Post on 23-Feb-2022
HARIAN RAKJAT: ALAT PROPAGANDA PARTAI KOMUNIS INDONESIA 1959-1965
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 dalam Ilmu Sejarah
Disusun oleh:
Akbar Ridwan NIM. 13030114140084
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2019
ii
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di
dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
- Pramoedya Ananta Toer
“Hij kon niet zonder lijden leed zien.” (Dia tidak bisa melihat penderitaan tanpa
mengalami penderitaan itu sendiri)
- Multatuli
Dipersembahkan untuk:
Kedua orang tua, abang, adik, dan
mereka yang berkorban dan menjadi
korban sejarah
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Setiap generasi menulis sejarahnya sendiri dan saya bersyukur bisa menjadi salah
satu orang yang menulis sejarah di generasi saya dengan zeitgeist yang berlaku.
Segala proses yang saya lalui sudah barang tentu seiring dengan kuasa Tuhan
karena tanpa pertolongan dan kehendak-Nya, saya hanya manusia yang tidak tahu
arah. Kekuatan yang tidak kasatmata itu semakin saya rasakan berkat dua manusia
yang selalu memberikan doa kepada saya sekalipun tanpa diminta, dua manusia
yang paling saya sayang: Umi dan Abi.
Skripsi dengan judul “Harian Rakjat: Alat Propaganda Partai Komunis
Indonesia 1959-1965” yang sedianya sebagai syarat untuk menyelesaikan studi
pada Program Strata-1 Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Diponegoro, saya selesaikan dengan beberapa rintangan. Setidaknya sudah ada tiga
judul sebelum akhirnya saya dapat menulis sejarah Harian Rakjat sebagai alat
propaganda Partai Komunis Indonesia. Pada mulanya, saya hendak menulis sejarah
malapetaka 1965 mengenai kehidupan Tahanan Politik Kelas C di Semarang
sesudah dibebaskan. Penelitian itu kemudian mendapatkan kendala lantaran mental
saya yang belum cukup kuat mendengar kisah mereka.
Ketertarikan saya dengan sejarah literasi Indonesia pada gilirannya membuat
saya memilih sejarah pers sebagai topik penelitian berikutnya. Hal itu kemudian
mengingatkan saya kepada Minke yang baru saya kenal menjelang akhir 2012.
Penelitian yang hendak saya lakukan kemudian terkendala karena di waktu yang
bersamaan, sejarah Minke dan Medan Prijaji sedang ditulis. Kabar yang saya
dapatkan dari Prof. Dr. Dewi Yuliati, M.A itu bagi saya bukan kabar buruk,
melainkan kabar baik terlebih penelitinya adalah kakak tingkat saya di Departemen
Sejarah. Hal selanjutnya yang saya lalukan adalah menulis proposal skripsi dengan
judul Radikalisme Kiri Pers Bumiputera 1906-1926, tetapi proposal skripsi tersebut
tidak saya ajukan karena kesadaran keterbatasan sumber. Proposal itu kemudian
saya berikan ke salah satu mahasiswa angkatan 2016 yang berkelakar ingin melihat
contoh proposal skripsi demi memenuhi tugas kuliahnya. Entah dia memang ingin
vii
menjadikan sebagai contoh atau mengganti nama saya dengan namanya, saya tidak
tahu.
Peristiwa di Blora sebelum pertengahan tahun 2018 bagi saya adalah
peristiwa penting. Perbincangan dengan Bapak Soesilo Toer di kediamannya
mengenai sejarah kelam Indonesia akhirnya membuat saya tergerak untuk mencari
tahu lebih lanjut mengenai apa yang terjadi sebelum 1 Oktober 1965. Perenungan
yang saya lakukan kemudian membulatkan tekad saya untuk meneliti Harian
Rakjat dan hasilnya seperti yang sedang ada di tangan pembaca saat ini.
Penelitian yang saya lakukan sudah tentu dapat selesai berkat pertolongan
dari beberapa orang. Pada kesempatan ini, saya ingin berterimakasih yang
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Umi, Abi, Aa, dan Adik yang sudah mendukung saya selama kuliah.
2. Dr. Nurhayati, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Diponegoro dan Dr. Dhanang Respati Puguh, M.Hum., selaku Ketua
Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro yang
berkenan memberikan izin dan kemudahan bagi saya dalam penulisan skripsi
ini.
3. Dra. Sri Indrahti, M.Hum., selaku dosen wali yang telah memperhatikan
perkembangan akademik saya selama kuliah.
4. Drs. Sugiyarto, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang dengan sabar
memberikan bekal keilmuan, diskusi, dan bimbingan selama saya menulis
skripsi ini.
5. Prof. Dr. Dewi Yuliati, M.A., Dr. Endang Susilowati, M.A., dan Dr.
Agustinus Supriyono, M.A., selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan kritik yang membangun bagi skripsi ini.
6. Segenap staf Arsip Nasional Republik Indonesia yang sudah membantu saya
dalam mengakses arsip. Para staf Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,
khususnya bagian mikro film yang telah membantu saya dalam mengakses
koran-koran lama. Penjaga perpustakaan Kementerian Komunikasi dan
Informasi Republik Indonesia yang sudah mengizinkan saya mengakses arsip
viii
Departemen Penerangan Republik Indonesia. Tanpa bantuan dari ketiga
lembaga tersebut saya menyadari skripsi ini tidak akan pernah selesai.
7. Segenap dosen Departeman Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Diponegoro atas ilmu yang telah diberikan, sekaligus yang tidak pernah bosan
mengingatkan kami agar selalu membaca buku, menulis, dan diskusi.
8. Segenap staf administrasi Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro, khususnya Mbak Fatma dan Pak Romli yang telah
memberikan pelayanan dengan maksimal.
9. Teman-teman Sejarah angkatan 2014. Terutama Taufik Hidayah, Azwin al-
Asyfihani, Dian Eka S, Faisal Rahman, Nico Aji S, Tomi Jepisa, dan teman-
teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu atas kebiasaan
membuang waktu bersama dan berbagi keresahan mengenai proses
pengerjaan skripsi. Khususnya alm. Galang Pijar Tri Pangestu yang selalu
memberikan keceriaan. Bersemayamlah dengan tenang karena kamu sudah
menyelesaikan kehidupan fana ini dengan sebaik-baiknya, Lang.
10. Dimas Volunteer Grup periode 2015 yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk menjadi relawan. Himpunan Mahasiswa Sejarah periode
2015 dan 2016, khususnya teman-teman di divisi PSDM serta Kajian dan
Aksi Strategis yang sudah memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengabdi. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Diponegoro periode 2016, khususnya bidang Sosial dan Politik.
11. Teman-teman di Serikat Rakyat Sastra, Adhi Prabowo, Agus Wibowo, Andre
Findy Fajar, Arief Febriyanto, Ayuf Tirtana, Irfa Ulwan, Julius Prabowo,
Nico Aji Saputra, Irwan Sigit, Pudi Jaya, dan Yanuar A yang sudah bersama-
sama menghidupkan kembali Serikat Rakyat Sastra menjadi suporter dan
wadah apresiasi bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Diponegoro.
12. Qory Dwiky Sandhika yang setia menjadi teman diskusi filsafat dan sains
hingga akhirnya memutuskan untuk membentuk Forum Filsafat dan Sains
pada Februari 2016 dan berganti nama menjadi Komunitas Alienasi pada
September 2017. Tidak lupa juga kepada Putro Adjie Pratomo, Daniel A
ix
Pangabean, dan Olga S Pratama yang kemudian turut serta menemani kami
di Komunitas Alienasi.
13. Fadli Mubarok, Annas Karyadi, Resza Mustafa, Pudi Jaya, dan Irfa Ulwan
yang dengan sabar mengajarkan saya mengenai sastra.
14. Ridwan N. Mulyana, Dinar Fitrah M, M Fijar Lazuardi, Farid Fardon,
Nugroho M Jati, dan teman-teman lainnya yang selalu meluangkan waktu
untuk berdiskusi dengan saya.
15. Syaukani Ichsan dan Ais Kahar yang selalu menerima saya dengan terbuka
ketika pulang dari kota perantauan. Khususnya Yusuf Hikmah Adrai yang
sudah memperkenalkan saya dengan buku pada akhir 2012 yang karena
bukunya itu, yakni Tetralogi Pulau Buru, tanpa melebih-lebihkan saya
memilih literasi sebagai jalan dan tujuan hidup.
16. Semua para pelaku sejarah yang karena mereka saya belajar bahwa sejarah
adalah kehidupan dan kehidupan tidak hanya berkisah tentang kebahagiaan.
Sebagai peneliti, saya menyadari skripsi ini tidak luput dari kesalahan dan
kekeliruan. Oleh sebab itu, saya mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar
dikemudian hari saya dapat lebih baik lagi dalam melakukan penelitian. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan akademik dan dapat menjadi bacaan
alternatif dalam historiografi Indonesia, khususnya sejarah pers Indonesia. Lebih
dan kurangnya mohon maaf. Tabik.
Semarang, 24 Januari 2019
Akbar Ridwan
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAFTAR ISTILAH DAFTAR GAMBAR RINGKASAN SUMMARY BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Permasalahan B. Ruang Lingkup C. Tujuan Penelitian D. Tinjauan Pustaka E. Kerangka Pemikiran F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan
BAB II PERS PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN A. Kehidupan Pers Menjelang Masa Demokrasi Terpimpin B. Pers Di Bawah Kendali Demokrasi Terpimpin
BAB III PROFIL HARIAN RAKJAT A. Corong Politik PKI B. Pendukung Soekarnoisme
BAB IV PROPAGANDA HARIAN RAKJAT A. Propaganda Politik
1. Pembebasan Irian Barat 2. Konfrontasi Terhadap Malaysia 3. BPS vs PKI
B. Propaganda Ekonomi 1. Propaganda Ekonomi Terpimpin 2. Propaganda Anti Kapitalisme
C. Propaganda Budaya 1. Propaganda Anti Film Asing 2. Propaganda Dalam Bidang Sastra
BAB V SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
i ii
iii iv v
vi x
xi xv
xix xx
xxi 1 1 4 5 6 9
12 14 16 16 26 41 47 59 67 67 67 79 88 96 97
102 119 119 129 135 137
xi
DAFTAR SINGKATAN
AB : Angkatan Bersenjata
AMPAI : American Movie Picture Association of Indonesia
Ampera : Amanat Penderitaan Rakyat
AS : Amerika Serikat
AURI : Angkatan Udara Republik Indonesia
Baperki : Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia
Berdikari : Berdiri di Atas Kaki Sendiri
BPI : Bank Pembangunan Indonesia
BPS : Badan Pendukung/Penyebar Sukarnoisme
BTI : Barisan Tani Indonesia
CC : Central Comite
CCF : Congress for Culture Freedom
CGMI : Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia
CIA : Central Intelligence Agency
Dekon : Deklarasi Ekonomi
Djarek : Djalannya Revolusi Kita
DK : Dewan Keamanan
DN : Dewan Nasional
DPA : Dewan Pertimbangan Agung
DPP : Dewan Pimpinan Pusat
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
Dubes : Duta Besar
Dwikora : Dwi Komando Rakyat
FN : Front Nasional
FP : Front Pemuda
GARDANESIA : Gerakan Angkata Muda Indonesia
GBHN : Garis Besar Haluan Negara
Gerwani : Gerakan Wanita Indonesia
Gestok : Gerakan Satu Oktober
xii
GM-Sos : Gerakan Mahasiswa Sosialis
GR : Gotong Royong
HMI : Himpunan Mahasiswa Islam
HR : Harian Rakjat
HSI : Himpunan Sarjana Indonesia
ICA : International Corporation Administration
IMF : International Monetary Fund
INPS : Indonesian National Press and Publicity Service
KABM : Komando Aksi Buruh Minyak
Kalsel : Kalimantan Selatan
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
KMB : Konferensi Meja Bundar
KMKB : Komando Militer Kota Besar
Konperda : Konferensi Daerah
Kontrev : Kontra Revolusi
KOTI : Komando Tertinggi
KOTOE : Komando Tertinggi Operasi Ekonomi
Kotrar : Komando Operasi Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi
KSAL : Kepala Staf Angkatan Laut
KSSR : Konfrensi Sastra dan Seni Revolusioner
KTS : Keadaan Tertib Sipil
KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Lesbumi : Lembanga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia
L T : Lajnah Tanfidziyah
Lekra : Lembaga Kebudayaan Rakyat
LKN : Lembaga Kebudayaan Nasional
Manikebu : Manifes Kebudayaan
Manipol : Manifesto Politik
Masyumi : Majelis Syuro Muslimin Indonesia
Menlu : Menteri Luar Negeri
xiii
MPRS : Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
Murba : Musyawarat Rakyat Banyak
Nasakom : Nasionalisme, Agama, dan Komunisme
NEFO : The New Emerging Force
Nekolim : Neo-Kolonialisme
NU : Nahdlatul Ulama
NYWF : New York World's Fair
OLDNEFO : The Old Establish Force
PAPFIAS : Panitia Aksi Pemboikotan Film Amerika Serikat
Partindo : Partai Indonesia
PB : Pengurus Besar
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
Peperda : Penguasa Perang Daerah
Perbum : Persatuan Buruh Minyak
Permesta : Perjuangan Semesta
Perti : Persatuan Tarbiyah Islamiyah
PIA : Pers Biro Indonesia
PKI : Partai Komunis Indonesia
PNI : Partai Nasional Indonesia
PP : Pimpinan Pusat
PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia
PSSI : Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
PWI : Persatuan Wartawan Indonesia
Resopim : Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional
RI : Republik Indonesia
RRT : Republik Rakyat Tiongkok
RUU : Rancangan Undang-Undang
Sarbuksi : Serikat Buruh Kehutanan Indonesia
Sarbupri : Serikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia
SBKA : Serikat Buruh Kereta Api
xiv
SBLG : Serikat Buruh Listrik dan Gas
SBPI : Serikat Buruh Percetakan Indonesia
Sekjen : Sekretaris Jendral
SIPK : Surat Izin Pembagian Kertas
SOB : Staat van oorlog en beleg
SOBSI : Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia
SPIK : Surat Izin Pembagian Kertas
SPS : Serikat Penerbit Surat Kabar
Sulsel : Sulawesi Selatan
Sumsel : Sumatera Selatan
Sumut : Sumatera Utara
Tavip : Tahun Vivere Pericoloso
Trikora : Tri Komando Rakyat
USDEK : Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia
USIS : United States Information Service
USSR : Union of Soviet Socialist Republics
UUPA : Undang-Undang Pokok Agraria
UUPBH : Undang-Undang Penetapan Bagi Hasil
UUPMA : Undang-Undang Penanaman Modal Asing
WPM : Wakil Perdana Menteri
xv
DAFTAR ISTILAH1
Afiliasi : bentuk kerjasama antara dua lembaga pendidikan, biasanya yang satu lebih bersar daripada yang lain, tetapi masing-masing berdiri sendiri
Asian-African solidarity : solidaritas bangsa Asia dan Afrika
blok Barat : sebutan untuk negara-negara yang berideologi Kapitalisme
blok Timur : sebutan untuk negara-negara yang berideologi Komunisme
Central Intelligence Agency : badan intelejen Amerika Serikat
confrontation de tous les jours : konfrontasi secara terus-menerus
datum : data
Dekrit : keputusan
demoralisasi : penurunan moral
Dollar : mata uang resmi Amerika Serikat
ekstern : luar
Feodalisme : sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan
headline : berita utama
Imperialisme : sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan lebih besar
individualistis : bersifat pribadi
indokrinasi : pemberian ajaran secara mendalam (tanpa kritik) atau penggemblengan mengenai suatu paham atau doktrin tertentu dengan melihat suatu kebenaran dari arah tertentu saja
1Selain bahasa asing, Daftar Istilah merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan,” (https://kbbi.kemdikbud.go.id., dikunjungi pada 30 Januari 2019).
xvi
intern : dalam
Kapitalisme : sistem dan paham ekonomi (perekonomian) yang modalnya (penanaman modalnya, kegiatan industrinya) bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan swasta dengan ciri persangian dalam pasar bebas
kelompok Kanan : kelompok politik agama dan militer khususnya Angkatan Darat
kelompok Kiri : kelompok yang berideologi komunis, sosialis, dan nasionalis
Kolonialisme : paham tentang penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan tujuan memperluas daerah kekuasaan negara itu
kontra-revolusioner : bertentangan dengan atau menyimpang dari revolusi
landreform : perombakan dan pembangunan kembali sistem pemilikan tanah dan penguasaan atas tanah.
Liberalisme : aliran ketatanegaraan dan ekonomi yang menghendaki demokrasi dan kebebasan pribadi untuk berusaha dan berniaga (pemerintah tidak boleh turut campur)
lustrum : masa lima tahun
Manifesto Politik : pernyataan terbuka tentang tujuan dan pandangan seseorang atau kelompok terhadap masalah negara
Nasionalisasi : perbuatan menjadikan sesuatu, terutama milik asing menjadi milik bangsa atau negara, biasanya diikuti dengan penggantian yang merupakan kompensasi.
Neo-Kolonialisme : kolonialisme jenis baru
Non Blok : tidak bergabung dalam satu kelompok tertentu (tentang negara, partai politik, dan sebagainya); netral.
xvii
oplah : jumlah barang cetak yang diedarkan; tiras.
output : hasil
pembreidelan pers : penutupan atau pencabutan izin terbit pers
pers aliran : surat kabar yang mengusuh paha tertentu
pers independen : surat kabar yang berdiri sendiri, tidak terkait dengan partai politik, pemerintah, atau golongan tertentu
Pers Merdeka : sebutan untuk pers masa Demokrasi Liberal
pers partai : sebutan bagi surat kabar yang didirikan dan dimiliki oleh partai politik
pers pemerintah : surat kabar yang mundukung pemerintah
pers perjuangan : surat kabar yang terbit pada zaman Hindia Belanda, bercorak nasional dan menyuarakan kepentingan kaum pergerakan
Pers Terpimpin : sebutan untuk pers masa Demokrasi Terpimpin
Persbreidel-ordonnantie : peraturan pemerintah Hindia Belanda mengenai tindak pidana pers yang diberlakukan sejak 7 September 1931
propagare : mengembangkan atau memekarkan
Rapat Pleno : rapat anggota komisi yudisial yang merupakan alat kelengkapan komisi yudisial baik untuk mengambil putusan maupun tidak mengambil putusan
Reglement : peraturan
rehabilitasi : pemulihan
retooling : memperlengkapi kembali
Soekarnoisme : paham mengenai pemikiran Sukarno
xviii
soverenitas : suatu yang menyatakan bahwa yang berdaulat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia adalah rakyat
staat van oorlog en beleg : keadaan darurat perang
status quo : keadaan tetap pada saat tertentu
ton : satuan ukuran berat 1.000 kg
USDEK : intisari dari manifesto politik Indonesia yang terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia
xix
DAFTAR GAMBAR
2.1 Foto Rapat Umum Melawan Imperialisme AS 38
3.1 Karikatur Pers Kanan Menyerang Presiden Sukarno 46
3.2 Karikatur UUPBH-UUPA 55
4.1 Karikatur Perjuangan Indonesia dalam Melakukan
Perjuangan Pembebasan Irian Barat Melawan Belanda
77
4.2 Karikatur Keberhasilan Indonesia Membebaskan Irian Barat 78
4.3 Karikatur Inggris di Balik Pembentukan Malaysia 81
4.4 Karikatur Amerika Serikat Mendukung Pembentukan
Malaysia
84
4.5 Karikatur Tututan Partai Politik Agar Malaysia Dibubarkan 87
4.6 Karikatur Manikebu, BPS, dan Partai Murba Diibaratkan
penari striptis dengan kepentingan dinasti ekonomi
93
4.7 Foto Aksi Mengganyang Imperialisme AS di Jakarta 113
4.8
4.9
Karikuatur Penolakan Duta Besar AS dan Propaganda Sita
Modal AS
Cerita Bersambung Berjudul Bojolali
117
133
xx
RINGKASAN
Fokus skripsi ini adalah propaganda Harian Rakjat (HR) selama 1959-1965. Pada penelitian ini permasalahan yang diteliti berkaitan dengan konten dan sifat propaganda HR, serta reaksi pemerintah terhadap propaganda HR. Ketiga permasalahan itu menjadi landasan untuk menganalisis konten dan sifat propaganda HR, serta menjabarkan reaksi pemerintah terhadap propaganda yang dilakukan HR. Selama prosesnya, penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan pendekatan ilmu politik.
Pembahasan awal skripsi ini mengenai transisi pers dari Pers Merdeka menuju Pers Terpimpin. Selama masa transisi yang berlangsung sejak 1957-1963, pers Indonesia mengalami serangkaian pembreidelan yang dilakukan pemerintah. Tindakan itu sebagai dampak dari upaya pemerintah dalam mengontrol pers. Setelah masa transisi, pers Indonesia pada mulanya dapat dikontrol pemerintah, tetapi kondisi tersebut berubah secara drastis karena pada pertengahan 1964 muncul Badan Pendukung/Penyebar Soekarnoisme (BPS) yang dibantu Amerika Serikat. Tujuan didirikannya BPS adalah menjatuhkan Presiden Sukarno dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan mengatasnamakan Soekarnoisme. Hal itu mengakibatkan konflik antara pers pendukung Presiden Soekarno terhadap pers BPS yang dianggap kontra revolusioner.
Terbentuknya poros Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom) di awal Demokrasi Terpimpin membuat Presiden Sukarno memiliki pendukung tetap. Salah satu pendukung terkuatnya berasal dari golongan komunis yang diwakili oleh PKI. Posisi HR sebagai surat kabar milik PKI, membuat HR menjadi media propaganda PKI dan secara konsisten mendukung Presiden Sukarno. Dukungan HR termanifestasikan dalam bentuk propaganda anti imperialisme, kolonialisme, kapitalisme, dan semua hal yang berkaitan dengan Blok Barat, tidak terkecuali budaya.
Pembahasan selanjutnya adalah inti penelitian mengenai propaganda HR yang secara umum dapat dibagi menjadi tiga tema besar, yaitu politik, ekonomi, dan budaya. Berkenaan dengan politik, pembahasan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu keterlibatan HR dalam propaganda Pembebasan Irian Barat, konfrontasi terhadap Malaysia, dan konflik terhadap kelompok BPS. Situasi tersebut berimplikasi dengan adanya propaganda ekonomi yang berisi mengenai penolakan terhadap kapitalisme asing. Selain itu akibat situasi politik Indonesia, HR juga melakukan propagada anti kebudayaan negara imperialis (Blok Barat).
xxi
SUMMARY
The focus of this study is the propaganda of Harian Rakjat (HR) during 1959-1965. The research propblems are related to the content and characteristic of HR propaganda, as well as the government reaction to HR propaganda. The three problems are the basis for analyzing the content and characteristic of HR propaganda, and outlining the government’s reaction to the propaganda carried out by HR. During the process, this study used historical methods with a political science approach.
The first discussion of this study was about the transition of the press from the Pers Merdeka to the Pers Terpimpin. During the transitional period that took place from 1957-1963, the Indonesian press experienced a series of bans that are carried out by the government. The action is a result of the government's efforts to control the press. After the transition period, the Indonesian press is initially managed by the government, but this condition changed drastically because in mid-1964, the Badan Pendukung/Penyebar Soekarnoisme (BPS) emerged assisted by the United States. The aim of establishing BPS is to overthrow President Sukarno and the Indonesian Communist Party (PKI) on behalf of Soekarnoism. This resulted in a conflict between the partisan of President Soekarno's press against the BPS press which is considered counter-revolutionary.
The formation of the nationalist, religious, and communist (Nasakom) that existed at the beginning of Demokrasi Terpimpin that made President Sukarno have permanent partisan. One of the strongest partisan came from the communist group represented by the PKI. The HR position as a newspaper belonging to the PKI, made HR a PKI propaganda media and consistently supported President Sukarno. HR's support is manifested in the form of propaganda against imperialism, colonialism, capitalism and all matters relating to the Western Bloc, including culture.
The next discussion is the point of research about HR propaganda which can generally be divided into three major themes, namely politic, economic, and culture. Regarding politic, the discussion is divided into three parts, namely the involvement of HR in the propaganda of the Liberation of West Irian, confrontation with Malaysia, and conflict with the BPS. This situation has implications for the existence of economic propaganda which contains the rejection of foreign capitalism. Besides that due to the Indonesian political situation, HR also carried out propaganda against the culture of the imperialist country (The Western Bloc).
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Permasalahan
Pembubaran Konstituante dan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 yang termaktub dalam Dekrit Presiden 5 Juli 19591 memberikan
dampak yang signifikan bagi politik Indonesia. Hal itu disebabkan sesudah dekrit
dibacakan, orientasi politik Indonesia berubah dari Demokrasi Liberal yang bersifat
parlementer2 menjadi Demokrasi Terpimpin yang bersifat presidensial.3 Perubahan
yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari kondisi politik Indonesia. Selama
Demokrasi Liberal (1950-1959) iklim politik Indonesia berlangsung secara tidak
stabil. Ketidakstabilan tersebut dapat dilihat dari perubahan kabinet yang terjadi
selama enam kali dalam rentang waktu kurang dari tujuh tahun.4
Diberlakukannya Demokrasi Terpimpin dan sesudahnya dibentuk poros
Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom) tidak dapat dipungkiri merupakan
angin segar bagi Partai Komunis Indonesia (PKI), mengingat PKI merupakan partai
1“Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tentang kembali kepada UUD 1945” (Arsip Pidato Presiden RI Soekarno 1958-1967 No. 83, Arsip Nasional Republik Indonesia).
2Menurut Peter Harris dan Ben Reilly, sistem parlementer adalah sistem politik di mana lembaga legislatif memiliki sebagai aktor utama baik dalam menyususn undang-undang maupun kekuasaan eksekutif. Selengkanya Muhtar Haboddin, Pengantar Ilmu Pemerintahan (Malang: UB Press, 2015), hlm. 110
3Menurut Peter Harris dan Ben Reilly, sistem presidensial adalah pemisahan cabang-cabang eksekutif dan legislatif dengan kekuasaan eksekutif di luar kekuasaan legislatif, yaitu presiden dan kabinetnya. Selengkapnya Haboddin, Pengantar, hlm. 95.
4Malcolm Caldwell dan Ernst Utrecht, Sejarah Alternatif Indonesia, terjemahan Saut Pasaribu (Yogyakarta: Djaman Baroe, 2001), hlm. 196-197.
2
yang menuntut digantinya Demokrasi Liberal menjadi Demokrasi Terpimpin.5
Perubahan politik yang terjadi kemudian mendorong kedekatan Presiden Sukarno
dengan PKI. Kedekatan Presiden Sukarno dengan PKI bukan tanpa tujuan. Baik
Presiden Sukarno maupun PKI memiliki kepentingan masing-masing. Presiden
Sukarno menyadari bahwa hanya PKI yang mampu mengimbangi kekuatan
Angkatan Darat (AD). Di sisi lain, PKI sadar bahwa dengan berada di lingkaran
Presiden Sukarno, mereka merasa lebih mudah untuk melakukan lobi politik yang
menguntukan partai, seperti upaya pembentukan Kabinet Gotong Royong.6
Keuntungan politik yang didapatkan PKI selama Demokrasi Terpimpin
secara otomatis juga memberikan keuntungan bagi organisasi sayap partai,
termasuk Harian Rakjat (HR) yang notabene adalah pers bentukan PKI. Status HR
sebagai pers partai tentu mengemban tugas melakukan propaganda yang berkaitan
dengan kepentingan politik PKI dan organisasi sayap partainya, seperti: Sentral
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dan Barisan Tani Indonesia (BTI).
Berkaitan dengan kepentingan politik PKI, selama Demokrasi Terpimpin secara
berkala HR juga melakukan propaganda yang menguntungkan Presiden Sukarno
sebagai bentuk dukungannya.
Aktivitas propaganda HR pada dasarnya tidak terlepas dari kondisi pers masa
Demokrasi Terpimpin. Pada periode Demokrasi Terpimpin, pers memiliki peranan
penting sebagai alat untuk melakukan indoktrinasi Manifesto Politik (Manipol)
USDEK.7 Hal itu semakin jelas sesudah Keadaan Darurat Perang–staat van oorlog
en beleg (SOB)8 pada 1 Mei 1963 berganti status menjadi Keadaan Tertib Sipil
5Geoffrey B. Robinson, Musim Menjagal: Sejarah Pembunuhan Massal di Indonesia 1965-1966, terjemahan Gatot Triwara (Depok: Komunitas Bambu, 2018), hlm. 54.
6Rex Mortimer, Indonesian Communism Under Sukarno: Ideologi dan Politik 1959-1965, terjemahan Yudi Santoso (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 75-78.
7USDEK adalah akronim dari Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia.
8Keadaan Darurat Perang atau staat van oorlog en beleg (SOB). SOB pertamakali ditetapkan oleh pemerintah pada 1957.
3
(KTS)9. Sebagai akibat dari pergantian status tersebut, pers diberi tugas sebagai alat
kolektif penggerak aksi-aksi massa secara revolusioner dengan jalan memberikan
penerangan yang dapat membangkitkan jiwa massa, kehendak massa, dan tindakan
massa, yang ditunjukkan untuk melaksanakan Manipol USDEK dan segala
ketetapan yang diambil oleh pemerintah.
Pada dasarnya kondisi itu tidak terlepas dari ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) No. II/MPRS/1960 yang
menjelaskan bahwa pers berfungsi untuk memperkuat usaha penerangan sebagai
media penggerak rakyat dan massa revolusioner.10 Ketentuan tersebut pada tahap
selanjutnya membuat MPRS pada tahun 1963, memutuskan agar pers nasional
diberi fasilitas dan bantuan untuk perbaikan mutu, agar dapat benar-benar
memenuhi fungsinya sebagai alat revolusi.11
Situasi yang membuat pers harus mendukung pemerintah adalah suatu
keuntungan bagi HR karena dapat dijadikan legitimasi bahwa yang dilakukan HR
merupakan aktivitas yang dibenarkan oleh pemerintah. Keuntungan lain dengan
diharuskannya pers mendukung pemerintah adalah terciptanya situasi di mana HR
tidak mendapatkan kritikan yang berarti karena kebijakan itu berimplikasi dengan
pembreidelan terhadap pers yang tidak sejalan dengan pemerintah. Pembreidelan
9Penetapan Keadaan Tertip Sipil berdasarkan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1962 berisikan penurunan tingkatan keadaan darurat selambat-lambatnya pada tanggal 1 Mei 1963.
10Penggerak rakyat yang dimaksud adalah menggerakkan masyarakat yang posisinya di luar partai politik atau organisasi maupun simpatisan partai politik. Massa revolusioner adalah kelompok yang memiliki semangat progresif-revolusioner. Kelompok massa revolusioner didominasi oleh golongan nasionalis dan komunis. Secara langsung, kelompok ini berada dalam naungan partai politik atau organisasi sayap partai. Contohnya: kader PKI, PNI, LKN, dan SOBSI. Secara tidak langsung, kelompok ini merupakan simpatisan atau memiliki kedekatan secara ideologis. Lekra masuk ke dalam unsur massa revolusioner secara tidak langsung.
11I. Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia (Jakarta: Trinity Press, 1977), hlm. 72-73.
4
tersebut mengakibatkan HR menjadi leluasa dalam melakukan propaganda-
propagandanya.
Berdasarkan latar berlakang yang sudah dijelaskan, terdapat permasalahan
yang perlu diteliti lebih lanjut. Permasalahan tersebut adalah tentang propaganda
yang dilakukan oleh surat kabar HR. Permasalahan itu kemudian dirumuskan
dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apa saja konten propaganda HR?
2. Bagaimana sifat propaganda HR?
3. Bagaimana reaksi pemerintah terhadap propaganda HR?
B. Ruang Lingkup
Dalam melakukan penelitian sejarah, pembatasan spasial dan temporal sangat
penting. Perangkat pembatas spasial dan temporal adalah mutlak bagi penelitian
sejarah, karena dengan batas tersebut sejarawan akan terhindar dari perihal yang
tidak ada relevansinya dengan permasalahan yang diteliti.12 Selain hal itu,
pembatasan ruang lingkup ini dimaksud agar pembahasan lebih praktis dan
mempunyai kemungkinan untuk dikaji secara empiris serta dapat
dipertanggungjawabkan secara metodologis.13
Berdasarkan yang sudah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini dibatasi oleh
ruang lingkup spasial, temporal, dan keilmuan. Ruang lingkup spasial penelitian ini
adalah nasional. Pemilihan lingkup spasial nasional karena HR adalah surat kabar
nasional. Sekalipun demikian, kalau ada berita-berita lokal yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian ini, maka berita itu digunakan untuk memperkuat lingkup
menjadi skala nasional. Selanjutnya ruang lingkup temporal penelitian ini adalah
selama Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Pemilihan 1959 karena pada tahun
tersebut menjadi awal berlakunya Demokrasi Terpimpin setelah Presiden Sukarno
12Taufik Abdullah, Abdurahman Surjomihardjo (ed), Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. Xii.
13Taufik Abdullah, Sejarah Lokal Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985), hlm. 10.
5
membacakan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Alasan lain adalah bahwa selama
Demokrasi Terpimpin PKI merupakan partai pendukung pemerintah dan mendapat
keuntungan dengan terbentuknya poros Nasakom. Sementara itu 1965 adalah batas
akhir karena menjadi tahun terakhir keberlangsungan Demokrasi Terpimpin
ditandai dengan kudeta merangkak14 terhadap Presiden Sukarno setelah gerakan 1
Oktober 1965. Selain itu pada 3 Oktober 1965 merupakan edisi terakhir HR karena
sesudahnya selain surat kabar milik AD, yakni Angkatan Bersendjata dan Berita
Yudha, semua surat kabar dilarang terbit.
Ruang lingkup ketiga adalah keilmuan. Ruang lingkup keilmuan dalam
penelitian ini ialah sejarah pers yang menggunakan pendekatan ilmu politik. Hal itu
diputuskan mengingat tema penelitian ini adalah sejarah pers dan dalam
pengkajiannya tidak terlepas dari sejarah politik Indonesia pada masa Demokrasi
Terpimpin. Komunisme sebagai ideologi yang diusung PKI menjadi sebab lain
mengapa ilmu politik digunakan, mengingat ideologi politik dapat diartikan sebagai
nilai-nilai, ide, norma-norma, kepercayaan dan keyakinan, suatu weltanschauung,
yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang, atas dasar menentukan sikap
terhadap kejadian dan masalah-masalah politik yang dihadapi dan memerlukan
tingkah-laku politiknya.15
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian pasti memiliki tujuan penelitian. Penelitian ini memiliki tiga
tujuan. Pertama, untuk memaparkan konten propaganda HR. Kedua, menganalisis
sifat propaganda yang dilakukan surat kabar HR. Ketiga, menjelaskan reaksi
pemerintah terhadap propaganda HR.
14Istilah kudeta merangkak diperkenalkan oleh Asvi Warman Adam. Mengenai kudeta merangkak, selengkapnya Asvi Warman Adam, Melawan Lupa, Menepis Stigma Setelah Prahara 1965 (Jakarta: Kompas, 2015), hlm. 23-29.
15Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2007), hlm. 32.
6
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang berjudul “Harian Rakjat: Alat Propaganda Partai Komunis
Indonesia 1959-1965” menggunakan beberapa hasil penelitian yang sebelumnya
sudah dilakukan dan memiliki relevansi dengan penelitian ini sebagai rujukan
pustaka.
Buku pertama adalah Pers dan Dinamika Politik Analisis Media Komunikasi
Politik Indonesia16 yang ditulis oleh Prof. Dr. Anwar Arifin. Di buku tersebut
Anwar Arifin menjelaskan secara komprehensif tentang keterlibatan pers dalam
dunia politik. Menurut Anwar Arifin, sistem politik pada suatu negara menentukan
corak kehidupan pers di negara itu. Hal tersebut disebabkan pers selalu mengambil
bentuk dan struktur-struktur sosial politik di mana pers itu beroperasi. Anwar Arifin
kemudian membuktikan keterlibatan pers dan politik berdasarkan Keputusan
Dewan Pers tentang Pendoman Pembinaan Idiil Pers yang menjelaskan bahwa
perkembangan pers senantiasa akan dipengaruhi oleh struktur sosial dan struktur
politik yang berlaku dalam masyarakat tempat pers itu bekerja. Keterlibatan pers
dan politik kemudian membuat Anwar Arifin memberikan penjelasan tentang
klasifikasi pers, yaitu pers partai, pers afiliasi, dan pers independen.
Revelansi dengan karya Anwar Arifin berkaitan dengan tema, yaitu tentang
pers dan politik. Bahwa dalam kajiannya, penelitian ini tidak terlepas dari sejarah
pers dan politik Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin. Sekalipun terdapay
kesamaan tema, isi penelitian ini lebih dikhususkan kepada salah satu pers, dalam
hal ini adalah HR dan dari sudut pandang politik berkaitan dengan aktivitas
propagandanya selama Demokrasi Terpimpin.
Buku kedua yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka adalah Pemerintah,
Media, dan Masyarakat di Indonesia17 yang ditulis oleh Erman Anom, Ph.D. Buku
ini secara umum menjelaskan tentang korelasi antara pemerintah, media, dan
16Anwar Arifin, Pers dan Dinamika Politik Analisis Media Komunikasi Politik Indonesia (Jakarta: Yarsif Watampone, 2010).
17Erman Anom, Pemerintah, Media, dan Masyarakat di Indonesia (Yogyakarta: Andi Offset, 2016).
7
masyarakat. Buku tersebut pada bab awal membahas tentang regulasi dan sistem
media di Indonesia yang diawali dari era Pemerintahan Belanda, Pendudukan
Jepang, pergerakan kaum nasionalis, era Presiden Sukarno, era Soeharto, dan
reformasi. Khusus pada era Presiden Sukarno, Erman Anom menjelaskan bahwa
pada masa pemerintahannya, Presiden Sukarno dikenal dekat dengan media.
Seiring dengan perubahan politik, interaksi yang semula baik kemudian berbalik,
media mulai mengkritik Presiden Sukarno dan pemerintahannya.
Berdasarkan hal tersebut, Presiden Sukarno kemudian memutuskan untuk
mengontrol media. Erman Anom kemudian menjelaskan cara Presiden Sukarno
dalam mengontrol media dengan mengharuskan semua pers harus memiliki Surat
Izin Pembagian Kertas (SIPK) pada 1960 yang diatur oleh Kementerian Penerangan
RI. Melalui SIPK, Presiden Sukarno berhasil mengontrol media, pasalnya bagi
media yang memberikan kritik kepada Presiden Sukarno atau pemerintah, surat izin
tersebut bisa dicabut dan media tidak akan mendapatkan subsidi kertas mengingat
pada masa itu kertas untuk koran peredarannya terbatas dan harganya mahal.
Relevansi penelitian yang akan dilakukan dengan buku karya Erman Anom
adalah berkaitan dengan tema penelitian, yakni pers dan politik, khususnya pers
pada masa Demokrasi Terpimpin.
Buku ketiga karya I. Taufik yang berjudul Sejarah dan Perkembangan Pers
di Indonesia.18 Dalam buku ini, I. Taufik menjabarkan sejarah pers di Indonesia
mulai dari zaman Belanda, pendudukan Jepang, revolusi fisik, sampai dengan pers
Indonesia pada masa Orde Baru. Khusus pada masa Demokrasi Terpimpin, I.
Taufik menjelaskan bahwa sistem dan fungsi pers pada Demokrasi Terpimpin dapat
dikatakan menganut sistem yang otoriter. Hal tersebut karena pers dijadikan
pemerintah sebagai penghubung pemerintah kepada masyarakat dan mengagung-
agungkan Presiden Sukarno. Di sisi lain, I. Taufik menjabarkan bahwa pada
Demokrasi Terpimin terdapat tekanan pada pers dalam tugas-tugas pers yang
18I. Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia ( Jakarta: PT. Triyinco, 1977).
8
berkaitan dengan aksi massa, sehingga menjadikan pers seakan-akan alat pendidik
massa untuk menegakkan Demokrasi Terpimpin.
Buku keempat adalah karya Edward C. Smith yang berjudul Sejarah
Pembreidelan Pers di Indonesia.19 Buku ini di awal menjelaskan mengenai kondisi
Indonesia secara umum. Pembahasan selanjutnya dalam buku ini ialah mengenai
perkembangan pers di Indonesia dari zaman Belanda sampai Demokrasi Terpimpin.
Edward C. Smith menjelaskan secara konfrehensif mengenai pembreidelan pers di
Indonesia, khususnya masa sebelum dan sesudah Demokrasi Terpimpin. Mengenai
pembreidelan pers, buku ini menjelaskan bahwa pembreidelan dilakukan
pemerintah berdasarkan kepentingan politik di mana pemerintah menginginkan
pers berada dalam satu poros yang sama. Hal itu mengakibatkan pers yang
mengkritik pemerintah mengalami pembreidelan. Buku ini juga menjelaskan
bagaimana Presiden Sukarno mengeluarkan kebijakan untuk mengontor pers.
Kebijakan tersebut mengakibatkan pers menjadi terikat dengan pemerintah apabila
ingin tetap beredar.
Relevansi dengan penelitian ini adalah memiliki kesamaan tema, yaitu sejarah
pers dan dalam periodisasinya selama keberlangsungan Demokrasi Terpimpin.
Sekalipun terdapat kesamaan tema, penelitian ini lebih fokus pada surat kabar HR
dan propaganda yang dilakukannya.
Buku terakhir yang dijadikan tinjauan pustaka adalah Lekra Tak Membarkan
Buku Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965 karya Rhoma
Dwi Aria Yulianti dan Muhidin M. Dahlan.20 Buku ini berisi esai-esai sejarah
tentang keterlibatan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dalam kebudayaan
Indonesia yang secara umum dimuat oleh HR. Kumpulan esai tersebut dibagi
menjadi sepuluh bagian, yaitu mukadimah, riwayat Harian Rakjat, sastra, film,
senirupa, seni pertunjukan, seni tari, musik, buku, dan khotimah.
19Edward Cecil Smith, Sejarah Pembreidelan Pers di Indonesia, terjemahan Atmakusumah, et.al. (Jakarta: Grafiti Press, 1983).
20Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965 (Yogyakarta: Merakasumba, 2008).
9
Relevansi penelitian ini dengan buku tersebut adalah terdapat kesamaan objek
penelitian, yaitu HR dan periodisasi yang tidak jauh berbeda karena penelitian ini
berlangsung selama 1959-1965. Perbedaan dengan buku tersebut ialah bahwa
penelitian ini fokus pada propaganda HR yang dibagi menjadi tiga tema besar, yaitu
politik, ekonomi, dan budaya. Sedangankan buku karya Rhoma dan Muhidin fokus
pada keterlibatan Lekra dalam kebudayaan Indonesia yang dominannya dimuat
oleh HR. Walaupun demikian, aktivitas Lekra yang dipublikasi HR dalam
penelitian ini dianalisis sebagai propaganda.
E. Kerangka Pemikiran
Rekonstruksi suatu peristiwa sejarah membutuhkan pendekatan ilmu-ilmu lain agar
penelitian yang dilakukan lebih komprehensif dan tetap fokus pada permasalahan
penelitian yang sedang dilakukan. Ilmu-ilmu bantu lain yang digunakan juga harus
relevan dengan subjek penelitian. Pendekatan yang relevan diperlukan untuk
mempermudah usaha dalam mendekati realitas masa lampau dalam penelitian
sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
multidimesional.21 Pada penelitian ini fokus utamanya adalah penelitian sejarah
yang menggunakan disiplin ilmu lain, yakni ilmu politik. Pada penelitian ini ilmu
politik digunakan untuk mengkaji kepentingan politik PKI dan Presiden Sukarno
selama Demokrasi Terpimpin. Hal itu perlu dilakukan karena kepentingan politik
PKI dan Presiden Sukarno menjadi unsur yang menentukan propaganda HR.
Penelitian ini memiliki tiga konsep dasar, yakni pers, HR sebagai pers partai,
dan propaganda. Pers dapat diartikan berbagai macam. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) pers diartikan sebagai usaha percetakan dan penerbitan, usaha
pengumpulan dan penyiaran berita, penyiaran berita melalui surat kabar, majalah,
dan radio, orang yang bergerak dalam penyiaran berita, dan medium penyiaran
21Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi: Suatu Alterntif (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm. 40.
10
berita, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film.22 Selain itu pers juga
dapat dibedakan ke dalam dua pengertian yaitu pers dalam arti yang luas dan pers
dalam arti yang sempit. Dalam arti yang luas, perkataan pers termasuk semua
barang cetak yang ditujukan kepada umum atau khalayak seperti surat kabar,
majalah, brosur, bulletin, buku, pamflet, selebaran dan spanduk. Sebaliknya pers
dalam arti sempit sama dengan surat kabar, yaitu lembaran-lembaran tercetak yang
isinya bersifat umum dan aktual, serta terbit secara teratur (misal setiap hari, setiap
minggu, atau sekali dua minggu). Hal itu membuat surat kabar memiliki sifat
publisitas (penyebaran kepada khalayak), periodisitas (terbit teratur dan berkala),
universalitas (isinya beraneka ragam), dan aktualitas (isinya baru terjadi atau
kejadian baru).23 Merujuk pada definisi di atas, dalam penelitian ini HR merupakan
pers yang masuk dalam kategori barang cetak dan terbit secara berkala. Hal itu
disebabkan HR adalah surat kabar yang terbit setiap hari.
Keterangan HR sebagai pers tidak dapat diartikan secara umum. Pengertian
HR sebagai pers dipersempit lagi karena di dalam pers masih terdapat klasifikasi
lanjutan. Klasifikasi yang dimaksud kemudian menimbulkan citra pers. Posisi HR
yang didirikan oleh PKI mengakibatkan HR masuk ke dalam kategori pers partai.
Hal itu tidak terlepas dari definisi pers partai yang diartikan sebagai surat kabar
yang didirikan dan dimiliki partai politik dan dimanfaatkan untuk kepentingan
partai politik itu sendiri.24 Kondisi itu selanjutnya menyebabkan citra HR menjadi
pers politik. Menurut A. Muis, pers politik dapat dibagi menjadi dua tipe. Pertama
pers sebagai organ partai yang menyerukan ideologi dan politik tertentu. Kedua,
pers yang merupakan simpatisan partai atau ideologi tertentu. Berdasarkan dua
definisi sebelumnya, HR yang notabene organ PKI merupakan pers yang masuk ke
dalam kategori pertama. Perlu ditekankan bahwa tujuan pers politik adalah tujuan
22Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan,” (https://kbbi.kemdikbud.go.id., dikunjungi pada 11 Mei 2018).
23Arifin, Pers, hlm. 33. 24Arifin, Pers, hlm. 51.
11
ideal, bukan mencari keuntungan.25 Ideal yang dimaksud adalah kondisi yang
dikehendaki berdasarkan ideologi dan kepentingan politiknya.
Berbicara propaganda, Muhajir Affandi dalam bukunya Komunikasi
Propaganda Suatu Pengantar, menjelaskan bahwa kata propaganda berasal dari
bahasa Latin moderen: propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan.
Rangkaian pesan dalam propaganda bertujuan untuk memengaruhi pendapat dan
kelakuan masyarakat atau kelompok orang. Propaganda tidak menyampaikan
informasi secara objektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk
mempengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya. Selanjutya, disampaikan
bahwa propaganda adalah sebuah upaya yang disengaja dan sistematis untuk
membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan memengaruhi
langsung prilaku agar memberikan respons sesuai yang dikehendaki oleh pelaku
propaganda. Masih di buku yang sama, Muhajir Affandi juga menjabarkan
propaganda menurut Bruce L Smith (Encyclopedia Social Science) yang
menyebutkan bahwa propaganda adalah manipulasi relatif secara sengaja dengan
menggunakan simbol (kata-kata, sikap, bendera, atau musik) terhadap pikiran atau
tindakan orang lain dengan sasaran terhadap kepercayaan, nilai, dan perilakunya.26
Secara khusus penelitian ini menggunakan konsep propaganda politik. Pada
umumnya politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik
(atau negara) yang berkaitan dengan proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem
itu, dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.27 Berdasarkan definisi tersebut
propaganda politik yang dimaksud adalah upaya yang disengaja dan sistematis
untuk mempengaruhi masyarakat berdasarkan kepentingan dan tujuan politik
pelaku propagandanya.
Merujuk pada keterangan di atas, propaganda-propaganda yang dilakukan
oleh HR adalah propaganda yang menggunakan kata-kata tertulis, mengingat HR
25Arifin, Pers, hlm. 48-50. 26Muhajir Affandi, Komunikasi Propaganda Suatu Pengantar (Yogyakarta:
Deepublish, 2017), hlm. 13-14. 27Budiardjo, Dasar-Dasar, hlm. 8.
12
adalah surat kabar yang terbit secara harian. Demi memperkuat konsep propaganda
politik, Pendekatan interaksionisme simbolis digunakan dengan tujuan untuk
menginterpretasikan fenomena politik seperti terwujud dalam kelakuan, tindakan,
sikap, interaksi antar pelaku politik dalam arena politik tertentu.28 Hal itu dilakukan
karena propaganda HR tidak terlepas dari kondisi politik Demokrasi Terpimpin.
F. Metode Penelitian dan Penggunaan Sumber
Penelitian yang berjudul “Harian Rakjat: Alat Propaganda Partai Komunis
Indonesia 1959-1965” menggunakan metode penelitian sejarah. Metode sejarah itu
mencangkup empat tahapan, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan
historiografi.
Tahap pertama adalah heuristik, yaitu merupakan pengumpulan sumber atau
data sejarah, baik sumber primer maupun sumber sekunder. Sumber sejarah disebut
juga data sejarah, dalam bahasa inggris datum bentuk tunggal, bentuk jamaknya
adalah data. Dalam bahasa latin datum berarti pemberian yang dikumpulkan harus
sesuai dengan jenis sejarah yang akan kita tulis.29 Sumber primer adalah sumber
yang didapat dari kesaksian seorang saksi dengan mata kepala atau saksi dengan
pancaindera yang lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon, yakni orang atau
alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakannya.30 Pada penelitian ini sumber
primer yang digunakan adalah berita-berita surat kabar HR yang berkaitan dengan
penelitian yang terbit selama Demokrasi Terpimpin. Sumber primer lainnya adalah
dokumen dan arsip pemerintahan yang meliputi arsip Sekretariat Menteri
Koordinator Kompartimen Perhubungan dengan Rakyat 1963-1966, Komando
Operasi Tertinggi 1963-1967, Pidato Presiden RI Soekarno 1958-1967, Sentral
28Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia, 1992) ,hlm. 168
29Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005), hlm. 95.
30Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI-Press, 1984), hlm. 35.
13
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia 1950-1965, Dr. H. Ruslan Abdulgani 1950-
1976, Departemen Penerangan Republik Indonesia, dan Lambertus Nicodemus
Palar 1928-1981. Berkaitan dengan sumber sekunder didapat dari buku-buku ilmiah
yang memiliki relevansi dengan penelitian ini.
Tahap kedua adalah kritik sumber. Kritik sumber merupakan langkah kedua
dalam penelitian sejarah. Kritik sumber adalah kegiatan menilai dan menguji
sumber-sumber sejarah yang diperlukan baik bentuk fisik maupun isinya. Setiap
sumber memiliki aspek ekstern dan intern. Aspek ekstern berkaitan dengan
persoalan apakah sumber yang ditemukan itu merupakan sumber utama yang
diperlukan. Sementara aspek intern berkaitan dengan persoalan apakah sumber itu
berisi informasi yang diperlukan. Sehubungan dengan itu terdapat dua jenis kritik,
yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah kritik untuk menguji
tingkat keaslian atau otentisitas suatu sumber, sedangkan kritik intern adalah kritik
yang dilakukan untuk menguji kebenaran atau kredibilitas informasi yang
terkandung dalam sebuah sumber sejarah.31
Tahap ketiga adalah interpretasi, yaitu kegiatan menghubung-hubungkan
fakta-fakta sejarah yang sudah diperoleh melalui kritik sumber dalam hubungan
yang harmonis, yaitu hubungan kronologis dan hubungan sebab akibat. Berbagai
fakta sejarah yang lepas satu sama lain harus dirangkai-rangkaikan atau dihubung-
hubungkan hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal.
Sejarawan yang jujur akan mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu
diperoleh, sehingga orang lain dapat melihat kembali dan menafsirkan ulang. Itulah
sebabnya, subyektivitas penulis sejarah diakui.32
Tahap keempat adalah historiografi atau penulisan sejarah. Historiografi
adalah langkah atau tahapan terakhir dalam penelitian sejarah, yaitu kegiatan
menyajikan hasil penelitian sejarah menjadi kisah sejarah dalam berbagai
31G. J. Renier, Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah, terjemahan Muin Umar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1977), hlm. 115.
32Kuntowijoyo, Pengantar, hlm. 103.
14
bentuknya (skripsi, tesis, disertasi, buku-buku sejarah dan lain sebagainya).33 Pada
penelitian ini, historiografi berupa karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian yang berjudul “Harian Rakjat: Alat Propaganda Partai Komunis
Indonesia 1959-1965” ini disusun dalam lima bab. Setiap bagian menitikberatkan
pada permasalahan tertentu dan antar bab memiliki keterkaitan hubungan satu
dengan yang lain. Berdasarkan hal tersebut, disusun sistematika penulisan sebagai
berikut:
Bab I merupakan Pendahuluan yang berisi latar belakang dan permasalahan,
ruang lingkup, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, metode
penelitian dan penggunaan sumber, dan sistematika penulisan.
Bab II berjudul Pers Pada Masa Demokrasi Terpimpin, menjelaskan tentang
kondisi pers Indonesia pada masa transisi dari pers Demokrasi Liberal menuju pers
Demokrasi Terpimpin. Pembahasan selanjutnya adalah mengenai pers pada masa
Demokrasi Terpimpin.
Bab III berjudul Profil Harian Rakjat. Pada bab ini diawali dengan
pembahasan tentang sejarah terbentuknya HR. Sesudah itu pembahasan selanjutnya
mengeni posisi HR sebagai pers partai dan pendukung Presiden Sukarno.
Bab IV berjudul Propaganda Harian Rakjat. Bab IV adalah inti penelitian.
Pada bagian ini propaganda HR yang dikaji secara politik dibagi menjadi tiga tema
umum, yaitu: politik, ekonomi, dan kebudayaan. Pada bagian propaganda politik
berisi penjelasan mengenai keterlibatan HR selama pembebasan Irian Barat,
konfrontasi terhadap Malaysia, dan konflik dengan Badan Pendukung/Penyebar
Soekarnoisme (BPS). Pembahasan propaganda ekonomi menjelasakan mengenai
propaganda dalam mendukung kebijakan Ekonomi Terpimpin dan propaganda anti
kapitalisme asing, khususnya negara yang tergabung dalam blok Barat. Propaganda
ekonomi dalam pembahasan ini adalah akibat dari kondisi politik yang dialami
33Kuntowijoyo, Pengantar, hlm. 104.
15
Indoneisa. Bagian propaganda kebudayaan menjelaskan tentang penolakan
terhadap budaya imperialis yang dianggap merugikan Indonesia.
Bab V merupakan simpulan yang berisi jawaban dari pertanyaan pada bab I
penelitian ini.