Post on 01-Nov-2021
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESILIENSI
REMAJA YAYASAN SOSIAL DI JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Alevia Rahma Deswanda
NIM : 11140700000040
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/ 2019 M
ii
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESILIENSI
REMAJA YAYASAN SOSIAL DI JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Alevia Rahma Deswanda
NIM : 11140700000040
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/ 2019 M
iii
iv
v
MOTTO
“When we are no longer able to change a situation, we are
challenged to change ourselves.”
-Victor Frankl
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Desember 2019
C) Alevia Rahma Deswanda
D) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Remaja Yayasan Sosial di
Jakarta Selatan
E) xv + 75 halaman + lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengukur pengaruh self-esteem, gratitude,
dukungan sosial dan faktor demografi terhadap resiliensi remaja yayasan
sosial di Jakarta Selatan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
variabel dukungan sosial dilihat dari perceived social support (family,
friends and significant other) dan variabel faktor demografi (jenis kelamin,
usia, status anak). Subjek pada penelitian ini sebesar 246 orang, dengan
teknik purposive sampling. Skala yang digunakan pada penelitian ini
Adollesent Resilience Scale (ARS - Oshio, Kaneko, Nagamine, & Nakaya
2002), Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES - Rosenberg 1965), Gratitude
Questionaire-6 (GQ6 - McCullough, Emmons & Tsang 2002),
Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS – Zimet,
Dahlem, Zimet & Farley, 1998). Uji validitas alat ukur dalam penelitian
ini menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) serta Multiple
Regression Analysis digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada pengaruh yang
signifikan dari self-esteem, gratitude, dukungan sosial dan faktor
demografi terhadap resiliensi remaja yayasan sosial di Jakarta Selatan.
Hasil proporsi varians memiliki sumbangan keseluruhan sebesar 46,8%
sedangkan 53,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
G) Bahan bacaan: buku: 15 + thesis: 1 + disertasi: 3 + jurnal: 63
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) December 2019
C) Alevia Rahma Deswanda
D) Factors Affecting of Resilience Social Foundation Youth in South Jakarta
E) xv + 75 pages + attachments
F) This research was conducted to measure the effect of self-esteem,
gratitude, social support and demographic factors on the resilience of
young social foundations in South Jakarta. In this study, researcher used
social support variable that seen by perceived social support (family,
friends and significant others) and demographic factors (gender, age, child
status). The subjects in this study were 246 people, with a purposive
sampling technique. The scale used in this study used the Adollesent
Resilience Scale (ARS - Oshio, Kaneko, Nagamine, & Nakaya 2002),
Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES - Rosenberg 1965), Gratitude
Questionaire-6 (GQ6 - McCullough, Emmons & Tsang 2002),
Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS – Zimet,
Dahlem, Zimet & Farley, 1998). Test the validity of measuring
instruments in this study using CFA (Confirmatory Factor Analysis) and
Multiple Regression Analysis are used to test the research hypothesis. The
conclusion that can be obtained from this study is that there is a significant
influence of self-esteem, gratitude, social support and demographic factors
on the resilience of young social foundations in South Jakarta. The results
of the proportion of variance have an overall contribution of 46.8% while
53.2% is influenced by other variables not examined.
G) Reading material: books: 15 + theses: 1 + dissertation: 3 + journal: 63
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ―Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Resiliensi Remaja Yayasan Sosial Jakarta Selatan”. Shalawat serta salam
senantiasa kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabat.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
penyusunan skripsi ini tentunya peneliti dibantu oleh berbagai pihak sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh wakil dekan dan jajarannya civitas
akademik Fakultas Psikologi.
2. Ibu Solicha M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi. Peneliti ucapkan terima
kasih atas segala bimbingan, masukan dan kritikan selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Dr Rena Latifa, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Peneliti
ucapkan terima kasih telah memberikan arahan selama perkuliahan dari
semester awal hingga akhir semester.
4. Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti ucapkan
terima kasih telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat baik
sifatnya akademis dan non-akademis.
5. Seluruh responden yang telah bersedia membantu dalam penelitian. Terima
kasih telah meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner peneliti. Semoga
kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT.
6. Kedua orang tua peneliti, Ir. Muhammad Dani dan Ir. Wahyuni terima kasih
atas doa, dukungan dan kasih sayang yang berlimpah.
ix
7. Penulis ucapkan terima kasih kepada kak Ratna Sari Dwi, Verona Laksmita,
Dwi Endang, Fathia Arshuha, Rachmat Dani, Ahmad Zulyaden Nasution,
yang telah membantu peneliti selama proses penulisan skripsi, melakukan
analisis data, memberikan dukungan dan saran yang telah diberikan.
8. Siti Maryam, Isman Fadillah dan Gita Fitriani tiga sahabat saya dari SMP,
terimakasih selalu ada ketika saya membutuhkan dan ada dalam suka dan
duka, menghibur saya ketika sedih, memberikan motivasi untuk
menyelesaikan Skripsi dan doa yang diberikan.
9. Terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terimakasih untuk segala doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan
untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih ada keterbatasan dan
jauh dari kata sempurna, maka peneliti mohon maaf apabila ada kekurangan.
Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat.
Jakarta, 26 Desember 2019
Peneliti
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
MOTTO iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1-12
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan 10
1.2.1 Pembatasan masalah 10
1.2.2 Perumusan masalah. 11
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian. 12
1.3.1 Tujuan penelitian 12
1.3.2 Manfaat penelitian 12
1.3.2.1 Manfaat teoritis 12
1.3.2.2 Manfaat praktis 12
BAB 2 LANDASAN TEORI 13-38
2.1 Resiliensi 13
2.1.1 Definisi resiliensi 13
2.1.2 Dimensi resiliensi 15
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi resiliensi 19
2.1.4 Pengukuran resiliensi 23
2.2 Self-Esteem 24
2.2.1 Definisi self-esteem 24
2.2.2 Dimensi self-esteem 25
2.2.3 Pengukuran self-esteem 26
2.3 Gratitude 27
2.3.1 Definisi gratitude 27
2.3.2 Dimensi gratitude 28
2.3.3 Pengukuran gratitude 29
2.4 Dukungan Sosial 30
2.4.1 Definisi dukungan sosial 30
2.4.2 Dimensi dukungan sosial 31
2.4.3 Pengukuran dukungan sosial 32
2.5 Faktor Demografi 33
2.5.1 Usia 34
2.5.2 Jenis kelamin 34
xi
2.5.3 Status anak 34
2.6 Kerangka Berpikir 35
2.7 Hipotesis Penelitian 38
2.7.1 Hipotesis Mayor 38
2.7.2 Hipotesis Minor 38
BAB 3 METODE PENELITIAN 39-56
3.1 Populasi, Sampel, dan Tekhnik Pengambilan Sampel 39
3.1.1 Populasi 39
3.1.2 Sampel 39
3.1.3 Teknik pengambilan sampel 39
3.2 Variabel Penelitian 40
3.2.1 Definisi operasional 41
3.3 Pengumpulan Data 43
3.3.1 Teknik pengumpulan data 43
3.3.2 Instrumen penelitian 44
3.4 Uji Validitas Konstruk 47
3.4.1 Uji validitas konstruk resiliensi 47
3.4.2 Uji validitas konstruk self-esteem 49
3.4.3 Uji validitas konstruk gratitude 50
3.4.4 Uji validitas konstruk dukungan sosial 50
3.5 Prosedur Pengumpulan Data 53
3.6 Metode Analisis Data 54
BAB 4 HASIL PENELITIAN 57-66
4.1 Gambaran Subjek Penelitian 57
4.2 Hasil Analisis Deskriptif 58
4.3 Kategorisasi Skor Variabel 60
4.4 Uji Hipotesis Penelitian 64
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 67-73
5.1 Kesimpulan 67
5.2 Diskusi 67
5.3 Saran 72
5.3.1 Saran teoritis 72
5.3.2 Saran praktis 73
DAFTAR PUSTAKA 75
LAMPIRAN 82
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sampel Penelitian 39
Tabel 3.2 Skor Skala Model Likert 44
Tabel 3.3 Blueprint Skala Resiliensi 45
Tabel 3.4 Blueprint Skala Self-Esteem 46
Tabel 3.5 Blueprint Skala Gratitude 46
Tabel 3.6 Blueprint Skala Dukungan Sosial 47
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Resiliensi 48
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Self-Esteem 49
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Gratitude 50
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Perceived Social Support (Family) 51
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Perceived Social Support (Friends) 52
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Perceived Social Support (Significant Other) 53
Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden 57
Tabel 4.2 Pedoman Kategorisasi Skor 59
Tabel 4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian 58
Tabel 4.4 Model Sumary Analisis Regresi 60
Tabel 4.5 Tabel Anova Keseluruhan IV terhadap DV 61
Tabel 4.6 Tabel Koefisien Regresi 62
Tabel 4.7 Proporsi Varians Sumbangan Masing-Masing IV terhadap DV 65
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir 37
Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatorik Resiliensi ....................................... 83
Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatorik Self-esteem ..................................... 84
Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatorik Gratitude ........................................ 85
Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatorik PSS (Family) .................................. 86
Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatorik PSS (Friends) ................................. 87
Gambar 3.6 Analisis Faktor Konfirmatorik PSS (Significant Other) ................. 88
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Syntax dan Diagram Path Resiliensi ........................................... 83
Lampiran 2 Syntax dan Diagram Path Self-esteem ......................................... 84
Lampiran 3 Syntax dan Diagram Path Gratitude ............................................ 85
Lampiran 4 Syntax dan Diagram Path PSS (family) ...................................... 86
Lampiran 5 Syntax dan Diagram Path PSS (friends) ...................................... 87
Lampiran 6 Syntax dan Diagram Path PSS (significant other) ...................... 88
Lampiran 7 Kuisioner Penelitian .................................................................... 89
Lampiran 8 Surat Keterangan Penelitian ........................................................ 94
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Syntax dan Diagram Path Resiliensi ........................................... 83
Lampiran 2 Syntax dan Diagram Path Self-esteem ......................................... 84
Lampiran 3 Syntax dan Diagram Path Gratitude ............................................ 85
Lampiran 4 Syntax dan Diagram Path PSS (family) ...................................... 86
Lampiran 5 Syntax dan Diagram Path PSS (friends) ...................................... 87
Lampiran 6 Syntax dan Diagram Path PSS (significant other) ...................... 88
Lampiran 7 Kuisioner Penelitian .................................................................... 89
Lampiran 8 Surat Keterangan Penelitian ........................................................ 94
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Individu mengharapkan hidupnya dapat berjalan dengan baik, namun terkadang
realitas tidak berjalan sesuai dengan keinginan. Kesenjangan antara harapan dan
kenyataan tersebut seringkali dianggap sebagai masalah. Oleh karena itu
diperlukan resiliensi yang berfungsi sebagai mengatasi, mengendalikan, bouncing
back, dan reaching out (Reivich & Shatte, 2002).
Resiliensi dibutuhkan pada setiap individu, tidak hanya kepada individu yang
sedang berjuang dalam menghadapi tantangan. Setiap individu dapat memiliki
kemampuan resiliensi dengan cara belajar bagaimana menghadapi rintangan dan
hambatan dalam hidupnya (Grotberg, 1995). Namun sikap individu dalam
menghadapi masalah berbeda-beda, ada yang mampu melewati tantangan dengan
baik atau sebaliknya menjadikan masalah sebagai beban yang membuat individu
terpuruk.
Resiliensi didefinisikan tetap dapat berperilaku secara fungsional meski
mendapatkan pengalaman menyakitkan (Olsson, Bond, Burns, Vella-Brodrick, &
Sawyer, 2003). Kemudian dalam bukunya Managing at the Speed of Change
yang ditulis oleh Conner (1992) menyatakan bahwa resiliensi sangat penting
untuk kesuksesan untuk menerapkan perubahan dan menampilkan perilaku
disfungsional minimal. Conner juga menyimpulkan bahwa individu yang
resiliensi merupakan individu yang memiliki pandangan positif terhadap
kehidupan, diri mereka sendiri dan memiliki pemikiran dan hubungan sosial yang
fleksibel, fokus, teroganisir dan proaktif.
2
Penelitian yang dilakukan Ryan dan Caltabiano (2009) mendefinisikan bahwa
resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi secara positif atau kembali
bangkit pada fungsinya meskipun menghadapi kesulitan. Pada teori Nakaya,
Nagamine, Oshio, dan Kaneko (2003) mengungkapkan bahwa resiliensi
merupakan proses atau hasil yang berhasil untuk beradaptasi dari situasi yang sulit
dan mengancam. Kesulitan dan situasi krisis ini merupakan proses dinamis dalam
pengembangan individu. Menurut Reivich dan Shatte (2002) menjelaskan bahwa
resiliensi sebagai kemampuan individu untuk tetap tabah (persevere) dan
menyesuaikan diri (adapt) ketika berbagai hal menjadi hal menjadi serba salah,
sehingga individu dapat mencapai kebahagiaan dan keberhasilan di dalam
kehidupannya. Dari penjelasan sebelumnya, dapat diartikan bahwa resiliensi
merupakan kemampuan untuk dapat bangkit atau dapat beradaptasi dari situasi
sulit.
Beberapa karakteristik individu yang menunjukkan adanya resiliensi yaitu
kemampuan individu untuk menghadapi stress dan tekanan secara efektif, dapat
menghadapi setiap tantangan, dapat pulih dari kekecewaan, kesalahan, trauma dan
kesengsaraan, dapat mengembangkan tujuan yang jelas dan realistis, dapat
memecahkan masalah, dapat berinteraksi dengan nyaman bersama orang lain, dan
dapat menghargai dan menghormati diri sendiri maupun orang lain (Goldstein &
Brooks, 2001) dalam Brooks, 2005. Sedangkan menurut Reivich dan Shatte
(2002) yaitu individu yang mampu mengatasi stress, lalu dapat bersikap realistis
dan serta optimis dalam mengatasi masalah, dan mampu mengekspresikan pikiran
dan perasaan mereka dengan nyaman. Dengan begitu, dapat dilihat jika individu
3
yang memiliki resiliensi yang tinggi akan mungkin melihat peristiwa negatif
sebagai tantangan (Mo, Lau, Yu & Gu, 2014). Sedangkan individu yang memiliki
tingkat resiliensi yang rendah menunjukkan resiko bunuh diri (Roy, Sarchiapone
& Carli., 2007). Pada hasil penelitian Holaday dan McPhearson (1997)
mengemukakan orang yang resilient mampu mengendalikan stress dan lebih
tolerir, memiliki self-regard yang tinggi, memiliki keterampilan interpersonal,
lebih kooperatif pada orang lain, dibandingkan pada individu yang tidak resilient.
Sebaliknya individu yang tidak memiliki resiliensi maka dalam menyikapi suatu
masalah cenderung putus asa, mudah stress karena kemampuan yang dimilikinya
kecil serta tidak memiliki visi dan keyakinan untuk dapat bangkit menuju
kehidupan yang lebih baik.
Perkembangan anak yang sehat secara fisik, psikologis dan sosial yang
membutuhkan suatu hubungan yang harmonis diantara tiga unsur pokok, yaitu
hubungan antara anak dan ibu, hubungan antara anak dan keluarga, dan hubungan
antara anak dan lingkungan sosial (Bowlby dalam Monks, Knoers & Haditono,
2002). Namun demikian, seperti telah diuraikan di atas, tidak semua anak
mendapatkan tiga unsur pokok tersebut. Sebagian anak dihadapkan dengan kasus
kematian orang tua, berakibat anak kehilangan sumber bimbingan sehingga dapat
menggangu kehidupannya di dalam rumah dan pada anggota keluarga, dan juga
dapat berdampak permasalah psikososial pada remaja seperti masalah kesehatan,
perkembangan fisik, penyesuaian diri di perguruaan tinggi (Raza, Adil & Ghayas,
2008). Selain itu, efek traumatis yang muncul karena kehilangan orang tua ini
4
dapat mempengaruhi sisi psikologis pada perilaku, emosi dan pikiran yang negatif
(Calhoun dan Tedeschi) dalam Tadesse, Dereje, dan Belay (2014).
Masalah kemiskinan dapat menjadi sumber stres dan juga faktor resiko dalam
kehidupan jutaan remaja, dimana faktor tersebut menetap sejak kanak-kanak
hingga remaja. Karakteristik yang tempramental menjadi faktor resiko pada
resiliensi individu. (Lerner & Steinberg, 2004). Sebagian besar penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa kemiskinan memiliki dampak negatif pada
keberhasilan sekolah dan fungsi sosial dan emosional (Shumba, 2010). Meskipun
dampak kemiskinan lebih spesifik terjadi pada perkembangan masa kanak-kanak,
tetapi kemiskinan terjadi salah satu faktor negatif yang paling signifikan bagi
kondisi kesehatan mental dan fisik remaja.
Adanya permasalahan seperti kehilangan orang tua, kesulitan dalam hal
ekonomi. Diperlukan sebuah naungan yang dapat merawat dan mendidik anak
agar dapat berkembang dengan baik. Salah satu caranya dengan menempatkan
anak ke panti asuhan/yayasan sosial. Tetapi pada penelitian Bowlby dalam
Monks, Knoers dan Haditono (2002) mengungkapkan bahwa perawatan anak di
yayasan belum baik, karena anak dipandang sebagai mahluk biologis bukan
sebagai mahluk psikologis dan mahluk sosial. Ini membuktikan bahwa perwatan
di yayasan masih belum baik, karena kurang memperhatikan anak yang
membutuhkan kasih sayang bagi perkembangan psikisnya. Pandangan Bowlby
dikuatkan dengan hasil penelitian Sujatha dan Jacob (2014) pada 40 anak remaja
berusia 12-17 tahun dari dua panti asuhan di Mangalore. Hasil penelitian ini
menemukan masalah emosional dan perilaku yaitu 7,5% anak resiko gangguan
5
hiperaktif, 37,5% anak memiliki resiko masalah pada teman, dan 12,5% dengan
masalah pada teman yang parah. Kemudian 22,5% bersiko perilaku prososial,
sementara 5% memiliki perilaku prososial abnormal. Selain itu remaja di panti
asuhan, rentan terhadap keterlibatan kenakalan (Simsek, Erol, Oztop & Ozcan,
2008). Dari pemaparan yang telah ungkapkan, artinya anak-anak yang tinggal di
panti asuhan memiliki kerentanan, perlu hubungan yang positif pada lingkungan
sosial di panti asuhan, dan pengasuh yang harus dapat menggantikan peran orang
tua dalam memenuhi baik kebutuhan fisiologis maupun psikis, agar tidak
menimbulkan masalah-masalah perilaku.
Maka dari itu remaja yayasan sosial seharusnya memiliki kemampuan
resiliensi yang baik. Dengan memiliki kemampuan resiliensi sebagai proses
dinamika yang melibatkan hubungan interaksi antara faktor resiko dan faktor
pelindung, interaksi internal dan eksternal dalam diri individu, yang dapat
bertindak untuk memodifikasi efek dari peristiwa hidup yang merugikan (Rutter
dalam Olsson, et. al., 2003). Resiliensi juga dapat menekan faktor resiko yang
muncul, faktor pelindung untuk mendapat hasil yang berbeda (Olsson, et al.,
2003). Faktor pelindung ini berguna untuk melawan serangan-serangan dari
gangguan dalam menghadapi tantangan. Oleh karena itu resiliensi memiliki peran
penting bagi remaja yayasan sosial agar dapat bertahan dan mampu beradaptasi
dalam situasi sulit.
Dari studi sebelumnya beberapa faktor yang mempengaruhi resiliensi dari
faktor internal antara lain adalah gratitude (Chung, 2008; Gomez, Vincent &
Toussaint, 2013), hope (Kaya, 2007), optimism (Mache, Vitzthum, Wanke, David,
6
Klapp, & Danzer, 2014), locus of control (Cazan & Dumitrescu, 2016), self-
esteem (Dumont & Provost., 1999), coping (Campbell-Sills, Cohan, & Stein,
2006), religiusitas (Mclaughlin, 2013). Faktor eksternal meliputi dukungan sosial
(Dumont & Provost, 1999; Olsson, et. al, 2003), iklim sekolah (Sullivan &
Gilreath, 2011), jumlah teman dekat (Sapouna & Wolke, 2013). Adapun faktor
lain yang dapat mempengaruhi resiliensi yaitu faktor demografi seperti jenis
kelamin (Tefera & Mulatie, 2014), usia (Tefera & Mulatie, 2014; Sewasew,
Lewsohn & Kassa 2017), status anak yatim/non-yatim (Katyal, 2015). Dalam
penelitian ini peneliti memfokuskan pada faktor self-esteem, gratitude, dukungan
sosial dan faktor demografi.
Salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi resiliensi adalah self-
esteem. Self-esteem merupakan bagaimana individu menilai dirinya sendiri secara
positif ataupun negatif (Rosenberg, 1965). Remaja yayasan sosial mengalami
permasalahan dimana tidak adanya figur orang tua yang dapat membantu atau
memberikan dukungan ketika berada dalam situasi sulit. Ataupun juga remaja
yang memiliki keluarga tetapi kesulitan dalam perekonomian. Dengan adanya
permasalahan tersebut, maka individu harus memiliki pandangan yang positif
pada dirinya sendiri untuk bisa dapat bertahan dalam penderitaan. Self-esteem ini
berguna menjadi faktor protective terhadap stress dan depresi pada remaja. Secara
khusus, self-esteem merupakan sumber protective yang paling menonjol yang
dapat digunakan oleh remaja terhadap peristiwa negatif pada sehari-hari (Dumont
& Provost., 1999). Ditemukan hasil bahwa remaja dengan resiliensi yang baik
ternyata memiliki self-esteem, coping dan dukungan sosial yang baik
7
dibandingkan dengan remaja yang rentan atau memiliki nilai resiliensi yang
rendah. Teridentifikasi bahwa remaja yang memiliki kepercayaan diri tinggi,
strategi pemecahan yang baik merupakan remaja yang memiliki resiliensi yang
baik. Remaja yang memiliki nilai resiliensi yang tinggi terlihat berkegiatan
dengan teman sebaya dan memiliki dukungan sosial yang baik.
Faktor internal lainnya yang mempengaruhi resiliensi adalah gratitude.
Gratitude merupakan kecenderungan umum bagaimana individu untuk mengenali
dan merespon dengan rasa penuh syukur terhadap pengalaman ataupun hasil
positif yang diperoleh individu itu sendiri (McCullough, Emmons & Tsang.,
2002). Dengan adanya gratitude dapat meningkatkan suatu pengalaman positif
bagi individu, meningkatkan penyesuaiaan diri terhadap peristiwa negatif,
meningkatkan jaringan sosial individu, sehingga dapat mengurangi depresi dan
menaikkan rasa kebahagiaan (Watkins, Woodward, Stone & Klots, 2003). Mary
dan Patra (2015) meneliti peran dari psikologi positif dengan menilai variabel
forgiveness dan gratitude kaitannya dengan resiliensi pada remaja di New Delhi.
Dari analisis statistikal ditemukan hasil yang signifikan dan positif pada ketiga
variabel tersebut, remaja dengan nilai forgiveness dan gratitude yang tinggi
memiliki resiliensi baik pula.
Selain faktor internal yang mempengaruhi resiliensi, terdapat faktor eksternal
yaitu dukungan sosial yang mempengaruhi resiliensi. Menurut Tedesse, Dereje
dan Belay (2014) perkembangan anak yang sehat sangat memerlukan kontinuitas
hubungan sosial yang baik. Lingkungan sosial yang luas dapat mempengaruhi
resiliensi pada remaja dan juga memiliki peranan penting dalam perkembangan
8
psiko-sosial (Olsson, et. al, 2003). Hasil penelitian tersebut juga diperkuat oleh
Horton dan Wallander (2011) bahwa sumber daya sosial yang responsif terhadap
peristiwa stres memiliki efek adjustment (penyesuaiaan). Dukungan yang
diberikan dimaksud untuk remaja terhindar dari tekanan psikologis sehingga dapat
resilient saat menghadapi masalah. Ini juga didukung oleh penelitian Zhou, dkk
(dalam Zhou, Wu & Zhen 2017) seorang remaja yang memiliki dukungan sosial
yang tinggi akan memiliki rasa aman, dan rasa lekat yang dapat membantu remaja
untuk berbagi pengalaman traumatis mereka. Berbanding tebalik jika kurangnya
dukungan sosial bagi remaja yayasan sosial menyebabkan remaja memiliki daya
resiliensi yang rendah.
Dukungan sosial terbagi dari dua jenis yaitu received social support dan
perceived social support (Sarafino & Smith, 2011). Received social support
merupakan social support yang diterima, dimana pengukurannya berdasarkan
jumlah support yang diberikan, sementara perceived social support merupakan
social support yang dipersepsikan, dimana pengukurannya sejauh mana individu
mempersepsikan bahwa dirinya mendapat dukungan. Pada penelitian ini peniliti
menggunakan teori perceived social support dari Zimet, Dahlem, Zimet dan
Farley (1988), sebab persepsi dari dukungan sosial yang tersedia lebih penting
dari jumlah dukungan sosial yang didapatkan. Jika individu tidak dapat melihat
bantuan sebagai bentuk dukungan, maka kecil kemungkinan individu dapat
mengurangi stress (Sarafino & Smith, 2011).
Faktor lainnya yang juga mempengaruhi resiliensi yaitu faktor demografi.
Faktor demografi yang akan diulas terkait jenis kelamin, usia, status anak
9
(yatim/non yatim). Dalam penelitian Tefera dan Mulatie (2014) yang juga
mengukur jenis kelamin dan usia terhadap resiliensi, didapatkan hasil bahwa jenis
kelamin tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan
dalam kemampuan resiliensi. Sebaliknya pada hasil penelitian Sobana (2018)
terlihat perempuan memiliki tingkat resiliensi yang lebih tinggi dibanding laki-
laki. Perbedaan temuan tersebut sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut pada
studi ini.
Namun, pada usia terlihat perbedaan yang signifikan. Rata-rata skor resiliensi
anak yang muda (berkisar umur 4-12 tahun) adalah 38,8 dan skor resiliensi rata-
rata untuk anak yang lebih tua (berkisar 13-17 tahun) adalah 42,2 (Tefera &
Mulatie, 2014). Ini artinya bahwa anak yang lebih tua lebih resiliensi dibanding
anak yang lebih muda. Sejalan dengan penelitian Sewasew, Lewsohn & Kassa
(2017) tingkat resiliensi yang anak lebih tua lebih tinggi dibanding, anak yang
lebih muda. Mungkin dapat disebabkan karena seiring bertambahnya usia yang
akan menunjukkan peningkatan emotional regulation yang baik (Compas, et al.,
1993 dalam Hampel & Paterman, 2005). Hasil yang berbeda ditemukan
LaFromboise, Hoyt, Oliver, dan Whitbeck (2006) usia secara signifikan
mempengaruhi resiliensi pada remaja, tetapi dengan arah yang negatif. Dapat
diartikan bahwa semakin bertambah usia, maka semakin menurun tingkat
resiliensi.
Berkaitan dengan status anak yang berada di yayasan sosial, peneliti
membaginya menjadi dua kelompok yaitu yatim dan non-yatim. Untuk kelompok
yatim adalah bagi mereka yang telah kehilangan salah satu orang tua nya ataupun
10
bisa juga keduanya. Kemudian untuk kelompok non-yatim adalah mereka yang
termasuk masih memiliki kedua orang tua namun kondisinya kekurangan, seperti
fakir miskin, anak telantar dan anak berkebutuhan khusus. Dari penelitian Katyal
(2015) ada perbedaan yang signifikan pada anak yatim dan non-yatim, terlihat
anak yatim memiliki tingkat resiliensi yang lebih tinggi dibanding anak non-
yatim. Hasil yang berbeda pada penelitian Govender, Reardon, Quinlan, dan
George (2014) baik anak yatim dan non-yatim tidak memiliki perbedaan yang
signifikan tingkat resiliensi. Temuan menarik ini perlu untuk dilihat kembali
keberpengaruhannya. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul ‘’Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Resiliensi Remaja Yayasan Sosial di Jakarta Selatan’’
1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasa masalah
Agar permasalahan tidak meluas, maka pembahasan ini akan difokuskan dalam
ruang lingkup sebagai berikut:
1. Resiliensi adalah proses bagaimana individu dapat mengatasi dan beradaptasi
dari peristiwa negatif yang dikutip dari teori Oshio, Kaneko, Negamine dan
Nakaya (2003).
2. Dukungan sosial pada penelitian ini dibatasi pada perceived social support
adalah dukungan yang diterima individu dari orang terdekat. Dukungan yang
diterima individu, seperti dukungan dari keluarga, teman dan orang yang
berarti dalam kehidupan individu. (Zimet, et al., 1988).
11
3. Self-esteem adalah bagaimana sikap individu baik positif atau negatif terhadap
dirinya sendiri sebagai suatu totalitas dan satu rangkaian sikap pada diri nya
sendiri berdasarkan persepsi perasaan tentang keberhargaan dirinya atau
sebuah penilaian diri sebagai seseorang (Rosenberg, 1965).
4. Gratitude adalah kecenderungan umum untuk mengenali dan merespon dengan
rasa penuh syukur terhadap pengalaman dan hasil yang positif diperoleh
individu itu sendiri (McCullough, Emmons & Tsang., 2002).
5. Faktor demografi dibatasi pada jenis kelamin, usia, status anak yatim/ non-
yatim.
6. Sampel yang diteliti adalah remaja yang berumur 11 tahun–21 tahun di
Yayasan Sosial Jakarta Selatan.
1.2.2 Perumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan: self-esteem, gratitude, dukungan sosial
dan faktor demografi terhadap resiliensi anak yayasan sosial di Jakarta Selatan?
2. Seberapa besar sumbangan: self-esteem, gratitude, dukungan sosial dan faktor
demografi terhadap resiliensi anak yayasan sosial di Jakarta Selatan?
3. Berapa proporsi varian dari masing-masing variabel?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan
dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menguji faktor yang paling
mempengaruhi self-esteem, gratitude, dukungan sosial dan faktor demografi
12
terhadap resiliensi remaja yayasan sosial di Jakarta Selatan. Serta untuk
mengetahui variabel mana yang memberikan kontribusi terbesar pada resiliensi.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangan teori-teori psikologi khususnya
yang berhubungan dengan bidang psikologi perkembangan dan psikologi positif.
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan rujukan dan pertimbangan untuk
penelitian-penelitian selanjutnya tentang resiliensi.
1.3.2.2 Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi yayasan sosial dalam
memberikan bimbingan ataupun pengarahan kepada anak-anak remaja di yayasan
sosial untuk lebih mengembangkan daya resiliensi.
13
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Resiliensi
2.1.1 Definisi resiliensi
Tidak semua individu memiliki kemampuan untuk dapat mengatasi perubahan
dalam hidupnya seperti situasi sulit dan merasa menderita. Allen, Dorman,
Henkin, Carden dan Potts (2018) menyatakan bahwa resiliensi
dikonseptulisasikan sebagai perbedaan individu dalam karakteristik atau sifat dan
sebagai proses coping yang dinamis dalam mengatasi lingkungan fisik dan sosial
yang selalu berubah. Menurut Nakaya, Nagamine, Oshio, dan Kaneko (2003)
resiliensi merupakan proses yang dinamis untuk menanggulangi dan beradaptasi
dari situasi yang sulit dan mengancam. Kesulitan dan situasi krisis ini merupakan
proses dinamis dalam pengembangan individu.
Resiliensi dipandang oleh para ahli sebagai kemampuan untuk bangkit
kembali dari situasi atau peristiwa yang traumatis. Siebert (2005) dalam bukunya
The Resiliency Advantage mengungkapkan bahwa resiliensi adalah kemampuan
untuk mengatasi perubahan hidup dengan level yang tinggi, menjaga kesehatan di
bawah kondisi yang penuh tekanan, bangkit dari keterpurukan, mengatasi situasi
yang sulit, merubah cara hidup yang lebih baru dan positif karena sudah tidak
sesuai dengan kondisi yang ada, dan menghadapi permasalahan tanpa bertindak
kekerasan.
Gordon (1994) menjelaskan resiliensi adalah sebagai kemampuan untuk
berkembang, matang, dan meningkatkan kompetensi dalam menghadapi keadaan-
14
keadaan dan rintangan-rintangan yang sulit. Dalam rangka untuk berkembang
dengan baik, matang dan meningkatkan kompetensi tersebut, individu harus
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dari biologis, psikologis, dan
lingkungan (dalam Gordon, 1994). Namun menurut Ryan dan Caltabiano (2009)
resiliensi merupakan kemampuan untuk beradaptasi secara positif atau kembali
bangkit setelah melewati masa-masa sulit. Bahkan resiliensi itu suatu kemampuan
individu untuk coping stress, dengan demikian dapat menangani penanganan
kecemasan, depresi dan reaksi stress (Connor & Davidson, 2003).
Resiliensi dapat dikatakan sebagai proses. Proses ini yang dimaksud adalah
mengatur, mengelola dan beradaptasi secara efektif terhadap sumber stress atau
trauma. Modal dan sumber daya dalam individu, kehidupan dan lingkungan yang
memfasilitasi kapasitas untuk dapat beradaptasi dan bangkit kembali „‟bouncing
back‟‟ (Windle, 2011).
Sedangkan resiliensi yang ditinjau sebagai hasil pemeliharaan fungsi atau
berkembang secara normal, meskipun terpapar stress secara serius atau rasa
trauma yang dapat meningkatkan resiko maladaptasi atau gangguan mental
(Luthar, Ciccheti dan Becker dalam Friborg, Hjemdal, Martinussen dan
Rosenvinge., 2009). Selanjutnya menurut Zautra, Hall dan Murray (2010)
resiliensi didefinisikan sebagai hasil adaptasi yang telah berhasil menghadapi
kesulitan. Karakteristik seseorang dan situasi yang sedang menjalani ini
diidentifikasi adalah proses resiliensi, tetapi jika keduanya mengarahkan hasil
yang lebih positif setelah menghadapi keadaan penuh tekanan.
15
Resiliensi merupakan sifat yang memiliki pengaruh besar pada perilaku
adaptif dan coping yang membentuk kepribadian positif, seperti kesabaran,
toleransi, tangung jawab, kasih sayang, tekad, komitmen, kemandirian dan
harapan. Inti dari resiliensi adalah kemampuan untuk bangkit kembali dari situasi
sulit, rasa putus asa, dan permasalahan yang dialami individu (Lock & Janas,
2002).
Berdasarkan penejelasan di atas, peneliti menggunakan definisi dari Nakaya,
Oshio, & Kaneko (2003), resiliensi merupakan proses yang dinamis untuk
menanggulangi dan beradaptasi dari situasi yang sulit dan mengancam. Pemilihan
definisi tersebut karena sesuai dengan tujuan penelitian yang lebih difokuskan
pada masalah yang dialami remaja.
2.1.2 Dimensi-dimensi resiliensi
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai dimensi-dimensi resiliensi yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
Menurut Connor dan Davidson (2003) resiliensi terdiri atas lima dimensi yaitu
sebagai berikut:
1. Personal competence; high standard and tenacity
Merupakan dimana individu merasa sebagai orang yang mampu untuk
mencapai tujuan walaupun pada situasi kegagalan. Individu ketika mengalami
tekanan atau setres cenderung merasa ragu akan berhasil dalam mencapai
tujuan sehingga dibutuhkan standar yang tinggi dan keuletan pada diri
individu.
16
2. Trust in one‟s instincts; tolerance o negative affect; strengthening effect of
stress
Merupakan bagaimana individu dapat tetap tenang dalam bertindak. Individu
yang tenang memliki kecenderungan untuk berhati-hati dalam mengambil
sikap atas masalah yang dihadapi. Individu juga mampu melakukan coping
terhadap stress dengan cepat serta tetap fokus pada tujuan walaupun sedang
mengalami masalah.
3. Positive acceptance of change and secure relationships
Merupakan individu yang memiliki kemampuan untuk menerima kesulitan
secara positif serta jika berada dalam kesulitan individu mampu untuk merasa
aman ketika berhubungan dengan orang lain.
4. Control and factor
Merupakan kemampuan individu untuk mengontrol diri dan mencapai tujuan
serta memiliki kemampuan untuk meminta dan mendapatkan dukungan sosial
dari orang lain ketika mengalami suatu kesulitan dalam hidup.
5. Spiitual influences
Merupakan kemampuan individu untuk dapat berjuang karena memiliki
keyakinannya kepada Tuhan dan takdir. Individu yang percaya kepada Tuhan
akan menganggap bahwa masalah yang ada merupakan sebuah takdir dari
Tuhan dan harus dilalui dengan peasaan positif sehingga individu harus tetap
berjuang dalam mencapai tujuan.
17
Selanjutnya menurut Friborg, Hjemdal, Braun, Kempenaers, Linkowski, dan
Fossion (2011) dimensi-dimensi resiliensi terdiri dari lima dimensi yaitu sebagai
berikut:
1. Perception of self
Merupakan bagaimana individu percaya dengan kemampuannya sendiri
berdasarkan penilaian mereka sendiri.
2. Planned Future
Merupakan bagaimana kemampuan individu untuk merencanakan rencana di
masa yang akan dating. Individu yang memiliki kemampuan ini memiliki
kecenderungan berpandangan positif pada kehidupannya walau ada suatu
masalah. Walaupun begitu individu tetap fokus pada tujuan mereka yang telah
direncanakan sebelumnya.
3. Social competence
Merupakan individu yang cenderung memiliki sifat yang hangat, fleksibel
untuk menjalin hubungan pertemanan dan dapat menggunakan humor secara
positif.
4. Structured style
Merupakan individu yang memiliki preferensi rencana serta tujuan yang jelas,
individu yang seperti ini cenderung terorganisir dan mengikuti rutinitas yang
ada.
5. Family cohesion
Merupakan individu memiliki hubungan keluarga yang baik, individu
menikmati menghabiskan waktu bersama keluarga, memiliki rasa loyalittas
18
Merupakan individu memiliki hubungan keluarga yang baik, individu
menikmati menghabiskan waktu bersama keluarga, memiliki loyalittas
terhadap satu sama lain serta memiliki nilai-nilai dalam keluarga.
6. Social resources
Merupakan ketersediaan dukungan sosial, apakah mereka memiliki
kepercayaan di luar keluarga (seperti teman atau anggota keluarga lain yang
memberikan dorongan kepada mereka).
Resiliensi terdiri dari tiga dimensi menurut (Nakaya, Oshio & Kaneko, 2006),
yaitu novelty seeking, emotional regulation dan positive future orientation,
masing-masing dimensi dijelasan sebagai berikut:
1. Novelty seeking merupakan proses mencari sesuatu yang baru mengacu pada
kemampuan untuk menunjukkan minat dan perhatian tentang berbagai
peristiwa. Individu yang memiliki dorongan rasa ingin tahu, memiliki
keinginan untuk pencarian sensasi dan rangsangan baru yang merupakan
aktivitas eksplorasi. Indikator dalam aspek ini memiliki minat dengan
beberbagai hal dan mencari sesuatu yang baru.
2. Emotional regulation adalah sifat individu yang menunjukkan ketenangan dan
bagaimana mereka dapat mengendalikan emosi internal mereka. Ini terkait
pada proses dimana kita merasakan emosi yang kita miliki dan bagaimana
individu tetap menujukkan ketenangan dalam keadaan yang sulit. Indikator
dalam aspek ini dapat mengendalikan emosi dan merasa tenang.
3. Positive future orientation menyangkut pada individu memiliki pandangan,
mimpi dan tujuan di masa depan. Ini juga terkait dengan keyakinan individu
19
dan bekerja keras untuk dapat meraih masa depan yang positif. Indikator
dalam aspek ini berjuang untuk masa depan dan memiliki tujuan yang jelas.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi
Dalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi dibedakan
menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, berikut adalah rinciannya.
1. Faktor Internal
Faktor internal pada diri seseorang dapat mempengaruhi resiliensi, karena
internal seseorang berbeda satu sama lain. Berikut faktor internal yang dapat
mempengaruhi resiliensi.
a. Self-esteem
Self-esteem adalah salah satu faktor yang berkaitan dengan resiliensi
terutama pada remaja. Dinyatakan oleh Dumont dan Provost (1999) bahwa
remaja dengan resiliensi yang baik terbukti signifikan memiliki self-esteem
yang baik dibandingkan dengan remaja yang rentan atau memiliki nilai
resiliensi yang rendah. Teridentifikasi bahwa remaja yang memiliki
kepercayaan diri tinggi, strategi pemecahan yang baik merupakan remaja
yang memiliki resiliensi yang baik.
b. Gratitude
Gratitude didefinisikan sebagai kecenderungan umum untuk mengenali
dan merespon dengan rasa berterimakasih kepada peran kebaikan orang
lain pada pengalaman positif dan pada saat telah memperoleh sesuatu.
Gratitude dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi dari
keberagaman resiliensi. Gratitude terbukti sebagai prediktor yang
20
memberikan nilai paling prediktif pada penelitian Gupta dan Kumar
(2015) dibandingkan faktor yang lain. Seseorang dengan nilai gratitude
yang tinggi dilaporkan memiliki ketahanan atau resiliensi yang yang tinggi
pula. Diharapkan remaja yang memiliki gratitude yang baik akan memiliki
resiliensi yang baik untuk dapat bertahan dan memecahkan masalah
mereka.
c. Usia
Tefera dan Mulatie (2014) memaparkan mengenai rata-rata skor resiliensi
anak yang muda (berkisar umur 4-12 tahun) adalah 38,8 dan skor resiliensi
rata-rata untuk anak yang lebih tua (berkisar 13-17 tahun) adalah 42,2.
Dari skor tersebut dapat diartikan bahwa bahwa anak yang lebih tua lebih
resiliensi dibanding anak yang lebih muda. Sejalan dengan penelitian
Sewasew, Lewsohn & Kassa (2017) tingkat resiliensi yang anak lebih tua
lebih tinggi dibanding anak yang lebih muda. Dapat dikatakan karena
seiring bertambahnya usia yang akan menunjukkan peningkatan emotional
regulation yang baik (Compas, dkk., 1993 dalam Hampel & Paterman,
2005). Dengan begitu diharapkan semakin bertambahnya usia kronologis
remaja semakin remaja memiliki ketangguhan atau resiliensi yang baik.
d. Jenis kelamin
Terdapat banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa terdapat
perbedaan resiliensi antara laki-laki dan perempuan. Salah satu yang
membahas mengenai jenis kelamin mempengaruhi resiliensi adalah
21
Sobana (2018). Sobana (2018) dalam penelitiannya terlihat perempuan
memiliki tingkat resiliensi yang lebih tinggi dibanding laki-laki.
e. Status Anak
Status anak yang dimaksudkan terbagi menjadi dua kelompok yaitu yatim
dan non-yatim. Untuk kelompok yatim adalah bagi mereka yang telah
kehilang salah satu orang tua nya ataupun bisa juga keduanya. Kemudian
untuk kelompok non-yatim adalah mereka yang termasuk masih memiliki
kedua orang tua namun kondisinya kekurangan, seperti fakir miskin, anak
telantar dan anak kebutuhan khusus. Dari penelitian Katyal (2015) ada
perbedaan yang signifikan pada anak yatim dan non-yatim, terlihat anak
yatim memiliki tingkat resiliensi yang lebih tinggi dibanding anak non-
yatim.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal pada diri seseorang juga dapat mempengaruhi resiliensi,
karena situasi yang ada pada seseorang berbeda satu sama lain. Berikut faktor
eksternal yang dapat mempengaruhi resiliensi.
a. Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang penting dalam
memperngaruhi sikap resiliensi. Seperti yang dijelaskan oleh Horton dan
Wallander (2011) bahwa dukungan sosial berfungsi sebagai proses
adjustment atau penyesuaian dari peristiwa-peristiwa negatif. Ini juga
didukung oleh penelitian Zhou, et al, 2014 (dalam Zhou, Wu & Zhen
2017) seorang remaja yang memiliki dukungan sosial yang tinggi akan
22
memiliki rasa aman, dan rasa lekat yang dapat membantu remaja untuk
berbagi pengalaman traumatis mereka.
b. Prososial
LaFromboise et al. (2006) melakukan identifikasi nilai resiliensi pada
remaja Amerika. Hasil pada penelitian LaFromboise et al. (2006)
menyebutkan bahwa nilai prososial mempengaruhi nilai resiliensi remaja
secara positif. Remaja yang memiliki prososial yang baik akan lebih
tangguh dalam menghadapi permasalahan mereka maupun menghindarkan
diri dari perilaku yang bermasalah.
c. Iklim Sosial
Iklim sekolah terbukti dalam berhubungan dengan beberapa hasil sikap
maupun perilaku siswa, seperti yang dipaparkan oleh Sullivan dan Gilreath
(2011). Sullivan dan Gilreath (2011) mengidentifikasi pola yang unik pada
siswa terkait dengan iklim sekolah dan resilien secara positif.
Dimaksudkan bahwa siswa melaporkan ketangguhan dalam kehidupan
mereka.
d. Jumlah Teman Dekat
Sapouna dan Wolke (2013) mengungkapkan bahwa terdapat variasi pada
close friends jumlah teman dekat pada remaja yang dapat menjelaskan
atau menjadi prediktor ketahanan atau resiliensi remaja itu sendiri. Setelah
melakukan analisis ditemukan bahwa terdapat pengaruh secara positif
pada jumlah teman dekat dengan resiliensi remaja. Dapat diartikan bahwa
remaja dengan jumlah teman dekat dan melakukan aktifitas bersama
23
dengan mereka menunjukkan bahwa remaja memiliki resilient yang lebih
baik begitu juga sebaliknya, jika lebih sedikit interaksi maupun jumlah
teman dekat yang dimiliki remaja maka resilient yang dimiliki juga
semakin kecil.
Berdasarkan faktor-faktor yang dijelaskan oleh para ahli, maka peneliti
mengggunakan self-esteem, gratitude, faktor demografi (usia, jenis kelamin dan
status anak), serta dukungan sosial sebagai variabel bebas dalam penelitian ini.
2.1.4 Pengukuran resiliensi
Ada beberapa alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur resiliensi
diantaranya, yaitu :
1. The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) yang dikembangkan oleh
Connor dan Davidson (2003). Skala ini dikembangkan, selain untuk mengukur
kemampuan seseorang untuk menghadapi stress, juga mengukur untuk
kepentingan klinis. Skala ini memiliki 25 item dengan model skala likert 5
alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju, Setuju, Netral, Tidak Setuju, Sangat
Tidak Setuju. Skala ini memiliki nilai koefisien alpha Cronbach sebesar 0.89.
2. The Resilience Scale for Adults (RSA) yang dikembangkan oleh Friborg et al.,
(2009). Skala ini terdiri dari 33 item cocok untuk orang dewasa dengan
mengukur faktor protective. Skala ini lebih mempresentasikan protective
factor, alat ukur ini memiliki nilai alpha Cronbach sebesar 0.57.
3. Adolescent Resilience Scale (ARS) yang dikembangkan oleh Oshio, Kaneko,
Nagamine & Nakaya (2003). Skala ini terdiri dari 21 item, dengan
menggunakan rating scale 1-5, yang artinya skor yang mendekati 5 artinya
24
semakin mendekati ya, sedangkan skor yang mendekati 1 artinya semakin
mendekati tidak. Skala ini difokuskan untuk usia remaja, dengan memiliki nilai
koefisien alpha Cronbach 0.85.
Berdasarkan keempat alat ukur diatas, maka dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pengukuran Adolescent Resilience Scale (ARS) oleh Oshio,
Kaneko, Nagamine, & Nakaya (2003). Karena sesuai dengan subjek yang ingin
diteliti yaitu remaja. Selain itu, peneliti juga melakukan perubahan pada
penggunaan skala, skala yang digunakan 4 skala model Likert, yaitu Sangat
Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju.
2.2 Self-esteem
2.2.1 Definisi self-esteem
Matsumoto (2009) mendefiniskan self-esteem adalah kecenderungan sikap
terhadap gagasan, evaluasi diri, sejarah, proses-proses mental, dan perilaku
positif. Self-esteem berhubungan dengan banyak aspek pemikiran, emosi dan
perilaku serta sering dianggap sebagai bagian inti dalam memahami individu.
Santrock (2011) menjelaskan bahwa ‘’Self-esteem mengacu pada gambaran
secara keseluruhan individu itu sendiri. Self-esteem juga berarti (self-worth) harga
diri atau (self-image) gambaran diri. Sebagai contoh, seorang anak yang memiliki
self-esteem yang tinggi mungkin merasa bahwa dia bukan hanya seorang anak,
tetapi seorang anak yang baik.’’ Mario Jacoby (2002), ‘’Self-esteem mengacu
pada nilai atau martabat yang berasal dari diri sendiri.’’ Selain itu menurut
Rosenberg (1965) self-esteem adalah sikap positif atau negatif terhadap objek
tertentu, yaitu diri.
25
Kemudian menurut Branden (1992) self-esteem adalah pengalaman bahwa kita
layak dengan kehidupan ini dan dengan persyaratan hidup yang lebih spesifik lagi,
dengan itu self-esteem adalah:
1. Keyakinan pada kemampuan untuk berpikir dan mengatasi tantangan hidup.
2. Keyakinan pada hak kita untuk bahagia, perasaan berharga, layak, berhak
untuk memutuskan kebutuhan dan keinginan kita dan menikmati hasil dari
upaya kita.
Selain itu, Baumeister (2005) juga mendefinisikan self-esteem, adalah :
“Self-esteem it is how people evaluate themselves. It‟s synonyms include self-
worth, self-regard, self-covidence and pride”.
Dari definisi di atas, diketahui bahwa self-esteem adalah cara untuk mengevaluasi
diri. Self-esteem juga dapat disebut sebagai penilaian diri, penghargaan diri dan
kebanggaan.
Adapun teori dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori yang
dikemukakan oleh Rosenberg (1965) bahwa self-esteem adalah sikap individual
baik secara positif ataupun negatif terhadap dirinya sendiri, bagaimana individu
menilai keberhargaan dirinya berdasarkan persepsi perasaanya sendiri.
2.2.2 Dimensi self-esteem
Dimensi self-esteem yang akan diukur dalam penelitian ini yaitu menurut
Rosenberg (1965). Dimensi self-esteem menurut Rosenberg (dalam Flynn, 2001)
mengungkapkan bahwa self-esteem merupakan salah satu bagaian konsekuensi
hasil perbandingan mereka sendiri dengan orang lain (perbandingan sosial) dan
perolehan evaluasi atau penilaian diri, baik secara positif ataupun negatif. Self-
26
esteem juga bagaimana menilai keberhargaan diri sendiri terkait dengan menerima
diri sendiri, menghargai diri sendiri, dan mampu berkompetensi dengan orang
lain.
2.2.3 Pengukuran self-esteem
Ada beberapa alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur self-esteem
diantaranya, yaitu:
1. The State Self-Esteem Scale (SSES) yang dikembangkan oleh Heatherthon dan
Polivy (1991). Alat ukur ini sangat sensitif terhadap manipulasi. Alat ukur ini
terdiri dari 20 item. Skala ini peka terhadap manipulasi, dan skala ini
memiliki nilai alpha Cronbach sebesar 0.92.
2. The School Short-form Coopersmith Self-Esteem Inventory yang diciptakan
oleh Coopersmith lalu kemudian di kembangkan lagi oleh Hills, Francis dan
Jennings (2011). Alat ukur ini terdiri dari 25 item yang mengukur self-esteem
pada anak-anak sekolah. Alat ukur ini memiliki nilai alpha Cronbach sebesar
0.83.
3. Self-Esteem Scale (SES) yang dikembangkan oleh Rosenberg (1965). Skala ini
terdiri dari 10 item, yang menilai harga diri secara global dengan mengukur
perasaan positif dan negatif tentang diri. Skala ini uni-dimensional. Semua
item dijawab menggunakan format skala model Likert 4 poin alternatif
jawaban, (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3) Setuju, (4) Sangat
Setuju. Alat ukur ini bersifat unidimensional dan juga memiliki nilai alpha
Cronbach sebesar 0.92 (Heatherton & Wyland, 2003).
27
Berdasarkan kedua alat ukur di atas, maka dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pengukuran Self-Esteem Scale (SES) oleh Rosenberg (1965) yang
mengukur self-esteem secara global. Skala ini memiliki ciri khas, salah satunya
pada pernyataan setiap item adanya perbandingan orang yang berpartisipasi dalam
mengisi alat ukur dengan orang lain. Kemudian, pernyataan pada setiap item juga
merupakan evaluasi yang sangat umum tentang diri sendiri. Alat ukur tersebut
menekankan pada feelings atau perasaan. Selain itu, sepuluh item yang diuraikan
dalam alat ukur tersebut sangat mudah untuk dipahami.
2.3 Gratitude
2.3.1 Definisi Gratitude
Kata gratitude (syukur) berasal dari bahasa Latin, yaitu gratia, yang berarti
anugrah, kemurahan hati, atau bersyukur. Definisi umum gratitude menurut
Lambert dan Fincham (2011) adalah perasaan yang dialami ketika beneficiary
(seseorang yang mendapat bantuan) menerima keuntungan dari benefactor
(seseorang yang memberi bantuan).
Gratitude adalah keadaan emosional dan sikap terhadap kehidupan yang
merupakan sumber kekuatan manusia dalam meningkatkan kesejahteraan pribadi
dan relasional seseorang (Emmons & Crumple, 2000). Gratitude (rasa syukur)
dapat meningkatkan happiness (rasa kebahagian) pada peristiwa pengalaman yang
positif pada individu, dengan begitu dapat mengatasi peritiwa negatif seperti
depresi (Watkins, Woodward, Stone & Klots, 2003).
Menurut McCullough, Emmons, & Tsang (2002) gratitude didefinisikan
sebagai kecenderungan umum untuk mengenali dan merespon dengan rasa
28
berterimakasih kepada peran kebaikan orang lain pada pengalaman positif dan
pada saat telah memperoleh sesuatu. Individu yang bersyukur tampak berbeda
dibading dengan individu yang kurang bersyukur pada tiga domain psikologis: (a)
emosionalitas/kesejahteraan, (b) prososialitas, dan (c) spitualitas/ keberagamaaan.
Dibandingkan dengan orang-orang yang kurang bersyukur, orang-orang yang
bersyukur memiliki emosi positif dan kepuasaan hidup yang lebih tinggi serta
emosi negatif, seperti depresi, kecemasan dan kecemburuan, yang lebih rendah.
Orang-orang tersebut juga secara prososial menjadi lebih berorientasi pada bahwa
mereka lebih empatik, pemaaaf, penolong, dan mendukung dibanding mereka
yang kurang bersyukur. Sejalan dengan itu, individu yang bersyukur kurang
berfokus pada mengejar tujuan materialistik. Orang-orang dengan disposisi syukur
yang lebih kuat juga cenderung menjadi lebih berpikiran spiritual dan religious
(McCullough, Emmons, & Tsang, 2002).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori dari McCullough, Emoons dan
Tsang (2002). Gratitude didefinisikan sebagai kecenderungan untuk merespon
atas kebaikan orang lain atau pengalaman positif dengan berterimakasih.
2.3.2 Dimensi gratitude
McCullough, Emmons dan Tsang (2002) menjelaskan terdapat empat dimensi
syukur, yaitu :
1. Intensity
Merupakan individu yang bersyukur merasakan perasaan yang positif
diperkirakan akan merasa semakin meningkat dalam kebersyukuran dalam
29
hidup, dibandingkan dengan individu lain yang tidak merasakan persitiwa
positif menjadi sesuatu hal yang patut di syukuri.
2. Frequency
Merupakan individu yang memiliki kecenderungan bersyukur akan
merasakan perasaan yang positif di hari-harinya. Rasa syukur tersebut dapat
diperoleh dari peristiwa-peristiwa sederhana atau tindakan yang baik.
Sebaliknya, jika individu tidak pernah bersyukur, maka di hari-harinya tidak
dapat memaknai dari peristiwa-peristiwa kecil yang terjadi.
3. Span
Merupakan banyaknya peristiwa kehidupan yang telah terjadi pada individu
dapat mempengaruhi rasa syukur atas kesempatan yang telah diberikan pada
hidupnya. Individu tersebut dapat bersyukur atas keluarga mereka, kesehatan,
kehidupannya, dan berbagai keuntungan yang telah diperoleh.
4. Density
Merupakan individu yang mengalami perasaan bersyukur terhadap sesuatu
hal yang positif akan mengacu pada siapa seseorang merasa bersyukur pada
hasil tertentu (seperti keluarga, orang tua, mentor).
2.3.3 Pengukuran gratitude
Dari beberapa kajian literatur yang telah ada, ditemukan beberapa instrumen
untuk mengukur gratitude diantaranya, yaitu :
1. Gratitude, Resentment, Appreciation Test-Short Form (GRAT-Short Form)
yang dikembangkan oleh Watkins, et. al., (2003) yang terdiri dari 16 item
yang mengukur tentang sense of abudance, appreciation for others, dan
30
simple appreciation. Alat ukur ini memiliki nilai alpha Cronbach sebesar
0.92.
2. Gratitude Adjective Cheklist (GAC) yang dikembangkan oleh McCullough
(2002) dengan beberapa aspek yaitu grateful, thankful, dan appreciative. GAC
juga dapat digunakan untuk mengukur rasa syukur sebagai mood, emosi, atau
disposisi tergantung dengan kebutuhan. Alat ukur ini memiliki nilai alpha
Cronbach sebesar 0.87.
3. Gratitude Questionnaire-Six Item Form (GQ-6) yang dikembangkan oleh
McCullough, Emmons dan Tsang (2002), yang memiliki empat aspek yaitu
intensity, frequency, span, density. Skala ini terdiri dari 6 item. Alat ukur ini
memiliki nilai alpha Cronbach sebesar 0.82.
Berdasarkan ketiga alat ukur diatas, maka dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pengukuran Gratitude Questionnaire-Six Item Form (GQ-6) yang
dikembangkan oleh McCullough, Emmons dan Tsang (2002). Dikarnakan
disesuaikan dengan keadaan responden yang masih remaja.
2.4 Dukungan Sosial
2.4.1 Definisi dukungan sosial
Dalam definisi Sarafino dan Smith (2011) dukungan sosial merupakan persepsi
individu atas rasa nyaman, bantuan, kepercayaan terhadap orang lain. Dukungan
sosial yang berkaitan dengan dampak kesehatan pada efek dasar utama dan
mekanismenya hadir melalui efek penyibang stress yang terjadi.
Dukungan sosial dapat didefinisikan sebagai dukungan yang dapat digunakan
oleh individu melalui ikatan sosial pada individu lain, kelompok, dan komunitas
31
yang besar (Lin, Ensel, Simeone & Kuo, 1979). Dukungan sosial mengacu pada
social network yang ada, bentuknya seperti sumber daya psikologis maupun
material yang dapat dimanfaatkan sebagai kemampuan individu untuk mengatasi
stress (Cohen, 2004). Sebaliknya, individu yang kurang melihat bantuan sebagai
bentuk dukungan, sehingga kecil kemungkinan individu dapat mengurangi stress
(Sarafino & Smith, 2011).
Zimet, dkk (1988) menggambarkan dukungan sosial adalah diterimanya
dukungan. Dukungan sosial terbagi dari dua jenis yaitu received social support
dan perceived social support (Sarafino & Smith, 2011). Received social support
adalah social support yang diterima, dimana pengukurannya berdasarkan jumlah
support yang diberikan, sementara dalam perceived social support adalah social
support yang dipersepsikan, dimana pengukurannya sejauh mana seseorang
mempersepsikan bahwa dirinya mendapat dukungan/pertolongan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dari itu peneliti menggunakan teori
perceived social support dari (Zimet dkk., 1988) sebab persepsi dari dukungan
sosial yang tersedia lebih penting dari pada jumlah dukungan sosial yang
didapatkan. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan individu dalam
menghadapi kesulitan.
2.4.2 Dimensi dukungan sosial
Menurut Zimet, dkk (1988) mengungkapkan bahwa perceived social support
sebagai diterimanya dukungan diberikan oleh orang-orang terdekat individu,
yaitu:
32
1. Dukungan keluarga yaitu bantuan yang diberikan oleh keluarga kepada
individu. Dukungan yang dimaksudkan seperti membantu dalam membuat
keputusan maupun kebutuhan secara emosional. Indikator dari dukungan
keluarga yaitu merasa nyaman bersama keluarga, bantuan dari keluarga dan
perasaan bernilai bagi keluarga.
2. Dukungan teman yaitu bantuan yang diberikan oleh teman seperti membantu
dalam kegiatan sehari hari ataupun bantuan dalam bentuk lainnya. Indikator
dari dukungan teman yaitu perasaan nyaman bersama teman, mendapat
bantuan ketika kesulitan, perasaan bernilai bagi teman.
3. Significant others dalam hal ini adalah atasan yaitu bantuan yang diberikan
pada oarng yang berarti yang memiliki nilai keartian bagi individu seperti
menjadikan individu merasa nyaman dan dihargai. Indikator dari significant
others yaitu perasaan nyaman bersama orang yang berarti, diberikan saran,
bantuan, perasaan bernilai.
2.4.3 Pengukuran dukungan dosial
Ada beberapa alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur dukungan sosial
diantaranya, yaitu :
1. The Social Provision Scale yang dikembangkan oleh Cutrona & Russel
(1987). Skala ini terdiri dari 24 item yang mengukur enam komponen yaitu
guidance, reliable alliance, reassurance of worth, opportunity for nurturance,
attachment, social integration. Alat ukur ini menggunakan skala model likert
4 alternatif jawaban, dari Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan Sangat
Tidak Setuju. Alat ukur ini memiliki nilai alpha Cronbach sebesar 0.915.
33
2. Medical Outcomes Study-Social Support Survey yang dikembangkan oleh
Sherbourne dan Stewart (1991). Skala ini memfokuskan pada ketersediaan
yang dirasakan pada dukungan sosial. Skala ini terdiri dari 19 item dan
memiliki 5 dimensi yaitu emotional support, informational support, tangible
support, positive social interaction, affectionate support. Alat ukur ini
memiliki nilai alpha Cronbach sebesar 0.48.
3. Multidimensional Scale of Percaived Social Support (MSPSS) yang
dikembangkan oleh Zimet, Dahlem, Zimet dan Farley (1988). Skala ini
dikembangkan untuk mengukur keberadaan dukungan sosial yang dirasakan
dan dukungan emosional yang didapat dari sumber keluarga, teman dan
significant others. Skala model likert ini terdiri dari 12 item, dengan memiliki
nilai alpha Cronbach sebesar 0.88.
Berdasarkan ketiga alat ukur diatas, maka dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pengukuran Multidimensional Scale of Percaived Social Support
(MSPSS) yang dikembangkan oleh Zimet, dkk (1988). Karena sesuai dengan
sumber-sumber dukungan yang akan diteliti yaitu dukungan keluarga, teman, dan
significant others. Dua belas item yang diuraikan dalam alat ukur tersebut sangat
mudah untuk dipahami.
2.5 Faktor Demografi
Demografi merupakan istilah dari dua kata yang berasal dari Yunani, yaitu demos
yang berarti rakyat atau penduduk dan graphein yang berarti menggambar atau
menulis. Demografi merupakan faktor-faktor demografi seperti jenis kelamin,
umur, status anak, agama, tingkat pendidikan, tinggal bersama keluarga atau di
34
panti asuhan, frekuensi bertemu pengasuh. Namun dalam penelitian skripsi ini
peneliti hanya beberapa yang digunakan dalam faktor demografi, yaitu: jenis
kelamin, usia, dan status anak.
2.5.1 Usia
Usia adalah suatu tahapan perkembangan manusia, yang tumbuh dan berkembang
secara potensial. Usia dapat menjadi salah satu faktor resiliensi remaja yayasan
sosial baik secara langsung atau tidak langsung bersama variabel lain. Pada
penelitian Tusaie, Puskar dan Sereika (2007) dengan sampel 624 remaja yang
berusia 14 hingga 18 tahun, ditemukan bahwa remaja laki-laki yang lebih muda
memiliki tingkat Psychosocial Resilience cenderung rendah dibanding remaja
laki-laki lebih tua karena mereka sudah banyak mengalami peristiwa kehidupan
yang buruk.
2.5.2 Jenis kelamin
Jenis kelamin dalam penelitian ini terdiri dari laki-laki dan perempuan. Perbedaan
jenis kelamin dalam skor resiliensi menunjukkan munculnya karakteristik perilaku
khusus pada jenis kelamin saat usia sekolah dasar, seperti perempuan memiliki
tingkat yang lebih positif daripada laki-laki dilihat dari pengembangan emosi
sosial (komunikasi, empati, mencari bantuan dan pengalaman otonomi) dan
tingkat hubungan peduli yang tinggi dengan orang dewasa dan teman sebaya, dan
dukungan sosial (Sun & Stewart, 2007).
2.5.3 Status anak
Status anak yang dimaksudkan adalah perbedaaan pengelompokan yaitu yatim
dan non-yatim. Peneliti menduga perbedaan status anak mempengaruhi resiliensi.
Sebab dalam penelitian (Katyal, 2015) ada perbedaan yang signifikan dalam
35
resiliensi anak yatim dan non-yatim, dengan anak yatim memiliki resiliensi yang
lebih tinggi daripada anak non-yatim.
2.6 Kerangka Berpikir
Resiliensi yang dimiliki seseorang khususnya dalam penelitian ini adalah remaja
yayasan sosial di Jakarta Selatan. Meski begitu, tidak semua remaja yayasan sosial
memiliki kemampuan resiliensi. Resiliensi dapat mengurangi individu terkena
dalam faktor resiko dan juga dapat mengubah faktor resiko menjadi faktor
pelindung yang muncul untuk dapat menghadapi masalah-masalah yang muncul.
Faktor pelindung yang harus ada dalam diri individu untuk dapat membangun
resiliensi adalah novelty seeking, emotional regulation dan positive future
orientation. Novelty seeking yaitu mengacu pada kemampuan untuk menunjukkan
minat dan perhatian beragam kejadian. Emotional regulation yaitu sifat yang
menunjukkan ketenangan dan dapat mengendalikan emosi. Terakhir, positive
future orientation yaitu menyangkut bagaimana pandangan individu pada tujuan
di masa yang akan datang.
Self-esteem juga merupakan hal penting bagi remaja yayasan sosial dalam
memandang dirinya sendiri. Remaja yang memiliki resiliensi yang baik, maka
remaja akan memiliki rasa kepercaya diri yang tinggi, strategi pemecahan
masalah, dibandingkan dengan remaja yang rentan. Pada hasil penelitian Dumont
dan Provost (1999) mengungkapkan bahwa remaja dengan resiliensi yang baik
terbukti signifikan memiliki self-esteem yang baik.
Remaja yang memiliki gratitude dapat merasakan perasaan yang positif atas
kejadian yang terjadi dan menjadikan semua itu sebagai pembelajaran. Terbukti
36
pada penelitian Gupta dan Kumar (2015) bahwa gratitude terbukti sebagai
prediktor yang memberikan nilai yang paling prediktif pada resiliensi. Artinya
seseorang dengan nilai gratitude yang tinggi, maka memiliki resiliensi yang tinggi
pula. Melalui masalah yang ada diharapkan remaja dapat selalu bersyukur, agar
remaja dapat bangkit (bouncing back) dan bertahan pada situasi yang sulit.
Dalam penelitian ini, peneliti memiliki hipotesis bahwa resiliensi memiliki
pengaruh pada dukungan sosial. Remaja berinteraksi dengan teman sebaya,
keluarga dan orang yang berarti. Bentuk dukungan yang diterima seperti
memberikan rasa nyaman, kebersamaan dan memberikan bantuan. Remaja yang
memiliki dukungan sosial yang tinggi akan memiliki rasa aman, dan rasa lekat dan
membantu remaja untuk dapat berbagi pengalaman taumatis mereka (Zhou et al.,
2014 dalam Zhou, Wu & Zhen, 2017).
Dari pemaparan di atas, terdapat banyak faktor demografi yang mempengaruhi
resiliensi. Dalam penelitian ini hanya digunakan tiga variabel yaitu jenis kelamin,
usia dan status anak. Di dalam kehidupan sehari-hari terdapat beragam perilaku
dan juga perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian
Sobana (2018) terbukti bahwa perempuan memiliki tingkat resiliensi yang tinggi
dibanding laki-laki. Usia memiliki perbedaan yang signifikan pada resiliensi.
Remaja yang umurnya lebih tua lebih resiliensi dibanding remaja yang umurnya
lebih muda (Tefera & Mulatie, 2014). Dengan begitu diharapkan semakin
bertambahnya usia kronnologis remaja semakin remaja memiliki ketangguhan
atau resilien yang baik.
37
Beradasarkan pemaparan di atas dari self-esteem, gratitude, dukungan sosial
dan faktor demografi (jenis kelamin, usia dan status anak). Dengan demikian
skema kerangka berpikir data diambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Pikiran Penelitian
Self-esteem
Gratitude
Dukungan Sosial
Significant Other
Family
Friends
Demografi
Jenis kelamin
Usia
Status anak
Resiliensi
38
2.7 Hipotesis Penelitian
2.7.1 Hipotesis Mayor
Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan self-esteem, gratitude, dukungan sosial
dan faktor demografi terhadap resiliensi remaja yayasan sosial di Jakarta Selatan.
2.7.2 Hipotesis Minor
Ha1 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel self-esteem terhadap
resiliensi remaja yayasan sosial di Jakarta Selatan.
Ha2 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel gratitude terhadap resiliensi
remaja yayasan sosial di Jakarta Selatan.
Ha3 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel dukungan sosial (family)
terhadap resiliensi remaja yayasan sosial di Jakarta Selatan.
Ha4 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel dukungan sosial (friends)
terhadap resiliensi remaja yayasan sosial di Jakarta Selatan.
Ha5 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel dukungan sosial (significant
other) terhadap resiliensi remaja di Jakarta Selatan.
Ha6 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel faktor demografi (jenis
kelamin) terhadap resiliensi remaja yayasan sosial di Jakarta Selatan.
Ha7 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel faktor demografi (usia)
terhadap resiliensi remaja yayasan sosial di Jakarta Selatan.
Ha8 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor demografi (status anak)
terhadap resiliensi remaja yayasan sosial di Jakarta Selatan.
39
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.1.1 Populasi
Populasi yang terpilih menjadi objek penelitian ini adalah remaja yang berada
pada yayasan sosial atau panti asuhan di daerah Jakarta Selatan.
3.1.2 Sampel
Jumlah sampel yang diambil dari populasi mencakup 246 orang remaja yatim dan
non-yatim berumur 11—21 tahun yang tinggal dalam panti asuhan atau yayasan di
daerah Jakarta Selatan. Perincian sampel disajikan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Sampel Penelitian
No Tempat Yayasan/Panti Asuhan Jumlah Anak Persentase
1 Panti Asuhan Annajah 28 11.4%
2 Graha Yatim Cinta Dhuafa 18 7.3%
3 Asrama Yatim & Dhuafa MAI 12 4.9%
4 Panti Asuhan Yos Sudarso 37 15.0%
5 Panti Asuhan Al Mubarokah 23 9.3%
6
7
Panti Asuhan Nurul Hasanah
Panti Asuhan Yayasan Kebagusan
27
12
11.0%
4.9%
8 Yayasan Cikal Mandiri 18 7.3%
9 Yayasan Yatim Piatu dan Fakir Miskin
Amanah
9 3.7%
10 Panti Asuhan Yakin 22 8.9%
11 Panti Asuhan Yayasan Kasih Mandiri Bersinar 40 16.3%
Total 246 100%
3.1.3 Teknik pengambilan sampel
Dalam penelitian ini, jenis sampel yang digunakan non-probability sampling
dimana setiap anggota tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel
penelitian. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, dimana
40
kriteria orang yang akan dijadikan sampel memenuhi kriteria peneliti, dalam hal
ini adalah remaja yang berumur 11—21 tahun yang berada di yayasan sosial
daerah Jakarta Selatan.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang bervariasi, atau juga bisa
disebut sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan
diteliti. Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu :
a. Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang digunakan
untuk memprediksi atau melihat pengaruh terhadap variabel terikat (dependent
variable). Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas sebagai berikut :
1. Self-esteem
2. Gratitude
3. Dukungan sosial yang terdiri dari :
a. Perceived social support family
b. Perceived social support friends
c. Perceived social support significant other
4. Faktor demografi yang terdiri dari :
a. Jenis kelamin
b. Usia
c. Status anak
41
b. Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang diprediksi atau
dipengaruhi oleh variabel bebas. Pada penelitian ini yang menjadi variabel
terikat (dependent variable) yaitu resiliensi.
3.2.1 Definisi operasional
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah self-esteem, gratitude,
dukungan sosial dan resiliensi. Beriku dibawah ini definisi operasional masing-ma
sing variabel:
a. Resiliensi adalah proses yang dinamis untuk menanggulangi dan beradaptasi
dari situasi yang sulit dan mengancam. Kesulitan dan situasi krisis ini
merupakan proses dinamis dalam pengembangan individu. Resiliensi dengan
perspektif faktor protective terdiri dari tiga dimensi yaitu Novelty Seeking,
Emotional Regulation, dan Positive Future Orientation (Nakaya, Oshio, &
Kaneko, 2006), masing-masing penjelasan sebagai berikut :
1. Novelty Seeking yaitu mengacu pada kemampuan untuk menunjukkan
minat dan perhatian beragam kejadian.
2. Emotional Regulation yaitu sifat yang menunjukkan ketenangan dan dapat
mengendalikan emosi.
3. Positive Future Orientation yaitu menyangkut pada pandangan individu
pada tujuan di masa yang akan datang.
b. Self-esteem adalah bagaimana sikap individu baik positif atau negatif terhadap
dirinya sendiri sebagai suatu totalitas dan satu rangkaian sikap pada diri nya
sendiri berdasarkan persepsi perasaan tentang keberhargaan dirinya atau
42
sebuah penilaian diri sebagai seseorang (Rosenberg, 1965). Dimensi self-
esteem menurut Rosenberg (dalam Flynn, 2001) mengungkapkan bahwa self-
esteem merupakan salah satu bagaian konsekuensi hasil perbandingan mereka
sendiri dengan orang lain (perbandingan sosial) dan perolehan evaluasi atau
penilaian diri, baik secara positif ataupun negatif. Self-esteem juga bagaimana
menilai keberhargaan diri sendiri terkait dengan menerima diri sendiri,
menghargai diri sendiri, dan mampu berkompetensi dengan orang lain.
c. Gratitude adalah kecenderungan umum untuk mengenali dan merespon
dengan rasa penuh syukur terhadap pengalaman dan hasil yang positif
diperoleh individu itu sendiri. Alat ukur ini mengukur empat dimensi dari
gratitude yaitu intensity, frequency, span dan density (McCullough, Emmons
& Tsang., 2002). Intensity merupakan individu yang bersyukur merasakan
perasaan atau peristiwa positif yang diperkirakan akan semakin meningkat
kebersyukurannya. Selanjutnya, frequency merupakan individu yang memiliki
kecenderungan bersyukur akan merasakan perasaan positif setiap harinya.
Span merupakan banyaknya peristiwa kehidupan yang telah terjadi pada
individu yang dapat mempengaruhi rasa syukur atas kesempatan yang
diberikan. Seperti kesehatan mereka. Dimensi terakhir ada density yaitu
individu yang megalami perasaan bersyukur terhadap sesuatu hal yang positif
kan mengacu kepada siapa seseorang merasa bersyukur pada hasil tertentu
(misalnya keluarga, orang tua, mentor).
d. Dukungan sosial menggunakan teori dari Zimet, et al., (1988) perceived social
support yaitu dukungan yang dirasakan seseorang yang diukur dengan
43
persepsi emosional, bentuk dukungan seperti peduli dengan perasan
seseorang, membantu membuat keputusan, dan dukungan yang benar-benar
diterimanya. Dukungan tersebut dapat didapatkan bersumber dari :
1. Dukungan keluarga yaitu bantuan yang diberikan oleh keluarga kepada
individu. Dukungan yang dimaksudkan seperti membantu dalam membuat
keputusan maupun kebutuhan secara emosional.
2. Dukungan teman yaitu bantuan yang diberikan oleh teman seperti
membantu dalam kegiatan sehari hari ataupun bantuan dalam bentuk
lainnya.
3. Significant others dalam hal ini adalah atasan yaitu bantuan yang diberikan
pada orang yang berarti yang memiliki nilai keartian bagi individu seperti
menjadikan individu merasa nyaman dan dihargai.
e. Faktor demografi dapat berdampak pada tingkat resiliensi anak remaja, yaitu:
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Status anak.
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
sebagai alat ukur, dimana skala tersebut merupakan skala adaptasi model Skala
Likert. Tahap pengumpulan data dimulai dari pemberian pertanyaan yang
disajikan kepada responden, lalu responden memberikan tanggapan dengan
pernyataan sangat setuju hingga sangat tidak setuju. Responden memberikan
44
tanggapan dengan memberikan tanda check list (√) pada salah satu alternatif
jawaban. Setiap item memiliki alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS),
Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Peneliti hanya
menggunakan empat alternatif jawaban sebagai tindakan pencegahan dari jawaban
netral (central tendency).
Pernyataan dibuat dengan kategori pernyataan positif (favorable) dan
pernyataan negatif (unfavorable). Dalam pernyataan favorable, skor tertinggi
diberikan pada jawaban sangat sesuai, lalu pada skor jawaban terendah pada
jawaban sangat tidak sesuai. Sebaliknya pada pernyataan unfavorable, skor
tertinggi diberikan pada jawaban sangat tidak sesuai, lalu pada skor terendah
jawaban sangat sesuai.
Tabel 3.2
Skor Skala Model Likert
Skala Favorable Unfavorable
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
3.3.2 Instrumen penelitian
Pada penelitian ini digunakan instrument pengambilan data berupa (1) skala
resiliensi, (2) skala dukungan sosial (3) skala self-esteem, dan (4) skala gratitude.
Skala yang digunakan adalah model Likert. Instrumen skala dibagi menjadi
empat, yaitu:
1) Skala Resiliensi
Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh
Oshio, Kaneko, Nagamine, & Nakaya (2002). Alat ukur ini terdiri dari dari 21
45
item, dan memiliki dimensi yaitu novelty seeking, emotional regulation, dan
positive future orientation. Peneliti menggunakan model Skala Likert dengan
empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),
dan Sangat Tidak Setuju (STS). Adapun blueprint skala resiliensi dapat dilihat
pada Tabel 3.3 dibawah ini :
Tabel 3.3
Blueprint skala resiliensi
Novelty Seeking Memiliki minat perhatian
dengan berbagai hal
Mencari sesuatu yang
baru
3, 4, 8, 9, 14, 17
7
Emotional
Regulation Dapat mengendalikan
emosi
Merasa tenang
2, 5*,6
*,10,12
*,13,
15*, 16
*,21
9
Positive Future
Orientation Berjuang untuk masa
depan
Memiliki tujuan yang
jelas
1, 7, 11, 18, 19 5
Total 21
Keterangan : tanda * = item unfavorable
Respon jawaban responden dari setiap item akan dijumlahkan untuk
mendapatkan skor keseluruhan dari resiliensi.
2) Skala Self-esteem
Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi skala self-esteem milik Rosenberg
(1965). Rosenberg Self-Esteem Scale ini terdiri dari 10 item terdiri 5 item
penyataan positif dan 5 item pernyataan negatif. Peneliti menggunakan model
Skala Likert dengan empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Blueprint skala self-
esteem dapat dilihat pada Tabel 3.4 dibawah ini:
Dimensi Indikator Item Jumlah
46
Tabel 3.4
Blueprint skala Self-Esteem
Keterangan : tanda * = item unfavorable
3) Skala Gratitude
Referensi skala gratitude diambil dari McCullough, Emmons & Tsang (2002).
Skala ini bersifat unidimensional, terdapat 6 pernyataan, yang mengukur
berdasarkan empat facet yaitu intensity, frequency, span, dan density. Peneliti
menggunakan model Skala Likert dengan empat alternatif jawaban, yaitu Sangat
Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Adapun blue print skala gratitude terdapat Tabel 3.5 di bawah ini:
Tabel 3.5
Blueprint skala Gratitude
Keterangan : tanda * = item unfavorable
4) Skala dukungan sosial
Peneliti menggunakan teori Dahlem, Zimet dan Walker (1991) yaitu
Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Adapun sumber dukungan
penelitian yaitu family, friends, dan significant others, skala ini terdiri dari 12
item. Peneliti menggunakan model Skala Likert dengan empat alternatif jawaban,
yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
Dimensi Indikator Jumlah
Item
Self-Esteem
Menerima diri sendiri 1, 2*,10 3
Menghargai diri sendiri 3, 5*, 6
*,7, 8
*,9
* 6
Mampu berkompetensi dengan orang lain 4 1
Total
10
Dimensi Indikator Item Jumlah
Gratitude
Individu dapat bersyukur dan merasan perasaan
positif dalam hidupnya 1 1
Individu yang selalu bersyukur 6*
1
Individu yang bersyukur atas banyaknya
peristiwa kehidupan yang telah terjadi 5 1
Individu yang mengacu kepada siapa dia
merasa bersyukur pada hasil tertentu
2, 3*, 4
3
Total 6
47
(STS). Berikut blue print skala dukungan sosial terdapat pada Tabel 3.6 dibawah
ini:
Tabel 3.6
Blueprint skala dukungan sosial
3.4 Uji Validitas Konstruk
Kemudian peneliti melakukan pengujian validitas konstruk terhadap instrumen
alat ukur yang digunakan. Pengujian validitas ini dilakukan supaya dapat
mengetahui apakah item pada setiap variabel valid dalam mengukur apa yang
hendak diukur. Pengujian validitas konstruk ini menggunakan teknik Confimatory
Factor Analysis (CFA) dengan bantuan software Lisrel 8.70. Berikut hasil dari
pengujian validitas tiap alat ukur tersebut di bawah ini.
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Resiliensi
Skala resiliensi dalam penelitian ini terdiri dari 21 item, yang diujikan kepada 246
subjek penelitian. Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan, dihasilkan nilai
Chi-Square = 128,77, df = 106, P-value = 0.06560, dan RMSEA = 0.030. Nilai
tersebut menunjukkan model fit.
Dimensi Indikator Item Jumlah
Family Perasaan nyaman bersama keluarga
Kebersamaan bersama keluarga
Memberikan bantuan dari keluarga
8, 3, 4, 11 4
Friends Perasaan nyaman bersama teman
Mendapat bantuan dari teman
Mendapat perhatian positif dari teman
6, 7, 9, 12 4
Significant
Other
Perasaan nyaman bersama orang yang
signifikan
Mendapat perhatian positif dari signifikan
other
Perasaan bernilai untuk orang yang signifikan
1, 2, 5, 10 4
Total 12
48
Selanjutnya, peneliti ingin melihat apakah item tersebut signifikan atau tidak
dalam mengukur apa yang hendak diukur sekaligus untuk menentukkan apakah
item tersebut dapat diikut sertakan dalam analisis regresi. Untuk itu perlu
dilakukan pengujian hipotesis nihil pada koefisien muatan faktor dari item.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran resiliensi dapat dilihat pada tabel
3.7.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Resiliensi
Item Koefisien Standar Error T-value Signifikan
1 0.74 0.06 12.50 √
2 0.38 0.07 5.76 √
3 0.44 0.06 7.44 √
4 0.50 0.06 8.28 √
5 0.23 0.06 3.77 √
6 -0.08 0.06 -1.33 X
7 0.73 0.06 12.72 √
8 0.65 0.06 10.38 √
9 0.49 0.06 8.19 √
10 0.48 0.06 7.56 √
11 0.62 0.06 10.11 √
12 0.06 0.06 1.01 X
13 0.48 0.06 7.56 √
14 -0.25 0.06 -4.03 X
15 0.27 0.06 4.29 √
16 0.23 0.06 3.52 √
17 0.80 0.06 12.41 √
18 0.63 0.06 10.99 √
19 0.59 0.06 9.17 √
20 0.54 0.06 9.08 √
21 0.35 0.07 5.18 √
Keterangan : tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.7 dapat diketahui bahwa delapan belas item sesuai dengan
sifat item. Artinya, delapan belas koefisien muatan faktor dari item sesuai dengan
sifat item. Dengan demikian, tiga item dalam variabel resiliensi tidak diikut
sertakan dalam analisis regresi.
49
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Self-Esteem
Skala self-esteem terdiri dari 10 item. Peneliti menguji apakah 10 item tersebut
bersifat unidimensional yang artinya benar hanya mengukur self-esteem.
Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan, dihasilkan nilai Chi-Square =
17.50, df = 21, P-value = 0.68056, dan RMSEA = 0.000. Nilai tersebut
menunjukkan model fit.
Selanjutnya, peneliti ingin melihat apakah item tersebut signifikan atau tidak
dalam mengukur apa yang hendak diukur sekaligus untuk menentukan apakah
item tersebut dapat diikutsertakan dalam analisis regresi. Maka perlu dilakukan
pengujian hipotesis nihil pada koefisien muatan faktor dari item. Koefisien
muatan faktor untuk item pengukuran self-esteem dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Self-Esteem
Item Koefisien Standar Error T-value Signifikan
1 0.49 0.07 7.48 √
2 -0.36 0.06 -5.71 X
3 0.68 0.09 7.80 √
4 0.42 0.07 6.49 √
5 -0.86 0.08 -10.26 X
6 -0.05 0.08 -0.62 X
7 -0.11 0.06 -1.74 X
8 -0.63 0.09 -7.23 X
9 0.46 0.07 7.05 √
10 -0.26 0.06 -4.19 X
Keterangan : tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 3.8 dapat diketahui bahwa enam item sesuai dengan sifat
item. Artinya, enam koefisien muatan faktor dari item sesuai dengan sifat item.
Dengan demikian, empat item dalam variabel sef-esteem tidak diikut sertakan
dalam analisis regresi.
50
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Gratitude
Skala gratitude terdiri dari 6 item. Peneliti menguji apakah 6 item tersebut bersifat
unidimensional yang artinya benar hanya mengukur gratitude. Berdasarkan hasil
analisis CFA yang dilakukan, dihasilkan nilai Chi-Square = 4.39, df = 6, P-value
= 0.62415, dan RMSEA = 0.000. Nilai tersebut menunjukkan model fit.
Selanjutnya, peneliti ingin melihat apakah item tersebut signifikan atau tidak
dalam mengukur apa yang hendak diukur sekaligus untuk menentukkan apakah
item tersebut dapat diikutsertakan dalam analisis regresi. Maka perlu dilakukan
pengujian hipotesis nihil pada koefisien muatan faktor dari item. Koefisien
muatan faktor untuk item pengukuran gratitude dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Gratitude
Item Koefisien Standar Error T-value Signifikan
1 0.89 0.08 11.09 √
2 0.37 0.06 5.86 √
3 0.26 0.06 4.19 √
4 0.64 0.07 9.37 √
5 0.92 0.08 11.66 √
6 0.37 0.06 5.79 √
Keterangan : tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 3.9 dapat diketahui bahwa enam item sesuai dengan sifat
item. Artinya, enam koefisien muatan faktor dari item sesuai dengan sifat item.
Dengan demikian, seluruh item dalam variabel gratitude diikut sertakan dalam
analisis regresi.
3.4.4 Uji Validitas Konstruk Dukungan Sosial
1. Perceived Social Support (Family)
Skala perceived social support (family) terdiri dari 4 item. Peneliti menguji
apakah 4 item tersebut bersifat unidimensional yang artinya benar hanya
51
mengukur perceived social support (family). Berdasarkan hasil analisis CFA yang
dilakukan, dihasilkan nilai Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, dan
RMSEA = 0.000. Nilai tersebut menunjukkan model fit.
Selanjutnya, peneliti ingin melihat apakah item tersebut signifikan atau tidak
dalam mengukur apa yang hendak diukur sekaligus untuk menentukkan apakah
item tersebut dapat diikut sertakan dalam analisis regresi. Maka perlu dilakukan
pengujian hipotesis nihil pada koefisien muatan faktor dari item. Koefisien
muatan faktor untuk item pengukuran perceived social support (family) dapat
dilihat pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Perceived Social Support (Family) Item Koefisien Standar Error T-value Signifikan
3 0.73 0.06 11.66 √
4 0.35 0.08 4.26 √
8 0.72 0.06 11.50 √
11 0.82 0.06 13.21 √
Keterangan : tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 3.10 dapat diketahui bahwa empat item sesuai dengan sifat
item. Artinya, empat koefisien muatan faktor dari item sesuai dengan sifat item.
Dengan demikian, seluruh item dalam variabel perceived social support (family)
diikutsertakan dalam analisis regresi.
2. Perceived Social Support (Friends)
Skala perceived social support (friends) terdiri dari 4 item. Peneliti menguji
apakah 4 item tersebut bersifat unidimensional yang artinya benar hanya
mengukur perceived social support (friends). Berdasarkan hasil analisis CFA
yang dilakukan, dihasilkan nilai Chi-Square = 0.97, df = 0, P-value = 0.32451,
dan RMSEA = 0.000. Nilai tersebut menunjukkan model fit.
52
Selanjutnya, peneliti ingin melihat apakah item tersebut signifikan atau tidak
dalam mengukur apa yang hendak diukur sekaligus untuk menentukkan apakah
item tersebut dapat diikut sertakan dalam analisis regresi. Maka perlu dilakukan
pengujian hipotesis nihil pada koefisien muatan faktor dari item. Koefisien
muatan faktor untuk item pengukuran perceived social support (friends) dapat
dilihat pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Perceived Social Support (Friends) Item Koefisien Standar Error T-value Signifikan
6 0.44 0.07 6.08 √
7 0.66 0.09 7.30 √
9 0.66 0.08 8.13 √
12 0.75 0.09 8.25 √
Keterangan : tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 3.11 dapat diketahui bahwa empat item sesuai dengan sifat
item. Artinya, empat koefisien muatan faktor dari item sesuai dengan sifat item.
Dengan demikian, seluruh item dalam variabel perceived social support (friends)
diikutsertakan dalam analisis regresi.
3. Perceived Social Support (Significant Other)
Skala perceived social support (significant other) terdiri dari 4 item. Peneliti
menguji apakah 4 item tersebut bersifat unidimensional yang artinya benar hanya
mengukur perceived social support (significant other). Berdasarkan hasil analisis
CFA yang dilakukan, dihasilkan nilai Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value =
1.00000, dan RMSEA = 0.000. Nilai tersebut menunjukkan model fit.
Selanjutnya, peneliti ingin melihat apakah item tersebut signifikan atau tidak
dalam mengukur apa yang hendak diukur sekaligus untuk menentukkan apakah
item tersebut dapat diikutsertakan dalam analisis regresi. Maka perlu dilakukan
53
pengujian hipotesis nihil pada koefisien muatan faktor dari item. Koefisien
muatan faktor untuk item pengukuran perceived social support (significant other)
dapat dilihat pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Perceived Social Support (Significant Other) Item Koefisien Standar Error T-value Signifikan
1 0.91 0.31 2.97 √
2 0.23 0.10 2.42 √
5 0.39 0.14 2.84 √
10 1.08 0.34 3.17 √
Keterangan : tanda √ = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 3.12 dapat diketahui bahwa empat item sesuai dengan sifat
item. Artinya, empat koefisien muatan faktor dari item sesuai dengan sifat item.
Dengan demikian, seluruh item dalam variabel perceived social support
(significant other) diikutsertakan dalam analisis regresi.
3.5 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahap yang dilaksanakan secara
berurutan, yaitu:
1. Rumusan masalah: Sebelum turun ke lapangan, peneliti merumuskan masalah
yang akan diteliti kemudian mengadakan studi pendahuluan untuk melakukan
observasi fenomena atau masalah-masalah yang terjadi dari sudut pandang
teoritis. Setelah mendapatkan teori-teori secara lengkap kemudian
menyipakan, membuat dan menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam
penelitian ini yaitu alat ukur resilience yang bernama Adollescent Resilience
Scale (ARS), alat ukur self-esteem yang bernama Rosenberg Self-Esteem Scale
(RSES), alat ukur gratitude yang bernama Gratitude Questionnaire-6 (GQ-6),
alat ukur dukungan sosial yang bernama Multidimensional Scale of Perceived
54
Social Support (MSPSS) dan membuat surat izin penelitian kepada pihak
fakultas psikologi.
2. Kunjungan langsung: peneliti datang ke beberapa tempat panti asuhan/
yayasan sosial yang berada di daerah Jakarta Selatan untuk pengambilan data.
Pengambilan data dilakukan pada 15 Januari 2019 hingga 24 Maret 2019.
3. Pengambilan dan pengolahan data: data-data yang diperoleh peneliti dari
kunjungan kemudian diproses dan diuji untuk mendapatkan jawaban dari
kumpulan data yang sesuai dengan tujuan penelitian.
3.6 Metode Analisis Data
Dalam pengujian hipotesis penelitian, peneliti berhipotesis bahwa dukungan
sosial, self-esteem, gratitude dan faktor demografi memiliki dampak terhadap
resiliensi secara empiris. Memahami kondisi tersebut, peneliti melakukan proses
perhitungan data yang didapat dengan teknik statistik yaitu Multiple Regression
Analysis (analisis regresi berganda). Teknik analisis regresi berganda ini
digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian yang ditulis di Bab II. Dengan
variabel bebas (independent variabel) yang pada penelitian ini adalah dukungan
sosial, self-esteem, gratitude dan faktor demografi dan variabel terikat (dependent
variabel) yaitu resiliensi. Maka persamaan regresinya dituliskan dalam bentuk:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8+ e
Simbol / notasi yang terdapat persamaan regresi adalah sebagai berikut:
Y = Resilience
a = konstan intersepsi
b = koefisien regresi
X1 = Self-Esteem
55
X2 = Gratitude
X3 = Dukungan sosial (family)
X4 = Dukungan sosial (friends)
X5 = Dukungan sosial (significant other)
X6 = Faktor demografi (usia)
X7= Faktor demografi (jenis kelamin)
X8= Faktor demografi (status anak)
e = Residu
Melalui penerapan regresi berganda ini diperoleh nilai R sebagai koefisien
korelasi berganda antara resiliensi dengan self-esteem, gratitude, dukungan sosial
dan faktor demografi. Besarnya kemungkinan resiliensi yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi
berganda atau R2. R
2 merupakan proporsi varians dari resiliensi yang dijelaskan
oleh self-esteem, gratitude, dukungan sosial dan faktor demografi. Persamaan
untuk mendapatkan nilai R2 adalah sebagai berikut:
R2 =
Uji R2 dilakukan untuk membuktikan apakah penambahan varians dari
independent variabel satu persatu signifikan atau tidak penambahannya.
Untuk membuktikan apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, maka
dapat diuji dengan menggunakan uji F, untuk membuktikan hal tersebut dengan
menggunakan rumus F, yaitu sebagai berikut:
F =
( )
Pembagian disini adalah R2 itu sendiri dengan df nya (yaitu k), ialah jumlah
independen variabel yang dianalisis, sedangkan penyebutnya (1-R2) dibagi
56
dengan N – k – 1 dimana N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan
nantinya, dapat dilihat apakah variabel-variabel independen yang diujikan
memiliki pengaruh terhadap dependen variabel.
Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel-variabel
independent signifikan terhadap dependent variabel, maka peneliti melakukan uji
t. Uji t yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:
t =
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar deviasi sampling dari
koefisien b. Selama uji t, peneliti akan menulis R2, signifikan atau tidaknya
dilakukan dengan menggunakan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya. Seluruh
perhitungan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS 20.
57
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subyek Penelitian
Total sampel dalam penelitian ini berjumlah 246 orang yang merupakan remaja
yang berada pada yayasan sosial atau panti asuhan di daerah Jakarta Selatan.
Gambaran umum subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia dapat dilihat
pada gambar berikut.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Responden
Responden Penelitian Jumlah Presentase
Jenis Kelamin
Laki-laki 110 44.7%
Perempuan
136 55.3%
Usia
11-16 tahun 169 68.7%
17-21 tahun 77 31.3%
Status Anak
Yatim 81 32.9%
Non-Yatim 165 67.1%
Tinggal Bersama
Panti Asuhan 171 69.5%
Keluarga 75 30.5%
Total 246 100%
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 246 responden, responden
perempuan adalah responden yang paling banyak. Dapat dilihat pada gambar 4.1,
bahwa dilihat dari jenis kelamin, terlihat jumlah responden perempuan lebih
mendominasi dengan jumlah 136 orang atau sekitar 55,3%, sedangkan pada
responden laki-laki 110 orang atau sekitar 44,7%. Responden peneliti terdiri dari
umur 11-16 tahun untuk remaja awal dengan jumlah 169 orang atau sekitar 68,7%
dan 17-21 tahun untuk remaja akhir dengan jumlah 77 orang atau sekitar 31,3%.
58
terendah untuk percaived social support family 20,76 dan skor tertinggi 61,94.
Skor terendah percaived social support friends 27,57 dan skor tertinggi 63,70.
Skor terendah percaived social support significant other 18,99 dan skor tertinggi
62,63.
4.2 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Berdasarkan pada alat ukur yang digunakan, kategorisasi skor dalam
penelitian ini dibuat menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Hal
ini diketahui dari informasi yang tertera pada alat ukur yang digunakan bahwa
kategorisasi skor menggunakan raw score dibagi menjadi tiga kategorisasi yaitu
rendah, sedang dan tinggi.
Selanjutnya peneliti menggunakan informasi tersebut sebagai acuan untuk
membuat norma, data kategorisasi dalam penelitian ini bukan menggunakan raw
score tetapi merupakan true score yang skalanya telah dipindah menggunakan
rumus t-score yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pedoman interpretasi
dijelaskan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Pedoman Kategorisasi Skor
Akan diuraian mengenai gambaran kategori skor variabel berdasarkan rendah, sedang
dan tinggi secara rinci tiap variabel. Berikut adalah tabel kategorisasi variabel penelitian
pada tabel 4.3.
Kategorisasi Rumus
Tinggi
Sedang
X ≥ M + 1 SD
M-1 SD < X < M + 1 SD
Rendah X ≤ M -1 SD
59
Tabel 4.3
Kategorisasi Variabel Penelitian
Variabel Frekuensi Persen
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Resiliensi 31 181 34 12.6 73.6 13.8
Self_Esteem 20 197 24 8.1 80.1 9.8
Gratitude 33 182 22 13.4 74.0 8.9
PSS_Family 33 177 36 13.4 72.0 14.6
PSS_Friends 20 188 38 8.1 76.4 15.4
PSS_Sig_Other 22 182 42 8.9 74.0 17.1
Berdasarkan data pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa skor variabel resiliiensi
sebanyak 31 orang (12,6 %) pada kategori rendah. Kemudian 181 orang (73,6%)
pada kategori sedang. Sementara itu 34 orang (13,8%) pada kategori tinggi.
Selanjutnya pada variabel self-esteem sebanyak 20 orang (8,1%) berada pada
kategori rendah dan 197 orang (80,1%) berada pada kategori sedang. Sementara
itu 24 orang (9,8%) berada pada kategori tinggi.
Selanjutnya pada variabel gratitude sebanyak 33 orang (13,4%) berada pada
kategori rendah dan 182 orang (74,0%) berada pada kategori sedang. Sementara
itu 22 orang (8,9%) pada kategori tinggi.
Selanjutnya, variabel percaived social support family terhadap resiliensi
sebanyak 33 orang (13.4%) berada pada kategori rendah, kemudian 177 orang
(72.0%) pada kategori sedang. Sementara itu 36 orang (14.6%) pada kategori
tinggi.
Selanjutnya variabel percaived social support friends sebanyak 20 orang
(8,1%) berada pada kategori rendah dan 188 orang (76,4%) berada pada kategori
sedang. Sementara itu 38 orang (15.4%) berada pada kategori tinggi.
60
Lalu pada variabel perceived social significant other sebanyak 22 orang
(8,9%) berada pada kategorisasi rendah dan 182 orang (74,0%) berada pada
kategori sedang. Sementara itu 42 orang (17,1%) berada pada kategori tinggi.
4.3 Uji Hipotesis Penelitian
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, penulis menggunakan teknik analisis regresi
dengan IBM software SPSS 20 seperti yang sudah dijelaskan pada bab 3. Dalam
regresi ada tiga hal yang dilihat, yang pertama melihat R square (R2) untuk
mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh
independent variable, yang kedua apakah keseluruhan independent variable
berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable, kemudian terkahir
melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing independent
variable. Hal pertama yang dilihat dalam pengujian hipotesis yaitu penulis
melihat besaran R2
untuk mengetahui berapa persen varians dependent variable
yang dapat dijelaskan oleh independent variable. Tabel 4.4 yang menunjukkan R2
adalah tabel berikut :
Tabel 4.4
Model Summary Analisis Regresi
Dependent Variable R R2 Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Resiliensi .684 .468 .450 6.79874 a. Predictors: (constant), Status_Anak, PSS_Family, Jenis_Kelamin, Usia, Self_Esteem, PSS_Sig_Other,
Gratitude, PSS_Friends
Berdasarkan pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa perolehan R2
sebesar 0,468
atau 46,8% Artinya proposi varians dari resiliensi yang dijelaskan oleh self-
esteem, gratitude, perceived social support (family, friends dan significant other),
jenis kelamin, usia dan status anak sebagai independent variable adalah sebesar
61
46,8% sedangkan 53,2% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian
ini.
Selanjutnya, penulis melakukan uji F untuk menganalisis pengaruh dari self-
esteem, gratitude, perceived social support (family, friends dan significant other),
jenis kelamin, usia dan status anak terhadap resiliensi. Adapun hasil uji F dapat
dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
Tabel Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV
Model Sum Of Squares Df Mean Square F Sig.
1. Regression 9631.288 8 1203.911 26.046 .000b
Residual 10954.823 237 46.223
Total 20586.111 245 a. Dependent Variable : Resiliensi
b. Predictors: (Constant), Status_Anak, PSS_Family, Jenis_Kelamin, Usia, Self_Esteem, PSS_Sig_Other,
Gratitude, PSS_Friends
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa nilai p (sig) pada kolom paling
kanan adalah sebesar 0,000, nilai p < 0,05. Hal tersebut artinya adalah terdapat
pengaruh yang signifikan dari self-esteem, gratitude, perceived social support
(family, friends dan significant other), jenis kelamin, usia dan status anak terhadap
resiliensi.
Langkah selanjutnya adalah melihat koefisien regresi dari masing-masing IV.
Jika sig <0,05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti Independent
Variable tersebut memiliki pengaruh yang signifkan terhadap resiliensi. Besarnya
koefisien regresi dari masing-masing independent variabel terhadap resiliensi
dapat dilihat pada tabel 4.6.
62
Tabel 4.6
Tabel Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T
Sig B Std.Error Beta
1. (Constant) 3.471 4.780 .726 .469
Self_Esteem .290 .066 .239 4.365 .000*
Gratitude .279 .069 .253 4.049 .000*
PSS_Family .213 .060 .200 .3564 .000*
PSS_Friends .121 .074 .104 1.624 .106
PSS_Sig_Other .184 .069 .162 2.654 .008*
Jenis_Kelamin -1.799 .914 -.098 -1.969 .050*
Usia -.348 .186 -.093 -1.874 .062
Status_Anak .227 .950 .012 .239 .811 a. Dependent Variable : Resiliensi
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.6 sebagai berikut (*signifikan):
resiliensi = 3,471 + 0,290 (self-esteem)* + 0,279 (gratitude)* + 0,213 (perceived
social support family)* + 0,121 perceived social support friends + 0,184
perceived social support significant other -1,799 jenis kelamin - 0,348 usia +
0,227 status anak dari persamaan regresi yang telah dipaparkan, dapat dijelaskan
dari 8 independent variabel terdapat tiga yang signifikan, yaitu self-esteem dan
gratitude, perceived social support family.
Adapun penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh masing-masing
independent variabel adalah sebagai berikut :
1. Variabel Self-Esteem
Diperolah nilai koefisien regresi sebesar 0,290 dengan signifikansi 0,000
(p<0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel self-esteem
berpengaruh secara signifikan terhadap resiliensi. Dengan arah yang positif
menunjukkan bahwa semakin tinggi self-esteem maka semakin tinggi resiliensi.
63
2. Variabel Gratitude
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,279 dengan signifikansi 0,000
(p<0,05). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa variabel gratitude memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi. Dengan arah yang positif
menunjukkan bahwa semakin tinggi gratitude maka semakin tinggi resiliensi.
3. Variabel Perceived Social Support Family
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,213 dengan signifikansi 0,000
(p<0.05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel perceived social
support family berpengaruh secara signifikan terhadap resiliensi. Dengan arah
yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi perceived social support family
maka semakin tinggi resiliensi.
4. Variabel Perceived Social Support Friends
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,121 dengan signifikansi 0,106 (p>
0,05). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa variabel perceived social support
friends tidak berpengaruh secara signifikan terhadap resiliensi.
5. Variabel Perceived Social Support Significant Other
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,184 dengan signifikansi 0,008
(p<0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel perceived social
support significant other berpengaruh secara signifikan terhadap resiliensi.
Dengan arah yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi support significant
other maka semakin tinggi resiliensi.
64
6. Variabel Jenis Kelamin
Diperolah nilai koefisien regresi sebesar -1,799 dengan signifikansi 0,050
(p<0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin memiliki
pengaruh secara signifikan terhadap resiliensi. Dapat diartikan bahwa laki-laki
lebih resiliensi disbanding perempuan.
7. Variabel Usia
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,348 dengan signifikansi 0,062
(p>0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel usia tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap resiliensi.
8. Variabel Status Anak
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,227 dengan signifikansi 0,811
(p>0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel status anak tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap resiliensi.
4.4.1 Proporsi varians independen variabel
Peneliti ingin mengetahui seberapa besar sumbangan varians dari masing-masing
independen variabel terhadap resiliensi. Berikut ini akan disajikan tabel dimana
dalam tabel tersebut terdiri atas beberapa kolom. Kolom pertama (model)
adalah variabel independen yang dianalisis satu persatu, kolom ketiga (R square)
merupakan penambahan varians variabel dependen dari tiap variabel independen
yang dimasukkan satu persatu, kolom ketujuh (F change) adalah F hitung bagi
variabel independen yang bersangkutan, kolom df adalah derajat bebas bagi
variabel independen yang bersangkutan yang terdiri atas numerator dan
65
denumerator, kolom terakhir adalah kolom signifikansi (Sig. F change). Besarnya
proporsi varians resiliensi dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7
Proporsi Varians Sumbangan Masing-masing IV terhadap DV Model R
Square
R
Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig F
Change
Self_Esteem .234 .236 75.255 1 241 .000*
Gratitude .452 .033 14.324 1 240 .000*
PSS_Family .346 .110 40.971 1 244 .000*
PSS_Friends .387 .041 16.378 1 243 .000*
PSS_Sig_Other .419 .032 13.093 1 242 .000*
Jenis_Kelamin .460 .008 3.586 1 239 .059
Usia .468 .008 3.528 1 238 .062
Status_Anak .468 .000 .057 1 237 .811
Berdasarkan data pada tabel 4.7 dapat diketahui bahwa :
1. Variabel self-esteem memberikan sumbangan sebesar 23,6% terhadap
resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan dengan nilai P=0,000 (<0,05).
2. Variabel gratitude memberikan sumbangan sebesar 3,3% terhadap resiliensi.
Sumbangan tersebut signifikan dengan nilai P=0,000 (<0,05).
3. Variabel perceived social support family memberikan sumbangan sebesar
11,0% terhadap resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan dengan nilai P=
0,000 (<0,05).
4. Variabel perceived social support friends memberikan sumbangan sebesar
4,1% terhadap resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan dengan nilai P=0,000
(<0,05).
5. Variabel perceived social support significant other memberikan sumbangan
sebesar 3,2% terhadap resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan dengan nilai
P=0,000 (<0,05).
66
6. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0,8% terhadap
resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan nilai P= 0,059 (>0,05).
7. Variabel usia memberikan sumbangan sebesar 0,8% terhadap resiliensi.
Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan nilai P=0,062 (>0, 05).
8. Variabel status anak memberikan sumbangan sebesar 0% terhadap resiliensi.
Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan nilai P= 0,811 (>0,05).
Berdasarkan tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa terdapat lima independent
variabel yaitu dari self-esteem, gratitude, perceived social support family, friends
dan significant other yang signifikan sumbangannya terhadap resiliensi.
Sumbangan terbesar diberikan oleh variabel self-esteem 23,6%, gratitude 3,3%,
perceived social support family 11,0%, perceived social support friends 4,1% dan
perceived social support significant other 3,2%.
68
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah: ‘’ada pengaruh yang signifikan dari variabel self-
esteem, gratitude, dukungan sosial dan faktor demografi terhadap resiliensi’’.
Kemudian, hasil uji hipotesis yang menguji signifikan koefisien regresi terhadap
variabel dependen diperoleh lima variabel yang berpengaruh secara signifikan
terhadap resiliensi yaitu self-esteem, gratitude, perceived social support family,
perceived social support significant other, dan faktor demografi (jenis kelamin).
5.2 Diskusi
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel self-esteem yang terbukti
memiliki pengaruh secara signifikan terhadap resiliensi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Karatas & Cakar (2011); Yasin & Iqbal (2013)
bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara self-esteem dan resiliensi.
Temuan ini dapat diartikan bahwa ketika self-esteem individu meningkat, maka
kepercayaan dirinya pun meningkat dan ketika self-esteem individu meningkat,
maka resiliensi individu juga meningkat (Karatas & Cakar, 2011). Salami (2010)
meneliti efek moderasi hubungan antara self-esteem, paparan kekerasan dan
PTSD, disebabkan karena individu yang memiliki self-esteem yang tinggi. Hal ini
dapat dikarenakan dengan memiliki self-esteem maka individu memiliki
pandangan yang positif, percaya diri dan melihat situasi sulit sebagai sisi yang
69
ringan. Self-esteem juga membantu individu untuk dapat mengembangkan emosi
positif yang dapat menurunkan stress, sehingga inidvidu dapat resilient bertahan
pada situasi yang sulit.
Variabel gratitude juga terbukti memiliki pengaruh secara signifikan terhadap
resiliensi. Sesuai dengan penelitian sebelumnya Hwei (2017) bahwa gratitude
memiliki pengaruh yang signifikan pada resiliensi. Hal ini disebabkan karena
ketika individu bersyukur menghasilkan persepsi yang lebih positif terhadap
kehidupan, lebih mungkin individu meningkatkan kemauan mereka untuk
menghadapi masalah dengan menggunakan kognitif, tindakan dan perilaku yang
aktif. Ini menunjukkan gratitude berfungsi sebagai faktor pelindung individu
untuk memperkuat resiliensi individu dalam menangani stres dalam kehidupan.
Selain itu, variabel perceived social support (family) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap resiliensi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
perceived social support (family) seseorang maka tinggi pula daya resiliensi. Hal
ini sejalan dengan penelitian Tusaie, Puskar & Sereika., (2007) yang menyatakan
bahwa dukungan keluarga memiliki efek langsung pada resiliensi. Pada penelitian
ini mungkin dikarnakan remaja yayasan sosial masih memiliki kesempatan untuk
mengunjungi orang tua mereka, yang berarti keterikatan mereka kepada orang tua
masih dapat dipertahankan.
Kemudian, ditemukan juga bahwa variabel perceived social support (significant
other) berpengaruh secara signifikan terhadap resiliensi. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat perceived social support (significant other)
seseorang maka tinggi pula daya resiliensi. Berbeda dengan hasil penelitian
70
sebelumnya Narayanan, Onn dan Cheang (2016) tidak ada pengaruh perceived
social support (significant other) yang signifikan pada resiliensi. Namun pada
penelitian Veronica (2007) bahwa ada pengaruh yang signifikan perceived social
support (significant other) dengan resiliensi. Temuan ini mendukung pentingnya
dukungan sosial orang yang berarti, pada ikatan hubungan yang dekat mendorong
individu pada rasa percaya, otonomi, inisiatif, dan pentingnya individu setidaknya
memiliki satu orang yang peduli (Benard, 1995 dalam Veronica, 2007). Hal ini
dapat terjadi disebabkan pada tahapan masa remaja untuk intimacy pada teori
psikososial Erik Erickson, dimana masa individu ingin membangun hubungan
secara lebih dekat dengan orang lain yang dianggap dapat memberikan
kenyamanan untuk mereka.
Lalu berdasarkan uji hipotesis ditemukan bahwa variabel perceived social
support (friends) tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap resiliensi.
Hal ini sesuai dengan penelitian Veronica (2007) bahwa dukungan teman tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi. Temuan ini menarik untuk
di eksplor lebih lanjut dukungan teman tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap resiliensi. Bertolak belakang dengan hasil penelitian (Stumblingbear-
Riddle, & Romans, 2012; Narayanan, Onn, & Cheang, 2016) dukungan sosial dari
teman memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap resiliensi. Tampaknya remaja
yayasan sosial cenderung terbuka dan mencari dukungan pada keluarga dan juga
orang yang berarti. Remaja yayasan sosial cenderung menganggap keluarga dan
orang yang berarti lebih mampu memberikan pemahaman dan dukungan yang
mereka cari.
71
Pada variabel faktor demografi yaitu jenis kelamin, memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap resiliensi, laki-laki lebih resiliensi dibanding perempuan. Hal
ini sesuai dengan penelitian Baltaci & Karatas (2015) dan Prabhu & Shekhar
(2019) telah menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara resiliensi
terhadap jenis kelamin, ketika diamati laki-laki lebih resiliensi dibanding
perempuan. Hal ini dapat terjadi mungkin dikarenakan perbedaan karakteristik
perilaku antara laki-laki dan perempuan. Saat bertemu kesulitan atau tekanan,
perempuan memiliki kecenderungan untuk mencari banyak dukungan dengan
orang-orang terdekatnya dibanding fokus memecahkan masalah, sedangkan laki-
laki cenderung lebih fokus secara positif memecahkan masalah langsung (Hampel
& Peterman, 2005). Artinya bahwa perempuan cenderung kurang efektif dalam
mengatasi kesulitan atau tekanan dan dapat menyebabkan masalah lebih lanjut,
sebaliknya pada laki-laki sikap langsung lebih efektif dalam mengatasi kesulitan.
Begitu pada variabel usia, usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap resiliensi. Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian Chukwuorji dan
Ajaero (2014) ada hubungan yang signifikan dan perbedaan resiliensi pada
responden karena usia. Demikian juga penelitian (Sun & Stewart, 2007) bahwa
usia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap resiliensi. Akan tetapi penelitian
ini sejalan dengan penelitian Kukihara., dkk (2014). bahwa tidak ada pengaruh
usia terhadap resiliensi. Ini mungkin dapat terjadi dikarenakan faktor dari diri
remaja dari yang muda sampai dengan yang tua sama-sama memiliki daya
resiliensi yang baik.
72
Variabel status anak tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
resiliensi. Untuk status anak dikategorikan menjadi dua yaitu yatim dan non-
yatim. Sejalan dengan penelitian sebelumnya tidak ada pengaruh secara signifikan
status anak antara yatim dan non-yatim terhadap resiliensi (Govender, et al. 2014).
Berbeda dengan hasil penelitian (Katyal, 2015) ada perbedaan yang signifikan
resiliensi pada anak yatim dan non-yatim. Dalam penelitian ini bisa saja
disebabkan baik remaja yatim dan non-yatim sudah memiliki tingkat resiliensi
yang baik. Maka tidak ada perbedaan tingkat daya resiliensi antara remaja yatim
dan non-yatim.
5.3 Saran
Pada penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyadari bahwa masih terdapat
keterbatasan selama proses penelitian, maka perlu penelitian lebih lanjut. Oleh
karena itu, peneiti memberikan saran yaitu berupa saran teoritis dan saran praktis.
Saran teoritis diperuntukan bagi peneliti yang tertarik melakuan penelitian terkait
dengan topik penelitian ini, sedangkan saran praktis diperuntukan bagi pihak
terkait dari topik penelitian ini.
5.3.1 Saran teoritis
1. Bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti resiliensi remaja agar penelitian
mengenai resiliensi selanjutnya dapat menambah variabel–variabel di luar
penelitian ini yang memiliki pengaruh terhadap resiliensi remaja yayasan
sosial. Misalnya, self-efficacy, religiusitas, coping strategy, iklim panti
asuhan, self concept dan lain sebagainya.
73
2. Untuk penelitian selanjutnya harus lebih mengidentikasi kondisi di lapangan
dukungan sosial yang tersedia pada situasi remaja yayasan sosial.
3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan melakukan wawancara singkat,
setelah responden menyelesaikan kuisionernya. Hal ini bertujuan agar
memperkuat data yang diperoleh.
5.3.2 Saran praktis
1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa self-esteem memiliki pengaruh terhadap
resiliensi. Maka untuk pihak yayasan sosial dan orang tua agar melatih remaja
untuk berpikir positif terhadap dirinya sendiri, menerima kesalahan atau
penolakan, jika gagal melihat sebagai kesempatan untuk lebih baik,
memberikan apresiasi atau penghargaan atas keberhasilan atau hal positif yang
telah dilakukan agar remaja merasa bangga. Selain itu, pihak panti asuhan
ataupun yayasan sosial dan orang tua perlu memberikan fasilitas kepada anak
pada kegiataan yang sifatnya untuk meningkankan self-esteem seperti belajar
tari daerah, karate, dan lain-lain.
2. Pihak yayasan sosial dan orang tua perlu mengajarkan remaja untuk bersyukur
pada keadaan, agar selalu merasa positif walaupun sedang dalam masa sulit.
Untuk meningkatkan gratitude pihak yayasan sosial dan orang tua perlu
mengajarkan selalu mensyukuri nikmat yang ada dan melakukan aktivitas
beribadah bersama-sama.
3. Untuk meningkatkan dukungan sosial (family, friends, significant others)
perlu dilakukan sosialisasi atau seminar mengenai pentingnya dukungan sosial
seperti dukungan pihak yayasan sosial, teman sebaya ataupun dari keluarga.
74
Agar pihak yayasan sosial, teman sebaya ataupun keluarga memiliki
kesadaran pentingnya dukungan sosial untuk dapat menciptakan resiliensi atau
dapat bertahan pada situasi sulit, dan juga menciptakan lingkungan sosial yang
lebih kooperatif.
75
DAFTAR PUSTAKA
Allen, R. S., Dorman, H. R., Henkin, H., Carden, K. D., & Potts, D. (2018).
Definition of Resilience. In Resilience in Aging (pp. 1-15). Springer,
Cham.
Asad, M. K., Kamran R. & Ashraf S. (2017). Resilience, perceived social support
and locus of control in mother of children with autism vs those having
normal children. Pakistan Journal of Professional Psychology: Research
and Practice 8(1), 1-13
Baumeister, R. (2005). Rethinking self-esteem. Stanford Social Inovation review
3(4), 34-41
Branden, N. (1992). The power of self esteem. Florida. Health
Communication.inc. vi-97
Brooks, R. B. (2005). The power of parenting. In Handbook of resilience in
children (pp. 297-314). Springer, Boston, MA.
Bruwer, B., Emsley, R., Kidd, M., Lochner, C., & Seedat, S. (2008).
Psychometric properties of the Multidimensional Scale of Perceived Social
Support in youth. Comprehensive Psychiatry, 49(2), 195-201.
Campbell-Sills, L., Cohan, S. L., & Stein, M. B. (2006). Relationship of resilience
to personality, coping, and psychiatric symptoms in young adults.
Behaviour Research and Therapy, 44(4), 585-599
Cazan, A. M., & Dumitrescu, S. A. (2016). Exploring the relationship between
adolescent resilience, self-perception and locus of control. Romanian
Journal of Experimental Applied Psychology, 7(1), 283-286.
Cohen, S. (2004). Social relationships and health. American psychologist, 59(8),
676-684.
Conner, Daryl R. (1992). Managing at the speed of change: how resilient
managers succeed and prosper where others fail. Random House: Toronto
Connor, K. M., & Davidson, J. R. (2003). Development of a new resilience scale:
The Connor‐Davidson resilience scale (CD‐RISC). Depression and
anxiety, 18(2), 76-82.
Chukwuorji, J. C., & Ajaero, C. K. (2014). Resilience in Igbo rural community
adolescents and young adults. Journal of Social Sciences, 10(3), 86-96.
Chung, H. F. (2008). Resiliency and character strengths among college students.
A dissertation the Faculty of the Departement of Educational Psychology.
The Unversity of Arizona, 1-182.
76
Cutrona, C. E., & Russell, D. W. (1987). The provisions of social relationships
and adaptation to stress. Advances in Personal Relationships, 1(1), 37-67.
Dumont, M., & Provost, M. A. (1999). Resilience in adolescents: Protective role
of social support, coping strategies, self-esteem, and social activities on
experience of stress and depression. Journal of Youth and Adolescence,
28(3), 343-363.
Emmons, R. A., & Crumpler, C. A. (2000). Gratitude as a human strength:
Appraising the evidence. Journal of Social and Clinical Psychology,
19(1), 56-69.
Flynn, H. K. (2003). Self esteem theory and measurement: A critical review.
thirdspace: a Journal of Feminist Theory & Culture, 3(1), 1-25.
Friborg, O., Hjemdal, O., Martinussen, M., & Rosenvinge, J.H. (2009). Empirical
support for resilience as more than the counterpart and absence of
vulnerability and symptoms of mental disorder. Journal of Individual
Differences, 30 (3), 138-151.
Gomez, M., Vincent, A., & Toussaint, L. L. (2013). Correlates of resilience in
adolescents and adults. International Journal of Clinical Psychiatry and
Mental Health, 1(1), 18-24.
Gordon, K. A. (1994). Resilient students beliefs about their schooling
environment: a possible role in developing goals and motivation. Paper
presented at the annual meeting of the American Educational Research
Association, New Orleans, LA.
Govender, K., Reardon, C., Quinlan, T., & George, G. (2014). Children’s
psychosocial wellbeing in the context of HIV/AIDS and poverty: a
comparative investigation of orphaned and non-orphaned children living in
South Africa. BMC Public Health, 14(1), 615.
Grotberg, E. H. (1999). Tapping your inner strength: how to find the resilience to
deal with anything. Canada : New Harbinger Publication, Inc.
Gupta, N., & Kumar, S. (2015). Significant predictors for resilience among a
sample of undergraduate students: Acceptance, forgiveness and gratitude.
Indian Journal of Health & Wellbeing, 6(2), 188-191.
Hampel, P., & Petermann, F. (2005). Age and gender effects on coping in children
and adolescents. Journal of Youth and Adolescence, 34(2), 73-83.
Heatherton, T. F., & Polivy, J. (1991). Development and validation of a scale for
measuring state self-esteem. Journal of Personality and Social psychology,
60(6), 895.
77
Heatherton, T. F., Wyland, C. L., & Lopez, S. J. (2003). Assessing self-esteem.
Positive psychological assessment: A handbook of models and measures,
Washington, DC: American Psychological Association
Hills, P. R., Francis, L. J., & Jennings, P. (2011). The school short-form
Coopersmith self-esteem inventory: Revised and improved. Canadian
Journal of School Psychology, 26(1), 62-71.
Hjemdal, O., Friborg, O., Braun, S., Kempenaers, C., Linkowski, P., & Fossion,
P. (2011). The Resilience Scale for Adults: Construct validity and
measurement in a Belgian sample. International Journal of Testing, 11(1),
53-70.
Holaday, M., & McPhearson, R. W. (1997). Resilience and severe burns. Journal
of Counseling & Development, 75(5), 346-356.
Horton, T. V., & Wallander, J. L. (2001). Hope and social support as resilience
factors against psychological distress of mothers who care for children
with chronic physical conditions. Rehabilitation Psychology, 46(4), 382-
399.
Hwei, L. K. (2017). Acceptance, forgiveness, and gratitude: Predictors of
resilience among university students. MOJC: Malaysia Online Journal of
Counseling, 1(1), 1-23.
Jacoby, M. (2002). Shame and the Origins of Self-Esteem: A Jungian Approach.
London & New York: Taylor & Francis e-Library.
Karatas, Z., & Cakar, F. S. (2011). Self-Esteem and Hopelessness, and Resiliency:
An Exploratory Study of Adolescents in Turkey. International Education
Studies, 4(4), 84-91.
Katyal, S. (2015). A study of resilience in orphan and non-orphan children.
International Journal of Multidisciplinary Research and Development,
2(7), 323-327.
Kaya, N. G. (2007). The role of self-esteem, hope, and external factors in
predicting resilience among regional boarding elementary school students.
Unpublished master thesis, Middle East Technical University, Ankara.
Kukihara, H., Yamawaki, N., Uchiyama, K., Arai, S., & Horikawa, E. (2014).
Trauma, depression, and resilience of earthquake/tsunami/nuclear disaster
survivors of Hirono, Fukushima, Japan. Psychiatry and Clinical
Neurosciences, 68(7), 524-533.
LaFromboise, T. D., Hoyt, D. R., Oliver, L., & Whitbeck, L. B. (2006). Family,
community, and school influences on resilience among American Indian
adolescents in the upper Midwest. Journal of community psychology,
34(2), 193-209
78
Lambert, N. M., & Fincham, F. D. (2011). Expressing gratitude to a partner leads
to more relationship maintenance behavior. Emotion 11(1), 56-60. doi:
10.1037/a0021557
Lerner, R. M., & Steinberg, L. (2004). The scientific study of adolescent
development. Handbook of Adolescent Psychology (2nd
ed., pp. 1-12).
Hoboken: Wiley
Lin, N., Ensel, W. M., Simeone, R. S., & Kuo, W. (1979). Social support,
stressful life events, and illness: A model and an empirical test. Journal of
Health and Social Behavior, 20(2), 108-119.
Lock, R. H., & Janas, M. (2002). Build resiliency. Intervention in School and
Clinic, 38(2), 117-121.
Mache, S., Vitzthum, K., Wanke, E., David, A., Klapp, B. F., & Danzer, G.
(2014). Exploring the impact of resilience, self-efficacy, optimism and
organizational resources on work engagement. Work, 47(4), 491-500.
Matsumoto, D. (2009). The Cambridge dictionary of psychology. UK: Cambridge
University Press.
Mary, E. M., & Patra, S. (2015). Relationship between forgiveness, gratitude and
resilience among the adolescents. Indian Journal of Positive Psychology,
6(1), 63
McCullough, M. E., Emmons, R. A., & Tsang, Jo-Ann. (2002). The grateful
disposition: a conceptual and empirical topography. Journal of Personality
and Social Psychology, 82, 112-127
Mclaughlin, D. (2013). Resilience and its relationship to religious problem
solving and coping. Department of Psychology DBS School of Arts.
Mo, P. K. H., Lau, J. T. F., Yu, X., & Gu, J. (2014). The role of social support on
resilience, posttraumatic growth, hopelessness, and depression among
children of HIV-infected parents in mainland China. Aids Care, 26(12),
1526-1533.
Monks, F.J., Knoers, A.M. P. & Haditono, S.R. 2002. Psikologi Perkembangan
Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Nakaya, M., Oshio, A., & Kaneko, H. (2006). Correlations for adolescent
resilience scale with big five personality traits. Psychological Report, 98,
927-930.
79
Narayanan, S. S., Onn, W., & Cheang, A. (2016). The Influence of Perceived
Social Support and Self-Efficacy on Resilience Among First Year
Malaysian Students. Kajian Malaysia: Journal of Malaysian Studies,
34(2), 1-23.
Olsson, C. A., Bond, L., Burns, J. M., Vella-Brodrick, D. A., & Sawyer, S. M.
(2003). Adolescent resilience: A concept analysis. Journal of adolescence,
26(1), 1-11.
Orozco, V. (2007). Ethnic identity, perceived social support, coping strategies,
university environment, cultural congruity, and resilience of Lanina/o
college students (Doctoral dissertation, The Ohio State University).
Oshio, A., Kaneko, H., Nagamine, S., & Nakaya, M. (2003). Construct validity of
the adolescent resilience scale. Psychological reports, 93(3_suppl), 1217-
1222.
Prabhu, S. G., & Shekhar, R. (2017). Resilience and perceived social support
among school-going adolescents in Mangaluru. Indian Journal of Social
Psychiatry, 33(4), 359-364.
Raza, S., Adil, A., & Ghayas, S. (2008). Impact of parental death on adolescents’
psychosocial functioning. Journal of Psychosocial Research, 3(1), 1-11.
Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Resilience Factors: 7 Essential skills for
overcoming life‟s inevitable obstacles. New York : Random House, Inc
Rosenberg, M. (1965). Rosenberg self-esteem scale (SES). Society and the
adolescent self-image. Princeton University Press.
Roy, A., Sarchiapone, M., & Carli, V. (2007). Low resilience in suicide
attempters. Archives of Suicide Research, 11(3), 265-269.
Ryan, L., & Caltabiano, M. L. (2009). Development of a new resilience scale: the
resilience in midlife scale (RIM scale). Asian Social Science. 5(11), 39-51
Sahin-Baltaci, H., & Karatas, Z. (2015). Perceived social support, depression and
life satisfaction as the predictor of the resilience of secondary school
students: The case of Burdur. Eurasian Journal of Educational Research,
60, 111-130 10.14689/ejer.2015.60.7
Salami, S. O. (2010). Moderating effects of resilience, self-esteem and social
support on adolescents' reactions to violence. Asian Social Science, 6(12),
101.
Santrock, W. J., (2011) Educational Psychology 5th Edition. New York:
McGraw-Hill.
80
Sapouna, M., & Wolke, D. (2013). Resilience to bullying victimization: The role
of individual, family and peer characteristics. Child Abuse & Neglect,
37(11), 997-1006.
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011). Health Psychology: Biopsychosocial
interactions. Hoboken: Jhon Willey & Sons
Sewasew, D., Braun-Lewensohn, O., & Kassa, E. (2017). The contribution of
guardian care and peer support for psychological resilience among
orphaned adolescents in Ethiopia. Contemporary Social Science, 12(3-4),
175-188.
Sherbourne, C. D., & Stewart, A. L. (1991). The MOS social support survey.
Social science & medicine, 32(6), 705-714.
Shumba, A. (2010). Resilience in children of poverty. Journal of Psychology in
Africa, 20(2), 211-213.
Siebert, A. (2005). The resiliency advantage: Master change, thrive under
pressure, and bounce back from setbacks. Berrett-Koehler Publishers.
Sobana, R. M. (2018). Comparison of resilience between male and female orphan
children. International Journal of Research in Social Sciences, 8(5), 438-
448.
Stumblingbear-Riddle, G., & Romans, J. S. (2012). Resilience among urban
American Indian adolescents: exploration into the role of culture, self-
esteem, subjective well-being, and social support. American Indian and
Alaska Native Mental Health Research: The Journal of the National
Center, 19(2), 1-19.
Sujatha, R., & Jacob, S. M. (2014). Study on emotional and behavioural problems
among adolescent children in selected orphanages at mangalore. ZENITH
International Journal of Multidisciplinary Research, 4(7), 253-259.
Sullivan, K., & Gilreath, T. D. School Climate and Resilience: An Exploration of
Latent Patterns of Student Perceptions Gordon Capp, MSW, LCSW
Doctoral Student University of Southern California School of Social Work
Montgomery Ross Fisher Building.
Sun, J., & Stewart, D. (2007). Age and gender effects on resilience in children and
adolescents. International Journal of Mental Health Promotion, 9(4), 16-
25.
Tadesse, S., Dereje, F., & Belay, M. (2014). Psychosocial wellbeing of orphan
and vulnerable children at orphanages in Gondar Town, North West
Ethiopia. Journal of public health and epidemiology, 6(10), 293-301.
81
Tefera, B., & Mulatie, M. (2014). Risks, protection factors and resilience among
orphan and vulnerable Children (OVC) in Ethiopia: Implications for
intervention. International Journal of Psychology and Counseling, 6(3),
27-31.
Tusaie, K., Puskar, K., & Sereika, S. M. (2007). A predictive and moderating
model of psychosocial resilience in adolescents. Journal of Nursing
Scholarship, 39(1), 54-60.
Watkins, P.C., Woodward, K., Stone, T., & Kolts, R.L. (2003). Gratitude and
happiness: Development of a measure of gratitude and relationships with
subjective well-being. Social Behavior and Personality: An international
journal, 31, 431-452.
Windle, G. (2011). What is resilience? A review and concept analysis. Reviews in
Clinical Gerontology, 21(2), 152-169.
Yasin, M. G., & Iqbal, N. (2013). Resilience, self esteem and delinquent
tendencies among orphan and non-orphan adolescents. Department of
Psychology, University of Sargodha.
Zautra, A. J., Hall, J. S., & Murray, K. E. (2010). A new definition of health for
people and communities. Handbook of adult resilience (pp 1-59). New
York: Guilford.
Zhou, X., Wu, X., & Zhen, R. (2017). Understanding the relationship between
social support and posttraumatic stress disorder/posttraumatic growth
among adolescents after Ya’an earthquake: The role of emotion regulation.
Psychological trauma: theory, research, practice, and policy, 9(2), 214.
Zimet, G. D., Dahlem, N. W., Zimet, S. G., & Farley, G. K. (1988). The
multidimensional scale of perceived social support. Journal of Personality
Assessment, 52(1), 30-41.
82
LAMPIRAN
83
Lampiran 1
Syntax dan Diagram Path Resiliensi
Syntax UJI VALIDITAS RESILIENSI DA NI=21 NO=246 MA=PM LA X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19
X20 X21 PM SY FI=RESILIENSI.COR MO NX=21 NK=1 LX=FR TD=SY LK RESILIESI FR TD 15 14 TD 18 11 TD 19 18 TD 14 6 TD 17 16 TD 20 3 TD 11 1 TD
21 2 TD 14 12 TD 20 13 TD 20 12 TD 17 11 TD 10 4 TD 4 2 TD 6 2 TD
9 3 TD 20 9 TD 18 7 TD 14 5 TD 6 5 TD 5 3 TD 18 9 TD 21 11 TD 13 1
TD 19 17 TD 20 19 TD 20 7 TD 19 5 TD 21 17 TD 5 4 TD 5 1 TD 16 12
TD 18 8 TD 16 13 TD 7 4 TD 16 4 TD 15 4 TD 19 15 TD 10 1 TD 12 7
td 17 13 TD 18 5 TD 18 3 TD 17 8 TD 8 1 TD 11 7 TD 19 8 TD 16 14
TD 16 15 TD 21 4 TD 19 6 TD 19 9 TD 20 16 TD 16 9 TD 21 9 TD 19 4
TD 18 2 TD 11 3 TD 15 2 TD 15 5 TD 17 1 TD 17 14 TD 17 10 TD 15 7
TD 15 12 TD 13 9 TD 15 9 TD 14 9 TD 2 1 TD 17 2 TD 7 2 TD 12 2 TD
12 3 TD 8 3 TD 17 7 TD 15 11 TD 21 8 TD 21 16 TD 11 10 TD 14 11 TD
14 3 TD 14 13 TD 15 13 PD OU TV SS MI ADD=OFF
Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatorik Resiliensi
84
Lampiran 2
Syntax dan Diagram Path Self-Esteem
Syntax UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF ESTEEM DA NI=10 NO=246 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM 9 ITEM10 PM SY FI=SE.COR MO NX=10 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK SE FR TD 10 9 TD 7 6 TD 2 1 TD 8 6 TD 10 7 TD 8 5 TD 5 3 TD 10 4 TD
9 7 TD 8 7 TD 10 6 TD 6 4 TD 8 3 TD 6 5 PD OU SS TV MI
Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatorik Self-Esteem
85
Lampiran 3
Syntax dan Diagram Path Gratitude
Syntax UJI VALIDITAS KONSTRUK GRATITUDE
DA NI=6 NO=246 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 PM SY FI=GRAT.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK GRAT FR TD 6 3 TD 5 1 TD 4 3 PD OU SS TV MI
Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatorik Gratitude
86
Lampiran 4
Syntax dan Diagram Path Perceived Social Support (Family)
Syntax UJI VALIDITAS KONSTRUK DUKSOS KELUARGA DA NI=4 NO=246 MA=PM LA ITEM3 ITEM4 ITEM8 ITEM11 PM SY FI=SK.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK SK FR TD 2 1 TD 4 2 PD OU SS TV MI
Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatori Perceived Social Support (Family)
87
Lampiran 5
Syntax dan Diagram Perceived Social Support (Friends)
Syntax UJI VALIDITAS KONSTRUK DUKSOS TEMAN DA NI=4 NO=246 MA=PM LA ITEM6 ITEM7 ITEM9 ITEM12 PM SY FI=ST.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK ST FR TD 4 2 PD OU SS TV MI
Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatorik Perceived Social Support (Friends)
88
Lampiran 6
Syntax dan Diagram Path Perceived Social Support (Significant Other)
Syntax UJI VALIDITAS KONSTRUK DUKSOS SIGNIFICANT OTHER DA NI=4 NO=246 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM5 ITEM10 PM SY FI=SO.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK SO FR TD 4 1 TD 3 1 PD OU SS TV MI
Gambar 3.6 Analisis Faktor Konfirmatorik Perceived Social Support (Significant
Other)
89
Lampiran 7 Kuesioner Penelitian
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh
Selamat Pagi/ Siang/ Sore.
Salam sejahtera, semoga Adik-adik selalu berada dalam lindungan
Tuhan Yang Maha Esa. Saya Alevia Rahma Deswanda, mahasiswi Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada saat
ini sedang melakukan penelitian skripsi mengenai resiliensi pada remaja.
Bersama dengan hal ini, saya mohon bantuan Adik-adik untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini berisikan sekumpulan
pernyataan yang harus dijawab sesuai dengan apa yang Adik-adik rasakan atau
alami. Tidak ada jawaban benar maupun salah dalam setiap pernyataan. Data
yang Adik-adik berikan dijamin kerahasiaannya karena kuesioner ini akan
dipergunakan hanya untuk kepentingan penelitian. Maka dari itu diharapkan
menjawab dengan sejujur-jujurnya.
Jika Adik-adik memiliki pertanyaan, silakan langsung hubungi saya di
email aleviaradeswanda.75@gmail.com
Atas bantuan Anda menjadi partisipan penelitian ini, saya ucapkan
terima kasih.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh.
Hormat saya,
Alevia Rahma Deswanda
90
DATA RESONDEN
*Mohon untuk diisi secara lengkap
Nama/Inisial :
Usia :
Jenis Kelamin :
Status : a. Yatim (yatim/piatu/yatim piatu)
b. non-yatim (dhuafa)
Agama :
Lamanya menetap di panti asuhan :
Pendidikan : a. SMP b. SMA c.S1
Tinggal bersama : a. Keluarga b. Panti asuhan
Frekuensi bertemu pengasuh : …./minggu
Saya bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi
(…………………………………)
91
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan. Adik-adik diminta memberikan
penilaian yang sesuai dengan kondisi adik-adik. Dengan penilaian sebagai berikut
:
Berilah tanda checklist () pada kolom pilihan jawaban yang sesuai dengan
pengalaman terhadap pernyataan berdasarkan situasi dan kondisi keseharian Adik-
adik, dengan pilihan jawaban sebagai berikut :
[Sangat Tidak Sesuai –1–2–3–4– Sangat Sesuai]
1. Sangat Tidak Sesuai (STS) jika sangat tidak sesuai dengan situasi dan
kondisi keseharian Adik-adik
2. Tidak Sesuai (TS) jika tidak sesuai dengan situasi dan kondisi keseharian
Adik-adik
3. Sesuai (S) jika sesuai dengan situasi dan kondisi keseharian Adik-adik
4. Sangat Sesuai (SS) jika sangat sesuai dengan situasi dan kondisi
keseharian Adik-adik
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya rajin belajar √
Dengan pengisian seperti contoh tersebut, artinya Adik-adik setuju bahwa Adik-
adik rajin belajar.
Skala 1
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya yakin hal baik akan terjadi di masa depan
2 Saya merasa mampu mengendalikan emosi
3 Saya suka mencari tantangan baru
4 Dengan adanya kesulitan dalam hidup dapat
membentuk pengalaman yang berharga
5 Saya bisa kehilangan minat dengan cepat
6 Tingkah laku saya mudah berubah sesuai dengan mood
saya sehari-hari
7 Saya bekerja kerasa untuk meraih tujuan saya
8 Saya suka hal yang biasa dilakukan
9 Saya suka mencari tahu tentang berbagai hal
10 Saya rasa bahwa saya rajin
11 Saya memiliki perasaan yang positif terhadap masa
depan
12 Saya tidak bisa bertahan di dalam kesulitan
13 Saya berusaha untuk selalu tetap tenang
92
No Pernyataan STS TS S SS
14 Saya merasa sulit untuk memulai kegiatan yang baru
15 Saya suka terlarut pada pengalaman yang buruk
16 Saya sulit mengontrol amarah saya
17 Saya suka hal yang baru dan menarik minat
18 Saya merasa memiliki masa depan yang cerah
19 Saya memiliki tujuan yang jelas untuk masa depan saya
20 Saya memiliki rasa ingin tahu dan ketertarikan yang
tinggi
21 Saya bisa tetap tenang dalam keadaan yang sulit
Skala 2
No Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa bahwa saya orang yang berharga,
setidaknya saya dapat setara dengan orang lain
2. Saya merasa memiliki kualitas diri yang bagus
3. Saya berharap dapat lebih menghargai diri sendiri
4. Saya merasa puas dengan semua yang ada dalam diri
saya
5. Saya bersikap positif pada diri saya sendiri.
6. Saya merasa sedikit hal yang bisa saya banggakan
7. Pada suatu waktu saya merasa tidak terlalu baik
8. Saya mampu melakukan hal baik seperti yang orang
lain lakukan
9. Saya merasa orang yang gagal
10. Saya merasa tidak berguna pada suatu waktu
Skala 3
No Pernyataan STS TS S SS
1 Ada orang-orang yang siap membantu, ketika saya
membutuhkannya
2 Saya dapat berbagi baik suka dan suka kepada orang
tertentu
3 Keluarga berusaha membantu saya
4 Saya mendapatkan bantuan dan dukungan emosional
dari keluarga
5 Saya memiliki orang yang merupakan sumber
kenyamanan bagi saya
6 Teman-teman saya berusaha membantu saya
93
No Pernyataan STS TS S SS
7 Ketika saya saya salah, saya dapat mengandalkan
teman-teman saya
8 Saya dapat menceritakan tentang masalah saya pada
keluarga
9 Saya memiliki teman-teman yang dapat berbagi baik
suka dan duka
10 Ada orang-orang yang peduli dengan perasaan saya
11 Keluarga saya bersedia membantu saya membuat
keputusan
12 Saya dapat bercerita tentang masalah saya dengan
teman-teman
Skala 4
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya memiliki banyak hal yang patut disyukuri di
dalam hidup
2 Jika saya harus membuat daftar semua hal yang saya
syukuri, daftar itu akan menjadi panjang
3 Saat saya melihat dunia, saya tidak melihat banyak hal
yang harus di syukuri
4 Saya berterimakasih kepada semua orang
5 Seiring bertambahnya usia, saya lebih bisa menghargai
orang lain,kejadian, dan segala situasi yang telah
menjadi bagian dari sejarah hidup saya
6 Saya membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
bersyukur atas sesuatu.
94
Lampiran 8
Surat Keterangan Penelitian
95
96
97
98
99
100
101
102
103