAL OF ISLAMIC
NURSING
Volume 5 Nomor 1, Juli 2020 35
Hasil uji bivariat menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara dukungan
emosional,dukungan instrumental, dukungan
penghargaan, dukungan informasi terhadap
self-care pada lansia dengan DM tipe 2 dengan
hasil uji chi squarediperoleh p value = 0,001
(p < 0,05).
Tabel 3 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda variabel dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan emosional, dukungan informasi terhadap self-care
Berdasarkan tabel 3 hasil analisis
regresi logistik ganda, pada penelitian ini
menggunakan 4 langkah untuk sampai pada
hasil akhir. Pada step ke 4 variabel dukungan
informasi dimasukkan kembali kedalam
permodelan karena perubahan OR dari
variabel dukungan instrumental dan dukungan
emosional lebih dari 10% yaitu 27 %,
sehingga dari step tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa semakin besar nilai Exp
(B) atau OR maka variabel tersebut semakin
kuat hubungannya dengan variabel
independen. Sehingga dukungan emosional
memiliki nilai Exp(B) lebih tinggi yaitu
10,875 maka dapat disimpulkan bahwa
dukungan emosional memiliki hubungan yang
kuat terhadap self-care pada lansia dengan
DM, dari model diatas dapat dijelaskan
bahwa lansia yang mendapatkan dukungan
emosional yang baik mempunyai peluang
10,875 kali dapat melakukan self care dengan
baik.
4. PEMBAHASAN
a. Hubungan Dukungan Emosional
terhadap self-care
Hasil uji statistik pada hubungan
antara dukungan emosional dengan self-care
menunjukkan terdapat hubungan yang erat
dan postif(p value: 0,001) antara dukungan
emosional dengan self-care. Dukungan
emosional berupa ekspresi empati, perhatian,
pemberian
semangat, kehangatan pribadi, cinta atau
bantuan emosional. Dengan semua tingkah
laku yang mendorong perasaan nyaman dan
mengarahkan individu untuk percaya bahwa
ia dipuji, dihormati, dicintai dan bahwa orang
lain bersedia memberikan perhatian
(Sarafino,2011).
b. Hubungan Dukungan Informasi
terhadap self-care
Hasil uji statistik pada hubungan
antara dukungan informasi dengan self-care
menunjukkan terdapat hubungan yang erat
dan postif (p value: 0,001) antara dukungan
emosional dengan self-care.Dukungan
informasi keluarga merupakan suatu
dukungan atau bantuan yang diberikan
keluarga dalam bentuk memberikan saran
atau masukan, nasehat atau arahan dan
memberikan informasi-informasi penting
yang dibutuhkan lansia dengan DM dalam
upaya meningkatkan status kesehatannya
(Bomar, 2004).
c. Hubungan Dukungan Penghargaan
terhadap self-care
Hasil uji statistik pada hubungan
antara dukungan penghargaan dengan self-
care menunjukkan terdapat hubungan yang
erat dan postif (p value: 0,001) antara
dukungan emosional dengan self-
care.Keluarga memberikan dukungan
penghargaan lewat ungkapan hormat
(penghargaan) positif untuk lansia dengan
Dukungan
Keluarga
B SE P Value Exp.(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Dukungan
Instrumental
1,548 0,524 0,003 4,702 1,685 13,121
Dukungan
emosional
2,386 0,545 0,001 10,875 3,737 31,646
Dukungan
informasi
1,237 0,523 0,018 3,445 1,236 9,601
JOURNAL OF ISLAMIC
NURSING
Volume 5 Nomor 1, Juli 2020 36
DM, dorongan maju atau persetujuan dengan
gagasan atau perasaan individu dan
perbadingan positif lansia dengan orang lain,
seperti misalnya orang-orang yang kurang
mampu atau lebih buruk keadaannya dari
dirinya sendiri (menambah penghargaan diri).
c. Hubungan Dukungan Instrumental
terhadap self care
Hasil uji statistik pada hubungan
antara dukungan instrumental dengan self-
care menunjukkan terdapat hubungan yang
erat dan postif(p value: 0,001) antara
dukungan emosional dengan self-
care.Dukungan instrumental merupakan
dukungan yang diberikan oleh keluarga
secara langsung yang meliputi bantuan
material seperti memberikan tempat tinggal,
meminjamkan uang dan bantuan dalam
mengerjakan tugas rumah sehari-hari
(Sarafino,2011).
d. Hubungan yang paling kuat terhadap
self-care
Berdasarkan hasil analisis multivariat
dengan regresi logistik ganda maka variabel
yang paling dominan dan erat kaitannya
dengan Self-Care adalah Dukungan
emosional. Berdasarkan nilai korelasi yang
paling kuat hubungannya dengan self-care
klien DM tipe 2 adalah Dukungan Emosional
Keluarga (Coefficients Beta (Exp (B)) =
10,875). Dukungan emosional yang diberikan
keluarga kepada lansia dengan DM akan
mendorong lansia tersebut untuk dapat
menjalani perawatan secara teratur, hal ini
dikarenakan dukungan yang diberikan
tersebut dijadikan sebagai energi penggerak
bagi penderita dalam menjalankan suatu
program terapi dan dapat melakukan self-care
dengan baik.
Pasien yang sedang berada pada masa
penyembuhan akan lebih cepat sembuh
apabila memiliki keluarga yang bersedia
menolong (Baron & Bryne 1994). Dukungan
emosional keluarga yang ditunjukkan melalui
ungkapan rasa simpati, pemberian perhatian,
kasih sayng, penghargaan serta kebersamaan
akan membuat lansia dengan DM merasa
tenang dalam menghadapi berbagai keadaan
tidak menyenangkan.
Hal ini sejalan dengan
penelitianliliyanti M, dkk (2017) dengan
menggunakan analisis pearson chi-
squaremenunjukkan terdapat hubungan antara
dukungan emosional keluarga dengan
penerimaan diri pada lansia dengan nilai p
value = 0,001.House 1994 dalam
(setiadi,2008) juga menjelaskan bahwa lansia
merasa dirinya tidak menanggung beban
sendiri tetapi ada orang lain yang yang
memperhatikan, mendengar, dan membantu
memecahkan masalah yang terjadi.
5. KESIMPULAN
Distribusi karakteristik klien DM tipe 2 di
Puskesmas Wara Selatan Kota Palopo adalah
rerata usia pertengahan (45-59 tahun),
didominasi jenis kelamin perempuan, dengan
pendapatan klien sebagian besar adalah
rendah, dan rata-rata lama menderita DM
adalah 4-5 tahun. Ada hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga terhadap
self-care lansia dengan DM.
6. REFERENSI
Alligood, M.R & Tomey, A.M. (2006).
Nursing theory : uilizaion & application. 3
ed. Missouri : Mosby.
American Diabetes Association. (2017).
Standards of Medical Care in Diabetes. Vol
40. USA : ADA. Diakses pada tanggal 25
Desember 2018.
Black, M. J & Hawks, H. J. (2009). Medical
surgical nursing : clinical management for
continuity of care, 8th ed. Philadephia : W.B.
Saunders Company.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset
Kesehatan Dasar 2018. Litbangkes
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Depkes (2017). Tekan Angka Kematian
Melalui Program Indonesia Sehat Dengan
Pendekatan Keluarga.
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=1706160
0003 diakses tanggal 19 Desember 2018.
Dinas Kesehatan Kota Palopo. 2017. Profil
Kesehatan Kota Palopo.
https://www.kemkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_2017/7373_Sulsel_Kota_Palopo_2017.pdf diakses 19
desember 2018.
JOURNAL OF ISLAMIC
NURSING
Volume 5 Nomor 1, Juli 2020 37
Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan. 2015.
Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.
http://www.depkes.go.id/resources/download/
profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2015/27_S
ulsel_2015.pdf diakses tanggal 20 desember
2018.
Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E.
G. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga:
Riset, Teori dan Praktek. Jakarta: EGC, 5–6.
IDF. (2014). IDF Diabetes Atlas,
http://www.idf.org diakses pada tanggal 20
Desember 2018.
PERKENI. (2015). Konsesus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia.
.
82
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PERAWATAN DIRI (SELF CARE ACTIVITY) PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
Ni Wayan Yatik Marlinda1, I Kadek Nuryanto2, Ni Ketut Noriani3
Institut Teknologi dan Kesehatan Bali e-mail : marlindayatik97@gmail.com
ABSTRAK Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan perawatan diri (self care activity) pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat. Metode: Penelitian ini menggunakan desain analitik korelatif, dengan pendekatan cross sectional study. Populasi pada penelitian sebanyak 131 pasien diabetes melitus tipe 2 dengan jumlah sempel 99 responden. Teknik pengambilan sempel menggunakan metode non-probability yang diambil secara consecutive sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data dianalisis menggunakan uji Spearman’s Rho. Hasil: Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki dukungan keluarga dalam kategori cukup sebanyak 59 orang (59,6%), dan self care activity dalam kategori baik sebanyak 77 orang (77,8%). Berdasarkan analisa statistik menggunakan uji Spearman’s Rho didapatkan hasil ada hubungan antara dukungan keluarga dengan perawatan diri pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan nilai p-value=0,001, dengan kekuatan kolerasi yang rendah (0,370) dan arah kolerasi positif. Simpulan: penelitian ini menunjukkan semakin baik dukungan keluarga maka semakin baik pula perawatan diri yang bisa dilakukan oleh pasien diabetes melitus tipe 2. Kata Kunci : Dukungan Keluarga, Perawatan Diri, Self Care Activity, Diabetes Melitus
Tipe 2 ABSTRACT
Aims: This study was to determine the correlation between family support and self-care activity in patient with type 2 diabetes mellitus at public health center II west Denpasar. Method: This study employed correlative analytics design with cross sectional study. The population of this study were 131 patients with type 2 diabetes mellitus. There were 99 respondents recruited as the sample of the study which were selected by using non-probability, consecutive sampling technique. The data were collected by using question-naire and analyzed statistically y using Spearman’s Rho test. Result: The finding of this study showed that there were 59 respondents (56.6%) had moderate family support and 77 respondents (77.8%) had good self-care activity. There was a positive correlation between family support and self-care activity in patient with type 2 diabetes mellitus (p-value = 0.001; r = 0.370). Conclusion: Good family support could affect self-care activity in pa-tients with type 2 diabetes mellitus. Family are expected to motivate patient in carry-out self-care activity. Keywords: Family support, Self-care activity, Type 2 diabetes mellitus
83
PENDAHULUAN Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit
gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau gangguan fungsi insulin. Dalam diabetes melitus tipe 2, jumlah insulin yang diproduksi oleh pankreas biasanya cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh total. Dia-betes melitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun, tetapi bisa pula timbul pada usia di atas 20 tahun. Sekitar 90-95% pen-derita diabetes adalah tipe 2 (Darmayanti, 2015).
Hasil survey World Health Organization
(WHO) terjadi peningkatan jumlah pasien diabetes tipe 2 di dunia setiap tahunnya dan diprediksi akan mencapai angka 366 juta orang pada tahun 2030 (WHO, 2014). Indo-nesia menempati peringkat keempat untuk di dunia dan kedua terbesar di Asia yaitu sebe-sar 8.4 juta jiwa pada tahun 2000 (WHO, 2014). Di provinsi Bali dari tahun ke tahun mengalami peningkatan penderita diabetes melitus tipe 2, pada tahun 2008 jumlah pen-derita sebanyak 98.000 orang, tahun 2009 sebanyak 108.000 orang tahun 2010 sebanyak 161.000 orang (Depkes, RI 2010). Menurut data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Kota Denpasar tahun 2017 ditemukan bahwa diabetes melitus tipe 2 (usia> 40 tahun) meru-pakan urutan ke-5 yang termasuk dalam 10 pola penyakit terbanyak di Puskesmas dengan total 3.590 penderita. Puskesmas II Denpasar Barat merupakan puskesmas terbanyak kun-jungan penderita diabetes melitus di Bali.
Diabetes melitus tipe 2 biasanya terdapat
pada orang dengan penyakit kelebihan berat badan, dan juga bisa berkembang pada orang-orang yang kurus dan hal ini biasanya juga banyak dialami oleh orang dewasa setelah berusia 40 tahun (Pratita, 2012). Penderita penyakit kronis cenderung menunjukan gangguan emosi yang bersifat negative berhubungan dengan penyakit yang dideritan-ya. Penderita penykit kronis dalam hal ini penderit yang mengalami diabetes mellitus sangat membutuhkan dukungan keluarga (Tamara, 2014).
Dukungan keluarga merupakan salah
satu bagian terpenting dari seseorang yang mengalami diabetes melitus. Penderita diabe-tes militus tipe 2 harus harus bisa mengontrol
gula darah, pola makan, dan aktivitas sehari-hari untuk tetap menjaga kondisinya tetap segar (Noviariani, 2013). Dukungan keluarga juga memiliki peran yang sangat penting da-lam menjaga kesehatan fisik maupun kesehatan mental dari penderita diabetes melitus. Dukungan keluarga terbagi menjadi 4 dimensi, diantaranya dimensi empathetic (emosional), dimensi encouragement (penghargaan), dimensi facilitative (instrument), dan dimensi participative (partisipasi). Masing-masing dimensi ini penting dipahami bagi individu dalam meberikan dukungan pada keluarga yang mengalami masalah kesehatan seperti pen-derita diabetes mellitus.
Melalui pemberian dukungan keluarga diharapkan tujuan pengobatan diabetes meli-tus tipe 2 akan berhasil dengan baik. Dengan adanya dukungan dari keluarga maka perawa-tan diri pada pasien diabetes mellitus bisa menjadi lebih baik. Penderita akan bisa me-menuhi segala kebutuhan dalam perawatan diri akibat dari dukungan yang diberikan oleh keluarga. Kemampuan penderita diabetes mellitus dalam melakukan self-care dengan tepat akan dapat mempengaruhi produktivitas diri dari pasien itu sendiri (Ayele, 2012).
Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Perawatan Diri (Self Care Activity) Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat.”
METODELOGI
Penelitian ini menggunakan desain analitik korelatif dengan pendekatan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini ada-lah pasien diabetes melitus tipe 2 yang melakukan rawat jalan di Puskesmas II Denpasar Barat. Jumlah sampel sebanyak 99 responden. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non prob-ability sampling yaitu consecutive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner.
HASIL PENELITIAN
Hasil pada penelitian ini menunjukkan:
Tabel 1. Distibusi Frekuensi Karakteristik (n=99)
Karekteristik Mean Median
Umur 59.62 60.00
84
Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dari 99 responden, karakteristik re-sponden berdasarkan rata-rata usia responden 59 tahun. Berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yaitu sebanyak 53 responden (53,5,5%). Berdasarkan pendidikan terakhir yang terbanyak adalah SMA sebanyak 76 responden (76,5%). Berdasarkan pekerjaan yang terbanyak adalah Swasta sebanyak 27 responden (27,3%).
Table 2. Distribusi frekuensi Katagori Persepsi Dukungan Keluarga (n=99)
Berdasarkan table 2 tentang dukungan keluarga menunjukkan bahwa 20 responden (20,2%) memiliki dukungan keluarga kurang. Kemudian 59 responden (59,6%) memiliki dukungan keluarga cukup. Dan 20 responden (20,2%) memiliki dukungan keluarga baik
Tabel 3. Distribusi frekuensi Katagori Perawatan Diri (Self Care Activity) (n=99)
Berdasarkan tabel 3 tentang perawatan
diri (self care activity) menunjukan bahwa 77 responden (77,8%) memiliki perawatan diri (self care activity) baik, dan 22 responden (22,2%) memiliki perawatan diri (self care activity) kurang.
Tabel 4. Hasil Analisis Spearman’s Rho Correlation
Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa didapatkan p-value<0,001 yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan perawatan diri (self care activity) pada pasien diabetes meli-tus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat. Hubungan ini ditunjukkan dengan kekuatan korelasi sebesar 0,370 yang termasuk dalam kategori rendah (0,20-0,399), dengan arah korelasi positif positif yang be-rarti semakin baik dukungan keluarga maka semakin baik pula perawatan diri yang bisa dilakukan oleh pasien dengan diabetes meli-tus tipe 2.
PEMBAHASAN Dukungan Keluarga Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Dukungan keluarga adalah sebuah sikap
dan tindakan penerimaan yang diberikan keluarga kepada anggota keluarga lainnya. Dukungan keluarga bersifat interpersonal dimana terdapat hubungan antara keluarga dengan anggota keluarga lainnya untuk memberikan sebuah perhatian (Friedman, 1998 dalam Febriyanti, 2017).
Pada penelitian ini dukungan keluarga pada pasien diabetes melitus tipe 2 dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu dukungan keluarga baik, cukup dan kurang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil dari 99 responden sebanyak 20 (20,2%) responden memiliki dukungan keluarga baik, sebanyak 59 (59,6%) responden memiliki dukungan keluarga yang cukup, dan sebanyak 20 (20,2%) responden memiliki dukungan keluarga yang kurang.
Dukungan keluarga yang dimiliki re-sponden dalam penelitian ini sebagian besar dapat dikatakan cukup karena keluarga selalu memperhatikan keadaan pasien, hal ini dapat dibuktikan sebanyak 53 (53,5%)
Karakteristik Frekuensi
(n) Presentase
(%) Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
53
45
53,5
45,5 Pendidikan terahir
SMP Akademi Perguruan Tinggi SD SMA
24 20 7 76
24,2 20,2 7,1 76,5
Pekerjaan
PNS Swasta Wiraswasta IRT Buruh Pensiun
Lain-lain
11 27 11 23 4 13
10
11,1 27,3 11,1 23,2 4,0 13,1
10,1
Dukungan
Keluarga Frekuensi
(f) Persentase
(%) Persepsi Baik 20 20.2
Persepsi Cukup 59 59.6
Persepsi Kurang 20 20.2
Perawatan Diri Frekuensi
(f) Persentase
(%) Perilaku Baik 77 77.8
Perilaku Kurang 22 22.2
Dukungan Keluar-ga
Perawatan Diri
Dukun-agn Keluarga
Spearman’s rho correlation Sig (2-tailed) N
1.000. 99
.370** .000 99
Perawa-tan Diri
Spearman’s rho correlation Sig (2-tailed) N
.370** .000 99
1.000 99
85
responden selalu diperhatikan oleh keluarga dan sebanyak 44 (44,4%) keluarga selalu berperan aktif dalam pengobatan dan perawatan pasien.
Hasil penelitian yang didapatkan juga menunjukan sebanyak 20 (20,2%) responden mendapatkan dukungan keluarga yang kurang. Hal ini disebabkan karena keluarga tidak memberikan dukungan sepenuhnya kepada anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, keluarga kurang memberikan perhatian sehingga pasien merasa kesepian, putus asa, depresi bahkan stress, hal ini dikarenakan kesibukan yang dimiliki oleh anggota keluarga, sehinggan jarang berada di rumah dan jarang bersama pasien seperti mengobrol, mengawasi pasien atau memberikan informasi tentang kesehatan pasien.
Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bekti (2017), yang meneliti tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada pasien lansia penderita diabetes melitus di Puskesmas Minggir Sleman Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukan dari 40 responden pasien diabetes melitus sebagian besar mendapat dukungan keluarga cukup dari keluarga dengan jumlah 24 orang (60,0%). Hal ini disebabkan karena ke-banyakan pasien diabetes mellitus tinggal bersama dengan keluarga intinya, sehingga mereka selalu bisa memperhatikan dan melakukan perawatan terhadap anggota keluarganya yang mengalami masalah kesehatan.
Perawatan Diri (Self Care Activity) Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Manejemen perawatan diri (self care activity) merupakan modal perawatan yang paling tepat untuk seseorang yang menderita penyakit kronik seperti penyakit diabetes melitus. Perawatan diri merupakan hal yang sangat penting untuk bisa dilakukan oleh pasien yang mengalami diabetes mellitus agar mereka bisa mengontrol penyakit dan melakukan pencegah terhadap terjadinya komplikasi. Kegiatan self-care pada pasien diabetes melitus antara lain adalah dengan melakukan pengaturan diet, meningkatkan aktivitas fisik, melakukan pengontrolan ter-hadap gula darah, dan melakkan perawatan kaki (Perkeni, 2013).
Pada penelitian ini perawatan diri pada pasien diabetes melitus tipe 2 dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu
perawatan diri baik dan perawatan diri kurang. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan perawatan diri (self care activity) pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat berada pada kategori baik yaitu 77 (77,8%) dan kategori kurang yaitu sebanyak 22 (22,2%) responden.
Perawatan diri yang dimiliki responden dalam penelitian ini sebagian besar dapat dikatakan baik karena adanya pemberian informasi tentang penyakit diabetes melitus yang diberikan oleh pihak Puskesmas dan telah dilakukanya penyuluhan kesehatan da-lam menjaga perawatan diri pada pasien DM pada saat adanya kegiatan peguyuban yang dilaksanakan satu bulan dua kali oleh program Puskesmas II Denpasar Barat di masing-masing posyandu yang ada, sehingga menambah pengetahuan dan memotivasi dari pasien untuk rutin dalam melakukan perawatan diri.
Hasil penelitian terdapat 22 (22,2%) re-sponden menunjukan bahwa perawatan diri (self care activity) pada pasien diabetes meli-tus tipe 2 kurang. Menurut pendapat peneliti, hal ini dapat disebabkan oleh karena pasien tidak mau memikirkan penyakitnya, tidak mau merawat dirinya, dan tidak ada motivasi di dalam dirinya maupun dari luar yang men-dorong pasien untuk rutin melakukan perawa-tan diri.
Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kumalasari (2017), yang meneliti tentang hubungan tingkat self care dan kepatuhan terhadap outcome terapi pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RSUD Dr. Moeradi Surakarta. Hasil penelitian ini menunjukan dari 97 responden diabetes melitus tipe 2 sebagian besar perawatan diri yang bisa dilakukan oleh pasien dalam kata-gori baik dengan jumlah 89 (91,75%). Tingkat self care yang baik ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki pasien dalam melakukan perawatan terhadap dirinya sendiri serta adanya kebiasaan yang sudah dimiliki oleh pasien dalam melakukan self care tersebut.
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Perawatan Diri (Self Care Activity) Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Berdasarkan uji korelasi dengan Spearman’s Rho menggunakan program computer SPSS 22 for windows didapatkan p-value<0,001 yang menunjukkan ada
86
hubungan antara dukungan keluarga dengan perawatan diri (self care activity) pada pasien diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat. Hubungan ini ditunjukkan dengan kekuatan korelasi sebesar (0,370) yang termasuk dalam kategori rendah (0.20-0.399), dengan arah korelasi positif positif. Hasil ini menunjukkan semakin tinggi dukungan keluarga makan semakin baik perawatan diri yang bisa dilakukan pada pasien yang mengalami diabetes melitus tipe 2.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Prasetyani (2018) dengan judul hubungan karakteristik, pengetahuan, dan dukungan keluarga dengan kemampuan self care pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Cilacap Tengah 1 dan 2 menyatakan terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kemampuan self care pada pasien diabetes mellitus tipe 2 (p-value=0,030). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Ismonah (2009) yang menunjukan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan self care pasien diabetes melitus, dimana pasien yang mendapat dukungan keluarga baik berpeluang 10 kali melakukan self care yang baik.
Penelitian Oktavianti, dan Prihatiningsih (2018) dengan judul hubungan dukungan keluarga dengan self care pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Depok III Sleman Jogyakarta menyatakan terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan self care pada pasien diabetes melitus tipe 2 (p-value=0,000). Keberhasilan pasien dalam melakukan self care tidak terlepas dari dukungan keluarga seperti orang tua, suami/istri, mertua, saudara. Keberadaan keluarga yang mendukung pasien diabetes meningkatkan efikasi diri serta motivasi pasien untuk dapat menurunkan depresi.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dukungan keluara pasien diabetes melitus tipe 2 sebagian besar memiliki dukungan keluarga cukup dengan perawatan diri yang baik. Berdasarkan analisis menggunakan Spearman’s Rho Correlation diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan perawatan diri (self care activity) pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas II Denpasar Barat.
DAFTAR PUSTAKA Darmayanti, S. (2015). Diabetes Mellitus &
Pelaksanaan Keperawatan. Jogyakarta: Nuha Medika.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2014). Profil Kesehatan Provinsi Bali 2017. Denpasar: Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
Jamaludin, J., & Choirunisa, A. (2019). Hub-ungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada penderita DM di ruang Poliklinik RSI Sunan Ku-dus. Jurnal Profesi Keperawatan (JPK), 6(1).
Mardiyanti, Y. (2013). Tingkat Self Care Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Kalirungkut Sura-baya.
Meidikayanti, W., & Wahyuni, C. U. (2017). The Correlation between Family Sup-port with Quality of Life Diabetes Melli-tus Type 2 in Pademawu PHC. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(2), 253-264.
Novita, N. (2013). Profil Penerapan Self-care dan Status Depresi Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kali-rungkut Surabaya. Calyptra, 2(2), 1-16.
Nuraisyah, Fatma; Kusanto, Hari; Ra-hayujanti Theodola Baning. Dukungan Keluarga dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus. Berita Kedokteran Masyarakat, 33.1: 55-66.
Perkeni. (2015). Pengelolaan Dan Pencega-han Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indone-sia. Perkumpulan Endokrinologi Indone-sia.
Pratita, N. D. (2012). Hubungan dukungan pasangan dan health locus of control dengan kepatuhan dalam menjalani proses pengobatan pada penderita diabe-tes mellitus tipe-2. Calyptra, 1(1), 1-24.
Susanti, M. L., & Sulistyarini, T. (2013). Dukungan keluarga meningkatkan kepatuhan diet pasien diabetes mellitus di ruang rawat inap RS. Baptis Kedi-ri. Jurnal Stikes, 6(1).
Tamara, E., & Nauli, F. A. (2014). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dan Kuali-tas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau. Jurnal Online Mahasiswa Pro-gram Studi Ilmu Keperawatan Universi-tas Riau, 1(2), 1-7.
World Health Organization. (2014). Diar-rhea. (www.who.int) diakses 18 Ok-tober 2018.
Riset Informasi Kesehatan, Vol.7, No.1
Juni 2018 https://doi.org/10.30644/rik.v7i1.135
Dukungan keluarga dan perilaku self-management pada pasien diabetes melitus
tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
Rasyidah AZ1
1Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Harapan Ibu, Jambi, Indonesia
Email Korespondensi : syidahaz84@gmail.com
Abstrak
Latar Belakang: Indonesia menduduki peringkat keempat pasien DM terbanyak di dunia dengan jumlah pasien mencapai angka 76 juta orang pada rentan usia sekitar 20-79 tahun. Diabetes Melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi seperti hipoglekemia, ketoasidosis diabetik, koma hiperosmolar nonketotik, retinopati diabetik, neuropati, dan nefropati. Adapun upaya pencengahan diabetes melitus antara lain: dukungan keluarga dan perilaku self-management. Metode: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap perilaku self-management pada pasien Diabetes melitus Tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional, sampel berjumlah 81 responden yang diambil dengan teknik sampel purposive sampling. Hasil penelitian dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji statistik chi square. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (53,1%) menunjukkan dukungan
keluarga baik, dan (53,1%) menunjukkan dilakukannya perilaku self-management. Ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan perilaku self-management pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan p-value = 0,019. Kesimpulan: Diharapkan kepada pihak puskesmas Simpang IV Sipin dapat memberikan
informasi mengenai manajemen gula darah, diet, latihan fisik dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam mengenai pentingnya dukungan keluarga dan perilaku self-management. Kata Kunci : Diabetes Melitus Tipe II, Dukungan Keluarga, Self-Management.
Abstract
Background: Indonesia ranks fourth most DM patient in the world with the number of patients
reaching 76 million people at vulnerable age around 20-79 years. diabetes mellitus if not managed
properly will result in various complication such as hypoglicemia, diabetic ketoacidosis, nonketotic
hyperosmolar coma, diabetic retinopathy, neuropathy and nepropathy. The diabetes mellitus
medication efforts include : family support and self-management behavior.
Method: This study aims to determine the relationship of family support to self management
behavior in type II diabetes mellitus patients at the puskesmas Simpang IV Sipin Jambi city. This
research is quantitative research with cross sectional method, 81 respondent samples taken with
purposive sampling technique.
Result: The result were analyzed univariate and bivariate with chi square statistic test. The result
showed that most (53,1%) showed good family support, and (53,1%) showed self management
behavior. There is a significant relationship between family support and self management behavior
with p-value=0.019.
Conslusion: it is hoped that the Public Health Center of Simpang IV Sipin can provide information
on blood sugar management, diet, physical exercise and health services utilization in the
importance of family support and self-management behavior.
Keywords: Type II Diabetes Mellitus, Family Support, Self-Management.
77
77
PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik dengan jumlah kejadian yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit ini ditandai dengan tingginya kadar glukosa di dalam darah (hiperglikemia) akibat adanya kerusakan insulin, kerja insulin atau keduanya (1),. Menurut data dari IDF (2012) lebih dari 371 juta orang di dunia menderita penyakit DM, berdasarkan data tersebut 8,3% dari populasi di dunia telah mengidap penyakit DM. Selain itu, WHO (2013) memperkirakan pada tahun 2030 jumlah pasien DM akan semakin meningkat hingga mencapai 438 juta orang dan menjadi penyebab kematian yang menempati urutan ke-7 di dunia. Indonesia sendiri menduduki peringkat ke-4 pasien DM terbanyak di dunia dengan jumlah pasien mencapai angka 76 juta orang pada rentan usia sekitar 20-79 tahun (2). Angka ini diperkirakan akan terus meningkat mencapai 21.257.000 pasien DM di Indonesia pada tahun 2030. Selain itu DM menduduki peringkat ke-6 penyebab kematian terbesar di Indonesia (The centers for disease control and preventio) (3).
Pasien DM memiliki resiko tinggi mengalami komplikasi serius. Adanya peningkatan gula darah yang berlangsung lama dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik komplikasi mikrovaskuler maupun komplikasi makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler merupakan komplikasi yang menyerang pembuluh darah kecil yang dapat menyebabkan retinopati, nefropati dan neuropati (4) Setiap tahunnya terdapat kurang lebih 4 juta orang pasien DM yang memiliki ulkus kaki diabetikum. Di Amerika, amputasi pada ekstermitas bagian bawah 10 kali lebih sering terjadi pada pasien DM dibandingkan pada pasien non- DM. Sekitar 85% amputasi yang terjadi pada pasien DM diawali dengan ulkus diabetikum (5).
Komplikasi DM memberikan dampak negatif bagi kehidupan pasien baik secara fisik, psikologis, sosial maupun ekonomi. Akibat banyaknya dampak negatif yang dialami oleh pasien DM maka pasien DM perlu mengambil peran aktif dengan melakukan pengolaan terhadap DM yang dideritanya untuk meminimalisir terjadinya komplikasi. Menurut konsensus PERKENI (2011) ada empat pilar dalam penatalaksanaan DM yaitu edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologi. Proses seseorang dalam melakukan pengelolan terhadap penyakit yang bersifat kronis untuk mengurangi efek buruk yang ditimbulkannya dikenal dengan self-management (6).
Self-management merupakan landasan dalam melakukan perawatan DM (7). Norris,el al (2001) menemukan bahwa pasien DM tipe 2 yang melakukan self management menunjukkan hasil positif terhadap kadar glukosa darah. Selain itu penerapan self-management yang lebih
baik dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi, mengurangi kejadian hospitalisasi dan angka kematian akibat DM (8).
Meskipun self-management memiliki dampak positif bagi pasien DM tipe 2 tapi masih banyak pasien DM tipe 2 yang kesulitan dalam menerapkan perilaku self-management, hal ini dipengaruhi oleh self-efficacy, problem solving dan dukungan lingkungan sosial (9). Dukungan keluarga merupakan lingkungan sosial yang paling dekat dari pasien DM sehingga peran keluarga akan berpengaruh seacara langsung terhadap kebiasaan ataupun pola pikir pasien DM. Hasil penelitian yang dilakukan Aklima (2012) menyebutkan bahwa kurangnya dukungan keluarga menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan kegagalan pasien DM tipe 2 dalam menjalankan self-management (10). Meskipun demikian peneliti Mayberry (2012) menyebutkan
78
78
bahwa keluarga dapat memiliki efek negatif maupun positif terhadap perilaku self-management pasien DM tipe 2.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Jambi diketahui bahwa jumlah kunjungan penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi mengalami peningkatan dengan jumlah kunjungan sebnyak 1676 orang, kedua Puskesmas Rawasari sebanyak 1099 orang. Berdasarkan data yang diperoleh dari medical record Puskesmas Simpang IV Sipin, jumlah kunjungan DM Tipe II di Puskesmas Simpang IV sipin Kota Jambi terbanyak pasien yang mengalami DM yaitu sebanyak 205 kunjungan baru dan 1471 kunjungan lama Berdasarkan survei awal didapatkan bahwa beberapa penderita Diabetes Mellitus menyatakan kurang mendapat dukungan dari keluarganya dan ada pula responden mengatakan tidak melakukan perawatan mandiri seperti pemantauan gula darah secara mandiri, mengikuti pola makan yang sehat, meningkatkan kegiatan jasmani dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dikarenakan faktor jenuh/bosan.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Perilaku Self-management Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi”.
METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 81 orang responden yang menderita DM lebih dari satu tahun. Instrument penelitian yang digunakan berupa kuesioner yang terdiri dari 3 bagian yaitu karakteristik demografi responden, dukungan keluarga dan self management. Data dianalisis dengan menggunakan uji statistic chi-square.
HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian didapatkan karakteristik responden sebagai berikut:
Tabel 1 distribusi frekuensi menurut
karakteristik responden di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi
No Keterangan Jumlah Persentasi
1 Jenis Kelamin - Laki-laki
- Perempuan
35 46
43,2 56,8
2 Pendidikan - Tidak
Bersekolah
- SD - SMP
- SMA - Perguruan
Tinggi
4
6 16 28 27
4,9
7,4 19,8 34,6 33,3
3 Keluarga yang merawat - Suami - Istri
- Anak - Ayah/Ibu
19 27 20 15
23,5 33,3 24,7 18,5
4 Usia ≤ 60 Tahun > 60 Tahun
47 34
58 42
5 Lama Menderita DM ≤5 Tahun > 5 Tahun
34 47
42 58
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 81 orang responden sebanyak 38 responden (46,9%) tidak mendapatkan dukungan keluarga dan sebanyak 43 (53,1%) mendapat dukungan dari keluarga. Dukungan keluarga yang didapat berupa : dukungan emosional (51,9%), dukungan penghargaan (51,9%), dukungan informasi (59,3%), dukungan instrumental (54,3%) dan network support (86,4%). Dari 81 orang
79
79
responden sebanyak 38 responden (46,9%) tidak melakukan self management dan sebanyak 43 responden (53,1%) melakukan self management. Self management yang dilakukan berupa : melakukan managemen gula darah (66,7%), diet (69,1%), latihan fisik (77,8%) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan (70,4%). Berdasarkan Hasil penilitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan perilaku self-management pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan p-value = 0,019.
PEMBAHASAN Hasil penelitian didapatkan bahwa Dukungan keluarga yang diberikan berupa : dukungan emosional (51,9%), dukungan penghargaan (51,9%), dukungan informasi (59,3%), dukungan instrumental (54,3%) dan network support (86,4%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah mendapatkan dukungan emosional. Hasil ini berbeda dengan penelitian Diabetes United Kingdom (2008) yang mengungkapkan bahwa gangguan depresi dan kecemasan akan menyerang pasien DM tipe 2 lebih sering dibandingkan populasi non-DM yang disebabkan kurangnya dukungan secara emosional yang di dapatkan dari keluarga. Perbedaan hasil tersebut dikarenakan adanya perbedaan budaya. karakteristik masyarakat Indonesia yang memiliki ikatan kekeluargaan yang erat dan akrab akan memudahkan dalam pemberian dukungan sehingga tidak sulit bagi pasien DM tipe 2 untuk mendapatkan dukungan secara emosional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar juga mendapatkan dukungan informasional, Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian (8) bahwa keluarga tidak menunjukkan sikap mendukung dalam
pemberian informasi terkait perawatan diabetes. Adanya perbedaan hasil ini salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden.
Dukungan instrumental merupakan dukungan yang bersifat nyata meliputi bantuan secara langsung pada penderita DM. Dukungan instrumental ini meliputi penyediaan sarana seperti tenaga, dana maupun waktu oleh keluarga untuk melayani kebutuhan harian atau pun bantuan dalam proses pengobatan pasien DM (11). Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah responden mengungkapkan bahwa responden mendapatkan dukungan dari keluarga khususnya pada dimensi instrumental. Hasil penelitian yang sama juga ditemukan pada penelitian (8) yang menyatakan bahwa keluarga yang memiliki tingkat penghasilan lebih tinggi menunjukkan dukungan instrumental yang lebih positif (8).
Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi melalui ekspresi berupa sambutan positif dengan orang-orang disekitarnya, dorongan atau pernyataan setuju terhadap ide-ide atau perasaan individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang dirawat oleh keluarga besar cenderung menunjukkan dukungan penghargaan yang lebih mendukung dibandingkan keluarga inti. Hal ini menjadi wajar mengingat jumlah anggota keluarga besar lebih banyak dibandingkan anggota keluarga inti sehingga kesempatan untuk mendapatkan dukungan dari anggota keluarga menjadi lebih besar.
Pemberian dukungan berupa pujian, dorongan ataupun ekspresi yang positif akan meningkatkan rasa percaya diri dan harapan kepada pasien DM tipe 2. Hasil penelitian Schneider et al. (2008) mengungkapkan bahwa penghargaan yang diberikan kepada pasien DM memiliki efek perlindungan terhadap gangguan emosional seperti depresi, cemas dan putus asa yang
80
80
sering di alami oleh penderita penyakit kronis (12).
Dukungan jaringan merupakan dukungan yang diberikan keluarga dalam menyediakan bagi pasien DM untuk berkumpul dengan sekelompok orang yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial (11). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum dukungan keluarga mendukung pada dimensi dukungan jaringan. Hal tersebut dikarenakan pemberian dukungan keluarga pada aspek ini menjadi fokus keluarga di Indonesia sebagai salah satu cara dalam melakukan perawatan diabetes sehingga kegiatan-kegiatan sosial yang berkaitan dengan perawatan diabetes perlu dilaksanakan. Self Management
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden melakukan self management. Self management yang dilakukan berupa : melakukan managemen gula darah, diet, latihan fisik dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian menunjukkan responden telah menunjukkan perilaku self-management yang baik. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan lama responden dalam menderita DM. Pada penelitian ini rata-rata responden telah menderita DM 8 tahun sehingga responden akan lebih terbiasa dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan self-management. Seseorang yang telah lama terdiagnosa DM akan memiliki kebiasaan yang tertanam dalam kehidupan sehari-hari pasien tersebut termasuk kebiasaaan dalam melakukan perawatan diabetes.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden secara umum melakukan manajemen gula darah dengan baik responden yang menderita DM tipe 2 kurang dari 5 tahun secara umum menunjukkan aspek pengontrolan gula darah yang buruk dibandingkan responden yang telah menderita DM tipe 2 lebih dari 5 tahun. Durasi penyakit yang lebih lama akan
meningkatkan pelaksanaan manajemen gula darah. Hal tersebut dikarenakan responden yang telah mengidap penyakit DM lebih lama akan diikuti dengan pelaksanaan pengobatan yang lebih lama pula termasuk dalam hal ini pemeriksaan gula darah. Semakin lama responden menjalani pengobatan maka proses pengobatan tersebut secara langsung akan sering dilakukan, sehingga tidak mudah dilupakan oleh responden (13).
Perilaku self-management selanjutnya yaitu manajemen dalam konsumsi makanan (diet). Pola makan yang sehat atau manajemen diet merupakan bagian mendasar dari manajemen pada pasien diabetes. Bahkan manajemen diet merupakan komponen inti dari perilaku self-management diabetes dan memiliki manfaat bagi pasien DM tipe 2 yaitu mencegah komplikasi dan meningkatkan status kesehatan (14). Durasi penyakit yang lebih pendek pada pasien DM menunjukkan perilaku pengontrolan makanan lebih baik. Adanya perbedaan hasil terjadi karena responden yang menderita DM lama telah terbiasa dalam melakukan pengontrolan makanan dengan baik. Seseorang yang telah lama terdiagnosa DM akan memiliki kebiasaan yang tertanam dalam kehidupan sehari-hari pasien tersebut.
Latihan fisik merupakan salah bentuk self-management yang dapat dilakukan pasien DM tipe 2. Latihan fisik berperan sebagai glycemic control yaitu
mengatur dan mengendalikan kadar gula darah. Pasien DM sangat dianjurkan melakukan latihan fisik 3 kali dalam seminggu atau 150 menit dalam seminggu (jika tidak ada kontarindikasi). Jenis latihan fisik yang dianjurkan adalah aerobik dengan intensitas sedang (50-70% dari nadi maksimum) (1).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden telah menerapkan self-management yang baik khususnya pada aspek latihan
81
81
fisik. Tingkat pendidikan yang cukup dapat memudahkan pasien DM tipe 2 dalam menentukan aktivitas yang baik untuk diabetesnya salah satunya adalah latihan fisik.
Diabetes merupakan penyakit kronis sehingga membutuhkan perawatan kesehatan yang teratur untuk meminimalisir penyulit yang timbul akibat DM. salah satu tindakan yang dapat meminimalisir penyulit tersebut adalah pasien DM dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk melakukan kontrol terhadap penyakitnya. Pasien DM yang memiliki angka kunjungan yang rendah ke pelayanan kesehatan memiliki komplikasi yang lebih buruk dibandingkan dengan yang teratur ke pelayanan kesehatan. Pemanfaatan pelayanan kesehatan berpengaruh pada tingkat pengetahuan pasien DM, sehingga semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien DM maka tingkat kepatuhan dalam penalaksanaan self-management semakin baik pula sehingga resiko komplikasi DM dapat dikurangi (15).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden telah rutin dalam mengunjungi pelayanan kesehatan. Pasien DM yang mempunyai kemampuan ekonomi akan rutin melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan. Kemampuan ekonomi secara langsung memfasilitasi pasien DM tipe 2 dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Melalui pelayanan kesehatan, pasien DM tipe 2 akan mengetahui pentingnya melakukan kunjugan ke pelayanan kesehatan secara rutin untuk mengontol diabetes yang dimiliki. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Self Management
Pada pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan perilaku self-management pada pasien DM tipe 2 di
Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan p-value = 0,019 (<0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan King et al (2010) yang mengemukakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku self-management yaitu dukungan sosial keluarga. Untuk meminimalisir dampak buruk penyakit DM maka penderita DM dapat menerapkan self-management dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan self-management telah terbukti meningkatkan kondisi kesehatan pasien DM melalui penurunan kadar HbA1c yang akan berdampak secara langsung menurunkan resiko kesakitan, hospitalisasi dan kematian akibat penyakit DM (8) . Keefektifan Penerapan self-management ini salah satunya bergantung pada dukungan sosial keluarga yang diberikan pada penderita DM (16). Menurut Taylor (2003) dukungan Use the "Insert Citation" button to add citations to this document. dilihat dari berbagai faktor, yaitu: 1) Keluarga merupakan lingkungan
sosial terdekat dari penderita DM 2) Keluarga menjadi sumber utama
untuk membentuk keyakinan dan perilaku kesehatan termasuk dalam hal ini perilaku self-management
3) Keluarga menjadi orang terdekat dengan penderita DM tipe 2 yang mempunyai fungsi afektif, ekonomi, dan perawatan yang berpengaruh pada kesehatan fisik dan psikis17
Meskipun penderita DM tipe 2 menjadi fokus utama perawatan, tetapi dalam pemberian pelayanan kesehatan keterlibatan keluarga harus dipertimbangkan mengingat bahwa keluarga merupakan suatu unit dari perawatan kesehatan.
Double (2012) mengungkapkan bahwa pengelolaan kondisi kesehatan pada penderita penyakit kronik membutuhkan peran aktif lingkungan sosial termasuk dalam hal ini keluarga (18). Adanya keterlibatan keluarga ini
82
82
dapat membantu anggota keluarganya yang menderita DM untuk melakukan pengontrolan seperti rutin melakukan pemeriksaan gula darah, mengawasi makanan yang dikonsumsi dan memotivasi penderita DM melakukan aktivitas fisik. Selain itu hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan aklima (2012), kurangnya dukungan yang diberikan oleh keluarga kepada pasien DM merupakan penyebab utama dalam kegagalan penerapan self-management pada pasien DM tipe 2 (10).
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga terhadap perilaku self-management penderita DM Tipe 2 di
Puskesmas Simpang IV Kota Jambi. Disarankan untuk meningkatkan
keterlibatan keluarga pada pasien diabetes dalam menjalankan perawatan diabetes dan self-management terhadap penyakit Diabetes.
DAFTAR PUSTAKA
1. American association diabetes. (2010). Diagnosis and classification of diabetes. Diabetes Care , 36, 1.
2. International diabetes federation. (2012). IDF diabetes atlas 5th edition. http://www.idf.org/sites/default/files/5E_IDFAtlasPoster_2012_EN.pdf (diakses 9 januari 2015)
3. Centers for disease control and prevention. (2012). CDC in Indonesia factsheet. http://www.cdc.gov/globalhealth/countries/indonesia/pdf/indonesia.pdf
4. World Health Organization. (2013). Complication of diabetes available at: http://www.who.int/diabetes/action_online/basics/en/index3.html
5. DFC (2010) 6. Smallwood, D. (2009). Improving
supported self-management for people with diabetes. Available:
http://www. diabetes. org.uk / Documents/ Reports/
Supported_self-management. Pdf 7. Sarkar, U., Fisher, L., & Schillinger, D.
(2006). Is Self-Efficacy Associated With Diabetes Self-Management Across Race/Ethnicity and Health Literacy? Diabetes care , 823-829.
8. Mayberry, L. S., & Osborn, C. Y. (2012). Family Support, Medication Adherence, and Glycemic Control Among Adults With Type 2 Diabetes. Diabetes Care , 1239-1245.
9. King, D. K., Glasgow, R. E., Toobert, D. J., Strycker, L. A., Estabrooks, P. A., Osuna, D., et al. (2010). Self-efficacy, problem solving, social-environmental support are associated with diabetes self-management behaviour. Diabetes care , 751-753.
10. Aklima. (2012). Development of Family-Based Dietary Self-Management Support Program on Dietary Behaviors in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus in Indonesia: A Literature Review. Journal of nursing , 357-370
11. Sarafino, E. (1998). Health psychology, biopsychosocial interaction, third edition. Canada: John Wiley and Sons. Inc
12. Schneider, s., Ianotti, R. j., nansel, T. n., Haynie, D. l., soble, D. O., & Morton, b. s. (2009). Assessment of an Illness-specific Dimension of Self-esteem in Youths with Type 1 Diabetes. Journal of Pediatric Psychology , 283-293
13. Mahfuz dan Awadala (2011). Compliance to Diabetes Self Mnagement in rural El-Mina, Egypt. Central European Journal of Public health.(1),35.
14. Arsand, T. E., Ralston, J. T., & Hjortdahl, P. (2008). Designing mobile dietary management support technologies for people with diabetes. Journal of telemedicine and telecare , 329-332
15. Kim, S., Love, F., Quistberg, A., & Shea, J. A. (2004). Association of health literacy with self- management behavior in patients
83
83
with diabetes. Diabetes care , 2980-2982.
16. Chesla, C. A., Chun, K. M., & Kwan, C. M. (2009). Cultural and Family Challenges to Managing Type 2 Diabetes in Immigrant Chinese Americans. Diabetes care , 1812-1816
17. Taylor, Shelly (2003). Health Psychology (5th.ed). New York: Mcgraw Hill.
18. Double, S. E., Hutchinson, S. L., & Warner, G. (t.thn.). 2012. Family members as potential support persons:Moving ideas into practice. Available at: http://www.caot.ca/otnow/sept%2011/family.pdf