Post on 26-May-2018
PEMBERIAN FISIOTERAPI KEPALA (MASASE KEPALA)
TERHADAP PENURUNAN NYERI KEPALA PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. W DENGAN HIPERTENSI
DI RUANG TERATAI RSUD Dr. SOEDIRAN
MANGOEN SOEMARSO
WONOGIRI
DISUSUN OLEH :
ERFIANA
NIM : P.12 083
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PEMBERIAN FISIOTERAPI KEPALA (MASASE KEPALA)
TERHADAP PENURUNAN NYERI KEPALA PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. W DENGAN HIPERTENSI
DI RUANG TERATAI RSUD Dr. SOEDIRAN
MANGOEN SOEMARSO
WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
ERFIANA
NIM : P.12 083
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Fisioterapi Kepala (Masase
Kepala) terhadap Penurunan Nyeri Kepala pada Asuhan Keperawatan Ny. W
dengan Hipertensi di Ruang Teratai RSUD dr. Soediran Mangoen Soemarso
Wonogiri”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi D III
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.,Kep, selaku Sekretaris Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Joko Kismanto.,S.Kep.,Ns selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah.
4. S.Dwi Sulistyawati,S.Kep.,Ns.,M.Kep, Selaku dosen penguji I yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan – masukan, inspirasi,
v
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
5. Intan Maharani S Batubara S.Kep.,Ns, Selaku dosen penguji II yang telah
membimbing dengan cermat, mmeberikan masukan – masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
6. Semua dosen program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orang tua saya, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman – teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu –
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat untuk
perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 24 Juni 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMAR PENGESAHAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan......................................................................... 3
C. Manfaat Penulisan ...................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori ............................................................................. 6
1. Hipertensi ............................................................................... 6
2. Nyeri....................................................................................... 19
3. Masase.................................................................................... 28
B. Kerangka Teori ........................................................................... 31
C. Kerangka Konsep........................................................................ 32
vii
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek aplikasi riset ................................................................... 33
B. Tempat dan waktu....................................................................... 33
C. Media atau alat yang digunakan ................................................ 33
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset.............................. 33
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset ................................... 35
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien.............................................................................. 36
B. Pengkajian................................................................................... 36
C. Perumusan masalah keperawatan ............................................... 45
D. Perencanaan ................................................................................ 46
E. Implementasi............................................................................... 47
F. Evaluasi....................................................................................... 53
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian................................................................................... 56
B. Perumusan masalah keperawatan ............................................... 58
C. Perencanaan……………………………………........................ 59
D. Implementasi............................................................................... 62
E. Evaluasi....................................................................................... 66
viii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 71
B. Saran ........................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi....................................................................... 11
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skala Wong Baker........................................................................ 28
Gambar 2.2 Kerangka Teori............................................................................. 31
Gambar 2.3 Kerangka Konsep ......................................................................... 32
Gambar 3.1 Skala Wong Baker........................................................................ 35
Gambar 4.1 Genogram Ny. W ......................................................................... 38
Gambar 5.1 Skala Wong Baker........................................................................ 63
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Usulan Judul Aplikasi Jurnal
Lampiran 2 : Asuhan Keperawatan
Lampiran 3 : Jurnal Asuhan Keperawatan
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 5 : Log Book Kegiatan Harian
Lampiran 6 : Format Pendelegasian Pasien
Lampiran 7 : Lembar Observasi Skala Nyeri Kepala
Lampiran 8 : Surat Pernyataan
Lampiran 9 : Daftar Riwayat Hidup
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2012
sedikitnya sejumlah 839 juta kasus hipertensi, dimana penderitanya lebih
banyak dari wanita (30%) dibanding pria (29%). Di Amerika, menurut
National Health and Nutrition Examination Survey (NHNESIII), insiden
hipertensi pada orang dewasa di Amerika tahun 2010 – 2012 adalah sekitar
39 – 51% yang berarti bahwa terdapat 58 – 65 juta orang menderita
hipertensi (Triyanto, 2014).
Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas nilai normal, yaitu melebihi
140/90 mmHg (Triyanto, 2014). Prevalensi hipertensi di Indonesia
mencapai 31, 7% dari populasi usia 18 tahun keatas. Hipertensi sebagai
penyebab kematian ke – 3 setelah stroke dan tuberkolosis, jumlahnya
mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di
Indonesia. Pada lansia di kota Depok didapatkan adanya hipertensi tinggi
sebesar 70,9% hipertensi sedang sebesar 65,2% dan hipertensi rendah
sebesar, 5% (Sunanto, 2009).
Hasil observasi penulis pada tanggal 10 maret 2015 pada Ny. W
dengan hipertensi di Ruang Teratai RSUD Dr. Soediran Mangoen
Soemarso Wonogiri, diperoleh data pada Ny. W mengalami nyeri kepala
1
2
cekot-cekot TD 170/70 mmHg, Nadi 70x/menit, RR 25x/menit, suhu
37,5oC. Sebagai perawat masalah utama pada pasien hipertensi yaitu
penurunan nyeri kepala yang harus ditangani karena ini merupakan acuan
penting dalam masalah yang muncul diantaranya nyeri akut. Data Rekam
Medis pada RSUD Dr. Soediran Mangoen Soemarso Wonogiri per 2014
adalah 18,5% penderita hipertensi mengalami nyeri kepala.
Nyeri merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan, baik
sensori maupun emosional yang berhubungan dengan risiko atau aktualnya
kerusakan jaringan tubuh (Judha, 2012). Berdasarkan penjelasan di atas
kasus hipertensi harus segera diatasi, penanganan hipertensi dapat
dilakukan secara farmakologis dan nonfarmakologis. Penanganan secara
farmakologi dapat dilakukan dengan mengkonsumsi obat penurun
hipertensi. Sedangkan penanganan secara nonfarmakologis dapat
dilakukan dengan memberikan terapi yang memberikan manfaat relaksasi
kepada tubuh. Manajemen nonfarmakologi yang diberikan yaitu terapi
alternatif komplementer. Ada berbagai cara untuk membantu mengurangi
nyeri antara lain relaksasi otot, masase kepala, pemberian obat gosok, obat
anti cephalgia, obat penenang ringan, akupuntur, dan injeksi tempat nyeri
dengan anestesi local (Triyanto, 2014).
Terapi alternatif komplementer merupakan sebuah kelompok dari
bermacam – macam sistem pengobatan dan perawatan kesehatan atau
praktek dan produk yang secara umum tidak menjadi bagian dari
pengobatan konvensional. Salah satu terapi alternatif yaitu masase. Masase
3
adalah sebagai pijat yang telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang
tubuh manusia atau gerakan – gerakan tangan yang mekanis terhadap
tubuh manusia dengan mempergunakan bermacam – macam bentuk
pegangan atau tehnik (Triyanto, 2012). Dalam hal ini akan melihat
fisioterapi kepala (masase kepala) terhadap penurunan nyeri kepala pada
klien hipertensi. Salah satu cara terbaik untuk menurunkan tekanan darah
yaitu dengan terapi pijat. Sejumlah studi menunjukan bahwa terapi pijat
yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik
dan diastolik, menurunkan kadar hormone stress cortisol, merupakan
kecemasan sehingga tekanan darah akan turun dan fungsi tubuh semakin
membaik (Triyanto, 2014).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik dalam
mengaplikasikan pemberian masase kepala terhadap penurunan nyeri
kepala pada asuhan keperawatan Ny.W dengan hipertensi di Ruang Teratai
RSUD Dr. Mangoen Soemarso Wonogiri.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum dan tujuan khusus dari karya tulis ini adalah :
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pemberian fisioterapi kepala (masase kepala)
terhadap penurunan nyeri kepala pada asuhan keperawatan Ny W
dengan hipertensi di Rumah sakit Dr. Soediran Mangoen Soemarso
Wonogiri.
4
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny.W dengan
hipertensi.
b. Penulis mampu merumuskan diagnose keperawatan pada Ny. W
hipertensi.
c. Pasien mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny.
W dengan hipertensi.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. W dengan
hipertensi.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. W dengan
hipertensi
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian masase kepala
terhadap penurunan nyeri kepala pada Ny. W dengan hipertensi.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pasien
Hasil Karya Ilmiah ini diharapkan dapat sebagai sumber referensi
dalam memberikan pilihan terhadap penanganan hipertensi dengan
menerapkan masase kepala dalam kehidupan sehari-hari.
5
2. Bagi Rumah Sakit
Hasil Karya Ilmiah ini dapat sebagai pedoman dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif terutama pada pasien
hipertensi.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil Karya Ilmiah ini sebagai sumber informasi bagi institusi
pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di
masa yang akan datang.
4. Bagi Penulis
Hasil Karya Ilmiah ini dapat menjadi pegangan atau manfaat bagi
penulis dalam hal pemberian fisioterapi kepala (masase kepala)
terhadap penurunan nyeri kepala pada Aasuhan Keperawatan Ny. W
dengan hipertensi di Ruang Teratai RSUD Dr. Soediran Mangoen
Soemarso Wonogiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan Suatu keadaan dimana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang
mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan angka kematian
(Triyanto, 2014). Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah
arteri yang persisten (Hardhi, 2013).
b. Etiologi
1. Hipertensi primer atau esensial yaitu kurang lebih Sembilan
puluh persen hipertensi yang ada di masyarakat termasuk
golongan hipertensi ini, dan belum diketahui penyebabnya, klien
tidak menunjukan keluhan.
2. Hipertensi sekunder yaitu jenis hipertensi ini diketahui
penyebabnya dan penanganannya lebih mudah. Klien menunjukan
gejala atau keluhan dari penyakit yang mendasarinya misalnya
kelainan ginjal : GNA/GGA, Hormon : Diabetes Millitus,
Neurologis : Tumor otak, lain-lain : Preeklamsi (Herlambang,
2013).
6
7
Penyebab hipertensi dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Secara garis keturunan menyebabkan kelainan berupa :
Gangguan fungsi barostat renal, sensitifitas terhadap
konsumsi garam, abnormalitas transportasi natrium
kalium, respon SSP (Sistem Saraf Pusat) terhadap
stimulasi psiko-sosial, Gangguan metabolisme (glikogen,
lipid, dan resistensi urin).
b. Faktor lingkungan : Faktor psikososial yaitu kebiasaan
hidup, stress mental, keturunan dan kegemukan, Faktor
konsumsi garam, dan Pengobatan obat-obatan seperti
golongan ankotirkosteroid.
c. Adaptasi dan struktual jantung serta pembuluh darah :
pada jantung terjadi hypertropi dan hyperplasia monosit,
pada pembuluh darah : terjadi vaskuler hypertropi
(Pudiastuti, 2013).
c. Manifestasi klinik
Gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi
biasanya berupa : pusing, mudah marah, telinga berdengung, Sesak
nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang ,
dan miisan (jarang dilaporkan). Individu yang menderita hipertensi
kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila
ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi
8
yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh
darah bersangkutan (triyanto, 2014).
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun
selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan
peruban pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan),
penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil
(edema pada diskus optikus). Individu yang menderita hipertensi
kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala
bila ada menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh
pembuluh darah yang bersangkutan (Brunner & Suddarth, 2005).
d. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa terjadi
melalui beberapa cara yaitu, jantung memompa lebih kuat sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar
kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding
arterinya telah menebal dan kaku karena arterioskalierosis.
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada
saat terjadi vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil (Arteriola). Hal ini
9
terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah
dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika aktifitas memompa jantung berkurang, arteri
mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka
tekanan darah akan menurun.
Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi
pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan
tekannan darah kembali normal. Ginjal juga bisa meningatkan
tekanan darah dan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang
memicu pembentukan hormone aldosterone. Ginjal merupakan organ
penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena berbagai
penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya
tekanan darah tinggi (Triyanto, 2014).
e. Komplikasi
Berikut ini adalah penyakit yang ditimbulkan akibat
hipertensi.
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi diotak,
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga
aliran darah kedaerah-daerah yang di perdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat menjadi
lemah, sehingga meningkatkan kemungkinann terbentuknya
10
aneurisma. Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-
tiba,seperti orang bingung, bertingkah laku seperti orang mabuk,
salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya
wajah, mulut atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara
jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang
arterisklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium
atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah
melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi
ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark.
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal. Dengan rusaknya glomerulus,
darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan
terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui
urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,
menyebabakan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik
(Corwin,2000 dalam Triyanto 2014).
11
f. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah orang dewasa yaitu sebagai berikut.
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah tekanan darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Stadium 1 (ringan) 140-159 90-99
Stadium 2 (sedang) 160-179 100-109
Stadium 3 (berat) 180-209 110-119
Stadium 4 (sangat berat) 210 120
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi (Sumber : Triyanto, 2014)
g. Penatalaksanaan
Penanganan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2
jenis yaitu non farmakologis dan farmakologis. Kondisi patologis
hipertensi memerlukan penanganan atau terapi. Terapi hipertensi
dapat dikelompokan dalam terapi non farmakologis dan terapi
farmakologis. Terapi non farmakologis merupakan terapi tanpa
menggunakan agen obat dalam proses terapinya, sedangkan terapi
farmakologis menggunakan obat atau senyawa yang dalam kerjanaya
dapat mempengaruhi tekanan darah pasien. Pengelompokan terapi
farmakologis yang digunakan untuk mengontrol tekanan darah pada
pasien hipertensi adalah Angiotensin Converting Enzym (ACE)
inhibitor, Angiotensin Receptor Blocker (ARBs), beta-blocker,
calcium chanel blocker, direct renin inhibitor, diuretic, vasodilator.
12
Dalam algoritme penanganan hipertensi, terapi non
farmakologis diantaranya modifikasi gaya hidup termasuk
pengelolaan stres dan kecemasan merupakan langkah awal yang
harus dilakukan. Penanganan non farmakologis dengan menurunkan
obesitas, menciptakan keadaan rileks, mengurangi asupan garam.
Pada orang yang normal, kecemasan mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan darah sesaat. Pada pasien hipertensi kecemasan
dapat memicu kenaikan heart rate (HR), tekanan darah dan
ketegangan otot yang membutuhkan intervensi medis maupun
intervensi keperawatan.
Manajemen nyeri melalui teknik relaksasi dapat menurunkan
tekanan darah dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Penggunaan akupuntur dengan metode kiiko matsumoto telah
dilaporkan secara nyata menunjukan efektifitas terhadap penurunan
tekananan darah. Terapi dengan menggunakan trancendental
meditation dan medical hypnosis secara nyata berdampak pada
penurunan tekanan darah dan dapat digunakan sebagai terapi non
farmakologis untuk membantu mengontrol tekanan darah.
Terapi non farmakologis harus diberikan kepada semua
pasien hipertensi primer dengan tujuan menurunkan tekanan darah
dan mengendalikan faktor risiko serta penyakit penyerta lainya.
Ketidakpatuhan pasien terhadap modifikasi gaya hidup yaitu
konsumsi alkohol, pengendalian berat badan, termasuk pengendalian
13
stres dan kecemasan merupakan salah satu penyebab terjadinya
hipertensi resisten.
Berbagai cara untuk menciptakan keadaan rileks dengan
terapi relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis yang dapat
mengontrol sistem saraf, sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Hasil penelitian Ridjad (2005) tenyata olah raga seperti senam
aerobik selama 30-45 menit senyak 3-4 kali seminggu efektif
menurunkan tekanan darah. Olah raga dapat memperlancar
peredaran darah, mengurangi obesitas dan mengurangi kadar garam
dalam tubuh berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit. Gaya
hidup yang kurang sehat seperti merokok dan konsumsi alkohol
berpengaruh dalam meningkatkan resiko hipertensi.
Penanganan hipertensi dan lamanya pengobatan dianggap
komplek karena tekanan darah cenderung tidak stabil. Penyakit ini
bertanggung jawab terhadap tingginya biaya pengobatan
dikarenakan alasan tingginya angka kunjungna ke dokter, perawatan
dirumah sakit, puskesmas, posyandu maupun praktik tenaga
kesehatan. Namun demikian, angka hipertensi masih saja tinggi yaitu
urutan ke – 2 penyakit terbanyak. Hal ini dikaitkan dengan
kompleknya penanganan hipertensi dan lamanya pengobatan karena
tekanan darah yang cenderung tidak stabil.
Penyakit hipertensi merupakan penyakit kronis dengan
karakteristik tekanan darah cenderung naik turun dalam waktu yang
14
lama, sehingga diperlukan pengobatan yang lama bahkan mungkin
seumur hidup. Ketidakpatuhan dan stres yang berkepanjangan dapat
menambah parah hipertensi. Tidak bisa dipungkiri obat-obatan
merupakan jenis racun yang dalam batas-batas tertentu bisa
merugikan dan berdampak negatif terhadap tubuh manusia bila
digunakan dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, terapi non
farmakologis hanya kalau perlu saja, sedangkan terapi non
farmakologis lebih diutamakan yang berdasarkan banyak penelitian
diyakini lebih aman dan memberikan efek positif.
Beberapa alasan ketidakpatuhan penderita hipertensi dalam
pengobatan adalah kebosanan minum obat karena tekanan darah
masih naik turun. Terkadang akibat diet rendah lemak dan garam
bagi penderita hipertensi menyebabkan anggota keluarga lain
merasakan tidak enaknya menu makanan. Keberhasilan tindakan
pencegahan dan kekambuhan dipengaruhi oleh kepatuhan penderita
hipertensi dalam mengontrol diet dan tekanan darah. Healthy Peole
2010 for Hyperention menganjurkan perlunya pendekatan yang lebih
komprehensif dan intensif guna mencapai pengontrolan tekanan
darah secara optimal (Triyanto, 2014).
15
h. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan pada pasien hipertensi meliputi
1. Pengkajian
Data biografi : Nama, alamat, umur tanggal masuk rumah sakit,
diagnosa medis, penanggung jawab, catatan kedatangan. Riwayat
kesehatan keluhan utama biasanya pasien datang ke Rumah Sakit
dengan keluhan kepala terasa pusing, tidak bisa tidur. Riwayat
kesehatan sekarang biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien
masih mengeluh kepala masih terasa sakit, penglihatan berkunang-
kunang dan tidak bisa tidur. Riwayat kesehatan dahulu biasanya
penyakit hipertensi ini adalah penyakit yang menahun yang sudah
lama dialami oleh pasien. Riwayat kesehatan keluarga biasanya
penyakit hipertensi ini adalah penyakit keturunan. Data dasar
pengkajian yaitu aktifitas atau istirahat gejala kelemahan, tekanan
darah naik, letih, nafas pendek, pola nutrisi berkurang, takhikardi.
Eliminasi gejala gangguan ginjal saat ini atau yang lalu. Makanan
yang disukai biasanya mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol, tanda berat badan normal atau obesitas. Gejala keluhan
pusing atau sakit kepala, kepala berdenyut, nyeri hilang timbul.
16
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorsi
makanan.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan keadaan lingkungan ;
bising.
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam di harapkan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
1) Pasien dapat mengontrol nyeri
2) Skala nyeri berkurang 1-3
3) Pasien nyaman atau tidak gelisah
4) Pasien tidak menahan nyeri
5) Tanda-tanda vital dalam batas normal
TD : 120/80 mmHg
RR : 16-24 kali per menit
Nadi : 60-100 kali per menit
Suhu : 36,50 -37,5
0C
6) Pasien mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk
mengurangi nyeri
17
Intervensi :
a) Kaji skala nyeri (PQRST)
Rasional : untuk mengetahui skala nyeri pasien
b) observasi tanda-tanda vital
Rasional : tanda-tanda vital dalam batas normal dan untuk
melihat tindakan lebih lanjut
c) Berikan terapi masase kepala
Rasional : menurunkan nyeri kepala
d) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengurangi manajemen nyeri
e) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet rendah
garam
Rasional : Untuk membantu menurunkan tekanan darah
pasien serta untuk memberikan diet makanan yang tepat pada
pasien
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik
Rasional : mengobati rasa nyeri secara tepat
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorsi
makanan
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan nutrisi klien dapat terpenuhi.
18
Kriteria Hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan
2) mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
3) tidak ada tanda-tanda malnutrisi
4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
a) Kaji adanya alergi makanan
Rasional : untuk mengetahui ada tidaknya alergi pada
pasien
b) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Rasional : untuk meningkatkan asupan nutrisi pada pasien
c) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Rasional : untuk memberikan pengetahuan pada
pasiendalam pemenuhan nutisi
d) Kolaborasi dengan tim ahli gizi
Rasional : Untuk memilih makanan yang tepat sesuai
dengan kebutuhan tubuh pasien
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan keadaan lingkungan ;
bising
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam diharapkan pola tidur dapat terpenuhi dengan
kriteria hasil :
19
1. Pasien dapat istirahat dengan tenang
2. Pasien tidak gelisah
3. Tidur 7-8 jam/hari
4. Mata tidak cekung
5. Tidak terdapat lingkar lingkar hitam dimata
6. Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat
Intervensi
1. Lakukan pengkajian gangguan pola tidur pasien
Rasional : Mengetahui penyebab gangguan tidur pasien
2. Bantu pasien mencari posisi yang nyaman ditempat tidur
Rasional : Memberikan kenyamaman saat tidur
3. Ciptakan suasana lingkungan rumah sakit yang kondusif
dengan membatasi jam pengunjung pasien
Rasional :Meningkatkan kualitas tidur pasien
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat tidur
Rasional : agar pasien dapat tidur (NANDA, 2013).
2. Nyeri
a. Pengertian nyeri
Nyeri adalah pengalaman pribadi, subyektif, yang
dipengaruhi oleh budaya, persepsi seseorang, perhatian, dan
variabel-variabel psikologis lain, yang mengganggu perilaku
20
berkelanjutan dan memotivasi setiap orang untuk menghentikan rasa
tersebut (Judha, 2010 dalam andarmoyo 2013).
Nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh,
timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Prasetya, 2010
dalam andarmoyo 2013).
Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa
tidak nyaman yang menyerang bagian tengkorak (kepala) mulai dari
kening kearah atas dan belakang kepala dan bagian wajah (Wiyoto,
2011).
Pada orang hipertensi sering mengalami nyeri kepala
(Sidharta, 2009 dalam astuti 2014). Nyeri kepala pada hipertensi
disebut sebagai nyeri kepala vascular, karena disebabkan oleh
adanya gangguan vascular atau gangguan kontraktilitas pembuluh
darah di kepala (Wiguna P.1990 dalam astuti 2014)
Nyeri kepala pada hipertensi disebabkan oleh pergeseran
jaringan intracranial yang peka nyeri akibat meningginya tekanan
intracranial. Nyeri kepala tidak hanya disebabkan oleh hipertensi
saja, banyak faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri
kepala. Nyeri kepala merupakan cara tubuh untuk memberi alarm
bahwa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi dengan kesehatan
kita. Ada rasa sakit yang tidak perlu dirisaukan, tapi ada pula yang
merupakan sinyal penting dan tidak boleh diabaikan. Mengalami
21
nyeri kepala yang sangat hebat secara tiba-tiba bisa menjadi salah
satu tanda adanya penyakit serius di dalam tubuh. Dr Anrich Burger
menjelaskan ada delapan kemungkinan indikasi ketika kita
merasakan sakit dikepala, yaitu seperti dikutip fari Healt 24 yaitu
stroke, infeksi bakteri , glocoma, sakit kepala cluster, trauma,
tempoaral, arteritis, keracunan (Astuti, 2014).
b. Klasifikasi nyeri
Menurut Andarmoyo.2013 sebagai berikut :
1. Nyeri berdasarkan durasi
a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cidera akut,
penyakit, atau intervensi bedah yang memiliki awitan yang
cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat)
dan berlangsung untuk waktu singkat.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode tertentu.
2. Nyeri berdasarkan asal
a. Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif (nociceptive pain) adalah nyeri yang
diakibatkan oleh aktivasi atau sensitisasi nosiseptor perifer
yang merupakan reseptor khusus yang menghantarkan
stimulus noxious.
22
b. Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik adalah hasil suatu cedera atau abnormalitas
yang didapat pada struktur saraf perifer maupun sentral.
3. Nyeri berdasarkan lokasi
a. Superficial atau kutaneus
Superficial atau kutaneus adalah nyeri yang disebabkan
stimulus kulit.
b. Viseral dalam
Viseral dalam adalah nyeri yang terjadi akibat stimulus organ
– organ internal.
c. Nyeri alih
Nyeri alih adalah merupakan fenomena umum dalam nyeri
visceral karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri.
d. Radiasi
Radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat
awal cidera kebagian tubuh yang lain.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1. Usia
Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami
nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan
nyeri. Sebab, mereka belum dapat mengucapkan kata-kata untuk
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri
kepada orang tua atau petugas kesehatan. Pada sebagian anak,
23
terkadang segan untuk mengungkapkan keberadaan nyeri yang
di alami disebabkan mereka takut akan tindakan perawatan yang
harus mereka terima nantinya.
Pada pasien lansia, seorang perawat harus melakukan
pengkajian secara lebih rinci ketika seorang lansia melaporkan
adanya nyeri. Pada kondisi lansia sering kali memiliki sumber
nyeri yang lebih dari satu. Terkadang penyakit yang berbeda-
beda yang diderita lansia menimbulkan gejala yang sama,
sebagai contoh nyeri dada tidak selalu mengindikasikan
serangan jantung. Nyeri dada dapat timbul karena gejala arthritis
pada spinal dan gejala pada gangguan abdomen. Sebagian lansia
terkadang pasrah terhadap apa yang mereka rasakan. Mereka
menganggap hal tersebut merupakan konsekuensi penuaan yang
tidak bisa dihindari.
Meskipun banyak lansia mencari perawatan kesehatan
karena nyeri, yang lainya enggan untuk mencari bantuan bahkan
ketika mengalami nyeri hebat, karena mereka menganggap
bahwa nyeri yang dirasakan adalah bagian dari proses penuaan
yang normal yang terjadi pada setiap lansia. Diperkirakan lebih
dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah
kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri. Lansia
cenderung untuk mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang
berat dalam waktu yang lama sebelum melaporkannya atau
24
mencari perawatan kesehatan. Lansia yang lainya tidak mencari
perawatan karena merasa takut nyeri tersebut menandakan
penyakit yang serius atau takut kehilangan control..
2. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Diragukan apakah
hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam
mengekspresikan nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi
jenis kelamin dalam memaknai nyeri (misal, menganggap
bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam
situasi yang sama.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal
ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
Budaya dan etnisitas berpengaruh pda bagaimana
seseorang merespons terhadap nyeri. Sejak dini pada masa
kanak-kanak, individu belajar dari sekitar mereka respons nyeri
yang bagaimana yang dapat diterima atau tidak diterima.
Sebagai contoh, anak dapat belajar bahwa cedera akibat olah
raga tidak diperkirakan akan terlalu menyakitkan dibandingkan
25
dengan cedera akibat kecelakan motor. Sementara yang lainya
mengajarkan anak stimulasi apa yang diperkirakan akan
menimbulkan nyeri dan respons perilaku apa yang diterima.
Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-
nilai budaya pasien dari budaya lain. Harapan dan nilai-nilai
budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi nyeri
yang berlebihan, seperti meringis atau menangis yang
berlebihan, mencari pereda nyeri dengan segera dan
memberikan deskripsi lengkap tentang nyeri. Harapan budaya
pasien mungkin saja menerima orang untuk meringis atau
menangis ketika merasa nyeri, untuk menolak tondakan pereda
nyeri yang tidak menyembuhkan penyebab nyeri, dan untuk
menggunakan kata sifat seperti “tidak tertahankan” dalam
menggambarkan nyeri. Pasien dari latar belakang budaya lainya
bisa bertingkah secara berbeda, seperti diam seribu bahasa
ketimbang mengekspresikan nyeri dengan suara keras. Perawat
harus bereaksi terhadap persepsi nyeri pasien dan bukan pada
perilaku nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien dengan
pasien lainya.
4. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang
beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat
26
dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan
mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman,
dan tantangan. Misalnya, seorang wanita yang sedang bersalin
akan mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita
yang mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan
pasanganya. Derajat dan kualitas nyeri akan dipersepsikan klien
berhubungan dengan makna nyeri.
5. Perhatian
Tingkat seseorang klien memfokuskan perhatianya pada
nyeri dapat mempengaruhui persepsi nyeri. Perhatian yang
meingkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan
respon nyeri yang menurun.
6. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.
Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri
juga dapat menimbulkan sesuatu perasaan ansietas.
7. Pengalaman Sebelumnya
Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian
episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang
berat maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat muncul.
Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis yang
27
sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan
berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut
untuk menginterpretasikan akibatnya,klien akan lebih siap untuk
melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
mengilangkan nyeri.
8. Gaya Koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian
maupun keseluruhan atau total. Klien sering kali menemukan
berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik
dan psikologis nyeri.
9. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor yang mempengaruhi nyeri ialah kehadiran orang-
orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap
klien. Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung
pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh
dukungan, bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap
klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan. (Prasetya ,2010).
28
d. Penilaian respon intensitas nyeri
1. Skala Wong Baker
Gambar 2.1 Skala Wong Baker
Keterangan:
a) Wajah nol: tidak nyeri
b) Wajah pertama: sedikit sakit
c) Wajah kedua: sedikit lebih sakit
d) Wajah ketiga: lebih sakit lagi
e) Wajah keempat: sangat sakit
f) Wajah kelima: sakit hebat.
Sumber: Wahit Iqbal Mubarak & Nurul Chayatin, 2008, “
Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori & Aplikasi dalam
Praktik” Jakarta : EGC
3. Massase
a. Pengertian masase
Massase merupakan pijat yang telah disempurnakan dengan
ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau gerakan-gerakan tangan yang
29
mekanis terhadap tubuh manusia dengan mempergunakan
bermacam-macam bentuk pegangan atau tehnik (wiyanto, 2012).
Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan
lunak, biasanya otot, tendon, atau ligamentum, tanpa menyebabkan
gerakan atau perubahan posisi sendi untuk meredakan
nyeri,menghasilkan relaksasi dan atau memperbaiki sirkulasi
(Mander, 2004 dalam Andarmoyo 2013).
Berdasarkan hasil penelitian dan dikaitkan dengan teori
didapatkan bahwa masase kepala berpengaruh terhadap penurunan
nyeri kepala dengan dilakukan nyeri kepala semua pasien mengalami
penurunan nyeri kepala. Hal ini disebabkan oleh pelaksanaan tehnik
masase yang benar dan tepat pada titik pemijatan sehingga peredaran
darahnya lancar, saraf-saraf dapat merangsang dan otot-otot yang
kaku menjadi rileks. Keberhasilan masase yang yang dilakukan pada
pasien tidak lepas dari kepatuhan pasien untuk mengikuti anjuran
peneliti saat dilakukan masase kepala seperti pasien harus rileks,
posisi duduk atau berbaring dan pasien harus benar-benar percaya
bahwa tindakan masase dapat membantu proses penurunan nyeri
kepala (Astuti, 2014).
Menurut Trisnowiyanto (2012) dalam enyastuti tehnik yang
digunakan dalam masase kepala yaitu eflourage (gosokan) dari
tengah dahi sampai pada kepala belakang melewati atas daun telinga,
petrissage (pijatan) daerah kepala dari tepi menuju kebagian tengah
30
atas kepala (umbun-umbun atau parietalis), friction (gerusan) dari
pelipis sampai atas daun telinga dan friction (gerusan) dari bawah
prosesus mastoideus dari sebelah kiri menuju ke kanan yang
bertujuan membantu melancarkan peredaran darah vena, relaksasi
dan mengurangi nyeri dan merangsang saraf-saraf dan otot-otot yang
jauh letaknya dari permukaan tubuh. Sehingga rangsangan akan
dihantarkan melalui serabut saraf besar. Menyebabkan inhibitory
neuron dan projection neuron aktif. Tetapi inhibitory neuron
mencegah projection neuron untuk mengirim sinyal terkirim ke otak.
Sehingga gerbang masih tertutup dan tidak ada persepsi nyeri.
b. Penatalaksanaan masase
1. Mengatur posisi klien senyaman mungkin duduk atau
berbaring
2. Menyiapakan lotion secukup nya
3. Gosokan dari mulai tengah dahi sampai pada kepala belakang
melewati atas daun telinga
4. Pijat daerah kepala dari tepi menuju ke bagian tengah atas
kepala (umbun-umbun)
5. Gerus dari pelipis sampai atas daun telinga kemudian gerus
dari bawah prosesus mastoideus dari sebelah kiri menuju ke
kanan (Bambang, 2012).
31
B. Kerangka teori
2.
3.
4.
5.
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Sumber : Herlambang (2013 ), triyanto (2014), R.P. Sidabutar dan Wiguna
P. 1990 dalam jurnal eyastuti (2014), Bambang (2012).
Penyebab
hipertensi
- Hipertensi
primer
- Hipertensi
sekunder
Tanda dan gejala
pusing, mudah
marah, telinga
berdengung,
sesak nafas, rasa
berat di tengkuk,
mudah lelah,
mata berkunang-
kunang, dan
mimisan.
Adanya
gangguan
vaskuler atau
gangguan
kontraktilitas
pembuluh
darah di
kepala
Nyeri
kepala
Penurunan
nyeri kepala
Pemberian
tindakan
fisioterapi
kepala
(masase
kepala )
32
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
(Bambang, 2012)
Masase kepala (Fisioterapi
kepala) dengan
menggunakan lotion
Menurunkan nyeri
kepala
Pada pasien
dengan hipertensi
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset
Subyek dalam aplikasi riset ini adalah pada pasien hipertensi Ny. W
B. Tempat dan Waktu
Aplikasi penelitian ini direncanakan akan dilakukan di RSUD Dr.
Soediran Mangoen Soemarso Wonogiri pada tanggal 9-21 Maret 2015
C. Media dan alat
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang akan digunakan adalah :
1. Lembar observasi
Lembar observasi yang digunakan untuk mencatat hasil pengukuran
skala nyeri.
2. Lotion (Untuk memperlancar gosokan sehingga mempengaruhi
sirkulasi darah sehingga peredaran darah semakin lancar dan dapat
pula memberikan kenyamanan bagi pasien saat dilakukan masase.
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset
A. Fase Orientasi
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Kontrak waktu
4. Menjelaskan tujuan umum
5. Menanyakan kesiapan pasien
33
34
B. Fase Kerja
1. Menjelaskan tujuan khusus
2. Menanyakan waktu munculnya nyeri kepala dan durasi nyeri
kepala
3. Menanyakan hal-hal yang dilakukan klien bila nyeri kepala muncul
4. Menjelaskan penyebab nyeri kepala
5. Menjelaskan dan mengajarkan cara mengatasi nyeri kepala dengan
(masase kepala)
a. Mengatur posisi klien senyaman mungkin duduk atau
berbaring
b. Menyiapakan lotion secukup nya
c. Gosokan dari mulai tengah dahi sampai pada kepala belakang
melewati atas daun telinga
d. Pijat daerah kepala dari tepi menuju ke bagian tengah atas
kepala (umbun-umbun)
e. Gerus dari pelipis sampai atas daun telinga kemudian gerus
dari bawah prosesus mastoideus dari sebelah kiri menuju ke
kanan
f. Lakukan masing-masing selama 10 detik (Bambang, 2012).
6. Kemampuan interaksi (memberikan kesempatan pasien bertanya)
7. Menjawab pertanyaan dengan benar
8. Menjaga kenyaman pasien
35
C. Fase terminasi
1. Melakukan evaluasi
2. Menyampaikan rencana tindak lanjut
3. Berpamitan dan mengucapkan terima kasih
E. Alat ukur evaluasi dan aplikasi tindakan berdasarkan riset
Alat ukur yang digunakan adalah dengan menggunakan Wong Baker.
Gambar 3.1
Menurut Mubarak dan Chayatin 2008 menyebutkan bahwa karakteristik
nyeri adalah :
a) Wajah nol: tidak nyeri
b) Wajah pertama: sedikit sakit
c) Wajah kedua: sedikit lebih sakit
d) Wajah ketiga: lebih sakit lagi
e) Wajah keempat: sangat sakit
f) Wajah kelima: sakit hebat.
BAB IV
LAPORAN KASUS
Dalam bab ini menjelaskan tentang laporan aplikasi jurnal Asuhan
Keperawatan yang dilakukan pada Ny.W dengan diagnosa medis
Hipertensi dilakukan pada tanggal 10 – 12 Maret 2015. Asuhan
keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi.
A. Identitas Klien
Klien ialah seorang perempuan berumur 73 tahun dengan inisial
Ny. W yang bertempat tinggal di daerah Eromoko, nginggar harjo,
Wonogiri berpendidikan tamatan SD, beragama islam dan bekerja sebagai
petani, dengan diagnosa medis Hipertensi. Klien masuk ke rumah sakit
tanggal tanggal 10 Maret 2015. Selama dirumah sakit yang bertanggung
jawab atas Ny. W ialah anak nya Tn. S dengan usia 40 tahun, bekerja
sebagai pegawai swasta dengan tingkat pendidikan SD dan alamat
Eromoko, nginggar harjo.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 jam 11.05 wib
dengan metode allo-ananmmnesa dan Auto-anamnesa. Keluhan utama
yang dirasakan klien adalah nyeri kepala dengan riwayat kesehatan
sekarang sebagai berikut, Satu minggu yang lalu klien mengeluh nyeri
kepala. Tidak ada faktor pencetus dan memperberat yang menyebabkan
36
37
timbulnya penyakit ini. Pasien juga mengatakan pasien sebelumya sudah
diperiksakan kedokter terdekat satu kali akan tetapi tidak ada perubahan
dan kemudian pada tanggal 10 Maret 2015 jam 10.30 wib klien di bawa
oleh keluarga ke IGD RS Soediran Mangoen Sumarsono Wonogiri. Di
IGD pasien mendapat terapi berupa infus RL 20 tetes per menit, injeksi
furosemid 1gr, injeksi antalgin 500mg, injeksi ranitidin 50 mg kemudian
pasien di bawa ke bangsal Teratai untuk diberikan tindakan keperawatan
lebih lanjut.
Riwayat penyakit dahulu klien mengatakan belum pernah masuk
Rumah Sakit, klien juga belum pernah operasi, klien tidak mempunyai
alergi baik makanan obat – obatan maupun suhu (Cuaca). Klien
mengatakan tidak pernah dilakukan imunisasi, klien juga tidak pernah
mempunyai kebiasaan yang buruk. Riwayat kesehatan keluarga klien
mengatakan bapak dari Ny. W menderita hipertensi dan faktor keturunan
lain tidak ada seperti Diabetes Mellitus.
38
Genogram Ny. W
Gambar 4.1
Keterangan :
: Laki – laki
: Perempuan
: Garis keturunan
Atau : Meninggal
: Klien
: Garis perkawinan
------------- : Tinggal dalam satu rumah
Ht : Riwayat hipertensi
Klien mengatakan lingkungan nya termasuk lingkungan yang
bersih, lingkungan nya juga jauh dari polusi udara dan merupakan
lingkungan yang tenang.
Ht
73
Th
39
Pengkajian pola kesehatan menurut Gordon, pada pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan klien mengatakan tahu tentang pentingnya
kesehatan sehingga apabila ada salah satu keluarganya yang sakit langsung
dibawa ke Dokter terdekat ataupun Rumah Sakit, klien berharap setelah
dilakukan perawatan di RS klien berharap cepat sembuh dan ingin segera
pulang.
Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit klien mengatakan biasa
makan 3x sehari, dengan jenis nasi, lauk, sayur, dan air putih 1 porsi habis
keluhan tidak ada. Selama sakit klien tidak bermasalah dengan pola
makannya, pasien makan 3x sehari, dengan jenis nasi, lauk, sayur, air
putih dan kadang-kadang teh hangat 1 porsi habis , klien juga tidak
memilah – milah makanan. keluhan tidak ada.
Pola eliminasi sebelum sakit Buang air kecil frekuensi 6 – 7x/ hari,
jumlah urin ± 250 cc/hari warna kuning jernih, bau khas amoniak keluhan
tidak ada. Selama sakit Buang air kecil frekuensi 6 – 6x / hari, Jumlah urin
± 100 cc/hari warna kuning jernih, bau khas amoniak keluhan tidak ada.
Buang air besar sebelum saki frekuensi 1-2x/hari (pagi), dengan
konsistensi lunak berbentuk dan berwarna kuning kecoklatan, bau khas
amoniak keluhan tidak ada. Buang air besar selama sakit frekuensi 1-
2x/hari, dengan konsistensi lunak berbentuk dan berwarna kuning
kecoklatan, bau khas amoniak keluhan tidak ada.
Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit makan/minum mandiri,
toileting mandiri, berpakaian mandiri, mobilitas di tempat tidur mandiri,
40
berpindah mandiri, ambulasi mandiri. selama sakit makan/minum mandiri,
toileting mandiri, berpakaian dibantu orang lain, mobilitas di tempat tidur
mandiri, berpindah di bantu orang lain, ambulasi/ROM di bantu orang
lain.
Pola istirahat tidur sebelum sakit klien mengatakan bisa tidur ± 8
jam/ hari, dan tidak ada gangguan tidur. Selama sakit klien mengatakan
sulit tidur karena lingkungan rumah sakit terlalu ramai, tidur ± 4 – 5 jam /
hari. Mata pasien cekung, mata merah, terdapat lingkar hitam dimata,
pasien gelisah, pasien menguap.
Pola kognitif – Perseptual sebelum sakit klien mengatakan
pendengaran baik, penglihatan kabur, pengecapan masih baik, sensasi
baik. Selama sakit klien mengatakan pendengaran mulai berkurang,
penglihatan kabur, akan tetapi pengecapan dan sensasi masih berfungsi
dengan baik. Klien mengatakan nyeri kepala cekot – cekot, nyeri saat
kepala digerakan, nyeri di bagian kepala belakang, skala nyeri 5, timbul
saat duduk hilang saat tiduran dengan durasi ± 3 menit. Ekspresi wajah
klien meringis kesakitan menahan nyeri klien , tidak nyaman, tangan kiri
memegangi kepala, TD : 170/70 mmHg, Nadi 70x/menit, RR 25x/menit,
Suhu 37,5 oC.
Pola persepsi konsep diri selama sakit, klien mengatakan bahwa
dirinya telah melakukan yang terbaik dan merasa bahagia berada
dilingkungan orang yang disayangi. Klien mengatakan bahwa ia
menyayangi seluruh anggota badannya. Klien mengatakan seorang wanita
41
janda yang tinggal satu rumah dengan anaknya. Klien mengatakan seorang
ibu rumah tangga yang tinggal satu rumah dengan anaknya. Klien
mengatakan bahwa dirinya ingin menjadi seorang ibu yang baik bagi anak
– anak nya.
Pola peran dan hubungan klien sebelum sakit, klien mengatakan
hubungan dengan keluarga harmonis dan hubungan dengan masyarakat
sekitar juga baik. Selama sakit klien mangatakan hubungan dengan
keluarga, perawat, maupun pasien di ruangan teratai baik.
Pola seksualitas reproduksi sebelum sakit klien berumur 73 tahun,
berjenis kelamin peremuan (Janda) dan mempunyai 3 orang anak, 2 laki –
laki dan 1 perempuan. Klien juga mengatakan sudah tidak ada haid.
Selama sakit klien mengatakan berumur 73 tahun, berjenis kelamin
perempuan klien mengatakan berumur 73 tahun, berjenis kelamin
perempuan (Janda) dan mempunyai 3 orang anak 2 laki – laki dan
perempuan, klien mengatakan sudah tidak haid.
Pola mekanisme koping sebelum sakit, klien mengatakan ketika
ada masalah di dalam keluarga dirinya selalu bercerita kepada seluruh
anggota keluarganya dan ketika mengambil keputusan dilakukan dengan
musyawarah. Selama sakit, klien mengatakan bahwa ketika ada masalah
baik dalam keluarga maupun pada saat dirawat di Rumah Sakit dirinya
selalu bercerita kepada seluruh anggota keluarganya dan juga kepada
perawat yang menjaga di ruangan.
42
Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit klien mengatakan bahwa
dirinya beragama islam dan selalu melakukan sholat 5 waktu. Selama
sakit, klien mengatakan dirinya tidak dapat melakukan sholat 5 waktu
dengan tepat serta hanya dapat berdo’a diatas tempat tidur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data bahwa keadaan umum
klien sadar penuh atau composmetis. Saat dilakukan pengukuran tanda –
tanda vital didapati hasil tanda – tanda vital 170/70 mmHg, Nadi
70x/menit teraba kuat dengan irama teratur, pernafasan 25x/menit dengan
irama teratur, suhu tubuh klien normal 37,5oC.
Bentuk kepala klien messocepal, kulit kepalanya bersih, tidak ada
lesi, dan tidak ada jejas, kebersihan kulit kepala klien terjaga. Rambut
klien terjaga kebersihannya dan tidak mudah rontok rambut panjang dan
beruban. Pada Mata klien palpebra tidak ada edema, kunjungtiva tidak
anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, diameter kanan dan kiri sama ± 2
cm, mata klien kemerahan, reflek terhadap cahaya positif, klien
menggunakan kaca mata. Bentuk hidung klien simetris, tidak ada polip
dalam saluran pernafasan, tidak ada luka, tidak ada peradangan, tidak ada
sekret pada hidung, tidak ada nyeri tekan, penciuman masih cukup baik,
tidak ada nafas cuping hidung.
Mulut klien terlihat kotor, mukosa bibir kering, tidak ada
peradangan, simetris, dengan warna merah tua, dan tidak ada gangguan
pengecapan. Gigi klien simetris, dengan warna kuning kecoklatan.Telinga
klien bersih, tidak ada serumen fungsi pendengaran klien mulai menurun
43
tidak ada serumen berlebih, bentuk simetris, tidak ada luka. Pada leher
kulit elastis, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, dan tidak ada luka.
Daerah dada kien telihat simetris, tidak ada luka, tidak ada jejas,
ekspansi dada kanan dan kiri sama, dan tidak menggunakan alat bantu
pernafasan. Palpasi vokal premitus kanan dan kiri sama. Perkusi adanya
bunyi resonan pada seluruh lapang paru dan saat di auskultasi tidak ada
suara nafas tambahan. Pada pemeriksaan jantung inspeksi ictus cordis
tidak tampak, Palpasi ictus cordis tidak teraba, perkusi pekak, auskultasi
bunyi jantung sonor.
Pemeriksaan abdomen inspeksi perut simetris, tidak ada luka atau
jejas, umbilicus tidak menonjol, auskultasi bising usus 22x/menit, perkusi
kuadran I, II, III, IV tympani, palpasi tidak terdapat nyeri tekan di kuadran
I, II, III, maupun IV.
Genetalia bersih, tidak terpasang kateter, tidak ada perdarahan,
serta tidak ada kelainan pada genetalia. Rektum bersih, tidak ada
perdarahan, tidak ada kelainan pada anus dan rektum.
Ekstremitas atas kekuatan otot kanan dan kiri gerakan nya normal,
menantang gravitasi dengan penahanan penuh, kenormalan kekuatan otot
kanan 4 kiri 5. Daerah ektremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri
normal penuh menentang gravitasi dengan penahanan penuh, kenormalan
kekuatan otot kanan 5 kiri 5. Pada ektremitas atas dan bawah teraba
hangat, gerakan ROM ekstremitas kanan atas, kiri atas, kanan bawah dan
44
kiri bawah normal. Pada ekstremitas atas atas dan bawah tidak ditemukan
edema.
Pada pemeriksaan penunjang labolatorium tanggal 10 Maret 2015,
didapatkan hasil yaitu hemoglobin 13.1 g/dl (nilai normal 12.1-17.6),
hematokrit 39.0 % (nilai normal 35-45), eritrosit 4.71 juta/mm³ (nilai
normal 4.5-5.9), leukosit 10.600 mm³ (nilai normal 4.400-11.300),
trombosit 186.000 U/L (nilai normal 150-300), gula darah sementara 98
% (nilai normal 76-120), basofil 0.1 % (nilai normal 0-2), eosinofil 0.7 %
(nilai normal 0-4), neutrofil 77.1 % (nilai normal 55-80), limfosit 30 %
(nilai normal 22-44), monosit 6.7 % (nilai normal 0-7), PH 6.5 % (nilai
normal 4.5-8.0).
Pada tanggal 10 Maret 2015 pasien mendapatkan terapi infus RL
20 tetes per menit merupakan golongan elektrolik yang berfungsi sebagai
resusitasi cairan, obat oral amiodipine 1x10 mg merupakan obat
hipertensi, injeksi antalgin melalui injeksi intravena 500mg per 8 jam,
injeksi furosemid melalui injeksi intravena 10mg per 12jam merupakan
golongan diuretik yang berfungsi sebagai obat hipertensi ringan dan
sedang.
Pada tanggal 11 Maret 2015 pasien mendapatkan terapi infus RL
20 tetes permenit merupakan golongan elektrolit yang berfungsi sebagai
resusitasi cairan , obat oral amiodipine 1x10 mg digunakan untuk obat
hipertensi, obat antalgin melalui injeksi intravena 500 mg per 8 jam
merupakan golongan analgesik antipiretik yang berfungsi sebagai obat
45
penghilang rasa sakit (nyeri), injeksi furosemid 10 mg/12 jam golongan
diuretik berfungsi sebagai untuk hipertensi ringan dan sedang.
Pada tanggal 12 Maret 2015 pasien mendapatkan terapi infus RL
20 tetes per menit merupakan golongan elektrolit yang berfungsi sebagai
resusitasi cairan, injeksi furosemid 10 mg per 12 jam merupakan
golongan diuretik yang berfungsi sebagai obat hipertensi ringan dan
sedang.
C. Perumusan Masalah Keperawatan
Dari hasil pengkajian pada tanggal 10 Maret 2015 jam 11.05 wib
didapatkan data subyektif pasien mengatakan nyeri kepala P (Provocate)
saat kepala digerakan,Q (Quality ) seperti nyeri cekot – cekot, R (Regio)
bagian kepala belakang, S (severity) nyeri 5 T (Time ) hilang saat tiduran
timbul saat duduk dengan durasi ± 3 menit. Data obyektif yang diperoleh
klien ekspresi wajah klien meringis kesakitan menahan nyeri, klien tidak
nyaman, tangan kiri klien memegangi kepala, tekanan darah 170 mmHg,
Nadi 70 x /menit. Maka penulis merumuskan diagnosa keperawatan nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
Dari hasil pengajian pada tanggal 10 Maret 2015 jam 11.10 wib
didapatkan data subyektif pasien mengatakan sulit tidur karena lingkungan
terlalu ramai, tidur ± 4 sampai 5 jam / hari. Data obyektif yang diperoleh
mata cekung, terdapat lingkar hitam atau kantung mata hitam, pasien
gelisah. Maka penulis merumuskan diagnosa keperawatan gangguan pola
tidur berubungan dengan keadaan lingkungan, bising.
46
D. Perencanaan
Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 10 Maret 2015
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan
asuhan keperawatan pada Ny. W dengan diagnosa keperawatan yang
pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis dengan
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil pasien dapat
mengontrol nyeri, skala nyeri berkurang menjadi 2, ekspresi wajah pasien
nyaman atau tidak gelisah, pasien tidak menahan nyeri, tanda-tanda vital
Dalam batas normal TD 110/80 – 140/90 mmHg, Nadi 80 – 100 x/
menit, Pernafasan (RR) 16 - 24x / menit, Suhu 36,5 – 37,5oC. Intervensi
atau rencana yang akan dilakukan adalah Kaji skala nyeri pasien
(P,Q,R,S,T) dengan rasional untuk mengetahui skala nyeri pada pasien,
Observasi tanda-tanda vital rasional tanda- tanda vital (TTV)dalam batas
normal dan untuk melihat tindakan lebih lanjut, Lakukan fisioterapi kepala
(masase kepala) rasional untuk memperlancar saraf – saraf pada kepala
sehingga dapat mengurangi nyeri pada kepala, ajarkan relaksasi nafas
dalam rasional untuk meningkatkan kemampuan dalam mengurangi
manajemen nyeri, Kolaborasi dengan ahli gizi (dalam pemberian diet
rendah garam) rasional untuk membantu menurunkan tekanan darah
pasien serta untuk memberikan diet makanan yang tepat pada pasien,
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik (injeksi
47
antalgin 50 mg/8 jam)rasional untuk mencegah terjadinya nyeri yang akan
terulang kembali atau untuk mengurangi nyeri.
Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa yang kedua yaitu
gangguan pola tidur berhubungan dengan keadaan lingkungan ; bising
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan pola tidur dapat terpenuhi, dengan kriteria hasil pasien dapat
istirahat dengan tenang, pasien tidak gelisah, jumlah tidur dalam batas
normal 7-8 jam/hari, mata tidak cekung atau pun merah, tidak terdapat
lingkaran hitam dimata, perasaan segar sesudah tidur atau istirahat.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah lakukan
pengkajian gangguan pola tidur pasien dengan rasional untuk mengetahui
penyebab gangguan tidur, Bantu klien mencari posisi yang nyaman di
tempat tidur dengan rasional memberikan kenyamanan saat pasien tidur,
Ciptakan suasana lingkungan Rumah Sakit yang kondusif dengan
membatasi jam pengunjung pasien dengan rasional meningkatkan kualitas
tidur pasien, Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat tidur dengan
rasional agar klien dapat tidur.
E. Implementasi
Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal
10 Maret 2015 jam 11.20 wib mengkaji skala nyeri pasien (PQRST)
respon subyektif Pasien mengatakan nyeri kepala, nyeri saat kepala
digerakan, nyeri cekot-cekot, nyeri pada bagian kepala belakang, nyeri
skala 5, hilang saat tiduran timbul saat duduk dengan durasi ± 3 menit.
48
Respon obyektif ekspresi wajah pasien meringis kesakitan menahan nyeri,
pasien tidak nyaman, tangan pasien memegangi kepala, tekanan darah
165/70 mmHg, nadi 70x/menit. Jam 11.25 wib mengajarkan relaksasi
nafas dalam respon subyektif pasien mengtakan bersedia untuk diajari
nafas dalam yang benar, respon objektif pasien gelisah, ekspresi wajah
pasien kesakitan menahan nyeri, pasien tidak nyaman, pada jam 11.30wib
melakukan fisioterapi kepala (masase kepala) respon subyektif pasien
mengatakan kepala nya nyeri ketika digerakan, nyeri pada bagian kepala
belakang, nyeri cekot-cekot, skala 5, hilang saat tiduran timbul saat duduk
dengan durasi ± 3 menit, respon objektif skala nyeri 5, ekspresi wajah
meringis kesakitan menahan nyeri, pasien tidak nyaman, pada jam 11.35
wib melakukan tanda-tanda vital (TTV) respon subyektif pasien
mengatakan bersedia untuk ditensi, tekanan darah 165/75 mmHg, nadi
72x/menit, suhu 36,5oC, pernafasan 23x/menit.
Pada jam 12.50 wib melakukan pengkajian gangguan pola tidur
pasien respon subyektif pasien mengatakan tidak bisa tidur, respon
objektif pasien menguap, mata merah, terdapat kantung mata hitam
dimata, pada jam 13.00 wib membantu kien mencari posisi yang nyaman
ditempat tidur respon subyektif pasien mengatakan posisi tidurnya belum
nyaman, respon obyektif pasien terlihat miring kanan miring kiri, pasien
gelisah, pada jam 13.05 wib memberi tahu kepada keluarga untuk
membatasi pengunjung respon subyetif keluarga klien mau untuk
diberitahu, respon objektif pengunjung bergantian msuk ruangan, pada jam
49
13.10 wib melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
analgesik (injeksi antalgin 500 mg/ 8 jam) respon subyektik pasien
mengatakan bersedia untuk disuntik. Respon objektif obat sudah masuk
semua, obat injeksi masuk melalui selang infus, tidak ada alergi pada kulit
ataupun syok, pada jam 13.30 wib respon subyektif melakukan fisioterapi
kepala (masase kepala) respon subyektif pasien mengatakan kepala nya
masih nyeri ketika digerakan, nyeri pada tempat yang sama (kepala bagian
belakang), nyeri cekot-cekot, respon objektif skala nyeri 5, pasien gelisah,
ekspresi wajah meringis kesakitan menahan nyeri, pada jam 14.00 wib
melakukan tanda–tanda vital (TTV) respon subyektif pasien mengatakan
bersedia ditensi, respon objektif tanda-tanda vital 170/70 mmHg, nadi
75x/menit, pernafasan 22x/menit, suhu 36,5oC.
Implementasi keperawatan pada tanggal 11 Maret 2015 pada jam
07.30 wib melakukan pengkajian adanya gangguan pola tidur pasien
respon subyektif pasien mengatakan tidur kurang puas, respon objektif
pasien lesu, mata cekung, pasien menguap, mata merah.
Pada jam 07.35 wib melakukan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgesik (Injeksi antalgin 500 mg / 8 jam), respon
subyektif pasien mengatakan mau untuk disuntik, respon objektif obat
sudah masuk semua, obat injeksi masuk melalui intravena, tidak ada
tanda-tanda alergi pada kulit atau pun syok, pasien nyaman, pada jam
09.00 wib melakukan tanda-tanda vital (TTV) respon subyektif pasien
mengatakan bersedia ditensi, respon obyektif tanda-tanda vital (TTV)
50
tekanan darah 160/80 mmhg, nadi 75x/menit pernafasan 20x/menit suhu
36,5oC, pada jam 09.05 wib melakukan atau memberikan fisioterapi
kepala (masase kepala), respon subyektif pasien mengatakan nyeri kepala
sedikit berkurang pada saat kepala digerakkan nyeri masih terasa cekot-
cekot pada bagian kepala belakang, nyeri hilang saat tiduran timbul saat
duduk dengan durasi ± 2 menit, respon obyektif skala nyeri 4 pasien tidak
nyaman. Pada jam 11.10 wib melakukan atau memberikan fisioterapi
kepala (masase kepala), respon subyektif pasien mengatakan nyeri kepala
sedikit berkurang pada saat kepala digerakan, nyeri masih cekot-cekot
pada tempat yang sama,nyeri hilang timbul dengan durasi ± 2 menit,
respon obyektif skala nyeri 4, pasien tidak nyaman, ekspresi wajah pasien
terlihat menahan nyeri. Pada jam 11.40 wib melakukan tanda-tanda vital
(TTV), respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di tensi,
respon obyektif tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 85 kali per menit,
pernafasan 18 kali per menit, suhu 36,0 derajat celcius. Pada jam 11.50
wib membantu klien mencari posisi yang nyaman ditempat tidur, respon
subyektif pasien mengatakan posisi tidurnya belum nyaman, respon
obyektif pasien gelisah. Pada jam 13.10 wib memberitahu kepada keluarga
untuk membatasi pengunjung, respon subyektif keluarga klien mengatakan
bersedia untuk membatasi pengunjung yang menjenguk klien, respon
obyektif ruangan tenang.
Implementasi keperawatan pada tanggal 12 Maret 2015 pada jam
07.40 wib melakukan pengkajian gangguan pola tidur pasien, respon
51
subyektif pasien mengatakan tidur pulas dan tidak ada gangguan tidur,
tidur 7-8 jam per hari, respon obyektif pasien tidak gelisah, pasien terlihat
segar, mata tidak cekung, tidak terdapat kantung hitam di mata. Pada jam
07.50 wib melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
analgesik (injeksi antalgin 500 mg per 8 jam), respon subyektif pasien
mengatakan mau di suntik biar cepat sembuh, respon obyektif obat injeksi
masuk melalui selang infus, tidak ada tanda-tanda alergi pada kulit
ataupun syok. Pada jam 08.00 wib melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
(dalam pemberian diet rendah garam), respon subyektif pasien
mengatakan bersedia makan yang telah disediakan di rumah sakit, respon
obyektif menikmati makanan yang disediakan di rumah sakit, makan 1
porsi habis. Pada jam 08.30 wib melakukan tanda-tanda vital, respon
subyektif pasien mengatakan bersedia di tensi, respon obyektif tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 83 kali per menit, pernafasan 20 kali per menit,
suhu 36,5 derajat celcius. Pada jam 08.40 wib melakukan fisioterapi
kepala (masase kepala), respon subyektif pasien mengatakan nyeri kepala
hilang karena selain obat juga dibantu dengan pemijatan kepala, nyeri
kepala tumpul, nyeri kepala belakang hilang baik pada saat tiduran
maupun duduk dengan durasi kurang lebih setengah menit, pasien tidak
gelisah, pasien nyaman, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 kali per
menit. Pada jam 09.10 wib melakukan tanda-tanda vital, respon subyektif
pasien mengatakan mau untuk di tensi dan ingin cepat pulang, respon
obyektif tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan
52
20 kali per menit, suhu 36,5 derajat celcius. Pada jam 09.20 wib mengkaji
skala nyeri pasien (PQRST), respon subyektif pasien mengatakan nyeri
hilang karena selain obat juga dibantu dengan pemijatan kepala, pasien
mengatakan nyeri cekot-cekot nya hilang, pasien mengatakan nyeri kepala
belakang hilang, skala nyeri 2, nyeri hilang baik saat tiduran maupun
duduk dengan durasi kurang lebih setengah menit, resopn obyektif
ekspresi wajah pasien sedikit nyeri, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80
kali per menit. Pada jam 10.35 wib menciptakan suasana lingkungan
rumah sakit yang kondusif dengan membatasi jam pengunjung pasien,
respon subyektif pasien mengatakan mau mendengarkan apa yang di
sampaikan perawat, respon obyektif lingkungan rumah sakit tenang. Pada
jam 10.40 wib membantu klien mencari posisi yang nyaman di tempat
tidur, respon subyektif pasien mengatakan posisi tidurnya nyaman miring
ke kiri, respon obyektif pasien nyaman, pasien tidur miring kiri. Pada jam
13.00 wib melakukan pengkajian gangguan pola tidur pasien, respon
subyektif pasien mengatakan tidak ada gangguan tidur, respon obyektif
pasien nyaman, ekspresi wajah cerah, mata tidak cekung, tidak terdapat
lingkar hitam di mata. Pada jam 13.10 wib melakukan tanda-tanda vital,
respon subyektif pasien mengatakan bersedia di tensi, respon obyektif
tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 85 kali per menit, pernafasan 20 kali
per menit, suhu 36,5 derajat celcius.
53
F. Evaluasi
Evaluasi hari pertama diagnosa pertama setelah dilakukan tindakan
keperawatan pada tanggal 10 Maret 2015 jam 14.05 wib, dilakukan
evaluasi keperawatan dengan menggunakan metode SOAP (Subyektif,
Obyektif, Analysa, Planing) dengan hasil evaluasi data subyektif yaitu P
(Provokatif) pasien mengatakan nyeri saat kepala digerakan, Q (Quality)
nyeri cekot – cekot, R (Region) kepala bagian belakang, S (Severity) skala
nyeri 5 , T (Time) hilang saat tiduran timbul saat duduk dengan durasi ± 3
menit, obyektif ekspresi wajah pasien meringis kesakitan menahan nyeri,
pasien tidak nyaman, tangan pasien memegangi kepala, tekanan darah
165/70 mmHg, Nadi 70x/menit, Analyse masalah nyeri belum teratasi,
Planning intervensi dilanjutkan yaitu kaji skala nyeri pasien (P, Q, R, S,
T), observasi tanda-tanda vital, lakukan fisioterapi kepala (masase kepala),
ajarkan relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan tim ahli gizi (dalam
pemberian diet rendah garam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat analgetik (injeksi antalgin 500 mg/ 8 jam).
Diagnosa kedua setelah dilakukan tindakan keperawatan tanggal 10
Maret 2015 jam 14.10 wib dilakukan evaluasi keperawatan dengan dengan
data subyektif pasien mengatakan tidak bisa tidur karena lingkungan
rumah sakit yang ramai tidur 4- 5 jam / hari, Obyektif pasien gelisah,
terdapat mata merah, Analyse masalah belum teratasi, planning intervensi
dilanjutkan yaitu lakukan pengkajian gangguan pola tidur pasien, bantu
klien mencari posisi yang nyaman ditempat tidur, ciptakan suasana
54
lingkungan rumah sakit yang kondusif dengan membatasi jam pengunjung
pasien, kolaborasi dengan Dokter dalam pemberian obat tidur.
Evaluasi hari kedua dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 jam
13.20 wib didapatkan hasil evaluasi secara data subyektif dilakukan
evaluasi keperawatan dengan dengan data subyektif yaitu P (Provokating)
pasien mengatakan nyeri saat kepala digerakkan, Q (Quaity) nyeri cekot –
cekot, R (Region) kepala bagian belakang, S (Severity) skala nyeri 4, T
(Time) nyeri hilang saat tiduran, timbul saat duduk dengan durasi ± 2
menit, obyektif ekspresi wajah pasien meringis kesakitan menahan nyeri,
pasien tidak nyaman, tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 80x/menit,
analyse masalah belum teratasi, planning intervensi dilanjutkan kaji skala
nyeri pasien (PQRST), observasi tanda-tanda vital, kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian diet rendah garam, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgesik (injeksi antalgin 500 mg per 8 jam).
Diagnosa kedua setelah dilakukan tindakan keperawatan tanggal 11
Maret 2015 jam 13.30 wib dilakukan evaluasi keperawatan dengan data
subyektif yaitu pasien mengatakan tidak bisa tidur, tidur 4 sampai 7 jam
per hari, obyektif pasien menguap, mata cekung, mata merah, analyse
masalah belum teratasi, planning intervensi dilanjutkan yaitu lakukan
pengkajian gangguan pola tidur pasien, ciptakan suasana lingkungan
rumah sakit yang kondusif dengan membatasi jam pengunjung pasien,
bantu klien mencari posisi yang nyaman ditempat tidur.
55
Evaluasi hari ketiga diagnosa pertama setelah dilakukan tindakan
keperawatan tanggal 12 Maret 2015 jam 13.15 wib, dengan hasil evaluasi
data subyektif yaitu P (Provoting) pasien mengatakan nyeri kepala, Q
(Quality) nyeri cekot-cekot, R (Regio) kepala bagian belakang, S
(Severity) skala nyeri 2, T (Time) nyeri hilang saat tiduran, timbul saat
duduk dengan durasi ± setengah menit, obyektif ekspresi wajah pasien
nyaman, tidak menahan nyeri, pasien tidak gelisah, tekanan darah 130/80
mmHg, nadi 80x/menit, analyse masalah teratasi, planning pertahankan
intervensi berikan masase kepala.
Diagnosa kedua setelah dilakukan tindakan keperawatan tanggal 12
Maret 2015 jam 13.20 wib dengan evaluasi data subyektif yaitu pasien
mengatakan sudah bisa tidur, tidur 7 sampai 8 jam per hari, obyektif
pasien tenang, pasien nyaman atau tidak gelisah, tidur 7 sampai 8 jam per
hari, mata tidak cekung, tidak terdapat lingkat hitam dimata, pasien terlihat
segar, analyse masalah teratasi, planning hentikan intervensi.
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan pada
Ny. W dengan “Pemberian Fisioterapi Kepala (Masase Kepala) terhadap
Penurunan Nyeri Kepala dengan Hipertensi di Ruang Teratai RSUD Dr. Soediran
Mangoen Soemarso Wonogiri”. Asuhan keperawatan meliputi tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Penulis akan
membahas adanya kesesuaian atau kesenjangan antara teori dan hasil penelitian.
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan data secara
sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional
pada sat ini dan waktu sebelumnya (Andarmoyo, 2013).
Pengkajian terhadap Ny. W yang dilakukan dengan metode yang
digunakan adalah autoanamnesa dan alloanamnesa, dimulai dari biodata
pasien, riwayat kesehatan, pola gordon, pengkajian fisik, dan didukung
dengan hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan penunjang (Darmawan,
2012 ; 3).
Metode dalam mengumpulkan data adalah observasi yaitu, dengan
mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh data tentang
masalah – masalah yang dialami klien. Selanjutnya data dasar tersebut
digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan untuk mengatasi
masalah – masalah klien (Darmawan, 2012) ; 5).
56
57
Hasil pengkajian pada tanggal 10 Maret 2015 pada kasus didapat
keluhan utama adalah nyeri kepala. nyeri akibat peningkatan tekanan darah
(Monica, 2011). Riwayat penyakit dahulu klien mengatakan belum pernah
masuk Rumah Sakit dan klien belum pernah operasi, klien juga tidak
mempunyai alergi, baik makanan, obat – obatan maupun suhu (Cuaca). Klien
mengatakan tidak pernah dilakukan imunisasi, serta klien juga tidak pernah
mempunyai kebiasaan yang buruk. Riwayat kesehatan keluarga klien
mengatakan bapak dari Ny. W menderita hipertensi, Pola istirahat tidur
selama sakit pasien mengatakan sulit tidur karena lingkungan rumah sakit
terlalu ramai, tidur kurang lebih 4-5 jam per hari, Pola kognitif perseptual
selama sakit pasien mengatakan nyeri kepala ketika digerakan nyeri cekot-
cekot di bagian kepala belakang dengan skala 5 nyeri hilang saat tiduran
timbul saat duduk dengan durasi kurang lebih 3 menit, pasien terlihat tidak
nyaman, tangan kiri pasien memegangi kepala. Pemeriksaan fisik meliputi
tekanan darah 170/70 mmHg, nadi 70x/menit irama teratur dan teraba kuat,
suhu 37,50
C, pemeriksaan mata palpebral tidak ada edema, konjungtiva tidak
anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, diameter kanan dan kiri sama, reflek
terhadap cahaya positif. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada
persamaan antara data kasus dan teori yaitu manifestasi klinis dari hipertensi.
Manifestasi dari hepertensi adalah perubahan pada retina seperti perdarahan,
eksudat, (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, edema pupil
(edema pada diskus optikus). Gejala bila ada menunjukkan adanya kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang
58
divasulerisasi oleh pembuluh darah (Brunner & Suddarth dalam wijaya,
2013).
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Perumusan Masalah Keperawatan adalah keputusan klinis tentang
respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang
aktual dan potensial, atau proses kehidupan (Andarmoyo, 2013).
Perumusan diagnosa keperawatan didasarkan oleh hasil pengkajian
yang didapatkan keluhan utama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera biologis berdasarkan data subyektif klien mengatakan nyeri kepala
nyeri cekot – cekot dibagian kepala belakang dengan skala 5 dihitung dari
skala nyeri 10 sampai 5 nyeri hilang saat tiduran timbul saat duduk dengan
durasi kurang lebih 3 menit. Data objektif ekspresi wajah pasien meringis
kesakitan menahan nyeri, pasien tidak nyaman, tangan kiri pasien memegangi
kepala, TD : 170/70 mmHg, Nadi : 70x.menit.
Nyeri adalah pengalaman pribadi, subyektif, yang dipengaruhi oleh
budaya, persepsi seseorang, perhatian, dan variabel-variabel psikologis lain,
yang mengganggu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap orang untuk
menghentikan rasa tersebut (Judha, 2010 dalam andarmoyo 2013).
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual, potensial
atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international
Association for the study of paint); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan yang dapat diantisipasi dan berlangsung
59
< 6 bulan. Batasan karakteristik perubahan tekanan darah, perubahan
frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan, mengekspresikan perilaku
(misalnya gelisah,merengek, menangis), gangguan tidur (Hardhi, 2013).
Perumusan masalah untuk diagnosa ke dua yaitu gangguan pola tidur
berhubungan dengan keadaan lingkungan ; bising berdasarkan data subyektif
pasien mengatakan sulit tidur karena lingkungan terlalu ramai, tidur ± 4
samapi 5 jam/ hari. Data obyektif klien mata cekung, mata merah, terdapat
lingkar hitam dimata, pasien gelisah, pasien menguap.
Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu
tidur akibat faktor eksternal. Batasan karakteristik perubahan pola tidur
normal, penuruanan kemampuan berfungsi, menyatakan tidak mengalami
sulit tidur (Hardhi, 2013).
C. Perencanaan
Perencanaan adalah langkah berikutnya dalam proses keperawatan.
Pada langkah ini, perawat menetapkan tujuan dan kriteria atau hasil yang
diharapkan bagi klien dan merencanakan intervensi keperawatan
(Andarmoyo, 2013).
Dalam kasus ini penulis melakukan intervensi selama 2x24 jam
dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik nyeri. Tujuan dari intervensi
adalah suatu sasaran atau maksud yang menggambarkan perubahan yang
diinginkan pada setiap kondisi atau perilaku klien dengan kriteria hasil yang
diharapkan perawat. Kriteria hasil merupakan sasaran spesifik, langkah demi
langkah pada pencapaian tujuan dan menghilangkan penyebab untuk
60
diagnosa keperawatan. Suatu hasil merupakan perubahan status klien yang
dapat diukur dalam berespon terhadap asuhan keperawatan. Hasil adalah
respon yang diinginkan dari respon kondisi klien dalam dimensi fisiologis,
sosial, emosional, perkembangan atau spiritual. Pedoman penulisan kriteria
hasil berdasarkan SMART (Spesifik, Measurable, Achieveble, Reasonable,
dan Time). Spesific adalah berfokus pada klien, measurable dapat diukur,
dilihat, diraba, dirasakan, dan dibau. Achieveble adalah tujuan yang harus
dicapai, sedangkan Reasonable merupakan tujuan yang harus dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Time adalah batasan pencapaian
dalam rentang waktu tertentu, harus jelas batasan waktunya (Dermawan, 2012
; 99-100).
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa yang pertama yaitu sesuai
dengan teori yaitu pantau karakteristik nyeri dan ketidaknyamanan.
Pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri menggunakan metode PQRST : P
(Paliatif / proaktif = yang menyebabkan timbulnya masalah) apakah yang
menyebabkan gejala, apa saja yang dapat mengurangi dan memperberatnya,
Q (Quality dan Quantity = kualitas dan kuantitas nyeri yang dirasakan)
bagaimana gejala nyeri dirasakan / sejauh mana klien merasakan sekarang, R
(Region = lokasi nyeri) dimana gejala terasa.
S (Saverity = keparahan) seberapa keparahan dirasakan (nyeri dengan
skala berapa), T (Time =waktu) kapan gejala mulai timbul, seberapa sering
gejala terasa (Andarmoyo, 2013). Rencana tindakan yang disusun antara lain
kaji skala nyeri pasien (PQRST) dengan rasional untuk mengetahui skala
61
nyeri pada pasien, observasi Tanda-tanda vital pasien dengan rasional tanda-
tanda vital dalam dalam batas normal dan untuk melihat tindakan lebih
lanjut,lakukan fisioterapi kepala (masase kepala) dengan rasional untuk
memperlancar saraf- saraf pada kepala sehingga dapat mengurangi nyeri pada
kepala, ajarkan relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk meningkatkan
kemampuan dalam mengurangi manajemen nyeri , kolaborasi dengan ahli
gizi (dalam pemberian diet rendah garam) dengan rasional untuk membantu
menurunkan tekanan darah pasien serta untuk memberika diet makanan yang
tepat pada pasien, kolaborasi dengan Dokter dalam pemberian obat analgesik
(injeksi antalgin 500 mg/8 jam) dengn rasional untuk mencegah terjadinya
nyeri yang akan terulang kembali atau untuk mengurangi nyeri.
Intervensi keperawatan yang ke dua penulis merencanakan diagnosa
gangguan pola tidur berhubungan dengan keadaan lingkungan, bising tujuan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pola
tidur dapat terpenuhi, dengan kriteria hasil pasien dapat istirahat dengan
tenang, pasien tidak gelisah, jumlah tidur dalam batas normal 7-8 jam/hari,
mata tidak cekung atau pun merah, tidak terdapat lingkaran hitam dimata,
perasaan segar sesudah tidur atau istirahat. Intervensi atau rencana
keperawatan yang akan dilakukan adalah lakukan pengkajian gangguan pola
tidur pasien dengan rasional untuk mengetahui penyebab gangguan tidur,
bantu klien mencari posisi yang nyaman di tempat tidur dengan rasional
memberikan kenyamanan saat pasien tidur, ciptakan suasana lingkungan
Rumah Sakit yang kondusif dengan membatasi jam pengunjung pasien
62
dengan rasional meningkatkan kualitas tidur, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat tidur dengan rasional agar klien dapat tidur.
D. Implementasi
Implementasi adalah komponen dari proses keperawatan yang
merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dari hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Andarmoyo, 2013).
Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang
telah disusun sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek tujuan dan
kriteria hasil dalam rentang normal yang diinginkan. Tindakan keperawatan
dilakukan oleh penulis pada tanggal 10 Maret 2015 yaitu mengkaji skala
nyeri (P, Q, R, S, T) dengan rasional untuk mengetahui skala nyeri pada
pasien. Data mengenai nyeri klien digunakan untuk menentukan tindakan
yang dilakukan selanjutnya (Alimul, 2012). Mengobservasi keadaan umum
dan memantau tanda-tanda vital. Hal ini dilakukan dengan rasional tanda-
tanda vital klien dalam batas normal dan untuk melihat tindakan lebih lanjut.
Memberikan fisioterapi kepala (masase kepala) dengan rasional untuk
mengurangi atau menurunkan nyeri kepala klien. Massase adalah pijat yang
telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau gerakan-
gerakan tangan yang mekanis terhadap tubuh manusia dengan
mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau tehnik. (Bambang,
2012). Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak,
biasanya otot, tendon, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau
63
perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri,menghasilkan relaksasi, dan
atau memperbaiki sirkulasi (Mander, 2004 dalam Andarmoyo, 2013).
Tekhnik yang digunakan dalam masase kepala yaitu yang pertama-tama
lakukan cuci tangan terlebih dahulu, siapkan lotion secukupnya, kemudian
gosokan mulai dari tengah dahi sampai pada kepala belakang melewati atas
daun telinga, pijat daerah kepala dari tepi menuju kebagian tengah atas kepala
(umbun-umbun), kemudian gerus dari pelipis sampai atas daun telinga dan
gerus dari bawah prosesus mastoideus dari sebelah kiri menuju ke kanan.
Lakukan masing-masing selama 10 detik.
Penulis menggunakan alat pengukur Wong Baker sebagai hasil
pemberian masase kepala.
Gambar 5.1
(Chayatin, 2008)
64
Jurnal yang penulis aplikasikan menurut jurnal Astuti (2014) pada Ny.
W tanggal 10 sampai 12 Maret skala pada pengukuran nyeri ini menggunakan
Skala Bourbanis. Namun, penulis menggunakan Skala Wong Baker ini dalam
menentukan intensitas skala nyeri. Intensitas nyeri pada skala ini ditunjukan
dalam bentuk gambar yang terdiri dari enam gambar wajah pada enam skala
nyeri nol tidak nyeri, satu sedikit sakit, dua sedikit lebih sakit, tiga lebih sakit
lagi, empat sangat sakit, lima nyeri sangat hebat. Skala Wong Baker ini
menjadi bahan pertimbangan penulis dalam mengaplikasikan terapi ini
dikarenakan tingkat pendidikan pasien yang sekolah dasar dan umur pasien
75 tahun akan lebih dipermudah dalam mempersepsikan nyeri dengan
menyesuaikan gambar yang tertera di Skala Wong Baker. Menurut Lyrawati
(2009) skala nyeri Bourbanis tidak disarankan digunakan pada usia lanjut dan
pendidikan sekolah dasar karena melihat kemampuan berfikir abstrak pasien
yang telah menurun.
Berikut hasil tindakan pemberian masase kepala yang dilakukan
selama 3 hari di rumah sakit yaitu :
Pada tanggal 10 maret 2015 sebelum dilakukan pemberian masase
kepala skala nyeri 5. kemudian setelah dilakukan pemberian masase kepala
skala nyeri tetap 5 dihitung dari skala nyeri 10 sampai 5. Pada tanggal 11
maret 2015 sebelum dilakukan pemberian masase kepala skala nyeri 5
kemudian setelah dilakukan pemberian masase kepala skala nyeri berubah
menjadi 4 dihitung dari skala nyeri 10 sampai 4. Pada tanggal 12 maret 2015
sebelum dilakukan pemberian masase kepala skala nyeri 4 kemudian setelah
65
dilakukan pemberian masase kepala skala berubah menjadi 2 dihitung dari
skala nyeri 10 sampai 4.
Mengajarkan relaksasi nafas dalam hal ini dilakukan dengan rasional
untuk meningkatkan kemampuan klien dalam mengurangi manajemen nyeri
terapi tehnik relaksasi nafas dalam sangat baik untuk dilakukan setiap hari
oleh penderita hipertensi, agar membantu tubuh terutama otot pembuluh
darah sehingga mempertahankan elastisitas pembuluh darah elastik.
(Rahmadhani, 2014). Menurut Utaya (2012) relaksasi nafas dalam merupakan
kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stres, karena dapat mengubah
persepsi kognitif dan afektif pasien. Relaksasi nafas dalam dapat
menstimulasi respon saraf otonom yaitu dengan menurunkan respon saraf
simpatis dan meningkatkan respon parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis
meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respon parasimpatis lebih banyak
menurunkan aktivitas tubuh sehingga dapat menurunkan nyeri (Tarwoto,
2012). Melakukan kolaborasi dengan tim ahli gizi (dalam pemberian diet
rendah garam) dengan rasional untuk membantu menurunkan tekanan darah
pasien serta untuk memberikan diet makanan yang tepat pada pasien.
Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik dengan
rasional untuk mencegah terjadinya nyeri yang akan terulang kembali atau
untuk mengurangi nyeri (Hardhi, 2013). Menurut Smelzert dan Bare (2002)
dalam Utoyo dkk (2012) Tehnik farmakologi adalah cara yang paling efektif
untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang
berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari, pemberian
66
analgesik biasanya dilakukan untuk mengurangi. Metode pereda nyeri non
farmakologi biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Meskipun
tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan
tersebut mungkin diperlukan atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri
yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit (Smelzer dan Bare 2002
dalam Utoyo dkk 2012). Hasil penurunan nyeri kepala yang diaplikasikan
oleh penulis dibantu dengan farmakologi. Menurut Anwar (2008) efek
maksimal dari obat analgetik adalah 2 sampai 3 jam. Oleh karena itu, jika
terapi ini di implementasikan di Rumah Sakit akan lebih baik jika pemberian
masase kepala memperhatikan waktu pemberian obat hal ini bertujuan agar
peran perawat sebagai pelaksana terapi nonfarmakologi dalam menurunkan
skala nyeri lebih terkontrol.
Implementasi hari kedua yaitu melakukan pengkajian gangguan pola
tidur pasien, membantu klien mencari posisi yang nyaman di tempat tidur,
menciptakan suasana lingkungan rumah sakit yang kondusif dengan
membatasi jam pengunjung pasien, melakukan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat tidur (Hardhi, 2013).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien
kea arah pencapaian tujuan. (Andarmoyo, 2013). Tujuan dari evaluasi antara
lain untuk menentukan perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan
efisiensi tindakan keperawatan, mendapatkan umpan balik dari respon klien,
67
dan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan (Dermawan, 2012 ; 128).
Evaluasi terhadap Ny. W dilakukan dengan menggunakan metode
SOAP (Subjektif, Objective, Analysis, and Planning) untuk mengetahui
keefektifan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan dengan
memperhatikan pada tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan sesuai dengan
rentang normal.
Pada tanggal 10 maret 2015, jam pada tanggal 10 Maret 2015 jam
14.05 wib, diperoleh hasil sebagai berikut data subyektif pasien mengatakan
nyeri kepala, nyeri cekot-cekot, nyeri kepala bagian belakang, skala nyeri 5,
nyeri hilang saat tiduran timbul saat duduk dengan durasi kurang lebih 3
menit obyektif ekspresi wajah pasien meringis kesakitan menahan nyeri,
pasien tidak nyaman, tangan pasien memegangi kepala, tekanan darah 165/70
mmHg, Nadi 70x/menit, Analyse masalah nyeri belum teratasi, planning
intervensi dilanjutkan yaitu kaji skala nyeri pasien (P, Q, R, S, T), observasi
tanda-tanda vital, lakukan fisioterapi kepala (masase kepala), ajarkan
relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan tim ahli gizi (dalam pemberian diet
rendah garam, kolaborasi dengan Dokter dalam pemberian obat analgetik
(injeksi antalgin 500 mg/ 8 jam). Evaluasi pada diagnosa kedua jam 14.10
wib diperoleh hasil sebagai berikut subyektif pasien mengatakan tidak bisa
tidur karena lingkungan yang ramai tidur 4- 5 jam / hari, Obyektif pasien
gelisah, mata merah , Analyse masalah belum teratasi, planning intervensi
dilanjutkan yaitu lakukan pengkajian gangguan pola tidur pasien, bantu klien
68
mencari posisi yang nyaman ditempat tidur, ciptakan suasana lingkungan
rumah sakit yang kondusif dengan membatasi jam pengunjung pasien,
kolaborasi dengan Dokter dalam pemberian obat tidur.
Pada tanggal 11 Maret 2015 jam 13.20 wib diperoleh hasil sebagai
berikut subyektif pasien mengatakan nyeri saaat kepala digerakan, nyeri
cekot – cekot, nyeri kepala bagian belakang, skala nyeri 4, nyeri hilang saat
tiduran, timbul saat duduk dengan durasi kurang lebih 2 menit, obyektif
ekspresi wajah pasien meringis kesakitan menahan nyeri, pasien tidak
nyaman, tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 80x/menit, analyse masalah
belum teratasi, planning intervensi dilanjutkan kaji skala nyeri pasien
(PQRST), observasi tanda-tanda vital, kolaborasi dengan ahli gizi dengan
pemberian diet rendah garam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat analgesik (injeksi antalgin 500 mg per 8 jam). Evaluasi pada diagnosa
kedua jam 13.30 wib diperoleh hasil sebagai berikut subyektif pasien
mengatakan tidak bisa tidur 4 sampai 7 jam per hari, obyektif pasien
menguap, mata cekung, mata merah, analyse masalah belum teratasi,
planning intervensi lakukan pengkajian gangguan pola tidur pasien, ciptakan
suasana lingkungan rumah sakit yang kondusif dengan membatasi jam
pengunjung pasien, bantu pasien mencari posisi yang nyaman di tempat tidur.
Pada tanggal 12 Maret 2015 jam 13.15 wib diperoleh hasil sebagai
berikut subyektif pasien mengatakan nyeri kepala berkurang, nyeri kepala
cekot-cekot, nyeri kepala bagian belakang, skala nyeri 2, nyeri hilang saat
tiduran, timbul saat duduk dengan durasi kurang lebih setengah menit,
69
obyektif ekspresi wajah nyaman tidak menahan nyeri, pasien tidak gelisah,
tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, analyse masalah
teratasi, planning intervensi berikan masase kepala. Evaluasi pada diagnosa
kedua jam 13.20 wib diperoleh hasil sebagai berikut subyektif pasien
mengatakan sudah bisa tidur, tidur 7 samapi 8 jam/hari, obyektif pasien
tenang, pasien nyaman atau tidak gelisah, tidur 7 sampai 8 jam, mata tidak
cekung, tidak terdapat lingkar hitam dimata, pasien terlihat segar, analyse
masalah teratasi, planning hentikan intervensi.
F. Analisa Fisioterapi Kepala (Masase Kepala)
Evaluasi pertama Sebelum dilakukan pemberian fisioterapi kepala
(masase kepala) diperoleh data subyektif pasien mengatakan nyeri kepala
ketika digerakan, nyeri cekot-cekot, nyeri kepala bagian belakang, skala nyeri
5 dihitung dari skla nyeri 10 sampai 5, hilang saat tiduran timbul saat duduk
dengan durasi kurang lebih 3 menit. Data obyektif ekspresi wajah pasien
meringis kesakitan menahan nyeri, pasien tidak nyaman, tangan pasien
memegangi kepala,tekanan darah 165/70 mmHg, nadi 70x/menit.
Setelah dilakukan pemberian fisioterapi kepala (masase kepala)
diperoleh data subyektif pasien mengatakan nyeri kepala, nyeri cekot-cekot,
nyeri kepala bagian belakang, skala nyeri 2 dihitung dari skala 10 sampai 2,
hilang saat tiduran timbul saat duduk dengan durasi kurang lebih setengah
menit. Data obyektif ekspresi wajah pasien nyaman tidak menahan nyeri,
pasien tidak gelisah, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi
80x/menit.Berdasarkan hasil penelitian ini menyatakan ada pengaruh
70
pemberian fisioterapi kepala (masase kepala) terhadap penurunan nyeri
kepala pada penderita hipertensi.
Evaluasi kedua sebelum dilakukan tindakan membatasi pengunjung
diperoleh data subyektif pasien mengatakan tidak bisa tidur karena
lingkungan rumah sakit yang ramai, tidur 4 sampai 5 jam per hari. Data
obyektif pasien gelisah, terdapat mata merah, setelah dilakukan tindakan
membatasi pengunjung diperoleh data subyektif pasien mengatakan sudah
bisa tidur, tidur 7 sampai 8 jam per hari, mata tidak cekung, tidak terdapat
kantung mata hitam, pasien terlihat segar.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KSIMPULAN
Setelah penulis melakukan pngkajian, penentuan diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang Asuhan keperawatan Ny.
W dengan hipertensi di Ruang Teratai RSUD Dr. Mangoen Soemarso
Wonogiri dengan mengaplikasikan Pengaruh Fisioterapi Kepala (Masase
Kepala) terhadap penurunan nyeri kepala, maka dapat ditarik kesimpulan.
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada Ny. W yang pertama yaitu data subyektif klien
mengatakan nyeri kepala,nyeri cekot-cekot, dibagian kepala belakang,
skala nyeri 5, hilang saat tiduran timbul saat duduk dengan durasi
kurang lebih 3 menit. Data objektif ekspresi wajah pasien meringis
kesakitan menahan nyeri, pasien tidak nyaman, tangan pasien
memegangi kepala, tekanan darah 165/70 mmHg, nadi 70x/menit.
Hasil pengkajian ke dua yaitu data subyektif pasien mengatakan sulit
tidur karena lingkungan terlalu ramai, tidur kurag lebih 4 sampai 5
jam per hari. Data obyektif mata cekung, mata merah, terdapat
kantung mata hitam dimata, pasien gelisah.
71
72
2. Diagnosa
Hasil perumusan diagnosa keperawatan pada Ny. W adalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis, gangguan pola tidur
berhubungan dengan keadaan lingkungan bising.
3. Intervensi
Intervensi yang dibuat oleh penulis untuk diagnosa pertama nyeri akut
berhubungan dengan cidera biologis adalah kaji skala nyeri pasien
P,Q,R,S,T, observasi tanda-tanda vital, lakuakan atau berikan
fisioterapi kepala (masase kepala), ajarkan relaksasi nafas dalam,
kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet rendah garam,
kolaborasi dengan Dokter dalam pemberian obat analgesic (injeksi
antalgin 500mg/8 jam). Intervensi kedua dengan diagnosa gangguan
pola tidur berhubungan keadaan lingkungan, bising adalah lakukan
pengkajian gangguan pola tidur pasien, bantu klien mencari posisi
yang nyaman ditempat tidur, ciptakan suasana lingkungan Rumah
Sakit yang kondusif dengan membatasi jam pengunjung pasien,
kolaborasi dengan Dokter dalam pemberian obat tidur.
4. Implementasi
Implementasi yang dilakuakan penulis pada diagnosa pertama nyeri
akut berhubungan agen cidera biologis adalah meliputi mengkaji skala
nyeri pasien (P,Q,R,S,T ), mengobservasi tanda-tanda vital,
melakuakan atau memberiakan fisioterapi kepala (masase kepala),
mengajarkan relaksasi nafas dalam, melakukan kolaborasi dengan ahli
73
gizi dalam pemberian diet rendah garam, melakukan kolaborasi
dengan Dokter dalam pemberian obat analgetik (injeksi antalgin 500
mg/8jam). Implementasi pada diagnosa kedua gangguan pola tidur
berhubungan dengan keadaan lingkungan, bising meliputi melakukan
pengkajian gangguan pola tidur pasien, membantu klien mencari
posisi yang nyaman ditempat tidur, menciptakan suasana lingkungan
rumah sakit yang kondusif dengan membatasi jam pengunjung pasien,
melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat tidur.
5. Evaluasi
Hasil evaluasi keperawatan pertama nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis, di dapatkan hasil sebagai berikut subjektif pasien
mengatakan nyeri kepala berkurang, objektif ekspresi wajah pasien
nyaman atau tidak menahan nyeri, pasien tidak gelisah, tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 80x/menit. Analyse masalah teratasi. Planning
pertahankan intervensi yaitu berikan masase kepala.. Gangguan pola
tidur berhubungan dengan keadaan lingkungan ; bising di dapat hasil
sebagai berikut subyektif pasien mengatakan sudah bisa tidur . tidur 7-
8 jam/hari, obyektif pasien tenang, pasien nyaman atau tidak gelisah,
tidur 7-8 jam/hari, mata tidak cekung, tidak terdapat kantung mata
hitam, pasien terlihat segar. Analyse masalah teratasi. Planning
hentikan intervensi.
74
6. Analisa Pemberian Fisioterapi Kepala (Masase Kepala)
Sebelum dilakukan pemberian fisioterapi kepala (masase kepala) data
subyektif kllien mengatakan nyeri kepala nyeri cekot – cekot dibagian
kepala belakang dengan skala 5 dihitung dari skala nyeri 10 sampai 5
nyeri hilang saat tiduran timbul saat duduk dengan durasi kurang lebih
3 menit. data obyektif ekspresi wajah pasien meringis kesakitan
menahan nyeri, pasien tidak nyaman, tangan kiri pasien memegangi
kepala, tekanan darah : 170/70 mmHg, nadi : 70x.menit. Berdasarkan
hasil ini menyatakan ada penurunan nyeri kepala dengan skala 2
sesudah dilakukan fisioterapi kepala (masase kepala), ini
membuktikan bahwa fisioterapi kepala (masase kepala) terbukti
efektif dalam menurunkan nyeri kepala pada penderita hipertensi.
B. SARAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
hipertensi penulis memberikan masukan yang positif terutama dalam
bidang kesehatan antara lain:
1. Bagi Pasien
Hasil Karya Ilmiah ini diharapkan dapat sebagai sumber referensi
dalam memberikan pilihan terhadap penanganan hipertensi dengan
menerapkan masase kepala dalam kehidupan sehari-hari.
75
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerja sama yang baik antara tim kesehatan
maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal pada umumnya yaitu dengan memberikan
Fisioterapi Kepala (masase kepala) pada pasien hipertensi
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil Karya Ilmiah ini diharapkan dapat sebagai sumber informasi
bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu
pendidikana di masa yang akan datang
4. Bagi Penulis
Hasil Karya Ilmiah ini dapat menjadi pegangan atau manfaat bagi
penulis dalam hal pemberian fisioterapi kepala (masase kepala)
terhadap penurunan nyeri kepala pada Asuhan Keperawatan Ny. W
dengan hipertensi di Ruang Teratai RSUD Dr. Soediran Mangoen
Soemarso Wonogiri serta penurunan skala nyeri akan lebih terkontrol
apabila memperhatikan waktu pemberian obat.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, Sulistya. 2013. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta
: AR- RUZZ MEDIA.
Alimul, A. Aziz. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba
Medika.
Amin, Hardhi.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& Nanda Nic-Noc : Yogyakarta.
Dermawan, deden. 2012. Proses Keperawatan (Penerapan Konsep Dan Kerangka
Kerja). Yogyakarta : Gosyen Publising.
Herlambang. 2013. Menakhlukkan Hipertensi Dan Diabetes. Jakarta Selatan : PT.
Suka Buku.
ISO.2013. Informasi Spesialite Obat. Jakarta Barat : Penerbit PT. ISFI.
Judha, M, dkk. 2012. Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Muttaqin, Arif.2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta Selatan : Salemba Medika.
Nanda. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran : EGC.
Prasetya, S.N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Pudiastuti, Ratna Dewi. 2013. Penyakit-penyakit Mematikan. Nuha Medika :
Yogyakarta.
Ridjab, D. 2005. Pengaruh Aktifitas Fisik Terhadap Tekanan Darah. Jurnal
Kedokteran Atmajaya 4(2):73
Riskesdas. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Sidarta, Priguna. ( 2009 ). Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian
Rakyat.
Trisnowiyanto. Bambang. 2012. Ketrampilan Dasar Message. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Triyanto, Endang . 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi
Secara Terpadu. Yogyakarta : Graha Ilmu.