Post on 06-Feb-2018
Direktorat Pemberdayaan Koperasi dan UKM
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Bappenas
Gedung Madiun Lt.6
Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310,
Telp: (+6221) 31934511
Email: pkukm@bappenas.go.id
EDISI II - Semester 1 - 2013
Daya Saing Koperasi dan UMKM
BAGIAN I – PERKEMBANGAN KOPERASI
DAN UMKM
1. Perkembangan Koperasi
II. Perkembangan UMKM
III. Akses KUMKM ke Pembiayaan
BAGIAN II – HASIL KAJIAN
I. Penyusunan Indikator Daya Saing UMKM
II. Peningkatan Akses Keuangan Bagi UMKM melalui
Penguatan dan Pemberdayaan KSP/USP
BAGIAN III – INFO REGULASI
I. UU No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
II. Peraturan Perundangan Terbaru:
BAGIAN IV – KISAH SUKSES UMKM
I. Ryan’s Batik Kontemporer
II. Borobudur Silver
Foto cover diambil dari: azayabandugan.wordpress.com
DAFTAR ISI
E D I S I I I S E M E S T E R 1 - 2 0 1 3
Penasehat :
Ceppie Kurniadi Sumadilaga
Penanggung Jawab:
Adhi Putra Alfian
Tim Redaksi:
Roni Dwi Susanto
Leonardo A.A.T. Sambodo
Mahastuti
Gusti Rosvia Wardhani
Gayatri Waditra Nirwesti
Mariska
Harry Lesmana
Nara Radhitya Kosasih
Alamat:
Bappenas, Gedung Madiun
Lt.6
Jl. Taman Suropati No. 2
Jakarta 10310, Indonesia
Telp: (+6221) 31934511
Email:
pkukm@bappenas.go.id
Kata Pengantar
Warta KUMKM adalah media informasi yang menjadi bagian dari upaya pengenalan dan
peningkatan pemahaman tentang perkembangan koperasi dan UMKM yang disajikan secara
ringkas, padat, dan terkini. Media informasi ini terbit dua kali dalam setahun. Edisi kedua Semester I
2013 ini memuat data perkembangan koperasi dan UMKM, hasil Kajian Penyusunan Indikator Daya
Saing UMKM dan Kajian Meningkatkan Akses Keuangan bagi UMKM: melalui Penguatan dan
Pemberdayaan Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam serta informasi peraturan
perundangan terbaru terkait kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM, seperti Undang-
Undang No.17 tahun 2012 tentang Perkoperasian dan info peraturan perundangan lain. Selain itu,
edisi kali ini juga dilengkapi dengan kisah sukses pelaku UMKM di Indonesia. Tim Redaksi berharap
dengan terbitnya media ini dapat memenuhi keingintahuan pembaca mengenai koperasi dan
UMKM.
Jakarta, Mei 2013
Redaksi
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 2 D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 2 9
menekankan pentingnya peran Pemerintah dalam mendukung
pengembangan usaha lokal dengan menciptakan kebijakan-kebijakan yang
saling sinergi dan tidak tumpang tindih. Selly sendiri tidak khawatir bersaing
dengan produsen perhiasan negara lain. Menurutnya, daya saing perak
Indonesia cukup baik. Sejauh ini, Borobudur Silver telah mendapatkan ISO
dan SNI untuk kualitas peraknya. Ini merupakan sebuah kebanggaan karena
hanya Borobudur Silver yang memperoleh sertifikat ini dimana produsen
perak lainnya di Yogyakarta belum memperoleh sertifikat tersebut.
Dalam hal pemasaran, Selly mengaku produknya telah menembus pasar
ekspor dan memiliki niche market.Pelanggan setia Borobudur Silver
utamanya berasal dari benua Eropa dan Amerika.Untuk mempertahankan
loyalitas pelanggan, Selly selalu berkreasi dengan desain. Setiap desain
perhiasannya memiliki filosofi yang unik dan menarik. Salah satu desain
perhiasaan Selly adalah “Imperfect” yang menyiratkan bahwa segala sesuatu
tidaklah sempurna namun ketidaksempurnaan itulah yang membuat sesuatu
menjadi unik. Desain unik lainnya misalnya “My Emptiness” yang terinspirasi
dari emosi yang dirasakan Selly ketika pembuatannya. Filosofi di balik sebuah
perhiasan ternyata menjadi salah satu faktor yang menarik minat pelanggan.
Bagi Selly, seorang designer harus rajin mencari inspirasi dan ide dari
manapun, “Designer itu harus terbuka” katanya. Selly yakin permintaan
dapat diciptakan, hanya bagaimana seorang designer mendesain perhiasan
dengan sepenuh hati dan menyematkan sebuah filosofi di balik karyanya.
Berkat keterampilannya dalam mendesain, Selly berhasil menyabet berbagai
penghargaan baik di tingkat nasional maupun internasional, antara lain:
“Best Craftsmanship Award” dari Indonesian Good Design Selection (IGDS)
Kementerian Perindustrian; “Indonesian Contemporary Design Contest” dari
Mutumanikam Nusantara; dan “Asian Fashion Jewelry & Accessories Design
Competition”dari CMP Hong Kong. Tidak hanya itu, prestasi Selly sebagai
seorang designer perhiasaan juga dibuktikan lewat karyanya berupa buku
berjudul “Indonesian Filigri”. Buku ini berisi pengetahuan mengenai teknik
seni pembuatan perhiasan filigri dan portofolio desain perhiasan Selly yang
telah mendapatkan berbagai penghargaan. Melalui buku ini Selly juga
mengungkapkan mengenai ambisinya untuk membuat filigri sebagai ikon
Indonesia. Ia mempunyai harapan besar filigri Indonesia dikenal di mata
dunia. Sebuah cita-cita yang diyakininya akan dapat terwujud dengan
dukungan kebijakan dari pemerintah dan masyarakat Indonesia sendiri.
PROFIL UMKM
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 2 8
dari sentra perak Kotagede.Sejalan dengan perkembangan usahanya, pada
tahun 1992 Selly mulai mendesain dan memproduksi sendiri peraknya.
Produk perak
Borobudur Silver
tak terbatas pada
perhiasan, tapi
juga miniatur
objek untuk
dekorasi ruangan
hingga peralatan
makan berbahan
perak. Semua
produk ini dibuat
secara tradisional melalui tangan terampil pegawainya.Dalam sebulan,
kapasitas produksi Borobudur Silver mencapai 40 kg perak berkualitas
tinggi.Berkat perkembangan usahanya, Selly saat ini mampu mempekerjakan
200 orang pekerja, 40 orang di antaranya adalah pengrajin.
Perkembangan Borobudur Silver tidak kebal dari masalah dan
tantangan.Ketersediaan pengrajin perak di Yogyakarta semakin menurun
merupakan tantangan yang seriuskarena tidak adanya regenerasi.Hal ini
sangat disayangkan mengingat Yogyakarta, khususnya Kotagede terkenal
dengan kerajinan peraknya. Kendala produksi lainnya yaitu alat-alat yang
digunakan untuk produksi perak tergolong masih primitif dan kurang
menunjang kualitas produk.Nihilnya pemasok alat modern untuk membuat
perhiasan di sekitar Yogyakarta mengharuskan Selly membeli peralatan
tersebut dari Jakarta, Surabaya, atau bahkan impor. Akan tetapi impor
peralatan ini sangat sulit dilakukan karena terbentur beberapa kebijakan
yang tidak berpihak pada pengembangan UMKM.
Ketika dimintai pendapat perihal daya saing produsen perak Indonesia dalam
menghadapi gempuran perhiasan imitasi dari China, Selly berkata
“Masyarakat Indonesia harus mulai merubah mindset-nya untuk mencintai
dan menggunakan produksi lokal buatan anak bangsa. Indonesia harus
menjadi pasar bagi produknya sendiri. Kita harus mengedukasi masyarakat
Indonesia untuk menggunakan dan berbangga dengan produk lokal. Hanya
dengan cara ini kita mampu menghadapi arus perdagangan bebas”. Selly juga
PROFIL UMKM
PERKEMBANGAN KOPERASI
Koperasi sebagai wahana usaha produktif masyarakat terus mengalami
perkembangan yang positif dari sisi kelembagaan dan usahanya. Jumlah
koperasi pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 3,2 persen dari
tahun sebelumnya. Persentase koperasi aktif juga meningkat dari 71,0 per-
sen menjadi 71,7 persen. Jumlah anggota dan karyawan koperasi juga men-
ingkat masing-masing sebesar 9,8 persen dan 4,3 persen. Dari sisi usaha, vol-
ume usaha koperasi pada tahun 2012 meningkat sebesar 25,4 persen dari
volume usaha pada tahun sebelumnya. Jenis koperasi masih didominasi oleh
koperasi konsumen.
Meskipun terjadi peningkatan secara kuantitatif, kualitas koperasi masih
perlu diperbaiki; dimulai dari penataan koperasi yang sudah tidak aktif, serta
pendampingan bagi koperasi agar akuntabel dalam melaporkan kinerja usa-
hanya dan disiplin dalam melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT).Tahun
2012 pencapaian RAT koperasi aktif cukup membaik, terbukti dari peningka-
tan persentase koperasi aktif yang melaksanakan RAT dari 43,4 persen men-
jadi 47,4 persen. Penguatan manajemen koperasi juga masih perlu terus
PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 3
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM (2013)
ditingkatkan, karena berdasarkan data tahun 2012,hanya 18,6 persen
koperasi yang sudah memiliki manajer. Anggota koperasi juga perlu dididik
tentang hak dan kewajibannya sehingga mampu berpartisipasi dalam mema-
jukan koperasi. Pelaksanaan Gerakan Sadar Koperasi (Gemaskop), penyulu-
han perkoperasian,
dan revitalisasi
koperasi diharapkan
mampu meningkat-
kan kualitas dan
kinerja koperasi,
s e r t a m i n a t
masyarakat untuk
m e n j a d i k a n
koperasi sebagai
wahana peningka-
tan efisiensi dan
posisi tawar usaha
mereka.
PERKEMBANGAN UMKM
Pada tahun 2012, UMKM tetap berkontribusi besar dalam perekonomian
Indonesia. Jumlah UMKM masih mendominasi dengan proporsi 99,9 persen
dari keseluruhan jumlah unit usaha. Pertumbuhan unit terbesar pada tahun
2012 terdapat pada usaha menengah yang tumbuh hingga 10,7 persen. Dari
sisi penyerapan tenaga kerja, UMKM juga mendominasi dengan menyerap
97,2 persen dari keseluruhan jumlah tenaga kerja. Peningkatan penyerapan
tenaga kerja dari tahun sebelumnya mencapai 5,8 persen. Peranan penting
UMKM dalam sumbangan terhadap pembentukkan PDB nasional tahun 2012
juga cukup tinggi, dengan proporsi sebesar 59,1 persen dari PDB Harga Ber-
laku.Namun proporsi PDB tersebut tidak cukup sebanding, mengingat pro-
porsi unit usaha UMKM yang sangat dominan.Hal ini berpengaruh terhadap
tingkat produktivitas UMKM yang sangat jauh di bawah produktivitas usaha
besar.Produktivitas per unit UMKM pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 24,8
juta, sedangkan produktivitas per unit usaha besar pada tahun yang sama
PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 4
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM (2013)
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 2 7
berjalan optimal melalui berbagai mekanisme pemberdayaan. Saat ini,
Zuhudi merupakan salah satu mitra dari PKBL yang difasilitasi oleh Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi DIY, serta Pemerintah Kota yang
memberikan berbagai pelatihan keterampilan SDM, seperti manajemen,
keuangan sederhana dan penggunaan internet.
Menutup perbincangan tim redaksi sore itu, Zuhudi, mengusulkan perlunya
melibatkan UMKM sebagai kontributor utama dalam kegiatan-kegiatan
pemberdayaan UMKM didaerah, karena bagaimanapun juga UMKM-lah yang
paling memahami dan berpengalaman dalam seluk-beluk berusaha.
Perbincangan ini membuka wacana tentang pentingnya kemampuan
kompetisi/daya saing dalam pasar domestik dan global, yang tidak saja
ditentukan oleh kerja keras pengusaha itu sendiri, namun juga kontribusi dan
kerja samamasyarakat, UMKM, swasta besar, dan pemerintah.
B. Borobudur Silver
Ada yang istimewaketika
Tim Redaksi Warta
KUMKM berkunjung ke
showroom utama
Borobudur Silver.
Showroom yang berlokasi
di Jl. Menteri Supeno 41
Yogyakarta ini terintegrasi
dengan workshop
pembuatan perak yang
dapat dilihat langsung
oleh pengunjung selama jam operasional. Selain itu, showroom juga
dilengkapi dengan restoran dimana pengunjung bisa bersantai sambil
menikmati sajian yang menggugah selera.Kenyataan bahwa showroom ini
sukses berkembang di luar sentra kerajinan perak Kotagede pun semakin
menimbulkan rasa penasaran.
Selly Sagita, pendiri sekaligus pemilik tunggal Borobudur Silver, adalah tokoh
utama di balik kesuksesan usaha perak ini.Selly mendirikan Borobudur Silver
pada tahun 1989 setelah memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai
dosen di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta.Dengan modal sendiri yang
cukup terbatas, Selly memulai usaha jual beli perak yang pasokannya berasal
PROFIL UMKM
Nama Perusahaan: Borobudur Silver
Kontak Person: Selly Sagita
Workshop dan Showroom:
Jl. Menteri Supeno 41 Yogyakarta 55162 Indone-
sia Tel. +62-274-374037 Fax. +62-274-375439
Jl. Mayor Kusen Km 2,4 Mungkid, Magelang
56511 Indonesia Tel. +62-293-789322 Fax. +62-
293-789321
Jenis Produk: perhiasan perak, miniatur dekorasi
perak, peralatan makan perak.
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 2 6
kota Medan dan pulau dewata. Pemasaran juga dilakukan melaluipameran
dengan membuat konsep stan yang menarik, apalagi ditambah dengan
menampilkan proses pembatikan yang dapat menarik minat lebih banyak
pembeli.
Diluar keberhasilkan dari strategi pemasarannya, Ryan’s Group juga pernah
mengalami kerugian seperti yang dialami saat mengekspor produknya ke
negara tetangga. Persaingan timbul karena produk Ryan’s Groupmulai ditiru
dan diproduksi secara masal, kemudian diakui sebagai karya lokal oleh mitra
usahanya. Hal ini menjadi keprihatinan Zuhudi karena belum ada aturan
yang melindungi pengusaha kecil di industri kreatifdari tindakan pencurian
paten semacam ini. Kendala dalam ekspor juga masih dialami, terutama saat
Letter of Credit yang tidak dapat dijaminkan padaperbankan di Indonesia.
Kendala produksi batik juga meningkat dengan adanya regulasi global yang
melarang penggunaan pewarna sintetis berbahaya untuk pewarnaan tekstil,
dan pada saat yang sama ketergantungan produsen batik terhadap pewarna
batik impor dari Jepang dan Jerman juga cukup tinggi. Alternatif pewarnaan
alam memang tersedia, namun belum dapat diproduksi secara masal dan
prosesnya memakan waktu yang lama sehingga berimbas pada harga yang
mahal.Kondisi ini diakui sebagai akibat dari kelemahan posisi tawar UMKM
untuk meyakinkan konsumen global mengenai sistem pewarnaan yang
menurutnya aman, disamping akibat dari kurangnya dukungan legal dari
pemerintah.Keadaanya seperti ini tentu memperlambat laju daya saing
UMKM Indonesia di kancah persaingan pasar global.
“Pemerintah seyogyanya bisa menjadi penengah dalam permasalahan dalam
dunia usaha dengan membuat kebijakan yang mempermudah akses pasar
dan permodalan. Misalnya dengan peningkatan plafon pinjaman dan
perpanjangan periode kredit KUR”, tukas Zuhudi. Namun Zuhudi juga
menyadari, tidak semua kebutuhan UMKM dapat diakomodir seluruhnya
oleh pemerintah. Kemitraan seperti melalui Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL)akan sangat membantu untuk mewujudkan UMKM yang
maju. Tidak hanya persoalan pemasaran dan permodalan, kemitraan juga
dapat menjadi solusi permasalahan sumber daya manusia (SDM) yang masih
rendah. Seperti dikatakan Zuhudi, ketersediaan pembatik saat ini semakin
menurun, sementara perkembangan pasar batik kian pesat. Melalui
kerjasama dan kemitraan diharapkan bimbingan dan pembinaan SDM dapat
PROFIL UMKM
mencapai Rp 203,5 miliar. Kon-
tribusi UMKM pada nilai
ekspor non migas pada tahun
2011 (16,44 persen) juga ma-
sih lebih rendah dari rata-rata
kontribusi nilai ekspor non
migas UMKM pada periode
2005-2007 (20,0 persen).
Rendahnya produktivitas
UMKM tersebut mencer-
minkan daya saing UMKM
yang masih rendah.Kondisi ini
membutuhkan adanya aksel-
erasi peningkatan kapasitas
UMKM dalam memanfaatkan
peluang usaha yang dicipta-
kan dari pertumbuhaneko-
nomi, pasar yang semakin
terbuka, dan peningkatan
investasi.Upaya tersebut perlu didukung perbaikan iklim usaha, peningkatan
akses ke sumber daya produktif, dan peningkatan partisipasi pemangku ke-
pentingan, baik publik maupun swasta.Berbagai upaya tersebut sangat dibu-
tuhkan UMKM terutama dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin
tinggi, termasuk terkait rencana penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN
pada tahun 2015.
AKSES KOPERASI DAN UMKM KE PEMBIAYAAN
Pembiayaan bagi koperasi dan UMKM (KUMKM) masih menjadi salah satu
perhatian terkait upaya untuk meningkatkan kinerja koperasi dan produk-
tivitas UMKM. Pembiayaan dalam bentuk modal kerja dan investasi dibu-
tuhkan oleh KUMKM untuk pengadaan bahan baku dan proses produksi,
penanganan pasca produksi, pemasaran, dan standardisasi produk. Namun
PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 5
Pertumbuhan Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Sumber: BPS, Kementerian Koperasi dan UKM (2013)
akses KUMKM pada sumber-sumber pembiayaan formal pada umumnya ma-
sih rendah karena adanya masalah agunan, prosedur untuk mendapatkan
kredit yang masih rumitdan suku bunga.
Program Kredit
Usaha Rakyat
(KUR) meru-
pakan salah satu
upaya untuk
meningkatkan
akses KUMKM
pada sumber
pembiayaan
formal (bank)
melalui fasilitasi
penjaminan
kredit yang dis-
ediakan Pemer-
intah.Saat ini
bank penyalur KUR terdiri dari 7 bank umum (BNI, BRI, Mandiri, BTN, Bu-
kopin, Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah) dan 26 Bank Pembangunan
Daerah (BPD). KUR juga disalurkan melalui pola linkage yang melibatkan
kerja sama antara bank dengan koperasi dan lembaga keuangan mikro.
Kinerja penyaluran KUR mencapai Rp 34,2 triliunpada tahun 2012, atau
melampaui target tahun 2012 sebesar Rp 30 triliun. Jumlah debitur KUR pada
periode yang sama mencapai 1,96 juta debitur, sehingga rata-rata KUR per
debitur adalah sebesar Rp 17,4 juta. Tingkat non-performing loan (NPL) KUR
rata-rata sebesar 3,6 persen. Sementara itu penyaluran KUR pada tahun
2013 (hingga 31 Maret 2013) telah mencapai lebih dariRp 10,7 triliun untuk
570.146 debitur, dengan rata-rata KUR sebesar Rp18,9 juta per debitur. Pen-
yaluran KUR pada tahun 2012 dan 2013ini meningkatkan total volume KUR
(akumulasi) sejak November 2007 sampai dengan Maret 2013sehingga men-
capai Rp 108,4 triliun, yang disalurkan untuk 8,2 jutadebitur. Sebagian besar
KUR disalurkan kepada KUMKM di sektor perdagangan (57,2persen) dan per-
tanian (16,7persen). Provinsi dengan penyaluran KUR tertinggi hingga Maret
2013 adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Su-
matera Utara.
PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 6
Realisasi Penyaluran KUR
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2013)
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 2 5
A. Ryan’s Batik Kontemporer
Pada suatu sore di Kota
Yogyakarta, tim redaksi Warta
KUKM menemui Zuhudi,
pemilik Ryan Handicraft. Kami
berkesempatan berbincang-
bincang mengenai usaha
kerajinan yang sudah
dirintisnya sejak tahun 1996.
Pada awalnya penerapan motif batik masih terbatas pada kain, namun
Ryan’s Groupmencoba berinovasi dengan menuangkannya dalam media
kayu, bambu, dan terakota (gerabah). Seiring dengan meluasnya peluang
pasar internasional, Ryan’s Grouppun mencoba merambah pasar negara
tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, dan meraih kesuksesan.
Inovasi produk rupanya menjadi proses yang tidak pernah berakhir bagi
Ryan’s Groupmenjadikannya menjadi pemain yang kuat dalam industri
kerajinan. Zuhudi memberanikan diri untuk mencoba terobosan baru dengan
menciptaan kain dan pakaian bermotif batik abstrak dan kontemporer
dengan keyakinan batik bisa diterima semua kalangan bila desain motif dan
warnanya lebih modern. Zuhudi juga bereksperimen mengembangkan
pewarnaan gradasi pada batik dengan menggunakan teknik airbrush. Berkat
inovasinya, produk batik fashion dariRyan’s Groupmenjadi semakin populer
tidak hanya dikalangan dewasa, tetapi juga remaja dan anak-anak.
Keunikan produk Ryan’s Groupselain terletak pada motif dan warna, juga
pada proses pengerjaanya yang dilakukan dengan sangat hati-hati oleh
tangan-tangan luwes para pembatik dari Bantul dan Klaten. Membatik di atas
katun dan sutra dilakukan oleh satu orang, sehingga tidak ada motif yang
identik dan menciptakan eksklusivitas bagi pemakainya. Pun, koleksi Ryan’s
Groupselalu menghadirkan motif yang baru setiap tiga (3) bulan untuk selalu
menghadirkan tren busana bagi para pelanggannya.
Berbicara tentang pemasaran, Zuhudi mengaku kewalahan memenuhi
permintaan pasar domestik. Walaupun tidak memiliki showroom sendiri,
produk Ryan’s Groupdapat diperoleh dengan mudah melalui online shop
(http://www.ryans-group.com)atau membeli langsung di pusat-pusat
perbelanjaan terkemuka di ibukota, seperti di Sarinah dan Grand Indonesia,
PROFIL UMKM
Nama Perusahaan : Ryan’s Group
Kontak Person : Zuhudi Sp
Alamat : Selokraman KG III/1069 RT 49/XI
Kotagede, Yogyakarta
Telepon : (0274) 370607
E-mail : ryan’s_ener@yahoo.com
Jenis Produk : Wood batik, bamboo batik
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 2 4
C. Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 tentang Pengembangan
Inkubator Wirausaha
Penetapan aturan ini dinilai penting dalam rangkah menumbuhkembangkan
jiwa kewirausahaan, kemampuan, jejaring, dan wawasan berusaha
wirausaha baru. Aturan ini diharapkan dapat menjadi acuan dari pemangku
kepentingan dalam mendukung pengembangan inkubator wirausaha.Dalam
peraturan ini inkubator wirausaha merupakan suatu lembaga intermediasi
yang melakukan proses inkubasi atau pembinanaan, pendampingan dan
pengembangan terhadap peserta Inkubasi (wirausahawan atau calon
wirausahawan yang menjalani proses inkubasi).
INFO REGULASI
Target penyaluran KUR pada tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp 36 triliun-
yang difokuskan pada penyaluran ke sentra-sentra produksi dan perbaikan
dari sisi kualitas penyaluran yang ditunjukkan dengan indikator tingkat NPL
tidak lebih dari 5 persen. Peran Kementerian Teknis dan Pemerintah Daerah
dalam penyiapan calon debitur KURmelalui sosialisasi, pembinaan, pendamp-
ingan dan penguatan kelembagaan juga akan ditingkatkan.
Selain KUR, koperasi dan UMKM juga dapat mengakses kredit komersial yang
disediakan oleh bank. Penyaluran kredit bank umum untuk UMKM pada ta-
hun 2012 mencapai sebesar Rp 552,2 triliun, yang mencakup kredit untuk
modal kerja (77,1 persen) dan investasi (22,9 persen). Kredit tersebut se-
bagian besar disalurkan untuk UMKM di sektor perdagangan (47,9 persen)
dan industri pengolahan (10,9 persen). Pemerintah juga menyediakan skema
pembiayaan dana bergulir bagi koperasi dan UMKM melalui Lembaga
Pengelola Dana Bergulir KUMKM (LPDB-KUMKM). Pada tahun 2012 sekitar
Rp 1,36 triliun dana bergulir telah disalurkan kepada 120.484 UMKM yang
tersebar di 33 provinsi. Penyaluran dana bergulir ini dilaksanakan melalui
kerja sama antara LPDB-KUMKM dan 853 mitra yang terdiri dari Koperasi
Primer, Koperasi Sekunder, Perusahaan Modal Ventura (PMV), bank, serta
kelompok UMKM Strategis. Berbagai skema pembiayaan lainnya koperasi
dan UMKM juga disediakan oleh Pemerintah Daerah, BUMN (melalui Pro-
gram Kemitraan dan Bina Lingkungan/PKBL), dan swasta (melalui Corporate
Social Responsibility) dalam bentuk pinjaman berbunga rendah dan dana
bergulir, yang disalurkan kepada UMKM melalui kerja sama dengan lembaga
keuangan (bank, LKM, koperasi dan lembaga pendamping UMKM).
PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 7
Konsep daya saing semakin sering digunakan untuk mengukur peran dan
kinerja usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kondisi ini menunjukkan
pergeseran sudut pandang tentang peran UMKM yang lebih banyak dilihat
dari kontribusinya bagi pengurangan kemiskinan dan penciptaan lapangan
kerja, ke arah kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi. Daya saing UMKM
sendiri sebenarnya lebih mudah diamati pada periode dimana suatu negara
sedang mengalami krisis ekonomi dan usaha-usaha besarnya mengalami
kontraksi. Dalam kondisi ini UMKM berperan besar sebagai penyangga
ekonomi melalui penyediaan barang dan jasa yang bervariasi dan terjangkau
sehingga permintaan pasar tetap terjaga dan perekonomian memiliki
momentum untuk bertahan dan pulih.
Namun daya saing UMKM diharapkan dapat terus diamati dari waktu ke
waktu. Adanya suatu indikator atau ukuran mengenai kinerja UMKM dan
kesiapannya untuk bersaing sangat diperlukan untuk dapat mengarahkan
upaya atau kebijakan yang ada menjadi lebih efektif. Hal ini penting
mengingat UMKM di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala untuk
berkembang dan bersaing di pasar. Hal ini juga sangat relevan dengan
rencana penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015.
Pertanyaannya kemudian yaitu indikator apa yang dapat digunakan untuk
mengukur daya saing UMKM di Indonesia? Berdasarkan berbagai literatur,
ukuran daya saing UMKM yang paling umum digunakan yaitu produktivitas
usaha dan tingkat inovasi dan/atau penerapan teknologi. Indikator daya
saing lain yang dapat digunakan yaitu jenis, nilai dan kualitas produk, pangsa
pasar, biaya, laba, dan nilai ekspor. Namun tidak semua indikator tersebut
dapat digunakan dalam konteks UMKM di Indonesia. Oleh karena itu
dibutuhkan penelaahan yang lebih mendalam mengenai tingkat daya saing
UMKM serta metode pengukurannya, berdasarkan dinamika perkembangan
UMKM. Penggunaan produktivitas sebagai satu-satunya indikator daya saing
UMKM juga dianggap belum memadai untuk menggambarkan kondisi dan
kinerja UMKM yang beragam.
Analisis tentang indikator daya saing UMKM dapat merujuk pada konsep
pengukuran daya saing suatu produk yang dihasilkan suatu perusahaan.
Indikator yang dapat digunakan di antaranya pangsa dan jangkauan pasar,
pertumbuhan volume produksi dan pemasaran, nilai produk, dan respon
konsumen. Beberapa contoh indikator yang sudah umum digunakan yaitu
HASIL KAJIAN PENYUSUNAN INDIKATOR DAYA SAING UMKM
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 8 D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 2 3
Berikut ini kebijakan dan regulasi terkait Koperasi dan UMKM yang
dipublikasikan di awal tahun 2013:
A. UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
Undang-undang (UU) ini disahkan mengingat masih terdapat kesenjangan
antara permintaan dan ketersediaan atas layanan jasa keuangan mikro yang
memfasilitasi masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, yang
bertujuan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat.Adanya UU ini
diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan pemenuhan kebutuhan
layanan keuangan terhadap masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan
rendah. Pengertian Lembaga Keuangan Mikro (LKM) menurut UU yaitu
lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman
atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.Cakupan wilayah usaha
LKM berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau
kabupaten/kota.
B. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Peraturan Pemerintah (PP)ini utamanya mencakup penjelasan mengenai
aturan-aturan pelasakanaan dari beberapa pasal dalam UU No. 20 Tahun
2008, antara lain:
• persyaratan dan tata cara permohonan izin usaha;
• tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu
pengembangan usaha khususnya dalam bidang produksi dan pengolahan,
pemasaran, SDM, serta desain dan teknologi;
• pola kemitraan;
• penyelenggaraan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan UMKM;
dan
• tata cara pemberian sanksi Administratif kepada Usaha besar dan Usaha
Menengah dalam pola kemitraan dengan Usaha Mikro dan Kecil.
INFO REGULASI
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 2 2
instrumen penghimpunan modal/equity koperasi yang dapat secara
dinamis menangkap setiap peluang usaha bagi koperasi.
7. Koperasi Simpan Pinjam hanya dapat menghimpun simpanan dan menya-
lurkan pinjaman kepada anggota (pasal 89). Non anggota yang meman-
faatkan layanan Koperasi Simpan Pinjam diberikan waktu 3 (tiga) bulan
harus sudah menjadi anggota;
8. Untuk menjamin anggota Koperasi Simpan Pinjam, Pemerintah diama-
natkan untuk membentuk dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan ang-
gota Koperasi Simpan Pinjam (LPS-KSP) melalui Peraturan Pemerintah
(Pasal 95 ayat 2); dan
9. Pengawasan dan pemeriksanaan terhadap koperasi akan lebih diinten-
sifkan. Khusus pengawasan terhadap koperasi simpan pinjam, Pemerin-
tah diamanatkan untuk membentuk Lembaga Pengawasan Koperasi sim-
pan Pinjam (LP-KSP) yang dibentuk melalui Peraturan Pemerintah (Pasal
100).
Sumber: UU No 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Bahan Sosialiasi UU
No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Deputi Bidang Kelembagaan, Ke-
menterian KUKM)
UU 17/2012 TENTANG PERKOPERASIAN
revealed comparative advantage (RCA), constant market share, similarity
index, complementarity index, export product dynamics, dan banyak lagi.
Namun mengingat UMKM dapat menghasilkan lebih dari satu barang dan
jasa, maka konsep daya saing yang digunakan perlu diperluas dengan
mengadopsi konsep daya saing yang digunakan dalam konteks posisi atau
keunggulan suatu wilayah, negara, lembaga, perusahaan, sektor/bidang
usaha, individu, dankomoditas. Hasil pencermatan dari berbagai konsep daya
saing tersebut menunjukkan beberapa kesamaan pendapat tentang konsep
daya saing suatu perusahaan, yang digambarkan sebagai (1) cerminan dari
komitmennya terhadap persaingan (Gál, 2010; Markovics, 2005), dan (2)
keunggulannya yang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti sumber
daya dan kapasitas/strategi pengelolaan dan faktor-faktor eksternal seperti
kondisi pasar serta dukungan kelembagaan, kebijakan dan infrastruktur
(Kovačič, 2011; Man, Lau, & Chan, 2002; Porter, 1990; Tambunan, 2008; UN-
ESCAP, 2009; WEF, 2012). Man, Lau, & Chan (2002) juga menyatakan bahwa
daya saing suatu perusahaan dapat menunjukkan kemampuannya untuk (1)
meningkatkan pangsa pasar, keuntungan dan pertumbuhan nilai tambah
secara berkelanjutan (sustainability); (2) mengakses dan mengelola berbagai
sumber daya dan kemampuannya (controllability); (3) menilai tingkat daya
saingnya dibandingkan dengan perusahaan lain (relativity); dan (4)
menciptakan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan (dynamism).
Dalam konteks UMKM, Tambunan (2008) juga menambahkan bahwa
meskipun ukuran daya saing UMKM sangat beragam, namun ukuran-ukuran
tersebut mencakup tiga karakteristik dasar yaitu potensi, proses, dan kinerja
dari UMKM. Berdasarkan rujukan-rujukan di atas maka daya saing UMKM
dapat digambarkan sebagai suatu hasil dari interaksi berbagai faktor internal
dan ekternal, baik pada tataran input, produksi maupun output.
Berbagai indikator yang dapat digunakan untuk mengukur daya saing UMKM
dapat merujuk pada faktor-faktor daya saing dari kajian APEC (2006), Chikán
Attila (2006), Chong (2008), Gál (2010), Kadocsa (2008), Man, Lau, & Chan
(1998), Markus dan Pòtò (2007), Schmuck (2008), Szerb (2009), Tenai, dkk.
(2009), UN-ESCAP (2009), UNIDO (2004), WEF (2011) dan Wiyadi (2009).
Faktor-faktor daya saing tersebut yaitu: (1) akses ke modal; (2) kualitas SDM
(pekerja/manajer/pemilik); (3) kepuasan pekerja; (4) akses ke layanan
usaha; (5) jenis bimbingan yang diterima; (6) kerjasama; (7) menerapkan
metode baru/menggunakan teknologi modern/teknik yang terstandardisasi;
HASIL KAJIAN PENYUSUNAN INDIKATOR DAYA SAING UMKM
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 9
(8) pangsa R&D; (9) biaya pemasaran; (10) biaya overhead; (11) efisiensi/
produktivitas; (12) waktu; (13) organisasi; (14) nilai perusahaan; (15) jenis
permasalahan; (16) produk baru; (17) kualitas produk; (18) pangsa pasar
output; (19) orientasi pasar; (20) karakter pasar output; (21) keuntungan;
(22) pertumbuhan output/nilai tambah; (23) ekspor; (24) kepuasan
konsumen; (25) jasa-jasa terkait produk; (26) keadaan usaha 3 bulan lalu;
(27) kesinambungan jangka panjang; dan (28) sumber input.
Keragaman faktor-faktor daya saing tersebut di atas menimbulkan tantangan
dalam menentukan metode pengukuran tingkat daya saing UMKM. Salah
satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan indeks komposit
yang merupakan gabungan dari berbagai ukuran atau indikator. Keuntungan
dari penggunaan indeks komposit daya saing yaitu selain dapat mengatasi
masalah pengukuran (unit ukur) yang berbeda-beda dari faktor-faktor
penyusun daya saing, juga dapat mempermudah penggambaran tingkat daya
saing UMKM, serta perbandingannya antar sektor dan antar wilayah.
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 0
HASIL KAJIAN PENYUSUNAN INDIKATOR DAYA SAING UMKM
Alur Pikir Penentuan Indeks Daya Saing
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 2 1
Inisiasi perubahan dimulai tahun 2000 dengan disusunnya Naskah Akademis
(NA) tentang Undang Undang Koperasi yang melibatkan para pakar koperasi,
pakar ekonomi, pakar hukum akademisi, praktisi perkoperasian, gerakan
koperasi serta lembaga dan instansi terkait. Setelah melewati proses yang
cukup lama RUU tentang Koperasi akhirnya disampaikan secara resmi untuk
dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada September 2010 dan
disetui melalui Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Oktober 2012 untuk ke-
mudian disahkan sebagai UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
UU No.17/2012 tentang Perkoperasian terdiri dari 17 Bab, 126 pasal yang
nantinya akan dituangkan menjadi 10 Peraturan Pemerintah dan 6 Peraturan
Menteri.
Beberapa hal yang harus mendapat perhatian dalam UU No.17/2012 dianta-
ranya adalah:
1. Penyesuaian anggaran dasar. Bagi Koperasi yang baru didirikan, anggaran
dasarnya langsung menyesuaikan dengan UU No.17/2012. Selain itu,
usaha koperasi di sektor riil harus dipisahkan dengan usaha jasa keuan-
gan, sehingga koperasi yang memiliki unit simpan pinjam wajib men-
gubah unit simpan pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam (pasal 122);
2. Koperasi dikelola oleh pengawas dan pengurus koperasi (Bagian Ketiga
dan Keempat UU No 17/2012). Pengawas sebagai alat perlengkapan or-
ganisasi koperasi ditingkatkan peranan kewenangannya, dan pengurus
dapat dipilih baik dari anggota maupun non anggota;
3. Rapat Anggota pada Koperasi Primer yang memiliki anggota paling sedikit
500 orang dapat diselenggarakan melalui delegasi anggota (pasal 45);
4. Koperasi dapat melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
ekonomi syariah (pasal 87);
5. Jenis Koperasi dibagi berdasarkan kesamaan jenis anggota usaha yaitu
koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa dan koperasi sim-
pan pinjam (pasal 83);
6. Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi
sebagai modal awal (pasal 66) dengan pengaturan sebagai berikut :
• Setoran Pokok: harus dibuat dengan nilai yang serendah-rendahnya,
agar tidak ada hambatan setiap orang untuk masuk sebagai anggota
koperasi.
• Sertifikat Modal Koperasi (SMK): nilai nominal per lembar SMK tidak
boleh melebihi nilai nominal Setoran Pokok. SMK diharapkan menjadi
UU 17/2012 TENTANG PERKOPERASIAN
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 2 0
Sebagai salah satu bentuk badan usaha di
Indonesia, koperasi merupakan badan hu-
kum yang didirikan oleh orang perseoran-
gan atau badan hukum Koperasi, dengan
pemisahan kekayaan para anggotanya se-
bagai modal untuk menjalankan usaha,
yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan
bersama di bidang ekonomi, sosial, dan
budaya sesuai dengan nilai dan prinsip
Koperasi. Diperkenalkan sejak awal abad
20, koperasi di Indonesia mengalami ber-
bagai dinamika perubahan sesuai dengan
berbagai tuntutan perubahan lingkungan ekonomi baik nasional maupun
global. Untuk itu diperlukan landasan hukum yang lebih memadai dalam
upaya mengakomodasiberbagai tuntutan perubahan koperasi agar dapat
menjadi wadah usaha bersama yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan eko-
nomi anggota dan yang tumbuh menjadi sehat, mandiri, dan tangguh.
Koperasi di Indonesia diatur secara resmi melalui Undang Undang pertama
kali melalui UU No.12 tahun 1967 tentang Pokok Pokok Perkoperasian yang
mencakup aturan aturan mendasar seperti ketentuan umum, landasan,
pengertian dan fungsi koperasi, azas dan sendi koperasi, peranan dan tugas
serta keanggotaan, kewajiban dan hak anggota. Sesuai dengan perkemban-
gan koperasi dan kebutuhan pembinaannya maka kemudian dikeluarkan Un-
dang Undang No 25 Tahun 1992 dimana selain landasan serta fungsi, juga
diatur tentang pembentukan, keanggotaan, perangkat organisasi dan modal.
Tuntutan perubahan terkait pemberdayaan koperasi kembali muncul ketika
dihadapkan pada perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang
makin dinamis dan penuh tantangan. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian kemudian dirasa sudah tidak memadai lagi untuk di-
jadikan landasan hukum bagi pengembangan dan pemberdayaan koperasi.
Beberapa hal yang sudah tidak memadai lagi diantaranya adalah ketentuan
yang mengatur nilai dan prinsip koperasi, pemberian status badan hukum,
permodalan, kepengurusan, kegiatan usaha simpan pinjam koperasi dan per-
anan pemerintah. Oleh karena itu perlu diadakan pembaharuan hukum di
bidang perkoperasian melalui penetapan Undang-Undang.
UU NO.17/2012 TENTANG PERKOPERASIAN
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 1
Indeks komposit daya saing UMKM tersebut dapat disusun berdasarkan tiga
alternatif metode yaitu (1) metode regresi (misalnya Gál, 2010; Markus &
Pòtò, 2007; Schmuck, 2008); (2) metode normalisasi seperti yang digunakan
oleh Institute for Management Development (IMD) untuk menghitung Wold
Competitiveness Index (WCI), Porter untuk menyusun Business
Competitiveness Index, UNDP untuk menyusun Indeks Pengembangan
Manusia (HDI), UNIDO untuk menghitung Competitive Industrial
Performance (CIP) Index, dan World Economic Forum untuk
mengembangkan GlobalCompetitiveness Index; dan (3) metode pemetaan
terhadap sebuah skala kategori (misalnya kajian Wells (1997) dan Atkins et
al. (1998) tentang indeks kerentanan ekonomi). Berdasarkan evaluasi dari
ketiga metode tersebut, metode normalisasi dianggap lebih unggul sehingga
metode normalisasi menjadi pilihan untuk menyusun indeks komposit daya
saing UMKM.
Penentuan indikator-indikator kunci daya saing UMKM dilakukan melalui
analisis keterkaitan antar 28 variabel/faktor penentu daya saing berdasarkan
expert judgment (Gambar 1). Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian
besar dari variabel-variabel yang ada secara bersamaan, langsung dan tidak
lagsung, menentukan atau mempengaruhi tiga variabel kunci penentu dari
daya saing UMKM yaitu produktivitas, pertumbuhan output, dan pangsa
pasar. Ketiga variabel daya saing tersebut juga memiliki keterkaitan satu
dengan lainnya. Perubahan produktivitas, baik secara langsung maupun
secara bersamaan dengan faktor biaya produksi dan pemasaran, akan
mempengaruhi pertumbuhan output, yang dalam jangka panjang dapat
mempengaruhi pangsa pasar.
Langkah selanjutnya yaitu menyusun indeks daya saing (IDS) UMKM
berdasarkan tiga indikator kunci daya saing UMKM. Metode yang digunakan
merujuk pada metode normalisasi yang digunakan untuk mengukur Wold
Competitiveness Index (WCI) yang dikembangkan oleh Institute for
Management Development (IMD), dengan beberapa penyesuaian. Beberapa
penyesuaian yang dilakukan di antaranya yaitu penggunaan proxy untuk
mengukur ketiga indikator kunci, karena data langsung belum tersedia.
Penyesuaian lainnya yaitu, prosedur normalisasi yang digunakan merujuk
pada prosedur yang dikembangkan oleh Han, Kamber & Pei (2006).
HASIL KAJIAN PENYUSUNAN INDIKATOR DAYA SAING UMKM
Perhitungan nilai indeks daya saing UMKM menggunakan data-data kinerja
UMKM di sektor industri pengolahan yaitu Survei Industri Mikro dan Kecil
(IMK) dan Statistik Industri Besar dan Sedang (IBS) pada tahun 2009-2011.
Data-data dari kedua sumber statistic tersebut diklasifikasi ulang
berdasarkan definisi UMKM di dalam Undang-undang No. 20 tahun 2008
tentang UMKM (berdasarkan omzet per tahun). Perhitungan didasarkan
pada kinerja UMKM sektor industri pengolahan per provinsi pada tahun 2010
dan 2011. Hasil perhitungan nilai indikator daya saing kemudian dibobot
berdasarkan penilaian mengenai tingkat kepentingan dari masing-masing
indikator, yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh stakeholders UMKM.
Hasil dari pembobotan kemudian dijumlahkan secara sederhana (simply
added) untuk menghasilkan Indeks Daya Saing (IDS) UMKM di sektor industri
pengolahan. Hasil IDS UMKM per provinsi kemudian diurutkan dari yang
tertinggi sampai dengan yang terendah untuk dibandingkan.
Hasil perhitungan IDS UMKM
industri pengolahan per
provinsi secara umum
menunjukkan kelayakan
penggunaan IDS tersebut
untuk mengidentifikasi
perkembangan UMKM terkait
kapasitas internalnya dan
hubungannya dengan pasar.
IDS UMKM per provinsi juga
mengkonfirmasi peran UMKM
yang besar dalam
perekonomian di sebagian besar provinsi di Indonesia. Beberapa catatan
penting dari hasil perhitungan IDS UMKM di antaranya:
1. Masing-masing indikator daya saing (produktivitas, pertumbuhan
output dan pangsa pasar) dapat digunakan secara terpisah atau
disatukan dalam satu indeks komposit. Namun integrasi ketiga indikator
daya saing tersebut lebih memiliki keunggulan karena memberi
gambaran yang lebih komprehensif mengenai daya saing UMKM;
2. Penggunaan produktivitas sebagai indikator kunci daya saing UMKM
merupakan konfirmasi dari berbagai kajian sebelumnya. Perubahan
produktivitas UMKM dapat dipengaruhi oleh akses/ ketersediaan
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 2
HASIL KAJIAN PENYUSUNAN INDIKATOR DAYA SAING UMKM
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 9
5. Kinerja usaha dan keuangan KSP/USP secara keseluruhan baik, dengan
tingkat akuntabilitas yang cukup baik sebagaimana ditunjukkan dari pe-
laksanaan RAT dan laporan pertanggungjawaban. Namun standar pelapo-
ran keuangan, transparansi, manajemen keuangan dan perijinan pembu-
kaan unit cabang layanan di beberapa KSP/USP masih perlu diperbaiki;
6. Beberapa KSP/USP sudah mengelola usahanya secara profesional yang
didukung sumber daya manusia yang memiliki kapasitas memadai seperti
manajer yang sudah bersertifikat dan karyawan yang memiliki tingkat
pendidikan minimal SMA atau sederajat;dan
7. Beberapa koperasi sudah mulai menerapkan teknologi informasi untuk
mendukung layanannya, bekerja sama dengan asuransi untuk perlindun-
gan pinjaman anggota, dan membangun jaringan antar koperasi dan den-
gan bank dalam rangka meningkatkan kapasitas layanannya.
Kesimpulan yang diperoleh dari pelaksanaan kajian pada tahap 1 fase 1 ini
yaitu: (1) KSP/USP memegang peranan penting untuk mendukung peningka-
tan aktivitas sosial ekonomi anggotanya dan masyarakat; (2) keberhasilan
KSP/USP sangat ditentukan oleh suatu model usaha yang diterapkan oleh
koperasi secara konsisten; (3) pemahaman pengurus dan pengelola men-
genai peraturan perkoperasian masih perlu ditingkatkan, terlebih setelah
pemberlakuan UU No. 17/ 2012 tentang Perkoperasian; dan (4) pembinaan
dan pengawasan perkoperasian oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah perlu ditingkatkan dalam rangka meningkatkan kepastian usaha dan
kualitas pelayanan KSP/USP.
HASIL KAJIAN PENGUATAN DAN PEMBERDAYAAN KSP/USP
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 8
Secara umum, hasil studi kasus menunjukkan bahwa:
1. Terdapat tujuh model usaha KSP/USP yaitu koperasi kredit/kopdit (Credit
Union), kuasi-kopdit, kuasi-perbankan, Baitul Maal Wa Tamwil (BMT),
tanggung renteng, USP, dan linkage dengan bank (Swamitra). Model
usaha KSP/USP tersebut dipengaruhi oleh orientasi usaha, sumber dan
penggunaan danapenyedia dana dan sasaran penyaluran, komposisi
dana, mekanisme penyaluran dana, dan keanggotaan. Model usaha
tersebut juga dijalankan sebagai bentuk pemenuhan amanat dari pendiri/
sponsor dan peraturan, serta bentuk respon terhadap perkembangan
pasar yang ditandai dengan persaingan yang semakin ketat;
2. Faktor yang menentukan peran KSP/USP untuk mendukung keuangan
inklusif adalah penerapan prosedur simpan pinjam yang lebih fleksibel,
tingkat suku bunga yang relatif lebih rendah dibandingkan perbankan,
dan pendekatan personal bagi anggota yang melakukan tran-
saksi.Sebagian besar KSP/USP juga memberikan layanan sosial untuk
mendukung partisipasi dan peningkatan kesejahteraan anggotanya. KSP
yang berbasis model kopdit, kuasi-kopdit dan tanggung renteng mene-
kankan pada orientasi pemberdayaan untuk anggotanya. Bahkan KSP/
USP yang berbasis Credit Union juga dilengkapi dengan sistem partisipasi
anggota yang kuat yang berkontribusi pada kemajuan dan kemandirian
KSP. Sementara itu, KSP yang menjalankan usaha model tanggung ren-
teng berhasil memampukan kelompok perempuan miskin untuk mengak-
ses pinjaman dan mengelola pinjaman dengan baik untuk mendukung
usaha dan kebutuhan keluarga. KSP dengan sistem BMT dan USP dalam
studi kasus ini juga berperan besar untuk mendukung berkembangnya
usaha anggota di sektor agribisnis dan agroindustri. Layanan KSP dengan
model usaha kuasi-perbankan juga cukup modern dengan sistem jaringan
layanan yang didukung penerapan teknologi informasi dalam menjang-
kau anggota dan masyarakat yang lebih luas;
3. Tidak semua KSP/USP yang diobservasi memiliki produk yang beragam.
Beberapa di antaranya juga masih membutuhkan perbaikan dalam
pengelolaan resiko kredit dan likuiditas, serta peningkatan partisipasi
anggota untuk menabung;
4. Secara kelembagaan, belum semua KSP/USP menjalankan peraturan dan
prinsip perkoperasian terutama dalam aspek-aspekkeanggotaan, konsis-
tensi pelaksanaan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/RT), dan
mekanisme pelaksanaan rapat anggota tahunan (RAT);
HASIL KAJIAN PENGUATAN DAN PEMBERDAYAAN KSP/USP
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 3
sumber daya, serta intensitas dan jenis masalah yang dihadapi oleh
UMKM;
3. Pertumbuhan output UMKM dapat menjadi indikasi mengenai dampak
perubahan pasar (kondisi permintaan, persaingan dengan produk
impor, dll.) terhadap daya saing UMKM. Pertumbuhan output dapat
dipengaruhi oleh produktivitas, serta faktor biaya dan tingkat
permintaan pasar;
4. Pangsa pasar UMKM menunjukkan kekuatan dari produk-produk yang
dihasilkan oleh UMKM di pasar, dan dapat dipengaruhi oleh persaingan
dari produk-produk serupa (produk UMKM dari wilayah lain, produk
usaha besar, dan produk impor) yang memiliki kualitas yang lebih baik
dan/atau harga yang lebih kompetitif;
5. Pembobotan yang dilakukan oleh stakeholders menunjukkan pangsa
pasar sebagai indikator daya saing UMKM yang terpenting. Hal ini
mengkonfirmasi landasan pemikiran awal dari kajian ini, yaitu bahwa
daya saing UMKM tidak cukup hanya diukur dari produktivitas; dan
6. Hasil perhitungan IDS UMKM industri pengolahan tahun 2010-2011
menunjukkan:
a. Daya saing UMKM per provinsi tidak mengalami perubahan yang
signifikan;
b. Provinsi-provinsi kepulauan di Indonesia bagian tengah dan timur
memiliki tingkat daya saing UMKM yang tinggi. Hal ini utamanya
didorong oleh peran (pangsa pasar) UMKM yang cukup besar untuk
memenuhi permintaan di wilayahnya. Kondisi ini juga menunjukkan
bahwa perekonomian di provinsi-provinsi tersebut digerakkan oleh
UMKM;
c. Daya saing UMKM di provinsi yang padat UMKM (terutama di Jawa)
cenderung mengalami penurunan;
d. IDS UMKM menunjukkan kerentanan dari peran UMKM di pasar
terutama terkait dengan fenomena:
• Kesenjangan produktivitas antara UMKM di DKI Jakarta dan
UMKM di provinsi-provinsi lain, yang dapat disebabkan oleh (1)
peningkatan persaingan dalam mengakses sumber daya produktif;
(2) hambatan terkait faktor-faktor eksternal (perubahan kebijakan
pemerintah; gangguan distribusi, dll.), dan faktor-faktor internal
(rendahnya kapasitas manajemen, etos kerja, dll.); dan/atau
rendahnya kapasitas dalam inovasi dan penerapan teknologi; dan
HASIL KAJIAN PENYUSUNAN INDIKATOR DAYA SAING UMKM
• Tren penurunan nilai output UMKM di sektor industri pengolahan,
yang dapat berkaitan dengan peningkatan biaya produksi,
penurunan produktivitas, dan/atau perubahan permintaan pasar
akibat persaingan yang semakin tinggi.
e. Pangsa pasar UMKM industri pengolahan di seluruh provinsi
mengalami peningkatan, kecuali di Provinsi Riau;
f. Perkembangan pariwisata dapat mendukung peningkatan pangsa
pasar dari produk UMKM di suatu provinsi; dan
g. Usaha menengah secara rata-rata memiliki kesiapan dan kapasitas
yang lebih tinggi untuk menghadapi persaingan dibandingkan dengan
usaha mikro dan kecil (UMK), meskipun UMK masih menjadi
penggerak utama perekonomian di beberapa provinsi.
Berdasarkan nilai indeks dari tiga
indikator daya saing UMKM, serta
indeks kompositnya, beberapa
rekomendasi yang perlu menjadi
perhatian yaitu:
1. IDS UMKM dapat digunakan
untuk mengidentifikasi aspek-
aspek daya saing UMKM yang
perlu diperbaiki dalam bentuk
kebijakan dan program,
terutama di tingkat provinsi;
2. Kebijakan dan program peningkatan daya saing UMKM yang disusun
berdasarkan IDS UMKM perlu difokuskan pada penguatan kualitas
produk UMKM yang disertai dengan akses pasar yang luas karena kedua
faktor ini sangat menentukan pangsa pasar UMKM. Kebijakan penguatan
kualitas produk UMKM juga perlu dilengkapi perbaikan orientasi UMKM
kepada konsumen dan akses ke sumber daya produktif untuk
meningkatkan kesinambungan produksi dan pertumbuhan output;
3. Kebijakan peningkatan daya saing UMKM perlu memperhatikan
karakteristik, kebutuhan dan tingkat perkembangan UMKM yang
beragam, khususnya di provinsi-provinsi di luar Jawa. Perhatian juga tidak
hanya difokuskan pada penguatan dan pemberian kesempatan
berkembang bagi usaha mikro dan kecil yang saat ini berperan besar
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 4
HASIL KAJIAN PENYUSUNAN INDIKATOR DAYA SAING UMKM
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 7
Kajian ini dilaksanakan melalui dua tahapan. Tahap pertama mencakup pe-
metaan kebutuhan pengembangan KSP/USP yang terdiri dari Fase 1 yaitu
studi kepustakaan, pengumpulan data sekunder, serta studi kasus; dan Fase
2 yaitu pelaksanaan survei pada KSP/USP dan penyusunan rekomendasi ren-
cana aksi dan kebijakan penguatan KSP/USP. Hasil dari tahap pertama akan
ditindaklanjuti dengan pelaksanaan rencana aksi dan kebijakan penguatan
KSP/USP dalam bentuk bantuan teknis.
Tahap pertama dilaksanakakan pada bulan Maret 2012 sampai dengan Janu-
ari 2013 yang difokuskan pada studi kasus model usahadari tujuh KSP/USP.
Model usaha penting dipelajari untuk mengetahui ragam jasa simpan pinjam
dan pola pengelolaannya oleh KSP/USP di Indonesia. Pemilihan ketujuh KSP/
USP didasarkan atas pertimbangan keterwakilan skala layanan (nasional,
provinsi, kab/ kota) dan jenis KSP/USP.Studi kasus dilaksanakan melalui me-
tode wawancara semi terstruktur dan diskusi kelompok yang melibatkan
pengurus, pengawas, pengelola, anggota/non anggota koperas, dan pe-
mangku kepentingan lainnya; seperti dinas yang membidangi koperasi dan
UMKM.
HASIL KAJIAN PENGUATAN DAN PEMBERDAYAAN KSP/USP
No. Koperasi Kota/ Provinsi Model dan Skala Usaha
1. KSP Ba’lota Toraja, Sulawesi
Selatan
• Model usaha kuasi-kopdit
• KSP skala nasional yang masih memegang
prinsip jati diri koperasi
2. KJKS BMT Tamziz Wonosobo, Jawa
Tengah
• Model usaha KJKS
• KSP skala nasional
3. Koperasi Kredit CU
Pancur Kasih
Pontianak,
Kalimantan Barat
• KSP derngan sistem Credit Union
• KSP skala provinsi
4. KSP Kospin Jasa Pekalongan, Jawa
Tengah
• Model usaha mirip perbankan ( kuasi-
perbankan)
• KSP skala nasional
5. USP KOMIDA Bogor, Jawa Barat • USP dengan sistem tanggung renteng dan
penerima manfaat perempuan miskin
• USP skala kabupaten
6. USP Rukun Makmur Madiun, Jawa
Timur
• USP sebagai bagin dari unit usaha KUD
• USP skala kabupaten
7. USP Swamitra
Koperasi Pasar Cipulir
Jakarta Selatan,
DKI Jakarta
• USP dalam koperasi yang memiliki sistem
linkage dengan bank
• USP berskala kota
Dalam konsep keuangan
inklusif dinyatakan bahwa
kebutuhan akan layanan
keuangan bagi pemenuhan
beragam aktivitas sosial eko-
nomi masyarakat masih san-
gat tinggi. Layanan keuangan
tersebut disediakan oleh ber-
bagai lembaga keuangan baik
yang berskala nasional mau-
pun lokal.
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) sebagai lembaga yang dibangun dari masyara-
kat menjadi salah satu lembaga yang sangat berperan dalam penyediaan
layanan akses keuangan lokal. Sifat keanggotaan KSP yang didasarkan pada
kebutuhan bersama mempengaruhi layanan KSP dimana setiap anggota da-
pat memperoleh kemudahan layanan simpan dan pinjam yang disesuaikan
dengan karakteristik anggota.Kondisi ini menjadikan KSP sebagai penyedia
layanan keuangan yang lebih fleksibel dibandingkan dengan lembaga keuan-
gan lainnya, dan sebagai lembaga keuangan yang strategis untuk mendukung
penyediaan layanan keuangan yang lebih inklusif.
Dalam rangka mewujudkan cita-cita ini, diperlukan pemahaman yang men-
dalam mengenai keragaman aktivitas dan kegiatan usaha KSP melalui pe-
metaan model usaha KSP. Bappenas, dalam hal ini Direktorat Pemberdayaan
Koperasi dan UKM, bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM
dan Bank Dunia melaksanakanKajian Meningkatkan Akses Keuangan bagi
UMKM melalui Penguatan dan Pemberdayaan Koperasi Simpan Pinjam/
Usaha Simpan Pinjam (KSP/USP). Tujuan jangka pendek dari kajian ini yaitu
(i) memperoleh gambaran mengenai peta kekuatan, kendala, peluang, ham-
batan dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan KSP/USP di Indo-
nesia; (ii) memperoleh gambaran mengenai regulasi, institusi, dan infrastruk-
tur dalam pengembangan KSP/USP; (iii) menyusun rekomendasi rencana aksi
dan kebijakan penguatan KSP/USP sebagai masukan bagi RPJMN 2015 –
2019; dan (iv) menyusun rencana bantuan teknis penguatan KSP/USP.
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 6
PENINGKATAN AKSES KEUANGAN BAGI UMKM MELALUI
PENGUATAN DAN PEMBERDAYAAN KSP/USP
D I R E K T O R A T P E M B E R D A Y A A N K O P E R A S I D A N U K M , K E M E N T E R I A N P P N / B A P P E N A S 1 5
dalam memenuhi permintaan masyarakat, namun juga bagi usaha
menengah untuk dapat memenangkan persaingan, terutama dengan
meningkatnya produk-produk impor; dan
4. Kebijakan pengembangan daya saing UMKM juga dapat dikaitkan dengan
pengembangan pariwisata mengingat dampak positif dari kemajuan
pariwisata terhadap peningkatan permintaan pasar.
Beberapa catatan penting untuk menjadi
perhatian dalam penggunaan dan
penelaahan lanjutan mengenai IDS UMKM ke
depan, yaitu:
1. Kapasitas IDS UMKM untuk mengukur
tingkat daya saing UMKM per sektor,
atau per sektor dan per provinsi, masih
membutuhkan kajian lebih lanjut. Selain
itu, perbedaan kinerja dari ketiga
indikator daya saing UMKM
(produktivitas, pertumbuhan output dan
pangsa pasar) dapat disebabkan oleh
masalah yang jenis dan intensitasnya
berbeda. Oleh karena itu, perlu dilakukan
kajian lanjutan tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi setiap indikator daya saing secara lebih mendalam.
Hasilnya diharapkan dapat memberi gambaran tentang kondisi daya
saing UMKM secara lebih lengkap; dan
2. IDS UMKM yang dihasilkan secara umum dapat memberi
informasimengenai kebutuhan penguatan daya saing UMKM pada
tataran meso (sistem pendukung untuk akses ke sumber daya produktif)
dan mikro (penguatan kapasitas dan kualitas SDM). Namun indeks
tersebut belum dapat memberi gambaran yang lebih lengkap mengenai
aspek-aspek pemberdayaan UMKM pada tataran makro (kebijakan dan
peraturan). Beberapa kajian sebelumnya menunjukkan bahwa lingkungan
usaha (termasuk kebijakan dan peraturan) juga mempengaruhi daya
saing suatu perusahaan. Hal ini menjadi catatan untuk kajian berikutnya.
HASIL KAJIAN PENYUSUNAN INDIKATOR DAYA SAING UMKM