Efrizal Adil IPB Cohort 3 - Metamorfosa · cm) yang terletak di antara dataran-dataran tanah...

Post on 04-Mar-2019

232 views 0 download

Transcript of Efrizal Adil IPB Cohort 3 - Metamorfosa · cm) yang terletak di antara dataran-dataran tanah...

1

Efrizal Adil

IPB Cohort 3 - Metamorfosa

Lokasi Di negara + kawasan mana letak lokasi Anda?

Kawasan hutan batang toru blok barat (HBTBB) secara administrasi terletak pada tiga kabupaten, yaitu Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah.

Dimana secara geografis terletak antara 98046‟48”-99

017‟24” Bujur Timur dan 1

027‟00”-1

059‟24” Lintang Utara. Kawasan ini merupakan kawasan yang kaya

akan keanekaragaman hayati dan beberapa spesies penting untuk dilindungi. Kawasan ini merupakan habitat bagi setidaknya 67 jenis mamalia, 287 jenis burung,

110 jenis herpetofauna dan 688 jenis tumbuhan.

Di samping Orangutan Sumatera di kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat (HBTBB) juga menyimpan populasi satwa dan tumbuhan yang terancam punah

secara global, seperti Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatraensis), Tapir (Tapirus indicus), Kambing Hutan (Naemorhedus sumatraensis), Elang Wallacea

(Spizateu nanus), bunga terbesar dan terpanjang di dunia, yaitu Raflesia gadutnensis dan Amorphaphalus baccari serta Amorphophalus gigas (Perbatakusuma, et

al. 2006).

Di sisi lain, kawasan HBTBB memiliki kepentingan strategis secara regional, karena merupakan daerah tangkapan air bagi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

Sipansihaporas Kabupaten Tapanuli Tengah yang berkekuatan 50 Mega Watt dan memiliki potensi sumber energi panas bumi sebesar 330 MW di Sarulla

Kabupaten Tapanuli Utara. Selain juga merupakan sumber air bagi 3 kabupaten yang berpenduduk lebih dari 1,3 juta jiwa yang sebagian besar sumber

penghidupannya bertumpu pada sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan.

Menyadari arti penting kawasan ini, dipandang perlu untuk menyusun sebuah rencana aksi kampanye konservasi yang dapat diimplementasikan (actinable plan)

sebagai bagian dari upaya pengelolaan kawasan hutan ini

2

Bagaimana cara terbaik menggambarkannya sehubungan dengan: kawasan biogeografi utama; bioma; dan ekosistem? Gunakan Web untuk mencarinya. (Halaman

web ini http://www.nationalgeographic.com/wildworld dapat membantu)

Berapa hektare ukuran lokasi, dan bagaimana kondisi iklim yang ada?

Kawasan hutan HBTBB berada antara 980 50‟ 27 – 990 18‟ Bujur Timur dan 10 26‟ – 100 56‟ Lintang Utara. Kawasan seluas 102.667,0 hektare ini

secara administrasi berada pada wilayah tiga kabupaten, yaitu Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah. Adapun luasan HBTBB pada masing-

masing kabupaten dapat dilihat lebih jelas pada Tabel dibawah ini.

Komposisi luasan hutan Batang Toru Blok Barat di masing-masing Kabupaten

Geologi and Tanah

Kawasan HBTBB berada di daerah vulkanis aktif, dimana kawasan ini merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Bukit Barisan dan juga merupakan bagian

dari Daerah Patahan Besar Sumatera (Great Sumatran Fault Zone) atau secara spesifik dikenal sebagai Sub Patahan Batang Gadis – Batang Angkola – Batang

Toco. Patahan ini terus bergerak, sehingga kerap kali menimbukan gempa bumi besar. Kondisi ini menjadikan kawasan ini mempunyai keunikan fenomena geologi

berupa sumber-sumber air panas dan geotermal, juga kaya dengan sumber mineral emas dan perak (Perbatakusuma, et al, 2007). Namun, di sisi lain, kawasan ini

termasuk kategori daerah rawan gempa bumi besar yang berpotensi menimbulkan banyak korban jiwa, misalnya gempa bumi yang terjadi di Sarulla (1984),

Tarutung (1987), Padangsidempuan dan Mandailing Natal (2006). Indikator tidak stabilnya struktur geologi dan tanah juga dapat dirujuk dari fenomena

seringnya pergeseran pada banyak tempat dan kerusakan berat jalan raya lintas tengah Sumatera yang menghubungkan kota-kota Tarutung, Sipirok dan

Padangsidempuan.

Survey tanah yang dilakukan Martabe Proyek Area (Anon 2003b) menunjukkan bahwa pada beberapa bagian kawasan HBTBB (lokasi: Purnama) dipenuhi oleh

tanah ultisolik dalam (>110 cm) dan terdiri dari bentuk tanah struktural/ tektonik termasuk lereng, talus fan (tanah miring berbentuk kipas), alluviocolluvial

(tanah endapan pasca hujan), dan tanah curam. Sementara pada daerah lainnya (lokasi: selatan base camp Martabe) terdiri dari tanah inseptisolik dalam (>120

cm) yang terletak di antara dataran-dataran tanah peneplain (dataran tanah gundul) dan tanah endapan akibat banjir.

Berdasarkan batuan geologinya, pada kawasan HBTBB terdapat 15 jenis batuan geologis dan tipe batuan Qvt menjadi dominan, dimana lebih dari 50% luas

kawasan memiliki batuan geologis Qvt. Batuan Qvt di sini maksudnya adalah batuan vulkanik Toba Tuffs atau Tufa Toba (batuan polimik bersusun riolit-dasit,

aliran tufa kristal, gelas, debu dengan sedikit tufa eksposif pada bagian atas). Secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabeldibawah ini.

Kabupaten / Kota Luas Persentase

Tapanuli Selatan 38.570,4 37,6%

Tapanuli Tengah 16.932,1 16,5%

Tapanuli Utara 46.192,9 45,0%

Kota Sibolga 432,2 0,4%

Kota Padang Sidempuan 539,4 0,5%

Luas Keseluruhan 102.667,0 100,0%

3

Jenis Batuan Geologi di Hutan Batang Toru Blok Barat

Simbol

Geologi Batuan Luas (Ha) Persentase

MPisl Batuan intrusives, kompleks Sibolga 6,890.1 6.7%

Puk Batu Pasir meta kwarsa 1,077.6 1.0%

Put Metawake, meta konglomerat, batu sabak 2,140.0 2.1%

Qh Alluvium (krikil, pasir, Lumpur) 204.3 0.2%

Qpto Krikil, pasir , lempung 304.6 0.3%

Qvb Tuff, debu 8,164.6 8.0%

Qvlu Tuff,debu 7,591.8 7.4%

Qvma Tuff, debu 123.3 0.1%

Qvt Tuff,debu (Toba) 51,594.5 50.2%

Tlih Batu pasir, batu lanau dan batu lumpur dan konglomerat 22.9 0.0%

Tliu Batu pasir, batu lanau dan batu lumpur dan konglomerat 4,953.9 4.8%

Tmba Batu pasir, batu lanau dan batu lumpur dan konglomerat 5,920.9 5.8%

Tms Batulumpur Gampingan 456.4 0.4%

Tmvak Formasi Gunung api, Aglomerat Andesitik 6,708.9 6.5%

Tmvo Formasi Gunung api, Andesit. 6,536.2 6.4%

Luas Keseluruhan 102,690.0 100.0%

Sumber: Departemen Perdagangan dan Energi, 1982

Topografi

Kawasan hutan alam di dalam kawasan HBTBB memiliki ketinggian mulai dari 50 meter di atas permukaan laut (m dpl), dimana titik terendahnya berada di

Sungai Sipan Sihaporas (dekat Kota Sibolga), sampai dengan 1875 mdpl, dimana titik tertingginya berada pada Dolok Lubuk Raya di bagian selatan kawasan.

Dipadu dengan kelerengan antara 16% sampai dengan lebih dari 60%, bentuk medan di wilayah ini didominasi dengan bentuk topografi yang berbukit dan

bergunung.

4

Geologi dan

topografi

Carilah dalam Internet menggunakan istilah “geology and soils”, dan telusurilah hasil-hasil Anda untuk mencoba dan memahami hubungan antara keduanya.

Kaitan ke website berikut akan berguna:

http://web.ukonline.co.uk/fred.moor/soil/links/l0101.htm. Bawalah juga peta lokasi Anda.

Gunakan informasi yang berasal dari pencarian Web untuk menjelaskan fitus fisik lokasi Anda dan sekitarnya, termasuk geologi, topografi dan sistem drainasenya.

Geologi and Tanah

Kawasan HBTBB berada di daerah vulkanis aktif, dimana kawasan ini merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Bukit Barisan dan juga merupakan bagian

dari Daerah Patahan Besar Sumatera (Great Sumatran Fault Zone) atau secara spesifik dikenal sebagai Sub Patahan Batang Gadis – Batang Angkola – Batang

Toco. Patahan ini terus bergerak, sehingga kerap kali menimbukan gempa bumi besar. Kondisi ini menjadikan kawasan ini mempunyai keunikan fenomena geologi

berupa sumber-sumber air panas dan geotermal, juga kaya dengan sumber mineral emas dan perak (Perbatakusuma, et al, 2007). Namun, di sisi lain, kawasan ini

termasuk kategori daerah rawan gempa bumi besar yang berpotensi menimbulkan banyak korban jiwa, misalnya gempa bumi yang terjadi di Sarulla (1984),

Tarutung (1987), Padangsidempuan dan Mandailing Natal (2006). Indikator tidak stabilnya struktur geologi dan tanah juga dapat dirujuk dari fenomena

seringnya pergeseran pada banyak tempat dan kerusakan berat jalan raya lintas tengah Sumatera yang menghubungkan kota-kota Tarutung, Sipirok dan

Padangsidempuan.

Survey tanah yang dilakukan Martabe Proyek Area (Anon 2003b) menunjukkan bahwa pada beberapa bagian kawasan HBTBB (lokasi: Purnama) dipenuhi oleh

tanah ultisolik dalam (>110 cm) dan terdiri dari bentuk tanah struktural/ tektonik termasuk lereng, talus fan (tanah miring berbentuk kipas), alluviocolluvial

(tanah endapan pasca hujan), dan tanah curam. Sementara pada daerah lainnya (lokasi: selatan base camp Martabe) terdiri dari tanah inseptisolik dalam (>120

cm) yang terletak di antara dataran-dataran tanah peneplain (dataran tanah gundul) dan tanah endapan akibat banjir.

Berdasarkan batuan geologinya, pada kawasan HBTBB terdapat 15 jenis batuan geologis dan tipe batuan Qvt menjadi dominan, dimana lebih dari 50% luas

kawasan memiliki batuan geologis Qvt. Batuan Qvt di sini maksudnya adalah batuan vulkanik Toba Tuffs atau Tufa Toba (batuan polimik bersusun riolit-dasit,

aliran tufa kristal, gelas, debu dengan sedikit tufa eksposif pada bagian atas). Secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabeldibawah ini.

5

Jenis Batuan Geologi di Hutan Batang Toru Blok Barat

Simbol

Geologi Batuan Luas (Ha) Persentase

MPisl Batuan intrusives, kompleks Sibolga 6,890.1 6.7%

Puk Batu Pasir meta kwarsa 1,077.6 1.0%

Put Metawake, meta konglomerat, batu sabak 2,140.0 2.1%

Qh Alluvium (krikil, pasir, Lumpur) 204.3 0.2%

Qpto Krikil, pasir , lempung 304.6 0.3%

Qvb Tuff, debu 8,164.6 8.0%

Qvlu Tuff,debu 7,591.8 7.4%

Qvma Tuff, debu 123.3 0.1%

Qvt Tuff,debu (Toba) 51,594.5 50.2%

Tlih Batu pasir, batu lanau dan batu lumpur dan konglomerat 22.9 0.0%

Tliu Batu pasir, batu lanau dan batu lumpur dan konglomerat 4,953.9 4.8%

Tmba Batu pasir, batu lanau dan batu lumpur dan konglomerat 5,920.9 5.8%

Tms Batulumpur Gampingan 456.4 0.4%

Tmvak Formasi Gunung api, Aglomerat Andesitik 6,708.9 6.5%

Tmvo Formasi Gunung api, Andesit. 6,536.2 6.4%

Luas Keseluruhan 102,690.0 100.0%

Sumber: Departemen Perdagangan dan Energi, 1982

6

Topografi

Kawasan hutan alam di dalam kawasan HBTBB memiliki ketinggian mulai dari 50 meter di atas permukaan laut (m dpl), dimana titik terendahnya berada di

Sungai Sipan Sihaporas (dekat Kota Sibolga), sampai dengan 1875 mdpl, dimana titik tertingginya berada pada Dolok Lubuk Raya di bagian selatan kawasan.

Dipadu dengan kelerengan antara 16% sampai dengan lebih dari 60%, bentuk medan di wilayah ini didominasi dengan bentuk topografi yang berbukit dan

bergunung.

7

Kategori berikut ini (walau tidak meluas) akan membantu Anda menjelaskan topografi. Anda dapat juga menilai sumbangan relatif tiap fitur pada lokasi

berdasarkan apakah sumbangan itu:

* ada tetapi tidak menonjol ** terlihat *** menonjol **** dominan.

Bentuk lahan:

Datar *

Pamah

Bukit ****

Tebing ****

Gunung ***

Pesisir (Coast)

Esturi

Lembah lebar **

Lembah sempit ***

Jurang dalam ****

Rawa (Swamp)

Rawa paya (Marsh)

Dataran lumpur

Gumuk

Pantai (Beach)

Telaga

Danau

Sungai ****

Anak sungai ****

Terusan

Parit

Lereng : (dapat diterapkan pada bentuk lahan)

Vertikal

Bergelomnag ****

Curam ****

Datar

Melandai

8

Keanekaraga

man hayati

Sediakan sebuah ulasan tentang keanekaragaman hayati kawasan, termasuk jenis ekosistem dan sebuah estimasi kekayaan spesies untuk sebanyak mungkin

kelompok (rujuk data dari lokasi yang sama kalau perlu).

Kawasan hutan alam di HBTBB merupakan suatu kawasan transisi biogeografis antara kawasan biogeografis Danau Toba Bagian Utara dan Danau Toba Bagian

Selatan. Terjadinya kawasan transisi biogeografis ini kemungkinan disebabkan oleh kekuatan tektonik dan letusan Gunung Berapi Toba pada 150.000 tahun yang

lalu. Bukan hanya sungai saja, di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru telah terbentuk penghalang karakter ekologis lainnya (ecological barrier), seperti

pegunungan yang tinggi, perbukitan, habitat yang spesifik (rawa dan danau) serta tingkat perbedaan intensitas penyinaran matahari pada wilayah basah dan

kering.

Kondisi transisi ini mengakibatkan kawasan memiliki keunikan dan keragamanhayati yang tinggi. Hal ini terlihat dari fenomena dimana pada kawasan ini dapat

dijumpainya fauna dari kawasan biogeografis Danau Toba Bagian Utara (seperti: Orangutan Sumatera (Pongo abelii) maupun Danau Toba Bagian Selatan

(seperti: Tapir Sumatera (Tapirus indicus) dan Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis)).

Kawasan hutan alam HBTBB memiliki beberapa tipe ekosistem mulai dari ekosistem dataran rendah, perbukitan hingga pegunungan. Variasi habitat yang ada di

kawasan ini merupakan ekosistem yang masih asli dan relatif utuh, seperti perwakilan ekosistem hutan hujan dataran rendah dan perbukitan (300 meter dpl),

hutan batuan gamping (limestone), hutan pegunungan rendah dan hutan pegunungan tinggi di Puncak Gunung Lubuk Raya (1856 m dpl).

Di kawasan HBTBB dapat ditemukan 67 jenis mamalia, 287 jenis burung, 110 jenis herpetofauna dan 688 jenis tumbuhan. Di samping Orangutan Sumatera,

kawasan ini juga menyimpan populasi flora dan fauna lainnya yang secara global terancam punah, seperti: Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Tapir

(Tapirus indicus), Kambing Hutan (Naemorhedus sumatraensis), Elang Wallacea (Spizateu nanus), bunga terbesar dan terpanjang di dunia, yaitu Raflesia

gadutnensis dan Amorphaphalus baccari dan Amorphophalus gigas (Perbatakusuma, dkk. 2006). Berdasarkan status konservasinya, teridentifikasi 20 spesies

mamalia yang dilindungi, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999, dimana12 spesies di dalam status terancam.

Berdasarkan kategori yang dilakukan oleh Worldwide Fund for Nature (WWF), karena keunikan dan kekayaan keragaman hayati yang dimilikinya, kawasan

HBTBB ini masuk ke dalam golongan 200 ekoregion di dunia yang harus diperhatikan serius aspek konservasinya. Sejalan dengan WWF, Pemerintah Daerah

Provinsi Sumatera Utara juga telah menetapkan kawasan HTBB sebagai salah satu daerah prioritas dalam pelestarian keragaman hayati (key biodiversity area 1,

KBA) di Indonesia dari 15 KBA yang ada di provinsi ini (Siringoringo, et, al, 2007).

Buatlah daftar semua riset mutakhir tentang keanekaragaman hayati lokasi (sediakan rujukan lengkap bagi semua karya selama dasawarsa terakhir).

1. Adams, W.M. and Hulme, D. 2001. „Conservation and Communities: Changing Narratives, Policies and Practices in African Conservation‟, pp. 9–

23 in Hulme and Murphree, eds.

2. Adhikerana, A, Siregar, R.S.E, Sitaparasti, D. 2007. Biodiversity Assessment in Batang Toru Watershed, North Sumatera. A technical report.

Batang Toru Orangutan Conservation Program. Pandan.

3. Anon. 1985. DAS/sub DAS prioritas serta lokasi dan luas lahan kritis sebagai sasran penghijauan dan reboisasi dalam Repelita IV. Sekretariate

Pengendali bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat Jakarta, Agustus 1985.

4. Anon. 2003a. Identifying, Managing, and Monitoring High Conservation Value Forests in Indonesia: A Toolkit for Forest Managers and other

Stakeholders (The Rainforest Alliance & Proforest, August 2003).

5. Anon. 2003b. Baseline terrestrial ecology survey of the Martabe Project Area, North Sumatra province, Indonesia (Newmont and Hatfindo).

6. Anon. 2005a. Pengelolaan kolaboratoif Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004. Departemen Kehutanan, Republik Indonesia,

Jakarta.

7. Anon. 2005b. Buku Informasi Kawasan Konservasi. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah, Semarang.

9

8. Barrow, E. dan Murphree, M. 2001. „Community conservation: from concept to practice‟. in Hulme and Murphree, eds.

9. Berkes, F. 1997. New and Not-so-New Directions in the Use of the Commons: Co-management. Common Property Resource Digest.

10. Borrini-Feyerabend, G.; Farvar, M. T.; Nguinguiri, J. C. and Ndangang, V. A. 2000. Co-management of Natural Resources: Organising,

Negotiating and Learning-by-Doing. GTZ and IUCN. Kasparek Verlag, Heidelberg, Germany.

11. Bouvier, I. 2006. Integrated Spatial Planning Training Report and Recommendations. Internal report to Environmental Services Program. ESP,

Jakarta.

12. Bruijnzeel, LA. 2004. Hydrological Functions of Tropical Forests, Not Seeing the Soil for the Trees? In (Eds T.P. Tomich; M. van Noordwijk; and

D.E.Thomas) Environmental Services and Land Use Change: Bridging the Gap between Policy and Research in Southeast Asia. A special issue of

Agriculture, Ecosystems and Environment, Vol. 104/1 (September).

13. Brooks, T.M.; da Fonseca, G.A.B.; and Rodrigues, A.S.L. 2004. Protected areas and species. Conservation Biology.

14. Budidarsono, S. 2006. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Bentang Alam Orangutan di DAS Batang Toru. Laporan Penelitian. ICRAF. Bogor

15. Conservation International. 2002. CEPF (Critical Ecosystem Partnership Fund) fact sheet. Sumatra, Sundaland biodiversity hotspot. URL:

http://xp/cepf/static/pdfs/CEPF.Sundaland.Sumatra.factsheet.pdf.

16. Conservation International. 2003. Ecosystem profile: Sumatra, Sundaland. URL:

http://www.cepf.net/xp/cepf/where_we_work/sundaland/full_strategy.xml.

17. Conservation International. 2007. Report of Collaborative Orangutan Habitat Protection in Batang Toru Watershed. Conservation International.

18. Cowling, R. M.; Pressey, R.L.; Lombard, A.T., Desmet, P,G,; and Ellis, A.G. 1999. From representation to persistence: requirements for a

sustainable system of conservation areas in the species rich Mediterranean - climate desert of southern Africa. Diversity and distributions 5.

19. DAI/ USAID. 2005. Post – Tsunami water resource scoping study in Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia. DAI, Jakarta.

20. Departemen Kehutanan. 2007a. Strategi Dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) 2007–2017. Departemen

Kehutanan.

21. Departemen Kehutanan. 2007b. Strategi Dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007- 2017. Departemen Kehutanan.

22. Deschamps, V. 2004. Feasibility study on the rehabilitation of mangroves through Carbon Sequestration in Berau District, East Kalimantan. The

Nature Conservancy and Unocal Foundation, Jakarta.

23. Djojoasmoro. R. 2003, Sebaran dan aktivitas Orangutan Sumatera di Cagar Alam Dolok Sibual-buaoli, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Laporan penelitian. Program Studi Biologi Program Pasca Sarjana FMIPA, Universitas Indonesia. Depok.

24. Dudley, R.G. 2005. A generic look at the payment for environmental services: plan or scam? Unpublished Report.

25. Ellis, S, Singleton, I, Andayani, N, Traylor-Holzer, K and Supriatna, J. (Eds). 2006. Sumatran Orangutan Conservation Action Plan. Washington

DC and Jakarta. Conservation International.

26. FORKAMI (2006). Laporan Bulan III, Hydrology and geohydrology Survey G. Gede Pangrango & G. Pangrango – Tangkubang Perahu.

27. Foreman, R.T.T. 1995. Land Mosaics: The Ecology of Landscapes and Regions. Cambridge University Press, Cambridge.

28. Forman, R.T.T. and Collinge, S.K. 1996. The „spatial solution” to conserving biodiversity in landscapes and regions. Pp. 537-568. In (eds R. M. De

Graaf & R. I. Miller) Conservation of faunal diversity in forested landscapes. Chapman and Hall.

29. Fredriksson, G. 2006. Update from the field (Aug‐ Oct ‟06). Conserving rang‐ utans of the West Batang Toru Forest Block, North

Sumatra: a process of facilitation. SOCP, PanEco, YEL.

30. Friday, K.S; Drilling, M. E and Garrity, D.P. 1999. Imperata grassland rehabilitation using agroforestry and assisted natural regeneration.

International Centre for Research in Agroforestry, Southeast Asia regional research programme, Bogor.

31. Goodland, R.J., and H.S. Irwin. 1975. Amazon jungle: green hell to red desert? Elsevier, New York.

32. Hammermaster, E.T., and J.C. Saunders. 1995. Forest resources and vegetation mapping of Papua New Guinea. PNGRIS Publ. 4, Canberra,

CSIRO and AIDAB.

33. Harvey, P.H., R.D. Martin, T.H. Clutton-Brock. 1987. Life histories in comparative perspective. In: B. B. Smuts, D. L. Cheney, R. M. Seyfarth, R.W.

10

Wrangham, T.T. Struhsaker (eds.) Primate Societies. University of Chicago Press, Chicago.

34. Hutton, J., Adams, W.M. & Murombedz , J. C. 2005. Back to the Barriers? Changing Narratives in Biodiversity, Nupi Forum for developmental

Studies No.2 December 2005.

35. Holloway, J.D. 1987a. Macrolepidoptera diversity in the Indo-Australian Tropics : Geography, biotopic and taxonomic variation Biological

Journal of Linnean Society 30.

36. Holloway, J.D. 1987b. The moths of Borneo. Lasiocampidae: Eupterotidae, Bombycidae, Brahmaeidae, Saturnidae and Sphingidae. Southdene,

Sdn-Bhd, P.O. Box 10139, Kuala Lumpur, Malaysia.

37. Holmes, D. 2000. Deforestation in Indonesia: A View of the Situation in 1999. Jakarta, Indonesia: World Bank.

38. Iskandar, D.T. 2000. Turtles and crocodiles of Insular Southeast Asia & New Guinea. PALMedia Citra. Bandung.

39. Iskandar, D.T., and E. Colijn. (in print). A checklist of southeast asian and new guinean reptiles. Part II. Lacertilia. Binamitra. Jakarta.

40. Iskandar, D.T., and E. Colijn. 2000. Preliminary checklist of southeast asian and new guinean herpetofauna. I. Amphibians. Treubia 31(3)

supplement: 1–133.

41. Iskandar, D.T., and E. Colijn. 2001. A checklist of southeast asian and new guinean reptiles. Part I. Serpentes. Binamitra. Jakarta.

42. IUCN - The World Conservation Union. (1997): Resolutions and Recommendations: World Conservation Congress. 12-23 October 1996, Montreal,

Canada.

43. Jepson, P., J.K. Jarvie, K. MacKinnon, and K.A. Monk. 2001. The End for Indonesia‟s Lowland Forests? Science 292: 859–861.

44. Jennings, S. dkk. 2003. The high value conservation forest toolkit, 2003. Proforest, Oxford.

45. Kushardanto, H and Idham Arsyad, I. 2006. Pride Campaign Manager Selection Trip Report to OCSP, Jogjakarta: 14-17 March 2005.

46. Kuswanda, W. 2006. Status terkini populasi dan ancaman fragmentasi habitat orangután (Pongo abelii) di kawasan hutan Batang Toru- Studi kasus

Cagar Alam Dolok Sibuali-buali. Paper presented at Lokakarya “Masa depan habitat orangutan dan pembangunan di kawasan hutan daerah

aliran sungai Batang Toru. Sibolga January 17-18, 2006

47. Laumonier, Y., Purnadjaja and Setiabudi. 1987. International map of the vegetation of Northern Sumatra- 1;1,000,000. I.C.I.V. & Biotrop,

Toulouse, France,

48. Laumonier, Y. 1997. The vegetation and physiography of Sumatra. Kluweer Academic, Publishers: Dordrecht/Boston/London.

49. Lesslie, RG, and Maslen, M., 1995. National Wilderness Inventory: Handbook of Principles, Procedures and Usage, 2nd edition, Australian

Heritage Commission, www.rpdc.tas.gov.au/soer/source/668/index.php

50. Lubis, Z, Sembiring, S.A, Agustrisno, Nasution, P.A.P, Telaumbanua, A, Gea, R. 2007. Komunitas Migran Nias & Strategi Konservasi Habitat

Orangutan Sumatera di DAS Batang Toru. Laporan penelitian Batang Toru Orangutan Program Conservation International Indonesia. Medan.

51. MacKinnon, J. R. Smiet, A.C. and Artha, , M.A. 1982. A national conservation plan for Indonesia: III. Java and Bali. FAO, Bogor.

52. MacKinnon, J.R. and McKinnon, K.S. 1986. Review of the protected area system in the Indo-Malayan Realm. IUCN, Cambridge.

53. MacKinnon, K.S., Hatta, H. Halim and Magalik, A. 1996. The Ecology of Kalimantan. Periplus Editions.

54. Manan, A. and Ibraham, M. 2003. Community-based river management in Southeast Sulawesi, Indonesia: a case study of the Bau-Bau River. Water

Science Technology 48.

55. Meijer, W. 1981. Sumatra as seen by a botanist. Indonesia Circle 25.

56. Mistar. 2003. Panduan lapangan amfibi kawasan ekosistem Leuser. Gibbon Foundation-PILINGO Movement.

57. Midora, L dan Anggraeni, D. 2007. Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam di Kawasan Hutan Batang Toru dan Skenario Pilihan Pembangunan yang

Berkelanjutan, Laporan teknis Conservation International Indonesia

58. Nijman, V. 2003. Distribution, habitat use and conservation of the endemic Chestnut-bellied Hill-partridge (Arborophila javanica) in fragmented

forests of Java, Indonesia. Emu Austral Ornithology 103.

59. Noerdjito, M. and Maryanto, I. (Eds). 2001. Jenis jenis hayati yang dilindungi perundang-undangan Indonesia. Bidang Zoologi Puslit Biologi,

LIPI/The Nature Conservancy/USAID, Cibinong.

11

60. Oates, J.F. 1999. Myth and reality in the rainforest: How conservation strategies are failing in West Africa. University of California Press,

Berkeley.

61. Olsen, D. M. and Dinerstein, E. 2000. The global 200: a representation approach to conserving the Earth‟s most valuable ecoregions. Conservation

Biology 12.

62. Oshawa, M., Nainggolan, P.H.J, Tanaka, N., and Anwar, C. 1985. Altitudinal zonation of forest vegetation on mount Kerinci, Sumatra: with

comparisons to zonations in the temperate regions of East Asia. Journal of Tropical Ecology.

63. Partomihardjo, T. and Ubaidillah, R. 2004. Daftar jenis flora dan fauna Pulau Nusakambangan Cilacap- Jawa Tengah. LIPI, Bogor.

64. Perbatakusuma, EA, Idham A, Azwar, Lola and Elfian, E. 1996. Protecting and Utilizing Ficus spp. An Alternative Interaction Zone Management

Model of Gunung Leuser National Park. Paper on Technical Report 2-Supplementary Report. Worldwide Fund for Nature–Dir.Gen PHPA, Tapak

Tuan 1996.

65. Perbatakusuma, E. A, Supriatna, J, Siregar, R.S.E, Wurjanto, D, Sihombing, L, dan Sitaparasti, D 2006. Mengarustamakan Kebijakan Konservasi

Biodiversitas dan Sistem Penyangga Kehidupan di Kawasan Hutan Alam Sungai Batang Toru Provinsi Sumatera Utara. Laporan Teknik. Program

Konservasi Orangutan Batang Toru. Conservation International Indonesia–Departemen Kehutanan, Pandan.

66. Perbatakusuma, E. A Wurjanto, D, dan Sihombing, L. 2007. Proposal Strategi Konservasi Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di

Daerah Aliran Sungai Batang Toru Provinsi Sumatera Utara. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Membangun Kolaborasi Para Pihak dalam

Strategi Konservasi Habitat Orangutan Sumatera dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat Berkelanjutan di Daerah Aliran Sungai Batang Toru”

pada tanggal 28 – 30 Maret 2007 di Medan.

67. Perbatakusuma, E.A, Siregar, Rondang S.E, Wurjanto, D dan Damanik, A.H. 2006. Kajian dan Konsultasi Kebijakan Pemerintah dan Pihak Swasta

: Peranan, Kontribusi dan Strategi dalam Kolaborasi Perlindungan Habitat Orangutan Sumatera di Kawasan Hutan Daerah Aliran Sungai Batang

Toru. Laporan Kebijakan Teknis Batang Toru Orangutan Program Conservation International Indonesia. Pandan.

68. Prance, G.T. 1977. Floristic inventory of the tropics: where do we stand? Ann. Missouri Bot. Gard.

69. Proctor dkk. 1983. Ecological studies in four contrasting lowland rainforests in Gunung Mulu National Park, Sarawak I. Litterfall, forest

environment, structure and floristics. Journal of Ecology 71.

70. Purwanto, E. 1999. Erosion, sediment delivery and soil conservation in an upland agricultural catchment in West Java, Indonesia: a hydrological

approach in a socio-economic context. Academisch Proefschrift, Universitiet de Boelelaan.

71. Purwanto, E. 2004. Krisis air di Jawa: menggalang kepedulian hulu-hilir dalam restorasi ekosistem Pulau Jawa.

72. Rombang, M.W. and Rudyanto. 1999. Daerah penting bagi burung Jawa dan Bali. PKA/ Birdlife International – Indonesian Programme, Bogor.

73. Rhee, S.; Kitchener, D. J.; Brown, T.; Merrill, R.; Dilts, R. and Tighe, S. 2004. Report on the biodiversity and tropical forests in Indonesia:

submitted in accordance with foreign Assistance Act sections 118/119. USAID/Indonesia, Jakarta.

74. Rijksen, H.D., and E. Meijaard. 1999. Our Vanishing Relative: the Status of Wild Orangutans at the Close of the Twentieth Century. Kluwer

Academic Publishers, Dordrecht.

75. Saunders, J.C. 1993. Forest resources of Papua New Guinea. Explanatory notes to map. PNGRIS Publ. 2, CSIRO and AIDAB, Canberra.

76. Singleton, I. 2000. Ranging Behaviour and Seasonal Movements of Sumatran Orangutans (Pongo pygmaeus abelii) in Swamp Forests. PhD thesis,

University of Kent.

77. Singleton, I., and C.P. van Schaik. 2001. Orangutan home range size and its determinants in a Sumatran swamp forest. Int. J. Primatol.

78. Siregar, R.S.E, Perbatakusuma, E.A, Wurjanto, D, Sitaparasti, D, Azwar, Onrizal, Sihombing, L. 2006. Kepentingan konservasi biodiversitas dan

system penyangga kehidupan di kawasan hutan alam Batang Toru, Sumatera Utara. Laporan teknik. Batang Toru Orangutan Program

Conservation International Indonesia. Pandan.

79. Siringoringo, JB, Sihombing L dan Perbatakusuma. 2007 Kebijakan Makro Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam Mendukung Konservasi

Havitat Orangutan Sumatera di Kawasan Hutan DAS Batang Toru. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Membangun Kolaborasi Para Pihak

dalam Strategi Konservasi Habitat Orangutan Sumatera dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat Berkelanjutan di Daerah Aliran Sungai Batang

12

Toru” pada tanggal 28 – 30 Maret 2007 di Medan.

80. Sitaparasti, D. 2006. Unpublished Master Thesis, University of Indonesia. Jakarta.

81. Sulistiowati, D. 2007. Survei Pengetahuan, Sikap dan Kebiasaan pada Masyarakat di Sekitar Habitat Orangutan Sumatera. Laporan teknik. Batang

Toru Orangutan Program Conservation International Indonesia. Jakarta.

82. Suyanto, S., Leimona, B., Permana, R. P. and Chandler, F. J. C. 2005. Review of the development environmental service market in Indonesia.

ICRAF, Bogor.

83. Sriyanto dkk. (eds) 2003. Guidebook of 41 National Parks in Indonesia. Ministry of Forestry GOI, UNESCO & CIFOR, Jakarta.

84. Taylor, B. 1998. An Introductory Guide to Adaptive Management. Ministry of Forests. Canada.

85. The Nature Conservancy. 2000. Designing a geography of hope: a practitioners handbook to ecoregional conservation planning. Vol. I. Second

Edition The Nature Conservancy, Washington.

86. Thomas, L, Middleton J. and Phillips, A. 2003. Guidelines for management planning of protected areas. IUCN, Gland Switzerland and Cambridge,

UK.

87. Terborgh, J. 1999. Requiem for Nature. Island Press/Shearwater Books, Washington DC.

88. Tomich, T.P.; Timmer, D.W.; Velarde, S.J.; Alegre, J.; Areskoug, V.; Cash, D.W.; Cattaneo, A.; Ericksen, P.J.; Joshi, L.; Kasyoki, J.; Legg, C.;

Locatelli, M.; Murdiyarso, D.; Palm, C.A.; Porro, R.; Perazzo, A.R.; Salazar-Vega, A.; van Noordwijk, M.; Weise, S.F.; White, D. 2007. Integrative

science in practice: process perspectives from ASB, the partnership for the tropical forest margins.Agriculture, Ecosystems and Environment

121(3): 269–286.

89. Tsukada, E., and Y. Nishiyama. 1982. Butterflies from South East Asian Islands, Vol. I. Papilionidae. Plapac Co. Ltd.

90. USAID /ARD. 2005. Biodiversity Conservation: a guide for USAID staff and partners, September 2005. USAID and ARD, BIOFOR.

91. Vreugdenhil, D. dkk. 2003. Comprehensive protected areas system synthesis and monitoring. Vth World Parks Congress, Durban, South Africa,

September 8-17.

92. Whitmore, T.C. 1984. Tropical rain forests of the Far East 2nd Ed. Clarendon, Oxford.

93. Whitten, A.J., S.J. Damanik, J. Anwar and N. Hisyam. 2000. The Ecology of Sumatra. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

94. Winrock International. 2004. Financial Incentives to Communities for Stewardship of Environmental Resources feasibility Study. Report to USAID,

Washington DC, USA, 30 November 2004.

95. Wunder, S. 2005. Payment for Environmental Services: some nuts and bolts. CIFOR Occasional Paper No. 42.

96. World Bank. 2001. Indonesia: Environment and Natural Resource Management in a Time of Transition. Washington, DC: World Bank. 97. Wijayanto, A. 2006. Pemetaan dan penilaian kapasitas awal Lembaga Penegak Hukum dalam perlindungan orangutan dan

habitatnya. Laporan teknis Batang Toru Orangutan Program Conservation International Indonesia. Jakarta. 98. Wijayanto, A. 2006. Pelatihan Unit Perlindungan Orangutan di Daerah Aliran Sungai Batang Toru, Sumatera Utara. Laporan teknis

Batang Toru Orangutan Program Conservation International Indonesia. Jakarta. 99. Yayasan Ekowisata Sumatera (YES). 2006. Studi ancaman dan upaya pengorganisasian rakyat guna keberlangsungan hidup

orangutan di berbagai hutan di kabupaten Tapanuli Utara. Laporan teknis. Batang Toru Orangutan Program Conservation International Indonesia. Medan.

100. Yayasan Ekowisata Sumatera (YES). 2007. Pengembangan masyarakat desa Sibulanbulan dan Sitandiang dalam mendukung konservasi habitat orangutan Sumatera di kawasan hutan Batang Toru, Sumatera Utara. Laporan teknis. Batang Toru Orangutan Program Conservation International Indonesia. Medan.

101. Yayasan Leuser Lestari (YLL). 2006. Monitoring ragam ancaman terhadap kawasan dilindungi di daerah aliran sungai Batang Toru dan pendekatan pengorganisasian masyarakat. Laporan teknis. Batang Toru Orangutan Program Conservation International Indonesia. Medan.

102. Yayasan Pekat Indonesia (YPI). 2006. Studi investigasi perdagangan satwa liar dan orangutan Sumatera. Laporan teknis. Batang

13

Toru Orangutan Program Conservation International Indonesia. Medan. 103. Yayasan Pekat Indonesia (YPI). 2007. Upaya mendorong partisipasi masyarakat untuk penyelamatan orangutan dan habitatnya di

daerah aliran sungai Batang Toru. Laporan teknis. Batang Toru Orangutan Program Conservation International Indonesia. Medan.

Siapkan sebuah daftar tipe vegetasi, termasuk tipe utama lahan hutan, padang rumput dan komunitas serupa, dan lahan budi daya, tunjukkan apakah ada yang

mermerlukan tindakan konservsasi tertentu.

Kawasan hutan alam dalam cakupan ekosistem Batang Toru terbagi menjadi dua blok utama, yaitu blok bagian barat dan bagian timur. Dimana, dapat ditemukan

tipe-tipe habitat hutan Dipterocarpaceae pada elevasi menengah dan tinggi pada blok hutan Batang Toru Barat, hutan tegakan murni Pinus merkusii strain

Tapanuli pada blok hutan Batang Toru Timur dan hutan pegunungan pada elevasi rendah pada blok hutan Batang Toru Barat (Perbatakusuma, dkk, 2006).

Berdasarkan analisa penginderaan citra satelit oleh Conservation International (2004), Hutan Batang Toru meliputi hutan primer yang masih utuh seluas 90.000

sampai 140.000 ha. Hutan hujan primer mendominasi penutupan vegetasi, yang tumbuh di atas bukit curam dengan kemiringan lebih dari 60 derajat.

Berdasarkan Peta Vegetasi Sumatera yang disusun oleh Laumonier dkk. (1987), kawasan HBTBB dapat dapat dikategorikan menjadi 2 sub-tipe formasi hutan,

yakni: Pertama, Sub-tipe Formasi Air Bangis–Bakongan yang menjadi bagian dari tipe Formasi Bukit Barisan Barat perbukitan berelevasi menengah (300 sampai

1000 meter di atas permukaan laut); dan Kedua, Sub-tipe Hutan Montana (1000–1800 meter di atas permukaan laut) yang menjadi bagian dari tipe Formasi Bukit

Barisan di atas 1000 meter dari permukaan laut (Siringoringo, dkk, 2007).

Kondisi vegetasi pada kawasan dataran tinggi HBTBB, seperti di Puncak Purnama dan sekitarnya, berdasarkan Anon (2003b) yang melakukan survei di dalam

kaitan Proyek Martabe atau Martabe Project Area (MPA), berbentuk kumpulan mosaik hutan yang dinamis pada tingkatkan pertumbuhan kedewasaan dan kanopi

yang beragam. Areal kecil dari hutan seral (seral forest) akan mudah dijumpai di antara areal hutan yang lebih matang pertumbuhannya. Pada kawasan

demikian, biasanya ditandai dengan tampaknya beberapa vegetasi, seperti: Adinandra dumosa, Eurya acuminata, Macaranga gigantea, M. hypoleuca, dan

Mallotus penangensis. Sementara itu di kawasan tinggi lainnya, seperti di lokasi Kejora, secara taksonomis, lokasi ini memiliki flora yang didominasi oleh unsur-

unsur karakteristik tumbuhan dataran tinggi (berdasarkan permukaan laut) Ericaceae dan Pteridophytes, meskipun titik tertinggi dari lokasi ini hanyalah 825 m.

Berdasarkan pola survei dari wilayah Malesian, lokasi Kejora merupakan salah satu lokalitas dengan potensi penemuan taksonomi terbesar (Anon 2003b). Hutan

di perbukitan yang tumbuh kembali secara terpisah-pisah dapat merupakan hasil dari keadaan alam yang ada, seperti: angin dan kemiringan lahan, ataupun

kemungkinan tahapan pertengahan pemulihan dari aktivitas penebangan yang berlangsung sebelumnya. Namun, di lokasi Gerhana, sebagian besar kemiringan

ditutupi oleh kanopi yang sudah tua. Tidak ditemukan rerumputan yang beracun ataupun yang berbeda pada kawasan dataran tinggi. Dan hanya sedikit spesies

asing yang tercatat dan sebagian besar merupakan tumbuhan tidak beracun.

Habitat rawa dan bantaran sungai (Riverine-swamp) di kawasan HBTBB umumnya hanya memiliki lebih sedikit keunikan dan aset konservasi jika dibandingkan

dengan kawasan yang memiliki drainase yang baik. Pada kawasan bantaran banjir, seperti pada bagian bawah Batang Toru, hanya memiliki sedikit sekali

kekayaan hayati (e.g., Goodland dan Irwin 1975; Prance 1977). Kawasan rawa dataran rendah di kawasan HBTB dapat diklasifikasikan sebagai hutan suksesi

riparian campuran dan hutan bantaran sungai (levee forest), yang masuk kode struktural Fri (lihat Hammermaster dan Saunders 1995; Paijmans 1975, 1976;

Saunders 1993) atau hutan rawa campuran, yang masuk kode struktural Fsw. Kawasan demikian ini sebagian besar didominasi oleh tumbuhan khas riparian

(Ampelopteris prolifera, Ludwigia octovalvis, L. peruviana, Saccharum robustum etc.) dengan Ficus spp. dan Nauclea orientalis sebagai tanaman berkayu utama.

Beberapa jenis tanaman ditemukan di dalam kawasan Melasian dan banyak di antaranya adalah spesies yang umum. Kawasan ini memiliki persentase tertinggi

untuk spesies asing dibandingkan habitat lainnya. Beberapa spesies asing yang dapat dijumpai pada kawasan Malesian adalah Centrosema pubescens, Mikania

micrantha, Pennisetum purpureum, dan Urochloa mutica. Anon (2003b) juga mencatat keberagaman flora pada areal proyek Martabe cukup beragam,

14

diantaranya dit

emukan Euphorbiaceae, Melastomataceae, Moraceae, dan Rubiaceae, walaupun kebanyakan kelompok dataran rendah Malesia biasanya kurang beragam.

Sebaliknya, di kawasan hutan Montane merupakan kawasan yang kaya dan kawasan yang memiliki taksonomi paling menarik dibandingkan kawasan lainnya. Di

beberapa areal proyek Martabe, meskipun merupakan daerah bekas penebangan, kawasan ini masih memiliki struktur hutan yang komplek dan dalam kondisi yang

baik. Sementara, di beberapa tempat, pada habitat yang elevasinya lebih rendah di luar areal proyek Martabe terlihat dampak kerusakan yang nyata diakibatkan

penebangan yang berlangsung.

Siapkan sebuah daftar mamalia dan unggas endemik yang terdapat dalam kawasan. Sedapat mungkin, cantumkan nama-nama Indonesia, daerah dan ilmiahnya.

Juga tunjukkan mana yang terancam atau dalam bahaya (menurut kategori the International Union for Conservation of Nature [IUCN])

Jenis Satwa Liar yang dilindungi yang ada di HBTBB

Kelompok Satwa Status Konservasi

IUCN Red List 2007

Mamalia Orangutan Sumatera( Pongo abelii) Critical Endangered

Kambing Hutan Sumatera (Naemorthedus Sumatrensis) Vulnerable

Tapir Asia (Tapirus indicus) Vulnerable

Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae) Endangered

Kucing Marmar (Oandofelis mamorata) Vulnerable

Slow Loris (Nycticebus coucang) Vulnerable

Landak Asia (Hystrix brachyuran) Vulnerable

Burung Sunda Blue Flycatcher (Cyornis caerulatus) Vulnerable

Wallace’s Hawk-eagle (Spizaetus nanus) Vulnerable

Blak-crowned Pitta (Pitta venusta) Vulnerable

Ular Ular Darah (Phyton curtus) Vulnerable

Ular Jaring (Phyton reticulates) Vulnerable

Reptil Penyu Asia (Amyda cartilaginea) Vulnerable

Penyu Asia Selatan (Cuora amboinensis) Vulnerable

Penyu Berduri (Heosemys spinosa) Endangered

Kura-kura Raksasa Asia (Menouria Emys) Endangered

Kura-Kura Daun Asia (Cyclemys dentate) Endangered

Amfibia Rhacophorus achantharrhena Endangered

Huai Sumatrana Endangered

Kadal Sumatera (Ophisaurus weneri) Endangered

15

Siapkan sebuah daftar flora endemik. Sedapat mungkin cantumkan nama Indonesia, daerah dan ilmiahnya, dan tunjukkan mana yang terancam atau dalam bahaya

(menurut kategori IUCN).

Sementara itu, dari sisi herpetofauna, diantaranya 4 jenis bersifat endemik, 5 jenis terancam punah secara global dan 7 jenis digolongkan ke dalam daftar CITES.

Dari 688 jenis tumbuhan yang diketahui, diantaranya 138 jenis diketahui dapat menjadi sumber pakan orangutan Sumatera, 9 jenis tumbuhan merupakan jenis

baru. Disamping itu, 8 jenis diantaranya terancam kepunahan, 3 jenis endemik untuk Sumatera dan 4 jenis dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun

1999, diantaranya 2 jenis tumbuhan endemik dan langka, yaitu Bunga raksasa Amorphophalus baccari dan Amorphophalus gigas dan tumbuhan langka lainnya

Rafflesia gadutensisMeijer dan 3 jenis tumbuhan kantong semar yang terancam bahaya kepunahan, yaitu Nephentes sumatrana, Nephentes eustachya dan

Nephentes albomarginata. (Perbatakusuma, dkk, 2006).

Siapkan sebuah daftar spesies pendatang. Sedapat mungkin cantumkan nama Indonesia, daerah dan ilmiahnya, dan tunjukkan apakah spesies menyebabkan

masalah dan sejauh mana.

Beberapa spesies asing yang dapat dijumpai pada kawasan Malesian adalah Centrosema pubescens, Mikania micrantha, Pennisetum purpureum, dan Urochloa

mutica. Anon (2003b)

16

Kepemilikan

lahan dan

aspek-aspek

legislasi lain

Dalam sebuah daftar susunlah instrumen-instrumen legal yang berkaitan dengan lokasi Anda (“soft” dan “hard”): Konvensi Internasional yang sudah ditandatangani

negara Anda, penunjukan internasional yang dapat diraih (misalnya World Heritage Site, Man and Biosphere Reserve), legislasi nasional dan lokal apa saja yang

relevan terkait dengan konservasi, dan akte kepemilikan lokasi oleh publik dan/atau pribadi. Ketika mengerjakannya bubuhkan angka dari 1-5 berdasarkan

keefektivannya pada saat sekarang menurut penilaian Anda( angka 1=tidak efektif dan 5=sangat efektif).

Perancanaan Tata Ruang Provinsi Sumatera Utara (Perda Prop. Sumut 7/2003 Pasal 9).

1

SK Penetapan No. 226/Kpts/Um/4/1982 dan SK Penetapan No. 215/Kpts/Um/4/1982; Cagar Alam Dolok Sipirok 3

SK No.3875/IV-K3/KKH/2006 tentang Pembentukan, Penetapan Wilayah Kerja dan Personil Orangutan Protection Unit Balai KSDA

Sumatera Utara II;

5

Kemudian pertimbangkan tradisi dan praktek budaya apa saja (“soft law”) yang juga dapat relevan bagi konservasi hidupan liar dalam lokasi Anda. Bubuhi angka

(1-5) dengan cara yang sama.

Panusunan Bulung 5

Hatobangon (Kepala Marga) 5

Siapkan informasi tentang spesies lain yang istimewa (boleh jadi unik secara taksonomi, bernilai bagi pengobatan dan khasiat lain), spesies panji-panji potensial,

dsb.

Jenis-jenis satwa liar yang terancam bahaya kepunahan dan dilindungi tersebut, diantaranya orangutan Sumatra (Pongo abelii), harimau Sumatera (Panthera

tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus), kukang (Nycticebus coucang), kambing hutan Sumatera (Naemorhedus sumatrensis), tapir (Tapirus

indicus), kucing emas (Pardofelis marmomata), simpai (Presbytis melalophos), owa (Hylobates agilis), siamang (Symphalangus syndactilus), lutung

(Trachypithecus cristatus), rusa (Muntiacus muntjac), beberapa jenis rangkong (Buceros rhinoceros, B.bicornis, Rhinoplax vigil, Rhyticeros comatus), beberapa

jenis elang (Ictinaetus malayensis, Spilornis cheela, Accipiter virgatus). Lemur terbang (Galeopterus variegates) yang dilindungi berdasarkan aturan pemerintah;

Tupai tanah bergaris tiga (Lariscus insignis) yang dilindungi berdasarkan IUCN Red List dengan kategori hampir terancam; Tupai hitam raksasa (Ratufa bicolor)

yang dilindungi berdasarkan CITES, Appendix 2; dan Tikus pohon (Tupaia glis) yang dilindungi berdasarkan CITES, Appendix 2.

17

Kepemilikan

lahan dan

aspek-aspek

legislasi lain

Dalam sebuah daftar susunlah instrumen-instrumen legal yang berkaitan dengan lokasi Anda (“soft” dan “hard”): Konvensi Internasional yang sudah ditandatangani

negara Anda, penunjukan internasional yang dapat diraih (misalnya World Heritage Site, Man and Biosphere Reserve), legislasi nasional dan lokal apa saja yang

relevan terkait dengan konservasi, dan akte kepemilikan lokasi oleh publik dan/atau pribadi. Ketika mengerjakannya bubuhkan angka dari 1-5 berdasarkan

keefektivannya pada saat sekarang menurut penilaian Anda( angka 1=tidak efektif dan 5=sangat efektif).

Perancanaan Tata Ruang Provinsi Sumatera Utara (Perda Prop. Sumut 7/2003 Pasal 9).

1

SK Penetapan No. 226/Kpts/Um/4/1982 dan SK Penetapan No. 215/Kpts/Um/4/1982; Cagar Alam Dolok Sipirok 3

SK No.3875/IV-K3/KKH/2006 tentang Pembentukan, Penetapan Wilayah Kerja dan Personil Orangutan Protection Unit Balai KSDA

Sumatera Utara II;

5

Kemudian pertimbangkan tradisi dan praktek budaya apa saja (“soft law”) yang juga dapat relevan bagi konservasi hidupan liar dalam lokasi Anda. Bubuhi angka

(1-5) dengan cara yang sama.

Panusunan Bulung 5

Hatobangon (Kepala Marga) 5

Faktor-

faktor sosial-

ekonomi

Susunlah sebuah daftar dari semua sumber daya yang hidup dan tidak hidup yang sekarang diambil dari lokasi Anda. Sedapat mungkin, bubuhkan nilai dalam mata

uang setempat pada produk-produk tersebut (per item, kilo, berkas, dab.). Untuk memberi konteks yang berarti kepada angka-angka tadi, tunjukkan berapa

penghasilan normal seorang buruh per jam atau per hari kerja.

Diperkirakan sejak awal abad ke-19, hutan Batang Toru telah dimanfaatkan oleh penduduk di sekitarnya untuk menyokong penghidupan mereka, seperti:

agroforestri yang berbasis pada komoditas kemenyan, kopi dan karet. Intensitas pemanfaatan lahan sangat beragam mulai dari sawah, kebun campur dan hutan

kemasyarakatan. Di beberapa lokasi, dirasakan masih cukup kuat sistem kepemilikan secara adat. Ditambahkan oleh Budidarsono (2006), bahwa 90% penduduk di

sekitar kawasan hutan Batang Toru telah mengembangkan berbagai bentuk sistim pertanian berbasis pohon yang secara dinamis menyesuaikan kondisi kelerengan

yang curam dengan tanah relatif kurang subur.

Bentuk sistem-sistem pertanian berbasis pohon tersebut berupa agroforestri/ wanatani karet tua, agroforestri durian, monokultur karet, pekarangan rumah

berbasis tanaman coklat, agroforestri pinang–coklat, agroforestri gmelina–jati–kayu manis, agroforestri padi ladang–pisang–ubi–coklat, monikultur kopi arabika,

agroforestri pisang–coklat, agroforestri rambutan–durian–coklat, agroforestri jeruk–coklat, agroforestri kemenyan–kopi arabika, agroforestri salak–durian,

agroforestri karet–salak, agroforestri salak–karet, monokultur salak dan monokultur kayu manis. Banyak kebun campur tua yang kurang terkelola, namun menjadi

habitat orangutan Sumatera. Pertanian berbasis pohon tersebut memiliki implikasi selain menjadi sumber penghidupan masyarakat, juga mempunyai fungsi jasa

lingkungan konservasi tanah dan air serta menjaga keanekaragaman hayati.

Menurut Anggraeni dan Midora (2006), ada 16 kecamatan seluas 458.679 hektar pada tiga kabupaten dengan jumlah penduduk 344.520 jiwa atau 81.870 Kepala

Keluarga yang akan menerima manfaat atau kerugian yang ditimbulkan oleh eksistensi atau hilangnya hutan alam di kawasan Batang Toru. Dari hasil valuasi

nilai ekonomi di kawasan hutan Batang Toru yang dilakukan Conservation International (2006) menyimpulkan total Nilai Ekonomi Nilai Guna Tak Langsung

Hutan Batang Toru seperti untuk penahan bencana, pengatur air, pencegah erosi adalah Rp. 69.212.225.920 pertahunnya dan Total Nilai Guna Langsung berupa

18

hasil hutan kayu, pariwisata, PLTA, PLTP tambang emas mencapai Rp. 3,563,078,680,128 per-tahunnya. Sehingga Nilai Total Ekonomi kawasan hutan Ekosistem

Batang Toru sebesar Rp. 3,632,290,906,048 pertahun.

Nilai

Konservasi

Buatlah daftar dan jelaskan nilai-nilai konservasi kunci (dengan kutipan terkait sedapat mungkin).

Di kawasan HBTBB dapat ditemukan 67 jenis mamalia, 287 jenis burung, 110 jenis herpetofauna dan 688 jenis tumbuhan. Di samping orangutan Sumatera,

kawasan ini juga menyimpan populasi flora dan fauna lainnya yang secara global terancam punah, seperti: harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir

(Tapirus indicus), kambing hutan (Naemorhedus sumatraensis), elang Wallacea (Spizateu nanus), bunga terbesar dan terpanjang di dunia, yaitu Raflesia

gadutnensis dan Amorphaphalus baccari dan Amorphophalus gigas (Perbatakusuma, et al. 2006). Berdasarkan status konservasinya, teridentifikasi 20 spesies

mamalia yang dilindungi, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999, dimana12 spesies dalam status terancam.

Berdasarkan kategori yang dilakukan oleh Worldwide Fund for Nature (WWF), karena keunikan dan kekayaan keragaman hayati yang dimilikinya, kawasan

HBTBB ini masuk ke dalam golongan 200 ekoregion di dunia yang harus diperhatikan serius aspek konservasinya. Sejalan dengan WWF, Pemerintah Daerah

Provinsi Sumatera Utara juga telah menetapkan kawasan HTBB sebagai salah satu daerah prioritas dalam pelestarian keragaman hayati (key biodiversity area

1/KBA) di Indonesia dari 15 KBA yang ada di provinsi ini (Siringoringo, et, al, 2007).

Buatlah daftar dan jelaskan praktek-praktek sejarah atau budaya yang berkaitan dengan lokasi yang mungkin relevan bagi konservasi hidupan liarnya (termasuk

bagi tujuan edukasi).

Diperkirakan sejak awal abad ke-19, hutan Batang Toru telah dimanfaatkan oleh penduduk di sekitarnya untuk menyokong penghidupan mereka, seperti:

agroforestri yang berbasis pada komoditas kemenyan, kopi dan karet. Intensitas pemanfaatan lahan sangat beragam mulai dari sawah, kebun campur dan hutan

kemasyarakatan. Di beberapa lokasi, dirasakan masih cukup kuat sistem kepemilikan secara adat. Ditambahkan oleh Budidarsono (2006), bahwa 90% penduduk di

sekitar kawasan hutan Batang Toru telah mengembangkan berbagai bentuk sistim pertanian berbasis pohon yang secara dinamis menyesuaikan kondisi kelerengan

yang curam dengan tanah relatif kurang subur. Bentuk sistem-sistem pertanian berbasis pohon tersebut berupa agroforestri/ wanatani karet tua, agroforestri

durian, monokultur karet, pekarangan rumah berbasis tanaman coklat, agroforestri pinang–coklat, agroforestri gmelina–jati–kayu manis, agroforestri padi

ladang–pisang–ubi–coklat, monikultur kopi arabika, agroforestri pisang–coklat, agroforestri rambutan–durian–coklat, agroforestri jeruk–coklat, agroforestri

kemenyan–kopi arabika, agroforestri salak–durian, agroforestri karet–salak, agroforestri salak–karet, monokultur salak dan monokultur kayu manis. Banyak kebun

campur tua yang kurang terkelola, namun menjadi habitat orangutan Sumatera. Pertanian berbasis pohon tersebut memiliki implikasi selain menjadi sumber

penghidupan masyarakat, juga mempunyai fungsi jasa lingkungan konservasi tanah dan air serta menjaga keanekaragaman hayati.

Layanan

ekologi

Buatlah daftar dari semua layanan ekologi yang menurut Anda dapat disediakan oleh lokasi Anda

Layanan Ekologi yang dapat diperoleh dilokasi program ini adalah :

1. Pembayaran untuk jasa lingkungan yang dihasilkan (Payment for Environmental Services, PES) oleh kawasan ini. 2. Pendanaan untuk penyerapan karbon belum menjadi sesuatu yang final (Winrock International 2004). 3. Di kawasan ini, masyarakat lokal mendapatkan sewa tanah untuk mengelola kawasan penyangga (buffer zone) di sekitar taman nasional(hutan

lindung) tersebut. Sebagai bagian dari perjanjian ini, mereka diwajibkan untuk menanam tanaman obat-obatan lokal (Project; LATIN, dan Institut Pertanian Bogor).

4. Pengembangan Ekowisata (contoh : di Pulau Togean dan Pulau Gili. Pemerintah mengeluarkan perizinan untuk layanan lingkungan selama kurun waktu lebih dari 10 tahun dan daerah di atas 1000 hektar. Mekanisme untuk pembayaran layanannya berupa bea masuk dan bea pemakai).

5. Aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility, CSR) sudah mengalami perkembangan pada beberapa waktu terakhir, dimana aktivitas ini kini telah menjadi bagian strategis di dalam operasi dari banyak perusahaan.

6. Dan lainnya.

19

Ancaman Menggunakan klasifikasi IUCN lengkap, buatlah sebuah daftar dari semua ancaman yang menurut Anda paling penting bagi lokasi Anda dan bagi spesies apa saja

yang dikenal dalam lokasi itu. Beri peringkat keparahan relatif pada tiap ancaman dengan skala 1-3, yaitu 1=rendah, 2=sedang, 3=tinggi.

No

Bentuk

Ancaman

Global

Target Konservasi

Skala

Orangutan DAS Harimau

Tipe

Habitat

Kaya Rangkong

Tipe

Vegetasi

Kaya

Koridor

Hutan

Ancaman

Langsung

1 Kerusakan

hutan 5

2 Perburuan - - - - 2

3 Okupasi

Kawasan - - - - 2

4 Legal dan

Illegal logging 5

5 Perdagangan

satwa - - - - 1

6 Pembukaan

jalan di dalam

kawasan - - - - - 5

7 Konsesi lahan 5

8 Kegiatan

Perindustrian - - - 4

Ancaman Tidak

Langsung

1 Konversi

Lahan - 5

2 Lemahnya

penegakan

hukum 5

3 Tingkat

kebutuhan

industri - - - 4

4 Lemahnya

kesadaran

5

20

lingkungan

5 Pemahaman

masyarakat

yang rendah

mengenai

konservasi

5

6 Pertambahan

jumlah

penduduk 5

Manajemen

/Pengelolaan

Buatlah daftar lembaga atau lembaga-lembaga, departemen, dan kelompok-kelompok yang terlibat dalam pengelolaan lokasi atau yang mempengaruhi lokasi dan

pengelolaannya melalui berbagai cara.

No Partisipan/Kelompok

Pemangku Kepentingan

Nama partisipan, posisi, dan

detail kontak

Isu-isu kunci (area utama dari minat dan fokus

Kontribusi potensial (apa yang para

partisipan bawa ke pertemuan)

Motivasi menghadiri pertemuan (apa yang bisa

diberikan pertemuan tersebut kepada partisipan )

Konsekuensi-konsekuensi jika tidak

diundang

I Pemerintah Propinsi

I.1 DPRD Sumatera Utara Kebijakan tentang Tataruang Propinsi

Pengawasan dan Pengamanan kawasan HBTBB

Sebagai kontribusi masukan untuk upaya pengawasan dan pengamanan kawasan konservasi

Kehilangan data-data, informasi dan kawalan pengamanan kawasan

I.2 Bappeda Sumatera Utara Perencanaan Pembangunan (tataruang) propinsi

Rencana Tataruang kawasan propinsi

Dukungan Masyarakat dan mendapat informasi tentang kawasan

Kehilangan data-data dan informasi penting

I.3 Dinas Kehutanan Sumatera Utara

Pengelolaan Sumberdaya Hutan

Rencana kerja Dinas di kawasan

Dukungan masyarakat pada program kehutanan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

I.4 Dinas Pertanian dan Perkebunan Sumatera Utara

Pembangunan pertanian dan perkebunan

Rencana kerja Dinas di kawasan

Dukungan masyarakat pada program kehutanan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

I.5

Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) Sumatera Utara

Pengelolaan Sumberdaya Air dan Irigasi

Rencana kerja Badan di kawasan

Dukungan masyarakat pada program kehutanan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

I.6 Bapedalda Sumatera Utara

Pengendalian kerusakan lingkungan hidup

Rencana kerja Dinas di kawasan

Dukungan masyarakat pada program kehutanan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

I.7 Dinas Pendidikan Nasional Sumatera Utara

Program Pendidikan Rencana kerja Dinas di kawasan

Dukungan masyarakat pada program kehutanan dan

Kehilangan data-data dan informasi penting

21

memperoleh informasi kawasan terbaru

I.8 Balai Besar BKSDA Sumatera Utara

Pengelolaan Kawasan Konservasi Sumatera Utara

Rencana kerja Balai Besar di kawasan Konservasi

Dukungan masyarakat pada program konservasi dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II Pemerintah Daerah

II.1 Bupati Pemkab Tapanuli Selatan

Pembangunan dan perkembangan kawasan konservasi

Rencana Pembangunan lima tahun kedepan Kabupaten Tapanuli Selatan

Dukungan masyarakat pada program kehutanan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.2 DPRD Tapanuli Selatan Kebijakan tentang Tataruang Kabupaten

Pengawasan dan Pengamanan kawasan HBTBB

Sebagai kontribusi masukan untuk upaya pengawasan dan pengamanan kawasan konservasi

Kehilangan data-data, informasi dan kawalan pengamanan kawasan

II.3 Bappeda Tapanuli Selatan

Perencanaan Pembangunan (tataruang) kabupaten

Rencana Tataruang kawasan kabupaten

Dukungan Masyarakat dan mendapat informasi tentang kawasan

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.4 Bapedalda Tapanuli Selatan

Pemantauan dampak lingkungan dan pengendalian kerusakan lingkungan di Tapanuli Selatan

Rencana kerja Badan di kawasan

Dukungan masyarakat pada program kehutanan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.5 Dinas Kehutanan Tapanuli Selatan

Pengelolaan Sumberdaya Hutan Tapanuli Selatan

Rencana kerja Dinas di kawasan

Dukungan masyarakat pada program kehutanan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.6 Dinas Pertanian Tapanuli Selatan

Pembangunan pertanian dan perkebunan

Rencana kerja Dinas di kawasan

Dukungan masyarakat pada program pertanian dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.7 Dinas Pendidikan Nasional Tapanuli Selatan

Program Pendidikan Rencana kerja Dinas di kawasan

Dukungan masyarakat pada program pendidikan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.8 Dinas Kesehatan Tapanuli Selatan

Program Kesehatan dan lingkungan

Rencana kerja Dinas di desa-desa sekitar kawasan

Dukungan masyarakat pada program kehutanan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.9 BKSDA Resort Sipirok-Tapanuli Selatan

Pengelolaan Kawasan Konservasi

Rencana kerja Balai di kawasan konservasi

Dukungan masyarakat pada program konservasi dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.10 Dinas Perkebunan Tapanuli Selatan

Pembangunan perkebunan di Tapanuli Selatan

Rencana kerja Dinas di kawasan

Dukungan masyarakat pada program perkebunan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

22

II.11 Dinas Pekerjaan Umum Tapanuli Selatan

Pembangunan dan pengembangan fisik di Tapanuli Selatan

Rencana kerja Dinas di kawasan

Dukungan masyarakat pada program pembangunan dan pengembangan fisik serta memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.12 Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tapanuli Selatan

Rencana Pemberdayaan Masyarakat di desa-desa sekitar kawasan

Rencana kerja Badan di kawasan

Dukungan masyarakat pada program pemberdayaan masyarakat dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.13 Dinas Perhubungan dan Pariwisata Tapanuli Selatan

Rencana perhubungan da pariwisata di desa-desa sekitar kawasan

Rencana kerja Badan di kawasan

Dukungan masyarakat pada program pemberdayaan masyarakat dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.14 Kecamatan Batang Toru Rencana Pembangunan kecamatan

Rencana kerja Camat di kawasan

Dukungan masyarakat pada program pembangunan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.15 Kecamatan Marancar Rencana Pembangunan kecamatan

Rencana kerja Camat di kawasan

Dukungan masyarakat pada program pembangunan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.16 Kepala Desa/Kepala Kelurahan

Rencana pembangunan, perkembangan dan sejarah Desa

Rencana kerja Kades/Lurah di kawasan

Dukungan masyarakat pada program pembangunan dan memperoleh informasi kawasan terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

II.17 Puskesmas

Pembangunan Kesehatan dan Lingkungan Kecamatan dan Desa

Rencana kerja Kades/Lurah di kawasan

Dukungan masyarakat pada program pembangunan dan memperoleh informasi kesehatan dan lingkungan kawasan yang terbaru

Kehilangan data-data dan informasi penting

III LSM/Organisasi Masyarakat Lokal

III.1 Yayasan Lintas Cakrawala

Potensi kawasan dan desa-desa sekitar program

Kemitraan dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar desa-desa di kawasan

Keberlanjutan Program Kehilangan mitra dan data-data penting

III.2 Lembaga Adat Masyarakat Tapanuli Selatan

Potensi budaya dan social kawasan

Kemitraan dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar desa-desa di kawasan

Keberlanjutan Program Kehilangan mitra dan data-data penting

III.3 Forum Peduli Masyarakat dan Lingkungan Batang Toru

Potensi kawasan dan desa-desa sekitar program

Kemitraan dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di

Keberlanjutan Program Kehilangan mitra dan data-data penting

23

sekitar desa-desa di kawasan

III.4 Badan Perwakilan Desa (BPM)

Pembangunan Desa Rencana pembangunan desa

Dukungan masyarakat pada program pembangunan desa

Kehilangan mitra dan data-data penting

III.5 Pos Yandu Pembangunan kesehatan dan lingkungan Desa

Rencana pembangunan dan kesehatan desa

Dukungan masyarakat pada program pembangunan desa

Kehilangan mitra dan data-data penting

III.6 Diakoni HKBP Pembangunan Desa Rencana pembangunan desa

Dukungan masyarakat pada program pembangunan desa

Kehilangan mitra dan data-data penting

III.7

YEL/SOCP Konsorsium (YES/Petra, Yay. Samudera, Yay. Pusaka, Walhi Sumut)

Program Spatial Planning Kawasan Konservasi HBTBB

Rencana kerja kawasan HBTBB

Dukungan masyarakat pada program konservasi

Kehilangan mitra dan data-data penting

IV Tokoh Masyarakat

IV.1 Panusunan Bulung (kepala adat)

Pembangunan Desa Rencana pembangunan desa

Dukungan masyarakat pada program pembangunan desa

Kehilangan mitra dan data-data penting

IV.2 Hatobangon (Kepala Marga)

Pembangunan Desa Rencana pembangunan desa

Dukungan masyarakat pada program pembangunan desa

Kehilangan mitra dan data-data penting

IV.3 Napaso Nauli Bulung (Kelompok Pemuda-Pemudi Desa)

Pembangunan Desa Rencana pembangunan desa

Dukungan masyarakat pada program pembangunan desa

Kehilangan mitra dan data-data penting

IV.4 Badan Kenaziran Masjid (BKM)

Pembangunan Desa Rencana pembangunan desa

Dukungan masyarakat pada program pembangunan desa

Kehilangan mitra dan data-data penting

IV.5 Ustadz (Guru Agama Islam di desa)

Pembangunan Desa Rencana pembangunan desa

Dukungan masyarakat pada program pembangunan desa

Kehilangan mitra dan data-data penting

IV.6 Pendeta (Tokoh Agama Kristen)

Pembangunan Desa Rencana pembangunan desa

Dukungan masyarakat pada program pembangunan desa

Kehilangan mitra dan data-data penting

IV.7 Guru (Pengajar di Sekolah/Pendidikan)

Pembangunan Desa Rencana pembangunan desa

Dukungan masyarakat pada program pembangunan desa

Kehilangan mitra dan data-data penting

IV.8 Sekretaris Desa Pembangunan Desa Rencana pembangunan desa

Dukungan masyarakat pada program pembangunan desa

Kehilangan mitra dan data-data penting

IV.9 Sekretaris Kecamatan Pembangunan Desa Rencana pembangunan desa

Dukungan masyarakat pada program pembangunan desa

Kehilangan mitra dan data-data penting

IV.10 Orangutan Protection Unit (OPU)

Program Pengawasan dan Pengamanan Kawasan konservasi

Hasil kegiatan OPU Dukungan masyarakat desa pada program OPU

Kehilangan data dan informasi

V Privat Sector

V.1 HPH PT. Teluk Nauli Lokasi HPH di dalam ekosistem Hutan

Rencana HPH di kawasan konservasi

Ada masukan dan dukungan masyarakat untuk

Kehilangan data dan informasi

24

Batang Toru memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi termasuk Orangutan yang terdapat di dalamnya

konservasi

V.2 PT. Agincourt Resources

Lokasi Pertambangan tidak jauh dari kawasan konservasi

Rencana pertambangan dan konservasi kawasan

Dukungan masyarakat pada rencana konservasi kawasan

Kehilangan data dan informasi

VI Perguruan Tinggi

VI.1 Univ. Graha Nusantara Program rencana penelitian dan studi kawasan konservasi

Bahan studi dan penelitian perguruan tinggi

Ada masukan dan dukungan kepada mahasiswa dan staff pengajar

Kehilangan data dan informasi

VI.2 Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

Program rencana penelitian dan studi kawasan konservasi

Bahan studi dan penelitian perguruan tinggi

Ada masukan dan dukungan kepada mahasiswa dan staff pengajar

Kehilangan data dan informasi

VII BINGO

VII.1 Conservation International Indonesia (CII)

Program Konservasi Rencana program konservasi di kawasan

Dukungan masyarakat pada rencana konservasi

Kehilangan data dan informasi

VII.2 ICRAF-SEA Program Konservasi Rencana program konservasi di kawasan

Dukungan masyarakat pada rencana konservasi

Kehilangan data dan informasi

VII.3 OCSP-USAID Program Konservasi Rencana program konservasi di kawasan

Dukungan masyarakat pada rencana konservasi

Kehilangan data dan informasi

VII.4

INA-HPSP – Jakarta (Indonesian Nederland Association – Horticultura Partnership Support Program)

Program Konservasi Rencana program konservasi di kawasan

Dukungan masyarakat pada rencana konservasi

Kehilangan data dan informasi

VII.5 WCS Program Konservasi Rencana program konservasi di kawasan

Dukungan masyarakat pada rencana konservasi

Kehilangan data dan informasi

Adakah rencana (atau rencana-rencana) pengelolaan/pengembangan untuk lokasi (pastikan memperoleh salinannya)?

Setelah cukup lama tidak ada usulan yang masuk, kemudian di tahun 2006, usulan selanjutnya datang dari Bupati Tapanuli Selatan, pada tanggal 23 Agustus 2006

disampaikan kepada Menteri Kehutanan dengan mengusulkan 4 calon Taman Nasional dengan lampiran kajian ke 4 calon Taman Nasional Lihat Gambar 11. Peta

Usulan Taman Nasional Batang Toru dengan luasan 148.570 hektar.

Pada tgl 29 September 2006, BKSDA Sumut II, mengirimkan surat kepada Dirjen PHKA yang mendukung pembentukan Taman Nasional ini dan meminta Dirjen

PHKA untuk membentuk tim melalui kajian yang mendalam serta memberikan pertimbangan tehnis bagi pembentukan 4 Taman Nasional tersebut dengan

mencantumkan keberadaan Kawasan Konservasi yang sudah ada di Kabupaten Tapanuli Selatan antara lain;

1. Cagar Alam Dolok Sibual-buali seluas 5000 ha SK Mentan 215/1982, termasuk dalam DAS Batang Toru

2. Cagar Alam Sipirok seluas 6970 ha SK Mentan 226/1982, termasuk dalam DAS Batang Toru

3. Cagar Alam Barumun seluas 40.330 ha SK Menhut 70/1989, tidak termasuk dalam DAS Batang Toru

25

4. Suaka Alam Lubuk Raya seluas 3.050 ha yang belum ditunjuk sebagai kawasan konservasi jenis apa (cagar alam atau suaka alam), berada didalam DAS

Batang Toru yang baru diusulkan kembali oleh BKSDA dengan surat S.196/IV-K3/Keu/2005 tertanggal 20 Januari 2005.

Usulan Taman Nasional oleh Konsorsium Ornop ini melampirkan Kesepakatan Padang Sidempuan: tentang perlindungan Hutan Alam di Tapanuli Selatan yang

pada dasarnya menolak HPH yang ada dan ingin mengelolanya dalam bentuk HKM, serta berkomitmen untuk menghijaukan kembali hutan yang rusak.

Kesepakatan ini dibuat pada tahun 2003 oleh para kepala adat dari 7 kecamatan, Akan tetapi hasil kesepakatan Padang Sidempuan ini digunakan oleh Ornop Pan-

Eco, YEL, Golden Ark, dan saat ini oleh PKOS untuk memperkuat usulan taman nasional untuk perlindungan ekosistem hutan dan sistem penyangga kehidupan.

Surat edaran Bupati Tapsel untuk mendukung dibentuknya 4 Taman Nasional di Tapanuli Selatan pada tgl November 2005 (disusulkan dengan pembaruan usulan

Bupati Tapsel pada tgl 23 Agustus 2006), dengan total luas 742.000 hektar dengan rincian rencana Taman Nasional Batang Toru-Sipirok, Barumun Rokan, Bilah

26

Barumun dan Siondop Angkola22.

Rencana Taman Nasional ini mendapat dukungan dari CI dan beberapa LSM di Sumut. Lihat Gambar 2. Poster Himbauan Dukungan Masyarakat untuk

Pembentukan 4 Taman Nasional baru di Tapanuli Selatan yang tertuang dalam Surat Bupati Tapanuli Selatan no 522/103/06 kepada Menteri Kehutanan RI

tentang Usulan Perubahan Fungsi Kawasan Lindung, Hutan Produksi dan Kawasan Suaka Alam menjadi Taman Nasional.

Pemangku kepentingan lokal manakah yang terlibat dalam pengelolaan lokasi? Bagaimana mereka terlibat?

Panusunan Bulung (kepala adat), Hatobangon (Kepala Marga), Kepala Desa, Pimpinan Badan Kenaziran Masjid, Pimpinan Gereja, Naposo Nauli Bulung (kelompok

pemuda), Badan Perwakilan Desa (BPD) dan ketua-ketua kelompok pertanian/perkebunan di desa. Keterlibatan mereka secara langsung dan sssungguhnya mereka

merupakan parapemangku kepentingan di tingkat desa. Keberadaan mereka umumnya diterima dan dihormati baik dalam kegiatan kenegaraan maupun kegiatan

adat dan keagamaan di desa.

Latihan: Lengkapi informasi berikut ini (perluas kotak seperlunya).

Persepsi

Deskripsikan lokasi proyek Anda menggunakan semua kriteria dan deskripsi subyektif yang menurut Anda paling sesuai.

Kriteria Deskripsi yang disarankan Kriteria Deskripsi yang disarankan

Skala akrab, kecil, luas, sangat luas Warna monokhrom, lembut, sejuk, cerah, gemerlapan

Keanekaragaman

(Diversity)

seragam, sederhana, beragam, rumit,

mengejutkan

Suara mengganggu, ribut, berlagu, senyap

Kealamian

(Naturalness)

liar, tidak terkelola, jauh, tidak terganggu Keindahan

buruk, tidak mengilhami, molek, indah seperti lukisan, agung,

memukau