Post on 14-Jan-2017
TIDAK RAHASIA
PERMOHONAN PENYELIDIKAN INTERIM REVIEW ANTI-DUMPING ATAS POLYESTER STAPLE FIBER YANG DIIMPOR DARI
REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK
Untuk dan Atas Nama Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia
(APSYFI)
TIDAK RAHASIA
DAFTAR ISI
BAGIAN A: Umum
1. Latar Belakang
2. Data Pemohon
3. Pemohon Merupakan Bagian dari Industri Dalam Negeri Indonesia
4. Barang yang Diduga Dumping
5. Negara dan Produsen/Eksportir Pengekspor
6. Importir yang Diketahui
7. Total Impor PSF yang Diduga Dumping
BAGIAN B: Perhitungan Normal Value, Harga Ekspor, dan Marjin Dumping
RRT
BAGIAN C: Analisa Kerugian Material
1. Kerugian
2. Data Impor Negara yang Diduga Melakukan Dumping
3. Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon
4. Dampak Volume
5. Dampak Harga
5.1. Price Undercutting
5.2. Price Depression
5.3. Price Suppresion
6. Hubungan Kausal antara Dumping dan Kerugian
7. Faktor Lain Penyebab Kerugian pada Pemohon
7.1. Efisiensi dari Pemohon
7.2. Teknologi
7.3. Impor dari Negara Lain
7.4. Ekspor
8. Prospek dan Pandangan Kedepan
TIDAK RAHASIA
Daftar Tabel dan Grafik Tabel A3-1 : Prosentase Produksi Pemohon Terhadap Produksi Nasional
Tabel A4-1 : BMAD yang Masih Diberlakukan
Tabel A7-1 : Impor PSF yang Diduga Dumping
Tabel C2-1 : Total Impor PSF HS 5503.20.00.00
Tabel C3-1 : Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon
Tabel C4-1 : Dampak Volume Relatif Terhadap Konsumsi Nasional
Tabel C4-2 : Dampak Volume Absolut
Tabel C5-1.1 : Price Undercutting dengan Pemberlakuan BMAD Saat Ini
Tabel C5-1.2 : Price Undercutting Apabila BMAD Tidak Dikenakan Tabel C5-2 : Price Depression
Tabel C5-3 : Price Suppression Grafik A7-1 : Impor PSF yang Diduga Dumping Juli 2011- Juni 2014
Grafik A7-2 : Impor PSF yang Diduga Dumping Juli 2004- Juni 2014
Grafik C5-1.2 : Price Undercutting Apabila BMAD tidak dikenakan
TIDAK RAHASIA
1
BAGIAN A
Umum
1. Latar Belakang
Permohonan ini diajukan dengan tujuan agar pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (“BMAD”) terhadap Polyester Staple Fiber (“PSF”) yang diimpor dari negara Republik Rakyat Tiongkok (“RRT”) dapat diubah. Pengenaan BMAD ini telah diputuskan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.011/2010 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping Terhadap Impor Polyester Staple Fiber dari Negara India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Taiwan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.011/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.011/2010 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping Terhadap Impor Polyester Staple Fiber dari Negara India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Taiwan (“PMK Anti-Dumping PSF”). Pada faktanya, setelah PMK Anti-Dumping PSF diberlakukan, industri dalam negeri masih mengalami kerugian material, sebagaimana akan dijelaskan secara lebih terperinci dalam Permohonan ini. Impor PSF secara tidak adil dengan harga dumping tetap terjadi berulang kali dan masih mempengaruhi keuntungan dan perkembangan industri PSF dalam negeri Indonesia. Pengaruh atau akibat buruk pada pertumbuhan atau kinerja keuangan industri PSF dalam negeri Indonesia secara jelas semata-mata disebabkan oleh kompetisi yang tidak adil dan hilangnya pangsa pasar di dalam negeri Indonesia sebagai akibat dari berkelanjutannya impor dengan harga dumping PSF tersebut. Perlu dicatat pula bahwa industri PSF dalam negeri Indonesia adalah sangat efisien sesuai dengan kapasitas produksi terpasang dan mampu memenuhi seluruh kebutuhan di dalam negeri. Industri PSF dalam negeri Indonesia menyadari bahwa dalam dunia perdagangan global ini, mereka harus mampu berkompetisi dengan barang-barang impor. Namun demikian, berkompetisi dengan barang-barang impor tersebut harus dilakukan secara adil dan Permohonan ini bertujuan agar dapat diubahnya BMAD terhadap PSF sebagai kompensasi atas dilakukannya impor dengan harga dumping dari RRT.
2. Data Pemohon
Permohonan ini diajukan oleh Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (“APSYFI”) untuk dan atas nama industri PSF dalam negeri Indonesia. Anggota-anggota industri tersebut adalah:
PT. Indonesia Toray Synthetics
TIDAK RAHASIA
2
PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. PT. Indo-Rama Synthetics, Tbk. PT. Tifico Fiber Indonesia, Tbk. PT. Susilia Indah Synthetic Fibers Industries PT. Panasia Indosyntec, Tbk. PT. Polychem Indonesia, Tbk. PT. Kahatex
Bertindak selaku Pemohon adalah PT. Indonesia Toray Synthetics, PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. dan PT. Indo-Rama Synthetics, Tbk. yang secara kolektif memproduksi lebih dari 25% dari seluruh produksi PSF dalam negeri dan didukung oleh industri PSF lainnya yang memproduksi lebih dari 25% dari seluruh produksi PSF dalam negeri Indonesia. Oleh karenanya, Pemohon telah memenuhi syarat dan memiliki kapasitas untuk mewakili industri dalam negeri. Mewakili APSYFI dan anggota-anggotanya adalah:
Hanafiah Ponggawa & Partners | HPRP Lawyers Wisma 46 – Kota BNI, Lt. 41 dan 32 Jl. Jend. Sudirman Kav. 1 Jakarta 10220 Indonesia Telepon : +62-21-5701837 Faksimili : +62-21-5701835 U.P. :Harry T. Prabawa Joshua Satyagraha Timothy Joseph Inkiriwang Indria Prasastia Hapsari Arumdati Email : harry.prabawa@hplaw.co.id joshua.satyagraha@hplaw.co.id timothy.inkiriwang@hplaw.co.id indria.prasastia@hplaw.co.id hapsari.arumdati@hplaw.co.id Alamat Pemohon: Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia Gedung Bank Exim Lantai 4 Jl. Tanjung Karang 3-4, Jakarta 10230 PT. Indonesia Toray Synthetics Summitmas Tower II Lantai 3 Jl. Jend. Sudirman Kav. 61-62, Jakarta 12190 PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. The East, 35th Flr, Unit 5-6-7 Jalan Lingkar, Mega Kuningan, Block E3.2, Kav 1 Jakarta 12950, Indonesia
TIDAK RAHASIA
3
PT. Indo-Rama Synthetics, Tbk. Graha Irama Lantai 17 Jl. HR. Rasuna Said Kav. XI No. 1-2, Jakarta 12950
3. Pemohon Merupakan Bagian dari Industri Dalam Negeri Indonesia
Tabel di bawah ini menjelaskan produksi PSF pada tahun 2011-2014. Hal mana secara jelas membuktikan bahwa Pemohon telah memenuhi ketentuan Pasal 5.4 WTO Anti-Dumping Agreement (Agreement on Implementation of Article VI of the General Agreement on Tariffs and Trade 1994) dan Pasal 6.1.a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti-Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Pemohon memiliki kapasitas dan memenuhi syarat sebagai bagian dari industri PSF dalam negeri Indonesia sehubungan dengan Permohonan ini.
Tabel A3-1
Prosentase Produksi Pemohon Terhadap Produksi Nasional
Kuantitas – MT
Total Produksi Sat
Juli 2010-Juni 2011
Juli 2011-Juni 2012
Juli 2012-Juni 2013
Juli 2013-Juni 2014
PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. MT 100 108 121 124
PT. Indonesia Toray Synthetics MT
100 98 104 98
PT. Indo-Rama Synthetics, Tbk. MT
100 103 100 92
Total Pemohon MT 100 104 111 109
Seluruh IDN MT 100 103 105 102
Prosentase % 48% 48% 50% 51%
Sumber: APSYFI
4. Barang yang Diduga Dumping
Barang yang diduga diimpor dengan harga dumping dalam Permohonan ini adalah Polyester Staple Fiber dengan nomor HS 5503.20.00.00 bea masuk PSF hingga saat ini adalah sebesar 5% (lima persen) secara umum, 0% (nol persen) untuk negara ASEAN, dan 0% (nol persen) untuk RRT. Berdasarkan PMK Anti-Dumping PSF, BMAD yang diberlakukan saat ini untuk negara tertuduh adalah sebagai berikut:
Tabel A4-1
TIDAK RAHASIA
4
BMAD yang Masih Diberlakukan
No. Negara
Asal Nama Eksportir/Produsen BMAD
(%)
1. RRT a. Zhangjiagang Chengxin Chemical Fiber Co. Ltd.
0
b. Jiangyin Hailun Chemical Fiber Co. Ltd. 0
c. Huvis Sichuan Corporation 0
d. Jinjiang Kwan Lee Da Hesne-Bonded Fabric Co. Ltd.
0
e. Nanyang Textile Co. Ltd. 0
f. Eksportir/Produsen Lainnya 11,94
PSF adalah bahan baku utama yang digunakan oleh industri tekstil untuk memproduksi bahan baku spun yarn dan kain non-woven yang banyak digunakan untuk apparel dan household goods. PSF mempunyai kegunaan lain seperti sebagai filler dalam cushions, furniture dan carpet pile. PSF dibuat dari polimerisasi purified terepthalic acid (PTA) dan monoethylene glycol (MEG). Proses Produksi PSF adalah sebagaimana terlampir dalam Permohonan ini. PSF yang diproduksi oleh industri PSF dalam negeri adalah sejenis dengan yang diimpor dengan harga dumping dari RRT.
5. Negara dan Produsen/Eksportir Pengekspor
PSF diekspor ke Indonesia dengan harga dumping dari RRT.
Eksportir/Produsen yang Diketahui antara lain adalah: RRT Produsen/Eksportir : Zhangjiagang Chengxin Chemical Fiber Co. Ltd. Alamat : Room 1504, Yum Cong Mansion, Zhang Jiagang City, Jiangsu. Telepon : +86-512-82506389 Fax : +86-512-58770913 Produsen/Eksportir : Jiangyin Hailun Chemical Fiber Co. Ltd. Alamat : Changle Industrial Park, Zhoung Zhuang Town Jiangyin Telepon : +86-135-84121996 Fax : +86-510-86229728 Produsen/Eksportir : Huvis Sichuan Corporation Alamat : No. 137, Xianxia Rd., Shanghai, China 200051, Xinmin Town, China, 643010
TIDAK RAHASIA
5
Telepon : +86-21-5206-7719 Produsen/Eksportir : Jinjiang Kwan Lee Da Hesne-Bonded Fabric Co. Ltd. Alamat : Shaohui, Longhu, Fujian, China, 362241 Telepon : +86-595-85253096 Fax : +86-595-85253097 Produsen/Eksportir : Nanyang Textile Co. Ltd. Alamat : Mazhen industrial Zone, Xiake Town, Jiangyin City, Jiangsu Province, China 214406 Telepon : +8615950134045
6. Importir yang Diketahui
Importir yang Diketahui antara lain adalah: Importir : PT Bitratex Industries Alamat : Menara Kadin Indonesia 12th Floor
Jalan H.R. Rasuna Said Blok X-5, Kav. 2&3 Jakarta 12950, Indonesia
Telepon : +62-21-57903640 Fax : +62-21-57903641 Importir : PT Apac Inti Corpora Alamat : Graha BIP Lantai 10, Jl. Jend Gatot Subroto Kav. 23, Jakarta Telepon` : +62-21-5228888 Fax : +62-21-5258300
Importir : PT World Yamatex Spinning Mills Alamat : Jl. Padasuka No. 47 A, Bandung Telepon : +62-22-7205488 Importir : PT Mitra Saruta Indonesia Alamat : Ds. Wringinanom km 33 Kec. Wringinanom, Gresik, Jawa Timur Telepon : +62-31-8977777 Fax : +62-31-8977842 Importir : PT Hilon Indonesia Alamat : Jl. Putra Utama No.9 K.I. Pasar Kemis, Tangerang 1556 Telepon : +62-21-590-3307 Importir : PT Saehan Textiles Alamat : Gd. Surya Lt. 6, Jl. MH. Thamrin Kav. 9, Jakarta 10350 Importir : PT Bina Duta Perkasa
TIDAK RAHASIA
6
Alamat : Jl. Pahlawan No. 364, Leuwinutug, Citeureup, Bogor Telepon : +62-21-87952825 Fax : +62-21-87950875 Importir : PT Aurora World Indonesia Alamat : Jl. Tlajung Udik No. 88, Gunung Putri, Bogor 16962 Telepon : +62-21- 8670535 Fax : +62-21- 8676307
7. Total Impor PSF yang Diduga Dumping
Tabel A7-1 Impor PSF yang Diduga Dumping
Kuantitas – MT
NEGARA PERIODE
Juli 2004-Juni 2005
Juli 2005-Juni 2006
Juli 2006-Juni 2007
Juli 2007-Juni 2008
Juli 2008-Juni 2009
Juli 2009-Juni 2010
Juli 2010-Juni 2011
Juli 2011-Juni 2012
Juli 2012-Juni 2013
Juli 2013-Juni 2014
RRT 1.554 1.314 3.972 8.061 5.062 7.639 55.647 26.621 47.737 51.262 IMPOR DUMPING
1.554
1.314
3.972
8.061
5.062
7.639
55.647
26.621
47.737
51.262
IMPOR LAINNYA 61.412 32.480 22.468 33.405 39.738 41.880 62.166 63.512 70.528 79.091 TOTAL IMPOR
62.966 33.794 26.440 41.466 44.800 49.519 117.813 90.133 118.265 130.353
Sumber: Data Biro Pusat Statistik
Volume impor PSF telah memenuhi syarat dan PSF tersebut adalah sama dan berkompetisi secara langsung dengan PSF yang diproduksi di Indonesia oleh Pemohon.
Sesuai dengan data pada Tabel A7-1 diatas, tren impor barang dumping
pada periode investigasi pasca-diberlakukannya PMK Anti-Dumping PSF, yakni pada tahun Juli 2011/ Juni 2012, Juli 2012/ Juni 2013, dan Juli 2013/ Juni 2014 menunjukkan kenaikan signifikan impor dumping dari RRT sepanjang periode penyelidikan (Investigation Period/IP).
Pada dasarnya impor dumping dari RRT tersebut meningkat sangat
signifikan dari Juli 2011 sampai dengan Juni 2014.
TIDAK RAHASIA
7
Lebih lanjut, sebagaimana nampak jelas pada Grafik A7-2 dibawah ini, apabila dibandingkan dengan data impor pada masa sebelum diberlakukannya PMK Anti-Dumping PSF, sebenarnya volume impor PSF pada IP-2, IP-1 dan IP menunjukkan peningkatan signifikan. Hal ini patut diperhatikan, karena menunjukkan bahwa walaupun setelah PMK Anti-Dumping diberlakukan, impor dumping terus meningkat dan berkelanjutan yang menyebabkan persaingan perdagangan di dalam negeri tetap tidak adil atau unfair serta kerugian industri dalam negeri masih terjadi.
Untuk memperjelas gambaran kenaikan impor dumping PSF tersebut,
berikut kami sampaikan grafik dari volume impor PSF dari RRT pada tahun penyelidikan maupun data dari tahun sebelum penerapan BMAD.
Grafik A7-1 Impor PSF yang Diduga Dumping
Juli 2011- Juni 2014
Grafik A7-2 Impor PSF yang Diduga Dumping
Juli 2004- Juni 2014
TIDAK RAHASIA
8
Pada Grafik A7-2 di atas, garis merah putus-putus menunjukkan cut off antara periode sebelum dan sesudah pemberlakuan BMAD pada November 2010. Dalam grafik tersebut nampak bahwa pemberlakuan BMAD hanya mampu sedikit mengurangi impor PSF sampai dengan pertengahan 2011. Pada periode selanjutnya impor PSF kembali meningkat secara signifikan.
BAGIAN B
Perhitungan Normal Value, Harga Ekspor dan Marjin Dumping RRT
a. Harga Domestik Eks Pabrik (Normal Value)
Normal Value diperoleh dari sumber yang terpercaya dan bersifat rahasia
berupa data penjualan domestik (eks-pabrik) di negara yang dituduh
dumping, yaitu sebesar USD XXXX/kg.
b. Harga Ekspor Eks Pabrik
Harga ekspor CIF asal RRT berdasarkan data dari sumber yang dapat
dipercaya dan bersifat rahasia, yaitu:
Harga ekspor CIF USD XXXX/kg
Ocean Freight USD XXXX/kg
Insurance USD XXXX/kg
Inland Freight USD XXXX/kg
Harga Ekspor eks-pabrik USD XXXX/kg
c. Marjin dumping
Harga Domestik eks-pabrik USD XXXX/kg
TIDAK RAHASIA
9
Harga Ekspor eks-pabrik USD XXXX/kg
Marjin Dumping USD XXXX/kg
34,36%
Perhitungan di atas menunjukan bahwa telah terjadi dumping dari RRT sebesar USD XXXX/kg atau sebesar 34,36%. Besaran dumping ini didapat dari selisih Harga Domestik eks-pabrik dikurangi dengan Harga Ekspor eks-pabrik.
BAGIAN C
Analisa Kerugian Material
1. Kerugian
Impor dengan harga dumping untuk PSF yang berasal dari negara RRT terus berlangsung di pasar dalam negeri Indonesia, walaupun BMAD telah diberlakukan dengan PMK Anti-Dumping PSF pada November 2010. Impor dengan harga dumping PSF yang berasal dari RRT telah menyebabkan kerugian material yang berkelanjutan bagi Pemohon. Data penting yang dapat menunjukkan kerugian yang dialami Pemohon adalah menurunnya tingkat profit Pemohon secara drastis, bahkan sampai terjadi loss atau kerugian pada periode IP-1. Kerugian ini tidak hanya disebabkan menurunnya volume dan nilai penjualan sebagaimana terjadi pada IP, namun juga diakibatkan oleh adanya penurunan tingkat harga jual (price depression) yang bahkan menurun lebih tajam daripada penurunan harga pokok produksi yang bisa dicapai (price suppression). Selanjutnya, data-data akan membuktikan bahwa sebagai akibat adanya impor dumping, Pemohon tidak dapat meningkatkan harga jual dalam negerinya secara wajar dan Pemohon mengalami “price suppression” yang berkelanjutan. Penyebab utama ketidakmampuan Pemohon meningkatkan penjualan maupun harga jual di dalam negerinya secara wajar adalah adanya tekanan dari impor PSF dari RRT dengan harga dumping yang sangat tidak wajar.
TIDAK RAHASIA
10
2. Data Impor Negara yang Diduga melakukan Dumping
Tabel C2-1 Total Impor – PSF HS 5503.20.00.00
Import/MT Negara Juli 2011-
Juni2012 (IP-2) Juli 2012-Juni
2013 (IP-1) Juli 2013-Juni
2014 (IP) MT % MT % MT %
RRT 26.621 30 47.737 40 51.262 39 Impor lainnya
63.512 70 70.528 52 79.091 61
Total Impor
90.133 118.26
5
130.353
Sumber: Data Biro Pusat Statistik (BPS)
Berdasarkan Tabel C2-1 di atas, terlihat jelas bahwa impor PSF selama periode penyelidikan mengalami kenaikan yang signifikan. Total impor dari RRT telah hampir manyamai total impor dari negara lainnya, yang berdasarkan data BPS terdiri dari 25 negara. Hal ini menunjukkan bahwa importasi dari negara yang dituduh dumping tersebut akan sangat mempengaruhi kondisi persaingan penjualan PSF di pasar dalam negeri Indonesia.
3. Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon
Melihat fakta kerugian material bagi Pemohon di bawah ini maka Pemohon bersama ini memohon agar besaran marjin BMAD terhadap PSF yang diimpor dari RRT dapat diubah sesuai ketentuan Interim Review di Pasal 32 ayat (1) dari Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.
Tabel C3-1
Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon
Deskripsi Satuan IP-2 IP-1 IP
Juli 2011- Juni
2012 Juli 2012- Juni
2013 Juli 2013-Juni
2014 Penjualan Dalam Negeri
MT 100 107 104
Nilai Penjualan Dalam Negeri
USD 100 100 92
Tenaga Kerja Orang 100 104 101
Produksi MT 100 107 105
Utilisasi % 100 96 99
Harga Jual Dalam Negeri
USD per MT 100 94 89
Profitabilitas % 100 -103 25
TIDAK RAHASIA
11
Persediaan MT 100 128 108
Kapasitas Terpasang
MT 100 111 107
Produktifitas MT/orang 100 103 104
Return on Investment
% 100 -145 25
Kemampuan Meningkatkan Modal
% 100 -103 25
Pertumbuhan % negatif negatif negatif
Investasi USD 100 72 93
Keuntungan (Kerugian)
USD 100 (104) 23
Upah USD 100 130 134
Arus Kas USD 100 121 114
Sumber: Data Keuangan Pemohon
Berdasarkan Tabel C3-1 tersebut di atas, dampak negatif masuknya barang impor dumping dapat terlihat dari menurunnya penjualan Pemohon baik secara kuantitas maupun nilainya. Profitabilitas Pemohon juga terlihat sangat terpengaruh sehingga terlihat terus menurun, meskipun dalam kondisi pemanfaatan kapasitas yang optimal, mencapai XXX% bahkan lebih, dan produktifitas tenaga kerja yang meningkat. Penurunan profitabilitas dengan sendirinya menyebabkan penurunan pada ability to raise capital, dan pada akhirnya menurunkan tingkat investasi pemohon. Hal ini terjadi karena profit merupakan salah satu bagian dari sumber permodalan (capital) dan merupakan unsur penting untuk menunjang investasi. Profit merupakan sumber modal yang murah, karena tidak membebani perusahaan dengan bunga dan kewajiban kepada pihak ketiga. Selain itu, profit juga merupakan daya tarik bagi calon investor untuk ikut menanamkan modal pada perusahaan yang bersangkutan, karena dari adanya profit inilah maka investor berharap akan mendapatkan profit sharing atau deviden. Oleh karena itu, perolehan profit yang terus menurun bahkan mencapai loss atau kerugian merupakan kerugian serius atau injury yang harus segera diberikan penanganan memadai untuk memulihkannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa menurunnya profit, ability to raise capital dan investasi Pemohon pada akhirnya akan menghambat laju pertumbuhan atau growth perusahaan. Apabila kondisi ini berlanjut terus, maka dikhawatirkan akan menjadikan perusahaan tidak dapat bertahan hidup dan mengakibatkan efek yang lebih besar secara makro, yaitu pengurangan jumlah karyawan dan menambah angka pengangguran secara nasional yang akhirnya mengganggu perputaran roda perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Oleh karena itu, dalam hal ini Pemohon memohon dengan sangat peran serta dari pihak pemerintah dalam hal ini KADI, untuk menjalankan fungsinya melindungi kepentingan industri nasional dengan menanggulangi praktik importasi yang tidak sehat berupa praktek impor dengan harga dumping.
TIDAK RAHASIA
12
4. Dampak Volume
Dampak dari peningkatan volume impor dapat dilihat dalam tabel-tabel sebagai berikut:
Tabel C4-1
Dampak Volume Relatif Terhadap Konsumsi Nasional
NEGARA Juli 2011 - Juni
2012 (IP-2) Juli 2012 - Juni
2013 (IP-1) Juli 2013 - Juni
2014 (IP)
MT % MT % MT %
RRT 100
6 179
9 193
10
IMPOR LAINNYA 100 13 111
13 125
15
TOTAL IMPOR 100 131 145
PENJUALAN PEMOHON 100 50 107 48 104
47
PENJUALAN IDN LAINNYA 100 110 103
KONSUMSI NASIONAL 100 113 111
Tabel C4-1 tersebut di atas menunjukkan adanya konsumsi nasional yang meningkat pada IP-1, meskipun kemudian sedikit menurun pada IP. Namun patut dicermati bahwa meskipun terjadi penurunan pada IP, namun secara absolut tetap lebih tinggi daripada konsumsi nasional pada awal periode atau IP-2. Secara relatif terhadap konsumsi nasional, impor dari ketiga negara yang dituduh dumping bergerak naik dari 8,4% pada IP-2 menjadi 13% pada IP. Sedangkan Pemohon mengalami penurunan dari 50% pada IP-2 menjadi 47% pada IP. Total impor dari negara lainnya terlihat juga mengalami kenaikan prosentase, dari 10% pada IP-2 menjadi 12% pada IP. Namun perlu dicatat bahwa impor dari negara lainnya merupakan kumulasi dari 25 negara, sehingga tidak dapat dikatakan sebagai telah memberi dampak serius bagi industri nasional. Oleh sebab itu, Pemohon menyimpulkan bahwa kenaikan impor dari ketiga negara yang dituduh dumping telah merebut konsumsi nasional secara tidak fair karena dilakukan dengan harga dumping sebagaimana akan kami jelaskan pada bagian lain Permohonan ini.
Tabel C4-2
Dampak Volume Absolut
NEGARA Juli 2011- Juni
2012 Juli 2012- Juni
2013 Juli 2013- Juni
2014 MT % MT % MT %
TIDAK RAHASIA
13
RRT 26.621
30
47.737
40
51.262
39
IMPOR LAINNYA 63.512
70
70.528
60
79.091
61
TOTAL IMPOR 90.133
118.265
130.353
Berdasarkan tabel C4-2 di atas dapat terlihat bahwa impor dumping dari RRT mengalami kenaikan yang signifikan, yaitu dari prosentase 30% pada IP-2 menjadi 39% pada IP. Secara umum dapat dikatakan bahwa volume impor dari RRT mengalami kenaikan yang signifikan. Perlu dicatat bahwa kenaikan sebagaimana disebutkan sebelumnya adalah dalam kondisi pemberlakuan BMAD sejak bulan November 2010. Artinya, jika BMAD tidak dikenakan atau tidak dilanjutkan, sangat mungkin volume impor dumping RRT akan segera melonjak. Oleh sebab itu sangat wajar apabila Pemohon mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah dalam hal ini KADI, untuk dapat mengatasi hal tersebut dengan mengubah BMAD menjadi lebih besar untuk periode yang akan datang.
5. Dampak Harga
5.1 Price Undercutting
Tabel C5-1.1 Price Undercutting dengan Pemberlakuan BMAD Saat Ini
Keterangan: Terkait dengan perhitungan harga ekspor RRT, Bea Masuk yang berlaku adalah sebagai berikut: Bea Masuk ACFTA adalah sebesar 0% THC + Inland Freight adalah sebesar USDXXXX/KG Keuntungan (Profit) dihitung sebesar X%
Perhitungan undercutting pada Tabel C5.1.1 di atas telah memasukkan faktor BMAD yang pada saat ini masih berlaku. Besaran THC dan inland freight serta profit merupakan besaran yang pada umumnya berlaku, berdasarkan informasi dari pelaku bisnis anggota APSYFI. Informasi tentang THC dan inland freight ini sifatnya adalah informasi umum yang
NO
SATUAN
Periode
Juli 2011
- Juni 2012
Juli 2012 - Juni 2013
Juli 2013 - Juni 2014
HARGA PEMOHON
USD/KG XXXX XXXX XXXX
1. RRT USD/KG XXXX XXXX XXXX
HARGA EKSPOR1) XXXX XXXX XXXX
UNDERCUTTING XXXX XXXX XXXX
% -8% -2% N/A
TIDAK RAHASIA
14
mungkin sekali tidak sama persis dengan kondisi pada masing-masing eksporter atau negara. Namun demikian, Pemohon menganggap bahwa informasi ini valid karena diperoleh dari pelaku bisnis dalam komoditi yang sama. Fakta mengenai berapa sebenarnya besaran THC dan inland freight nantinya kami harapkan dapat diperoleh oleh KADI setelah melakukan proses investigasi pada masing-masing eksporter/negara yang dituduh. Sehubungan dengan akan berakhirnya masa pengenaan BMAD barang impor PSF tersebut, berikut ini kami sajikan perhitungan price undercutting dalam hal BMAD tersebut tidak diperpanjang pengenaannya dan tidak diubah menjadi lebih besar.
Tabel C5-1.2
Price Undercutting Apabila BMAD Tidak Dikenakan
SATUAN
Periode
Juli 2011-Juni 2012
Juli 2012-Juni 2013
Juli 2013-Juni 2014
HARGA PEMOHON
USD/KG XXXX XXXX XXXX
RRT USD/KG XXXX XXXX XXXX
HARGA EKSPOR XXXX XXXX XXXX
UNDERCUTTING XXXX XXXX XXXX
% -18% -12% -9%
Keterangan: Terkait dengan perhitungan harga ekspor RRT, Bea Masuk yang berlaku adalah sebagai berikut: Bea Masuk ACFTA adalah sebesar 0% THC + Inland Freight adalah sebesar USDXXXX/KG Keuntungan (Profit) dihitung sebesar X% Tabel di atas menunjukkan telah terjadi price undercutting terjadi akibat impor PSF dari RRT sebesar 9% . Grafik berikut menunjukkan gambaran price undercutting tersebut:
Grafik C5-1.2 Price Undercutting Apabila BMAD Tidak Dikenakan
TIDAK RAHASIA
15
Grafik di atas menunjukkan selama periode penyelidikan, telah terjadi price undercutting yang signifikan terhadap harga jual Pemohon oleh impor dumping dari RRT sebesar 9% apabila BMAD tidak dikenakan dan tidak diubah menjadi lebih besar.
5.2 Price Depression
Tabel C5-2 Price Depression
SATUAN Harga Pemohon
Juli 2011- Juni 2012
Juli 2012- Juni 2013
Juli 2013- Juni 2014
USD/KG 100 94 89
Indeks 100 94 89
Berdasarkan Tabel C5-2 di atas, terlihat jelas bahwa harga jual Pemohon terdepresi secara signifikan hingga 6 poin indeks pada IP-1 jika dibandingkan dengan harga pada IP-2 dan kembali terdepresi sebesar 5 poin indeks pada IP. Grafik berikut menunjukkan gambaran price depression tersebut:
Grafik C5-2
TIDAK RAHASIA
16
Price Depression
5.3 Price Suppression
Tabel C5-3 Price Suppression
Juli 2011-Juni 2012
Juli 2012-Juni 2013
Juli 2013-Juni 2014
Harga Jual USD/KG
100 94 89
Harga Pokok Penjualan (HPP)
100 92 98
Profit USD/KG N/A N/A XX
Perhitungan price suppression pada Tabel C5-3 di atas tidak menggunakan Harga Pokok Produksi sebagai acuan, namun menggunakan Harga Pokok Penjualan. Hal ini menjadikan besaran price suppression kongruen dengan besaran profit/loss yang diperoleh Pemohon. Tabel C5-3 menunjukkan bahwa Pemohon mengalami price suppression yang sangat serius. Dalam kasus ini, meskipun HPP mengalami penurunan dari IP-2 ke IP, namun harga jual justru menurun lebih tajam dibandingkan penurunan HPP tersebut. Grafik berikut menunjukkan gambaran price suppression tersebut:
TIDAK RAHASIA
17
Grafik C5-3 Price Suppression
6. Hubungan Kausal antara Dumping dan Kerugian
Volume impor dengan harga dumping meningkat dalam jumlah yang sangat signifikan dan terus berlangsung dari pertengahan tahun 2011 hingga pertengahan tahun 2014. Pangsa pasar PSF dengan harga dumping asal RRT meningkat terus di Indonesia dan telah menyebabkan penurunan pangsa pasar Pemohon. Impor dari RRT baik dengan berlakunya BMAD maupun tidak telah secara jelas memotong (undercut) harga jual dalam negeri Pemohon. Pemohon mengalami penurunan harga jual yang signifikan (price depression) dan mengalami tekanan harga akibat masuknya barang impor dengan harga dumping (price suppression). Pemohon telah dipaksa oleh adanya impor dengan harga dumping untuk mengambil kebijakan yang tidak menguntungkan yaitu menurunkan harga jual (price depression). Jika kebijakan price depression ini tidak dilakukan, sudah tentu Pemohon akan semakin banyak kehilangan pangsa pasar dan semakin besar kerugian yang terjadi. Pemohon juga telah dipaksa oleh adanya impor dengan harga dumping untuk memperkecil profit marjin bahkan hingga terjadi loss atau kerugian, artinya menjual dengan harga dibawah harga pokoknya. Kebijakan merugikan ini diambil dalam rangka menghindari kerugian yang lebih besar lagi berupa pengurangan penjualan secara besar-besaran atau bahkan terhentinya penjualan. Jika hal demikian terjadi maka stok barang jadi akan menumpuk digudang dan pada kondisi terburuk adalah penghentian produksi.
TIDAK RAHASIA
18
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan merujuk kepada Pasal 3.2 WTO Anti-Dumping Agreement dan keputusan Panel WTO yang mensyaratkan salah satu dari efek harga perlu terjadi maka dapat kami sampaikan bahwa telah nyata terjadi “price effects” akibat adanya impor dumping dari ketiga negara yang dituduh.
7. Faktor Lain Penyebab Kerugian pada Pemohon
Faktor lain yang mungkin dapat menyebabkan kerugian telah dipelajari dengan seksama.
7.1 Efisiensi dari Pemohon
Berdasarkan analisis faktor injury dapat kita lihat bahwa capacity utilization selama 3 tahun penyelidikan adalah sangat baik yaitu, 100 poin indeks pada periode Juli 2011-Juni 2012, 111 poin indeks pada periode Juli 2012-Juni 2013 dan 107 poin indeks pada periode Juli 2013-Juni 2014. Selain itu, produktivitas tenaga kerja juga meningkat dari 100 poin indeks pada periode Juli 2011-Juni 2012, menjadi 103 poin indeks pada periode Juli 2012-Juni 2013 dan menjadi 103 poin indeks pada periode Juli 2013-Juni 2014. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Pemohon telah bekerja secara efisien dalam proses produksinya.
7.2 Teknologi Teknologi yang dimiliki Pemohon dalam proses produksinya telah
terbukti dapat memproduksi produk PSF dengan kualitas yang dapat diterima dengan baik oleh para konsumen di dalam maupun di luar negeri.
7.3 Impor dari Negara Lain Terhadap impor dari negara lain, Pemohon meyakini bahwa impor dari
beberapa negara lain tersebut tidak terindikasi dilakukan secara dumping.
7.4 Ekspor Pasar ekspor bukan merupakan tujuan Pemohon didirikan di Indonesia.
Ekspor yang dilakukan oleh Pemohon tidak signifikan dan dilakukan semata-mata karena tidak sehatnya kondisi pasar dalam negeri sebagai akibat dari masuknya produk impor dumping asal RRT.
Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa tidak ada faktor lain yang menyebabkan kerugian bagi Pemohon. Penyebab kerugian material Pemohon adalah semata-mata karena impor PSF yang terus dilakukan dengan harga dumping dari RRT.
TIDAK RAHASIA
19
8. Prospek dan Pandangan ke Depan
Industri PSF Pemohon di Indonesia adalah bermodal besar dengan tenaga kerja dalam jumlah yang sangat banyak dan Indonesia termasuk sebagai produsen utama PSF di dunia dengan presentase sebesar XXX% dibandingkan dengan produksi seluruh negara produsen PSF. Sebagai pertimbangan, produksi PSF RRT meningkat dari 10 juta MT di tahun 2005 menjadi 16 juta MT di tahun 2014 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 18 juta MT di tahun 2015 hingga 22 juta MT di tahun 20201. Fakta ini menunjukan bahwa RRT adalah produsen terbesar PSF di dunia dan apabila BMAD terhadap RRT tidak diteruskan keberlakuannya maka sudah dipastikan industri dalam negeri PSF Indonesia akan berhenti total dan tutup sebagai akibat praktik dagang yang dilakukan secara curang / unfair oleh eksportir-eksportir assal RRT. Industri dalam negeri PSF Indonesia sanggup bersaing dengan PSF asal RRT sepanjang mereka juga bersaing secara adil / fair dalam ekspornya ke pasar dalam negeri Indonesia. Selanjutnya, negara-negara seperti Amerika Serikat, Pakistan, Uni Eropa secara bergantian pernah memberlakukan pula BMAD bagi PSF asal RRT. Halmana membuktikan bahwa eksportir-eksportir PSF asal RRT telah melakukan praktik curang dalam kegiatan ekspornya. Investasi Pemohon dalam industri PSF bersifat jangka panjang. Apabila terhadap dumping ini tidak dilakukan perubahan besaran marjin bea masuk anti-dumping dan terhadap industri tidak diberikan kesempatan bersaing dengan adil dan wajar dengan impor maka keberadaan dan kelangsungan industri PSF di Indonesia akan sangat terancam.
1 Publikasi Petrokimia Internasional terpercaya