Post on 03-Aug-2015
Presentasi Kasus
Fraktur Segmental Mandibula
Disusun oleh
Yhoga Timur Laga
09.20221.233
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA 2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas ijin-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan presentasi kasus ini. Adapun presentasi kasus ini penulis susun
untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Departemen Bedah Rumah Sakit
Pusat Persahabatan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu hingga tersusunnya presentasi kasus ini, karena tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, presentasi kasus ini akan menemui berbagai
kendala.
Tentu saja presentasi kasus ini masih membutuhkan penyempurnaan,
untuk itu saran dan kritik sangat penulis butuhkan, guna memperbaiki tugas
selanjutnya. Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.
Jakarta, 8 Agustus 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………..
i
Daftar isi ……………………………………………………………..
ii
BAB I STATUS PASIEN……………………………………………………..
1
1. Identitas …….………………………………………………..
1
2. Anamnesis…………………………………………………..…………..
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………..
7
1. Definisi Fraktur Mandibula …..…….………………………………..
7
2. Klasifikasi
……………………………………………………………….7
3. Diagnosis.
……………………………………………………………….10
4. Penatalaksanaan.
……………………………………………………….11
5. Komplikasi.
……………………………………………………….15
BAB III ANALISA KASUS…..…………………………………………………..
17
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
18
3
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Tn. Ahmad Fahrul
Usia : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kampung Rawa RT 04/03 Pondok Kopi Jakarta Timur
No. RM : 1370333
Tanggal masuk: 8 Juli 2012
Ruang rawat : Bedah kelas
ANAMNESA
Auto dan alloanamnesa dengan keluarga pada tanggal 17 Juli 2012.
Keluhan utama : Tidak bisa mengunyah sejak 1 minggu SMRS
Keluhan tambahan : Nyeri pada rahang bawah
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa mengunyah sejak 1 minggu SMRS. 1
minggu yag lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Saat itu pasien mengendarai
sepeda motor dengan kecepatan sedang (± 60 km/jam), pasien menghindari tembok yang
ada di depannya. Pasien kemudian menabrak tembok dan masuk ke selokan di sisi
tembok. Menurut pasien, dia terjatuh dengan bagian wajah sebelah kiri membentur
tembok dan dinding selokan. Saat kejadian, pasien tidak menggunakan helm. Pasien tidak
memiliki riwayat pingsan setelah kejadian. Riwayat muntah tanpa didahului mual tidak
ada. Riwayat keluar darah dari mulut tidak ada. Keluar darah dari telinga dan hidung
disangkal. Pasien juga merasa nyeri pada rahang bawah dan mulut tidak bisa digerakkan
serta tidak bisa merapatkan mulutnya. Keluhan baal pada dagu disangkal.
Keluhan nyeri di leher, dada, perut, pinggang dan anggota gerak disangkal.
Sesak disangkal. Keluhan kelemahan anggota gerak disangkal. BAK dan BAB tidak ada
keluhan.
4
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat alergi obat-obatan disangkal. Riwayat DM, hipertensi, dan asma
disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
GCS : E4V5M6 15
Tanda-tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7° C
Status Generalis
Kepala : Normocephal, terdapat vulnus laceratum di frontal kiri telah
terjahit dengan ukuran 3x1 cm.
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-). Pupil isokor Ø 3mm,
reflek cahaya +/+.
Mulut : Sianosis (-), maloklusi (+), nyeri tekan mandibula (+), false
movement (+).
Leher : Jejas (-), deviasi trakea (-).
Telinga : Sekret (-), darah (-), hematom preaurikuler (-), nyeri tekan (-).
Hidung : Darah (-), sekret (-), hematom (-), simetris
KGB : Tidak ada pembesaran
Toraks : Simetris saat statis dan dinamis
Paru : SD vesikuler +/+, Ronki -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I & II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-/-/-, CRT < 2”.
Status neurologis
Nn. Cranialis: Tidak ada kelainan
Motorik : 5/5/5/5
5
Sensorik : Tidak ada kelaianan
Status Lokalis kepala dan wajah
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Hasil Nilai rujukan
Leukosit
Hitung jenis
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCHC
RDW-CV
Trombosit
Blooding Time
Cloting Time
PT
APTT
7.980
59.1
26.7
12.0
1.8
0.4
4.2
13.0
37
89.0
34.8
12.3
242.000
3
7
11.5
34.6
5-10 ribu/ mm3
50-70 %
25-40%
2-8%
2-4%
0-1%
4,5-6,5 juta/uL
13-16 g/dl
40-52 %
80-100 fL
32-35
11,5-14,5
150-440
<6
<11
10-14
28-40
6
I : Asimetri wajah (+), Vulnus laceratum
telah terjahit
P: NT (+), maloklusi (+), false movement (+)
pada mandibular.
Foto rontgen
7
DIAGNOSIS KERJA
- Fraktur segmental simfisis mandibula
PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 500 cc/8 jam
- Ceftriaxon 2x1 gr
- Ketorolac 3x30 mg
- Bethadine gurgle 3x sehari
- Diet cair per oral
- ORIF dengan miniplate
- Persiapan operasi:
o SIO
o Puasa 6 jam pre op
LAPORAN OPERASI
- Pasien dalam GA, dilakukan intubasi nasal
8
- A dan antiseptik daerah operasi dan sekitarnya
- Pasang arch bar atas
- Insisi melalui luka lama di dagu diatas fr kiri, insisi baru di sisi kanan, reposisi
dan fiksasi di regio inferior dengan plate 2.0 non rigid 6 hole, screw 8 cm
sebanyak 4 buah.
- Pasang arch bar bawah dan reposisi
- Pasang plate 2.0 6 hole dengan screw 10 cm 2 buah dan 8 cm 2 buah
- Pasang plate 2.0 rigid 6 hole dengan screw 1 cm 2 buah dan 8 cm 2 buah
- Pasang plate 2.0 rigid 6 hole dengan screw 1 cm 2 buah dan 8 cm 2 buah
- Jahit luar
- Operasi selesai
Instruksi pos op
- IVFD DL : D5 1:2/24 jam
- Diet cair
- Ceftriakson 1x2 gr IV
- Ketorolac 3x30 mg IV
- Bila muntah miringkan ke kiri atau kanan
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
9
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi fraktur mandibula
Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya
disebabkan oleh adanya kecelakaan yang timbul secara langsung. Fraktur mandibula
adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya kontinuitas pada rahang
bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun keadaan
patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.1
B. Klasifikasi fraktur mandibula2,3
Secara umum, fraktur diklasifikasikan menurut penyebab terjadinya, menurut
hubungan dengan jaringan sekitarnya, dan menurut bentuknya.
1. Menurut penyebab terjadinya
a. Fraktur traumatik
Frakur traumatik, dapat disebabkan baik oleh trauma langsung maupun
tidak langsung. Trauma langsung yang mengenai anggota tubuh penderita,
gaya yang diterima oleh tubuh dapat menyebabkan fraktur. Trauma tidak
langsung, terjadi seperti pada penderita yang jatuh dengan tangan menumpu
dan lengan atas-bawah lurus, berakibat fraktur kaput radii atau klavikula.
Gaya tersebut dihantarkan melalui tulang-tulang anggota gerak atas dapat
berupa gaya berputar, pembengkokan (bending) atau kombinasi
pembengkokan dengan kompresi yang berakibat fraktur butterfly, maupun
kombinasi gaya berputar, pembengkokan dan kompresi seperti fraktur
oblik dengan garis fraktur pendek. Fraktur juga dapat terjadi akibat tarikan
otot seperti fraktur patela karena kontraksi quadrisep yang mendadak.
b. Fraktur stress
Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan
tulang menjadi lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada olahragawan.
c. Fraktur patologis
10
Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan
tulang tersebut rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan.
2. Menurut hubungan dengan jaringan sekitar
a. Fraktur simple/tertutup, disebut juga fraktur tertutup, oleh karena kulit di
sekeliling fraktur sehat dan tidak sobek.
b. Fraktur terbuka, kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang
berhubungan dengan dunia luar (bone expose) dan berpotensi untuk
menjadi infeksi. Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan di
tubuh yang tidak steril seperti rongga mulut.
c. Fraktur komplikasi, fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan
atau struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.
3. Menurut bentuknya
a. Fraktur komplit, Garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau
lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblik atau spiral. Kelainan ini dapat
menggambarkan arah trauma dan menentukan fraktur stabil atau unstabil.
b. Fraktur inkomplit, Kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau
masih saling tertancap.
c. Fraktur komunitif, Fraktur yang menimbulkan lebih dari dua fragmen.
d. Fraktur kompresi, Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus.
Sedangkan klasifikasi fraktur mandibula, di antaranya:
1. Berdasarkan regio anatomis
Menunjukkan regio-regio pada mandibula yaitu : badan, simfisis, sudut,
ramus, prosesus koronoid, prosesus kondilar, prosesus alveolar. Fraktur yang
terjadi dapat pada satu, dua atau lebih pada region mandibula ini.
11
Gambar 1. Regio mandibula2
Simfisis – fraktur terjadi pada insisivus tengah yang berjalan dari alveolar melalui
perbatasan inferior dari mandibula.4
Parasimfisis – fraktur terjadi dibatasi oleh garis vertikal kaninus.4
Gambar 2. Fraktur parasimfisis mandibula kanan4
Badan – Fraktur yang terjadi dari distal simfisis bertepatan dengan perbatasan
alveolar otot masseter.
Ramus mandibula – Dibatasi oleh aspek superior dari sudut dua saluran yang
membentuk puncak pada sigmoid.4
Gambar 3. Fraktur ramus mandibula dan parasimfisis mandibula kiri4
2. Berdasarkan ada tidaknya gigi5
Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting diketahui karena akan
menentukan jenis terapi yang akan kita ambil. Dengan adanya gigi,
penyatuan fraktur dapat dilakukan dengan jalan pengikatan gigi dengan
menggunakan kawat. Berikut derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya
gigi :
12
a. Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas
1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi)
b. Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
c. Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini
dilakukan melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw,
atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.
C. Diagnosis4,5
Diagnosis fraktur mandibula berdasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur
mandibula harus mengikuti kaidah ATLS, dimana terdiri dari pemeriksaan awal
(primar survey) yang meliputi pemeriksan airway, breathing, circulation dan
disability. Pada penderita trauma dengan fraktur mandibula harus diperhatikan
adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas yang bisa diakibatkan karena fraktur
mandibula itu sendiri ataupun akibat perdarahan intraoral yang menyebabkan
aspirasi darah dan bekuan darah.
Jika pasien stabil, perlu diketahui riwayat trauma. Mekanisme trauma
merupakan informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur
yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkian fraktur
patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah ada
trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih
mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai;
keadaan kardiovaskuler maupun sistem respirasi, apakah penderita merupakan
penderita diabetes, atau riwayat alergi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Inspeksi dimulai dari ektraoral kemudian ke intraoral. Perhatikan
adanya deformitas. Pembengkakan preaurikular sering menunjukkan
adanya fraktur kondilus. Kulit di sekitar wajah dan leher perlu
13
diperhatikan apakah hiperemis, ekimosis, laserasi, atau hematom. Pada
luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan
ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi Gustillo. Dilihat juga
apakah terdapat gigi yang hilang. Perhatikan juga apakah terdapat
maloklusi.
b. Palpasi
Pada palpasi dievaluasi daerah TMJ dengan jari pada daerah TMJ
dan penderita disuruh buka-tutup mulut, menilai ada tidaknya nyeri,
deformitas atau dislokasi. Untuk memeriksa apakah ada fraktur mandibula
dengan palpasi dilakukan evaluasi false movement dengan kedua ibujari di
intraoral, korpus mandibula kanan dan kiri dipegang kemudian digerakkan
keatas dan kebawah secara berlawanan sambil diperhatikan disela gigi dan
gusi yang dicurigai ada frakturnya. Bila ada pergerakan yang tidak sinkron
antara kanan dan kiri maka false movement +.
Periksa juga status gusi, apakah terdapat ekimosis, perdarahan, atau
hematom, bila terdapat hal tersebut, menunjukkan adanya fraktur.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rontgen
Pada fraktur mandibula dapat dilakukan pemeriksaan penunjang foto
Rontgen untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Timbulnya
kecurigaan fraktur mandibula tergantung dari jenis frakturnya, apakah
cedera tunggal atau multipel. Jika dicurigai cedera tunggal, pemeriksaan
dapat dimulai dengan foto AP, Towne, dan oblik.
b. CT Scan
CT scan dapat digunakan untuk mengidentifikasi fraktur kondilus
kompleks, terutama fraktur sagital atau dislokasi fossa glenoid. CT scan
juga berguna pada pasien dengan cedera serius, seperti luka tembak atau
fraktur komunitif.
D. Penatalaksanaan2,4,5
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah
14
termasuk penanganan syok (circulaation), penaganan luka jaringan lunak dan
imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap
kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen
fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction).
1. Reposisi tertutup
Adapun indikasi untuk reposisi tertutup di antaranya:
Fraktur displace atau terbuka derajat ringan sampai sedang.
Fraktur kondilus
Fraktur pada anak
Fraktur komunitif berat atau fraktur dimana suplai darah menurun.
Fraktur eduntulous mandibula
Fraktur mandibula yang terdapat hubungan dengan fraktur panfacial
Fraktur patologis
Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed
reduction adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu pada
fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari mandibula.
Beberapa teknik fiksasi intermaksila diantaranya:
Ivy loop
Penempatan Ivy loop menggunakan kawat 24-gauge antara 2 gigi yang
stabil, dengan penggunaan kawat yang lebih kecil untuk memberikan fiksasi
maxillomandibular (MMF) antara loop Ivy.
Gambar 4. Ivy loop
15
Gambar 5. Fiksasi maksilomandibular
Teknik arch bar
Indikasi pemasangan arch bar antara lain gigi kurang/ tidak cukup
untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila, didapatkan fragmen
dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai
dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris
Reduksi tertutup pada edentulous mandibula
Pada edentulous mandibula, gigi palsu dapat ditranfer ke rahang
dengan kabel circummandibular. Gigi tiruan rahang atas dapat ditempelkan
ke langit-langit. (Setiap screw dari maxillofacial set dapat digunakan sebagai
lag screw). Arch bar dapat ditempatkan dan intermaxillary fixation (IMF)
dapat tercapai. Gunning Splints juga telah digunakan pada kasus ini
karena memberikan fiksasi dan dapat diberikan asupan makanan. Pada
kasus fraktur kominitif, rekonstruksi mandibula mungkin diperlukan untuk
mengembalikan posisi anatomis dan fungsi.
2. Reposisi terbuka
Indikasi reposisi terbuka di antaranya:
Fraktur terbuka atau displace derajat sedang sampai berat
Fraktur yang tidak tereduksi dengan reposisi tertutup
Unfavorable fracture
16
Reposisi terbuka pada fraktur mandibula memiliki pendekatan intra dan
ekstraoral. Pendekatan ekstraoral dapat dilakukan melalui submandibula,
submental, atau preaurikular.
Gambar 6. Approach ekstraoral
Gambar 7. Insisi retromandibular
Dengan pendekatan intraoral, regio mandibula dicapai melalui insisi
vestibular di mukosa. Jika dibandingkan dengan pendekatan
ekstraoral, .pendekatan intraoral lebih cepat dilakukan, tidak memiliki parut
ekstraoral, dan risiko lebih kecil untuk mengenai saraf wajah.
Adapun material yang bisa digunakan pada reposisi terbuka diantaranya
wire, wire mesh, plat dan screw, dll.
Wiring (kawat)
17
Kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang disekitar dua buah
gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah. Rahang bawah yang patah
difiksasi pada rahang atas melalui mata di kawat atas dan bawah. Jika perlu
ikatan kawat ini dipasang di berbagai tempat untuk memperoleh fiksasi yang
kuat.
Plating
Pemasangan plat bertujuan untuk memberi tahanan pada daerah fraktur,
sehingga dapat menyatukan bagian fraktur dengan alveolus superior. Setelah
plat tepasang, maka tidak dibutuhkan lagi fiksasi maksila. Dengan catatan
pemasangan screw pada plat tidak dengan penekanan yang terlalu kuat.
Karena dengan pemasangan screw yang terlalu kuat akan mengkibatkan
terjadinya kesulitan pada saat pelepasan, oleh karena itu, pemasangan dengan
teknik yang tidak terlalu menekan lebih dipilih dalam pemasangan plat pada
fraktur mandibula.
E. Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula
umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur
mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan
berbagai kemungkinan komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah
yang paling sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur baik itu malunion
ataupun non-union, hal ini akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak
nyaman (discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang (Temporo
mandibular joint) oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi
rahang kiri dan kanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot
pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri
(myofascial pain) Terlebih jika pasien mengkompensasikan atau memaksakan
mengunyah dalam hubungan oklusi yang tidak normal. Kondisi inilah yang
banyak dikeluhkan oleh pasien patah rahang yang tidak dilakukan perbaikan atau
penanganan secara adekuat.
Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur
mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-
18
union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang
kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan
otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada
mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan
fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan
osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.
19
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa mengunyah sejak 1 minggu SMRS. 1
minggu yag lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Tanda fraktur basis kranii tidak
didapatkan. Tidak ada riwayat pingsan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan GCS 15 dan
tidak ditemukan adanya defisit neurologis.
Pasien juga mengeluh adanya nyeri pada rahang bawah dan mulut tidak bisa
digerakkan serta tidak bisa merapatkan mulutnya. Mekanisme trauma menurut pasien, dia
terjatuh dengan bagian wajah sebelah kiri membentur tembok dan dinding selokan. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya asimetris pada wajah dan VL pada frontal kiri yang
telah terjahit. Selain itu, pada pemeriksaan mulut juga ditemukan adanya maloklusi pada
rahang, nyeri tekan pada mandibula, dan false movement pada mandibula.
Untuk mengetahui letak fraktur, maka dilakukan pemeriksaan penunjang
radiologi. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan adanya fraktur segmental pada simfisis
mandibula.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka
dapat disimpulkan diagnosis kerja pasien ini adalah
Fraktur segmental simfisis mandibula
Adapun penatalaksanaan dari pasien ini adalah penanganan fraktur secara
definitif. Penatalaksanaan definitif berupa reposisi terbuka dengan pemasangan mini
plate.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, Wim de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. EGC: Jakarta. 2004
2. Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview.
3. Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A. (2007).
Management of Mandibular Fractures. Available at
http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf.
4. Donald R Laub. Mandibular fracture. (2011). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview#showall
5. Robert W Dolan. Facial plastic, reconstructive, and trauma surgery. New york.
21