EKOSISTEM ESTUARI

Post on 28-Dec-2015

47 views 0 download

Transcript of EKOSISTEM ESTUARI

EKOSISTEM ESTUARI

(Kondisi, Permasalahan, dan Upaya Pelestariannya)

I. Pendahuluan

Indonesia merupakan Negara yang memiliki laut dan garis pantai terpanjang, sejak tahun 1982

berdasarkan hokum laut internasional (United Nation Convention on the Laws of the Sea, UNCLOS),

luas lautan Indonesia mencapai 5,8 juta kilometer persegi (km2) termasuk zona ekonomi eksklusif

(ZEE) seluas 2,7 juta kilometer persefi. Aset tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, terbukti

ekonomi di bidang kelautan dari (data 1992) hanya 24 persen PDB. Artinya Indonesia belum

memanfaatkan laut sebagai sumber perekonomian. Sedangkan di negara-negara yang aset lautnya

lebih kecil, seperti Inggris, Jepang, Taiwan, atau Denmark, sektor kelautannya menyumbang lebih

dari 40 persen PDB. Saat ini pembangunan wilayah pesisir perlahan-lahan sudah mulai diperhatikan

oleh pemerintah, ada dua aspek yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam membangun

kawasan pesisir dan laut. Dalam aspek sosial, wilayah pesisir dan lautan dapat memberikan

penghidupan kepada enam belas juta tenaga kerja dan sebagian besar masih dalam keadaan miskin.

Sedangkan, dalam aspek lingkungan keragaman ekosistem yang terancam dan sebagian

(overfishing).

Batas wilayah pesisir dan lautan tidak terlepas dari tujuan penggunaan atau pengelolaannya.

Membatasi wilayah dalam satuan pengelolaan berguna untuk mengidentifikasi segenap interaksi

didalamnya, baik manusia maupun ekologi yang ada. Batas wilayah atas dasar kriteria ekologi,

sekalipun dianggap mengikuti kaidah-kaidah konservasi, tidak dapat diberlakukan. Batasan wilayah

pesisir dapat dibagi berdasarkan tiga kriteria. Pertama, garis linier secara arbitrer tegak lurus

terhadap garis pantai (coastal dan shoreline). Republik Rakyat Cina, misalnya, mendefinisikan

wilayah pesisirnya sebagai suatu wilayah peralihan antara ekosistem darat dan lautan, ke arah darat

sejauh 15 km dari garis pantai, dan ke arah laut meliputi perairan laut sejauh 15 km dari garis pantai

(Zhijie and Cote 1990). Kedua, batas-batas administrasi dan hukum. Negara Washington, Amreika

Serikat; Australia Selatan; dan Queensland, misalnya, batas ke arah laut dari wilayah pesisirnya

adalah sejauh 3 mil laut dari garis dasar (coastal baseline) (Sorensen dan Mc Creary 1990). Ketiga,

karakteristik dan dinamika ekologis (biofisik), yakni atas dasar sebaran spasial dari karakteristik

alamiah (natural features) atau kesatuan proses-proses ekologis, seperti aliran sungai, migrasi biota,

dan pasang surut. Untuk Indonesia wilayah batas pesisir telah ditetapkan bahwa batas ke arah laut

adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dengan

skala 1:50.000 yang diterbitkan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosrtanal),

sedangkan ke arah darat mencakup batas administratif seluruh desa dan pantai (sesuai dengan

ketentuan Direktorat Jendral Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, Departemen Dalam

Negeri) (Dahuri, 1996). Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, wilayah pesisir dan laut memiliki

lima karakteristik yang harus dipahami agar pengelolaannya memenuhi kaidah-kaidah

kesinambungan (suistainability).

Pertama, komponen hayati dan nonhayati dalam wilayah pesisir membentuk ekosistem yang

kompleks hasil dari berbagai ragam proses biofisik (ekologis) dari ekosistem daratan dan lautan,

antara lain angin, gelombang, pasang-surut, suhu, dan salinitas. Ekosistem pesisir dapat sangat tahan

atau sebaliknya sangat rentan terhadap gangguan (perubahan) lingkungan yang disebabkan baik

oleh kegiatan manusia maupun bencana alam. Misalnya, terumbu karang sangat tahan terhadap

gempuran gelombang dan badai, tetapi sangat rentan terhadap sedimentasi. Perilaku dan karakter

ekologis wilayah pesisir dan lautan tersebut berakibat pada pola pengelolaan dan hubungannya

dengan ekosistem darat. Pola pengelolaan di daratan, cepat atau lambat akan mempengaruhi

ekosistem dan fungsi ekologis wilayah pesisir dan lautan.

Kedua, di wilayah pesisir, karena terdapat keragaman ekologi dan keuntungan faktor lokasi, biasanya

ditemukan beragam macam pemanfaatan untuk kepentingan pembangunan, seperti tambak,

perikanan tangkap, pariwisata, pertambangan, industri, dan pemukiman. Terdapat kaitan langsung

antara fungsi ekologis dengan pemanfaatan sumber daya alam, hal ini yang terkadang menyebabkan

terjadinya benturan kepentingan.

Ketiga, dalam suatu wilayah pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat

yang memiliki keterampilan/keahlian yang berbeda ada yang bekerja sebagai petani, nelayan, petani

tambak, petani rumput laut, pendamping pariwisata.

Keempat, secara ekologis maupun ekonomis, pemanfaatan suatu wilayah pesisir secara monokultur

(single use) sangat rentan terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada

kegagalan usaha. Contohnya, pembangunan tambak udang di Pantai Utara Jawa, yang sejak tahun

1982 mengkonversi hampir seluruh pesisir termasuk bakau (sebagai kawasan lindung) menjadi

tambak udang, petani bukan mendapatkan keuntungan akan tetapi merugi karena terjadi ledakan

wabah virus sehingga sebagian besar udang terkena penyakit.

Kelima, wilayah pesisir dan lautan umumnya masih merupakan sumber daya milik bersama yang

dapat dimanfaatkan oleh semua orang. Isu ini merupakan sumber utama konflik sehubungan dengan

hak kepemilikan lahan dan alokasi pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir dan laut. Untuk itu

sistem alokasi harus terus dikembangkan karena permintaan sumber daya tidak seimbang dengan

jumlah yang disediakan oleh alam.

Berdasarkan batasan mengenai wilayah pesisir, kemudian karakteristik ekosistem pesisir dan juga

pemanfaatan serta pengelolaannya wilayah pesisir merupakan asset yang sangat berharga. Dari

karakteristik ekosistem wilayah pesisir, ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem yang

termasuk kedalam wilayah pesisir. Menurut Bengen, 2002 dan Pritchard, 1976 dalam Tiwow (2003),

estuaria adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut

dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Sedangkan menurut (Kasim, 2005)

Estuaria adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan daerah percampuran antara air

laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air tawar dan

genangan air tawar). Lingkungan estuaria merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di

pengaruhi oleh pasang surut, tetapi terlindung dari pengaruh gelombang laut. Banyak nelayan yang

memanfaatkan estuari sebagai lahan untuk tambak, kesalahan dalam pemanfaatan serta

pengelolaan akan mengakibatkan ekosistem estuari menjadi rusak dan tidak dapat memberikan hasil

yang positif bagi nelayan maupun pemerintah. Sebagai ekosistem, estuari harus dijaga dan

dilestarikan karena di dalam ekosistem estuari banyak terdapat biota-biota yang dapat

mempengaruhi siklus kehidupan laut. Di dalam makalah ini akan coba dipaparkan mengenai

ekosistem estuari, kondisi estuari, pemanfaatan estuari sebagai wilayah pesisir, serta upaya

pelestariannya.

II. Kondisi Ekosistem Estuari

Ekosistem estuari merupakan bagian dari wilayah pesisir dan lautan, seperti yang telah dijelaskan

bahwa estuari merupakan daerah percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari

sungai, sumber air tawar lainnya, lingkungan estuari juga merupakan daerah peralihan antara darat

dan laut yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut akan tetapi daerah estuari terlindung

oleh gelombang laut. Kombinasi pengaruh antara air laut dengan air tawar menghasilkan komunitas

yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi antara lain:

1. Tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut, yang berlawanan menyebabkan suatu

pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa

pengaruh besar pada biotanya.

2. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang

tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.

3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas mengadakan

penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.

4. Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasangsurut air laut, banyaknya aliran air

tawar dan arus-arus lain, serta topografi daerah estuaria tersebut.

Dengan kondisi lingkungan fisik yang bervariasi dan merupakan daerah peralihan antara darat dan

laut, estuari mempunyai pola pencampuran air laut dan air tawar yang tersendiri. Menurut (Kasim,

2005), pola pencampuran sangat dipengaruhi oleh sirkulasi air, topografi , kedalaman dan pola

pasang surut karena dorongan dan volume air akan sangat berbeda khususnya yang bersumber dari

air sungai. Berikut pola pencampuran antara air laut dengan air tawar:

1. Pola dengan dominasi air laut (Salt wedge estuary) yang ditandai dengan desakan dari air laut

pada lapisan bawah permukaan air saat terjadi pertemuan antara air sungai dan air laut. Salinitas air

dari estuaria ini sangat berbeda antara lapisan atas air dengan salinitas yang lebih rendah di banding

lapisan bawah yang lebih tinggi.

2. Pola percampuran merata antara air laut dan air sungai (well mixed estuary). Pola ini ditandai

dengan pencampuran yang merata antara air laut dan air tawar sehingga tidak terbentuk stratifikasi

secara vertikal, tetapi stratifikasinya dapat secara horizontal yang derajat salinitasnya akan

meningkat pada daerah dekat laut.

3. Pola dominasi air laut dan pola percampuran merata atau pola percampuran tidak merata

(Partially mixed estuary). Pola ini akan sangat labil atau sangat tergantung pada desakan air sungai

dan air laut. Pada pola ini terjadi percampuran air laut yang tidak merata sehingga hampir tidak

terbentuk stratifikasi salinitas baik itu secara horizontal maupun secara vertikal.

4. Pada beberapa daerah estuaria yang mempunyai topografi unik, kadang terjadi pola tersendiri

yang lebih unik. Pola ini cenderung ada jika pada daerah muara sungai tersebut mempunyai

topografi dengan bentukan yang menonjol membetuk semacam lekukan pada dasar estuaria.

Tonjolan permukaan yang mencuat ini dapat menstagnankan lapisan air pada dasar perairan

sehingga, terjadi stratifikasi salinitas secara vertikal. Pola ini menghambat turbulensi dasar yang

hingga salinitas dasar perairan cenderung tetap dengan salinitas yang lebih tinggi.

Jika ditinjau dari faktor fisik, ekosistem estuari memiliki variasi yang tinggi. Seperti yang telah

dijelaskan bahwa estuari sangat dipengaruhi oleh kimia, biologi, ekologi dan jenis habitat yang

terbentuk di dalamnya. Interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi membentuk ekosistem

yang kompleks. Hal ini disebabkan karena dinamika dari estuari sangat besar, baik dalam jangka

waktu yang pendek karena adanya pasang surut dan jangka waktu yang panjang dengan adanya

pergantian musim. Dengan kondisi fisik yang seperti itu ekosistem estuari juga membentuk habitat-

habitat yang memiliki ciri khas, organisme yang mampu bertahan pada kondisi fisik dan kimia akan

dapat menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Tetapi bagi organisme yang tidak mampu bertahan

pada ambang batas tersebut organisme hanya akan menjadi pengunjung transisi, jika pada ambang

batas yang sesuai organisme akan masuk ke habitat estuari tetapi jika tidak maka organisme akan

meninggalkan estuari.

Ekosistem estuari mempunyai peran ekologi, secara umum (Bengen, 2004) mengemukakan peran

ekologi diantaranya:

1. sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal

circulation),

2. Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat

berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi

dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang.

3. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman,

4. Tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan,

5. jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri

III. Tipe-tipe Estuari

Pembagian tipe-tipe estuari dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, kekuatan gelombang, pasang

surut dan keberadaan sungai. Kuat lemahnya ketiga faktor ini tergantung dari bentuk

geomorfologinya. Secara umum tipe-tipe estuari dapat dibagi menjadi tujuh tipe:

1. Embayments and drown river valleys (Teluk dengan sungai dari lembah bukit)

2. Wave-dominated estuaries (Estuari dengan dominasi gelombang)

3. Wave-dominated deltas (Delta dengan dominasi gelombang)

4. Coastal lagoons and strandplains (Lagun dengan hamparan tanah datar)

5. Tide-dominated estuaries (Estuari dengan dominasi pasang surut)

6. Tide-dominated deltas (Delta dengan dominasi pasang surut)

7. Tidal creeks (Daerah pasang surut dengan banyak anak sungai)