Post on 29-Oct-2021
FANATISME SUPORTER SEPAK BOLA INDONESIA PERSPEKTIF
PERILAKU KOLEKTIF (STUDI KASUS SUPORTER TIM SEPAK
BOLA PERSIJA JAKARTA KORWIL REMPOA JAKARTA
SELATAN)
Sripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Sos)
Oleh:
Muhammad Fathurrahman
NIM : 1112111000040
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
iv
ABSTRAK
Skripsi ini akan melakukan analisis terhadap fanatisme The Jak Mania
sebagai salah satu suporter sepak bola di Indonesia menggunakan perspektif
perilaku kolektif. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis bagaimana konstruksi
sosial dapat terbentuk terhadap tim sepak bola Persija. Selain itu mengetahui
gambaran tentang bentuk-bentuk fanatisme suporter The Jak Mania. Nantinya
akan berfokus pada proses terbentuknya fanatisme dari berbagai aspek dan
pendekatan. Sedangkan bentuk fanatisme yang diekspresikan oleh The Jak Mania
sebagai konsekuensi dari konstruksi sosial.
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif yang melihat masalah sosial
dengan menggunakan pendekatan, teori, atau konsep tertentu dalam sosiologi.
Teknik pengumpulan datanya terdiri dari observasi, wawancara, dan studi
pustaka. Analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni pengumpulan
data, proses analisis data antara realitas dan teori, dan penarikan kesimpulan.
Kerangka teorinya adalah perilaku kolektif Neil J. Smelser.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Fanatisme terbentuk melalui enam
faktor yang disebutkan oleh Neil J. Smelser, meliputi kesesuaian struktural,
ketegangan struktural, faktor yang mendahului, berkembangnya kepercayaan,
mobilitas tindakan, dan adanya pengendalian sosial. Dasar dari terbentuknya
perilaku sosial dalam fanatisme The Jak Mania Rempoa adalah intensitas
berkumpulnya mereka secara berkelanjutan sehingga melahirkan tindakan
kolektif.. Kemudian bentuk fanatisme dari The Jak Mania terdiri dari tindakan
positif dan negatif. Bentuk fanatisme secara positif, seperti acara bakti sosial,
nonton bareng, konsolidasi anggota, dan aktivitas manusia lainnya. Adapun
bentuk fanatisme secara negatif adalah aktivitas anarkisme, meliputi perusakan
stadion, kerusuhan, dan pelemparan botol
Kata Kunci : Fanatisme, perilaku kolektif, The Jak Mania, dan sepak bola
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah................................................................................. 1
B. Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 5
D. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 6
E. Kerangka Teoritis ..................................................................................... 13
F. Metode Penelitian ..................................................................................... 18
G. Sistematika Penulisan ............................................................................... 25
BAB II SUPORTER THE JAK MANIA DI INDONESIA
A. Gambaran Umum Fanatisme Suporter Sepak Bola di Indonesia ............. 27
B. Sejarah dan Perkembangan The Jak Mania .............................................. 32
BAB III ANALISIS KONSTRUKSI SOSIAL FANATISME SUPORTER
THE JAK MANIA
A. Konstruksi Sosial Fanatisme Suporter The Jak Mania............................. 41
B. Bentuk Fanatisme Suporter The Jak Mania.............................................. 50
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 59
B. Saran ......................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ x
Lampiran
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perbandingan Literatur .................................................................. 10
B. Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 5
ix
DAFTAR GAMBAR
2.1 Logo The Jak Mania................................................................................ 34
2.2 Logo Sub Korwil The Jak Mania Rempoa .............................................. 36
3.1 Bentuk Fanatisme The Jak Mania ........................................................... 52
3.2 Bentuk Fanatisme The Jak Mania ........................................................... 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang paling digemari hampir
di seluruh negara dan salah satunya di Indonesia. Penggemar sepak bola pun tidak
mengenal usia mulai anak-anak remaja hingga orang dewasa. Hampir di setiap
pertandingan sepak bola yang di selenggarakan di Indonesia baik itu dalam
tingkat antar kampung, antar daerah dan nasional tidak pernah sepi dari para
penonton. Sepak bola di Indonesia bukan lagi hanya sekadar tontonan biasa
melainkan sudah menjadi suatu hiburan yang sangat luar biasa bagi pecinta sepak
bola di Indonesia.
Seorang penggemar sepak bola enggan beranjak dari depan layar kaca saat tim
kesayanganya bertanding, begitu pula seorang penggemar yang sedang
menyaksikan pertandingan sepak bola di sebuah stadion. Bahkan bagi sebagian
pencinta sepak bola, tidak menjadi masalah dengan harga tiket pertandingan yang
mahal. Mereka rela membayar lebih demi untuk menyaksikan tim kesayangan
mereka bertanding. Para pecinta sepak bola tidak hanya sekadar menonton
pertandingan di stadion, mereka memberikan apresiasi dukungan kepada tim
kesayangan mereka dalam bentuk lagu dan yel-yel yang mereka kumandangkan
di sepanjang berlangsungnya pertandingan (Hendra, 2012: 7). Selain itu, berbagai
atribut dari tim sepak bola kesayangan tak lupa mereka kenakan. Atribut tersebut
dapat berupa bendera ataupun slayer yang telah meraka persiapkan sebelumnya,
semua itu meraka lakukan guna membakar semangat para pemain dari tim
2
kesayangan dengan harapan tim kesayangan mereka dapat memenangkan
pertandingan tersebut.
Secara umum para pendukung sepak bola tidak hanya memberikan dukungan
mereka secara langsung di lapangan, namun juga banyak para pendukung sepak
bola yang memberikan dukungan mereka di luar lapangan. Banyaknya individu
pecinta sepak bola yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai pendukung
sebuah tim sepak bola atau lazimnya kita sebut sebagai kelompok suporter
sepakbola (Hendra, 2012: 56). Di Indonesia, hampir di seluruh daerahnya
memiliki tim sepak bola serta kelompok suporter sepak bola dengan berbagai
macam julukan yang unik sesuai dengan nama daerah mereka masing-masing.
Membahas mengenai suporter sepak bola, di Indonesia ada beragam suporter
sepak bola yang mewakili daerahnya masing-masing dengan ciri khas tersendiri.
Di daerah Jakarta, suporter sepak bola dari Klub Persija Jakarta dinamakan The
Jak Mania. Begitupun dengan para pendukung klub sepak bola di daerah lain,
Aremania julukan untuk para suporter Klub sepak bola Arema Malang, Viking
untuk para suporter dari Klub Persib Bandung, Bonek mania untuk para suporter
dari Klub Persebaya Surabaya, La Mania untuk suporter dari Klub Persela
Lamongan, dan masih banyak lagi julukan untuk para suporter tersebut seperti
Pusam Mania, Pasopati, Banaspati, Barito Mania (www.bola.kompas.com).
Sejarah kehadiran para suporter sepak bola itu sendiri sama lamanya dengan
kemunculan olahraga sepakbola, namun kehadiran suporter begitu berarti dan
menjadi unsur penting dalam suatu pertandingan sepak bola. Ketika industri sudah
mulai masuk ke dalam suatu pertandingan sepak bola, seperti pertandingan tim-
3
tim papan atas Indonesia dalam suatu liga yang disiarkan secara langsung oleh
stasiun tv, akan meningkatkan antusiasme penonton yang pada akhirnya akan
menaikkan rating stasiun tv yang menyiarkan pertandingan sepak bola tersebut
(www.bola.kompas.com).
Di samping itu, bisnis penjualan merchandise serta aksesoris tim sepak bola
menjadi sebuah ladang bisnis yang menjanjikan bagi para pengusaha. Pendapatan
yang mereka dapatkan diperoleh dari penjualan merchandise seperti topi, slayer,
jersey, bendera tim kesebelasan dan lain sebagainya. Di sisi lain, suporter sepak
bola juga menjadi hiburan tersendiri dalam sebuah pertandingan sepak bola.
Kreativitas para suporter dalam menyanyikan yel-yel maupun gerakan-gerakan
tubuh yang mereka padukan dengan serasi dapat menjadi suatu tontonan yang
menarik (Fikret, 2005: 285).
Kecintaan pada dunia sepak bola yang begitu kuat inilah yang memunculkan
fenomena fanatisme di kalangan kelompok suporter Indonesia. Salah satu
kelompok suporter sepak bola yang memiliki fanatisme tersendiri kepada tim
kesayangan mereka adalah para suporter yang tergabung dalam The Jakmania.
The Jak Mania merupakan kelompok suporter pendukung dari klub sepak bola
Persija Jakarta. The Jak Mania berdiri sejak tahun 1997. Saat ini The Jak Mania
memiliki perwakilan koordinator di hampir setiap daerah di Jakarta, bahkan basis
anggotanya pun menyebar hingga ke daerah di sekitar Jakarta seperti Tangerang,
Depok, dan Bekasi.
Hal ini bertujuan guna mengkoordinir semua basis suporter Persija Jakarta. Di
karenakan fanatisme yang begitu kuat, terdapat banyak pola perilaku yang mereka
4
tunjukan untuk membela tim kesayangan mereka tersebut, sepertinya hal nya
dalam bernyayi di sepanjang pertandingan. Pada saat tim kesayangan mereka
sedang bertanding, mereka rela mengikuti pertandingan Persija Jakarta hingga
keluar daearah dan menujukan beragam aksi nekat dan tak jarang berujung kepada
aksi anarkisme yang pada akhirnya memicu bentrok antar kelompok suporter.
Fanatisme ditunjukkan oleh suporter The Jakmania dengan melakukan
berbagai tindakan, seperti melempar wasit, pemain lawan, dan rela bentrok
dengan pihak keamanan. Di luar stadion para anggota The Jakmania memiliki
atribut kesebalasan Persija, foto pemain kesebalasan, dan membeli tiket dengan
harga berapa pun (Yadi, 2009: 17). Pada 2012 The Jakmania melakukan bentrok
terhadap Viking (Persib) yang disebabkan hasil seri. The Jakmania juga menduga
para pemain Persib melakukan kecurangan ketika bermain sehingga The Jakmania
melampiaskan kemarahannya dengan menyerang pendukung Persib. (Hapsari dan
Wibowo, 2015: 53).
Jumlah The Jak Mania itu sendiri sebanyak 30.000 dari awal berdirinya
pada 1997 hingga sekarang. Terhitung sudah beberapa ketua umum The Jak
Mania yang pernah menjabat, seperti Gugun Gondrong, Ferry Indrasjarief, dan
lainnya (www.jakmania1928.com). Banyaknya anggota The Jak Mania membuat
pendukung tim Persija ini dikatan fanatik. Bahkan sifat fanatisme The Jakmania
dapat menghilangkan nyawa seorang anggotanya. Pada 2018 dilaksanakan
pertandingan liga antara Persija dan Persib. Padahal sudah diberitahukan oleh
pihak penyelenggara bahwa The Jakmania tidak seharusnya datang sebab akan
meinimbulkan bentrokan dengan Viking. Harlingga Sirla adalah anggota The
5
Jakmania yang rela datang ke Bandung untuk menyaksikan tim kesayangannya
padahal sudah dilarang untuk tidak datang. Rasa fanatismenya membuat dirinya
kehilangan nyawa sebab dikeroyoki oleh Viking sebagai pendukung Persib
Bandung (www.tribunnews.com). Terdapat beberapa bentuk fanatisme
pendukung sepak bola di Indonesia khususnya The Jak Mania, seperti suporter
lebih menyaksikan pertandingan secara langsung, suporter memberikan dukung
secara totalitas meskipun timnya kalah, dan terkadang mengajak keluarga atau
temannya untuk menyaksikan pertandingan bola (Hapsari dan Wibowo, 2015:
55).
Dalam hal ini peneliti memilik ketertarikan untuk meneliti fanatisme suporter
sepak bola Indonesia dengan studi kasus suporter Persija Jakarta koordinator
wilayah daerah Rempoa Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan guna mengetahui
bagaimana proses terbentuknya fanatisme suporter The Jak Mania, terhadap tim
sepak bola Persija Jakarta dan untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk fanatisme
yang mereka tunjukkan terhadap tim sepak bola kesayangan mereka tersebut.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana fanatisme suporter The Jak Mania dapat terbentuk terhadap
tim sepak bola Persija Jakarta?
2. Apa saja bentuk-bentuk fanatisme suporter Persija Jakarta?
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana fanatisme suporter Persija Jakarta.
b. Untuk mengetahui seta menjelaskan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi fanatisme pada suporter The Jakmania terhadap tim
Persija Jakarta.
2. Manfaat penelitian
a. Bagi penulis nantinya penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan serta pengetahuan yang sangat berguna di bidang ilmu
sosial.
b. Bagi akademik penelitian ini diharapkan nantinya dapat berguna
untuk menambah pengetahuan serta literatur penelitian dalam
bidang program studi Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik.
c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para pengamat sepak bola
Indonesia dan masyarakat tentang fanatisme suporter sepak bola
Indonesia.
D. Tinjauan pustaka
Pada penelitian ini, diperlukan sebuah tinjauan pustaka dari beberapa
penelitian sebelumnya. Pembuatan tinjauan pustaka dapat membantu penulis serta
pembaca untuk mengetahui topik dan pembahasan yang akan diteliti dalam
sebuah penelitian. Beberapa kajian literatur yang ada, khususnya yang membahas
7
mengenai kontruksi sosial setidaknya dapat dijadikan bahan referensi atau pun di
jadikan sebagai panduan dalam menganalisis permasalahan yang ada, pada bagian
ini akan dikemukakan tentang beberapa skripsi terdahulu. Adapun beberapa
skripsi terdahulu yang membahas tentang fanatisme suporter, yang dijadikan
acuan peneliti beberapa di antaranya sebagai berikut:
Pertama skripsi dari saudari Devi Fitroh Laily dengan judul “Konstuksi
Masyarakat Pecinta Sepak Bola Kota Solo Pasoepati Pada Kehadiran Klub Sepak
bola dan Kontribusinya Bagi Kerangka Identitas Kota”, pada tahun 2015, dalam
penelitian ini digunakan teori realitas sosial Peter L Berger. Hasil dari penelitian
ini disimpulkan bahwa yang diungkapkan oleh Berger bahwasannya kenyataan
sosial yang obyektif terbangun melalui proses dialektika yang simultan yaitu
internalisasi, eksternalisasi, dan obyektivitas. Di mana proses dialektika dikaitkan
dengan kasus tersebut, proses eksternalisasi terbentuk ketika sebuah suporter
sepakbola dalam jumlah yang banyak ini cenderung mengarah kepada hal-hal
yang negatif dan sangat perlu untuk di perbaiki. Proses obyektifitas mereka
tunjukan dengan cara memberikan pemahaman bahwasanya sebagai seorang
suporter haruslah loyal dengan datang beramai-ramai ke stadion untuk
menyaksikan pertandingan seta menggunakan kaos yang di dominasi warna
merah yang merupakan ciri khas suporter Pasopati. Rangkaian proses internalisasi
tersebut kemudian membawa kejayaan kota Solo dengan citranya sebagai kota
sepak bola. Representasi kelompok suporter yang aktif memberikan pengaruhnya
terhadap lingkungan sekitarnya dalam hal ini masyarakat kota Solo secara luas
sehingga membantu alur pemikiran masyarakat yang mencintai sepak bola
8
sehingga Persis Solo dan klub-klub terdahulu serta Pasopati kini menjadi bagian
dari apa yang disebut dengan identitas kota.
Kedua, jurnal FISIP Universitas Negeri Malang Nomor 3 Volume 5 oleh
Assyaumin, Yunus, dan Raharjo (2018) dengan judul Fanatisme Suporter
Sepakbola Ditinjau dari Aspek Sosio-Antropologi (Studi Kasus Aremania
Malang). Tujuan untuk menemukan fanatisme pendukung tim sepak bola dari
pendekatan sosio-antropologis dan faktor yang mempengaruhinya. Pendekatan
yang digunakan bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosio-
antropologis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fanatisme terbentuk
didasarkan pada hubungan baik di lingkungan suporter itu sendiri. Selain itu bisa
dikatakan juga Aremania merupakan suporter dengan tingkat fanatik tinggi untuk
mendukung timnya.
Ketiga, skripsi dari saudara Abid Nurdiyansah yang berjudul “Kontruksi
Sosial Konflik Kekerasan Suporter Sepak Bola” (studi kasus tentang makna
kekerasan antar suporter sepak bola Bonek dan La Mania) pada tahun 2015.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, skripsi ini berfokus kepada
latar belakang adanya realitas kelompok suporter yang ada di Indonesia
khususnya kelompok suporter yang berada di wilayah Jawa Timur yang sangat
terkenal dan sarat akan persaingan di antara tim-tim dan suporter-suporter yang
ada serta tensi yang tinggi dalam kesebelasan yang berlaga. Teori yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kontruksi sosial Peter L Berger dan Thomas Luckman
serta pendekatan teori konflik. Hasil dari penelitian ini mengungkap bahwa
konflik kekerasan yang terjadi di lapangan dipicu oleh beberapa hal, di antaranya
9
yang pertama rasa dendam dan benci yang ada di dalam kedua kubu kelompok
suporter tersebut, kedua terjadi korban luka maupun korban jiwa akibat kekerasan
yang hadir di dalam kedua kubu kelompok tersebut.
Keempat, Jurnal Komunika KAREBA Volume 3 Nomor 1 Januari 2014
dengan judul Fenomenologi Perilaku Komunikasi Suporter Fanatik Sepakbola
dalam Memberikan Dukungan pada PSM Makassar oleh Widya Warsa, Muh.
Akbar, dan Tuti Bahfiarti. Tujuan penelitian ini untuk melihat komunikasi yang
terbangun antara suporter sepak bola dengan timnya. Penelitian ini bersifat
kualitatif dengan menggunakan teori komunikasi dan kerumunan sosial. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat komunikasi yang intensif antara suporter
dan tim sepak bola. Selain itu kerumunan suporter sepak bola bersifat terarah dan
tersusun rapih.
Kelima, Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nomor 1 Volume 1
Tahun 2013 oleh Novie Lucky dan Nanik Setyowati dengan judul Fenomena
Perilaku Fanatisme Suporter Sepak Bola (Studi Kasus Komunitas Suporter
Persebaya Bonek di Surabaya). Tujuan penelitian ini adalah memberikan
gambaran tindakan fanatisme Bonek dan melihat fatkro penyebab terjadinya.
Penelitian kualitatif digunakan untuk menganalisis masalahnya. Teori yang
digunakan adalah teori perlaku selektif Smelser dan konsep fanatisme. Hasil
penelitiannya menunjukkan fanatisme tanpa batas dimanapun dan kapanpun.
Faktor fanatismenya disebabkan kultur budaya ‘arek’, media massa, dan
lingkungan keluarga.
10
Dari beberapa penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan di atas
terdapat beberapa persaman serta perbedaan yang akan dilakukan oleh peneliti
dalam penelitian yang akan dilakukan di antara sama-sama menggunakan
pendekan teori kontruksi sosial yang diperkenalkan oleh Peter L Berger dan
Lukcman, sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif. Yang
membedakan dengan penelitian sebelumnya ialah mengenai fokus penelitian serta
lokasi menelitian yang berbeda kota.
Tabel 1.1 Perbandingan Literatur
No Penulis dan
Judul
Penelitiuan
Temuan
Penelitian
Metode
Penelitian
Teori
Persamaan
Perbedaan
1. Devi Fitroh
Laily.
Kontruksi
masyarakat
pencinta
sepakbola
solo(psoepati)
pada kehadiran
klub sepakbola
dan
kontribisinya
bagi kerangka
Hasil dari
penelitianm
ini proses
eksternalisasi
terbentuk.
Proses
obyektivitas
mereka
tunjukan
dengan
bagaimana
mereka
kualitatif teori
yang
digunaka
n dalam
penelitia
n ini teori
kontruksi
realitas
sosial.
sama-sama
mengunaka
n metode
penelitian
kualitatif
perbedaan
pada
lokasinya
penelitian
yang berada
dikota solo
serta fokus
penelitianya
terhadap
masyarakat
pecinta bola
di kota soslo
11
identitas kota menyadari.
Rangkaian
proses
internalisasi
kemudian
membawa
kejayaan
kota solo
dengan
citranya
sebagai kota
sepak bola,
2. Ian Brilian
Assyaumin,
Mahmud
Yunus, dan
Slamet Raharjo.
Fanatisme
Suporter
Sepakbola
Ditinjau dari
Aspek Sosio-
Antropologis
Hasil
penelitian
menunjukkan
Aremania
merupakan
pendukung
yang fanatik
terhadap
timnya.
Selain itu
fanatisme
kualitatif Teorinya
adalah
sosio-
antropolo
gis
sama-sama
mengunaka
n metode
penelkitan
kualitatif
dan sama-
sama
meneliti
tentang
suporter
sepakbola
perbedaann
ya lokasi
penelitian
dan teori
yang
digunakann
ya.
12
(Studi Kasus
Aremania
Malang)
terbentuk
dilingkungan
sekitarnya.
3. abid
nurdiyansah.
Kontruksi
sosial konflik
kekerasan
suporter
sepakbola studi
kasus: tentang
makna
kekerasan antar
suporter sepak
bola bonek
mania dan la
mania
hasil dari
penelitian ini
mengungkap
bahwa
konflik
kekerasan
yang terjadi
dilapangan
dipicu oleh
rasa dendam
dan benci
yang hadir di
dalam kedua
kelompok
suporter
tersebut.
kualitatif
teori
yang
digunaka
n dalam
penelitia
n ini,teori
kontruksi
sosial
peter l
berger
dan
luckman
serta
teori
konflik
sosial
sama-sama
mengunaka
n
pendekatan
kualitatif
yang
membedaka
n, fokus
penelitian
ini kepada
kontuksi
sosial
konflik
kekersan
terhadap
kedua
suporter.
4. Widya Warsa,
Muh. Akbar,
dan Tuti
Bahfiarti
melihat
komunikasi
yang
terbangun
kualitatif penelitia
n ini
menggun
akan
sama-sama
menggunak
an metode
penelitian
Perbedaany
a terletak
pad
apenggunaa
13
Fenomenologi
Perilaku
Komunikasi
Suporter
Fanatik
Sepakbola
dalam
Memberikan
Dukungan pada
PSM Makassar
antara
suporter
sepak bola
dengan
timnya.
teori
komunka
si dan
kerumun
an sosial
kualitatif. n teori yang
akan
digunakan
nanti
5 Novie Lucky A
dan Nanik
Setyowati
Hasil
penelitiannya
menunjukkan
fanatisme
tanpa batas
dimanapun
dan
kapanpun.
Faktor
fanatismenya
disebabkan
kultur
budaya
kualitatf Teori
kolektif
Smeleter
Menggunak
an metode
kualitatif
lokasi
penelitian
berada di
surabaya
serta fokus
penelitian
kepada
kontruksi
sosial
perubahan
perilaku
suporter
persebaya
14
‘arek’, media
massa, dan
lingkungan
keluarga.
surabaya.
Sedang
penulis
berfokus
kepada
fanatisme
suporter the
jakmania
terhadap tim
persija.
E. Kerangka Teoritis
1. Teori Perilaku Kolektif
Neil J. Smelser (1965) mendefinisikan perilaku kolektif sebagai tindakan
dua orang atau lebih secara kolektif. Tujuan pendekatan ini adalah mengetahui
berbagai unsur seperti sosial, ideologi, dan potensi kekerasan yang biasanya
jarang diamati oleh manusia. Teori ini dapat dipandang sebagai cara pandang atau
tindakan manusia yang tidak teratur atau bersifat spontan. Sifatnya yang seperti
ini terkadang perilaku kolektif diidentifikasikan sebagai perilaku yang melanggar
nilai dan norma sosial di masyarakat luas.
Teori Neil J. Smelser (1963) menngeluarkan teori nilai tambah dengan
menyebutkan enam faktor yang dapat menentukan perilaku kolektif di masyarakat
luas. Enam faktor tersebut merupakan tahapan yang terus mengalami peningkatan
15
dan intensitas tinggi dalam mengamati realitas tertentu. Berikut adalah keenam
faktor tersebut, meliputi :
1. Kesesuaian Struktural
Penentuan struktur sosial di masyarakat menentukan tingkat
kolektifitas yang terbangun. Pada umumnya struktur di masyarakat
pedesaan cenderung sulit dalam membentuk perilaku kolektif jika
dibandingkan daripada masyarakat kota (modern). Dalam konteks ini
struktur sosial yang sudah terbangun bersifat pemaksaan sebagai cara
pengausa untuk mendapatkan tujuan tertentu. Misalkan kebijakan yang
ditetapkan oleh institusi olahraga mengeluarkan kebijakan yang merugikan
salah satu tim sepak bola. Tentunya keputusan tersebut akan membuat
suporternya akan melakukan aksi protes dengan kekerasan atau
demonstrasi besara-besaran.
2. Ketegangan Struktural
Perilaku kolektif disebabkan adanya ketidakadilan sosial, seperti
kesenjangan wilayah, pencabutan hak dan kewajiban, dan bentuk
ketidakadilan. Dalam konteks ini kelompok marjinal, minoritas, atau
masyarakat kelas bawah sebagai pihak yang mendapatkan ketidakadilan
berpotensi besar dalam terlahirnya perilaku kolektif. Pembentukan
kelompok marjinal atau minoritas bersifat relatif sebab bergantung pada
sudut pandang. Maksudnya kelompok yang tidak mendapatkan keadilan
atau merasa dicurangi bisa dipandang sebagai kelompok marjinal atau
sejenisnya.
16
3. Faktor yang Mendahului
Dramatisasi atau isu tertentu yang berbau kecemasan, kecurigaan,
atau hal menarik lainnya akan melahirkan perilaku kolektif. Misalkan isu
kenaikan BBM di Indonesia berdampak langsung perilaku kolektif untuk
melakukan demonstrasi sebagai aksi protes.
4. Berkembangnya Kepercayaan Umum
Perilaku kolektif ini dapat muncul disebabkan adanya pemahaman
bersama atau kepercayaan umum terkait sumber ancaman. Nantinya secara
kolektif akan menemukan atau mencari solusi untuk menyelesaikan
sumber ancamana tersebut. Kemunculan ini disebabkan adanya
kehancuran nilai-nilai tradisional yang melahirkan nilai sentral sebagai
tujuan bersama.
5. Mobilitas Tindakan
Perilaku kolektif dapat terwujud dan dikendalikan ketika adanya
pemimpin atau tokoh tertentu yang mampu melakukan mobilisasi
kelompoknya. Tujuan pemimpin tersebut yang mendorong perilaku
kolektif adalah mencapai kepentingan tertentu. Keberhasilan perilaku
kolektif dalam konteks ini berasal dari kekuatan ikatan kelompok sosial
dan proses konsolidasi yang bertahan lama serta berkelanjutan. Biasanya
mobilitas tindakan diarahkan pada aktivitas kekerasan atau
pemberontakan.
6. Adanya Pengendalian Sosial
17
Bagian ini sebagai faktor penghambat atau tindakan preventif dari
perilaku sosial yang sudah dijelaskan sebelumnya. Aktor yang melakukan
ini adalah penguasa atau pemimpin pemerintah dalam rangka meredam
gerakan terhadapnya oleh masyarakat luas. Smelser menilai analisis ini
adalah untuk mencegah pemberontakan bersama dan melakukan
pengendalian massa jika terjadi pemberontakan.
Kemudian Smelser dalam Soekanti (2009) membagi beberapa bentuk
perilaku kolektif, sebagai berikut :
1. Audience
Hadirin (audience) sebagai perilaku kolektif yang disebabkan
adanya dorongan dari luar dan biasanya bersifat satu arah. Contoh bentuk
ini, seperti pendengar radio, penonton televisi, dan penonton bioskop.
2. Kerusuhan
Bentuk perilaku kolektif yang bersifat agresif dan destruktif. Hal
tersebut dapat dilihat pada kerusuhan di beberapa negara dan bentuk
perpecahan lainnya.
3. Orgi
Nama lainnya adalah pesta pora yang dipraktekan dengan
melanggat adat istiadat (kebudayaan). Bentuk ini sebagai ekspresi dari
kesenangan yang berlebihan, seperti perayaan tim sepak bola, pesat
narkoba, atau pesta minuman keras.
4. Kepanikan
18
Kepanikan sebagai bentuk emosi yang dipenuhi dengan ketakutan
atau keputusasaan yang sulit untuk dikendalikan.
2. Konsep Fanatisme
Agriawan (2017: 9) menyebutkan fanatisme sebagai kepercayaan yang
kuat berdasarkan politik, agama, atau ideologi tertentu yang sudah diyakini sejak
lama dan berkelanjutan. Sederhananya fanatisme merupakan keyakinan yang
tertanam kuat dalam individu. Agriawan (2017: 15) menjelaskan beberapa bentuk
fanatisme yang berhubungan dengan suporter sepak bola di Indonesia, sebagai
berikut :
1. Tim yang didukung akan menjadi prioritas dibandingkan tim lainnya.
2. Menonton langsung tim yang didukung meskipun berada di luar kota
atau tidak memiliki uang untuk menonton.
3. Memberikan dukungan secara penuh kepada tim dukungannya terlepas
dari apakah prestasi tim sepak bolanya berada pada posisi buruk atau
sedang baik.
4. Mengajar teman dekat atau keluarga secara bersama-sama untuk
menyaksikan pertandingan sepak bola secara langsung di lapangan.
Ismail dalam Agriawan (2016: 7) menyebutkan beberapa faktor penyebab
sifat fanatisme dalam sepak bola di Indonesia, sebagai berikut :
1. Memiliki perilaku yang berlebihan (antusisme) yang cenderung
mengedepankan emosi dibandingkan logika. Rasa antusisme akan
membuat individu bertindak tidak wajar sebagai respon fanatismenya.
19
2. Pengaruh doktrin yang kuat dari pendidikan atau pengajaran dari
organisasi atau institusi tertentu. Hal tersebut disebabkan adanya intensitas
yang tinggi dalam pertemuan.
3. Adanya tokoh kharismatik yang sangat fanatik terhadap tim sepak bola
tertentu. Kemudian perilaku ini ditirukan oleh anggotanya sehingga akan
melahirkan benih-benih fanatisme lainnya di setiap individu.
4. Kebodohan yang tidak berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang hanya
melihat salah satu sepak bola dari sudut pandang tertentu.
5. Memiliki cinta berlebihan kepada salah satu tim sepak bola sehingga
bersedia melakukan apapun termasuk anarkisme sebagai respon fanatisme
yang tinggi.
Goddard dalam Sunaryadi Hadi (2013: 15) secara spesifik menyebutkan
beberapa bentuk fanatisme yang biasa dilakukan oleh suporter di Indonesia, yakni
:
1. Fanatisme Berdasarkan Fisik
a) Pemukulan
b) Melempar botol atau batu
c) Menendang
d) Mendorong dan menghajar
2. Fanatisme Berdasarkan Obyek
a) Pembakaran terhadap kaos lawan
b) Merusak atau membakar sepeda kendaraan
c) Melakukan perusakan sarana dan prasarana stadion
20
3. Fanatisme Berdasarkan Verbal
a) Bernyanyi rasis
b) Mencemooh
c) Mengumpat
4. Fanatisme Berdasarkan Pelanggaran Hak
a) Sweeping area
2. Konsep Suporter (Pendukung)
Suporter diambil dari bahasa Inggris yakni supporter bermakna dukungan.
Chapplin (2008: 495) mendefinisikan suporter dalam dua pengertian, yaitu
pertama mengacu pada penyediaan sesuatu dengan tujuan memahami kebutuhan
orang lain dan kedua memberikan motivasi atau dorongan kepada orang lain
dalam pengambilan keputusan tertentu. Dalam konteks suporter sepak bola bisa
diartikan sebagai dukungan yang diberikan oleh kelompok terorgainisir kepada
para pemain tertentu.
Tujuan dari dukungan itu sendiri adalah mendorong para pemain sepak
bola untuk memenangkan pertandingan misalkan The Jakmania mendukung
Persija. Guliannoti (2006: 71) membagi beberapa jenis atau bentuk para
pendukung tim sepak bola, berikut adalah pembagiannya :
1. Hooligan
Aktivitas tim pendukung atau suporter cenderung bersifat anarkis
dan brutal untuk menunjukkan fanatismenya. Bahkan sebagian besar
anggotanya tidak jarang berhubungan dengan polisi atau masuk penjara.
21
Hal tersebut dapat konsekuensi dari aktivitas negatifnya yang dipandang
sebagai penyimpangan di masyarakat luas.
2. The VIP
Pendukung ini merupakan kelompok orang kaya yang berada di
bangku VIP. Maksudnya fanatisme yang terbentuk di sekelompok orang
kaya yang fanatik terhadap salah satu tim kesayangannya.
3. Ultras
Fanatisme yang ditunjukkan selama pertandingan berlangsung
dengan menyuarakan yel-yel. Tujuan mereka datang ke stadion adalah
memberikan dukung. Sebanarnya ultras memiliki kesamaan dengan
hooligan jika timnya mendapatkan kekalahan akan melakukan aktivitas
anarkisme namun tidak sampai pada adu fisik.
4. Daddy/Mommy
Bentuk pendukung sepak bola yang melibatkan kelompok keluarga
untuk bersama-sama nonton pertandingan dari tim yang didukung.
Kelompok ini berasal dari karyawan profesional dengan tingkat fanatik
yang tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan ultras dan hooligan.
Tempat duduk yang dipilih biasanya tidak bersebelahan dan cenderung
jauh dari ultras dan hooligan.
5. Couch Potato
Kelompok pendukung ini tidak memberikan dukungan secara
langsung dengan datang ke stadion melainkan lewat TV. Asumsinya
adalah lebih nyaman dan tidak perlu mengeluarkan uang banyak.
22
Meskipun ketika menonton di TV kelompok ini tetap menggunakan atribut
tim yang didukungnya, seperti pakaian, syal, dan sorakan Guliannoti
(2006: 71).
F. Metode penelitian
1. Pendekatan
Fokus penelitian ini adalah melihat proses terbentuknya fanatisme
The Jakmania sebagai suporter tim Persija Jakarta. Dalam analisisnya akan
menggunakan pendekatan perilaku kolektif. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif yang bertujuan memperoleh berbagai data, informasi,
dan fakta di lapangan dalam bentuk gambaran. Bogdan dan Tylor dalam
Moleong (2005: 4) menjelaskan penelitian kualitatif sebagai instrumen
penelitian yang bersifat deskriptif (gambaran) terhadap realitas yang
sedang diamati. Nantinya melalui pendekatan kualitatif akan mendapatkan
proses terbentuknya fanatisma di kalangan The Jakmania.
2. Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam waktu 2 bulan dari
Februari sampai April 2019. Tempat yang dijadikan obyek penelitian
adalah Rempoa, Jakarta Selatan yang terdapat Kantor Korwil The
Jakmania sebagai suporter tim sepak bola Persija Jakarta. Pemilihan
tempat penelitian disesuaikan dengan tingkat kemudahan dalam
mendapatkan data dan informasi. Nantinya penelitian ini akan mudah
untuk diselesaiakan dan dianalisis melalui teori perilaku kolektif.
23
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa tehnik untuk
mengumpulkan data yang akan dipergunakan untuk memperoleh informasi
yang diperlukan. Secara garis besar metode yang digunakan terdiri dari
wawancara, observasi, dan studi pustaka. Beberapa tehnik yang penulis
pergunakan diantaranya :
a. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara pewawancara dengan responden atau orang yang
diwawancarai (Bungin: 133). Jenis wawancaranya adalah
terstruktur dengan mempersiapkan beberapa daftar pertanyaan
sebelum melakukan wawancara dengan informan. Tujuannya agar
proses wawancara melalui pertanyaan dapat menjawab dari apa
yang diinginkan oleh peneliti. Selain itu agar pertanyaan
wawancara yang diberikan kepada informan atau narasumber
sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh peneliti ketika melakukan
analisis data.
Adapun pihak yang diwawancarai sebanyak sepuluh orang
dengan karakteristik tertentu. Pertama, informan merupakan tiga
orang yang menjabat sebagai Badan Pengurus Harian The Jak
Mania Rempoa Jakarta Selatan. Kedua, informan adalah empat
orang yang menjabat sebagai pengurus di The Jak Mania Rempoa
24
Jakarta Selatan. Ketiga, informan sebanyak tiga orang yang berada
di sekitar sekret (masyarakat umum) The Jak Mania Rempo Jakarta
Selatan.
Penentuan informan atau narasumber di atas berdasarkan
kriteria tertentu yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Pembuatan
karakteristik informan sebagai pedoman untuk menemukan data
yang sesuai dengan penelitian ini. Berikut adalah beberapa
informan yang akan diwawancarai, yakni :
1. Virgiawan sebagai Ketua The Jak Mania Rempoa
2. Yunan Adriansyah sebagai Anggota The Jak Mania Rempoa
3. Agus Dermawan sebagai Anggota The Jak Mania Rempoa
4. Yuni Yulistyaningrum sebagai Masyarakat Umum
5. Ibu Sri sebagai Masyarakat Umum
6. Arif sebagai Masyarakat Umum
b. Obsevasi
Observasi adalah kegiatan pengamatan bagaimana
keseharian dan lingkungan sekitar responden dengan menggunakan
pancaindra serta mengikuti keseharian reponden (Bungin: 142).
Proses observasi dilaksanakan dengan mengikuti serangkaian acara
yang dilakukan oleh The Jak Mania Rempoa. Pengambila data
melalui teknik observasi melalui perekaman video dan gambar.
Tujuannya sebagai verifikasi terkait bentuk fanatisme yang sudah
25
dilakukan oleh The Jak Mania. Berikut adalah beberapa rencana
yang akan dijadikan bahan untuk observasi, meliputi :
1. Aktivitas nonton bareng bersama The Jak Mania baik
secara langsung (stadion) maupun tidak langsung (televisi
atau streaming).
2. Mengikuti aktivitas internal seperti rapat anggota dan
acara perkumpulan.
3. Mengikuti aktivitas lainnya, seperti bakti sosial, bermain
bola bersama, dan lainnya.
Teknik pengambilan data juga dapat dilihat melalui sumber data.
Dalam proses pengumpulan data untuk melihat indikator penelitian,
peneliti menggunakan dua jenis sumber data yang biasanya digunakan
dalam penelitian sosial, yaitu:
a. Sumber data primer
Sumber data ini adalah sumber data pertama dimana sebuah
data dihasilkan. Dalam penelitian ini sumber data primernya adalah
responden yang diambil dari beberapa suporter The Jakmania
koordinator wilayah Rempoa, Jakarta Selatan. Sumber data primer
terdiri dari wawancara dan observasi.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data kedua setelah
sumber data primer. Data yang dihasilkan dari sumber data ini
adalah data sekunder. Dalam penelitian ini sumber data sekuder
26
diperoleh dari dokumen-dokumen, foto-foto, serta kumpulan artikel
yang ada base camp The Jak Mania Koordinator Wilayah Rempoa,
Jakarta Selatan.
7. Metode Pemilihan Informan
Penelitian ini menggunakan metode sample bertujuan atau
purposive sampling dengan tujuan mendapatkan informan yang sesuai
dalam masalah ini. Penerapan metode ini sebenarnya untuk memberikan
batasan kepada informan tentang layak atau tidaknya untuk menjadi
sumber data. Neuman (2007: 144) menjelaskan teknik sampel bertujuan
merupakan penentuan sampel berdasarkan kriteria atau indikator tertentu.
Dengan kata lain penentuan tersebut memiliki tujuan. Mengacu pada
masalah penelitian ini maka terdapat beberapa indikator terkait kelayakan
informan, meliputi :
a. Informan yang terlibat langsung pada The Jak Mania seperti Badan
Pengurus Harian (BPH).
b. Informan yang tidak terlibat langsung seperti anggota The Jak
Mania
c. Informan yang berada di sekitar sekretariat The Jak Mania Rempoa
misalkan masyarakat sekitar. Mereka adalah invidiu yang berada di
luar The Jak Mania dan bertempat tinggal di sekitar sekretariat The
Jak Mania Rempoa.
27
8. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini terdiri dati beberapa tahapan,
yakni reducing data, displaying data, dan pengambilan kesimpulan. Pada
tahap pertama, pengurangan data atau disebut sebagai reducing data
dilakukan dengan melakukan pemilihan dan penyerdehanaan data di
lapangan. Proses reducing data bersamaan dengan berlangsungnya
penelitian di lapangan. Tahapan kedua dikenal dengan pengumpulan
informasi, data, dan fakta atau dinamakan sebagai displaying data.
Bagian ini mengharuskan peneliti membuat asumsi dari penarikan
kesimpulan yang diakhiri dengan tindakan tertentu. Tapahan terakhir atau
penarikan kesimpulan sebagai hasil dari pemilahan, perhitungan, dan
penentuan data di lapangan. Nantinya penarikan kesimpulan akan
memastikan bahwa data sudah sesuai dengan pertanyaan penelitian yang
ingin dijawab.
6. Hambatan Penelitian
Dalam proses penelitian khususnya mendapatkan berbagai data di
lapangan baik secara langsung maupun tidak langsung pasti menemukan
beberapa hambatan. Akan tetapi hambatan tersebut tidak menghalangi
keberlangsungan penelitian ini. Tentunya hambatan ini sudah
diprediksikan sebelumnya oleh peneliti sehingga sudah dipikirkan
beberapa alternatif atau solusi untuk menyelesaikan hambatan tersebut.
Berikut adalah beberapa hambatan dalam penelitian ini, meliputi :
28
a. Hambatan yang dihadapi dalam penelitian ini berkaitan dengan
observasi sebagai teknik pengumpulan data. Hal tersebut
disebabkan meneliti tentang fanatisme akan lebih nampak ketika
tim sepak bolanya bertanding dengan lawannya. Maksud
hambatannya terletak pada waktu tanding Persija yang belum tentu
bisa diikuti melalui observasi.
b. Hambatan yang berkaitan dengan beberapa pertanyaan wawancara
kepada informan. Tidak dipungkiri bahwa sebagian besar informan
tidak terlalu mengerti tentang fanatisme. Mungkin ini disebabkan
dengan tingkat pendidikan yang rendah sehingga tidak mengetahui
maksud pertanyaan. Sehingga peneliti merasa kesulitan ketika
menjelaskan maksud dari beberapa pertanyaan wawancara.
c. Hambatan kepada informan itu sendiri yang mengalami kesulitan
untuk mengatur waktu dalam melakukan pertemuan. Ternyata
sebagian besar dari kepengurusan The Jak Mania di Rempoa
adalah pekerja dengan waktu yang tidak tentu sehingga sulit untuk
mendapatkan waktu kosong. Kemudian masyarakat sekitar sebagai
salah satu indikator informan sebagian besar menolak untuk
memberikan keterangan atau tidak ingin bersedia untuk
diwawancarai.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan ini disusun dalam bentuk sistematika dengan tujuan memberikan
gambaran umum tentang pembahasan dan analisisnya. Sistematika juga dapat
29
diartkan sebagai berbagai hal yang akan dijelaskan dan dibahas selam proses
penelitian berlangsung dalam waktu tertentu. Berikut adalah sistematika
penulisan dalam penelitian ini, yakni :
BAB I : PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
B. Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Kerangka Teoritis
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II : SUPORTER THE JAKMANIA DI INDONESIA
A. Gambaran Umum Fanatisme Suporter Sepak Bola di Indonesia
B. Sejarah dan Perkembangan The Jakmania
BAB III : DALAM SUPORTER TIM SEPAKBOLA PERSIJA
JAKARTA KORWIL REMPOA JAKARTA SELATAN
PERSPEKTIF PERILAKU KOLEKTIF
A. Fanatisme Suporter The Jak Mania
B. Bentuk Fanatisme Suporter The Jak Mania
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
30
BAB II
SUPORTER THE JAKMANIA DI INDONESIA
A. Gambaran Umum Fanatisme Suporter Sepak Bola di Indonesia
Suporter diambil dari bahasa Inggris yakni supporter bermakna dukungan.
Chapplin (2008: 495) mendefinisikan suporter dalam dua pengertian, yaitu
pertama mengacu pada penyediaan sesuatu dengan tujuan memahami kebutuhan
orang lain dan kedua memberikan motivasi atau dorongan kepada orang lain
dalam pengambilan keputusan tertentu. Dalam konteks suporter sepak bola bisa
diartikan sebagai dukungan yang diberikan oleh kelompok terorgainisir kepada
para pemain tertentu. Tujuan dari dukungan itu sendiri adalah mendorong para
pemain sepak bola untuk memenangkan pertandingan misalkan The Jakmania
mendukung Persija.
Fikret (2005: 283) memberikan gambaran umum suporter sepak bola di
dunia termasuk Indonesia yang berkaitan kuat dengan kerusuhan, anarki, dan
perselisihan. Menurutnya kemenangan suatu tim sepakbola berbanding lurus
dengan semakin meningkatknya kerusuhan atau anarki. Perayaan atas
kemenangan tim yang didukungnya akan diwarnai dengan aksi. Di Indonesia
sendiri terdapat beberapa suporter sepak bola yang memiliki tingkat fanatik,
seperti The Jakmania (Persija), Aremania (Arema Cronus), Bonek Mania
(Persebaya), Panser Biru atau Snex (PSIS Semarang), dan masih banyak lainnya.
Dalam prakteknya setiap suporter melakukan berbagai atribut lengkap dari kepala
hingga kaki untuk mendukung tim kesayangan mereka (Hendra, 2012: 5).
31
Perkembangan suporter di Indonesia selalu ditandai dengan aksi fanatisme
yang berlebihan untuk mendukung tim kesayangannya. Mulai dari pelemparan
batu, bentrok sesama pendukung, bahkan sampai kehilangan nyawa dari salah satu
pendukung tim sepak bola. Kita pasti mengetahuinya tentang meninggalnya salah
satu anggota The Jakmania bernama Haringga Sirla pada 23 September 2018.
Penyebab meninggalnya adalah pengroyokan yang dilakukan oleh beberapa orang
dari pendukung Persib di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Bandung, Jawa
Barat (www.bola.kompas.com).
Suudi (2006: 94) melihat fenomena fanatisme ini sebagai bentuk
kewajaran bahwa terbentuknya pendukung sepakbola secara organisasi terdapat
ikatan keluarga, kedaerahan, dan golongan tertentu. Ikatan itulah yang membuat
rasa fanatik di setiap anggotanya semakin terbentuk dan mendalam. Lucky dan
Setyowati (2015: 185) mendefinisikan fanatisme sebagai gambaran individu atau
kelompok dengan pemahaman tertentu yang berisikan ideologi, politik, atau
kebudayaan secara berlebihan. Inilah yang membuat individu fanatis melakukan
penolakan terhadap apapun yang berasal dari luar.
Viking sebagai pendukung Persib pada 2000-an melakukan serangkaian
aksi fanatisme, seperti pelemparan botol kepada tim lawan (Semen Padang) pada
16 Februari 2014, melakukan bentrokan secara sengaja dengan The Jak Mania di
Tol Cikampek pada 8 Mei 2014, dan pelemparan batu atau botol ke kursi pemain
Arema pada 13 April 2014 (Demartoto, 2018: 5). Pendukung lainnya yakni Bonek
Mania (Persebaya) menunjukkan fanatismenya dengan aksi anarkis, seperti
melakukan perusakan kendaraan Arema, pelemparan batu kepada penonton lain,
32
menyanyikan lagu bersifat intimidatif, dan membawa senjata tajam yang terjadi
pada Januari 2010 (Hendra, 2012: 10). Begitupun dengan gambaran fanatisme
dari suporter tim sepak bola lainnya di Indonesia.
Kejadian tersebut bukanlah yang pertama melainkan sudah terjadi
sebelumnya. Bahkan hampir setiap tahun sering diberitakan kematian sebagai
dampak dari bentrok suporter khususnya antara The Jakmania dan Viking
Bandung. Tidak dipungkiri bahwa fanatisme dalam konteks ini disebabkan
rivalitas diantara kedua tim tersebut yang sudah lama masih ada hingga sekarang.
Di sisi lain ada fanatisme yang tidak berlebihan seperti menggunakan baju
pemanin, sepatu, dan lainnya sebagai rasa cinta terhadap tim sepak bolanya.
Begitupun dengan fanatisme sepak bola di Indonesia termasuk The Jak
Mania yang melakukan anarkisme atau aktivitas positif merupakan bentuk
antusisme, pengaruh doktrin, dan adanya cinta yang berlebihan. Mereka
merasakan sesuatu yang sakit jika Persija mendapatkan kekalahan. Ketika Persija
memenangkan suatu pertandingan maka mereka melampiskan kesenangannya
dengan mengejek suporter lain atau melakukana anarkisme lainnya. Aktivitas
fanatisme yang sudah disebutkan memang sering ditemukan di berbagai media
cetak dan elektronik khususnya melalui media sosial. Tidak dipungkiri bahwa
fanatisme tidak bisa diukur atau dicegah di setiap individu sebab bersifat
mendarah daging dan tidak terpikirkan.
Berbagai bentuk fanatisme tersebut sudah menjadi rutinitas dan akrab
ditemui baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalkan orang Bandung
33
akan merasa tidak aman secara identitas jika berada di Jakarta meskipu individu
tersebut bukan bagian dari Viking. Begitupun sebaliknya orang Jakarta walaupun
buka The Jak Mania akan terancam ketika berada di Bandung sebagai markas
Viking. Realitas inilah bisa dipandang sebagai fanatisme yang akut dan sulit untuk
dihilangkan. Berkaca pada pemaparan bentuk di atas pelemparan botol dan
perusakan stadion lebih sering dilakukan oleh para suporter di Indonesia. Di sisi
lain bernyanyi rasis dan mencemooh terjadi di dalam stadion khususnya ketika
pertandingan sepak bola sedang berlangsung.
Jadi, dapat dinyatakan bahwa fanatisme dari pendukung tim sepak bola
sudah terbentuk secara insitusi yang terarah dan terukur. Dimana kondisi tersebut
akan berdampak pada kriminalitas sebagai bentuk ekspresi dari rasa fanatisme
yang diutarakan oleh setiap pendukungnya. Kemudian perlu ditegaskan bahwa
sifat fanatisme ini tidak bisa dihindari dalam dinamika sepakbola di Indonesai.
Hal tersebut disebabkan fanatisme, rivalitas, dan lainnya merupakan sejarah dalam
sepak bola Indonesia. Kemudian gambaran fanatisme para suporter di Indonesia
dapat diklasifikasinya dalam beberap bentuk, seperti fanatisme bentuk, obyek,
verbal, dan pelanggaran hak.
B. Sejarah dan Perkembangan The Jak Mania
The Jakmania merupakan pendukung tim sepak bola Persija Jakarta yang
telah berdiri pada 19 Desember 1997. Berdirinya pendukung sepak bola ini
digagas oleh Diza Rasyid Ali yang mendapat dukungan penuh oleh Gubernur DKI
34
Jakarta, Sutiyoso. Ketua pertama The Jakmania adalah Gugun Gondrong sebagai
figur yang sudah dikenal oleh masyarakat luas. Pada awal berdirinya The
Jakmania hanya berisikan 40 orang yang kemudian menjadi 30.000 orang di tiga
tahun setelahnya. Kemudian esrafet kepemimpinan The Jakmania dilanjutkan oleh
beberapa pemimpin setelahnya (www.jakmania1928.com).
Sebanyak 40 orang tersebutlah dianggap sebagai pendiri The Jakmania
dengan Gugun Gondrong sebagai ketuanya, Ferry Indrasjarief sebagai Wakil
Ketua Umum, dan seterusnya. Adapun beberapa dari 40 orang tersebut, seperti
Diza Rasyid Ali, Mimi Al-Qamar, dan Edi Sukatmo. Masa berlangsungya
kepemimpinan The Jakmania adalah dua tahun setelahnya harus mengadakan
pergantian (tribunnews.com). Berikut adalah beberapa ketua yang pernah
memimpin The Jakmania, yakni :
1. Gugun Gondrong (Periode 1997-1999)
2. Ferry Indrasjarief (Periode 1999-2001)
3. Ferry Indrasjarief (Periode 2001-2003)
4. Ferry Indrasjarief (Periode 2003-2005)
5. Hanandiyo Ismayani (Periode 2005-2007)
6. Ferry Indrasjarief (Sekarang)
Pada perkembangannya mulai bermunculan berbagai organisasi atau
lembaga baru yang berada di bawah naungan The Jakmania dengan karakteristik
tertentu. Pertama. Karakteristik wilayah atau daerah tertentu, misalkan Jak
Jogjakarta, Jak Tanah Pasundan, Jak Sumatera, Jak Central Java, . Kedua,
35
karakteristik pemuda, seperti Jak Kampus, Jak Angel, Jak Scooter, Jakventure,
Jak School, dan Tigery Boys. Ketiga, karakteristik lainnya, seperti Ultras Persjia,
Timur Orange, dan Jak Online (www.jakmania1928.com). Adapun logo The
Jakmania sebagai payung dari beberapa organisasi di bawahanya, sebagai berikut :
Gambar 2.1 Logo The Jakmania
Sumber : https://www.indosport.com/sepakbola/20171103/jakmania-tabur-bunga-
untuk-kenang-tragedi-mendiang-ambon
Tidak hanya itu perkembangan juga nampak dari berdirinya beberapa
kantor di setiap daerah khususnya Jakarta. The Jakmania sendiri memiliki istilah
cabangnya disebut dengan Kordinator Daerah (Korda). Inilah beberapa Korda
yang tersebar di Jakarta dan daerah sekitarnya, meliputi :
1. Koordinatir Daerah Jakarta Barat
2. Koordinator Daerah Jakarta Pusat
3. Koordinator Daerah Jakarta Timur
4. Koordinator Daerah Jakarta Utara
36
5. Koordinator Daerah Jakarta Selatan
6. Koordinator Daerah Banten
7. Koordinatir Daerah Pasunda
Daerah Rempoa sendiri sebagai Koordinator Wilayah (Korwil) termasuk
dalam Korda Jakarta Selatan yang bersebrangan dengan Tangerang Selatan.
Dimana Korwil Rempoa dijadikan obyek penelitian ini untuk menganalisis
fanatisme yang terbentuk diantara anggotanya baik di dalam maupun luar stadion
ketika Persija bertanding. Adapun bentuk kepengurusan Korwil Rempoa bersifat
sederhana terdiri dari ketua, sekretaris, bendaraha, dan beberapa koordinator
bidang untuk menjalankan aktivitas organisasi.
Sub Korwil Rempoa sendiri berdiri pada 17 November 2018 dengan
Virgiawan sebagai Ketua Korwil, Imam sebagai Sekretaris, dan Sandy Maulana
sebagai Humas. Keanggota pada Korwil ini sebanyak 70 anggota yang menginduk
pada The Jak Mania Pondok Pinang. Kantor sekretarianya terletak pada
Kelurahan Gang Kubur, Kecamatan Bintaro, Jakarta Selatan. Sebenarnya Sub
Korwil Rempoa sudah ada 6 tahun lalu namun belum berbentuk legal atau resmi.
Barulah pada 2017 kepengerusan pertam secara resmi dilantik oleh Korwil
Pondok Pinang (Wawancara dengan Yunan Ardiansyah sebagai Anggota Jak
Mania pada 15 April 2019 di Rempoa). Berikut adalah lambang dari Sub Korwil
Rempoa ini :
37
Gambar 2.2 Logo Sub Korwil The Jak Mania Rempoa
Sumber : https://www.indosport.com/sepakbola/20171103/jakmania-tabur-bunga-
untuk-kenang-tragedi-mendiang-ambon
Akan tetapi kita perlu tegaskan dan hanya berasumsi bahwa tidak menutup
kemungkinan The Jak Mania Rempoa tidak melakukan aksi anarkis atau bentuk
penyimpangan lainnya. Maksudnya tidak semua Korwil di daerah lainnya
bertindak anarkis meskipun yang diberitakan oleh Media bahwa The Jak Mania
sering melakukan penyimpangan sosial, seperti perusakan stadion, pelemparan
botol, dan lainnya. Hal tersebut tidak lepas dari pembahasan sebelumnya dalam
pemaparan beberapa bentuk fanatisme suporter sepak bola di Indonesia.
38
Bentuk kepengurusan terbaru dari The Jakmania pada periode 2017-2020
dengan mengangkat Tauhid Indrasjarief sebagai Ketua Umum, Diky Soemarno
sebagai Sekretaris Umum, dan Duto Pamungkas sebagai Ketua Harian. Penentuan
posisi tersebut berdasarkan hasil dari Musyawarah Besar The Jakmania yang
dilaksanakan pada 22 Januari 2017 (www.indosport.com). Berikut adalah secara
spesifik kepengurusan The Jakmania periode 2017-2020, yakni :
1. Ketua Umum : Ferry Indrasjarief
2. Ketua Harian : Duto Pamungkas
3. Sekretaris Umum : Diky Soemarno
4. Bendahara Umum : Ahmad Suryadi
5. Koord. Kesektariatan : Rog Ritus
6. Koordinator Keanggotaan : Denadjie
7. Koordinator Kreatifitas : Devid Rosario
The Jak Mania disebut sebagai suporter fanatik yang berada pada posisi
keempat di Indonesia versi bola.net. Komposisinya sebebsar 70.000 orang yang
memiliki kartu keanggotaan dan 40.000 sebagai simaptisan yang tidak terdaftar.
Individu yang dinyatakan sebagai Anggota The Jak Mania apabila memiliki Kartu
Keanggotaan Aktif (KTA). Sedangkan simpatisan merupakan individu yang
belum atau tidak memiliki KTA. Biasanya simpatisan hanya memberikan
dukungan kepada persija melalui layar kaca (www.bola.net).
Keanggotan The Jak Mania secara nasional berada pada 10 besar sebagai
suporter terbanyak dalam keanggotaanya berdasarkan website The Top Tens. The
39
Jak Mania memiliki 59 Koordinator Wilayah (Korwil) yang tersebar di seluruh
Indonesia dengan kantor sekretariat di Jakarta. Banyaknya jumlah anggota akan
berbanding lurus dengan tingkat fanatisme yang sudah dilakukan oleh The Jak
Mania baik secara anarkis maupun tindakan positif. Di stadion sendiri aktivitas
dukungan yang dilakukan oleh The Jak Mania seperti tepuk tangna, lompat-
lompat, dan melakukan sorakan (www.thetoptens.com).
Mengacu pada beberapa bentuk tim pendukung sepak bola menurut
Guliannoti (2006: 71) bahwa The Jak Mania bisa diklasifikasikan sebagai
hooligan, ultras, dan couch potato. The Jak Mania sebagai hooligan dan ultras
ditunjukkan dengan informasi melalui media massa dan cetak terkait aktivitasnya.
Dimana di satu sisi mengedepankan anarkisme khususnya ketika Persija
mengalami kekalahan dan sisi lainnya melakukan aktivitas positi atau sportif
ketika memberikan dukungan di lapangan. Tentunya hooligan dan ultras berlaku
bagi mereka yang dinyatakan anggota The Jak Mania yang memiliki KTA.
Sedangkan couch potato menggambarkan simpatisan The Jak Mania yang tidak
memiliki KTA dan lebih memilih untuk mendukung The Jak Mania melalui layar
TV atau via internet.
Maka dapat dikatakan bahwa The Jakmania sebagai pendukung tim
sepakbola Persija mengalami perjalanan yang cukup jauh dari awal berdirinya
hingga sekarang. Kita bisa melihat bahwa eksistensinya tidak lepas dari
kepengurusannya dan rasa fanatisme yang dimiliki oleh setiap anggotanya. Rasa
fanatisme itulah yang membuat mereka semangat dan terus berkontribusi
menghidupkan The Jakmania. Bahkan fanatismenya bisa disejajarkan dengan
40
suporter tim lainnya yang jauh sudah berdiri sebelum The Jakmania. Kemudian
The Jak Mania sebagai institusi yang menunjukkan ekspresi fanatismenya
merupakan holigan, ultras, dan couch potato berdasarkan perilaku dan pola pikir
anggotanya.
41
BAB III
FANATISME SUPORTER THE JAK MANIA ANALISIS PERILAKU
KOLEKTIF
A. Perilaku Kolektif Fanatisme Suporter The Jak Mania
Fanatisme yang terbentuk pada suporter The Jak Mania untuk sebagai
konsekuensi dukungan terhadap Persija bukan terjadi secara alamiah. Dimana
realitas tersebut terbentuk dari proses yang sangat panjang dan mendalam. Setiap
anggota The Jak Mania memiliki pandangan subyektifitas untuk mengekpresikan
dukungannya kepada tim kesayangan mereka. Ditambah fanatisme yang
terbangun terjadi dengan sendirinya yang dipengaruhi oleh proses tertentu.
Misalkan perasaan senang, bangga, dan lainnya adalah contoh kecil ekspresi
fanatisme mereka sebagai The Jak Mania.
Neil J. Smelser (1965) menilai bahwa terdapat tindakan individu yang
bersifat spontan atau tidak teratur. Tindakan seperti itu dalam kehidupan sosial
disebut sebagai perilaku kolektif. Begitupun dengan terbentuknya fanatisme di
kalangan The Jak Mania Rempoa disebabkan adanya ketidaksadaran atau bersifat
tidak teratur. Mereka bertindak secara bersama-sama atau kolektif terlepas
mengetahui atau tidaknya terhadap tujuan yang ingin dicapainya. Dengan kata
lain banyak berbagai faktor yang menyebabkan perilaku kolektif muncul.
Dalam pembahasan ini fanatisme yang terbentuk pada The Jak Mania akan
dipandang sebagai perilaku kolektif menurut Neil J. Smelser. Dasar pemikirannya
bahwa fanatisme dapat terciptakan berasal dari adanya kumpulan individu yang
42
bertindak secara bersama atau kolektif. Adapun secara spesifik analisis ini
menggunakan teori nilai tambah menurut Neil J. Smelser dalam memahami
perilaku kolektif yang terdiri dari enam faktor, meliputi kesesuaian struktural,
ketegangan struktural, faktor yang mendahului, berkembangnya kepercayaan
umum, mobilitas tindakan, dan adanya pengendalian sosial. Misalkan sesuai
dengan wawancara dari salah satu anggota The Jak Mania Rempoa menyebutkan
bahwa :
“...Ya satu, itu kan tim yang terbaik yang ada di Indonesia dan saya
pribadi hidup dan lahir di Jakarta dan itu yang menjadi alasan saya
menjadi fanatik dan loyalitas kita menjadi masyarakat jakarta, mau gak
mau kita tunjukan bahwa kita cinta sepak bola Indonesia khususnya
Persija Jakarta.” (Wawancara dengan Yunan Ardiansyah sebagai
Anggota Jak Mania pada 15 April 2019 di Rempoa)
Mengacu pada pernyataan di atas bahwa fanatisme yang dimiliki oleh
Yunan Ardiansyah sebagai anggota The Jak Mania disebabkan dirinya sebagai
orang Jakarta. Adapun Persija merupakan tim sepak bola yang berasal dari Jakarta
sehingga suatu keharusan baginya untuk mencintai dan memberikan dukungan
melalui The Jak Mania. Smelser (1963) dalam teori nilai yang membagikan enam
faktor dalam perilaku kolektif. Salah satunya adalah berkembangnya kepercayaan
umum. Tidak dipungkiri bahwa kepercayaan umum diawali dengan adanya
pemahaman bersama terkait sumber atau obyek tertentu.
Dalam konteks ini redaksi „orang Jakarta‟ atau „lahir di Jakarta‟
membentuk pemahaman bersama bahwa kita harus mendukung Persija.
Sederhananya Persija merupakan tim ibu kota sehingga yang bertempat tinggal
43
atau lahir di Jakarta wajib atau suatu keharusan untuk memberikan dukungannya.
Nantinya pemahaman seperti ini akan menggerakan mereka (orang Jakarta)
bertindak secara kolektif untuk mendukung Persija melalui keikutsertaan The Jak
Mania. Begitupun sifat fanatisme The Jak Mania Rempoa tidak lepas dari adanya
kepercayaan umum bahwa orang Jakarta atau bertempat tinggal di Jakarta harus
fanatis kepada The Jak Mania. Realitas tersebut senadan dengan hasil wawancara
yang dilakukan kepada Agus Dermawan sebagai Anggota The Jak Mania Rempoa
menyatakan fanatisme bahwa :
“...Yang membuat fanatik dalam The Jak Mania karena cita-cita kita ya
untuk selalu menyertai tim ibu kota agar selalu juara. Ya jelas kenapa kita
harus fanatik sama Persija sebagai The Jak Mania ya karna satu satunya
tim di ibu kota ini tempat tinggal kita ya hanya Persija Jakarta.”
(Wawancara dengan Agus Dermawan sebagai Anggota The Jak Mania
pada 15 April 2019 di Rempoa)
Pernyataan Agus Dermawan bahwa fanatisme The Jak Mania Rempoa
terhadap Persija sebagai tim satu-satunya di Jakarta. Kesamaan fanatisme ini bisa
dipandang melalui faktor lainnya dalam terbentuknya perilaku kolektif menurut
Smelser yakni kesesuaian struktural. Dasarnya bahwa perilaku kolektif akan
tercipta dengan mudah pada struktur di masyarakat kota (modern). Hal tersebut
struktur masyarakat kota memberikan kebebasan, tidak kaku, dan mudah dalam
berpartisipasi. Adapun Jakarta sebagai salah satu masyarakat kota memberikan
kemudahan bagi penduduknya untuk melakukan perilaku kolektif. Kemudian
salah satu pernyataan dari hasil wawancara, sebagai berikut :
44
“...Ya pertama adanya The Jak Mania itu karena Persija, jadi loyalitas
terhadap Persija itu harus kita tunjukan dan The Jak Mania itu harus selalu
solid dan loyal di setiap acara pertandingan, khususnya ketika ada laga
tandang, kita harus menunjukkan suportivitas kita. satu kebersamaan trus
loyalitas dengan kebersamaan itukan kita menunjukkan bahwa kita
mempunyai kekurangan materi ataupun non materi yang penting kita bisa
mendukung persija walau harus dari luar lapangan di karenakan tidak
adanya uang untuk menonton langsung, yang penting kita bisa kumpul
bareng sesama jak mania.” (Wawancara dengan Yunan Ardiansyah
sebagai Anggota Jak Mania pada 15 April 2019 di Rempoa)
Secara tidak langsung bahwa pernyataan Yunan Ardiansyah dalam faktor
perilaku kolektif Smelser disebut dengan mobilitas tindakan. Maksudnya
terciptanya perilaku kolektif dibentuk oleh permimpin atau aktor penting di dalam
The Jak Mania Rempoa itu sendiri. Ketua The Jak Mania Rempoa adalah
pemimpin organisasi ini sehingga memiliki kapasitas lebih untuk menggerakan
massanya. Dalam prosesnya perilaku tersebut dapat memunculkan fanatisme di
setiap anggotanya meskipun ada sebagian dari mereka tidak mengetahui
tujuannya.
Namun tidak dipungkiri bahwa mobilitas tindakan dapat dilihat berupa
perilaku secara bersama-sama untuk datang ke stadion langsung atau nonton
bersama melalui televisi. Bahkan fanatisme tersebut ditunjukkan dengan
ketidakpedulian mereka terhadap masalah material agar tetap menyaksikan Persija
seabgai tim kesayangannya. Informan selanjutnya dari hasil wawancara
menjelaskan bahwa :
45
“...Nah itu dia karena sudah terlanjur cinta mau gimana pun kondisinya ya
kita tetap dukung Persija, jadwal Persija itu kan di liga 1 padat, terkadang
kita kan pertandingan itu kan mingguan, tiap seminggu sekali kan main
otomatis banyak dana yang harus dikeluarkan, kalo kita main tandang
harus mengeluarkan uang yg lebih banyak bahkan kita bela-belain minjem,
ya kalau memang gak uang kita juga masih bisa mengadakan nonton
bareng di sekret kita yang penting kita masih bisa kumpul untuk dukung
persija.” (Agus Dermawan sebagai Anggota The Jak Mania pada 15 April
2019 di Rempoa)
Informan tersebut bernama Yuni Sulistyaningrum yang kesehariannya
berada di sekitar Sekret The Jak Mania Rempoa. Berikut adalah pernyataannya :
“...ya mungkin karena Persija satu satunya tim yang ada di Jakarta nih
jadinya setiap pertandingan harus didukung sama The Jak Mania sendiri
biar tetep semangat, biar menang, dan biar juga lawan pada takut karena
suporternya banyak.” (Yuni Sulistyaningrum sebagai masyarakat umum
pada 15 April 2019 di Rempoa)
Kedua pernyataan di atas merupakan bentuk konfirmasi bahwa perilaku
kolektif mereka yang membentuk sifat fanatisme didasarkan pada mobilitas
tindakan, berkembangnya kepercayaan umum, dan kesesuaian struktural. Namun
dasar dari terbentuknya perilaku kolektif tersebut didasarkan pada kumpulan
individu yang secara intensif, seperti mengikuti aktivitas The Jak Mania,
menonton pertandingan di stadion, dan lainnya. Aktivitas tersebut membentuk
perilaku kolektif yang mampu melahirkan fanatisme di setiap anggotanya.
Smelser (1963) menjelaskan ketegangan struktural sebagai salah satu
faktor terbentuknya perilaku kolektif. Dimana kemunculannya disebabkan adanya
46
kecurangan atau ketidakadilan yang diterima oleh Persija ketika bertanding atau
hasil pertandingan yang menunjukkan kekalahan pada timnya. The Jak Mania
Rempoa dalam teori ini sebagai kelompok marjinal atau korban ketidakadilan dari
keputusan pertandingan. Dampaknya akan melahirkan perilaku kolektif dalam
The Jak Mania itu sendiri untuk melawan ketidakadilan atau kecurangan.
Meskipun pada dasarnya mereka ingin menolak kekalahan dalam pertandingan.
Terdapat beberapa bentuk fanatisme sebagai perilaku kolektif yang bersifat
ketegangan, meliputi :
1. Fanatisme Berdasarkan Fisik
a) Pemukulan
b) Melempar botol atau batu
c) Menendang
d) Mendorong dan menghajar
2. Fanatisme Berdasarkan Obyek
a) Pembakaran terhadap kaos lawan
b) Merusak atau membakar sepeda kendaraan
c) Melakukan perusakan sarana dan prasarana stadion
3. Fanatisme Berdasarkan Verbal
a) Bernyanyi rasis
b) Mencemooh
c) Mengumpat
4. Fanatisme Berdasarkan Pelanggaran Hak
a) Sweeping area
47
Berbagai bentuk perilaku kolektif di atas sebagai fanatisme cenderung
bersifat penyimpangan sosial. Hal tersebut tidak lepas dari karakteristik sifat
perilaku kolektif yang cenderung spontan dan tidak terarah. Agriawan (2017: 5)
menyebutkan beberapa bentuk fanatisme yang berkaitan dengan perilaku kolektif,
berikut adalah penjelasannya :
1. Tim yang didukung akan menjadi prioritas dibandingkan tim lainnya.
Perilaku kolektif akan hadir ketika tim kesayangannya yakni Persija
sedang menjalani pertandingan dengan lainnya.
2. Menonton langsung tim yang didukung meskipun berada di luar kota atau
tidak memiliki uang untuk menonton. Dalam konteks ini perilaku kolektif
muncul ketika seluruh The Jak Mania hadir langsung di stadion untuk
menonton bersama-sama.
3. Memberikan dukungan secara penuh kepada tim dukungannya terlepas
dari apakah prestasi tim sepak bolanya berada pada posisi buruk atau
sedang baik.
4. Mengajar teman dekat atau keluarga secara bersama-sama untuk
menyaksikan pertandingan sepak bola secara langsung di lapangan.
Maka dari itu dapat dinyatakan bahwa perilaku kolektif yang membentuk
fanatisme didasarkan pada adanya kumpulan individu secara intensif sehingga
melahirkan tindakan bersama. Dasar dari pembentukan tindakan bersama tersebut,
meliputi kesesuaian struktural, ketegangan struktural, berkembangnya
kepercayaan umum, dan mobilitas tindakan. Keempat faktor menurut Smelser
48
tersebutlah berperan besar dalam terbentuknya fanatisme melalui perilaku
kolektif.
B. Bentuk Fanatisme Suporter The Jak Mania
Fanatisme bisa diartikan sebagai bentuk ekspresi senang, kebanggaan, dan
keistimewaan terhadap sesuatu yang merasa miliknya. Setiap anggota The Jak
Mania memiliki perbedaan dalam menunjukkan bentuk fanatismenya. Ukuran
fanatisme juga sulit untuk ditentukan apakah individu ini bersikap fanatik atau
sebaliknya. Namun terdapat kesamaan terkait ekspresi fanatisme yang
ditunjukkan melalui wawancara dengan beberapa informan dalam penelitian ini.
Yunan Ardiansyah sebagai anggota The Jak Mania Rempoa menyatakan bahwa :
“...Nah kalo seberapa besar hampir setiap ada pertandingan ataupun
latihan dari persija kita paling tida sempetin hadir trus bisa kasih masukan
apa di forum suporter yang terkordinir. Ya pertama kita bisa hadir dalam
setiap laga atau pertandingan persija, trus kedua tau karakter setiap pemain
persija dan pelatih intinya kita slalu supor lah yang ada di persija.”
(Wawancara dengan Yunan Ardiansyah sebagai Anggota Jak Mania
pada 15 April 2019 di Rempoa)
Kemudian dirinya juga menjelaskan secara spesifik terkait bentuk
fanatisme yang pernah dilakukanya untuk memberikan dukungan kepada Persija.
Berikut adalah pernyataannya :
“...mulai dari syal, topi kaya kaos ya intinya kalau bisa kita ikutin lah. ya
biasanya sih kita ada satu, kegiatan bakti sosial penggalangan dana untuk
bencana alam baik itu gempa, banjir, tanah longsor. Ada juga pengajian
bulanan dan kopdar sesama anggota Jakmania.” (Wawancara dengan
49
Yunan Ardiansyah sebagai Anggota Jak Mania pada 15 April 2019 di
Rempoa)
Kedua pernyataan tersebut Yunan Ardiansyah memberikan bentuk
fanatismenya pada tindakan positif. Kita bisa melihat penggalangan dana untuk
bencana alam (gempa, banjir, dan longsor) sebagai bentuk solidaritas masyarakat
Indonesia. Bentuk fanatismenya lainnya ditunjukkan dengan menghadiri langsung
setiap Persija bertanding dan latihan. Dalam memberikan dukungan kepada
Persija selalu membawa beberapa atribut Persija, seperti syal, topi, dan kaos yang
menunjukkan identitas The Jak Mania. Bahkan informan ini mengenal beberapa
pemain Persija dan pelatihnya sebagai bukti fanatismenya. Wawancara
selanjutnya kepada Virgiawan sebagai Ketua The Jak Mania Rempoa menyatakan
bahwa :
“...salah satunya kita ngedukung di stadion ..nyanyi..terus support persija
trus kalo di luar lapangan paling kita buat buat mural di sekitaran tembok
tempat sekret kita. Yang pasti kopdar...kalo kopdar ya kita kumpul-
kumpul dah ajang silaturahmi juga sesama anggota...itu aja sih kumpul2
aja sehabis match...ada lagi sih alhamdulillah waktu bencana alam kemarin
ngadain baksos. ngaji juga ada tiap dua bulan sekali. Terakhir ada haul
kyai Jenggot Naga.” (Wawancara dengan Virgiawan sebagai Ketua Jak
Mania pada 15 April di Rempoa)
Terdapat kesamaan antara informan pertama dan kedua yakni melakukan
penggalangan dan atau bakti sosial untuk disalurkan kepada korban bencana alam
sebagai cara menunjukkan fanatismenya. Bentuk fanatisme selama Persija
bertanding melalui nyanyian atau sorakan yang berisikan kata semangat kepada
tim kesayangannya. Selain itu di luar pertandingan ekspresi fanatismenya melalui
50
pembuatan mural di beberapa tempat tembok kosong dan melakukan pertemuan
dengan anggota The Jak Mania lainnya dengan tujuan silaturahmi. Berikut adalah
contoh dari bentuk fanatisme melalui bermain futsal bersama anggota secara
internal yaitu :
Gambar 3.1 Bentuk Fanatisme The Jak Mania
Sumber : Koleksi Pribadi
Informan sebagai salah satu anggota The Jak Mania menegaskan bahwa
aktivitas olahraga ini sangatlah rutin untuk meningkatkan silaturahmi dan
kedekatan. Selain itu ingin membentuk citra kepada masyarakat luas bahwa The
Jak Mania tidak selalu berkaitan dengan aktivitas anarkisme dan positif. Bentuk
fanatisme yang sudah disebutkan merupakan ekspresi yang diungkapkan secara
langsung atau tanpa media.
51
Dalam konteks ini juga masih belum bisa menyatakan bahwa bentuk
fanatisme The Jak Mania sebagai sesuatu yang buruk misalkan fanatisme yang
mengarah pada perpecahan atau anarkis. Dengan kata lain potensi fanatisme The
Jak Mania bisa mengarah kepada tindakan negatif dan positif. Salah satu informan
yang dapat diwawancarai adalah Agus Dermawan yang menunjukkan bentuk
fanatismenya secara tidak langsung. Berikut adalah penjelasan dari informan ini,
yakni :
“...Menujukan fanatisme lewat medsos, lewat seni dinding kita bikin kaya
mural yg bertemakan the jak sama persija lah, trus di dalam lapangan kita
bikin koreografi yang menarik dan kreatif agar pemain juga bisa lebih
semangat maianya, itu sih.” (Agus Dermawan sebagai Anggota The Jak
Mania pada 15 April 2019 di Rempoa)
Bentuk fanatisme dengan menggunakan media sosial seperti facebook,
instagram, atau twitter terkadang diterapkan oleh The Jak Mania. Mungkin kita
pernah menemukan berapa fanspage yang berisikan tentang informasi Persija,
penjualan atribut, dan lainnya di salah satu media sosial. Hal tersebut bisa
dikatakan sebagai bagian dari bentuk fanatisme tidak langsung sebab
menggunakan perantara media sosial. Berbeda pendapat dengan Yuni
Sulistyaningrum sebagai masyarakat sekitar tentang bentuk fanatisme The Jak
Mania, sebagai berikut :
“...Biasanya sih ini mereka suka coret-coret tuh kaya di tembok sandratex
mereka suka bikin bikin tulisan The Jak Mania. Ada sih yang bagus Cuma
kadang kadang ya merusak pemandangan aja. Ada sebagian oknum dari
The Jak Mania yang sering melakukan tindakan tindakan anarkis
52
misalkan kalah pertandingan suka merusak stadion kadang kadang suka
coret-coret tembok lingkungan sekitar mungkin karena saking cintanya
sama persija jadinya kadang suka kelewatan.” (Yuni Sulistyaningrum
sebagai masyarakat umum pada 15 April 2019 di Rempoa)
Pernyataan di atas mengubah persepsi kita bahwa tidak selamanya bentuk
fanatisme The Jak Mania selalui positif melainkan negatif. Tentu kita sering
mendengar melalui berita nasional maupun berita elektronik tentang tindakan
anarkis suporter tim sepak bola. Informan tersebut menyatakan bahwa The Jak
Mania sering merusak fasilitas stadion sebagai bentuk ekspresi kekalahan dan
melakukan tindakan anarkis lainnya. Menurutnya aktivitas anarkis ini merupakan
bagian dari kecintaan secara berlebihan. Berikut adalah gambar dari bentuk
fanatisme The Jak Mania, yakni :
Gambar 3.2 Foto Bentuk Fanatisme The Jak Mania
Sumber : Koleksi Pribadi
53
Gambaran di atas adalah salah satu contoh bentuk fanatisme yang
dialakukan oleh Sub Korwil The Jak Mania Rempoa. Dimana mereka
mengekspresikannya melalui nonton dan datang bersama-sama ke stadion Gelora
Bung Karno untuk menyaksikan Persija bertanding. Fanatisme ini dilakukan
sebagai bentuk rasa cinta dan kesenangan terhadap Persjia untuk memenangkan
pertandingan dari lawannya. Bentuk fanatisme positif seperti ini perlu diapresiasi
sebab dapat mengurangi anarkisme. Konstruksi sosial bersifat netral salah satunya
bisa diarahkan pada hal positif seperti pada gambar ini.
Maksudnya perilaku kolektif yang dibuat dan ditentukan oleh manusia
seperti dua sisi uang yang saling berlawanan bisa positif dan negatif. Bentuk
fanatisme positif ini Smelser (1963) menyebutkan sebagai tidak adanya
kecenderungan atau bergantung pada keinginan diri sendiri. Dalam konteks ini
bentuk fanatisme individu secara tidak langsung diarahkan melalui perilaku
bersama. Adapun The Jak Mania sebagai institusi sosial membentuk perilaku
kolektif bahwa fanatisme itu haruslah positif dan bukanlah negatif. Ketika ini
berhasil barulah sebagian besar anggota akan mengikuti untuk bertindak positif,
perilaku kolektif yang terbangun bahwa fanatisme The Jak Mania adalah aktivitas
positif dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Bentuk fanatisme adalah proses panjang yang dihasilkan atau konsekuensi
dari konstruksi sosial. Jika kita pahami secara mendalam terdapat beberapa
tahapan terbentuknya fanatisme yang diimplementasikan baik secara positif
maupun negatif. Berikut adalah beberapa tahapan tersebut, yakni :
54
1. Perilaku kolektif akan mengubah pola pikira individu ketika masuk ke
dalam The Jak Mania sebagai institusi sosial.
2. Masuknya individu ke dalam institusi tersebut akan terjadi pertukaran
gagasan dan ide melalui interaksi sosial. Tahapan ini disebut sebagai
proses sosialisasi sekunder yang terjadi di lingkungan pertemanan.
3. Intensitas individu dengan individu lainnya berjalan intensif dan sistematis
sehingga mulai ada rasa kebersamaan dan persepsi bahwa The Jak Mania
secara institusi memiliki nilai kepentingan tersendiri. Bahkan bisa
dikatakan sudah menjadi bagian dari diri individu tertentu.
4. Tahapan terakhir individu akan mulai memerlukan suatu tindakan praktis
dan perilaku sebagai bentuk ekspresi keterlibatannya di dalam The Jak
Mania Rempoa secara institusi. Pada bagian inilah akan
mengimplementasikan bentuk fanatisme baik bersifat anarkis maupun
bersifat pemberian dukungan positif kepada Persija.
Melihat dari sebagian besar hasil wawancara beberapa informan tentang
bentuk fanatisme. Berger (1990: 15) menjelaskan sosialisasi sekunder sebagai
tempat terakhir dari masa dewasa dalam jangka waktu lama setelah berada di
lingkungan keluarga (sosialisasi primer). Maksudnya tindakan anarkis ini terjadi
pada tingkatan sosialisasi sekunder sebagai proses konstruksi sosial. Lingkungan
pertemanan sebagai indikator sosialisasi sekunder akan membentuk fanatisme
bagi individu yang awalnya tidak fanatik namun menjadi fanatik.
Bentuk sosialisasi ini sebenarnya bersifat umum namun dalam konteks ini
hanya ingin menggambarkan atau membagi lingkungan internal dan eksternal
55
yang membentuk perilaku kolektif dalam fanatisme The Jak Mania Rempoa.
Berikut adalah penjelasan singkat pembagian bentuk fanatisme melalui tabel
yakni :
Tabel 3.3 Bentuk Fanatisme The Jak Mania Rempoa
Fanatsime Positif Fanatisme Negatif
Mengadakan bakti sosial seperti korban
gempa, banjir, dan aktivitas
kemanusiaan lainnya
Aksi penyerangan kepada tim
pendukung sepak bola lainnya
Mengadakan permainan futsal yang
bersifat rutin
Perusakan sarana dan prasarana stadion
Berkumpul dengan anggota lainnya
untuk bertukar pikiran dan menjaga
silaturahmi
Menghina atau meledek salah satu
pemain sepak bola dari tim lawan
Sumber : Data Analisis Pribadi
Sebenarnya fanatisme negatif akan terjadi ketika Persija sebagai tim
kesayangan The Jak Mania mengalami kekalahan dari tim lawan. Perusakan,
anarkisme, dan lainnya merupakan ekspresi kekecewaan akan kekalahan Persija.
Tidak dipungkiri bahwa lingkungan pertemanan memiliki signifikansi yang
membantu dalam proses konstruksi sosial. Selain itu sosialisasi sekunder sebagai
bagian dari konstruksi sosial memiliki posisi penting dalam penerimaan individu
setelah lingkungan keluarga. Tindakan anarkis, bakti sosial, nonton bareng,
56
perusakan stadion, dan tindakan lainnya merupakan bagian dari konsekuensi
proses konstruksi sosial dengan melahirkan fanatisma di setiap individu.
Menariknya perilaku kolektif sebagai dasar fanatismen The Jak Mania
Rempoa dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk menurut Smelser dalam
Soekanti (2009). Terdapat tiga bentuk perilaku kolektif yang sesuai untuk
menggambarkan fanatisme The Jak Mania Rempoa, yakni :
1. Audience
Perilaku kolektif ini cenderung bersifat satu arah dan adanya
bagian yang membuat menarik individu untuk bertindak. Salah satu bentuk
fanatisme The Jak Mania yang datang langsung ke stadion atau nonton
bersama merupakan bentuk perilaku kolektif yang bersifat audience.
Bentuk seperti ini bersifat positif sebab tidak mengandung kerusuhan atau
penyimpangan. Intinya mereka berkumpul untuk mengekspresikan
perilaku kolektif mereka dalam memberikan dukungan kepada Persija
sebagai tim kesayangannya.
2. Kerusuhan
Bentuk perilaku kolektif ini mengarah pada penyimpangan sosial.
Fanatisme yang terjadi pada The Jak Mania Rempoa salah satunya adalah
penghancuran stadion, bentrok dengan pendukung tim sepak bola lainnya
merupakan bentuk perilaku kolektif yang bersifat kerusuhan.
3. Orgi
Berbeda dengan kerusuhan bahwa orgi mengarah kepada pesta
pora yang melanggar norma berlaku. Bentuk perilaku kolektif ini sebagai
57
ekspresi dari kepuasan atau keberhasilan tertentu sehingga harus
ditunjukkan kepada masyarakat luas. Bentuk fanatisme yang bersifat orgi
terjadi ketika Persija berhasil menjadi juara liga Indonesia atau
memenangai suatu pertandingan. Dimana perayaan kemenangan tersebut
diwarnai dengan aktivitas penyimpangan sosial, seperti menganggu
ketertiban lalu lintas, membuat provokasi, dan lainnya.
Kemudian bentuk fanatisme yang diekspresikan oleh The Jakmania
Rempoa dapat disebabkan beberapa faktor. Menurut Ismail dalam Agriawan
(2016: 7) faktor-faktor tersebut, meliputi :
1. Adanya rasa berlebihan yang bersifat emosional sehingga dapat bertindak
tidak wajar atau mengarah pada penyimpangan.
2. Mendapatkan pengaruh kuat yang ditanam oleh organisasi tertentu. Dalam
konteks ini The Jak Mania Rempoa yang memberikan pengaruh terhadap
anggotanya untuk bertindak fanatis kepada Persija. Terlepas dari
tindaknya positif atau negatif.
3. Terdapat tokoh yang diikuti atau kharismatik. Ketua The Jak Mania
Rempoa merupakan aktor yang berpotensi besar terhadap tokoh tersebut.
Tidak menutup kemungkinan ketua tersebut baik secara langsung maupun
tidak langsung diikuti oleh anggotanya. Dengan kata lain ketua bertindak
fanatisme yang mengarah positif akan diikuti oleh anggotanya begitpun
berlaku untuk sebaliknya.
4. Kekurangan pengetahuan tentang sepak bola membuat sifat fanatisme
mengarah kepada penyimpangan sosial. Maksudnya fanatisme yang
58
terbangun dalam The Jak Mania berkaitan dengan ketidaktahuan atau
sempitnya sudut pandang anggota dari organisasi tersebut.
5. Adanya perasaan berlebihan sehingga membuat The Jak Mania rela untuk
melakukan apapun dengan alasan membela Persija sebagai tim
kesayangannya.
Beberapa poin di atas dapat memberikan penjelasan bahwa bentuk
fanatisme bisa berasal dari dalam The Jak Mania Rempoa dan luar organisasi
tersebut. Ditambah beberapa faktor penyebabnya bahwa fanatisme yang dibangun
dari perilaku kolektif tidak bisa dirubah jika ketua organisasi tersebut tidak
memberikan pengaruh yang positif. Maksudnya ketua organisasi berperan penting
dalam menentukan bentuk fanatisme organisasnya apakah mengarah pada
aktivitas positif atau negatif.
Maka dari itu, dapat dinyatakan bahwa bentuk fanatisme The Jak Mania
merupakan ekspresi kesenangan, kesedihan, atau kebanggaan yang dimiliki setiap
anggotanya. Bentuk fanatisme itu sendiri bisa terlihat pada sisi positif dan negatif.
Sisi positif biasanya ditunjukkan dengan pemberian dukungan di dalam
pertandingan, melakukan aktivitas kemanusiaan, dan lainnya. Adapun sisi
negatifnya berkaitan dengan kegiatan anarkis, seperti penghancuran stadion,
fasilitas umum, atau melakukan penyerangan terhadap tim suporter lainnya.
Selain itu bentuk fanatisme baik secara positif maupun negatif merupakan proses
konstruksi panjang pada The Jak Mania sebagai institusi sosial. Peranan
sosialisasi sekunder sangat berpengaruh terhadap bentuk fanatisme khususnya
tindakan yang mengarah pada negatif.
59
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fanatisme The Jak Mania sebagai pendukung tim sepak bola Persija
merupakan realitas yang tidak bisa dikesampingkan dalam dinamika sepak bola di
Indonesia. Terbentuknya fanatisme yang tertanam pada setiap anggota The Jak
Mania sebagai proses panjang melalui tahapan tertentu. Fanatisme terbentuk
melalui enam faktor yang disebutkan oleh Neil J. Smelser, meliputi kesesuaian
struktural, ketegangan struktural, faktor yang mendahului, berkembangnya
kepercayaan, mobilitas tindakan, dan adanya pengendalian sosial. Dasar dari
terbentuknya perilaku sosial dalam fanatisme The Jak Mania Rempoa adalah
intensitas berkumpulnya mereka secara berkelanjutan sehingga melahirkan
tindakan kolektif.
Indikator fanatisme di setiap anggota The Jak Mania dapat dilihat dari
loyalitas, kebersamaan, dan kekompakkan yang dimiliki oleh tim pendukung
tersebut. Perlu diingat bahwa konstruksi sosial terhadap fanatisme sangatlah
beragam di setiap individu The Jak Mania. Sehingga terjadi persepsi untuk
mengekspresikan bentuk fanatismenya. Namun esensi dari fanatisme itu sendiri
sebagai konstruksi sosial adalah bentuk kecintaan terhadap organisasi yang
penting di setiap individu.
Begitupun dengan alasan mereka untuk fanatik yang sangat beragam,
seperti Persija sebagai satu-satunya tim sepak bola di Jakarta, The Jak Mania
60
sebagai tempat tinggalnya, dan lainnya. Bentuk fanatisme The Jak Mania sebagai
kecintaanya terhadap Persija dapat dilihat dari sudut pandang positif dan negatif.
Pertama, bentuk fanatisme positif The Jak Mania melalui aktivitas kemanusiaan
(bakti sosial dan aksi dukunganan), pemberian dukungan, dan nonton bareng,
Kedua, fanatisme yang mengarah kepada tindakan negatif berkaitan dengan
kegiatan anarkis, seperti penghancuran stadion, perusakan fasilitas umum, dan
menyerang suporter lainnya saat pertandingan berlangsung.
B. Saran
Penelitian ini memfokuskan masalahnya pada pembentukan fanatisme
pada The Jak Mania kepada tim Persija. Dimana fenomena tersebut dianalisis
menggunakan perilaku kolektif sehingga mampu memberikan gambaran
terbentuknya proses tersebut. Adapun kekurangan penelitian ini dapat dilihat
secara teoritis dan praktis. Pertama, kekurangan secara teoritis berkaitan dengan
pembentukan fanatisme bisa dilihat melalui teori lainnya seperti interaksi sosial,
institusi sosial, atau gerakan sosial. Kedua, kekurangan secara praktis adalah
obyek penelitiannya terlalu sempit sehingga belum mampu mewakili data yang
didapat di lapangan.
Maka dari itu saran yang diberikan pada penelitian ini berhubungan
langsung dengan kekurangan penelitian. Perama, menyarankan untuk penelitian
akan datang lebih bisa mengkombinasikan teori atau pendekatan lainnya di
samping konstruksi sosial. Kedua, menyarankan obyek penelitian yang digunakan
61
dalam cakupan yang lebih luas misalkan The Jak Mania secara nasional atau
tingkat wilayah di Jakarta. Kemudian informannya bisa menggunakan masyarakat
sekitar dan tidak hanya anggota The Jak Mania. Tujuannya agar data yang
ditampilkan bersifat obyektif dan mengandung dua sudut pandang berbeda.
x
DAFTAR PUSTAKA
Karya Ilmiah
Agriawan, Debry. Hubungan Fanatisme dengan Perilaku Agresi Suporter
Sepakbola. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah
Malang, 2016.
Akbar, Bachtiar. 2015. Fanatisme Kelompok Suporter Sepak Bola Studi
Kasus: Panser Biru Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Anwar, Yesmil dan Adang. 2013. Sosiologi Untuk Kampus. Bandung; PT
Refika Aditama.
Bungin, Burhan. 2013. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup.
Chaplin, J. P. 2008. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.
Demartoto, Argyo. 2018. Analisis Fenomena Rivalitas Supporter Klub Sepak
Bola Viking dengan The Jack Menggunakan Teori Lewis A. Coser.
Sosiologi FISIP UNS.
Gullianoti, Richard. Sepak Bola Pesona Sihir Permainan Global.
Yogyakarta: Appeiron Pylothe, 2006.
Hadi, Sunaryadi. Analisis Kekerasan Sepakbola. Jakarta: Jurusan Pendidikan
Keolahragaan. Universitas Pendidikan Indonesia, 2013.
Hapsari, Indria dan Wibowo, Istiqomah. 2015. Fanatisme dan Agresivitas
Suporter Klub Sepak Bola. Jurnal Psikologi. Volume 8. Nomor 1.
Hendriyanto, Reza, dan Achmad. 2017. Kontruksi Sosial Perubahan Perilaku
Suporter Pesebaya. Journal. Universitas Airlangga.
Kamal, Ahmad. 2014. Pereilaku Dukungan Suporter Sepak Bola Indonesia,
Studi Kasus: pada Barisan Suporter Persijap (Banaspati). Universitas
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Laily, Devi Fitroh. 2015. Kontruksi Masyarakat Pecinta Sepak Bola Solo
(Pasoepati) pada Kehadiran Klub Sepak Bola dan Kontribusi bagi
Kerangka Identitas Kota. Universitas Sebelas Maret.
Nurdiyansah, Abid. 2015. Kontruksi Sosial Konflik Kekerasan Suporter
Sepak Bola Studi Kasus: Tentang Makna Kekersan Antar Suporter Sepak
Bola Bonek dan La Mania. Skripsi. Universitas Airlangga Surabaya.
xi
Ramazanoglu, Fikret dan Coban, Bilal. 2005. Aggresiveness Behaviours of
Soccer Spectators and Prevention of These Bheaviours. Journal of Social
Sciences Firat University.
Setiawan, Hendra. 2012. Suporter Fanatisme Tanpa Batas. Harian Suara
Merdeka.
Smelser, Neil J. 1965. Theory of Collective Behavior. New York: The Free
Press.
Yadi, Sunaryadi. 2009. Analisis Perilaku Kekerasan Penonton Sepakbola
(Studi Kasus pada Penonton Sepak Bola di Bandung). Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung.
Website
“6 Kelompok Suporter Fanatik Klub Sepak Bola Indonesia”, Artikel diakses
pada 3 Mei 2019 dari http://m.bola.net/open-play/6-kelompok-suporter-
fanatik-klub-sepak-bola-Indonesia-8a33a8-4.html
“Berkaca dari Kematian Haringga, Rivalitas, dan Fanatisme yang
Menjerumsukan”. Artikel diakses pada 16 Maret 2019 dari
www.bola.kompas.com
“Biggest Football Supporter di Indonesia”, Artikel diakses pada 3 Mei 2019
dari http://www.thetoptens.com/biggest-football-suporter-Indonesia/
“Hut Ke-19, Ini Sejarah dan Asal-Usul Nama The Jakmania”. Artikel diakses
pada 5 Maret 2019 dari
http://www.tribunnews.com/superskor/2016/12/20/hut-ke-19-ini-sejarah-
dan-asal-usul-nama-the-jakmania?page=3
“Pembunuh Suporter Persija Dicokok di rumah Masing-masing’. Artikel
diakses pada 5 Maret 2019 dari
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/11/14/pembunuh-suporter-
persija-dicokok-di-rumah-masing-masing
“Resmi, The Jakmania Rilis Kepengurusan Baru”. Artikel diakses pada 15
Maret 2019 dari www.indosport.com
“Sejarah Terbentuknya Jakmania”. Artikel Diakses pada 15 Maret 2019 dari
http://www.jakmania1928.com/2017/03/sejarah-terbentuknya-
jakmania.html