Post on 23-Oct-2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melimpahnya produk pertanian di saat panen raya masih merupakan ciri
khas sistem pertanian di Indonesia yang sangat tergantung pada iklim dan teknik
budidaya tradisional. Dampak negatif yang menonjol akibat melimpahnya panen
raya adalah merosotnya harga jual, hal ini sangat merugikan petani.
Buah-buahan merupakan salah satu komoditas pertanian yang paling
banyak dikonsumsi oleh masyarakat, hal ini karena kandungan berbagai vitamin
yang memang banyak terdapat dalam buah-buahan. Tentunya kandungan berbagai
vitamin serta air yang dimiliki buah-buahan sangat berguna bagi nutrisi tubuh
kita. Buah-buahan bisa dikonsumsi secara langsung maupun diolah terlebih
dahulu. Jika dikonsumsi secara langsung biasanya buah-buahan digunakan
sebagai pelengkap dalam menu makanan kita atau lebih dikenal sebagai buah
pencuci mulut. Dalam bentuk olahan kita bisa menjumpai buah-buahan misalnya
pada manisan, sari buah, jam, jelly maupun asinan.
Bentuk olahan buah-buahan yang saat ini tersedia di pasaran tidak hanya
dalam bentuk basah, tetapi juga ada yang dalam bentuk kering. Olahan buah-
buahan dalam bentuk kering sangat potensial dalam dunia pasaran, hal ini
dikarenakan umur simpan olahan buah yang kering lebih lama jika dibandingkan
dengan umur simpan olahan buah dalam bentuk basah. Walaupun memang secara
kandungan vitamin olahan buah basah lebih unggul dibandingkan olahan buah
kering.
Nanas merupakan buah dari daerah tropis yang digemari di Indonesia.
Perdagangan buah nanas semakin marak, di mulai dari pedagang kaki lima, pasar
tradisional, hingga pasar swalayan. Pengembagan agrobisnis nanas sangat
potensial, karena dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani,
menunjang program penganekaragaman (diversifikasi) pangan, meningkatkan
komoditas ekspor non migas dan bahan baku industri pangan, serta mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi (Prihatman, 2000).
Proses pengolahan nanas merupakan salah satu metode untuk mengurangi
kehilangan lepas panen produk segar nanas. Pengolahan nanas ini juga merupakan
tahapan lepas panen yang ditempuh untuk pengembangan diversifikasi produk
dan peningkatan nilai tambah. Salah satu jenis produk buah - buahan yang kering
selain manisan adalah fruit leather.
Fruit leather di dalam negeri belum begitu dikenal luas oleh masyarakat,
namun diluar negeri produk ini merupakan salah satu alternatif pengawetan buah-
buahan yang telah berkembang pesat. Walaupun fruit leather merupakan produk
awetan buah, namun Fruit leather masih memberikan cita rasa seperti buah
aslinya, oleh karena itu produk ini merupakan salah satu alternative pengawetan
makanan yang digemari. Bagi masyarakat Indonesia, selai lembaran dan leder
buah (fruit leather) merupakan produk yang relatif baru sehingga belum banyak
diketahui dan dikembangkan oleh industri produk olahan skala besar maupun
skala kecil.
Fruit leather dapat dibuat dengan sederhana yaitu dengan menghancurkan
daging buah hingga menjadi bubur, dicampur dengan gula, kemudian dikeringkan
dengan bantuan sinar matahari atau alat pengering. Kadar air yang diinginkan
berkisar antara 10-15%, dengan kondisi ini jika penyimpanannya baik maka
produk dapat bertahan lama. Sifat-sifat penting yang mempengaruhi mutu dari
fruit leather adalah warna, rasa, aroma, dan tekstur. Sifat-sifat tersebut banyak
dipengaruhi oleh mutu dan konsentrasi bahan baku, cara pengolahan, dan cara
pengemasan. Untuk mendapatkan produk akhir yang berkualitas baik, dapat
diperoleh dengan melakukan pengeringan dengan alat pengering buatan.
B. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh penambahan maltodekstrin terhadap
karakteristik fruit lather yang dihasilkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fruit leather merupakan salah satu produk makanan ringan yang terbuat dari
buah yang berbentuk lembaran tipis yang mempunyai konsistensi dan rasa yang
khas. Produk ini umumnya dibuat dari buah yang mengandung pektin, namun
dalam perkembangannya fruit leather tidak hanya dapat dibuat dari jenis buah–
buahan saja tetapi juga dapat dibuat dari jenis tanaman lainnya. Fruit leather dapat
dibuat dari jenis buah–buahan saja tetapi juga dapat dibuat dari jenis tanaman
lainnya. Fruit leather dapat dibuat dari jenis tanaman umbi–umbian dan sayuran
seperti labu kuning, nanas dll (Krisno Budianto, 2009).
Fruit leather dapat dibuat dari satu jenis buah-buahan atau campuran
beberapa jenis buah-buahan (Raab Dan Oehler, 2000). Kadar air fruit leather
berdasarkan Standar Nasional Indonesia yaitu maksimal 25%, nilai Aw kurang
dari 0,7, tekstur plastis, kenampakan seperti kulit, terlihat mengkilap, dapat
dikonsumsi secara langsung serta mempunyai warna, aroma dan cita rasa khas
suatu jenis buah sebagai bahan baku (Nurlaely, 2002).
Proses pembentukan gel pektin pada fruit leather harus memiliki beberapa
kondisi seperti kadar padatan terlarut lebih dari 55% b/b, komposisi bubur buah
dan sakarida, nilai pH harus 3,5 atau dibawahnya. Penambahan Maltodekstrin
juga dapat memberikan efek terhadap tekstur fruit leather (Shafi’i et al, 2013).
Konsistensi gel atau semi gel pada fruit leather diperoleh dari interaksi
senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin yang ditambahkan dari luar,
gula sukrosa dan asam (Sumaryati, 2004). Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi
dan bersifat menetap setelah suhu diturunkan. Kekerasan gel tergantung kepada
konsentarsi gula, pektin dan asam pada bubur buah. Asam pektinat ini bersama
gula dan asam pada suhu tinggi akan membentuk gel seperti yang terjadi pada
pembuatan selai.
Gel terbentuk dari adanya ikatan silang polimer yang sebagian besar
adalah ikatan hidrogen dan hilangnya gugus metil membentuk daerah dimana gula
dan air dapat terperangkap di dalam jaringan pektin. Rendahnya nilai pH
mengurangi muatan negatif pada rantai pektin yang berasal dari disosiasi gugus
karboksil (Bolone, 2006).
Nanas, nenas, atau ananas (Ananas comosus (L.) Merr.) adalah sejenis
tumbuhan tropis yang berasal dari Brazil, Bolivia, dan Paraguay. Tumbuhan ini
termasuk dalam familia nanas-nanasan (Famili Bromeliaceae). Perawakan
(habitus) tumbuhannya rendah, herba (menahun) dengan 30 atau lebih daun yang
panjang, berujung tajam, tersusun dalam bentuk roset mengelilingi batang yang
tebal. Buahnya dalam bahasa Inggris disebut sebagai pineapple karena bentuknya
yang seperti pohon pinus (Arisman, 2009)
Nanas merupakan buah tropis dengan daging buah berwarna kuning
memiliki kandungan air 90% dan kaya akan Kalium, Kalsium, lodium, Sulfur, dan
Khlor. Selain itu juga kaya Asam, Biotin, Vitamin B12, Vitamin E serta Enzim
Bromelin. Nanas termasuk komoditas buah yang mudah rusak, susut, dan cepat
busuk. Oleh karena itu, seusai panen memerlukan penanganan pasca panen, salah
satunya dengan pengolahan. Buah nanas mengandung vitamin (A dan C),
Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Natrium, Kalium, Dekstrosa, Sukrosa (gula
tebu), dan Enzim Bromelain. Selain itu nanas mengandung enzim bromelain yang
memiliki kemampuan untuk menguraikan protein. Nanas sering dipakai sebagai
bahan pelunak daging selain berguna membantu pencernaan, menguraikan
pembekuan darah, mencegah sinusitis, dan infeksi saluran kencing (Winarno,
1997).
Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di
Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata. Tanaman ini dapat
ditanam pada setiap musim dan dapat tumbuh dengan cepat. Buah labu kuning
terdiri atas bagian-bagian kulit (12,5%), daging buah (81,2%), jaring-jaring biji
dan biji (4,8%).
Karbohidrat merupakan komponen kimia terbesar labu kuning setelah air.
Karbohidrat yang banyak terdapat dalam buah-buahan dan sayur-sayuran adalah
pati, gula, pektin dan selulosa. Dinding sel buah sebagian besar terdiri atas
senyawa pektin dan selulosa. Selama proses pematangan buah, pektin akan
berkurang dan terbentuk pektin yang larut dalam air (Usmiati et al, 2004).
Buah pepaya merupakan buah meja bermutudan bergizi yang tinggi.
Pepaya merupakan salah satu komoditas buah yang hampir semua bagiannya
dapat dimanfaatkan. Pepaya mengandung polisakarida, vitamin, mineral, enzim,
protein, alkaloid, glikosida, saponin, dan flavonoid.
Maltodekstrin menurut whistler dan miller (1997) merupakan suatu hasil
hidrolisis pati yang terdispersi dalam panas dengan asam atau enzim dengan
dekstrosa ekuivalen (DE) dibawah 20. Maltodekstrin relatif tidak higroskopis
dibandingkan dengan corn syrup dan dengan DE yang rendah menunjukkan
kecenderungan penyerapan uap air. Kekentalan maltodekstrin yang tinggi penting
dalam penggunaanya terutama pada proses pengolahan bahan pangan. Sumbangan
utama maltodekstrin adalah pengaruh perlindungan yang dihasilkan dari
kekenyalannya yang relatif tinggi. Maltodekstrin dipakai dalam industri makanan
sebagai pengental dan pemantap serta memiliki kemampuan untuk membentuk
film yang stabil selama penggorengan.
Maltodekstrin juga berfungsi sebagi pengganti lemak karena ketika air
bertemu dengan maltodekstrin akan membentuk gel yang mencair dan menyerupai
sifat lemak. Walaupun dapat menyerupai sifat lemak, namun maltodekstrin tidak
bersifat lipofilik sehingga memiliki stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah.
Fungsi dari maltodekstrin antara lain adalah sebagai pengisi, penambah volume,
pembentuk tekstur, carrier dan menghambat kristalisasi. Bahan ini banyak
digunakan dalam pembuatan cracker, puding, permen dan es krim bebas gula
(Joy, 2010).
Maltodekstrin dapat meningkatkan total padatan bahan yang dikeringkan.
Sehingga jumlah air yang diuapkan semakin banyak, akibatnya peningkatan
konsentrasi maltodekstrin akan menurunkan kadar air dan meningkatkan
rendemen bahan (Badarudin, 2006).
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan
digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan
makanan kesehatan. Pemanis adalah bahan tambahan makanan yang ditambahkan
dalam makanan atau minuman untuk menciptakan rasa manis. Lidah adalah organ
tubuh yang dapat membedakan rasa. Rasa manis dapat dirasakan pada ujung
sebelah luar lidah. Rasa manis dihasilkan oleh berbagai senyawa organik,
termasuk alkohol, glikol, gula dan turunan gula. Sukrosa adalah bahan pemanis
pertama yang digunakan secara komersial karena pengusahaannya paling
ekonomis.
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun
dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan
pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa asam
pada makanan dan minuman ringan. Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah
dan sayuran, namun ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8%
bobot kering, pada jeruk lemon dan limau.
Penggunaan utama asam sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi cita rasa
dan pengawet makanan dan minuman, terutama minuman ringan. Asam sitrat
berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan mencegah kristalisasi gula. Selain itu,
asam sitrat juga berfungsi sebagai katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula
invert selama penyimpanan serta sebagai penjernih gel yang dihasilkan.
Keberhasilan produk jelly tergantung dari derajat keasaman untuk mendapatkan
pH yang diperlukan. Nilai pH dapat diturunkan dengan penambahan sejumlah
kecil asam sitrat (Safitri, 2012).
Pemanis yang digunakan adalah gula pasir. Gula adalah suatu istilah dalam
industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang
diperoleh dari bit atau tebu (Buckle et al., 1987). Kekuatan rasa manis yang
ditimbulkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis gula (Sukrosa, Glukosa,
Dekstrosa, Sorbitol, Fruktosa, Maltosa, Laktosa, Manitol, Honey, Corn syrup,
High fructose syrup, Molase, Maple syrup), konsentrasi, suhu serta sifat
mediumnya. Tujuan penambahan gula adalah untuk memperbaiki flovor bahan
makanan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan
(Sudarmadji dkk, 1988). Selain itu gula juga berfungsi sebagai pengawet karena
gula mampu untuk memberi stabilitas mikroorganisme pada suatu produk
makanan dalam konsentrasi yang cukup (di atas 70% padatan terlarut biasanya
dibutuhkan) (Pantastico, 1997)
Peran sukrosa dalam pembentukan gel pektin adalah menguatkan interaksi
hidrofobik secara konsisten. Sukrosa terdiri dari fruktosa dan glukosa. Fruktosa
dikenal juga dengan nama gula buah, banyak terdapat pada buah-buahan. Fruktosa
merupakan molekul yang mengandung gugus hidroksil dan gugus karbonil keton
pada C-2 dari rantai enam karbon (Winarno, 2000)
Fruktosa adalah karbohidrat sederhana berupa monosakarida yang
memiliki rasa manis yang tinggi bila dibandingkan dengan sukrosa dan glukosa.
Kemanisan relatif berbagai gula secara berurutan dari yang paling manis adalah
fruktosa, sukrosa, glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa. Fruktosa lebih mudah
larut dibandingkan glukosa. Fruktosa memiliki daya larut sebesar 80% pada suhu
20oC, dan naik menjadi 90% pada suhu 60 oC. Fruktosa merupakan monosakarida
yang sulit mengkristal sehingga penambahannya pada produk pangan digunakan
salah satunya untuk menghambat kristalisasi.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat B. Bahan :
- Pisau - Gula pasir
- Talenan - Labu kuning
- Loyang - Nanas
- Panci - Pepaya
- Kompor - Fruktosa
- Baskom - Asam sitrat
- Maltodekstrin
C. Prosedur Kerja
Labu kuning Pepaya/Nanas
Dikupasan dan disortasiDikupasan dan disortasi
Hot water blanching 20’
Steam blanching 3’
Bahan ditimbang ; Labu kuning : Nanas = 70 : 30 (100gr)Pepaya : Nanas = 70 : 30 (100gr)
Bahan dihancurkan (ditambah air 25%, gula pasir 20%, glukosa 2%, asam sitrat 1%, maltodekstrin 0% dan 1%)
Dikeringkan dalam kabinet 60oC 18 jam
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
A. Hasil Pengamatan
1. Warna
PanelisKelompok
I II III IV V
1 4 3 2 2 2
2 4 3 2 2 1
3 4 2 1 1 3
4 3 3 3 2 3
5 2 2 3 2 3
6 4 3 4 3 3
7 4 4 4 3 3
8 5 4 3 2 2
9 2 2 2 2 1
10 3 1 2 2 2
11 2 2 4 3 2
12 4 2 4 4 2
13 4 3 4 2 1
14 3 2 3 3 2
15 2 2 2 2 1
Ʃ 50 40 43 35 31
Χ 3,33 2,67 2,86 2,33 2,06
- Pada kelompok 3 dan 5 perlakuan yang diuji sama, sehingga nilai rata-rata dari
masing-masing kelompok digabungkan. Hasilnya adalah 2,46.
- Jenis perlakuan :
Kelompok 1 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%
Kelompok 2 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%
Kelompok 4 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%
Kelompok 3 dan 5 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%
- Parameter :
1 = tidak mengkilap 2 = sedikit mengkilap
3 = agak mengkilap 4 = mengkilap
5 = sangat mengkilap
2. Aroma
PanelisKelompok
I II III IV V
1 1 2 2 3 3
2 3 2 1 1 2
3 1 2 2 2 1
4 2 3 2 2 2
5 2 1 2 2 2
6 3 3 3 3 3
7 3 1 2 2 2
8 3 1 3 2 1
9 3 2 2 2 3
10 1 3 2 2 3
11 3 3 2 3 3
12 1 2 2 2 3
13 2 2 2 2 1
14 2 2 1 1 3
15 3 3 1 2 2
Ʃ 33 32 29 31 34
Χ 2,2 2,13 1,93 2,06 2,26
- Pada kelompok 3 dan 5 perlakuan yang diuji sama, sehingga nilai rata-rata dari
masing-masing kelompok digabungkan. Hasilnya adalah 2,095.
- Jenis perlakuan :
Kelompok 1 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%
Kelompok 2 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%
Kelompok 4 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%
Kelompok 3 dan 5 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%
- Parameter :
1 = tidak kuat 2 = sedikit kuat
3 = agak kuat 4 = kuat
5 = sangat kuat
3. Tekstur
PanelisKelompok
I II III IV V
1 4 4 4 4 3
2 4 4 4 3 1
3 4 3 2 3 4
4 3 4 3 3 2
5 2 3 3 2 3
6 4 4 4 4 3
7 4 4 4 3 4
8 4 3 3 4 4
9 4 3 1 2 2
10 2 3 3 2 4
11 3 4 4 4 3
12 4 3 4 3 3
13 5 3 4 2 1
14 3 4 3 2 1
15 3 4 3 3 3
Ʃ 53 53 49 44 41
Χ 3,53 3,53 3,26 2,93 2,73
- Pada kelompok 3 dan 5 perlakuan yang diuji sama, sehingga nilai rata-rata dari
masing-masing kelompok digabungkan. Hasilnya adalah 2,99.
- Jenis perlakuan :
Kelompok 1 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%
Kelompok 2 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%
Kelompok 4 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%
Kelompok 3 dan 5 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%
- Parameter :
1 = tidak elastis 2 = sedikit elastis
3 = agak elastis 4 = elastis
5 = sangat elastis
4. Rasa
PanelisKelompok
I II III IV V
1 2 4 2 4 4
2 3 4 3 4 4
3 2 3 4 4 4
4 4 4 3 3 4
5 2 3 3 2 3
6 3 4 3 3 4
7 3 2 3 2 2
8 2 3 4 4 5
9 3 4 3 2 3
10 3 3 4 3 4
11 3 4 3 3 3
12 1 4 4 4 4
13 4 2 4 2 2
14 3 4 2 2 2
15 2 3 2 3 2
Ʃ 40 51 47 45 50
Χ 2,67 3,4 3,13 3 3,33
- Pada kelompok 3 dan 5 perlakuan yang diuji sama, sehingga nilai rata-rata dari
masing-masing kelompok digabungkan. Hasilnya adalah 3,23.
- Jenis perlakuan :
Kelompok 1 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%
Kelompok 2 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%
Kelompok 4 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%
Kelompok 3 dan 5 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%
- Parameter :
1 = tidak enak 2 = agak enak
3 = sedikit enak 4 = enak
5 = sangat enak
Rendemen
KelompokBerat Awal
(gr)
Berat Akhir
(gr)Rendemen
1 100 24
2 100 31
3 100 35,2
4 100 19,6
5 100 33,8
B. Pembahasan
1. Warna
Warna sangat penting bagi banyak produk makanan dan berperan sebagai
alasan utama ketertarikan konsumen. Warna juga dapat memberikan petunjuk
mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti pencoklatan dan pengkaramelan
(De Man,1997). Hasil uji sensoris terhadap produk fruit leather terhadap warna
berbeda satu sama lain tergantung jenis bahan dan perbandingan bahan utama dengan
bahan campurannya. Proses pemanasan atau pengeringan dan penyimpanan juga
berpengaruh dan menyebabkan warna fruit leather satu dengan yang lainnya berbeda.
Hasil uji organolepik yang diperoleh dengan menggunakan 15 orang panelis
terhadap warna dari fruit leather adalah sebagai berikut : warna paling mengkilap
diperoleh dari perlakuan 1 yaitu Labu kuning 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0%
dengan rata-rata 3,33. Sedangkan rata-rata nilai terendah diperoleh dari perlakuan 4
yaitu papaya 70 gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0% dengan nilai rata-rata 2,33.
Pada labu penambahan maltodekstrin memiliki nilai rata-rata lebih kecil
dibandingkan dengan tanpa penambahan maltodekstrin, sedangkan pada papaya
panambahan maltodekstrin memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan tanpa
penambahan maltodekstrin, mungkin hal ini disebabkan karena kadar air yang
terdapat pada papaya lebih besar dibandingkan dengan labu.
Salah satu fungsi dari maltodkestrin yaitu sebagai pengganti lemak, sehingga
ketika air bertemu dengan maltodekstrin akan membentuk gel yang mencair dan juga
memberikan sifat mengkilap pada permukaan bahan (Kennedy, 1995). Tetapi hal
tersebut berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Kennedy (1995) dengan hasil
perlakuan dengan menggunakan maltodekstrin, kemungkinan pada saat melakukan
uji sensoris pencahayaan pada tempat pengujian kurang baik sehingga menyamarkan
warna dari bahan yang diuji selain itu kurang teliti dalam penambahan jumlah
maltodekstrin yang ditambahkan pada bahan,. Selain itu, meskipun sifat
maldodekstrin dapat menyerupai lemak, tetapi maltodekstrin tidak bersifat lipofilik
sihingga memiliki stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah.
2. Aroma
Aroma dapat didefinisikan hasil dari uap proses pengolahan makanan,uap ini
tercipta dari bahan2 makanan yang diolah, tiap bahan memiliki aroma yang berbeda,
proses dan metode memasak juga akan menentukan hasil dari aroma yang akan
tercium. Aroma dapat dideteksi dengan indera pembau dan dapat dipakai sebagai
indikator kerusakan pada produk yang dihasilkan akibat kesalahan pengolahan
maupun pengemasan. Aroma dari suatu produk makanan bisa berasal dari senyawa
volatile dari bahan-bahannya ataupun bisa terbentuk dari interaksi kimia membentuk
senyawa volatile baru selama proses pengolahan.
Hasil uji organolepik yang diperoleh dengan menggunakan 15 orang panelis
terhadap aroma dari fruit leather menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada
perlakuan 1 yaitu labu kuning 70gr, nanas 30 gr dan maltodekstrin 0% dengan nilai
rata-rata 2,2 yang menunjukan bahwa fruit leather yang dihasilkan memiliki aroma
yang sedikit kuat. Sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh dari perlakuan 4 yaitu
dengan papaya 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0% dengan nilai rata-rata 2,06.
Dari hasil pengujian organoleptik aroma dari fruit leather tersebut
menunjukan bahwa perlakuan penambahan maltodekstrin tidak banyak memberikan
pengaruh terhadap aroma fruit leather yang dihasilkan. Tetapi pada penambahan
maltodekstrin ke produk pangan dapat menekan kehilangan komponen volatile
selama proses pengolahan karena komponen volatile dapat terikat dengan baik
didalam struktur maltodekstrin yang berbentuk spiral (Joy,2010). Maltodekstrin
disukai sebagai bahan tambahan pangan karena tidak memiliki bau sehingga tidak
mengganggu aroma asli dari bahan, namun maltodekstrin dapat mempertahankan
aroma dari produk yang dihasilkan.
Kemungkinan perbedaan hasil yang didapat dengan referensi disebabkan
karena kurang telitinya praktikan dalam penambahan jumlah maltodekstrin yang
ditambahkan pada fruit leather sehingga maltodekstrin tidak mencukupi untuk
menahan komponen volatile dari bahan yang digunakan dalam pembuatan fruit
leather tersebut, kondisi saat melakukan uji organoleptic yang kurang kondusif yang
menyebabkan hasil yang kurang baik dan juga pada saat pencampuran maltodekstrin
kurang merata.
3. Tekstur
Tekstur merupakan sifat fisik dari produk yang mencakup warna tampilan
luar, warna tampilan dalam, kelembutan makanan, bentuk permukaan pada makanan,
keadaan makanan (kering, basah, lembab) . Menurut Pantastico (1993) sifat-sifat
tekstur adalah sifat yang menyangkut rasa, ketegaran, kelunakan, berpasir, berserat,
bertepung, dan sebagainya. Tekstur berhubungan dengan tingkat kematangan dari
bahan yang dimana tingkat kekerasan lebih tingga saat masih mentah dibandingkan
dengan bahan yang sudah masak yang memiliki tekstur yang lunak.
Hasil uji organolepik yang diperoleh dengan menggunakan 15 orang panelis
terhadap tekstur dari fruit leather bahwa pada perlakuan 1 dan 2 memiliki nilai rata-
rata tertinggi yang sama yaitu 3,53 dengan perlakuan 1 yaitu labu kuning 70gr, nanas
30gr dan maltodekstrin 1% dan perlakuan 2 yaitu labu kuning 70gr, nanas 30gr dan
maltodekstrin 0%. Untuk nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan 4 yaitu
papaya 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0%
Pembentukan tekstur pada fruit leather berasal dari pectin, air, gula, asam
sitrat dan maltodekstrin. Pectin didapat dari jaringan buah papaya, labu kuning dan
nanas. Tekstur fruit leather yang dikehendaki harusnya elastis dan halus. Tekstur
elastis didapat dari terbentuknya gel hasil interaksi antara pectin, air, gula dan asam
sehingga fruit leather dapat digulung dan tidak mudah retak. Penambahan gula pada
pembuatan fruit leather juga berfungsi untuk menghambat kristalisasi yang dapat
memperngaruhi tekstur
Selain itu, pembentukan gel pada fruit leather juga dibantu oleh adanya
penambahan maltodekstrin yang berfungsi sebagi pengganti lemak karena ketika air
bertemu dengan maltodekstrin akan membentuk gel dan juga menstabilkan struktur
fruit leather.
Hasil yang didapat sesuai dengan referensi yang menunjukan bahwa nilai rata-
rata tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan penambahan maltodekstrin. Dan nilai
rata-rata terendah diperoleh dari perlakuan tanpa panambahan maltodekstrin
4. Rasa
Rasa dapat diartikan sebuah reaksi kimia dari gabungan berbagai bahan
makanan dan menciptakan sesuatu rasa baru yang dirasakan oleh lidah. Rasa dapat
diturunkan dari karakteristik bahan yang digunakan atau ketika proses pengolahan
dimana bahan lain ditambahkan, sehingga rasa yang alami dapat dikurangi atau
ditingkatkan tergantung komponen bahan pendukungnya seperti penambahan gula
dapat memberikan rasa manis pada produk pangan.
Hasil uji organolepik yang diperoleh dengan menggunakan 15 orang panelis
terhadap rasa dari fruit leather bahwa pada perlakuan 2 yaitu labu 70gr, nanas 30gr
dan maltodekstrin 1% dengan nilai rata-rata 3,4. Dan untuk nilai rata-rata terendap
yaitu pada perlakuan 1 dengan labu 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0% dengan
nilai rata-rata 2,67.
Dari hasil yang didapat diketahui bahwa penambahan maltodekstrin tidak
mempebgaruhi rasa dari produk fruit leather yang dihasilkan karena maltodekstrin
memiliki sifat pada DE (Dextrose Equivalent) yang rendah (DE<5), tidak berbau dan
tawar sehingga tidak menggangu rasa pada produk fruit leather tersebut. Indonesia
menetapkan standar Nasional untuk sifat dari fruit leather harus memiliki kadar air
maksimal 25%, nilai Aw kurang dari 0,7, tekstur plastic, kenampakan seperti kulit,
terlihat mengkilap, dapat dikonsumsi secara langsung serta mempunyai warna, rasa
dan aroma yang khas (Nurlaely, 2002).
Rasa yang dihasilkan pada fruit leather berasal dari rasa asli buah-buahan
yang digunakan. Tetapi rasa pada fruit leather juga dihasilkan dari penambahan gula
dan asam. Selain itu gula dan asam dapat berfungsi sebagai pengawet sehingga umur
simpan dari fruit leather tersebut lebih panjang. Penambahan asam sitrat juga
mempengaruhi rasa dari fruit leather karena asam sitrat merupakan senyawa pemberi
cita rasa asam sehingga rasa fruit leather yang dihasilkan mirip dengan rasa buah
yang segar dan alami tanpa proses pengolahan. Penambahan gula dalam produk
bukanlah untuk menghasilkan rasa manis saja meskipun rasa ini penting. Gula
bersifat menyempurnakan rasa asam dan cita rasa lainnya, sebagai humektan yaitu
kemampuan gula dalam mengurangi kelembaban relatif dan daya mengikat air yang
menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan (Buckle et al., 1987).
5. Rendemen
Rendemen merupakan hasil dari perhitungan berat akhir bahan dibagi dengan
berat awal bahan yang dihitung dengan persentase. Dari hasil pengamatan diketahui
bahwa nilai rendemen tertinggi pada perlakuan 3 yaitu pepaya 70gr, nanas 30gr dan
maltodekstrin 1% dengan nilai rendemen 35,2%, kedua pada perlakuan 5 yaitu
dengan pepaya 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 1% juga dengan nilai rendemen
33,8%, ketiga pada perlakuan 2 yaitu labu 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 1%
dengan nilai rendemen 31%, keempat pada perlakuan 1 yaitu labu 70gr, nanas 30gr
dan maltodekstrin 0% dengan nilai rendemen 24% dan untuk yang terendah pada
perlakuan 4 pepaya 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0% juga dengan nilai
rendemen 19,6%
Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa nilai tertinggi rendemen dengan
perlakuan penambahan maltodekstrin dan nilai rendemen terendah dengan perlakuan
tanpa penambahan maltodekstrin. Menurut Badarudin (2006) meyebutkan bahwa
maltodekstrin dapat meningkatkan total padatan bahan yang dikeringkan. Sehingga
jumlah air yang diuapkan semakin banyak, akibatnya peningkatan konsentrasi
maltodekstrin akan menurunkan kadar air dan meningkatkan nilai rendemen bahan.
Nilai rendemen tertinggi kedua pada praktikum ini, mendekati pernyataan tersebut.
Perbedaan hasil diatas, kemungkinan disebabkan perhitungan yang kurat akurat baik
dari kondisi alat penimbang, lingkungan, ataupun human error. Hasil yang diperoleh
menunjukan persamaan dengan referensi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum tentang fruit leather disimpulkan bahwa :
1. Warna paling mengkilap diperoleh dari perlakuan 1 yaitu Labu kuning 70gr,
nanas 30gr dan maltodekstrin 0% dengan rata-rata 3,33. Sedangkan rata-rata
nilai terendah diperoleh dari perlakuan 4 yaitu papaya 70 gr, nanas 30gr dan
maltodekstrin 0% dengan nilai rata-rata 2,33. Pada labu penambahan
maltodekstrin memiliki nilai rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan tanpa
penambahan maltodekstrin, sedangkan pada papaya panambahan
maltodekstrin memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan tanpa
penambahan maltodekstrin. Nilai tersebut menunjukkan pengaruh
maltodekstrin terhadap warna dari fruit leather tidak sesuai dengan referensi.
2. nilai rata-rata tertinggi pada perlakuan 1 yaitu labu kuning 70gr, nanas 30 gr
dan maltodekstrin 0% dengan nilai rata-rata 2,2 yang menunjukan bahwa fruit
leather yang dihasilkan memiliki aroma yang sedikit kuat. Sedangkan nilai
rata-rata terendah diperoleh dari perlakuan 4 yaitu dengan papaya 70gr, nanas
30gr dan maltodekstrin 0% dengan nilai rata-rata 2,06. Penambahan
maltodekstrin cenderung tidak memberikan pengaruh terhadap aroma dari
fruit leather.
3. Pada perlakuan 1 dan 2 memiliki nilai rata-rata tertinggi yang sama yaitu 3,53
dengan perlakuan 1 yaitu labu kuning 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 1%
dan perlakuan 2 yaitu labu kuning 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0%.
Untuk nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan 4 yaitu papaya 70gr,
nanas 30gr dan maltodekstrin 0%. Hal tersebut sesuai dengan referensi karena
penambahan maltodekstrin memberikan pengaruh terhadap tekstur dari fruit
leather.
4. Perlakuan 2 yaitu labu 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 1% dengan nilai
rata-rata 3,4. Dan untuk nilai rata-rata terendap yaitu pada perlakuan 1 dengan
labu 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0% dengan nilai rata-rata 2,67.
Penambahan maltodekstrin tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap rasa dari fruit leather.
5. Penambahan maltodekstrin memberikan pengaruh terhadap kenaikan
rendemen dari fruit leather.
B. Saran
1. Untuk pembuatan fruit leather skala besar konsentrasi penambahan bahan
penstabil atau pencampuran buah masih perlu diperhatikan.
2. Mutu buah yana akan menjadi bahan utama profuk fruit leather harus
diperhatikan, seperti kandungan serat dan pektin yang tinggi serta
penambahan bahan lainnya. Karena kualitas bahan awal akan berpengaruh
besar terhadap hasil akhir fruit leather.
3. Sebaiknya pengujian organoleptik dilakukan dengan sungguh-sungguh, benar,
tepat, dan hati-hati sehingga nilai-nilai yang dihasilkan dari uji organoleptik
bersifat valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Apandi, Muchidin, 1984. Teknologi Buah Dan Sayur. Penerbit Alumni, Bandung.
Badarudin, T. 2006. Penggunaan Maltodekstrin Pada Yoghurt Bubuk Ditinjau Dari
Uji Kadar Air Keasaman, Ph, Rendemen, Reabsoprsi Uap Air, Kemampuan
Keterbasahan, Dan Sifat Kedispersian. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Universitas Brawijaya. Malang.
Budiman, L., S. T. Soekarto, dan A. Apriyantono. 1984. Karakterisasi Buah Waluh
(Cucurbita pepo L.). Bul. Pen. Ilmu Dan Teknol. Pangan Vol. 3: 116-133.
De Man, John.M. 1989. Kimia Makanan Edisi Kedua. ITB : Bandung
Joy, P. 2010. Benefits and Uses of Pineapple. Pineapple Research Kerala
Agricultural University.
Kumalaningsih, S., Suprayogi. 2006. Tamarillo (Terung Belanda). Surabaya :
Trubus Agrisarana
Mahendradatta, Meta., 2007. Pangan Aman Dan Sehat. Lembaga Penerbitan
Universitas Hasanuddin Makassar.
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono, 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IPB . Bogor
Nurlaely, E. 2002. Pemanfaatan Buah Jambu untuk Pembuatan Leather. Kajian dari
Proporsi Buah Pencampur. Skripsi jurusan Teknologi Hasil Pertanian.
Universitas Brawijaya Malang.
Pantastico. 1997. Fisiologi pasca-panen: penanganan, pemanfaatan buah-buahan dan
sayuran tropika dan subtropika. UGM Press. Yogyakarta
Safitri, 2012. Studi Pembuatan Fruit Leather Mangga-Rosella. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Sudarmadji, S., B.Haryono Dan Suhardi, 1988. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan Dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.
Sumaryati, E. 2004. Pembuatan Leather Mengkudu ( Morinda Cintrifolia ) Kajian
Lama Perendaman Dan Konsentrasi Larutan Kapur Terhadap Kualitas Leather
Mengkudu Yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Widyagama. Malang.
Usmiati, S., Sri, Y., Hadi, S. 2004. Pengembangan Produk Pangan Berbahan Baku
Labu Kuning. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Pangan
Tradisional.
Winarno, F.G., 1997. Pangan, Enzim dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Winarno, F.G. 2000. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 253
hal.
Yuliani, S., Christina, W., Sri, U., Dan Wiwit, N. 2005. Karakteristik Fisik Kimia
Labu Kuning Pada Berbagai Tingkat Kematangan. Prosiding Seminar
Nasional Hasil-Hasil Penelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi Jambi.