Post on 10-Nov-2021
GAMBARAN MOTIVASI PERAWAT DALAM MELANJUTKAN PENDIDIKAN
KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT SARININGSIH KOTA BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Keperawatan
Ceng Muhidin Ardi
NPM : AK.216062
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2019
GAMBARAN MOTIVASI PERAWAT MELANJUTKAN PENDIDIKAN SARJANA
KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT SARININGSIH BANDUNG
Ceng Muhidin Ardi
ABSTRAK
Kemenkes (2017), Menurut data dari Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemkes tahun 2017,
sebagian besar atau 77,56% perawat yang bekerja di rumah sakit berpendidikan Diploma III, Ners
10,84%, dan sepesialistik 6,24% dan yang berpendidikan SPK sebanyak 5,17%. Kondisi ini belum
sesuai dengan standar profesi keperawatan sebagai pemberi asuhan keperawatan yang profesional.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran tingkat motivasi perawat untuk
melanjutkan pendidikan di RS Sariningsih Bandung Tahun 2019.
Desain yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Teknik pengambilan populasi adalah
total sampling dengan jumlah 42 perawat. Pengumpulan data dengan kuesioner motivasi yang di
ambil dari teori Titin (2014) dengan nilai dari 37 pertanyaan.
Hasil penelitian menunjukan : Responden tingkat motivasi tinggi sebanyak 24 perawat
(57,1%), tingkat motivasi rendah sebanyak 18 perawat (42,9%). Berdasarkan hasil penelitian ini,
peneliti menyarankan agar para manajer Rumah Sakit membuat rencana pengembangan SDM
yang jelas dan mengalokasikan dana untuk pendidikan berkelanjutan dalam rangka rneningkatkan
mutu pelayanan.
Kesimpulan :.Masih tinggi motivasi perawat melanjutkan pendidikan sarjana keperawatan di
Rumah Sakit Sariningsih Bandung, untuk memberi kesempatan bagi perawat melanjutkan
pendidikan ke jengjang lebih tinggi.
Kata Kunci : motivasi, perawat, pendidikan
Referensi : 29 Buku (2004-2018)
2 website (2017-2018)
2 jurnal (2014-2017)
NURSING MOTIVATION DESCRIPTION OF NURSING EDUCATION IN
SARININGSIH HOSPITAL BANDUNG
Ceng Muhidion Ardi
ABSTRAC
Ministry of Health (2017), According to data from the Director General of Health Efforts
for the Ministry of Health in 2017, the majority or 77.56% of nurses working in hospitals had
Diploma III education, Nurse 10.84%, and specialistic 6.24% and SPK educated as many as
5.17%. This condition is not in accordance with the standards of the nursing profession as a
professional provider of nursing care.
The purpose of this study was to see a picture of the level of motivation of nurses to continue their
education at Sariningsih Hospital Bandung in 2019.
The design used is quantitative descriptive. The population collection technique is total sampling
with 42 nurses. Data collection using a motivation questionnaire taken from Titin's theory (2014)
with a value of 37 questions.
The results showed: Respondents with high motivation levels were 24 nurses (57.1%), low
motivation levels were 18 nurses (42.9%). Based on the results of this study, researchers suggest
that Hospital managers make a clear HR development plan and allocate funds for continuing
education in order to improve service quality.
Conclusion: Still high motivation of nurses to continue their education in nursing at Sariningsih
Hospital, Bandung, to provide opportunities for nurses to continue their education to a higher level.
Keywords: motivation, nurses, education
References: 29 Books (2004-2018),2 websites (2017-2018),2 journals (2014-2017)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia, rahmat
taufik serta hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Proposal ini pada waktunya.
Proposal yang penulis susun berjudul “GAMBARAN MOTIVASI PERAWAT DALAM
MELANJUTKAN PENDIDIKAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT SARININGSIH
KOTA BANDUNG TAHUN 2018”. Proposal ini dibuat untuk memenuhi persyaratan mencapai
gelar Sarjana Keperawatan di STIKes Bhakti Kencana Bandung.
Penulisan Penelitian ini banyak sekali hambatan dan rintangan, namun bukan merupakan
suatu halangan bagi penulis bahkan menjadi suatu tantangan sekaligus pelajaran dan pengalaman
untuk menambah wawasan dan percaya diri. Penulis menyadari sepenuhnya dalam pembuatan
Penelitian ini, masih jauh dari sempurna baik dari segi pembahasan maupun teknik
penulisannya.Tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak sangat sulit kiranya untuk
menyelesaikan Penelitian ini. Oleh Karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada yang terhormat :
1. Bapak H. Mulyana, SH.,M.PD.,M.,HKes., Selaku ketua yayasan Adhi Guna Kecana
Bandung
2. Dr. Entris Sutrisno, Apt. MHKes. sebagai Rektor Universitas Bhakti kencana Bandung.
3. Ibu R Siti Jundiah, S.Kp.,M.Kep sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Bhakti kencana
Bandung.
4. Ibu Lia Nurlianawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep. selaku ketua Program Studi Keperawatan (S-1)
STIKes Bhakti kencana Bandung .
5. Bapak Sumbara, S.Kep.,Ners.,M.Kep., selaku Pembimbing I yang telah memberikan
berbagai masukan, bimbingan dan semangat dalam penyusunan Skripsi ini.
6. Ibu Nur Intan Hayati H.K,S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku Pembimbing II yang telah
memberikan berbagai arahan dan bimbingan dan semangat dalam penyusunan Skripsi ini
dengan penuh kesabaran.
7. Mayor CKM dr Wahyu Murtiono , SpTHT-K. selaku Kepala Rumah SakitTk IV Sariningsih
Bandung, yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian.
8. Kepala Bidang Keperawatan dan seluruh jajaran pengurus RSU Sariningsih yang telah
membantu dalam proses pengumpulan data..
9. Kedua orang tua tercinta yang selalu mendoakan, memberikan dorongan agar tetap
semangat.
10. Rekan-rekan seperjuangan Program Studi Keperawatan (S-1) yang selalu memberikan
dukungan dan semangat.
11. Seluruh Dosen, beserta Staff Program Studi Keperawatan (S-1) dan semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan andil dalam menyusunan
Proposal ini.
Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan dari
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan Penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang berguna untuk
kemajuan ilmu di bidang kesehatan pada umumnya dan keperawatan pada khususnya. Semoga
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandung, Agustus 2019
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 8
C. Tujuan ..................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Motivasi .................................................................................. 10
1.1 Pengertian Motivasi ....................................................... 10
1.2 Teori-Teori Motivasi . ..................................................... 12
1.2.1. Teori Isi Motivasi ............................................... 12
1.2.2. Teori Proses Motivasi ........................................ 22
1.2.3. Siklus Motivasi .................................................. 24
1.2.4. Tujuan Motivasi ................................................. 26
1.2.5. Unsur –Unsur Motivasi ...................................... 26
1.2.6. Fungsi Motivasi ................................................. 27
1.2.7. Jenis Motivasi .................................................... 28
2. Konsep Pendidikan Perawat ...................................................... 28
2.1 Pengertian ........................................................................ 28
2.2 Pendidikan Tinggi Perawat ................................................ 30
2.3 Tujuan Pendidikan Keperawatan ...................................... 33
3. Kerangka Konsep ....................................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN
1 Rancangan Penelitian .......................................................................... 35
2 Paradigma Penelitian .......................................................................... 35
3 Variabel Penelitian .............................................................................. 37
4 Definisi Konseptual dan Oprasional .................................................. 38
5 Populasi dan Sampel ........................................................................... 38
5.1 Populasi ......................................................................................... 38
5.2 Sampel ........................................................................................... 39
6 Pengumpulan Data .............................................................................. 39
6.1 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 39
6.2 Instrumen Peneliitian .................................................................... 41
6.3 Uji Validitas dan Reabilitas .......................................................... 41
7 Langkah –langkah Penelitian .............................................................. 44
7.1 Persiapan ....................................................................................... 44
7.2 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 45
7.3 Penyusunan Laporan dan Penyajian Hasil Penelitian .................... 45
8 Pengolahan Analisis Data ................................................................... 45
8.1 Pengolahan Data ............................................................................ 45
9 Etika Penelitian ................................................................................... 50
10 Lokasi dan waktu Penelitian ................................................................ 52
BAB IV
1 Hasil Penelitian ................................................................................... 53
1.1 Analisis Univariat .......................................................................... 53
2 Pembahasan ......................................................................................... 55
2.1 Univariat ....................................................................................... 55
BAB V
1 Kesimpulan ......................................................................................... 62
2 Saran .................................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 63
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Table 3.1 Hasil Uji Normalitas Data................................................................ 49
Tabel 3.2 Penentuan Cut Off Median ............................................................. 49
Tabel 3.3 Pedoman Pengkategorian Variabel .................................................. 49
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Motivasi ......................................................... 54
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Motivasi dari Relatedness ............................. 54
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Motivasi dari growth ...................................... 55
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Siklus Motivasi .......................................................................... 26
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Teori Penelitian ............................................... 35
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep ............................................................. 38
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Instrumen Motivasi
Lampiran 2 : Lembar Kuesioner
Lampiran 3 : Lembar Persetujuan (Informed concent)
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi saat ini, dimana setelah diberlakukannya pasar bebas pada tahun
2003 (AFTA) dan disusul dengan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) tahun 2010
serta semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, bidang pelayanan
kesehatan akan dihadapkan dengan kompetisi dan kerjasama dalam pengadaan jasa pelayanan
kesehatan. Bidang kesehatan yang paling berpengaruh oleh dampak globalisasi salah satunya
adalah bidang perumahsakitan.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan
dan gawat darurat (UU No.44 tahun 2009). Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam
mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan, dimana memiliki peran yang sangat strategis
dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Peran
strategis ini diperoleh karena rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat teknologi dan
padat pakar (Dirjen BUK Kemkes, 2012).
Meningkatnya persaingan dan tuntutan masyarakat, rumah sakit perlu menetapkan
strategi untuk meningkatkan mutu pelayanan secara paripurna dan berkesinambungan,
sehingga dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, rumah sakit harus melakukan upaya
peningkatan mutu pelayanan umum dan pelayanan medik, baik melalui akreditasi, sertifikasi
ataupun proses peningkatan mutu lainnya. Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009
(dalam Dirjen BUK Kemkes, 2012), mewajibkan rumah sakit menjalani akreditasi. Akreditasi
rumah sakit merupakan proses dimana suatu lembaga yang independen melakukan asesmen
terhadap rumah sakit dengan tujuan untuk menentukan apakah rumah sakit tersebut memenuhi
standar yang dirancang untuk memperbaiki keselamatan dan mutu pelayanan.
Salah satu profesi yang sangat berperan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan di
rumah sakit adalah perawat, dimana merupakan profesi dengan jumlah terbanyak, paling
depan dan terdekat dengan penderitaan, kesakitan serta kesengsaraan yang dialami pasien dan
keluarganya (Nursalam, 2012). Keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional
yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada
individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus
kehidupan manusia (Lokakarya Keperawatan Nasional dalam Hidayat 2004). Berdasarkan
hal tersebut, perawat dituntut untuk profesional dalam memberikan asuhan keperawatan
karena mutu pelayanan keperawatan dapat dijadikan indikator mutu pelayanan rumah sakit.
Di Indonesia, sebagian besar perawatnya adalah lulusan Diploma Keperawatan,
sedangkan di Filiphina, Singapura, Thailand, Australia, pendidikan dasar perawatnya adalah
sarjana keperawatan ditambah pendidikan profesi. (kemenkes 2017). Menurut data dari
Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemkes tahun 2017, sebagian besar atau 77,56% perawat yang
bekerja di rumah sakit berpendidikan Diploma III, Ners 10,84%, dan sepesialistik 6,24% dan
yang berpendidikan SPK sebanyak 5,17%. Kondisi ini belum sesuai dengan standar profesi
keperawatan sebagai pemberi asuhan keperawatan yang profesional.
Kelanjutan pendidikan keperawatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah motivasi. Motivasi merupakan kekuatan psikologis yang menggerakkan seseorang ke
beberapa jenis tindakan. Motivasi berfokus pada faktor-faktor atau kebutuhan dalam diri
seseorang untuk menimbulkan semangat, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan
perilaku (Nursalam & Efendi, 2009). Motivasi memiliki tiga unsur penting, yaitu kebutuhan,
dorongan, dan tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara
apa yang mereka miliki dengan apa yang mereka harapkan. Dorongan merupakan kekuatan
mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang
berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti daripada motivasi (Nursalam, 2016).
Pendidikan perawat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perawat.
Faktor pendidikan perawat dapat membantu seseorang dalam proses tersebut sehingga
mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan dorongan eksplorasi. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan dan sikap. Dengan adanya
pengetahuan yang memadai seseorang dapat memenuhi kebutuhan dalam mengaktualisasikan
diri dan menampilkan produktifitas serta kualitas kerja yang tinggi.
Untuk dapat mewujudkan tercapainya pelayanan yang berkualitas diperlukan adanya
tenaga keperawatan yang professional, memperhatikan kaidah etik dan moral. Hal ini dapat
ditempuh dengan meningkatkan kualitas perawat melalui pelatihan dan pendidikan lanjutan
pada program pendidikan sehinggga mampu memberikan kontribusi yang bermakna sesuai
dengan peran dan fungsinya.
Pelayanan yang berkualitas dapat diwujudkan dengan adanya tenaga keperawatan
yang profesional, memiliki kemampuan intelektual, tehnikal dan interpersonal, bekerja
berdasarkan standar praktik, memperhatikan kaidah etik dan moral, Hamid (2000 dalam
Nursalam, 2012). Hal ini bisa di tempuh dengan meningkatkan kualitas perawat melalui
pendidikan lanjutan pada program pendidikan sarjana keperawatan (Ners), sehingga
diharapkan terjadi percepatan proses perubahan atau transisi keperawatan yang semula
merupakan kegiatan okupasional menjadi profesional dan yang semula menggunakan
pendekatan tradisional menjadi penyelesaian masalah ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada pemakai jasa dan profesi. Atas dasar kondisi tersebut, maka
pengembangan keperawatan dengan titik awal dari pendidikan keperawatan merupakan
langkah yang cukup strategis.
Motivasi perawat untuk melanjutkan pendidikan keperawatan seperti halnya kondisi
lain yang mendasari perilaku manusia, dipengaruhi oleh dua bentuk, bentuk internal
(intrinsik) dan faktor eksternal (ekstrinsik). bentuk internal yaitu yang berasal dari dalam diri
perawat itu sendiri. Sedangkan bentuk eksternal (ekstrinsik) yaitu yang berasal dari luar diri
perawat (Irham, 2016). Motivasi yang ada dalam diri kita akan memunculkan keinginan,
menggerakan, dan mengarahkan tingkah laku. Semakin tinggi motivasi seseorang, semakin
tinggi intensitas perilakunya. Motivasi menjadi suatu hal yang penting dalam menciptakan
sarjana keperawatan yang profesional. Teori ERG menyatakan motivasi dapat berubah
mengikuti perkembangan keberadaan, hubungan, dan pertumbuhan (Anwar, 2015 ).
Teori ERG merupakan refleksi dari tiga dasar kebutuhan, kebutuhan Existence needs
kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi pegawai, seperti makan, minum,
pakaian, bernapas, gaji, dan rasa keamanan kondisi kerja, pemenuhan rasa aman dapat
diperoleh dari perlindungan terhadap bahaya lingkungan seperti keamanan bangunan dan
kehilangan barang. Kebutuhan relatedness needs, kebutuhan ini berhubungan interpersonal
yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan kerja. Kebutuhan growth needs,
kebutuhan ini berhubungan dengan mengembangkan dan meningkatkan pribadi, hal ini
berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan pegawai (Anwar 2015)
Motivasi perawat dalam melanjutkan pendidikan masih berada pada rentang sedang
bahkan cenderung rendah sehingga penting untuk ditingkatkan. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Jumiati (2011) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta menunjukkan bahwa sebanyak 56 perawat dari 65 perawat yang memiliki motivasi
ingin melanjutkan pendidikan keperawatan dengan kategori sedang. Hal serupa juga
ditunjukkan oleh Ratmanita (2014) di Rumah Sakit Ibnu Sina Pekanbaru menyatakan bahwa
sebanyak 35 perawat dari 62 perawat yang memiliki motivasi tinggi untuk melanjutkan
pendidikan, sedangkan 27 perawat lagi memiliki motivasi yang rendah untuk melanjutkan
pendidikan. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Nyarko (2015) di Ghana menunjukkan
bahwa hanya 59 perawat dari 237 perawat yang ingin melanjutkan pendidikan keperawatan
(Susita, 2016)
Berdasarkan wawancara dengan 10 perawat di RS Sariningsih dari ruang yang berbeda
pada bulan Mei 2019. Sebanyak 7 orang perawat mengatakan bahwa mereka merasa kurang
memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dikarenakan
beberapa hal, diantaranya terkait masalah lamanya proses pendidikan yang harus dijalani
karena juga keterkaitan dengan harus tetap melaksanakan kewajiban sebagai perawat
pelaksana. Sedangkan 3 orang perawat tidak berniat untuk melanjutkan pendidikan
dikarenakan kurang adanya dukungan dari keluarga dan teman kerja.
Berdasarkan hasil surpai di Rumah Sakit Sariningsih bahwa fenomema yang berpengaruh terhadap motivasi
perawat dalam melanjutkan pendidikan adalah tingkat pendidikan, dukungan dari keluarga, dukungan dari teman
sejawat, dan motivasi dari diri sendri.
Pemenuhan kebutuhan eksistence dan relatedness tidak terlepas dari proses tumbuh.
Growth adalah hubungan yang berkaitan dengan keinginan intrinsik untuk mengembangkan
dirinya, baik berkembang secara lahir maupun batin. Perkembangan teknologi menuntut
setiap orang apalagi perawat untuk terus memperbaharui diri dengan ilmu-ilmu yang terkini.
Proses pemenuhan kebutuhan perawat beraneka ragam tergantung pada kemampuan
masing-masing individu. Dengan semakin dituntutnya pemberian pelayanan keperawatan
yang profesional dan wacana untuk mem “passing out” perawat yang berkualifikasi DIII
keperawatan pada tahun 2018 dalam pelayanan keperawatan, perawat seharusnya sudah dapat
memutuskan untuk melanjutkan pendidikan keperawatan atau tidak. Pentingnya peningkatan
pengembangan SDM keperawatan dan banyaknya perawat yang tidak melanjutkan
pendidikan merupakan masalah yang perlu diatasi.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan pada Rumah Sakit Sariningsih Bandung yang
merupakan rumah sakit setara tipe D milik TNI AD didapatkan bahwa tenaga keperawatan
yang ada terdiri dari TNI AD (Militer), Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Tenaga kontrak
sebanyak 48 orang, sekitar 90 % perawat rumah sakit sariningsih berpendidikan di bawah
sarjana keperawatan, dan motivasi untuk mengembangkan pendidikan masih terhambat.
Pendidikan perawat rumah sakit sariningsih terdiri dari S1 keperawatan (Ners) 3 orang (6,25
%), sedang melanjutkan pendidikan S1 keperawatan 3 orang (6,25 %), D3 keperawatan 42
orang (87,5 %). Jumlah 100% dari data pendidikan tenaga keperawatan rumah sakit
sariningsih 2019.
Berdasarkan data tersebut di atas Rumah Sakit Sariningsih baru memiliki tiga tenaga
keperawatan dengan profesi ners padahal pendidikan berkelanjutan bagi perawat dalam
rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sangat diperlukan sehingga sistem
pengembangan karir perawat sebagai perawat profesional dapat terlaksana, (Nurhidayah,
2005).
Menurut Kepala Instalasi Rawat Inap RS. Sariningsih saat ini juga rumah sakit sedang
mempersiapkan diri untuk melaksanakan akreditasi rumah sakit. Sehingga dalam
meningkatkan kualitas pelayanan, terutama pelayanan keperawatan, pimpinan rumah sakit
memberikan kesempatan kepada seluruh anggota perawat untuk mengembangkan pendidikan
baik secara formal ataupun non formal sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku di TNI AD.
Dengan demikian Rumah Sakit Sariningsih selayaknya sudah mempersiapkan diri baik dari
sarana prasarana, administrasi & manajemen serta SDM terutama tenaga perawat yang
mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut. Dalam rangka upaya meningkatkan mutu
pelayanan di rumah sakit Sariningsih diperlukan pengembangan mutu tenaga keperawatan
melalui pendidikan yang menjadi prioritas utama untuk diprogramkan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian terhadap
gambaran motivasi perawat dalam melanjutkan pendidikan keperawatan di Rumah Sakit
Sariningsih Bandung.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah “Gambaran motivasi perawat di Rumah Sakit Sariningsih Bandung
untuk melanjutkan pendidikan keperawatan”
3. Tujuan
3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran motivasi
perawat dalam melanjutkan pendidikan keperawatan di RS. Sariningsih untuk
melanjutkan pendidikan keperawatan.
4. Manfaat Penelitian
4.1 Manfaat Teoritik
4.1.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuktikan kebenaran teori yang ada
dengan kenyataan di lapangan sehingga dengan mengetahui Gambaran motivasi
perawat untuk melanjutkan pendidikan keperawatan dapat mendorong perawat
untuk mengembangkan pendidikannya.
4.1.2 Menjadi sumber informasi dan rujukan alternative untuk pengembangan
penelitian-penelitian berikutnya yang berkaitan dengan motivasi untuk
melanjutkan pedidikan keperawatan.
4.2 Manfaat Praktis
4.2.1 Memberikan masukan dan informasi kepada pihak manajemen rumah sakit
tentang seberapa besar motivasi perawatnya untuk melanjutkan pendidikan
keperawatan.
4.2.2 Mendorong peningkatan dan pengembangan SDM terutama perawat dalam
bentuk ketersediaan perawat yang profesional guna meningkatkan kualitas
pelayanan dan kepuasan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Motivasi
1.1 Pengertian
Motif atau motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti dorongan atau
daya penggerak. Dikalangan para ahli muncul berbagai pendapat tentang motivasi, yang
masing masing memberikan pengertian dengan titik berat yang berbeda-beda sesuai
dengan hasil penelitian dan ilmu pengetahuan yang mereka peroleh.
Menurut Sarwono (2000 dalam Sunaryo 2013) motivasi menunjukan pada proses
gerakan termasuk situasi yang mendorong dan timbul dalam diri individu serta tingkah
laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir gerakan atau perbuatan.
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada tingkat
komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan
mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu, Stoner & Freeman (1995
dalam Nursalam, 2012).
Motivasi mewakili proses-proses psikologikal yang menyebabkan timbulnya,
diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan ke arah
tujuan tertentu, Mitchell (1982 dalam Winardi, 2004). Sedangkan Siagian (2012)
menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau
dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga
dan waktunya serta optimis untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah proses psikologis dimana adanya suatu daya pendorong yang mengakibatkan
seseorang mau dan rela mengerahkan segala kemampuannya dalam bentuk tenaga, waktu,
keterampilan atau keilmuannya untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu
yang dikehendaki dalam memenuhi kebutuhannya.
Menurut (Suswita, 2016 ) Bahwa Motivasi perawat dalam melanjutkan pendidikan
masih berada pada rentang sedang bahkan cenderung rendah sehingga penting untuk
ditingkatkan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jumiati (2011) di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta menunjukkan bahwa sebanyak 56 perawat
dari 65 perawat yang memiliki motivasi ingin melanjutkan pendidikan keperawatan dengan
kategori sedang. Hal serupa juga ditunjukkan oleh Ratmanita (2014) di Rumah Sakit Ibnu
Sina Pekanbaru menyatakan bahwa sebanyak 35 perawat dari 62 perawat yang memiliki
motivasi tinggi untuk melanjutkan pendidikan, sedangkan 27 perawat lagi memiliki
motivasi yang rendah untuk melanjutkan pendidikan. Hasil penelitian lain yang dilakukan
oleh Nyarko (2015) di Ghana menunjukkan bahwa hanya 59 perawat dari 237 perawat
yang ingin melanjutkan pendidikan keperawatan
1.2 Teori – Teori Motivasi
Berdasarkan beberapa pendekatan, motivasi diklasifikasikan ke dalam teori-teori isi
dan proses motivasi.
1.2.1 Teori Isi Motivasi.
Teori - teori isi motivasi berfokus pada faktor-faktor atau kebutuhan dalam diri
seseorang untuk menimbulkan semangat, mengarahkan, mempertahankan dan
menghentikan perilaku.
1) Teori Motivasi Kebutuhan (Abraham A. Maslow)
Maslow menyusun teori tentang kebutuhan manusia secara hierarki, yang
terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok defisiensi dan kelompok
pengembangan. Kelompok defisiensi secara hierarkis adalah fisiologis, rasa
aman, kasih sayang dan penerimaan serta kebutuhan akan harga diri. Kelompok
pengembangan mencakup kebutuhan aktualisasi diri. Hierarki Maslow
dijabarkan sebagai berikut :
(1) Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang bersifat primer dan
vital yang menyangkut fungsi – fungsi biologis dasar dari organisme
manusia seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan, kesehatan fisik,
kebutuhan seks dan lain sebagainya.
(2) Kebutuhan rasa aman dan perlindungan
Manifestasi kebutuhan ini antara lain adalah kebutuhan akan
keamanan jiwa dimana manusia berada, terlindung dari bahaya dan ancaman
penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil, dsb.
(3) Kebutuhan sosial dan kasih sayang
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan
sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan,
kerjasama.
(4) Kebutuhan harga diri
Kebutuhan ini termasuk kebutuhan dihargai karena prestasi,
kemampuan, kedudukan atau status, pangkat, dsb.
(5) Kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan untuk menggunakan kemampuan (skill) dan potensi serta
berpendapat dengan mengemukakan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.
2) Teori Motivasi Dua Faktor
Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg dimana meyakini
bahwa karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri dan didalamnya
terdapat kepentingan yang disesuaikan dengan tujuan organisasi. Dari
penelitiannya Herzberg menyimpulkan bahwa ketidakpuasan dan kepuasan
dalam bekerja muncul dari dua faktor yang terpisah. Pertama adalah faktor
pemeliharaan (maintenance factors) yang juga disebut dissatisfiers, hygiene
factors, job context dan ekstrinsic factors. Faktor pemeliharaan meliputi
administrasi dan kebijakan perusahaan, supervisi, hubungan dengan supervisor,
kondisi kerja, gaji, dan status. Faktor lainnya yaitu faktor pemotivasi
(motivational factors) yang disebut pula satisfier, motivators, job content atau
intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengakuan, kesempatan
berkembang, tanggung jawab dan kemajuan.
3) Teori ERG
Teori ini dikembangkan oleh Clayton Alderfer dikenal dengan akronim
“ERG”. Menurut Anwar (2015) teori ERG merupakan penyempurnaan dari teori
kebutuhan yang dikemukakan oleh A.H. Maslow. Akronim ERG dalam teori ini
merupakan huruf - huruf pertama dari tiga istilah yaitu: E = Existence
(kebutuhan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan
pihak lain), dan G = Growth (kebutuhan pertumbuhan).
Menurut Anwar (2015), Alderfer mengidentifikasi tiga kelompok
kebutuhan yaitu Existence needs merupakan kebutuhan eksistensi berhubungan
dengan kelangsungan hidup, Relatedness needs merupakan kebutuhan hubungan
menekankan pentingnya hubungan sosial atau hubungan antar pribadi, dan Growth
needs berhubungan dengan keinginan intrinsik individu (karyawan) terhadap
perkembangan pribadi.
Secara gamblang Alderfer mengemukakan bahwa 3 kelompok kebutuhan
utama tersebut yaitu:
(1) Kebutuhan Keberadaan (Existence Needs).
Existence Needs berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk
didalamnya Physiological Needs dan Safety Needs dari Maslow. Secara
konseptual terdapat persamaan antara teori yang dikembangkan oleh Maslow
dan Alderfer. Existence dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan
kedua dalam teori Maslow yaitu kebutuhan fisiologikal (physiological needs)
dan kebutuhan rasa aman (safety needs). Physiological needs dan safety needs
kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan
menggolongkannya sebagai kebutuhan primer sekunder. Terlepas dari cara
membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah sifat, jenis dan
intensitas kebutuhan manusia satu orang dengan yang lainnya berbeda karena
manusia merupakan individu yang unik. Kebutuhan manusia tidak hanya
bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan
bahkan spiritual.
Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, misalnya oksigen, air,
elektrolit, makan dan minum (Hasibuan, 2010). Seorang individu yang
mengalami ketidakseimbangan antara energi yang diperlukan oleh seseorang
untuk dapat berfungsi dengan baik secara fisik dengan cadangan energi yang
tersedia dalam tubuhnya akan timbul kebutuhan untuk menghilangkan
ketidakseimbangan tersebut. Dalam bahasa yang sederhana apabila seseorang
lapar maka akan timbul kebutuhan untuk menghilangkan rasa lapar itu.
Berbagai kebutuhan fisiologis itu berkaitan dengan status manusia
sebagai insan ekonomi. Kebutuhan itu bersifat universal dan tidak mengenal
batasan geografis, asal-usul, tingkat pendidikan, status sosial, profesi, umur,
jenis kelamin. Hanya saja memang harus diakui adanya perbedaan dalam
kemampuan untuk memuaskan berbagai kebutuhan tersebut. Sebagaimana
halnya dengan pangan, sandang merupakan kebutuhan manusia yang bersifat
universal. Kebutuhan sandang segera timbul begitu seorang lahir dan tetap
merupakan kebutuhan selama seseorang hidup, tidak peduli dimana seseorang
bermukim. Kebutuhan sandang biasanya disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi seseorang, pendekatan estetika, dan pendekatan adat-istiadat.
Kebutuhan rasa aman diartikan tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi
juga mental, psikologikal dan intelektual (Siagian, 2012). Kebutuhan rasa aman
harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik. Meskipun
hal ini aspek yang sangat penting akan tetapi juga rasa aman bersifat psikologis
termasuk perlakuan adil di lingkungan kerja.
Keamanan dalam arti fisik mencakup keamanan di tempat pekerjaan
dan keamanan dari dan ke tempat pekerjaan. Keamanan yang bersifat
psikologis juga penting diperhatikan, misalnya perlakuan yang manusiawi dan
adil, seperti keseimbangan jiwa seseorang akan terganggu apabila ditegur oleh
atasannya dihadapan orang banyak.
(2) Kebutuhan hubungan dengan pihak lain (Relatedness Needs)
Relatedness senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat
menurut konsep Maslow yaitu kebutuhan kasih sayang (love needs) dan
kebutuhan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai symbol status (Siagian, 2012). Menurut Hasibuan (2010) relatedness
needs menekankan akan pentingnya hubungan antar individu dan juga
bermasyarakat. Secara universal manusia adalah makhluk sosial. Sebagai insan
sosial manusia mempunyai berbagai kebutuhan yang berkisar pada pengakuan
akan keberadaan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya.
Interaksi sosial ini juga harus dilandasi cinta kepada sesama, pengutamaan
kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi, harmoni dalam interaksi
dengan orang lain. Biasanya kebutuhan sosial tercermin dalam empat bentuk
perasaan, yaitu :
(1) Perasaan diterima oleh orang lain. Dengan perkataan lain seorang memiliki
sense of belonging yang tinggi. Tidak ada seorang manusia normal yang senang
merasa tersaingi dari kelompok dimana dia berinteraksi.
(2) Setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan
kekurangannya yang membuat seorang merasa penting. Tidak ada manusia
yang senang apabila diremehkan dan setiap orang pasti memiliki sense of
importance (Sunaryo, 2013). Misalnya, merupakan hal yang sangat baik apabila
seorang pimpinan memberikan penekanan yang tepat bahwa tugas an pekerjaan
yang dilakukan oleh seseorang, betapapun rendahnya kedudukan orang yang
bersangkutan dalam hierarki jabatan dalam organisasi, mempunyai arti penting
dalam keseluruhan usaha pencapaian tujuan.
Keseluruhan kebutuhan yang bersifat sosial dirumuskan dengan kebutuhan
afiliasi yang timbul secara naluriah. Dikaitkan dengan pemberian motivasi
kepada para karyawan, salah satu implikasi tuntutan pemuasan kebutuhan ini
adalah kewajiban pimpinan untuk menciptakan suasana kerja sesdemikian rupa
sehingga interaksi positif antara para anggota suatu kelompok kerja dalam suatu
organisasi tidak hanya terbatas pada hubungan kekaryaan, tetapi meningkat
menjadi hubungan persahabatan.
(3) Kebutuhan perasaan maju yang disebut sebagai need for achievement.
Umumnya manusia tidak senang menghadapi kegagalan, seseorang akan
senang dan bangga apabila dirinya meraih kemajuan dalam bentuk apapun.
Menurut teori “need for achievement ” ada orang yang tergolong yang tergolong
“ high achiever “ dan ada pula yang tergolong “ low achiever “ Berbagai
penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa seorang “ high achiever “
mempunyai karakteristik tidak senang pekerjaan yang terlalu sukar atau terlalu
mudah, melainkan menyenangi pekerjaan yang kemungkinan keberhasilannya
cukup besar dan mempunyai keinginan besar untuk segera memperoleh umpan
balik apakah ia berhasil menyelesaikan tugasnya atau tidak. Berarti seorang“
high achiever “ cocok untuk sesuatu tugas tertentu tetapi tidak untuk tugas
lainnya, hal ini berkaitan dengan teknik motivasi yang efektif.
(4) Kebutuhan perasaan diikutsertakan atau disebut sense of participation.
Secara umum bahwa pengikutsertaan seseorang dalam proses pengambilan
keputusan, terutama yang menyangkut masa depannya akan mempunyai
dampak psikologis yang sangat kuat. Apabila seseorang dilibatkan dalam
menentukan hal-hal yang menyangkut dirinya, ia akan merasa keputusan yang
diambilnya adalah keputusan sendiri. Jika perasaan itu timbul, diharapkan
bahwa yang bersangkutan akan mempunyai rasa tanggung jawab dalam
melaksanakan keputusan yang diambilnya.
Salah satu ciri manusia adalah bahwa dia mempunyai harga diri. Harga
diri merupakan aspek kepribadian yang pada dasarnya dapat berkembang
karena semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya dari
orang lain. Keberadaan dan status seseorang biasanya tercermin pada berbagai
lambang yang penggunaannya sering dipandang sebagai hak seseorang.
Tingkatan kebutuhan harga diri misalnya adalah gelar. Dikaitkan dengan
kehidupan organisasional, pada umumnya seseorang dalam organisasi dan di
lingkungan masyarakat semakin banyak pula simbol-simbol yang
digunakannya untuk menunjukan status yang diharapkannya diterima dan
diakui oleh orang lain.
(3) Kebutuhan pertumbuhan/kemajuan (Growth Needs)
Kebutuhan pertumbuhan (Growth Needs) adalah keinginan intrinsik
dalam diri seseorang untuk maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya
(Hasibuan, 2010). Secara tidak disadari setiap orang memiliki potensi
kemampuan yang belum seluruhnya dikembangkan.
Timbulnya kebutuhan pertumbuhan mewujudkan pencapaian potensi
diri, pemenuhan keinginan diri, dan memiliki kemampuan handal. Teori
Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan
pemuasannya secara serentak atau tidak harus secara berurutan. Apabila teori
Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa makin tidak terpenuhinya
suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia.
Seseorang yang menyadari keterbatasannya akan menyesuaikan diri pada
kondisi obyektif yang dihadapinya dengan cara memusatkan perhatian kepada
hal hal yang mungkin dicapainya.
4) Teori Tiga Macam Kebutuhan
John W. Atikson menyatakan ada tiga macam dorongan mendasar dalam
diri orang yang termotivasi yaitu (1) kebutuhan untuk mencapai prestasi (need
for achievment), (2) kebutuhan kekuatan (need of power), (3) kebutuhan untuk
berafiliasi atau berhubungan dekat dengan orang lain (need for affiliation).
5) Teori kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan
rekan-rekan. Dia melihat dari tiga kebutuhan (1) kebutuhan akan
pencapaian(nACh) adalah dorongan untuk berprestasi, untuk pencapaian yang
berhubungan dengan serangkaian standar. (2) kebutuhan akan kekuasaan
(nPow) adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berprilaku dengan cara
yang tidak akan dilakukan tanpa dirinya. (3) kebutuhan akan afiliasi (nAff)
adalah keinginan untuk hubungan yang penuh persahabatan dan interpersonal
yang dekat.
6) Teori X dan Teori Y
Teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor tahun (1906-1964).
McGregor melalui teorinya itu berusaha menonjolkan sisi peran sentral yang
dimainkan manusia dalam organisasi, McGregor memberi rekomendasi
tentang tipe manusia ada dua katagori, yaitu : (1) tipe manusia dengan posisi
teori X adalah cenderung memiliki motivasi rendah dan malas dalam
berjuang untuk kemajuan hidupnya. (2) tipe manusia dengan Teori Y adalah
cenderung memiliki motivasi tinggi dan senang dalam berjuang untuk
kemajuan hidupnya.
1.2.2. Teori Proses Motivasi
1) Teori Keadilan (Adam’s Equity Theory)
Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa puas atau tidaknya
seseorang terhadap apa yang dikerjakannya merupakan hasil dari
membandingkan antara input usaha, pengalaman, skill, pendidikan dan jam
kerjanya dengan output atau hasil yang didapatkan dari pekerjaan tersebut
(Mangkunegara, 2005).
2) Teori Pengharapan (Victor H. Vroom’s Expectancy Theory)
Teori ini menyatakan kuatnya kecenderungan seseorang bertindak
bergantung pada harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil
tertentu dan terdapat daya tarik pada hasil tersebut bagi orang yang
bersangkutan (Siagian, 2012).
3) Teori Penguatan (Skinner’s Reinforcement Theory)
Skinner mengemukakan teori proses motivasi yang disebut operant
conditioning. Pembelajaran timbul sebagai akibat dari perilaku yang juga
disebut modifikasi perilaku. Perilaku merupakan operant yang dapat
dikendalikan dan diubah melalui penghargaan dan hukuman. Perilaku positif
yang diinginkan harus dihargai dan diperkuat karena penguatan akan
memberikan motivasi, meningkatkan kekuatan dari suatu respon atau
menyebabkan pengulangannya. Teori ini menggunakan pendekatan
keprilakuan, dalam arti bahwa penguatan menentukan perilaku seseorang.
Faktor-faktor penguatan adalah setiap konsekuensi yang timbul mengikuti
suatu respon, memperbesar kemungkinan bahwa tindakan itu akan diulangi.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika tindakan seorang manajer oleh
bawahan dipandang mendorong perilaku positif tertentu, bawahan yang
bersangkutan akan cenderung mengulangi tindakan serupa (Siagian, 2012).
4) Teori Penetapan Tujuan (Edwin Locke’s Theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa penetapan suatu tujuan tidak
hanya berpengaruh terhadap pekerjaan saja, tetapi juga mempengaruhi orang
tersebut untuk mencari cara yang efektif dalam mengerjakannya
(Mangkunegara, 2005). Kejelasan tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang
dalam melaksanakan tugasnya akan menumbuhkan motivasi yang tinggi.
Tujuan yang sulit sekalipun apabila ditetapkan sendiri oleh orang yang
bersangkutan atau organisasi yang membawahinya akan membuat prestasi yang
meningkat, asalkan dapat diterima sebagai tujuan yang pantas dan layak dicapai
(Siagian, 2012).
1.2.3. Siklus Motivasi
Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau needs atau want.
Kebutuhan adalah suatu potensi dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau
direspon (Notoatmojo, 2010). Menurut Stanford (1970 dalam Nursalam, 2012),
menyatakan bahwa ada tiga hal penting dalam motivasi yaitu hubungan antara
kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan muncul karena seseorang merasakan
sesuatu yang kurang, baik fisiologis maupun psikologis, dorongan merupakan
tenaga dalam diri manusia yang mengarahkan tingkah laku untuk berbuat
memenuhi kebutuhan, sedangkan tujuan adalah hasil akhir yang diharapkan dari
satu siklus motivasi.
Siklus motivasi tersebut menurut Suherlan dan Budhiono (2013) merupakan
proses terbentuknya motivasi seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya
untuk meraih tujuan tertentu digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 : Siklus Motivasi
Sumber : Modifikasi Teori Suherlan & Budhiono (2013), Siagian (2012),
Hasibuan (2010) dan Teori “ERG” Alderfer
Dari skema di atas dapat dilihat bahwa motivasi individu akan tumbuh
apabila kebutuhannya terpenuhi, seseorang akan merasa puas dan menunjukan
perilaku yang sesuai dengan tuntutan lingkungan dimana berada, demikian juga
sebaliknya, jika kebutuhannya tidak terpenuhi, seseorang akan gagal dan
menujukan perilaku yang tidak sesuai dengan yang di inginkannya.
1.2.4. Tujuan motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya
untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau tujuan tertentu
(Purwanto, 2010). Sunaryo (2013) mengemukakan tujuan motivasi adalah
meningkatkan moral dan kepuasan kerja, meningkatkan kerja, meningkatkan
kedisiplinan, menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik, mempertinggi
rasa tanggung jawab perawat terhadap tugas-tugasnya.
Dari beberapa pengertian tujuan motivasi dapat diambil kesimpulan tujuan
motivasi adalah memberikan dorongan atau penggerak bagi diri seseorang supaya
timbul kemauan untuk berbuat sesuatu sehingga dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
1.2.5. Unsur- Unsur Motivasi
Menurut Sardiman (2007 dalam Danarjati, 2013), motivasi mengandung
tiga unsur penting, yaitu :
1) Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu
manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi
di dalam sistem neuropsikological yang ada pada organisme manusia. Karena
menyangkut perubahan energi manusia, penampakannya akan menyangkut
kegiatan fisik manusia.
2) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa (feeling), afeksi seseorang. Dalam
hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi
yang dapat menentukan perubahan tingkah laku.
3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Motivasi dalam hal ini
merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan.
Sedangkan menurut Taufik (2007dalam Danarjati, 2013), motivasi
mengandung tiga komponen pokok di dalamnya yaitu menggerakan, mengarahkan
dan menopang tingkah laku manusia.
1.2.6. Fungsi motivasi
Purwanto (2010) menyebutkan beberapa fungsi motivasi, yaitu:
1) Motivasi sebagai pendorong individu untuk berbuat atau bertindak.
Fungsi motivasi dipandang sebagai pendorong atau penggerak yang
memberikan energi atau kekuatan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
2) Motivasi sebagai penentu arah perbuatan
Motivasi akan menuntun seseorang untuk melakukan kegiatan yang benar-
benar sesuai dengan arah dan tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai. Makin
jelas tujuan itu, makin terbentang pula jalan yang harus ditempuh.
3) Motivasi sebagai proses seleksi perbuatan
Motivasi akan memberikan dasar pemikiran bagi individu untuk
memprioritaskan kegiatan mana yang harus dilakukan.
1.2.7. Jenis Motivasi
Menurut Djamarah (2002, dalam Danarjati 2013) motivasi terbagi menjadi
dua jenis yaitu :
1) Motivasi Intrinsik , merupakan motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap individu
sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Taufik (2007 dalam Danarjati
2013) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik
adalah kebutuhan, harapan dan minat.
2) Motivasi Ekstrinsik, merupakan motif-motif yang aktif dan berfungsi karena
adanya perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat
sesuatu. Menurut Taufik (2007 dalam Danarjati 2013) yang mempengaruhi
motivasi ekstrinsik adalah dorongan keluarga, lingkungan dan imbalan.
2. Konsep Pendidikan Keperawatan
2.1 Pengertian
Pendidikan adalah suatu proses penyadaran yang terjadi karena interaksi berbagai
faktor yang menyangkut manusia dan potensinya, serta alam lingkungan dan
kemungkinan-kemungkinan didalamnya. Pendidikan dalam bidang keperawatan
merupakan proses penyadaran dan penemuan diri sebagai insan keperawatan, yang
memiliki kematangan dalam berfikir, bertindak, dan bersikap sebagai perawat yang
profesional, sehingga ia mampu menjawab berbagai tantangan dalam kehidupan pribadi
maupun profesinya (Kusnanto, 2003).
Pendidikan perawat merupakan suatu sarana untuk mencapai profesionalisme
keperawatan yang berperan penting dalam pengembangan pelayanan keperawatan
mencakup (1) penguasaan IPTEK keperawatan, (2) menyelesaikan masalah secara ilmiah,
(3) kemampuan profesionalisme dalam sikap dan tingkah laku, (4) belajar sendiri dan
mandiri, serta (5) belajar di masyarakat (Nursalam, 2012).
Pendidikan berkelanjutan perawat didefinisikan oleh ANA (American Nurse
Association) dalam Potter & Perry (2005) adalah sebagai aktifitas pendidikan yang
direncanakan bertujuan untuk membangun dasar pendidikan dan pengalaman dari perawat
profesional untuk meningkatkan praktik, pendidikan, administrasi, penelitian, atau
pengembangan teori sampai akhirnya perbaikan kesehatan masyarakat.
Pengembangan pendidikan keperawatan sebaiknya dirancang secara
berkesinambungan, berjenjang dan berlanjut sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup
bagi perawat yang mengabdi di masyarakat. Pendidikan berkelanjutan ini dimaksudkan
untuk mempertahankan profesionalisme perawat baik melalui pendidikan formal maupun
non formal ( Potter & Perry, 2005)
Keperawatan bukan merupakan kumpulan keterampilan spesifik dan sederhana
saja. Berdasarkan salah satu pilar strategi pembangunan kesehatan “ profesionalisme “
yaitu dengan melalui pengembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan dalam upaya
mewujudkan keperawatan sebagai profesi di Indonesia. Hal ini bertujuan memelihara dan
meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau, dan perlu
didukung oleh sumber daya pelaksana kesehatan, termasuk didalamnya tenaga
keperawatan yang cukup, baik dalam jumlah maupun kualitas melalui Pendidikan Tinggi
Keperawatan (Nursalam, 2012).
2.2 Pendidikan Tinggi Keperawatan
Hasil Lokakarya Nasional dalam bidang keperawatan tahun 1983 telah
menghasilkan kesepakatan nasional secara konseptual yang mengakui keperawatan di
Indonesia sebagai profesional dan pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesi.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, pendidikan keperawatan juga mengalami
peningkatan baik jenjang maupun mutu pendidikan. Menurut Nursalam (2012), sistem
pendidikan tinggi di Indonesia dijelaskan sebagai berikut:
2.2.1. Program pendidikan DIII keperawatan
Program pendidikan DIII keperawatan yang meluluskan perawat generalis
sebagai perawat vokasional (Ahli Madya Keperawatan) berlandaskan keilmuan dan
keprofesian yang kokoh. Sebagai perawat vokasional harus tetap memiliki tingkah
laku dan kemampuan profesional serta mampu melaksanakan asuhan keperawatan
dasar secara mandiri dibawah supervisi. Selain itu, mempunyai kemampuan
mengelola praktik keperawatan berdasarkan kebutuhan dasar manusia dengan
memanfaatkan IPTEK keperawatan yang maju dan tepat guna.
2.2.2. Program pendidikan Ners
Pendidikan perawat terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pendidikan
akademik dan tahap pendidikan profesi. Kondisi ini sejalan dengan pendapat
(Gaffar, 1999) yang membagi pendidikan keperawatan menjadi dua disiplin yaitu
disiplin akademik dan disiplin profesional. Program pendidikan profesi adakalanya
disebut juga sebagai proses pembelajaran klinik. Istilah ini muncul terkait dengan
pelaksanaan pendidikan profesi yang sepenuhnya dilaksanakan di lahan praktik
seperti rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, panti wherda, dan keluarga serta
masyarakat atau komunitas. Program pembelajaran tahap profesi adalah rangkaian
proses pembalajaran klinik dan komunitas yang ditempuh peserta didik setelah
dinyatakan lulus mendapatkan gelar sarjana keperawatan (S.Kep) serta lulus ujian
kepaniteraan umum.
Masih menurut Gaffar (1999) disiplin akademik lebih menekankan pada
pengetahuan dan pada teori yang bersifat deskriptif, sedangkan disiplin profesional
diarahkan pada tujuan praktis, sehingga menghasilkan teori preskriptif dan
deskriptif. Disiplin profesi hanya akan didapat di lingkungan klinis atau lahan
praktik karena lingkungan klinis merupakan lingkungan multiguna yang dinamik
sebagai tempat pencapaian berbagai kompetensi praktik klinis di dalam kurikulum
profesional. Lingkungan klinis memfasilitasi peserta didik untuk belajar
menerapkan teori tindakan ke dalam masalah klinis yang nyata. Melalui praktik
klinik mahasiswa diharapkan lebih aktif dalam setiap tindakan sehingga akan
menjadi orang yang cekatan dalam menggunakan teori tindakan.
Program pendidikan Ners menghasilkan lulusan perawat Sarjana Keperawatan
dan Profesional (Ners=”First Profesional Degree”) dengan sikap, tingkah laku,
dan kemampuan profesional serta mampu melaksanakan asuhan keperawatan dasar
(sampai degan kerumitan tertentu) secara mandiri. Sebagai perawat profesional,
yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan objektif klien dan melakukan supervisi
praktik keperawatan yang dilakukan oleh perawat profesional pemula. Selain itu,
juga dituntut untuk memiliki kemampuan dalam meningkatkan mutu pelayanan
asuhan keperawatan dengan memanfaatkan IPTEK, serta melakukan riset
keperawatan dasar dan penerapan sederhana. Program pendidikan Ners memiliki
landasan keilmuan yang kokoh dan landasan keprofesian yang mantap sesuai
dengan sifat pendidikan profesi.
2.3 Tujuan Pendidikan Keperawatan
Tujuan dari pendidikan keperawatan menurut Nursalam (2012) adalah:
2.3.1. Menumbuhkan dan membina sikap serta tingkah laku professional yang sesuai
dengan tuntunan profesi keperawatan.
2.3.2. Membangun landasan ilmu pengetahuan yang kokoh, untuk melaksanakan
pelayanan asuhan keperawatan profesional, mengembangkan diri pribadi dan ilmu
keperawatan.
2.3.3. Menumbuhkan keterampilan profesional, mencakup keterampilan intelektual,
teknikal dan interpersonal.
2.3.4. Menumbuhkan dan membina landasan etik keperawatan yang kokoh.
3. Kerangka Teori
Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan diatas dikatakan bahwa motivasi adalah
daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela untuk mengerahkan
kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya serta optimis
untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan dan bertanggung jawab menunaikan
kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan. Dari batasan pengertian tersebut terlihat
bahwa motivasi berawal dari dorongan yang dapat bersumber dari dalam diri ataupun dari luar
diri seseorang, usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu, serta pencapaian tujuan (Siagian,
2012).
Proses motivasi digambarkan sesuai siklus motivasi yang dikemukakan oleh Suherlan
dan Budhiono (2013) dimana motivasi individu akan tumbuh apabila kebutuhannya terpenuhi,
seseorang akan merasa puas dan menunjukan perilaku yang sesuai dengan yang di
inginkannya dan tuntutan lingkungan dimana mereka berada.
Sedangkan teori pemenuhan kebutuhan yang dijadikan variabel dalam penelitian ini
adalah teori pemenuhan kebutuhan menurut Clayton Alderfer yang terdiri dari kebutuhan
eksistence, relatedness dan growth, disusun kerangka teori seperti gambar berikut ini :
Gambar 2.2 : Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi Teori Suherlan & Budhiono (2013), Siagian (2012),
Hasibuan (2010) dan Teori “ERG” Alderfer
MOTIVASI PERILAKU
KEBUTUHAN MENURUT CLAYTON
ALDERFER:
1. EXISTENCE ↓↑
2. RELATEDNESS ↓↑
3. GROWTH
TUJUAN MELANJUTKAN
PENDIDIKAN KEPERAWATAN