Post on 31-Jan-2018
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH KOMPOSIT CORE BERBASIS LIMBAH KERTAS, DENGAN PENCAMPUR SEKAM PADI, DAN
SERABUT KELAPA TERHADAP KEKUATAN BENDING PANEL
Skripsi
ASMAA ASKAROTILLAH SYAFIISAB
I 0306021
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH KOMPOSIT CORE BERBASIS LIMBAH
KERTAS, DENGAN PENCAMPUR SEKAM PADI, DAN SERABUT KELAPA TERHADAP KEKUATAN BENDING
PANEL
Skripsi
Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
ASMAA ASKAROTILLAH SYAFIISAB
I 0306021
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi:
PENGARUH KOMPOSIT CORE BERBASIS LIMBAH KERTAS, DENGAN PENCAMPUR SEKAM PADI, DAN
SERABUT KELAPA TERHADAP KEKUATAN BENDING PANEL
Ditulis oleh: Asmaa Askarotillah Syafiisab
I 0306021
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Ir. R. Hari Setyanto, Msi NIP. 19630424 199702 1 001
Retno Wulan Damayanti, ST, MT NIP. 19800306 200501 2 002
Pembantu Dekan I Fakultas Teknik
Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS
Ir. Noegroho Djarwanti, MT NIP. 19561112 198403 2 007
Ir. Lobes Herdiman, MT NIP. 19641007 199702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
LEMBAR VALIDASI
Judul Skripsi:
PENGARUH KOMPOSIT CORE BERBASIS LIMBAH KERTAS, DENGAN PENCAMPUR SEKAM PADI, DAN
SERABUT KELAPA TERHADAP KEKUATAN BENDING PANEL
Ditulis oleh: Asmaa Askarotillah Syafiisab
I 0306021
Telah disidangkan pada hari Senin, 18 Oktober 2010
Di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,
dengan
Dosen Penguji
1. Wakhid Ahmad Jauhari, ST, MT NIP. 19791005 200312 1 003
2. Ilham Priadythama, ST, MT NIP. 19801124 200812 1 002
Dosen Pembimbing
1. Ir. R. Hari Setyanto, Msi NIP. 19630424 199702 1 001
2. Retno Wulan Damayanti, ST, MT NIP. 19800306 200501 2 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS KARYA ILMIAH
Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Asmaa Askarotillah Syafiisab
NIM : I 0306021
Judul TA : Pengaruh Komposit Core Berbasis Limbah Kertas, dengan
Pencampur Sekam Padi, dan Serabut Kelapa Terhadap Kekuatan
Bending Panel
Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun tidak
mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang lain. Jika terbukti bahwa
Tugas Akhir yang saya susun mencontoh atau melakukan plagiat dapat dinyatakan
batal atau gelar Sarjana yang saya peroleh dengan sendirinya dibatalkan atau
dicabut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
dikemudian hari terbukti melakukan kebohongan maka saya sanggup
menanggung segala konsekuensinya.
Surakarta, 31 Oktober 2010
Asmaa Askarotillah Syafiisab I 0306021
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SURAT PERNYATAAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Asmaa Askarotillah Syafiisab
NIM : I 0306021
Judul TA : Pengaruh Komposit Core Berbasis Limbah Kertas, dengan
Pencampur Sekam Padi, dan Serabut Kelapa Terhadap Kekuatan
Bending Panel
Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun sebagai syarat
lulus Sarjana S1 disusun secara bersama-sama dengan Pembimbing 1 dan
Pembimbing 2. Bersamaan dengan syarat pernyataan ini bahwa hasil penelitian
dari Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun bersedia digunakan untuk
publikasi dari proceeding, jurnal, atau media penerbit lainnya baik di tingkat
nasional maupun internasional sebagaimana mestinya yang merupakan bagian
dari publikasi karya ilmiah
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Surakarta, 31 Oktober 2010
Asmaa Askarotillah Syafiisab
I 0306021
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati dan kebesaran jiwa, penulis panjatkan
puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini seperti yang diharapkan.
Atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT karena atas segala izin, rizki, dan rahmat-Nya penulis berhasil
menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.
2. Bapak dan Ibu serta adik-adik tersayang (Afifah, Fatin, Zakiy, Fira) yang
selalu memberi dukungan dan doa yang tak pernah putus.
3. Bapak Ir. Lobes Herdiman, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri
Universitas Sebelas Maret.
4. Bapak Ir. R. Hari Setyanto, Msi selaku dosen pembimbing I. Terima kasih atas
kesabaran, segala nasihat dan perbaikan selama penyusunan tugas akhir ini.
5. Ibu Retno Wulan Damayanti, ST, MT selaku dosen pembimbing II. Terima
kasih atas masukan, saran, bimbingan, dan perbaikan selama penyusunan
tugas akhir ini.
6. Bapak Wakhid Ahmad Jauhari, ST, MT dan Bapak Ilham Priadythama, ST,
MT selaku dosen penguji I dan dosen penguji II yang memberikan kritik dan
saran saat seminar dan sidang tugas akhir.
7. Bapak Taufiq Rochman, STP, MT selaku Pembimbing Akademis dan
koordinator tugas akhir, terimakasih atas segala bimbingan dan nasehat yang
telah bapak sampaikan.
8. Seluruh dosen Teknik Industri yang telah mewariskan indahnya ilmu Teknik
Industri kepada penulis.
9. Mba Yayuk, mba Rina, mba Tutik dan karyawan Teknik Industri Universitas
Sebelas Maret, terima kasih atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan
selama kuliah.
10. Ansyf, terimakasih atas bantuan, dukungan, dan doa. Semoga jalan, cita, dan
asa kita selalu dibawah ridho dan lindungan-Nya. Amiin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
11. Teman-teman seperjuangan tim komposit, Natalia, Maryani, Bayu, Erika, dan
Tya. Terimakasih atas kebersamaan, bantuan, dan dukungan selama
pengerjaan tugas akhir ini.
12. Sahabat-sahabat tercinta Ridho, Lina, Tiwi, Anita, Finisia, Puput, terimakasih
atas kebersamaan, motivasi, semangat, dan semuanya.
13. Teman-teman angkatan 2006 untuk segala kebersamaan baik dalam suka dan
duka.
14. Teman-teman LSK, SKI, Keluarga TPQ Masjid Laweyan. Terimakasih atas
kebersamaan yang begitu indah
15. Semua pihak yang belum tertulis di atas, yang telah banyak membantu dalam
proses pengerjaan tugas akhir ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun
siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kata sempurna, dengan senang hati dan terbuka penulis menerima segala
saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.
Surakarta, Oktober 2010 Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK
Asmaa Askartillah Syafiisab, NIM : I0306021. PENGARUH KOMPOSIT CORE BERBASIS LIMBAH KERTAS, DENGAN PENCAMPUR SEKAM PADI, DAN SERABUT KELAPA TERHADAP KEKUATAN BENDING PANEL. Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2010.
Semakin menipisnya pasokan bahan baku kayu untuk panel menjadi
dorongan kuat penggunaan limbah kertas sebagai bahan alternatif pengganti. Limbah kertas yang dicampur dengan bahan serat alam akan menghasilkan bahan komposit core yang dapat digunakan sebagai bahan panel. Dalam penelitian ini, dipilih bahan serat sekam padi dan serabut kelapa yang diharapkan memiliki kemampuan sifat mekanik yang tinggi, sebagai fungsi penting suatu panel. Potensi penggunaan limbah kertas, sekam padi, dan serabut kelapa didukung oleh pasokan bahan yang cukup yang mana pada tahun 2009 di Indonesia, tingkat konsumsi kertas sebesar 7,90 juta ton, produksi kelapa mencapai 20,7 juta ton, dan jumlah produksi padi sebesar 64,4 juta ton. Pengaplikasian komposit core sebagai panel membutuhkan kemampuan kuat lentur bending yang memadai. Oleh karenanya penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh komposisi masing-masing komponen bahan komposit core, yaitu limbah kertas HVS, sekam padi atau serabut kelapa, dan perekat lem kanji atau lem PVAc terhadap karakteristik mekanik kekuatan bending.
Sebelum proses pencampuran, limbah kertas dijadikan bubur kertas, serabut kelapa dipotong sepanjang 1 cm, sedangkan sekam padi dibiarkan utuh. Campuran antara bubur kertas, sekam padi atau serabut kelapa, baik dengan atau tanpa lem kanji/ PVAc, kemudian dipres dalam cetakan dengan menggunakan alat dongkrak. Benda uji berukuran panjang 20 cm, lebar 5 cm dan tebal 1,5 cm kemudian diuji kekuatan bending menggunakan mesin Universal Testing Machine (UTM). Penelitian ini menggunakan teknik factorial experiment completely randomized design yang mana terdapat tiga faktor yang diuji, yaitu komposisi volume HVS (90%, 85%, dan 80%), jenis campuran bahan (sekam padi dan serabut kelapa), dan jenis perekat (dengan dan tanpa lem kanji/ PVAc). Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan uji ANOVA.
Hasil eksperimen diperoleh bahwa komposisi volume HVS 90% dengan pencampur serabut kelapa dan perekat lem PVAc memiliki rata-rata nilai kuat bending atau modulus of rupture (MOR) tertinggi, yaitu sebesar 30,4093 kgf/cm2. Perbedaan pada faktor komposisi volume HVS, jenis perekat, interaksi komposisi volume kertas HVS dan campuran bahan, interaksi campuran bahan dan jenis perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap besarnya nilai MOR. Kata-kata kunci: komposit core, panel, kertas, serabut kelapa, sekam padi,
eksperimen, bending, MOR. xvii + 132 halaman; 51 gambar; 43 tabel; 5 lampiran; daftar pustaka: 91(1971-
2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRACT
Asmaa Askartillah Syafiisab, NIM : I0306021. THE EFFECT OF PAPER WASTE BASED COMPOSITE CORE USING COCONUT FIBER AND RICE HUSK ON THE BENDING STRENGHT OF PANEL. Thesis. Surakarta : Industrial Engineering Department, Engineering Faculty, Sebelas Maret University, October 2010.
The limited of wood raw material supply for panel stimulates the use of paper waste as an alternative material. Paper waste mixed with natural fibers will generate a composite core which can be used as a panel. In this study, rice husk and coconut fiber was selected in order to perform high mechanical properties, as an important function of a panel. The use of paper waste, rice husk, and coconut fiber is supported by sufficient stocks in Indonesia (2009) in which paper consumption was 7,90 million ton, rice husk production reached 20,7 million ton, and coconut fiber reached 64,4 million ton. The composite core application as a panel material requires an adequate flexural bending strength. Based upon those description, this study is addressed to understand the influence of the composition of cmposite core components, i.e. HVS paper, rice husks or coconut fiber, starch glue and PVAc binder on the mechanical characteristic of bending strength.
Before mixing process, the paper waste was prepared as paper mush, whereas the rice husks were cut in 1 cm of length. The mixture of paper mush, rice husks, and coconut fibre, with and without starch glue or PVAc binder, was therefor pressed in a mold using a jack. The specimens size was 20 cm of length, 5 cm of width, and 1,5 cm in thick. This study uses factorial experiment completely randomized design technique which contain three factors, i.e. HVS volume composition (90%, 85%, and 80%), the mixture components (rice husks and coconut fibre), and the binders (with and without starch glue or PVAc). The data was then analised using ANOVA test.
The experimental results showed that the HVS volume composition of 90% with coconut fibers and binder of PVAc performs highest average value of bending strength or Modulus of Rupture (MOR), i.e. 30.4093 kgf/cm2. The difference on the factor of HVS volume composition, type of binder, the interaction of HVS volume composition and mixture component, the interaction of mixture component and binder type, provide a clear effect on the MOR value.
Key words: composite core, panel, paper waste, rice husk, coconut fiber, bending, MOR.
xvii + 132 pages, 51 figures, 43 tables, 5 appendices, bibliography: 91 (1971-2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR VALIDASI
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
ix
x
xiii
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Batasan Masalah
1.7 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Komposit
2.1.2 Kekuatan Fisik dan Mekanik
2.2 Klasifikasi Papan Serat
2.3 Material Akustik
2.3.1 Penyerapan Bunyi
2.3.2 Pemasangan dan Distribusi Bahan-Bahan Penyerap
2.3.3 Pemilihan Bahan Penyerap Bunyi
2.3.4 Pengaruh bising dan Pengukuran Bising
I-1
I-1
I-3
I-4
I-4
I-4
I-4
II-1
II-1
II-1
II-7
II-11
II-14
II-15
II-17
II-18
II-18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2.3.5 Desain Akustik
2.4 Bahan-bahan Penyusun Komposit
2.4.1 Kertas
2.4.2 Sabut Kelapa
2.4.3 Sekam Padi
2.4.4 Perekat Lem Kanji
2.4.5 Perekat Lem Putih
2.5 Desain Eksperimen
2.5.1 Faktorial Eksperimen
2.5.2 Pengujian Asumsi-Asumsi ANOVA
2.5.3 Analysis of Variance (ANOVA)
2.5.4 Uji Pembanding Ganda
2.6 Studi Pustaka
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
3.1.2 Waktu Penelitian
3.2 Perancangan Penelitian
3.2.1 Orientasi Penelitian
3.2.2 Perancangan Eksperimen
3.2.3 Pengumpulan Data
3.2.4 Pengolahan Data
3.2.5 Pengujian Serapan Bunyi
3.3 Analisis Hasil Penelitian
3.4 Kesimpulan dan Saran
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data
4.1.1 Penentuan Teknik Eksperimen
4.1.2 Identifikasi Karakteristik Kualitas
4.1.3 Pra Eksperimen
II-20
II-20
II-21
II-23
II-25
II-27
II-28
II-29
II-31
II-32
II-33
II-35
II-35
III-1
III-1
III-1
III-1
III-1
III-3
III-3
III-9
III-19
III-26
III-26
III-27
IV-1
IV-1
IV-1
IV-1
IV-2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
4.1.4 Hasil Eksperimen
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Uji Asumsi Dasar
4.2.2 Uji ANOVA
4.2.3 Uji Pembanding Ganda
4.3 Pengujian Serap Bising
BAB V ANALISIS HASIL
5.1 Analisis Proses Pembuatan Spesimen
5.2 Analisis Hasil Pengujian Bending
5.2.1 Analisis Faktor Tunggal
5.2.2 Analisis Interaksi Dua Faktor
5.2.3 Analisis Interaksi Tiga Faktor
5.2.4 Analisis Perbandingan Hasil MOR dengan SNI
5.2.5 Analisis Permukaan Patah Uji Bending
5.3 Analisis Hasil Pengujian Serap Bising
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
IV-4
IV-8
IV-8
IV-21
IV-28
IV-35
V-1
V-1
V-2
V-3
V-8
V-11
V-12
V-13
V-16
VI-1
VI-1
VI-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.4
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Gambar 3.7
Gambar 3.8
Gambar 3.9
Gambar 3.10
Gambar 3.11
Gambar 3.12
Gambar 3.13
Gambar 3.14
Gambar 3.15
Gambar 3.16
Gambar 3.17
Gambar 3.18
Gambar 4.1
Bentuk komposit sandwich
Uji keteguhan lentur
Distribusi gaya pada pengujian bending
Distribusi gaya pada pengujian tarik
Skema distribusi tegangan pada spesimen pada
pengujian bending
Skema distribusi tegangan pada spesimen pada
pengujian tarik
Metode penelitian
Cetakan 20cm x 5cm
Dongkrak hidrolik
Oven
Moisture meter
Universal Testing Machine (UTM)
Cetakan serap bising
Tabung impedansi
Power amplifier
Accoustics material
Mengukur bahan kertas HVS (a) serabut kelapa (b) dan
sekam (c)
Menghaluskan kertas dengan mixer
Mencampur kertas dengan sekam padi
Menuang bahan ke dalam cetakan
Spesimen didiamkan pada suhu kamar
Post cure spesimen
Bagan persiapan bahan dan pembuatan spesimen
Uji keteguhan lentur
Perbandingan kertas : air a. 1:1 ; b. 1:2 ; c. 1:3 ; d. 1:4 ;
e. 1:5
II-4
II-10
II-10
II-10
II-11
II-11
III-2
III-8
III-9
III-10
III-10
III-11
III-11
III-11
III-12
III-12
III-14
III-14
III-14
III-15
III-15
III-16
III-17
III-19
IV-2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gambar 4.11
Gambar 4.12
Gambar 4.13
Gambar 4.14
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Gambar 5.4
Gambar 5.5
Gambar 5.6
Gambar 5.7
Gambar 5.8
Kertas dimixer selama 5 menit; b. Kertas dimixer
selama 10 menit
Spesimen dengan serabut 2 cm; b. Spesimen dengan
serabut 1 cm
a. Spesimen dengan HVS 75% dicampur serabut; b.
Spesimen dengan HVS 75% dicampur sekam
Spesimen dengan volume kertas 80% (kiri) dan 85%
(kanan)
a. Spesimen sebelum pengujian; b. Spesimen setelah
pengujian
Sebelum pengujian; b. Setelah pengujian
Normal probability plot (a) dan histogram data
observasi (b)
Grafik uji homogenitas komposisi volume HVS
Grafik uji homogenitas campuran bahan
Grafik uji homogenitas jenis perekat
Plot residual data nilai MOR
Spesimen uji serap bising
Grafik hasil pengujian koefisien penyerapan bunyi
Grafik nilai MOR berdasarkan faktor komposisi volume
HVS
Grafik nilai MOR berdasarkan faktor campuran bahan
Grafik nilai MOR berdasarkan faktor jenis perekat
Grafik nilai MOR berdasarkan faktor komposisi volume
HVS dan campuran bahan
Grafik nilai MOR berdasarkan faktor komposisi volume
HVS dan jenis perekat
Grafik nilai MOR berdasarkan faktor campuran bahan
dengan jenis perekat
Grafik nilai MOR berdasarkan faktor komposisi volume
HVS dan campuran bahan
Grafik perbandingan nilai MOR dan SNI 01-4449-2006
IV-3
IV-3
IV-4
IV-4
IV-4
IV-5
IV-13
IV-16
IV-17
IV-18
IV-20
IV-35
IV-36
V-3
V-5
V-7
V-8
V-10
V-10
V-12
V-13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Gambar 5.9
Gambar 5.10
Gambar 5.11
Gambar 5.12
Gambar 5.13
Permukaan patah pada komposit core dengan penguatan
sekam padi
Permukaan patah pada komposit core berbentuk zigzag
Permukaan patah pada komposit core dengan penguatan
serabut kelapa
Nilai koefisien serap bunyi
Perbandingan nilai koefisien serap bunyi panel
sandwich
V-14
V-14
V-16
V-18
V-18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 2.6
Tabel 2.7
Tabel 2.8
Tabel 2.9
Tabel 2.10
Tabel 2.11
Tabel 2.12
Tabel 2.13
Tabel 2.14
Tabel 2.15
Tabel 2.16
Tabel 2.17
Tabel 2.18
Tabel 2.19
Tabel 2.20
Tabel 2.21
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Beberapa serat alam dan sifat mekaniknya
Komposisi unsur kimia serat alam
Sifat mekanis beberapa serat alam
Klasifikasi PSKR berdasarkan kerapatan dan nilai MOR
Syarat fisis dan mekanis PSKR
Klasifikasi PSKS berdasarkan nilai MOR
Syarat sifat mekanis PSKS
Klasifikasi PSKT berdasarkan perlakuan
Klasifikasi PSKT berdasarkan kondisi permukaan
Klasifikasi PSKT berdasarkan nilai MOR
Koefisien serapan bunyi pada bahan bangunan umum
Pengklasifikasian serapan bising
Singkap bising yang diijinkan seperti yang dinyatakan
dalam Walsh-Healay Public Contracts Act (United
States)
Kriteria bising latar belakang yang direkomendasi untuk
ruang-ruang
Kandungan kimia sabut kelapa
Komposisi kimia sekam padi
Kandungan kimia sekam padi
Analisis sampel sekam padi dalam %
Skema umum data sampel eksperimen dua faktorial
Variabel perbandingan penelitian sebelumnya
Hasil penelitian sejenis yang sedang berjalan
Lay-Out pengumpulan data
Urutan eksperimen factorial experiment completely
randomized design
Skema umum daftar analisis ragam homogenitas
Skema data pengamatan eksperimen faktorial dengan tiga
II-5
II-7
II-7
II-12
II-12
II-13
II-13
II-13
II-14
II-14
II-17
II-17
II-19
II-19
II-25
II-26
II-26
II-27
II-34
II-40
II-43
III-6
III-18
III-22
III-23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Tabel 3.5
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Tabel 4.10
Tabel 4.11
Tabel 4.12
Tabel 4.13
Tabel 4.14
Tabel 4.15
Tabel 4.16
Tabel 4.17
faktor desain acak sempurna
Skema ANOVA eksperimen faktorial dengan tiga faktor
desain acak sempurna
Data nilai MOR pada eksperimen
Hasil pengukuran Nilai MOR (kgf/cm2)
Perhitungan uji Lilliefors
Residual data antar level faktor komposisi volume HVS
Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor komposisi
volume HVS
Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor campuran
bahan
Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor jenis
perekat
Hasil uji homogenitas terhadap faktor komposisi volume
HVS, campuran bahan, dan jenis perekat
Residual data nilai kuat bending/ MOR pada eksperimen
ANOVA untuk nilai kuat bending/ MOR (kgf/cm2)
Hasil perhitungan ANOVA untuk nilai MOR
Rata-rata nilai kuat bending eksperimen dikelompokkan
berdasarkan komposisi volume HVS
Rata-rata nilai kuat bending eksperimen dikelompokkan
berdasarkan jenis perekat
Rata-rata nilai kuat bending eksperimen dikelompokkan
berdasarkan treatment faktor A dan faktor B
Rata-rata nilai kuat bending eksperimen dikelompokkan
berdasarkan treatment faktor B dan faktor C
Nilai koefien absorpsi pada sampel
Perbandingan koefisien serapan benda uji dengan
beberapa material bangunan umum dan material akustik
komersial
III-25
IV-6
IV-9
IV-11
IV-14
IV-15
IV-17
IV-18
IV-19
IV-20
IV-23
IV-26
IV-29
IV-30
IV-31
IV-33
IV-35
IV-37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-1
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu
latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, batasan
masalah dan sistematika pembahasan.
1.1 Latar Belakang
Penebangan hutan saat ini semakin lama semakin meningkat tanpa
diperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Menurut ketua Asosiasi Panel
Kayu Indonesia (Akpindo) pasokan bahan baku kayu dari hutan alam pada akhir
2009 semakin menipis (www.businessreview.co.id, 2009). Oleh karena itu
dibutuhkan material pengganti kayu untuk memenuhi kebutuhan kayu. Menurut
Diharjo (2005), natural composite merupakan salah satu material yang memiliki
peluang untuk menggeser penggunaan bahan logam dan komposit sintetis.
Ketergantungan dengan bahan sintetis impor merupakan kebijakan terbalik
dengan kondisi alam Indonesia dengan produksi serat alam cukup berlimpah.
Kertas yang dibuat dari proses pengolahan kayu menjadi pulp dapat
menjadi material alternatif pengganti kayu. Pada penelitian ini akan
dikembangkan komposit dengan memanfaatkan limbah rumah tangga dan sisa
pengolahan hasil pertanian yang jumlahnya melimpah di sekitar lingkungan kita
yaitu kertas bekas dengan kombinasi campuran sekam padi dan serabut kelapa
sebagai penguat. Pemanfaatan limbah kertas, sekam padi, dan serabut kelapa
dapat menaikkan nilai ekonomis masing-masing material. Selain itu, material
tersebut juga memiliki komposisi yang dapat menyerap bising yaitu selulosa
sehingga apabila diaplikasikan mampu meningkatkan kenyamanan dan
menurunkan gangguan kesehatan pada manusia. Komposit merupakan rangkaian
dua atau lebih bahan yang digabung menjadi satu bahan secara mikroskopis
dimana bahan pembentuknya masih terlihat seperti aslinya dan memiliki
hubungan kerja diantaranya sehingga mampu menampilkan sifat-sifat yang
diinginkan (Mikell, 1996). Agar komposit mampu menahan beban yang lebih
berat, maka perlu adanya komposit sandwich (Diharjo dkk., 2005). Komposit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-2
sandwich membutuhkan core yang ringan. Meskipun core mengalami
pembebanan yang relatif lebih rendah tapi perlu juga diketahui seberapa kekuatan
dari core untuk menahan setiap pembebanan. Oleh karena itu, pada penelitian ini
akan dikembangkan komposit core.
Lem kanji memiliki karakteristik viskositas rekat tinggi, kejernihan tinggi
dan stabilitas pembekuan tinggi (Kristanto, 2007). Polivinil asetat (PVAc) atau
dapat disebut juga lem putih yang digunakan sebagai lem kayu dan kertas
merupakan salah satu produk jenis polimer emulsi. Polimer emulsi digunakan
sebagai perekat dalam industri kayu lapis yang memiliki sifat lengket terhadap
aksi (Siregar, 2004). Oleh karena itu lem kanji dan lem PVAc cocok digunakan
sebagai pengikat dalam komposit berbasis limbah kertas.
Penggunaan limbah kertas dapat mengurangi konsumsi kayu sehingga
mendukung isu lingkungan. Pada tahun 2009, tingkat konsumsi kertas di
Indonesia sebesar 7,90 juta ton (Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia,
2010). Miasa dan Sriwijaya (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
kertas dan plastik mempunyai kemampuan meredam kebisingan lebih baik
daripada tanaman. Kualitas hasil kertas daur ulang dari bahan baku kertas HVS
mempunyai tampilan yang lebih putih dan bersih, lebih kuat, dan halus.
Sedangkan kertas daur ulang dari kertas koran biasanya terlihat suram dan kotor
serta kekuatan regangannya yang kurang baik (www.kertasjawa.blogspot.com,
2009).
Serat alam mempunyai beberapa keunggulan yaitu mampu meredam suara,
isolasi temperatur, densitas rendah dan kemampuan mekanik tinggi sehingga
dapat memenuhi kebutuhan industri (Felix et al., 1991 dan Karnani, 1997).
Serabut kelapa dan sekam padi merupakan limbah padat yang belum
dimanfaatkan secara optimal. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2010)
produksi kelapa di Indonesia mencapai 20,7 juta ton pada tahun 2009. Saat ini
lembaran serabut kelapa kebanyakan hanya dimanfaatkan sebagai pelapis tempat
tidur berpegas, matras, jok, karpet, keset dan peralatan rumah tangga lain.
Menurut Badan Pusat Statistik (2010) jumlah produksi padi pada tahun 2009
sebesar 64,4 juta ton dan menurut Thahir (2002), satu butir gabah mengandung
sekitar 21 – 25% sekam. Selama ini sekam padi biasanya hanya akan dibenamkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-3
di sawah atau dibakar yang akan menyebabkan timbulnya masalah pencemaran
udara.
Pengaplikasian komposit ini akan digunakan sebagai panel yang tidak
pernah lepas dari proses pembebanan. Pembebanan yang terjadi pada panel yaitu
beban horisontal berupa orang bersandar di dinding maupun barang, beban yang
merata dalam satu bidang yaitu angin, lendutan, dan beban kejut atau tumbukan
tiba-tiba. Menurut SNI 7392:2008, spesifikasi panel dinding yang perlu
diperhitungkan yaitu kuat lentur, kuat lentur aksial, kuat geser, dan lendutan. Oleh
karena itu sebuah panel memerlukan adanya kekuatan lentur yang memadai.
Untuk mengetahui kekuatan lentur yang dimiliki suatu material maka perlu
dilakukan pengujian bending sehingga penelitian ini akan berfokus pada
pengujian kekuatan bending. Kekuatan bending dapat mengukur tegangan
bending terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami
deformasi (perubahan bentuk karena gaya) yang besar atau kegagalan.
Nilai kekuatan bending diharapkan dapat memenuhi standar nilai MOR
(Modulus of Rupture) yang merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk
papan serat. Papan serat yaitu panel yang dihasilkan dari pengempaan serat kayu
atau bahan berligno-selulosa lain dengan ikatan utama berasal dari bahan baku
yang bersangkutan (khususnya lignin) atau bahan lain (khususnya perekat).
Pemanfaatan limbah kertas, sekam padi, dan serabut kelapa sebagai komposit
panel perlu dibuktikan melalui eksperimen. Faktor-faktor yang akan diteliti adalah
pengaruh kandungan limbah kertas HVS, sekam padi, serabut kelapa, dan perekat
terhadap kekuatan bending. Penelitian Yang, dkk. (2002) menunjukan bahwa
komposisi kertas berpengaruh terhadap kekuatan bending. Sedangkan penelitian
Tsushima dkk. (2008) tentang kekuatan bending pada hibrida diperkuat serat
menunjukkan bahwa jenis pengikat berpengaruh terhadap kekuatan bending
komposit.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini yang akan dirumuskan adalah bagaimana pengaruh kombinasi bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-4
dasar limbah kertas HVS dan campuran sabut kelapa dan sekam padi serta jenis
perekat terhadap karakteristik kekuatan bending.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui
pengaruh komposisi kertas HVS, sekam padi, serabut kelapa dan perekat lem
kanji serta lem PVAc terhadap karakteristik mekanik kekuatan bending.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat memberikan saran
kombinasi bahan dan perekat pada desain komposit panel berdasarkan nilai
kekuatan bending yang maksimum.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Limbah kertas yang digunakan dalam penelitian adalah limbah kertas HVS.
2. Limbah kertas HVS yang diuji diperoleh dari sisa potongan-potongan kertas
fotocopy sekitar Surakarta.
3. Limbah sekam padi diperoleh dari daerah Bekonang, Sukoharjo.
4. Limbah serabut kelapa diperoleh di daerah Kebumen, Jawa Tengah.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan
penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika
penulisan, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung
penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis
serta penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Landasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-5
teori diambil dari berbagai sumber yang berkaitan langsung dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah secara
umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart sesuai
dengan permasalahan yang ada mulai dari studi pendahuluan,
pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan analisis.
BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi data-data yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah,
kemudian dilakukan pengolahan data secara bertahap.
BAB V : ANALISIS HASIL
Bab ini memuat uraian analisis hasil pengolahan data yang telah
dilakukan
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan
kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah. Bab ini juga
menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang digunakan untuk menunjang
penelitian yang akan dilakukan serta studi pustaka penelitian-penelitian
sebelumnya.
2.1 Landasan Teori
Bagian ini menguraikan tentang komposit, bahan kertas, sekam padi dan
sabut kelapa serta perekat lem kanji dan lem putih digunakan dalam pembahasan
masalah. Sedangkan pengetahuan tentang sifat mekanik komposit yaitu kuat
lentur (bending) bahan dan material akustik diperlukan dalam analisis hasil
penelitian.
2.1.1. Komposit
Kata komposit (composite) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau
gabungan. Komposit berasal dari kata “to compose” yang berarti menyusun atau
menggabungkan. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan
dari dua atau lebih bahan yang berlainan. Dalam hal ini gabungan bahan ada dua
macam yaitu (Jones, 1999):
a. Gabungan secara makro, 1) dapat dibedakan secara visual, 2) penggabungan
lebih secara fisis dan mekanis, 3) dapat dipisahkan secara fisis dan mekanis;
b. Gabungan secara mikro, 1) tidak bisa dibedakan secara visual, 2)
penggabungan ini lebih secara kimia, 3) sulit dipisahkan, tetapi dapat dilakukan
secara kimia
Bahan komposit merupakan bahan gabungan secara makro sehingga bahan
komposit dapat didefinisikan sebagai suatu sistem material yang tersusun dari
campuran atau kombinasi dua atau lebih unsur-unsurnya yang secara makro
berbeda di dalam bentuk dan atau komposisi material pada dasarnya tidak dapat
dipisahkan. Komposit dibentuk dari dua komponen penyusun yang berbeda yaitu
penguat (reinforcement) yang mempunyai sifat sulit dibentuk tetapi lebih kaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
serta lebih kuat dan matrik yang umumnya mudah dibentuk tetapi mempunyai
kekuatan dan kekakuan yang lebih rendah (Schwartz, 1984).
Perbedaaan dan penggabungan dari unsur-unsur yang berbeda tersebut
menyebabkan daerah-daerah yang berbatasan. Daerah tersebut disebut dengan
interface. Sedangkan daerah ikatan antara material penyusun komposit disebut
interphase. Berdasarkan uraian tersebut, maka aspek penting yang menunjukkan
sifat-sifat mekanis dari komposit tersebut adalah optimasi dari ikatan antara fiber
dan polimer (matrik) yang digunakan (Schwartz, 1984). Ikatan antara fiber dengan
matrik dipengaruhi langsung oleh reaksi yang terjadi antara matrik dengan fiber.
Dengan kata lain transfer beban atau tegangan diantara dua fase yang berbeda
ditentukan oleh derajat adhesi.
Berdasarkan cara penguatannya komposit dibedakan menjadi tiga (Jones,
1975) yaitu :
a. Fibrous Composite (komposit serat) merupakan jenis komposit yang hanya
terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa
serta atau fiber. Fiber yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers,
aramid fibers (poly aramide) dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara
acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang
lebih kompleks seperti anyaman.
b. Laminated Composite (komposit lapisan) merupakan jenis komposit yang
terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap
lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.
c. Particulate Composite (komposit partikel) merupakan komposit yang
menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi
secara merata dalam matriksnya.
Sedangkan berdasarkan bentuk material pembentuknya, komposit dapat
dibedakan menjadi lima macam yaitu komposit serat (fiber composite), komposit
serpihan (flake composite), komposit butir (particulate composite), komposit isian
(filled composite), dan komposit lapisan (laminated composite). Komposit dengan
penguatan serat adalah jenis komposit yang paling sering dipakai dalam aplikasi.
Hal ini karena komposit jenis ini memiliki sifat kekuatan tarik dan kekakuan yang
bagus. Namun kelemahannya adalah struktur serat tersebut memiliki kekuatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
tekan dan kekuatan tarik arah melintang serat yang kurang bagus. Hasil dari
komposit yang berlapis-lapis (laminated composite) memiliki kekerasan
(hardness) dari unsur pokoknya tetapi kekuatan merupakan efek sinergi dari
gabungan sifat material. Material komposit akan bersinergi bila memiliki sebuah
sistem yang mempersatukan material-material penunjang untuk mencapai sebuah
sifat material yang baru. Komposit serat dapat dibedakan berdasarkan jenis dan
orientasi seratnya, yaitu komposit serat searah (continous fiber composite), serat
anyaman (woven fiber composite), serat acak (chopped fiber composite), dan
gabungan beberapa jenis serat (hybrid fiber composite) (Schwartz, 1984).
Secara umum komposit dengan penguatan serat tersusun dari dua material
utama yaitu matrik dan serat. Antar kedua unsur material tersebut tidak terjadi
reaksi kimia dan tidak larut satu sama lain, melainkan hanya ikatan antar muka
diantara keduanya. Serat yang memiliki kekuatan lebih tinggi berperan sebagai
komponen penguat, sedangkan matrik yang bersifat lemah dan liat bekerja sebagai
pengikat dan memberi bentuk pada struktur komposit (Schwartz, 1984).
Komposit sandwich merupakan komposit yang tersusun dari tiga lapisan
yang terdiri dari flat composite dan atau metal sheet sebagai skin serta core di
bagian tengahnya. Komposit sandwich dibuat dengan tujuan untuk efisiensi berat
yang optimal, namun mempunyai kekakuan dan kekuatan yang tinggi. Sehingga
untuk mendapatkan karakteristik tersebut, pada bagian tengah diantara kedua skin
dipasang core (Schawrtz, 1984).
Komposit sandwich merupakan jenis komposit yang sangat cocok untuk
menahan beban lentur, impak, meredam getaran dan suara. Komposit sandwich
dibuat untuk mendapatkan struktur yang ringan tetapi mempunyai kekakuan dan
kekuatan yang tinggi. Biasanya pemilihan bahan untuk komposit sandwich,
syaratnya adalah ringan, tahan panas dan korosi, serta harga juga dipertimbangkan
(Schawrtz, 1984).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
Gambar 2.1 Bentuk komposit sandwich
1. Matrik
Matrik, sebagai pengisi ruang komposit, memegang peranan penting dalam
mentransfer tegangan, melindungi serat dari lingkungan dan menjaga permukaan
serat dari pengikisan. Matrik harus memiliki kompatibilitas yang baik dengan
serat. Beberapa jenis matrik polimer termoset yang sering digunakan ialah
polyester, epoxy, phenolics, dan polyamids, sedangkan yang termasuk jenis matrik
polimer termoplast adalah polyethylene, polypropylene, nilon, polycarbonate, dan
polyether-ether keton (Moncrieff, 1975).
Mazumdar (2002) menjelaskan fungsi penting matriks dalam komposit
yaitu :
1. Mengikat serat menjadi satu dan mentransfer beban ke serat. Hal ini akan
menghasilkan kekakuan dan membentuk struktur komposit.
2. Mengisolasi serat sehingga serat tunggal dapat berlaku terpisah. Hal ini dapat
menghentikan atau memperlambat penyebaran retakan.
3. Memberikan suatu permukaan yang baik pada kualitas akhir komposit dan
menyokong produksi bagian yang berbentuk benang-benang.
4. Memberikan perlindungan untuk memperkuat serat terhadap serangan kimia
dan kerusakan mekanik karena pemakaian.
5. Berdasarkan matrik yang digunakan, karakteristik perfomansi meliputi
kelenturan, kekuatan impak, dan sebagainya, juga turut dipengaruhi. Sebuah
matrik yang ulet akan meningkatkan ketangguhan struktur komposit.
2. Serat
Serat secara umum terdiri dari dua jenis yaitu serat alam dan serat sintetis.
Serat alam adalah serat yang dapat langsung diperoleh dari alam. Biasanya berupa
serat yang dapat langsung diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dan binatang. Serat ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
telah banyak digunakan oleh manusia diantaranya adalah kapas, wol, sutera,
pelepah pisang, sabut kelapa, ijuk, bambu, nanas dan knaf atau goni. Serat alam
memiliki kelemahan yaitu ukuran serat yang tidak seragam, kekuatan serat sangat
dipengaruhi oleh usia. Serat sintetis adalah serat yang dibuat dari bahan-bahan
anorganik dengan komposisi kimia tertentu. Serat sintetis mempunyai beberapa
kelebihan yaitu sifat dan ukurannya yang relatif seragam, kekuatan serat dapat
diupayakan sama sepanjang serat. Serat sintetis yang telah banyak digunakan
antara lain serat gelas, serat karbon, kevlar, nylon, dan lain-lain (Schwartz, 1984).
Tabel 2.1 Beberapa serat alam dan sifat mekaniknya
Serat Diameter
(µm) Ultimate tensil stress, σ (MPa)
Modulus E (GPa)
Berat Jenis
Wood 15-20 160 23 1,5 Bamboo 15-30 550 36 0,8 Jute 10-50 580 22 1,5 Cotton 15-40 540 28 1,5 Wool 75 170 5,9 1,32 Coir 10-20 250 5,5 1,5 Bagasse 25 180 9 1,25 Rice husk 5-15 100 6 1,24 Natural silk 15 400 13 1,35 Spider silk 4 1750 12,7 - Linen - 270 - - Sisal - 560 - - Asbestos 0.2 1700 160 2,5 Sumber : Vasiliev & Morozov (2001)
Stark and Rowlands (2002) mengungkapkan bahwa komposit yang
diperkuat serat tanaman, sifat-sifat mekanisnya akan meningkat secara linear
seiring dengan pertambahan persen berat serat, karakteristik mekanik yang
meningkat adalah kekuatan tarik, kekuatan bending, serta kekuatan impak.
Menurut Biswas, dkk. (2001), beberapa karakteristik yang juga merupakan
kelebihan dari komposit yang diperkuat serat alam yaitu, 1) dapat dicat, dipoles,
maupun dilaminasi, 2) tahan terhadap penyerapan air, 3) murah karena bahan
baku seratnya banyak tersedia di alam dan proses pembuatannya relatif muda dan
sederhana, 4) kuat dan kaku, 5) ramah lingkungan, karena materialnya merupakan
bahan organik dan bisa didaur ulang secara alami oleh lingkungan, 6) memiliki
kemampuan dan diproses dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-6
Disamping kelebihan-kelebihan di atas, komposit serat alam juga memiliki
beberapa kelemahan, Rowell (1997) menyebutkan beberapa kelemahan komposit
serat alam yaitu, 1) penurunan karena faktor biologi, yaitu adanya organisme yang
mungkin tumbuh dan memakan karbohidrat yang terkandung dalam serat,
sehingga menimbulkan enzim khusus yang akan merusak struktur serat, dan
melepaskan ikatan antara serat dan matrik, 2) penurunan kualitas karena panas
atau thermal, 3) penurunan panas karena radiasi ultraviolet, hal ini terjadi karena
penyinaran ultraviolet akan menyebabkan meningkatnya karbohidrat dan
berkurangnya lignin. Serat yang banyak mengandung karbohidrat akan memiliki
kemampuan ikatan dengan matrik yang rendah, sehingga kekuatan matrik akan
turun, 4) kekuatannya masih lebih rendah jika dibanding serat buatan.
Serat berperan sebagai penyangga kekuatan dari struktur komposit, beban
yang awalnya diterima oleh matrik kemudian diteruskan ke serat oleh karena itu
serat harus mempunyai kekuatan tarik dan elastisitas yang lebih tinggi daripada
matrik. Schwartz (1984) menjelaskan bahwa serat sebagai penguat dalam struktur
komposit harus memenuhi persyaratan 1) modulus elastisitas yang tinggi, 2)
kekuatan patah yang tinggi, 3) kekuatan yang seragam di antara serat, 4) stabil
selama penanganan proses produksi, 5) diameter serat yang seragam.
Secara teoritis komposit serat yang menggunakan serat panjang akan
memberikan nilai penguatan yang lebih efisien dan seragam dibanding serat
pendek karena beban yang terjadi disalurkan secara merata sepanjang serat.
Namun dalam prakteknya hal tersebut sulit dicapai karena sulit didapatkan nilai
kekuatan optimum sepanjang serat serta tegangan yang terjadi tidak terbagi
merata ke semua serat (Schwartz, 1984).
Serat tanaman, seperti kenaf, flax dan hamp, sangat berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai penguat komposit untuk menggantikan serat gelas karena
serat tanaman memiliki beberapa kelebihan, seperti dapat diperbaharui, jumlahnya
berlimpah, murah, ringan, dapat didegradasi, tidak kasar untuk pembuatan
peralatan, ketika dibakar menetralkan CO2 dapat dibakar dengan menghasilkan
energi, tidak menyebabkan iritasi kulit, sifat mekanis yang baik, sifat akustik dan
isolasi panas yang baik. Massa jenis serat tanaman adalah 40% dibawah massa
jenis serat gelas (Peijs, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
Menurut Building Material and Technology Promotion Council, komposisi
unsur kimia serat alam yang ditunjukkan pada tabel 2.2 dan sifat mekanis dan
dimensi dari beberapa serat alam ditunjukkan oleh tabel 2.3
Tabel 2.2 Komposisi unsur kimia serat alam
Serat Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%)
Kadar air (%)
Pisang 60-65 6-8 5-10 10-15 Sabut 43 <1 45 10-12 Flax 70-72 14 4-5 7 Jute 61-63 13 5-13 12,5 Rami 80-85 3-4 0,5 5-6 Sisal 60-67 10-15 8-12 10-12 Sun hemp 70-78 18-19 4-5 10-11 Cotton 90 6 - 7 Sumber: Building Material and Technology Promotion Council(1998)
Tabel 2.3 Sifat Mekanis Beberapa Serat Alam
Serat Panjang (mm)
Diameter (mm)
Massa jenis
(Kg/m3)
Modulus Youg (GPa)
Kekuatan Tarik (MPa)
Regangan (%)
Bambu - 0,1-0,4 1500 27 575 3 Pisang - 0,8-2,5 1350 1,4 95 5,9 Sabut 50-350 0,1-0,4 1440 0,9 200 29 Flax 500 NA 1540 100 1000 2 Jute 1800-3000 0,1-0,2 1500 32 350 1,7 Kenaf 30-750 0,04-0,09 - 22 295 - Sisal - 0,5-2 1450 100 1100 - Sumber: Building Material and Technology Promotion Council(1998)
2.1.2. Kekuatan Fisik dan Mekanik
Sifat fisik meliputi volume dan densitas serta kekuatan mekanik yaitu
kekuatan lentur (bending) diuraikan sebagai berikut.
1. Fraksi Volume
Jumlah kandungan serat dalam komposit, merupakan hal yang menjadi
perhatian khusus pada komposit berpenguat serat. Jumlah serat serta karakteristik
dari serat tersebut merupakan salah satu elemen kunci dalam analisis
mikromekanik komposit. Untuk memperoleh komposit berkekuatan tinggi,
distribusi serat dengan matrik harus merata pada proses pencampuran agar
mengurangi timbulnya void. Untuk menghitung fraksi volume, parameter yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
harus diketahui adalah berat jenis matrik, berat jenis serat, berat komposit dan
berat serat. Adapun fraksi volume ditentukan dengan persamaan (Gibson, 1994) :
Diasumsikan volume void (Vv) = 0
wf + wm = 1....................................................................................................(2.1)
wf = %100..
.x
vv
v
mmff
ff
rrr
+...........................................................................(2.2)
Keterangan:
wf, wm = fraksi berat serat dan matriks
ρf, ρm = densitas serat dan matriks (gr/cm3)
vf, vm = fraksi volume serat dan matriks (cm3)
2. Pengujian Densitas
Pengujian densitas merupakan pengujian sifat fisis terhadap spesimen,
yang bertujuan untuk mengetahui nilai kerapatan massa dari spesimen yang diuji.
Rapat massa (mass density) suatu zat adalah massa per satuan volume.
vm
=r ...........................................................................................................(2.3)
Keterangan:
ρ = densitas benda (gr/cm3)
m = massa benda (gr)
v = volume benda(cm3)
Dalam pengujian densitas spesimen di sini pada prinsipnya menggunakan
perbedaan antara massa spesimen di udara (mudara) dan massa spesimen ditimbang
di air (mair). Untuk massa spesimen di udara (mudara) dapat dihitung dengan
menimbang spesimen dengan timbangan secara normal yang merupakan massa
spesimen yang sesungguhnya tanpa adanya gaya ke atas atau gaya dorong ke atas,
sedangkan untuk massa spesimen dalam air (mair) sama dengan massa air yang
dipindahkan atau tumpah. Hal ini dipengaruhi gaya angkat ke atas oleh air atau
adanya gaya dorong ke atas terhadap spesimen, yang menyebabkan nilai berat
spesimen di air cenderung lebih kecil dibandingkan berat spesimen di udara.
Adapun hubungan formula rumusan densitas menurut teori Archimides
dapat dilihat pada persamaan di bawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
airairudara
udara xmm
mrr
-= .............................................................................(2.4)
Keterangan:
mudara = berat spesimen di udara (gr)
mair = berat spesimen dalam fluida (gr)
ρair = densitas fluida air (gr/ cm3)
3. Kekuatan dan Modulus Bending Komposit
Untuk mengetahui kekuatan bending suatu material maka perlu dilakukan
pengujian bending terhadap material tersebut. Kekuatan bending atau kekuatan
lengkung adalah tegangan bending terbesar yang dapat diterima akibat
pembebanan luar tanpa mengalami deformasi yang besar atau kegagalan. Akibat
pengujian bending, pada bagian atas spesimen akan mengalami tekanan, dan
bagian bawah akan mengalami tegangan tarik. Kegagalan yang terjadi akibat
pengujian bending, komposit akan mengalami patah pada bagian bawah yang
disebabkan karena tidak mampu menahan tegangan tarik yang diterima. Kekuatan
bending suatu material dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini (SNI 01-
4449, 2006) :
MOR = 22
3LTBS
..................................................................................................(2.5)
Keterangan:
MOR = modulus of rupture (kgf/cm2)
B = besarnya beban maksimum (kgf)
S = jarak sangga (cm)
L = lebar contoh uji papan serat (cm)
T = tebal contoh uji papan serat (cm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
S = 150
S/2 S/2
2525
T
B
a
a a
Gambar 2.2 Uji Keteguhan Lentur
Sumber: SNI, 2006
Keterangan gambar :
B = beban (kgf)
S = jarak sangga (mm)
a = diameter
T = tebal papan serat
Berikut merupakan gambar distribusi tegangan pada pengujian bending dan
pengujian tarik.
Gambar 2.3 Distribusi gaya pada pengujian bending
Gambar 2.4 Distribusi gaya pada pengujian tarik
Pada pengujian tarik gaya-gaya diarahkan menjauhi batang, gaya P yang
bekerja tegak-lurus (normal) pada penampang melintang a-a ini secara aktual
merupakan resultan distribusi gaya-gaya yang bekerja pada penampang melintang
dengan arah normal. Apabila gaya-gaya dikenakan pada ujung-ujung batang
sedemikian sehingga batang dalam kondisi tertarik, maka terjadi suatu tegangan
≥
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
tarik pada batang, sedangkan pada pengujian bending bagian atas mengalami
tekanan.
Pada suatu material, terjadi reaksi terhadap pembebanan ini, yaitu adanya
tegangan tarik dan tekan, reaksi ini digambarkan sebagai distribusi tegangan pada
gambar 2.5 dan gambar 2.6 dimana dari skema ini kita dapat menggambarkan
gaya-gaya yang bekerja.
Gambar 2.5 Skema distribusi tegangan pada spesimen pada pengujian
bending
Gambar 2.6 Skema distribusi tegangan pada spesimen pada pengujian tarik
Modulus pecah (MOR) telah menjadi suatu pengukuran yang umum tentang
kekuatan lengkung pada komposit, dalam hal ini adalah papan serat. MOR adalah
tegangan lengkung akhir yaitu sebelum terjadinya patah dari suatu material dalam
kelengkungannya, dan itu sering digunakan untuk membandingkan material satu
dengan lainnya. Sedangkan kekuatan tarik maksimum atau ultimate tensile
strenght didefinisikan sebagai tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh
material sebelum terjadi patahan (fracture)
2.2 Klasifikasi Papan Serat
Menurut SNI 01-4449-2006, papan serat yaitu panel yang dihasilkan dari
pengempaan serat kayu atau bahan berligno-selulosa lain dengan ikatan utama
berasal dari bahan baku yang bersangkutan (khususnya lignin) atau bahan lain
(khususnya perekat) untuk memperoleh sifat khusus, diklasifikasikan menjadi tiga
Tension
Neutral Line
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
berdasarkan kerapatannya yaitu papan serat kerapatan rendah, papan serat
kerapatan sedang dan papan serat kerapatan tinggi.
Pengukuran Kerapatan sebagai berikut
lB
K = ...................................................................................................(2.6)
Keterangan:
K = kerapatan (g/cm3) dalam 2 desimal;
B = massa (g);
l = isi (cm3) = panjang (cm) x lebar (cm) x tebal (cm)
a. PSKR (Papan Serat Kerapatan Rendah)
Papan serat kerapatan rendah yaitu papan serat yang memiliki kerapatan <
0,40 (g/cm3). Standar nilai MOR (Modulus of Rupture) ditunjukkan pada tabel
2.4 (SNI 01-4449, 2006).
Tabel 2.4. Klasifikasi PSKR berdasarkan kerapatan dan nilai MOR Tipe Kerapatan (g/cm3) Nilai MOR (kgf/cm2)
1 < 0,27 ≥ 1,0 ≥ 10,2 2 < 0,35 ≥ 2,0 ≥ 20,4 3 < 0,40 ≥ 3,0 ≥ 30,6
Sumber: SNI, 2006
Tabel 2.5 Syarat fisis dan mekanis PSKR
Jenis PSKR Tebal (cm) Nilai MOR
kgf/cm2 kgf/cm2
Tipe 1 1
≥ 1,0
≥ 10,2
1,5 2,0
Tipe 2
0,9
≥ 2,0 ≥ 20,4 1,2 1,5 1,8
Tipe 3
0,9
≥ 3,0 ≥ 30,6 1,2 1,5 1,8
Sumber: SNI, 2006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
b. PSKS (Papan Serat Kerapatan Sedang)
Papan serat kerapatan sedang yaitu papan serat yang memiliki kerapatan 0,40
– 0,84 (g/cm3). Standar nilai MOR (Modulus of Rupture) ditunjukkan pada
tabel 2.6 (SNI 01-4449, 2006).
Tabel 2.6 Klasifikasi PSKS berdasarkan nilai MOR
Tipe Nilai MOR
kgf/cm2 kgf/cm2 30 ≥ 30,0 ≥ 30,6 25 ≥ 25,0 ≥ 25,5 15 ≥ 15,0 ≥ 15,3 5 ≥ 5,0 ≥ 5,1
Sumber: SNI, 2006
Sedangkan syarat fisik mekanis papan serat kerapatan sedang dijelaskan pada
tabel 2.7
Tabel 2.7 Syarat sifat mekanis PSKS
Tipe
Nilai MOR Modulus patah Modulus
elastisitas Kering Basah kgf/ cm2
kgf/ cm2
kgf/ cm2
kgf/ cm2
kgf/ cm2
104 kgf/cm2
Tipe 30 ≥ 30,0 ≥ 306 ≥ 15,0 ≥ 15,3 ≥ 2500 ≥ 2,55 Tipe 25 ≥ 25,0 ≥ 255 ≥ 12,5 ≥ 12,5 ≥ 2000 ≥ 2,04 Tipe 15 ≥ 15,0 ≥ 153 ≥ 7,5 ≥ 7,7 ≥ 1300 ≥ 1,33 Tipe 5 ≥ 5,0 ≥ 51 – – ≥ 800 ≥ 0,82
Sumber: SNI, 2006
c. PSKT (Papan Serat Kerapatan Tinggi)
Papan serat kerapatan tinggi yaitu papan serat yang memiliki kerapatan >0,84
(g/cm3). Klasifikasi PSKT berdasarkan perlakuan ditunjukkan pada tabel 2.8
dan berdasarkan kondisi permukaan ditunjukkan pada tabel 2.9 (SNI 01-4449,
2006).
Tabel 2.8 Klasifikasi PSKT berdasarkan perlakuan
Tipe Perincian T1 PSKT tanpa perlakuan T2 PSKT dengan perlakuan
CATATAN Perlakuan bisa mencakup antara lain: perlakuan panas, perlakuan minyak, atau impregnasi resin.
Sumber: SNI, 2006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
Tabel 2.9 Klasifikasi PSKT berdasarkan kondisi permukaan
Tipe Kondisi permukaan
T1
PSKT biasa tanpa perlakuan (T1B1)
Permukaan tidak diampelas
PSKT biasa tanpa perlakuan (T1B2)
Satu atau dua permukaan diampelas
PSKT dekoratif interior tanpa perlakuan (T1D)
Satu atau dua permukaan direkat/dilapisi dengan bahan resin, film, kertas, atau dilaburi cat resin sintetis
T2
PSKT biasa dengan perlakuan (T2B1)
Permukaan tidak diampelas
PSKT biasa dengan perlakuan (T2B2)
Satu atau dua permukaan diampelas
PSKT dekoratif eksterior dengan perlakuan (T2D)
Satu atau dua permukaan direkat/dilapisi dengan bahan resin, film, kertas, atau dilaburi cat resin sintetis
Sumber: SNI, 2006
Standar keteguhan lentur dan modulus patah ditunjukkan pada tabel 2.10
Tabel 2.10 Klasifikasi PSKT berdasarkan nilai MOR
Tipe Nilai MOR
kgf/cm2 kgf/cm2 T135 ≥ 35,0 ≥ 35,7 T1 25 ≥ 25,0 ≥ 25,5 T1 20 ≥ 20,0 ≥ 20,4 T2 45 ≥ 45,0 ≥ 45,9 T2 35 ≥ 35,0 ≥ 35,7
Sumber: SNI, 2006
2.3 Material akustik
Telinga normal tanggap terhadap bunyi di antara jangkauan frekuensi audio
sekitar 20 sampai 20.000 Hz. Kebanyakan bunyi (pembicaraan, musik, dan bising)
terdiri dari banyak frekuensi, yaitu komponen-komponen frekuensi rendah,
tengah, medium. Oleh sebab itu amatlah penting untuk memeriksa masalah-
masalah akustik meliputi spektrum frekuensi yang dapat didengar. Frekuensi
standar yang dapat dipilih secara bebas sebagai wakil yang penting dalam akustik
lingkungan adalah 125, 250, 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz atau 128, 256, 512,
1024, 2048, dan 4096 Hz (Doelle,1986).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
2.3.1. Penyerapan bunyi
Doelle (1986) menyatakan efisiensi penyerapan suatu bunyi suatu bahan pada
suatu frekuensi tertentu dinyatakan oleh koefisien penyerapan bunyi. Koefisien
penyerapan bunyi suatu permukaan adalah bagian energi bunyi datang yang
diserap, atau tidak dipantulkan oleh permukaan. Koefisien ini dinyatakan dalam
huruf Greek α. Misalnya pada 500 Hz bila bahan akustik menyerap 65% dari
energi bunyi datang dan memantulkan 35% dari padanya, maka koefisien
penyerapan bunyi bahan ini adalah 0,65.
Karakteristik dari serapan bunyi bervariasi terhadap frekuensi. Efisiensi
dari serapan bunyi dinyatakan dalam bilangan antara 0 dan 1. Nilai koefisien
serapan 0 menyatakan tidak ada energi bunyi yang diserap dan nilai koefisien
serapan 1 menyatakan serapan yang sempurna (Hassal and Zaveri, 1988)
Dalam kepustakaan akustik arsitektur dan pada lembaran informasi yang
diterbitkan oleh pabrik-pabrik dan penyalur, bahan akustik komersial kadang-
kadang dicirikan oleh koefisien reduksi bising (Noise Reduction Coefficient –
NRC), yang merupakan rata-rata dari koefisien penyerapan bunyi pada frekuensi
250, 500, 1000, dan 2000 Hz yang dinyatakan dalam kelipatan terdekat dari 0,05.
Nilai ini berguna dalam membandingkan penyerapan bunyi bahan-bahan akustik
komersial secara menyeluruh bila digunakan untuk tujuan reduksi bising (Doelle,
1986).
Bila bunyi menumbuk suatu permukaan, maka ia dipantulkan atau diserap.
Energi bunyi yang diserap oleh oleh lapisan penyerap sebagian diubah menjadi
panas, tetapi sebagian besar ditransmisikan ke sisi lain lapisan tersebut, kecuali
bila transmisi tadi dihalangi oleh penghalang yang berat dan kedap. Dengan
perkataan lain penyerap bunyi yang baik adalah pentransmisi bunyi yang efisien
dan arena itu adalah insulator bunyi yang tidak baik. Sebaliknya dinding insulasi
bunyi yang efektif akan menghalangi transmisi bunyi dari satu sisi ke sisi lain.
Bahan-bahan dan kontruksi penyerap bunyi dapat dipasang pada dinding ruang
ataupun digantung di udara (Doelle, 1986). Bahan-bahan tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Bahan berpori, seperti papan serat (fiber board), plesteran lembut, mineral
wools, dan selimut isolasi, memiliki karakteristik dasar suatu jaringan seluler
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
dengan pori-pori yang saling berhubungan. Energi bunyi datang diubah
menjadi energi panas dalam pori-pori ini. Bahan-bahan selular, dengan sel
yang tertutup dan tidak saling berhubungan seperti damar busa, karet selular,
dan gelas busa, adalah penyerap bunyi yang buruk. Penyerap berpori
mempunyai karakteristik penyerapan bunyinya lebih efisien pada frekuensi
tinggi dibandingkan pada frekuensi rendah dan efisiensi akustiknya membaik
pada jangkauan frekuensi rendah dengan bertambahnya tebal lapisan penahan
yang padat dan dengan bertambahnya jarak dari lapisan penahan ini. Bahan
berpori ini antara lain ubin selulosa, serat mineral, serat-serat karang (rock
wool), serat-serat gelas (glass wool), serat-serat kayu, lakan (felt), rambut,
karpet, kain dan sebagainya.
b. Penyerap panel atau selaput merupakan penyerap frekuensi rendah yang
efisien. Bila dipilih dengan benar, penyerap panel mengimbangi penyerapan
frekuensi sedang dan tinggi yang agak berlebihan oleh penyerap-penyerap
berpori dan isi ruang. Jadi penyerap ruang menyebabkan karakteristik
dengung yang serba sama pada seluruh jangkauan frekuensi audio. Penyerap-
penyerap panel yang berperan pada penyerapan frekuensi rendah antara lain
panel kayu dan hardboard, gypsum boards, langit-langit plesteran yang
digantung, plesteran berbulu, jendela, kaca, dan pintu. Bahan-bahan yang
berpori yang diberi jarak dari lapisan penunjangnya yang padat juga berfungsi
sebagai penyerap panel yang bergetar dan menunjang penyerapan pada
frekuensi rendah.
c. Resonator rongga (Helmholtz) merupakan penyerap bunyi yang terdiri dari
sejumlah udara tertutup yang dibatasi dinding-dinding tegar dan dihubungkan
oleh celah sempit ke ruang sekitarnya, di mana gelombang bunyi merapat.
Nilai koefisien serapan bunyi untuk material-material tertentu ditampilkan
pada tabel 2.11.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
Tabel 2.11 Koefisien serapan bunyi pada bahan bangunan umum
Material Koefisien Absorpsi (α)
250 Hz 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz Batu 0,03 0,03 0,04 0,05 Beton 0,01 0,02 0,02 0,02 Glass - Large panes of heavy plate glass - Stardard window
0,06 0,25
0,04 0,18
0,03 0,12
0,02 0,07
Gypsum board, ½ in. 0,1 0,05 0,04 0,07 Plasters - Gypsum - Pada bilah, atas ruang udara atau
pada balok/ tiang
0,01 0,3
0,02 0,15
0,03 0,10
0,04 0,05
Plywood panels 0,3 0,1 0,09 0,09 Karpet, berat pada beton 0,06 0,14 0,37 0,6 Tirai, tergantung lurus, dipasang pada dinding
0,03 0,04 0,11 0,17
Lantai beton atau teraso - Linoleum, vinyl, karet atau lantai
gabus pada beton - Kayu
0,01 0,03
0,11
0,015 0,03
0,10
0,02 0,03
0,07
0,02 0,03
0,06
Panel kayu ½ in. 0,25 0,20 0,17 0,15 Polyurethane foam 0,07 0,1 0,2 0,45
Sumber : Lewis and Douglas, 1994
Menurut ISO 11654, koefisien serap bising diklasifikasikan sebagai berikut
Tabel 2.12 Pengklasifikasian serapan bising
Sound absorption classes αw A 0,90; 0,95; 1,00 B 0,80; 0,85 C 0,60; 0,65; 0,70; 0,75 D 0,30; 0,35; 0,40; 0,45; 0,50; 0,55 E 0,25; 0,20; 0,15
Not classified 0,10; 0,05; 0,00 Sumber : ISO 11654, 1997
2.3.2. Pemasangan dan Distribusi Bahan-Bahan Penyerap
Karakteristik penyerapan bunyi tidak boleh dianggap seperti sifat intrinsik
bahan-bahan akustik, tetapi sebagai suatu segi yang sangat tergantung pada sifat-
sifat fisik, detail pemasangan dan kondisi lokal. Tidak ada tipe cara pemasangan
tertentu yang dapat dikatakan sebagai pemasangan optimum untuk setiap
pemasangan. Bermacam-macam perincian yang harus diperhatikan secara
serentak yaitu tentang sifat-sifat bahan akustik, kekuatan, susunan (texture)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
permukaan, dan lokasi dinding-dinding ruang di mana bahan akustik akan
dipasang, ruang yang tersedia untuk lapisan permukaan tersebut, waktu yang
dibutuhkan untuk pekerjaan itu, kemungkinan penggantian di waktu yang akan
datang, biaya dan lain-lain (Doelle, 1986).
2.3.3. Pemilihan Bahan Penyerap Bunyi
Bahan-bahan akustik dimaksudkan untuk mengkombinasikan fungsi
penyerapan bunyi dan penyelesaian interior, maka dalam pemilihan lapisan
akustik sejumlah pertimbangan di luar segi akustik juga harus diperhatikan.
Perincian berikut ini harus diperiksa dalam pemilihan lapisan-lapisan penyerap
bunyi yaitu mengenai koefisien penyerapan bunyi pada frekuensi-frekuensi wakil
jangkauan frekuensi audio, penampilan (ukuran, tepi, sambungan, warna,
jaringan), daya tahan terhadap kebakaran dan hambatan terhadap penyebaran api,
biaya instalasi, kemudahan instalasi, keawetan (daya tahan terhadap tumbukan,
luka-luka mekanis, dan goresan), pemantulan cahaya, ketebalan dan berat, nilai
insulasi termis, daya tarik terhadap kutu, kutu busuk, jamur, kemungkinan
penggantiannya dan kebutuhan serentak akan insulasi bunyi yang cukup (Doelle,
1986).
Jenis bahan peredam suara yang sudah ada yaitu bahan berpori, resonator
dan panel (Lee, and Changwhan 2003). Dari ketiga jenis bahan tersebut, bahan
berporilah yang sering digunakan. Khususnya untuk mengurangi kebisingan pada
ruang-ruang yang sempit seperti perumahan dan perkantoran. Hal ini karena
bahan berpori relatif lebih murah dan ringan dibanding jenis peredam lain (Lee,
and Changwhan 2003). Material yang telah lama digunakan pada peredam suara
jenis ini adalah glasswool dan rockwool.
2.3.4. Pengaruh bising dan Pengukuran Bising
Bising yang cukup keras, di atas sekitar 75 dB, dapat menyebabkan
kegelisahan, kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan
masalah peredaran darah. Bising yang sangat keras, di atas 85 dB, dapat
menyebabkan kemunduran yang serius pada kesehatan seseorang pada umumnya,
dan bila berlangsung lama, kehilangan pendengaran sementara atau permanen
dapat terjadi. Bising yang berlebihan dan berkepanjangan terlihat dalam masalah-
masalah kelainan seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan luka perut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
Tabel 2.13 Singkap bising yang diijinkan seperti yang dinyatakan dalam Walsh-
Healay Public Contracts Act (United States)
Sumber : Doelle, 1986
Tabel 2.14 Kriteria bising latar belakang yang direkomendasi untuk ruang-ruang Jenis ruang Bilangan NC
Ruang konser 15-20 Studio radio atau studio rekaman 15-20
Rumah opera 20 Panggung sandiwara 20-25
Ruang musik 20-25 Studio televisi 20-25
Kantor eksekutif 20-30 Ruang kelas atau ruang kuliah 25
Studio film 25 Ruang konferensi 25-30
Tempat ibadah 25-30 Ruang pengadilan 25-30
Ruang pertemuan atau auditorium sekolah 25-35 Rumah 25-35 Hotel 25-35
Teater film 30 Rumah sakit 30
Kantor semi pribadi 30-35 Perpustakaan 30-35 Kantor bisnis 35-45 Rumah makan 35-50 Ruang gambar 40-45 Ruang olahraga 45-50
Ruang ketik atau akuntansi 45-60 Stadion besar 50
Sumber : Doelle, 1986
Durasi, per hari jam Tingkat bunyi Db-a 8 90 6 92 4 95 3 97 2 100
1½ 102 1 105 ½ 110
¼ atau kurang 115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
2.3.5. Desain Akustik
Desain akustik ruangan tertutup pada intinya adalah mengendalikan
komponen suara langsung dan pantul, dengan cara menentukan karakteristik
akustik permukaan dalam ruangan (lantai, dinding dan langit-langit) sesuai
dengan fungsi ruangannya. Ada ruangan yang karena fungsinya memerlukan lebih
banyak karakteristik serap (studio, home theater, dll) dan ada yang memerlukan
gabungan antara serap dan pantul yang berimbang (auditorium, ruang kelas, dsb).
Dengan mengkombinasikan beberapa karakter permukaan ruangan, seorang
desainer akustik dapat menciptakan berbagai macam kondisi mendengar sesuai
dengan fungsi ruangannya, yang diwujudkan dalam bentuk parameter akustik
ruangan (Sarwono, 2008).
Karakteristik akustik permukaan ruangan pada umumnya dibedakan atas
(Sarwono, 2008):
· Bahan penyerap suara (absorber) yaitu permukaan yang terbuat dari material
yang menyerap sebagian atau sebagian besar energi suara yang datang
padanya, misalnya glasswool, mineral wool, foam. Bahan ini bisa berwujud
sebagai material yang berdiri sendiri atau digabungkan menjadi sistem
absorber (fabric covered absorber, panel absorber, grid absorber, resonator
absorber, perforated panel absorber, acoustic tiles, dsb).
· Bahan pemantul suara (reflector) yaitu permukaan yang terbuat dari material
yang bersifat memantulkan sebagian besar energi suara yang datang
kepadanya. Pantulan yang dihasilkan bersifat spekular (mengikuti kaidah
Snelius yaitu sudut datang = sudut pantul). Contoh bahan ini misalnya
keramik, marmer, logam, aluminium, gypsum board, beton, dsb.
· Bahan penyebar suara (diffusor) yaitu permukaan yang dibuat tidak merata
secara akustik yang menyebarkan energi suara yang datang kepadanya,
misalnya QRD diffuser, BAD panel, diffsorber dsb.
2.4 Bahan-bahan Penyusun Komposit
Komposit core ini berbasis limbah kertas HVS dengan variasi pencampur
serabut kelapa dan sekam padi serta perekat lem kanji dan lem putih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
2.4.1. Kertas
Kertas (paper) berasal dari bahasa Yunani yang ditujukan untuk
penyebutan material media menulis yang disebut papyrus. Kertas terbuat dari
serat tumbuhan yang digabungkan menjadi lembaran-lembaran. Pada awal
pembuatannya, kertas dibuat dari kapas. Saat ini kertas dapat dibuat dari kulit
kayu. Kertas adalah bahan tipis dan rata yang dihasilkan dengan kompresi serat
yang berasal dari pulp. Pulp terdiri dari serat-serat (selulosa dan hemiselulosa)
sebagai bahan baku kertas. Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku
berserat (kayu maupun non kayu) melalui berbagai proses pembuatannya
(Sidharta dan Indrawati, 2009).
Miasa dan Sriwijaya (2004) dalam penelitiannya mengenai sifat akustik
penghalang kebisingan dari kertas dan plastik, menyatakan bahwa peredam
kebisingan buatan dari kertas dan plastik (termasuk di dalamnya kertas dan plastik
bekas) mempunyai kemampuan meredam kebisingan lebih baik daripada tanaman
dengan kemampuan hambatan aliran dapat diatur.
Bahan baku pembuatan kertas adalah selulosa yang diberi perlakuan kimia,
dibilas, diuraikan, dipucatkan, dibentuk menjadi lembaran setelah pressing dan
dikeringkan. Kayu terdiri dari 50% selulosa, 30% lignin dan bahan bersifat
adhesif di lamela tengah, 20% karbohidrat berupa xylan, resin dan tanin. Jenis
kayu dan lembaran akhir kertas yang di inginkan sangat menentukan cara
pembuatan kertas. Pada pembuatan kertas dengan bahan baku berupa kayu
terlebih dahulu dibuat menjadi pulp (Julianti, 2006)
Selulosa merupakan senyawa polisakarida yang terdapat banyak di alam.
Bobot molekulnya tinggi, strukturnya teratur berupa polimer yang linear terdiri
dari unit ulangan β-D-glukopiranosa. Karakteristik selulosa antara lain muncul
karena adanya struktur kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril dan
fibril yang pada akhirnya menjadi serat selulosa. (Anonim, 2002)
Selulosa merupakan senyawa organik yang terdapat pada dinding sel
bersama lignin berperan dalam mengokohkan struktur tumbuhan. Selulosa pada
kayu umumnya berkisar 40-50%. Selulosa tersusun atas glukosa dan lazim disebut
sebagai serat dan merupakan polikasarida terbanyak. Selulosa banyak terdapat
pada dinding sel tanaman, alga, dan jamur. Penggunaan dalam industri, selulosa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-22
dapat digunakan sebagai bahan pembuatan pulp dan kapas yang akan
memproduksi kertas dan karton. Selulosa tidak mempunyai rasa dan bau, bersifat
hidrofilik, tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik, serta dapat
terbiodegradasi (Anonim, 2002).
Sifat-sifat selulosa tergantung pada derajat polimerisasi rantai panjang,
jumlah unit glukosa yang terbentuk pada molekul polimer. Selulosa pada pulp
kayu mempunyai panjang rantai antara 300 sampai 1700 unit, kapas dan serat
tumbuhan lain hampir sama dengan selulosa bakterial mempunyai panjang rantai
berkisar antara 800 sampai 10.000 unit. Molekul rantai panjang yang sangat kecil
yang diperoleh dari pemecahan selulosa disebut xelodekstrin. Xelodekstrin larut
dalam air dan pelarut organik. (www.wikipedia.com)
Serat selulosa juga dapat dapat menyerap air dan memiliki regangan
(Sidharta dan Indrawati, 2009). Sedangkan kelebihan serat selulosa yang lain
sebagai berikut (Je Audible Music, 2009) :
1) Memiliki daya serap yang tinggi terhadap suara yaitu NRC mencapai 0,9
sehingga mampu menyerap reveberation (gema/gaung) dengan optimal.
2) Memiliki kepadatan massa jenis mencapai 80kg/m3 sehingga mampu
menghalangi suara dengan sangat baik.
3) Tidak merambatkan api seperti pada umumnya bahan insulasi.
4) Aman bagi kesehatan, tidak menyebabkan carcinogen (kanker) atau alergi.
5) Tidak berjamur.
6) Serangga, tikus, ngengat dan sejenisnya tidak akan tinggal pada material.
Hemiselulosa merupakan suatu polisakarida lain yang terdapat dalam
tanaman dan tergolong senyawa organik. Degradasi hemiselulosa dalam asam
lebih tinggi dibandingkan dengan delignifikasi, dan hidrolisis dalam suasana basa
tidak semudah dalam suasana asam menyatakan bahwa adanya hemiselulosa
mengurangi waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melunakkan serat dalam
proses mekanis dalam air. Hemiselulosa bersifat sebagai pendukung dinding sel
dan berlaku sebagai perekat antar sel tunggal yang terdapat di dalam tanaman
lainnya. Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan
antar serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat
tunggal. (Sungai, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-23
2.4.2. Serabut Kelapa
Serabut kelapa merupakan salah satu hasil sampingan dari buah kelapa
yang berupa serat-serat kasar. Sabut kelapa menyusun sekitar 35% dari total bobot
buah. Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai coco
fiber, coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil
pengolahan sabut kelapa. Secara tradisional serat sabut kelapa hanya
dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga
lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen
untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi
bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan
hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat
sabut kelapa diproses untuk dijadikan coir fiber sheet yang digunakan untuk
lapisan kursi mobil, spring bed dan lain-lain (PPUK BI).
Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous
acid, gas, arang, ter, tannin, dan potasium. Salah satu produk yang dapat diolah
dari tanaman kelapa adalah serabut kelapa. Namun saat ini pemanfaatan serabut
kelapa masih sangat kurang di kalangan masyarakat. Hal ini diakibatkan
kurangnya pemahaman tentang nilai ekonomi produk ini. Disisi lain teknologi dan
informasi pasar tentang serabut kelapa belum banyak diketahui oleh masyarakat.
Produk primer dari pengolahan sabut kelapa terdiri atas serat (serat panjang),
bristle (serat halus dan pendek), dan debu sabut. Serat dapat diproses menjadi
serat berkaret, matras, geotextile, karpet, dan produk-produk kerajinan/industri
rumah tangga. Matras dan serat berkaret banyak digunakan dalam industri jok,
kasur, dan pelapis panas (Rindengan dkk., 1995).
Sabut kelapa memiliki beberapa sifat yaitu tahan lama, kuat terhadap
gesekan dan tidak mudah patah, tahan terhadap air (tidak mudah membusuk),
tahan terhadap jamur dan hama (Ulfa, 2006). Selain itu, sabut kelapa juga
mempunyai kelebihan dapat menahan kandungan air dan potensial
didayagunakan sebagai adsorben (penyerap) polutan logam berat yang sangat
berbahaya bagi manusia (Faozi, 2009). Kelebihan serat serabut kelapa (coir fiber)
menurut Choir Institute yang terdapat di www.rumahsabut.com yaitu, 1) anti
ngengat, tahan terhadap jamur dan membusuk, 2) memberikan insulasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-24
sangat baik terhadap suhu dan suara, 3) tidak mudah terbakar, 4) flame-retardant,
5) tidak terkena oleh kelembaban dan kelembaban, 6) alot dan tahan lama, 7)
resilient, mata kembali ke bentuk konstan bahkan setelah digunakan., 8) totally
statis, 9) mudah dibersihkan, 10) mampu menampung air 3x dari beratnya, 11)
sabut 15 kali lebih lama daripada kapas untuk rusak, 12) sabut tujuh kali lebih
lama dari rami untuk rusak, dan 13) sabut geotextiles adalah 100% bio-degradable
dan ramah lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri Menado (1996) diketahui bahwa papan partikel yang
dibuat dari serbuk sabut kelapa dengan variasi kadar perekat pada berbagai
kerapatan, karakteristik sifat daya serap airnya sangat berbeda dengan sifat daya
serap air papan partikel yang terbuat dari kayu, yaitu sifat daya serap airnya antara
3,5 sampai 5,5 kali dari beratnya, sedangkan untuk sifat daya serap oli nilainya
berkisar antara 2,5 sampai 4 kali dari beratnya. Berdasarkan sifat penyerapan air
dan oli yang tinggi ini memungkinkan pemanfaatan produk papan partikel yang
terbuat dari serbuk sabut kelapa ini dapat digunakan sebagai bahan penyerap air
atau oli. Disamping itu dapat juga digunakan sebagai pengganti papan busa
sebagai bahan pembungkus anti pecah yang ramah lingkungan karena bahan ini
kemungkinan besar dapat terdekomposisi secara alami.
Banyaknya pemanfaatan sabut kelapa tersebut karena produk olahan sabut
kelapa mudah dan murah, juga karena akibat semakin mahalnya pembuatan busa
sintetis, sehingga dicari alternatif pengganti busa. Selain itu produk olahan sabut
kelapa juga digunakan untuk bahan geoteks, pada lapangan golf, media tanaman,
produk pot bunga, dan lain-lain. Serabut kelapa atau serat dari buah kelapa
merupakan serat yang unik, karena satu-satunya serat komersial yang berasal dari
buah dan mempunyai sifat yang unik pula, yaitu mempunyai sifat mulur yang
menakjubkan dan tahan terhadap mikroba, sehingga merupakan material yang
berguna untuk berbagai kegiatan maritim. Selain itu bahan ini cocok untuk atap,
hardboard, bahan penahan panas, dan sebagainya (Bhat). Menurut Eddy dan
Shinagawa (1982) kandungan kimia dalam sabut kelapa adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-25
Tabel 2.15 Kandungan kimia sabut kelapa
Sumber : Eddy dan Shinagawa, 1982
Lignin adalah suatu polimer komplek dengan berat molekul tinggi (terdiri
dari satuan fenil propana) dimana sifat senyawa ini sangat stabil dan sulit untuk
dipisahkan. Lignin bersama hemiselulosa membentuk lem alami yang menjadi
perekat yang membuat kokoh sifat mekanik kayu. Jumlah lignin yang terdapat
dalam tumbuhan yang berbeda sangat bervariasi. Lignin terdapat dalam lamela
tengah dan dinding sel yang berfungsi sebagai perekat antar serat (Wardrop,
1971).
2.4.3. Sekam Padi
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri
dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses
penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa
atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat
digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak
dan energi atau bahan bakar. Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 125
kg/m3, dengan nilai kalori 3.300 kkal/ kg sekam. Proses penggilingan gabah akan
menghasilkan 16-28% sekam (Nugraha dan Setiawati, 2006). Ditinjau data
komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.16 Komposisi kimia sekam padi
Komponen Kandungan (%) Menurut Suharno
Jenis Analisis Serat Debu Abu 4,49 5,62 Si 02 0,74 0,57 Sari 6,62 6,7
Lignin 37,8 43,04 C & B selulosa 49,62
Alfaselulosa 33,74 Pentosan 15,63 11,51
Kelarutan Air panas 12,51 22,16 Kelarutan air dingin 10,29 17,22
Kelarutan Na OH 1% 34,78 45,57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-26
Kadar air Protein kasar
Lemak Serat kasar
Abu Karbohidrat kasar
9,02 3,03 1,18 35,68 17,71 33,17
Menurut DTC-IPB Karbon (zat arang)
Hidrogen Oksigen
Silika (SiO2)
1,33 1,54 33,64 16,98
Sumber: Nugraha dan Setiawati, 2006 Dengan komposisi kandungan kimia seperti tersebut pada tabel di atas,
sekam dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya: (a) sebagai
bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia, (b) sebagai bahan
baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat
digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-
board dan campuran pada industri bata merah, (c) sebagai sumber energi panas
pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat
memberikan pembakaran yang merata dan stabil (Nugraha dan Setiawati, 2006).
Komponen utama sekam ialah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Masalah yang
sering dihadapinya untuk menjadi pengisi yang baik ialah penyerapannya terhadap
kelembapan. Tabel 2.16 menunjukkan kandungan kimia yang terdapat dalam
sekam (Lauricio, 1987) dan tabel 2.17 menunjukkan analisis sampel sekam padi
dalam % (Grist, 1975).
Tabel 2.17 Kandungan kimia sekam padi
Kandungan % berdasarkan berat Protein mentah 1,5 – 7,0 Gentian mentah 31,5 – 50,0 Nitrogen 24,5 – 38,8 Selulosa 16,0 – 22,0 Lignin 20,0 – 27,5 Pentosan 31,5 – 50,0 Lemak mentah 0,05 – 3,0 Abu 15,0 – 30,0
Sumber: Lauricio, 1987
Tabel 2.18 Analisis sampel sekam padi dalam %
Komposisi % Silika (SiO2) 94.50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-27
Kalsium oksida (CaO) 0.25 Magnesium oksida (MgO) 0.23 Sodium oksida (Na2O) 0.78 Kalium oksida (K2O) 1.10 Ferrik oksida (Fe2O3) sedikit P2O5 0.53 Aluminium dan Manganes Oksida sedikit
Sumber: Grist, 1975
Disebabkan oleh ciri kasar (abrasive), nilai nutrisi yang lemah, dan
kandungan abu yang tinggi, hanya sedikit kulit sekam padi yang boleh dilupuskan
bagi aplikasi yang bernilai rendah seperti “chicken litter”, “juice pressing aid” dan
“animal roughage”. Sekam padi yang selebihnya akan dimusnahkan dan biasanya
dibakar secara terbuka di kawasan lapang. Pembakaran tersebut banyak dilakukan
tetapi sekiranya tidak dilakukan dengan betul, ia akan memberikan masalah
pencemaran yang kritis (Houston, 1972).
2.4.4. Perekat Lem Kanji (cassava starch)
Perekat adalah suatu substansi yang dapat mengikat bahan bersama
melalui permukaannya. Bahan yang diikat dinamakan substrat atau adherent.
Bahan perekat yang lebih tua (kolagen, tepung, dekstrin, kasein, karet, resin
plastik dan lain-lain), diambil dari bahan alami. Banyak perekat organik dan
modifikasinya masih digunakan secara luas sampai saat ini. Berbagai macam
perekat sintetis (misal PVC) merekat dengan cara evaporasi
(www.duraposita.com).
Adhesive atau lem atau juga sering disebut perekat merupakan suatu bahan
yang digunakan untuk menyatukan dua benda yang sejenis, maupun yang tidak
sejenis bersama dengan aksi permukaan, sehingga kedua benda tersebut bisa
bertahan terhadap aksi pemisahan (Dika, 2009). Perekat juga mempunyai
kemampuan untuk mengurangi kemampuan kertas menghisap bahan-bahan cair
dan bahan kanji untuk meningkatkan kekuatan kertas (www.lapis.or.id).
Lem kanji berasal dari tepung pati kanji. Tepung ini mudah diperoleh dan
memiliki harga yang tidak terlalu mahal. Cara untuk membuat lem kanji ini adalah
dengan mencampur tepung pati kanji dengan air menggunakan perbandingan air:
tepung kira-kira sebesar 1:5. Kemudian campuran tersebut dimasak dan diaduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-28
terus sampai merata sehingga menjadi lem yang ditandai dengan berubahnya
warna campuran menjadi bening (Widjaja, 2005).
Kanji yang sudah dijadikan lem akan berubah dalam bentuk gel. Gel adalah
koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair). Penggunaan kanji sendiri
mempunyai beberapa karakteristik yang baik antara lain; viskositas rekat tinggi,
kejernihan tinggi dan stabilitas pembekuan tinggi (Kristanto, 2007)
Widjaja (2005) dalam penelitiannya tentang perencanaan dan pembuatan
mesin untuk bahan bakar briket dari serbuk gergaji kayu membuat lem kanji
dengan cara memasak campuran pati kanji yang telah dicampur dengan air dengan
perbandingan antara massa kanji : massa air sebesar 1:5. Setelah dicampurkan,
kemudian dimasak dengan api sedang hingga warna berubah menjadi bening.
2.4.5. Perekat Lem Putih
Polivinil asetat (PVAc) atau dapat disebut juga lem putih yang digunakan
sebagai lem kayu dan kertas merupakan salah satu produk jenis polimer emulsi.
Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu
monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan di dalam air dengan
perubahan surfaktan untuk membentuk suatu produk polimer emulsi yang bisa
disebut lateks. Lateks didefinisikan sebagai dispersi koloidal dari partikel polimer
dalam medium air. Bahan utama di dalam polimerisasi emulsi selain dari
monomer dan air adalah surfaktan, inisiator, dan zat pengalih rantai (Siregar,
2004).
Produk-produk polimer emulsi ini merupakan bahan yang banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai jenis sektor industri.
Dalam industri tekstil sebagai macam emulsi digunakan dalam proses
pengkanjian (sizing), pencapan (printing), dan penyempurnaan (finishing). Dalam
industri cat tembok berbagai macam polimer emulsi digunakan sebagai pengikat
dan pengental. Polimer emulsi digunakan sebagai perekat dalam industri kayu
lapis dan pengerjaan furniture selain itu sifat khusus dari beberapa kopolimer
emulsi yang lengket terhadap aksi tekanan merupakan suatu sarana bagi
penggunaan material tersebut sebagai lem striker dan lem celorape yang dikenal
dengan lem peka tekanan (Siregar, 2004) Polivinil asetat adalah suatu polimer
karet sintesis. Polivinil asetat dibuat dari monomernya, vinil asetat (vinyl acetate
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-29
monomer, VAM). Senyawa ini ditemukan di Jerman oleh Dr. Flitz Klatte pada
1912.
2.5 Desain Eksperimen
Desain eksperimen merupakan langkah-langkah lengkap yang perlu diambil
jauh sebelum eksperimen dilakukan agar supaya data yang semestinya diperlukan
dapat diperoleh sehingga akan membawa kepada analisis objektif dan kesimpulan
yang berlaku untuk persoalan yang sedang dibahas. (Sudjana, 1997).
An experiment is a test of tests in wihch purposeful changes are made to the
input variables of a process or system so that we may observe and identify the
reasons for changes that may be observed in the output response. (Montgomery,
1997).
Beberapa istilah atau pengertian yang perlu diketahui dalam desain
eksperimen (Sudjana, 1997; Montgomery, 1997):
a. Experimental unit (unit eksperimen)
Objek eksperimen dimana nilai-nilai variabel respon diukur.
b. Variabel respon (effect)
Disebut juga dependent variable atau ukuran performansi, yaitu output yang
ingin diukur dalam eksperimen.
c. Faktor
Disebut juga independent variable atau variabel bebas, yaitu input yang
nilainya akan diubah-ubah dalam eksperimen.
d. Level (taraf)
Merupakan nilai-nilai atau klasifikasi-klasifikasi dari sebuah faktor. Taraf
(levels) faktor dinyatakan dengan bilangan 1, 2, 3 dan seterusnya. Misalkan
dalam sebuah penelitian terdapat faktor-faktor :
a = jenis kelamin
b = cara mengajar
Selanjutnya taraf untuk faktor a adalah 1 menyatakan laki-laki, 2 menyatakan
perempuan (a1, a2). Bila cara mengajar ada tiga, maka dituliskan dengan b1,
b2, dan b3.
e. Treatment (perlakuan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-30
Sekumpulan kondisi eksperimen yang akan digunakan terhadap unit
eksperimen dalam ruang lingkup desain yang dipilih. Perlakuan merupakan
kombinasi level-level dari seluruh faktor yang ingin diuji dalam eksperimen.
f. Replikasi
Pengulangan eksperimen dasar yang bertujuan untuk menghasilkan taksiran
yang lebih akurat terhadap efek rata-rata suatu faktor ataupun terhadap
kekeliruan eksperimen.
g. Faktor Pembatas/ Blok (Restrictions)
Sering disebut juga sebagai variabel kontrol (dalam Statistik Multivariat) yaitu
faktor-faktor yang mungkin ikut mempengaruhi variabel respon tetapi tidak
ingin diuji pengaruhnya oleh eksperimenter karena tidak termasuk ke dalam
tujuan studi.
h. Randomisasi
Yaitu cara mengacak unit-unit eksperimen untuk dialokasikan pada
eksperimen. Metode randomisasi yang dipakai dan cara mengkombinasikan
level-level dari fakor yang berbeda menentukan jenis disain eksperimen yang
akan terbentuk.
i. Kekeliruan eksperimen
Merupakan kegagalan daripada dua unit eksperimen identik yang dikenai
perlakuan untuk memberi hasil yang sama.
Langkah-langkah dalam setiap proyek eksperimen secara garis besar terdiri
atas tiga tahapan, yaitu planning phase, design phase dan analysis phase. (Hicks,
1993).
1. Planning Phase
Tahapan dalam planning phase adalah :
a. Membuat problem statement sejelas-jelasnya.
b. Menentukan variabel bebas (dependent variables), yaitu efek yang ingin
diukur, sering disebut sebagai kriteria atau ukuran performansi.
c. Menentukan independent variables.
d. Menentukan level-level yang akan diuji, tentukan sifatnya, yaitu :
· Kualitatif atau kuantitatif
· Fixed atau random
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-31
e. Tentukan cara bagaimana level-level dari beberapa faktor akan
dikombinasikan (khusus untuk eksperimen dua faktor atau lebih).
2. Design Phase
Tahapan dalam design phase adalah :
a. Menentukan jumlah observasi yang diambil.
b. Menentukan urutan eksperimen (urutan pengambilan data).
c. Menentukan metode randomisasi.
d. Menentukan model matematik yang menjelaskan variabel respon.
e. Menentukan hipotesis yang akan diuji.
3. Analysis Phase
Tahapan dalam analysis phase adalah :
a. Pengumpulan dan pemrosesan data.
b. Menghitung nilai statistik-statistik uji yang dipakai.
c. Menginterpretasikan hasil eksperimen.
2.5.1 Faktorial Eksperimen
Eksperimen faktorial digunakan bilamana jumlah faktor yang akan diuji
lebih dari satu. Eksperimen faktorial adalah eksperimen dimana semua (hampir
semua) taraf (levels) sebuah faktor tertentu dikombinasikan dengan semua
(hampir semua) taraf (levels) faktor lainnya yang terdapat dalam eksperimen.
(Sudjana, 1997).
Di dalam eksperimen faktorial, bisa terjadi hasilnya dipengaruhi oleh lebih
dari satu faktor, atau dikatakan terjadi interaksi antar faktor. Secara umum
interaksi didefinisikan sebagai ‘perubahan dalam sebuah faktor mengakibatkan
perubahan nilai respon, yang berbeda pada tiap taraf untuk faktor lainnya, maka
antara kedua faktor itu terdapat interaksi’ (Sudjana, 1997).
2.5.2 Pengujian Asumsi-Asumsi ANOVA
Apabila menggunakan analisis variansi sebagai alat analisis data
eksperimen, maka seharusnya sebelum data diolah, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi ANOVA untuk menguji apakah asumsi-asumsi ANOVA telah terpenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-32
atau belum. Uji yang dilakukan dapat berupa uji homogenitas variansi, dan
independensi, terhadap data hasil eksperimen. (Sudjana, 1997).
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap keseluruhan data hasil observasi, dengan
tujuan untuk mengetahui apakah data hasil observasi tersebut berdistribusi secara
normal atau tidak. Untuk memeriksa apakah populasi berdistribusi normal atau
tidak, dapat ditempuh uji normalitas dengan menggunakan metode lilliefors
(kolmogorov-smirnov yang dimodifikasi), atau dengan normal probability –plot.
(Sudjana, 1997).
Pemilihan uji lilliefors sebagai alat uji normalitas didasarkan oleh :
a. Uji lilliefors adalah uji kolmogorov-smirnov yang telah dimodifikasi dan
secara khusus berguna untuk melakukan uji normalitas bilamana mean dan
variansi tidak diketahui, tetapi merupakan estimasi dari data (sampel). Uji
kolmogorov-smirnov masih bersifat umum karena berguna untuk
membandingkan fungsi distribusi kumulatif data observasi dari sebuah
variabel dengan sebuah distribusi teoritis, yang mungkin bersifat normal,
seragam, poisson, atau exponential.
b. Uji lilliefors sangat tepat digunakan untuk data kontinu, jumlahnya kurang
dari 50 data, dan data tidak disusun dalam bentuk interval (bentuk frekuensi).
Apabila data tidak bersifat seperti di atas maka uji yang tepat untuk digunakan
adalah khi-kuadrat. (Miller, 1991).
c. Uji lilliefors terdapat di software SPSS yang akan membantu mempermudah
proses pengujian data sekaligus bisa mengecek hasil perhitungan secara
manual.
2. Uji homogenitas
Uji homogenitas bertujuan menguji apakah variansi error dari tiap level atau
perlakuan bernilai sama. Uji homogenitas dilakukan secara berpasangan antara
variabel respon dengan masing-masing faktor. Tujuan dari pengujian ini adalah
untuk memastikan bahwa variansi nilai dependent variable tidak
terkonsentrasi/terkumpul pada level tertentu dari independent variable. Alat uji
yang sering dipakai adalah uji bartlett. Namun uji bartlett dapat dilakukan setelah
uji normalitas terlampaui. Untuk menghindari adanya kesulitan dalam urutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-33
proses pengolahan, maka alat uji yang dipilih adalah uji levene test. Uji levene
dilakukan dengan menggunakan analisis ragam terhadap selisih absolut dari setiap
nilai pengamatan dalam sampel dengan rata-rata sampel yang bersangkutan.
(Sudjana, 1997)
3. Uji Independensi
Salah satu upaya mencapai sifat independen adalah dengan melakukan
pengacakan terhadap observasi. Namun demikian, jika masalah acak ini diragukan
maka dapat dilakukan pengujian dengan cara memplot residual versus urutan
pengambilan observasinya. Hasil plot tersebut akan memperlihatkan ada tidaknya
pola tertentu. Jika ada pola tertentu, berarti ada korelasi antar residual atau error
tidak independen. Apabila hal tersebut terjadi, berarti pengacakan urutan
eksperimen tidak benar (eksperimen tidak terurut secara acak) (Sudjana, 1997).
2.5.3 Analysis of Variance (ANOVA)
Analysis of Variance (ANOVA) merupakan metode untuk menguji
hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel
independen. Misalkan kita ingin mengetahui apakah pengalaman kerja
sebelumnya (variabel dependen) dipengaruhi oleh jabatan atau job category
(variabel independen). Hubungan antara satu variabel dependen dengan satu
variabel independen disebut One Way ANOVA. Pada kasus satu variabel
dependen dan dua atau tiga variabel independen sering disebut Two Ways
ANOVA dan Three Ways ANOVA.
ANOVA digunakan untuk mengetahui pengaruh utama (main effect) dan
pengaruh imteraksi (interaction effect) dari variabel independen (sering disebut
faktor) terhadap variabel dependen. Pengaruh utama atau main effect adalah
pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel dependen. Sedangkan
pengaruh interaksi adalah pengaruh bersama atau joint effect dua atau lebih
variabel independen terhadap variabel dependen.
Skema umum data sampel untuk desain eksperimen dapat dilihat pada
tabel 2.18 di bawah ini.
Tabel 2.19 Skema umum data sampel eksperimen faktorial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-34
Faktor C
Faktor A Jumla
h Rata-rata
1 2 3
Faktor B 1 2 1 2 1 2
1 Y1111 Y1211 Y2111 Y2211 Y3111 Y3211 Y1112 Y1212 Y2112 Y2212 Y3112 Y3212 Y1113 Y1213 Y2113 Y2213 Y3113 Y3213
Jumlah J1110 J1210 J2110 J2210 J3110 J3210 J1000
Rata-rata Y 1110 Y 1210 Y 2110 Y 2210 Y 3110 Y 3210 Y 1000
2 Y1121 Y1221 Y2121 Y2221 Y3121 Y3221 Y1122 Y1222 Y2122 Y2222 Y3122 Y3222 Y1123 Y1223 Y2123 Y2223 Y3123 Y3223
Jumlah J1120 J1220 J2120 J2220 J3120 J3220 J2000
Rata-rata Y 1120 Y 1220 Y 2120 Y 2220 Y 3120 Y 3220 Y 2000
3 Y1131 Y1231 Y2131 Y2231 Y3131 Y3231 Y1132 Y1232 Y2132 Y2232 Y3132 Y3232 Y1133 Y1233 Y2133 Y2233 Y3133 Y3233
Jumlah J1130 J1230 J2130 J2230 J3130 J3230 J3000
Rata-rata Y 1130 Y 1230 Y 2130 Y 2230 Y 3130 Y 3230 Y 3000
Jumlah
Total J1100 J1200 J2100 J2200 J3100 J3200 J0000
Rata-rata Total
Y 1100 Y 1200 Y 2100 Y 2200 Y 3100 Y 3200 Y 0000
Sumber : Sudjana, 1997
2.5.4 Uji Pembanding Ganda
Uji pembanding ganda dilakukan apabila ada hipotesis nol (H0) yang ditolak
atau terdapat perbedaan yang signifikan antar level faktor, blok, atau interaksi
faktor-faktor. Uji pembanding ganda bertujuan untuk menjawab manakah dari
rata-rata taraf perlakuan yang berbeda (Sudjana, 1997).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-35
Alat uji yang biasa digunakan adalah contras orthogonal, uji rentang
Student Newman-Keuls, uji Dunnett dan uji Scheffe. Apabila ingin menggunakan
uji contras orthogonal, maka pemakaian alat uji ini sudah harus ditentukan sejak
awal (sebelum eksperimen dilakukan), termasuk model perbandingan rata-rata
perlakuan. Adapun tiga alat uji lainnya dapat digunakan apabila perlu setelah hasil
pengolahan data menunjukkan adanya perbedaan yang berarti antar perlakuan
(Sudjana, 1997).
Uji Student Newman-Keuls (SNK) lebih tepat digunakan dibandingkan uji
dunnett ataupun scheffe, untuk melihat pada level mana terdapat perbedaan dari
suatu faktor yang dinyatakan berpengaruh signifikan oleh uji ANOVA. Pemilihan
uji dunnett atau scheffe tidak tepat untuk melihat pada level mana terdapat
perbedaan terhadap suatu faktor, karena uji dunnett hanya digunakan untuk
membandingkan suatu kontrol dengan perlakuan lainnya, sedangkan uji scheffe
lebih ditujukan untuk membandingkan antara dua kelompok perlakuan (bukan
level tunggal) (Sudjana, 1997).
2.6 Studi Pustaka
Stark and Rowlands (2002) mengungkapkan bahwa komposit yang
diperkuat serat tanaman, sifat-sifat mekanisnya akan meningkat secara linier
seiring dengan pertambahan persen berat serat. Karakteristik mekanik yang
meningkat adalah kekuatan tarik, kekuatan bending, serta kekuatan impak. Dalam
penelitiannya, Stark and Rowlands menggunakan komposit serat kayu-
polypropylene dengan fraksi berat 20% dan 40%.
Krzysik, dkk. (1997) meneliti tentang panel papan serat berdensitas sedang
yang terbuat dari 70% serat kayu dan 30% limbah serat kertas dengan 10% resin
phenolic dan 1,5% wax (lilin). Ketebalan yang diteliti yaitu 6 mm, 13 mm dan 19
mm. Nilai kekuatan bending terbesar berada pada ketebalan 6 mm yaitu sebesar
37,7 MPa dan telah memenuhi standar ANSI A208.2-1994 Exterior MDF yaitu
sebesar 34,5 MPa.
Eires and Jalali (2005) meneliti material yang terbuat dari kombinasi
komposisi selulosa rami dan bubur limbah kertas dari limbah kertas, dengan
bahan pengikat metakaolin dan lime tanpa tambahan semen. Hasilnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-36
mengindikasikan bahwa penggunaan komposisi limbah kertas yang lebih besar
akan meningkatkan kekuatan.
Oladele, dkk. (2009) meneliti komposit serat berpenguat semen untuk
aplikasi plafon. Serat Acanthus montanus dipotong 35-40 mm, kemudian
dicampur dengan limbah kertas, semen, dan air. Fraksi massa serat sebesar 0%,
2%, 4%, 6%, 8% dan 10%, sedangkan perbandingan semen dan limbah kertas
sebesar 70:30. Kekuatan bending terbesar pada massa serat 2% yaitu 1,352 MPa.
Yang, dkk. (2002) mencoba pembuatan komposit dari daur ulang limbah
kertas sebagai bahan finishing interior atau papan isolasi penyekat dengan
menggunakan bahan kimia anorganik ketahanan api FR-7 yang mempunyai fraksi
berat 10%, 15%, dan 20%. Kekuatan bending menurun seiring dengan kenaikan
FR-7.
Kim, dkk. (2009) meneliti tentang penggunaan jerami, sekam padi, dan
bubur kertas sebagai sampah industri yang digunakan untuk menambah nilai
manufaktur produk komposit. Penelitian ini menyelidiki efek sifat-sifat mekanik
dari penambahan jerami, sekam padi, dan bubur kertas untuk menggantikan
partikel kayu pada komposit dalam aplikasi manufaktur green pallet. Variasi
fraksi berat yang dilakukan adalah jerami 5 cm 0%, 5%, 10%, 20%, 25%, dan
30%; jerami 2 cm 0%, 5%, 10%, dan 20%; sekam padi 0%, 10%, dan 20%; serta
bubur kertas 10%, 15%, dan 20% yang dicampur dengan 65% resin UF sebagai
pengikat dan ditambahkan 10% NH4Cl sebagai pengeras. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kenaikan jumlah jerami dan sekam padi menurunkan
kekuatan mekanik komposit. Ketika partikel kayu digantikan dengan 10% bubur
kertas, komposit kayu-bubur kertas menunjukkan sifat-sifat mekanik yang mirip
dengan partikel kayu.
Wahyono (2005) melakukan penelitian mengenai komposit serabut kelapa
dan diperoleh bahwa nilai kekuatan bending rata-rata komposit serat sabut kelapa
(v1 = 40%) dengan matrik epoxy adalah 38,825 MPa dan modulus elastisitas rata-
rata adalah 2161,672 MPa. Nilai kekuatan bending rata-rata komposit serat sabut
kelapa (v1 = 60%) dengan matrik epoxy adalah 33,338 MPa dan modulus
elastisitas rata-rata adalah 1301,474 MPa. Nilai kekuatan bending rata-rata
komposit serat sabut kelapa (v1 = 40%) dengan matrik epoxy dan abu sekam padi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-37
adalah 33,668 MPa dan modulus elastisitas rata-rata adalah 3014,699 MPa.
Sedangkan nilai kekuatan bending rata-rata komposit serat sabut kelapa (v1 =
60%) dengan matrik epoxy dan abu sekam padi adalah 32,528 MPa dan modulus
elastisitas rata-rata adalah 3732,532 MPa.
Wibowo (2005) melakukan penelitian tentang komposit serat polypropilene,
serat sekam padi, campuran keduanya dengan matrik epoxy dan fraksi berat sama
dan didapat bahwa rata-rata kekuatan bending serat sekam padi dengan fraksi
berat (wf) = 11,11% adalah sebesar 83,540 N/mm2.
Hakim (2009) meneliti tentang sifat mekanik dan fisik komposit tepung
kanji-kulit kacang tanah. Hasilnya adalah nilai kekuatan bending tertinggi
komposit pada tekanan 88 kg/cm2 sebesar 15,975 MPa sehingga lebih besar dari
kekuatan bending standar untuk hardboard (Basic hardboard, ANSI/AHA
A135.4-1995) yaitu 13,8 MPa.
Haryadi (2005) meneliti kekuatan bending dan tarik komposit berpenguat
serbuk tempurung kelapa dan abu sekam padi yang dikombinasikan dengan epoxy
menghasilkan data sebagai berikut, untuk komposit serbuk tempurung kelapa
mempunyai kekuatan bending rata-rata 31,716 MPa dan modulus elastisitas rata-
rata 1807,399 MPa. Sedangkan komposit serbuk abu sekam padi mempunyai
kekuatan bending 32,713 MPa dan modulus elastisitas rata-rata 2952,965 MPa.
Arif (2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa salah satu serat alam
yang memiliki prospek yang cukup baik adalah serat kelapa (cocofiber), dimana
pengolahan dari serat kelapa masih belum banyak dilakukan atau ditangani
dengan baik, sehingga hanya menjadi limbah yang tidak bermanfaat. Dalam
penelitian ini yang pertama kali dilakukan adalah pemotongan serat kelapa
sepanjang 1 cm, kemudian dilakukan pencampuran polyester dan serat kelapa
dengan variasi fraksi volume serat kelapa 5%, 10%, 20% dan 30%. Dari hasil
pengujian didapatkan kekuatan mekanik terbaik modulus elastisitas 40,33 kg/mm²
pada fraksi volume 30%, elongation 0,19 pada fraksi volume 5%, flexural
strength 3,18 kg/mm² pada fraksi volume 30%, flexural modulus 118,18 kh/mm².
Riyadie (2009) meneliti komposit untuk mengetahui pengaruh fraksi berat
serat kelapa terhadap kekuatan ketangguhan impact komposit serat serabut kelapa
dengan matriks unsaturated polyester resin. Serat kelapa dijadikan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-38
penguat pada komposit dengan matriks polyester, dengan variasi fraksi berat serat
0%, 5%, 10%,15%, dan 20%.
Hartomo (2009) meneliti mengenai pengaruh fraksi volume core pada
komposit sándwich terhadap harga kekuatan bending dan impak dari komposit
sándwich dengan skin dari kasa aluminium bermatrik epoxy, core dari serbuk
arang tempurung kelapa dengan fraksi volume serbuk adalah 10%, 20%, 30%,
40% dan 50%. Dari pengujian yang dilakukan kekuatan bending tertinggi pada
core dengan fraksi volume 10% sebesar 96,230 MPa dan terendah pada core
dengan fraksi volume 40% sebesar 33,147 MPa.
Lee, dkk. (2003) meneliti tentang kemungkinan sekam padi sebagai
pengganti partikel kayu pada manufaktur papan partikel. Penelitian ini
menggunakan tepung sekam padi dengan fraksi berat 0%, 5%, 10%, dan 15%
serta resin urea formaldehid sebagai pengikat komposit dan mengkombinasikan
dengan fraksi berat 10% NH4Cl sebagai hardener. Nilai Modulus of Rupture
(MOR) semakin meningkat seiring dengan menurunnya kandungan tepung sekam
padi.
Roqib (2009) meneliti sifat bending komposit dan filter arang sekam padi
dengan arang serbuk gergaji serta matrik lem fox. Pada pengujian bending hasil
tertinggi didapat dari komposit arang sekam padi dan serbuk gergaji dengan fraksi
volume 10% yaitu sebesar 178,438 N.
Yang, dkk. (2004) meneliti kemungkinan penggunaan material
lignosellulosa sebagai filler penguat pada komposit polimer. Penelitian ini
menggunakan polypropylene sebagai matrik dan tepung sekam padi dengan fraksi
berat 10%, 20%, 30%, 40% sebagai filler penguat yang disiapkan sebagai partikel
penguat pada komposit. Penelitian ini ingin mengetahui data sifat-sifat fisik,
mekanik, dan morfologis dari komposit menurut seberapa besar tepung sekam
padi pada polimer termoplastik. Kekuatan komposit menurun seiring dengan
meningkatnya jumlah tepung sekam padi.
Rancasa (2003), melakukan penelitian dengan sampel berbahan dasar sabut
kelapa dan didapatkan harga koefisien serapan maksimum mencapai 0,876. Dalam
penelitiannya dinyatakan bahwa benda uji dengan massa dan ketebalan yang lebih
besar mempunyai koefisien serapan bising maksimum yang lebih besar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-39
dibandingkan dengan benda uji yang mempunyai massa dan ketebalan yang lebih
kecil.
Khuriati, dkk. (2006) melakukan penelitian mengenai penyerapan
gelombang bunyi oleh peredam suara berbahan dasar material penyusun sabut
kelapa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sabut kelapa memenuhi persyaratan
untuk peredam suara sesuai ISO 11654, yaitu dengan αw di atas 0,15. Pada
penelitian ini serat sabut kelapa dipotong ± 0,5 cm dan ± 1cm.
Himawanto (2007) meneliti tentang karakteristik panel akustik sampah kota
dengan variasi kadar bahan anorganik. Sampah kota dari jenis organik (kertas dan
dedaunan) dan dari jenis anorganik (plastik dan kaca/botol) serta perekat alami
yang terbuat dari pati kanji. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa pada frekuensi rendah semakin besar kandungan material
anorganik, maka semakin besar pula koefisien absorbsinya. Pada frekuensi tinggi,
material 100% organik mempunyai koefisien absorbsi bunyi yang tertinggi,
dimana semakin besar frekuensinya koefisien absorbsinya juga semakin naik.
Setyawan dan Baheramsyah (2009) meneliti bahan dari percampuran jerami
dan sabut kelapa sebagai sebagai bahan dasar sekat absorpsi bunyi antar ruangan
di kapal. Bahan absorpsi ini diuji koefisien serap bunyi (absoprsi) pada frekuensi
125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz dan 2000 Hz. Nilai koefisien absorpsi yang
paling tinggi pada 125 Hz adalah pencampuran jerami dan sabut kelapa 1:2
dengan nilai koefisien absorsi 0,36, untuk frekuensi 250 adalah pencampuran
jerami dan sabut kelapa 1:1 dengan nilai koefisien absorpsi 0,53 dan frekuensi 500
Hz adalah pencampuran jerami dan sabut kelapa 1:2 dengan nilai koefisien
absorpsi 0,47.
Montagne, dkk. (2005) meneliti tentang campuran PVAc dan Polyester
Unsaturated (UPE). Pada penelitian ini dikaji efek dari jenis zat aditif, konsentrasi
dan suhu serta pengaruh variasi berat PVAc. Pengujian dilakukan dengan
konsentrasi PVAc dengan fraksi berat 5%, 8%, 11%, dan 14%. Dengan
konsentrasi yang lebih tinggi PVAc sistem kurang stabil dan akan cenderung lebih
awal mengalami de-mixing. Jumlah yang lebih besar dari PVAc menyebabkan
kenaikan viskositas dan dapat menstabilkan struktur yang lebih halus. Konsentrasi
resin bisa menghasilkan lebih rendah yang dalam struktur yang lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-40
Tucker, dkk. (2005) melakukan penelitian mengenai sistem komposit
dengan pencampuran pelarut serat alam berpenguat polimer. Penelitian ini
membahas metode mengeksploitasi sifat larut polimer biodegradable tertentu
untuk menghasilkan suntikan yang dapat dicetak dengan serat pendek diperkuat
bahan tanpa langkah pencampuran mekanik. Miskantus sebagai pengisi, PVA, dan
PVAc yang larut dalam air untuk campuran serat. Kadar PVAc yang digunakan
sebesar 5% dan 10%. Kenaikan kadar PVAc pada komposit mengakibatkan
penurunan kekuatan tarik.
Tabel 2.20 Variabel perbandingan penelitian sebelumnya
No Peneliti Variabel Penelitian Hasil
1 Krzysik,
dkk. (1997)
- Ketebalan yang diteliti
yaitu 6 mm, 13 mm dan 19
mm.
- Limbah yang digunakan
serat kayu dan limbah
kertas (kombinasi limbah
kantor dan limbah
komersil)
Nilai kekuatan bending
terbesar berada pada
ketebalan 6 mm dengan
70% serat kayu dan 30%
limbah kantor yaitu sebesar
37,7 MPa
2. Eires and
Jalali (2005)
- komposisi lime- metakaolin
- komposisi limbah bubur
kertas - rami
Penggunaan lime dengan
persentase yang lebih kecil
memberikan kekuatan yang
lebih baik dan penggunaan
komposisi limbah kertas
yang lebih besar akan
meningkatkan kekuatan.
3 Oladele,
dkk. (2009)
Fraksi massa serat sebesar
0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan
10%
Kekuatan bending terbesar
pada massa serat 2% yaitu
1,352 MPa.
4 Yang, dkk.
(2002)
Persentase bahan kimia
anorganik ketahanan api FR-7
10%, 15%, dan 20% dengan
Kekuatan bending
menurun seiring dengan
kenaikan FR-7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-41
limbah kertas.
5. Kim, dkk.
(2009)
Variasi fraksi berat yang
dilakukan adalah jerami 5 cm
0%, 5%, 10%, 20%, 25%, dan
30%; jerami 2 cm 0%, 5%,
10%, dan 20%; sekam padi
0%, 10%, dan 20%; serta
bubur kertas 10%, 15%, dan
20% yang dicampur dengan
65% resin UF sebagai
pengikat dan ditambahkan
10% NH4Cl sebagai pengeras.
Kenaikan jumlah jerami
dan sekam padi
menurunkan kekuatan
mekanik komposit.
6. Wahyono
(2005)
- Fraksi volume serat serabut
kelapa 40% dan 60%
- Matrik epoxy dan abu
sekam
Nilai kekuatan bending
rata-rata komposit terbesar
pada fraksi volume serabut
kelapa 40% dengan matrik
epoxy.
7. Wibowo
(2005)
Jenis komposit serat karung
plastik, serat sekam padi, dan
serat honikom
Rata-rata kekuatan bending
serat sekam padi dengan
fraksi berat (wf) = 11,11%
adalah sebesar 83,540
N/mm2
8. Hakim
(2009)
Variasi tekanan pengepresan
35 kg/cm2, 53 kg/cm2, 70
kg/cm2
Nilai kekuatan bending
tertinggi komposit tepung
kanji-kulit kacang tanah
pada tekanan 88 kg/cm2
sebesar 15,975 Mpa.
9. Haryadi
(2005)
Komposit berpenguat serbuk
tempurung kelapa dan abu
sekam padi
Kekuatan bending rata-rata
tertinggi pada serbuk abu
sekam padi sebesar 32,713
Mpa.
10. Arif (2007) fraksi volume serat kelapa Kekuatan mekanik terbaik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-42
5%, 10%, 20% dan 30% modulus elastisitas 40,33
kg/mm² pada fraksi volume
30%
11. Riyadie
(2009)
Variasi fraksi berat serat
kelapa 0%, 5%, 10%,15%,
dan 20%.
12. Hartomo
(2009)
Fraksi volume serbuk arang
tempurung kelapa adalah
10%, 20%, 30%, 40% dan
50%
Kekuatan bending tertinggi
pada core dengan fraksi
volume 10% sebesar
96,230 MPa dan terendah
pada core dengan fraksi
volume 40% sebesar
33,147 MPa.
13. Lee, dkk.
(2003)
Fraksi berat tepung sekam
padi 0%, 5%, 10%, dan 15%
Nilai Modulus of Rupture
(MOR) semakin meningkat
seiring dengan
menurunnya kandungan
tepung sekam padi.
14. Roqib
(2009)
Fraksi volume filter dan
komposit dengan bahan arang
sekam padi dan serbuk gergaji
sebagai partikelnya 10%,
20%, 30%, 40% dan 50%
Nilai bending tertinggi
dengan fraksi volume 10%
yaitu sebesar 178,438 N.
15. Yang, dkk.
(2004)
Fraksi berat tepung sekam
padi 10%, 20%, 30%, 40%.
Kekuatan komposit
menurun seiring dengan
meningkatnya jumlah
tepung sekam padi.
Sedangkan hasil dari penelitian sejenis yang sedang berjalan saat ini
dijelaskan pada tabel 2.21 sebagai berikut.
Tabel 2.21 Hasil penelitian sejenis yang sedang berjalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-43
No Nama
Peneliti
Judul Penelitian Faktor-faktor
yang diteliti
Hasil penelitian,
faktor-faktor yang
berpengaruh
1 Maryani
(2010)
Pengaruh faktor
jenis kertas, perekat
dan kerapatan
terhadap kekuatan
impak komposit
panel serap bising
berbahan dasar
limbah kertas.
-Jenis kertas:
HVS,koran
-Perekat: tanpa,
kanji, PVAc
-Kerapatan: 2:1,
3:1, 4:1
Faktor jenis perekat dan
kerapatan serta
interaksi antar
keduanya.
Nilai impak terbesar:
HVS+kanji+kerapatan
4:1
2. Natalia
Maharani
(2010)
Pengaruh faktor
jenis kertas,
kerapatan,
persentase perekat
terhadap kekuatan
bending komposit
panel serap bunyi
berbahan dasar
limbah kertas dan
serabut kelapa.
-jenis kertas:
HVS, koran
-kerapatan: 3:1,
4:1, 5:1
-perekat: 2,5%,
5%, 7,5%
Faktor jenis kertas,
kerapatan, dan perekat.
Nilai bending terbesar
= HVS+kerapatan 5:1+
perekat 7,5%
3. Bayu
Erian
(2010)
Pengaruh jenis
kertas, komposisi
sekam dan jumlah
perekat terhadap
kekuatan impak
komposit serap
bising berbahan
dasar kertas-sekam.
-Jenis kertas:
HVS dan koran
-Komposisi
sekam: 10%,
15%, 20%
-Jumlah perekat
PVAc: 6%, 9%,
12%
Faktor komposisi
sekam dan jumlah
perekat.
Nilai bending terbesar
= HVS+ perekat 12%+
sekam 10%
4. Erika
Fauziah
Setiyanto
Studi serapan bising
sel akustik dari
bahan limbah kertas
-Jenis kertas:
HVS dan koran
-Jenis campuran :
Faktor jenis kertas,
jenis campuran, jenis
perekat, interaksi jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-44
(2010) dengan penambahan
sekam padi dan
sabut kelapa untuk
mewujudkan ruang
kerja ergonomis.
sabut kelapa dan
sekam padi
-Jenis perekat:
tanpa, kanji,
PVAc
kertas dengan jenis
campuran, interaksi
jenis kertas dengan
jenis perekat, dan
interaksi jenis
campuran dengan jenis
perekat.
5. Nur
Farida
Setyarini
(2010)
Pengaruh panel
limbah kertas bekas
dan campuran
dengan limbah
sekam padi dan
sabut kelapa
terhadap parameter
thermal lingkungan
fisik kerja.
-Jenis kertas:
HVS dan koran
-Jenis campuran :
sabut kelapa dan
sekam padi
-Jenis perekat:
tanpa, kanji,
PVAc
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-1
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang waktu dan tempat penelitian, perancangan
penelitian, orientasi penelitian, langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam
pemecahan masalah, dan desain eksperimen.
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dimulai dengan tahap pra eksperimen, kemudian dilanjutkan
dengan pembuatan spesimen, pengujian, dan pengolahan data. Waktu dan tempat
penelitian dijelaskan sebagai berikut.
3.1.1 Tempat Penelitian
Tahap pra eksperimen dan pembuatan spesimen pada penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Produk Teknik Industri
Universitas Sebelas Maret sedangkan pengujian kekuatan bending dilakukan di
Laboratorium Material Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret. Pengujian serap
bising yang bersifat opsional (dilakukan pada level optimal) dilakukan di
Laboratorium MIPA Universitas Sebelas Maret.
3.1.2 Waktu Penelitian
Sebelum dilakukan pembuatan spesimen terlebih dahulu dilakukan pra
eksperimen pada bulan Mei 2010. Pembuatan spesimen dan pengujian spesimen
dilakukan pada bulan Juni 2010 sedangkan pengolahan data dilakukan pada bulan
Juli 2010.
3.2 Perancangan Penelitian
Perancangan penelitian digambarkan pada gambar 3.1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-2
Gambar 3.1 Metode penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-3
3.2.1 Orientasi Penelitian
Orientasi penelitian diperlukan untuk menyederhanakan kompleksitas
permasalahan yang diteliti. Orientasi yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Karakteristik limbah kertas HVS diasumsikan sama pada setiap jenisnya.
Penggunaan kertas HVS berasal dari berbagai macam sumber limbah yang
mungkin memiliki karakteristik yang berbeda namun memiliki fungsi yang
sama.
2. Karakteristik serabut kelapa diasumsikan sama pada setiap jenisnya. Serabut
kelapa dari pohon yang berbeda mungkin memiliki karakteristik yang berbeda
namun memiliki fungsi yang sama.
3. Karakteristik sekam padi diasumsikan sama pada setiap jenisnya. Sekam padi
dari jenis padi yang berbeda mungkin memiliki karakteristik yang berbeda
namun memiliki fungsi yang sama.
4. Lamanya pengadukan campuran pada saat pembuatan spesimen diasumsikan
tidak berpengaruh terhadap variabel respon, yaitu kekuatan bending.
3.2.2 Perancangan Eksperimen
Dalam tahap ini dilakukan penentuan teknik desain eksperimen yang
digunakan. Teknik desain eksperimen yang dipilih yaitu Factorial Experiment
Completely Randomized Design. Desain ini digunakan karena eksperimen ini
terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor komposisi volume bahan kertas HVS (A),
faktor campuran bahan (B), dan faktor jenis perekat (C).
1. Tahap Perencanaan (Planning Phase)
a. Membuat problem statement :
Problem statement dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
komposisi volume bahan kertas HVS, campuran bahan, dan jenis perekat
dalam menghasilkan nilai kuat bending komposit panel.
b. Menentukan variabel respon atau kriteria atau ukuran performansi.
1) Variabel respon : Kekuatan bending (σb), yaitu besarnya kekuatan lentur
dari material komposit.
2) Unit eksperimen : spesimen komposit panel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-4
c. Menentukan faktor yang ingin diuji pengaruhnya dalam eksperimen.
1) Faktor yang ingin diuji: komposisi volume bahan kertas HVS (A),
campuran bahan (B), dan jenis perekat (C).
2) Sifatnya : Faktor A bersifat kuantitatif sedangkan faktor B dan C bersifat
kualitatif.
d. Menentukan banyaknya level (nilai) dari setiap faktor yang diuji.
1) Banyaknya level yang diuji dari setiap faktor :
Faktor komposisi volume bahan kertas HVS (A) terdiri dari tiga level,
yaitu
[1] komposisi volume 80% (a1)
[2] komposisi volume 85% (a2)
[3] komposisi volume 90% (a3)
Faktor campuran bahan (B) terdiri dari dua level, yaitu
[1] sekam (b1)
[2] serabut (b2)
Faktor jenis perekat (C) terdiri dari tiga level, yaitu
[1] tanpa lem (c1)
[2] lem kanji (c2)
[3] lem putih (c3)
2) Level-level dari semua faktor dipilih secara fixed.
3) Pertimbangan yang digunakan dalam menentukan seting level komposisi
volume bahan kertas HVS berdasarkan penelitian sebelumnya dan pra
eksperimen sebagai berikut.
Komposisi volume bahan kertas HVS terdiri dari tiga level yaitu
komposisi volume 80%, 85%, dan 90%. Hal ini berarti komposisi pada
campuran bahan sebesar 20%, 15%, dan 10%. Level-level yang ada pada
kertas, sekam padi, dan sabut kelapa di penelitian sebelumnya adalah
sebagai berikut :
a) Yang, dkk. (2002) meneliti komposit sebagai sebagai bahan finishing
interior atau papan isolasi penyekat. Bahan yang digunakan adalah
limbah kertas dan bahan kimia anorganik ketahanan api FR-7 yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-5
mempunyai fraksi berat 10%, 15%, dan 20%. Kekuatan bending
menurun seiring dengan kenaikan FR-7.
b) Kim, dkk. (2009) meneliti komposit dalam aplikasi manufaktur
green pallet. Penelitian ini menggunakan resin UF sebagai pengikat
dan NH4Cl sebagai pengeras serta variasi fraksi berat yang dilakukan
pada sekam padi sebesar 0%, 10%, dan 20%.
c) Lee, dkk. (2003) meneliti tentang kemungkinan sekam padi sebagai
pengganti partikel kayu pada manufaktur papan partikel. Penelitian
ini menggunakan tepung sekam dengan fraksi berat 0%, 5%, 10%,
dan 15% serta resin urea formaldehid sebagai pengikat komposit dan
NH4Cl sebagai hardener. Nilai Modulus of Rupture (MOR) semakin
meningkat seiring dengan menurunnya kandungan tepung sekam
padi.
d) Yang, dkk. (2004) meneliti komposit dengan menggunakan
polypropylene sebagai matrik dan tepung sekam padi dengan fraksi
berat 10%, 20%, 30%, 40% sebagai filler. Kekuatan komposit
menurun seiring dengan meningkatnya jumlah tepung sekam padi.
e) Riyadie (2009) meneliti komposit serabut kelapa dengan matriks
unsaturated polyester resin. Serat kelapa dijadikan sebagai penguat
pada komposit dengan matriks polyester, dengan variasi fraksi berat
serat 0%, 5%, 10%,15%, dan 20%.
Dari penelitian sebelumnya terlihat bahwa komposisi volume serabut
kelapa, dan sekam padi berkisar antara 5% hingga 40% dan kekuatan
bending cenderung menurun seiring dengan menurunnya jumlah serat.
Penggunaan limbah kertas pada penelitian sebelumnya dengan
komposisi 90%, 85%, dan 80%. Kemudian dilakukan pra eksperimen
dengan komposisi volume HVS 75%, 80%, dan 85%. Pada komposisi
volume HVS 75%, spesimen mengalami pengembangan tebal setelah
dilakukan pengepresan dan didiamkan beberapa hari. Selain itu spesimen
dengan bahan campuran sekam 25% sedikit rapuh ketika dilepas dari
cetakan, sehingga dikhawatirkan akan patah. Oleh karena itu dipilih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-6
level 80%, 85%, dan 90% untuk faktor komposisi volume HVS secara
fixed.
Faktor campuran bahan terdiri dari dua level yaitu sekam padi dan
serabut kelapa. Kedua bahan tersebut disinyalir berbeda kekuatannya,
sehingga harus diteliti lebih lanjut apakah perbedaan tersebut
berpengaruh pada kekuatan bending.
Faktor jenis perekat terdiri dari tiga level yaitu tanpa lem, lem kanji
dan lem putih. Pada eksperimen ini akan diteliti lebih lanjut apakah
penambahan perekat akan menambah kekuatan bending dan apakah
perbedaan jenis perekat berpengaruh pada kekuatan bending.
e. Menentukan jenis desain eksperimen yang dipakai.
§ Desain eksperimen yang dipakai adalah Factorial Experiment Completely
Randomized Design
§ Tabulasi Factorial Experiment Completely Randomized Design adalah
seperti tabel 3.1.
Tabel 3.1 Lay-Out pengumpulan data
Variasi Perekat (C)
Komposisi Volume HVS (A)
80% (a1) 85% (a2) 90% (a3)
Sekam 20% (b1)
Serabut 20% (b2)
Sekam 15% (b1)
Sekam 15% (b2)
Serabut 10% (b1)
Sekam 10% (b2)
Tanpa Lem (c1)
i1j1k1l1 i1j2k1 l1 i2j1k1 l1 i2j2k1 l1 i3j1k1 l1 i3j2k1 l1
i1j1k1l2 i1j2k1 l2 i2j1k1 l2 i2j2k1 l2 i3j1k1 l2 i3j2k1 l2
i1j1k1l3 i1j2k1 l3 i2j1k1 l3 i2j2k1 l3 i3j1k1 l3 i3j2k1 l3
Lem Kanji (c2)
i1j1k2 l1 i1j2k2 l1 i2j1k2 l1 i2j2k2 l1 i3j1k2 l1 i3j2k2 l1
i1j1k2 l2 i1j2k2 l2 i2j1k2 l2 i2j2k2 l2 i3j1k2 l2 i3j2k2 l2
i1j1k2 l3 i1j2k2 l3 i2j1k2 l3 i2j2k2 l3 i3j1k2 l3 i3j2k2 l3
Lem Putih(c3)
i1j1k3 l1 i1j2k3 l1 i2j1k3 l1 i2j2k3 l1 i3j1k3 l1 i3j2k3 l1
i1j1k3 l2 i1j2k3 l2 i2j1k3 l2 i2j2k3 l2 i3j1k3 l2 i3j2k3 l2
i1j1k3 l3 i1j2k3 l3 i2j1k3 l3 i2j2k3 l3 i3j1k3 l3 i3j2k3 l3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-7
2. Tahap Desain (Design Phase)
a. Menentukan jumlah observasi atau jumlah replikasi
Masing-masing kombinasi dilakukan tiga kali pengukuran.
Menurut Hanafiah (2005) jumlah ulangan suatu perlakuan tergantung pada
derajat ketelitian yang diinginkan oleh peneliti terhadap kesimpulan hasil
percobaan, secara umum jumlah replikasi (r) dapat dibuat sekecil mungkin
selagi hasil percobaan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Pada
umumnya r sebanyak empat di lapangan dan tiga di laboratorium. Jumlah
ulangan dianggap cukup baik bila telah memenuhi rumus :
(t-1)(r-1) ≥ 15 ...........................................................................................(3.1)
Keterangan :
t = jumlah perlakuan
r = jumlah ulangan
b. Urutan eksperimen : secara random.
c. Menentukan model matematik yang menjelaskan variabel respon
Yijkl = m + Ai + Bj + Ck + ABij + ACik + BCjk + ABCijk + el(ijk) ................(3.2)
Keterangan :
Yijkl = variabel respon
Ai = faktor komposisi volume bahan kertas HVS
Bj = faktor campuran bahan
Ck = faktor jenis perekat
ABij = interaksi faktor A dan faktor B
ACik = interaksi faktor A dan faktor C
BCjk = interaksi faktor B dan faktor C
ABCijk = interaksi faktor A, faktor B, dan faktor C
el(ijk) = random error
i = jumlah faktor komposisi volume bahan kertas HVS (A), i = 1, 2, 3
j = jumlah faktor campuran bahan (B), j = 1, 2
k = jumlah faktor jenis perekat (C), k= 1,2,3
l = jumlah replikasi l = 1, 2, 3,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-8
d. Menentukan hipotesis eksperimen
Hipotesis umum yang diajukan dalam eksperimen ini adalah faktor
yang berpengaruh terhadap kuat bending komposit panel, dimana faktor
tersebut mungkin berdiri sendiri ataupun berinteraksi dengan faktor yang lain.
Hipotesis umum ini disebut sebagai hipotesis satu (H1).
Adapun hipotesis nol dari eksperimen dalam penelitian ini adalah:
H01 : 2As = 0
Perbedaan komposisi volume bahan kertas HVS tidak menimbulkan
pengaruh yang signifikan terhadap besarnya kuat bending.
H02 : 2Bs = 0
Perbedaan campuran bahan tidak menimbulkan pengaruh yang
signifikan terhadap besarnya kuat bending.
H03 : 2Cs = 0
Perbedaan jenis perekat tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan
terhadap besarnya kuat bending.
H04 : 2ABs = 0
Perbedaan interaksi komposisi volume bahan kertas HVS dan campuran
bahan tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap besarnya
kuat bending.
H05 : 2ACs = 0
Perbedaan interaksi komposisi volume bahan kertas HVS dan jenis
perekat tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap besarnya
kuat bending.
H06 : 2BCs = 0
Perbedaan interaksi campuran bahan dan jenis perekat tidak
menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap besarnya kuat bending.
H07 : 2ABCs = 0
Perbedaan interaksi komposisi volume bahan kertas HVS, campuran
bahan dan jenis perekat tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan
terhadap besarnya kuat bending.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-9
3.2.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Persiapan Alat
Alat yang digunakan pada saat penelitian yaitu:
a. Gunting dan penggaris untuk memotong kertas, serta mengukur 1 cm serabut
kelapa.
b. Timbangan digital, berfungsi untuk mengukur massa kertas, serat, lem dan air.
Timbangan dalam satuan gram.
c. Mixer, digunakan untuk mencampur semua bahan.
d. Baskom, digunakan untuk tempat mencampur semua bahan.
e. Jangka sorong, dengan ketelitian 0,05 mm, digunakan untuk mengukur
ketebalan spesimen.
f. Injeksi/suntikan, untuk menghilangkan air dalam cetakan
g. Cetakan 20cm x 5cm, untuk membentuk/ membuat spesimen
Gambar 3.2 Cetakan 20cm x 5cm
h. Dongkrak hidrolik untuk mengepres
Gambar 3.3 Dongkrak hidrolik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-10
i. Oven, digunakan untuk mengeringkan spesimen (post cure)
Gambar 3.4 Oven
j. Moisture meter, digunakan untuk mengukur kadar air dalam spesimen
Gambar 3.5 Moisture meter
k. Gelas ukur, digunakan untuk mengukur volum bahan dalam perhitungan
densitas
l. Lembar pengamatan, digunakan untuk mencatat semua data hasil pengukuran
yang dilakukan dalam eksperimen.
m. Universal Testing Machine (UTM), digunakan untuk mengukur kekuatan
bending. Mesin yang digunakan adalah Sans Servo-hidraulic Universal Testing
Machine tipe SHT 4106. Mesin ini memiliki ruang ganda ntuk uji tarik, uji
tekan, dan uji lainnya. Mesin ini mempunyai peringkat beban 1000 kN dan
menjaga akurasi sebesar 1% dari beban ditampilkan dari 1% sampai 100% dari
kapasitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-11
Gambar 3.6 Universal Testing Machine (UTM)
n. Cetakan serap bising, digunakan untuk membuat spesimen uji serap bising
Gambar 3.7 Cetakan serap bising
o. Tabung impedansi, digunakan untuk meletakkan spesimen pada saat uji serap
bising.
Gambar 3.8 Tabung impedansi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-12
p. Power amplifier, digunakan untuk menguatkan suara.
Gambar 3.9 Power amplifier
q. Accoustics material, digunakan untuk mengatur frekuensi yang diinginkan.
Gambar 3.10 Accoustics material
2. Persiapan Bahan
Bahan yang digunakan pada saat penelitian sebagai berikut.
a. Kertas bekas HVS, dipotong kecil-kecil untuk memudahkan ketika dicampur
dengan air dan dihaluskan dengan mixer.
b. Serabut kelapa dipotong ukuran 1 cm untuk memudahkan pencampuran.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, Arif (2007) melakukan penelitian
pencampuran polyester dan serat kelapa dengan pemotongan serat kelapa
sepanjang 1cm. Sedangkan Khuriati, dkk. (2006) melakukan penelitian
mengenai penyerapan gelombang bunyi oleh peredam suara berbahan dasar
material penyusun sabut kelapa dimana serat sabut kelapa dipotong ± 1 cm.
Selanjutnya dilakukan pra eksperimen dengan membuat spesimen dengan
pemotongan sabut kelapa sepanjang 2 cm. Pada spesimen dengan serabut
kelapa sepanjang 2 cm, serabut muncul ke permukaan (keluar dari spesimen),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-13
sehingga spesimen tidak rata dan serabut yang keluar perlu dipotong dan dapat
mengurangi volume. Selain itu, pada proses pencampuran kertas dan serabut
sepanjang 2 cm juga lebih sulit.
c. Sekam padi, dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran-kotoran yang menyertai
dan selanjutnya dibiarkan utuh.
d. Perekat yang digunakan adalah lem putih dan lem kanji. Lem putih yang
digunakan adalah lem PVAc. Lem kanji dibuat dengan memasak tepung kanji
dan air dengan perbandingan 1:5 hingga bening. Perbandingan 1:5 ini berdasar
pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widjaja (2005). Selain itu
lem kanji yang terlalu kental juga sulit dicampur dengan air dan kertas. Lem
yang digunakan sebesar 5% dari massa total.
e. Air digunakan untuk melarutkan lem PVAc dan mencampur lem kanji serta
memudahkan dalam penghalusan kertas. Massa air yang digunakan pada saat
mencampur dengan lem adalah sama dengan massa kertas. Penentuan massa
air ini berdasarkan pra eksperimen. Massa air sama dengan massa kertas
cukup untuk mencampur lem dengan kertas. Sedangkan air yang digunakan
untuk menghaluskan kertas adalah tiga kali massa kertas. Penentuan massa air
ini berdasarkan pra eksperimen. Massa air sama dengan tiga kali massa kertas
cukup untuk dapat menghaluskan kertas dengan mixer. Apabila terlalu sedikit,
kertas sulit untuk dihaluskan dan apabila terlalu banyak akan menyulitkan
dalam pemasukan bahan ke cetakan. Untuk spesimen tanpa lem massa air
yang digunakan untuk menghaluskan kertas adalah empat kali massa kertas.
3. Pembuatan Spesimen
Ada beberapa tahap dalam pembuatan spesimen. Adapun cara-cara yang di
tempuh dalam pembuatan spesimen adalah sebagai berikut :
a. Mengukur massa jenis masing-masing bahan untuk menentukan perhitungan
massa masing-masing bahan dalam campuran komposit.
b. Mengukur massa masing-masing bahan berdasarkan fraksi volume dengan
timbangan digital.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-14
(a) (b) (c)
Gambar 3.11 Mengukur bahan kertas HVS (a) serabut kelapa (b) dan sekam (c)
c. Mengukur massa lem sebesar 5% dan melarutkannya ke dalam air dengan
perbandingan massa air = massa kertas.
d. Mencampur kertas (90%, 85%, dan 80% setelah dikurangkan dengan lem 5%)
dengan lem yang telah dilarutkan dalam air. Setelah itu menambahkan air 3 : 4
dari massa kertas.
e. Mengaduk kertas dengan mixer selama ± 10-12 menit.
Gambar 3.12 Menghaluskan kertas dengan mixer
f. Mencampur sekam padi atau serabut kelapa (10%, 15%, dan 20% setelah
dikurangkan dengan lem 5%) secara merata dengan mixer selama ± 2 menit.
Gambar 3.13 Mencampur kertas dengan sekam padi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-15
g. Menuang bahan ke dalam alat cetakan dan ditekan. Pengukuran ketebalan
menggunakan jangka sorong dan kadar air dalam cetakan dihilangkan
menggunakan injeksi. Holding time selama satu jam dilakukan pada komposit
agar tidak mengembang.
Gambar 3.14 Menuang bahan ke dalam cetakan
h. Spesimen dikeluarkan dari cetakan dan didiamkan pada suhu kamar selama
tiga hari.
Gambar 3.15 Spesimen didiamkan pada suhu kamar
i. Proses pengeringan (post cure) komposit dengan oven pada temperatur 60oC
selama satu jam untuk mematikan atau memperlambat proses pembusukan
secara biologis sehingga panel yang dihasilkan awet dan mengurangi
kandungan air yang masih tersisa sehingga spesimen lebih keras. Menurut
Van Vlack (1994), post cure yaitu pemanasan spesimen komposit ke dalam
tungku atau oven dengan suhu tertentu. Post cure bertujuan untuk merekatkan
atau mengikat serat dengan matrik agar lebih kuat serta melindungi dan
meneruskan gaya antar serat dan menghasilkan kekuatan tekuk yang tinggi,
kekakuan, keuletan, dan tidak getas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-16
Gambar 3.16 Post cure spesimen
j. Pengukuran kadar air menggunakan moisture meter. Kadar air maksimum
sesuai dengan SNI papan serat adalah sebesar 13%.
k. Pengukuran Kerapatan, dilakukan untuk menentukan kategori kerapatan
dalam SNI papan serat sehingga dapat membandingkan nilai kuat bending
dengan standar pada SNI.
lB
K = ....................................................................................................(3.3)
Keterangan :
K = kerapatan (g/cm3) dalam 2 desimal;
B = berat (g);
l = isi (cm3) = panjang (cm) x lebar (cm) x tebal (cm)
Kerangka persiapan bahan dan pembuatan spesimen kemudian
digambarkan pada gambar 3.31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-17
Gambar 3.17 Bagan persiapan bahan dan pembuatan spesimen
4. Pengujian Bending Komposit Panel
Pengukuran kuat bending komposit panel bertujuan untuk mengetahui
kekuatan lentur komposit. Alat ukur yang digunakan adalah Universal Testing
Machine (UTM). Prosedur pengukuran yang dilakukan adalah dengan menghitung
besarnya nilai kuat bending. Nilai kuat bending yang dihasilkan dibandingkan
satu sama lain, dan ditentukan nilai yang paling optimal.
Urutan eksperimen ditentukan secara random (complete randomization)
seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.2. misal eksperimen ke-1 dilakukan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-18
kondisi komposisi volume kertas HVS 85%, dengan campuran serabut 15%, dan
tanpa lem, sedangkan eksperimen terakhir (ke-54) dilakukan pada kondisi kondisi
komposisi volume kertas HVS 75%, dengan campuran serabut 25%, dan dengan
perekat lem kanji.
Tabel 3.2 Urutan eksperimen factorial experiment completely randomized design
Variasi Perekat (C)
Komposisi Volume HVS (A) 80% (a1) 85% (a2) 90% (a3)
Sekam 20% (b1)
Serabut 20% (b2)
Sekam 15% (b1)
Serabut 15% (b1)
Sekam 20% (b2)
Serabut 15% (b1)
Tanpa Lem (c1)
6 47 27 19 2 15
21 51 48 1 4 30
37 49 41 42 7 3
Lem Kanji (c2)
20 36 29 5 34 8
10 16 32 13 44 40
52 24 33 12 14 11
Lem Putih(c3) 28 9 22 38 50 35
26 31 39 17 53 25
23 45 54 18 43 46
Langkah-langkah pengujian bending sebagai berikut :
a. Persiapan spesimen yang akan dilakukan uji bending.
b. Menentukan titik tengah spesimen dan menentukan jarak tumpuan untuk
benda uji pada pengujian bending.
c. Meletakkan spesimen pada mesin pengujian bending dengan jarak tumpuan
dan titik tengah yang dilakukan.
d. Memutar handle sampai beban menyentuh benda uji dan indikator
menunjukkan angka nol.
e. Menentukan putaran jarum jam penentu waktu untuk pencatatan beban
selanjutnya.
f. Mencatat hasil pengujian bending setiap putaran yang telah ditentukan.
g. Menentukan harga bending.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-19
S = 150
S/2 S/2
2525
T
B
a
a a
Gambar 3.18 Uji Keteguhan Lentur Sumber : SNI papan serat, 2006
Keterangan :
B = beban (kgf)
S = jarak sangga (mm)
a = diameter
T = tebal papan serat
Pernyataan hasil nilai modulus of rupture (MOR) sebagai berikut
MOR = 22
3LTBS
........................................................................................(3.4)
Keterangan :
MOR = modulus of rupture (kgf/cm2)
B = besarnya beban maksimum (kgf)
S = jarak sangga (cm)
L = lebar papan serat (cm)
T = tebal papan serat (cm).
3.2.4 Pengolahan Data
Pada tahap ini dilakukan pengolahan data yang dimulai dengan pengujian
asumsi, pengujian ANOVA, dan pengujian pembanding ganda. Setelah itu
dilakukan analisis dan interpretasi hasil eksperimen untuk memberikan gambaran
secara menyeluruh sebagai bahan pertimbangan dalam desain komposit. Pada
spesimen dengan kekuatan bending paling tinggi dilakukan uji serap bising.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-20
1. Uji Asumsi
Pengujian asumsi perlu dilakukan agar metode dalam penelitian dapat
diyakini memberikan hasil/analisis yang valid, yaitu :
a. Uji normalitas dengan metode Lilliefors,
Uji normalitas dilakukan terhadap keseluruhan data hasil observasi, dengan
tujuan untuk mengetahui apakah data hasil observasi tersebut berdistribusi
secara normal atau tidak.
Langkah-langkah perhitungan uji lilliefors (Wijaya, 2000), sebagai berikut:
1) Urutkan data dari yang terkecil sampai terbesar.
2) Hitung rata-rata ( x ) dan standar deviasi ( s ) data tersebut.
n
x
x
n
ii ÷÷ø
öççè
æ
=å
=1 ..............................................................................................(3.5)
( )
1
2
2
-
-=
åån
n
XX
s .........................................................................(3.6)
3) Transformasikan data tersebut menjadi nilai baku ( z ).
( ) sxxz ii /-= ...........................................................................................(3.7)
Keterangan :
xi = nilai pengamatan ke-i
x = rata-rata
s = standar deviasi
4) Berdasarkan nilai baku ( z ), tentukan nilai probabilitasnya P( z )
berdasarkan sebaran normal baku, sebagai probabilitas pengamatan.
Gunakan tabel standar luas wilayah di bawah kurva normal, atau dengan
bantuan Ms. Excel dengan function NORMSDIST.
5) Tentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x) dengan rumus, sebagai
berikut:
nixP i /)( = ...............................................................................................(3.8)
6) Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P( z ) dan P( x ) yaitu:
maks | P( z ) - P( x )| , sebagai nilai L hitung. Tentukan nilai maksimum
dari selisih absolut P(xi-1) dan P( z ) yaitu
maks | P(xi-1) - P( z ) | .............................................................................(3.9)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-21
Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah data observasi dalam beberapa
kali replikasi berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 : data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Taraf nyata yang dipilih a = 0,05, dengan wilayah kritik Lhitung > La(n).
Apabila nilai Lhitung < Ltabel , maka terima H0 dan simpulkan bahwa data
observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
b. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan secara berpasangan antara variabel respon dengan
masing-masing faktor. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk memastikan
bahwa variansi nilai dependent variabel tidak terkonsentrasi/terkumpul pada
level tertentu dari independent variable. Prosedur pengukuran uji homogenitas
dapat dilakukan dengan cara membuat plot data residual tiap faktor yang
dieksperimenkan. Dari plot data residual tersebut dapat dilihat apakah data
residual antara satu dengan yang lain dalam suatu faktor tiap levelnya memiliki
jarak yang jauh atau tidak. Data dinyatakan homogen apabila data residual
antara satu dengan yang lain dalam suatu faktor tiap levelnya memiliki jarak
yang tidak jauh. Selain itu, pengujian homogenitas juga dapat dilakukan
dengan Levene Test. Uji levene dilakukan dengan menggunakan analisis ragam
terhadap selisih absolut dari setiap nilai pengamatan dalam sampel dengan rata-
rata sampel yang bersangkutan. Prosedur uji homogenitas levene (Wijaya,
2000), sebagai berikut:
1) Kelompokkan data berdasarkan faktor yang akan diuji.
2) Hitung selisih absolut nilai pengamatan terhadap rata-ratanya pada tiap
level.
3) Hitung nilai-nilai berikut ini:
(i) Faktor koreksin
xFK i
2)()( å= nixP i /)( = ....................................(3.10)
Keterangan :
xi = data hasil pengamatan
i = 1, 2, …, n (n banyaknya data)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-22
(ii) SS faktor = ( )
FKk
xi -÷÷
ø
ö
çç
è
æ å 2
.........................................................(3.11)
Keterangan :
k = banyaknya data pada tiap level
(iii) SS total = ( ) FKyi -å 2 ..........................................................(3.12)
Keterangan rumus yi = selisih absolut data hasil pengamatan dengan rata-
ratanya untuk tiap level
(iv) SS error = SS total – SS faktor ..................................................(3.13)
Nilai-nilai hasil perhitungan di atas dapat dirangkum dalam sebuah daftar
analisis ragam sebagaimana tabel 3.3 di bawah ini.
Tabel 3.3 Skema umum daftar analisis ragam homogenitas
Sumber Keragaman
Df SS MS F
Faktor
Error
Total
F SS(Faktor) SS(Faktor)/
Df error
faktor
MS
MS
n-1-f SSe SSe / Df
n-1 SStotal
Sumber : Sudjana, 1997
4) Hipotesis yang diajukan sebagai berikut :
H0 : s12 = s2
2
H1 : Ragam seluruh level faktor tidak semuanya sama
5) Taraf nyata yang dipilih adalah a = 0,05
6) Wilayah kritik : F > Fa(v1 ; v2)
c. Uji independensi,
Uji independensi dilakukan untuk mengetahui bahwa error yang terjadi tidak
berkorelasi (tidak terlihat adanya pola tertentu jika error diplotkan). Setelah
dilakukan uji asumsi-asumsi dan data hasil observasi dinyatakan normal,
homogen dan independen, maka uji signifikansi dapat dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-23
2. Uji ANOVA (Analysis of Variance)
Data yang telah memenuhi syarat uji asumsi, kemudian dilanjutkan dengan
uji ANOVA. Uji ANOVA perbedaan kombinasi yang terbentuk dalam penelitian
ini merupakan tahap analisis dalam desain eksperimen.
Tabel 3.4 Skema data pengamatan eksperimen faktorial dengan tiga faktor desain acak sempurna
Variasi Perekat (C)
Komposisi Volume HVS (A)
Jumlah Rata-rata
80% (a1) 85% (a2) 90% (a3)
Sekam 20% (b1)
Serabut 20% (b2)
Sekam 15% (b1)
Sekam 15% (b1)
Serabut 10% (b2)
Sekam 10% (b1)
Tanpa Lem (c1)
Y1111 Y1211 Y2111 Y2211 Y3111 Y3211
Y1112 Y1212 Y2112 Y2212 Y3112 Y3212
Y1113 Y1213 Y2113 Y2213 Y3113 Y3213
Jumlah J1110 J1210 J2110 J2210 J3110 J3210 J1000
Rata-rata Y 1110 Y 1210 Y 2110 Y 2210 Y 3110 Y 3210 Y 1000
Lem Kanji (c2)
Y1121 Y1221 Y2121 Y2221 Y3121 Y3221
Y1122 Y1222 Y2122 Y2222 Y3122 Y3222
Y1123 Y1223 Y2123 Y2223 Y3123 Y3223
Jumlah J1120 J1220 J2120 J2220 J3120 J3220 J2000
Rata-rata Y 1120 Y 1220 Y 2120 Y 2220 Y 3120 Y 3220 Y 2000
Lem Putih(c3)
Y1131 Y1231 Y2131 Y2231 Y3131 Y3231
Y1132 Y1232 Y2132 Y2232 Y3132 Y3232
Y1133 Y1233 Y2133 Y2233 Y3133 Y3233
Jumlah J1130 J1230 J2130 J2230 J3130 J3230 J3000
Rata-rata Y 1130 Y 1230 Y 2130 Y 2230 Y 3130 Y 3230 Y 3000 Jumlah Total
J1100 J1200 J2100 J2200 J3100 J3200 J0000
Rata-rata Total Y 1100 Y 1200 Y 2100 Y 2200 Y 3100 Y 3200 Y 0000
Pada Uji ANOVA dihitung harga-harga (Hicks, 1993) sebagai berikut :
a. Faktor Koreksi (FK) :
FK =( åååå====
3
1
3
1
2
1
3
1 lijkl
kji
Y )2/(abcn)..................................................(3.14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-24
b. Jumlah kuadrat total (SStotal) :
FK-= åååå3
i
2
j
3
k
3
lijklY2
totalSS ................................................................(3.15)
c. Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-i faktor A
(SSA):
SSA = FKAbcn i
i -÷ø
öçè
æ å=
3
1
21................................................................(3.16)
d. Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-j faktor B
(SSB):
SSB = FKBacn i
i -÷ø
öçè
æ å=
2
1
21................................................................(3.17)
e. Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam taraf ke-k faktor C
(SSC) :
SSC = FKCabn i
i -÷ø
öçè
æ å=
3
1
21................................................................(3.18)
f. Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam interaksi taraf ke-ij
antara faktor A dan faktor B (SSAxB) :
SSAxB = BAji
SSSSFKAiBjcn
---÷÷ø
öççè
æåå
==
2
1
23
1
)(1
...............................(3.19)
g. Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam interaksi taraf ke-ik
antara faktor A dan faktor C (SSAxC) :
SSAxC = CAki
SSSSFKAiCkbn
---÷ø
öçè
æ åå==
3
1
23
1
)(1
...............................(3.20)
h. Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam interaksi taraf ke-jk
antara faktor B dan faktor C (SSBxC) :
SSBxC = CBkj
SSSSFKBjCkan
---÷÷ø
öççè
æåå
==
3
1
22
1
)(1
................................(3.21)
i. Jumlah kuadrat nilai pengamatan yang terdapat dalam interaksi taraf ke-ijk
antara faktor A, faktor B, dan faktor C (SSAxBxC)
SSAxBxC= BxCAxCAxBCBAkji
SSSSSSSSSSSSFKAiBjCkn
-------÷÷ø
öççè
æååå
===
3
1
22
1
3
1
)(1
.(3.22)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-25
j. Jumlah kuadrat error (SSE) :
SSE = SStotal - SSA - SSB – SSC - SSAB – SSAC – SSBC - SSABC..................(3.23)
Tabel 3.5 Skema ANOVA eksperimen faktorial dengan tiga faktor desain acak
sempurna
Sumber Variansi
Derajat Bebas (df)
Jumlah Kuadrat
(SS)
Kuadrat Tengah (MS)
F
Faktor A Faktor B Faktor C Interaksi AxB Interaksi AxC Interaksi BxC Interaksi AxBxC Error
a –1 b – 1 c –1 (a – 1)(b – 1) (a – 1)(c – 1) (b – 1)(c – 1) (a–1)(b–1)(c–1) abc(n - 1)
SSA
SSB SSC SSAxB
SSAxC
SSBxC
SSAxBxC SSE
SSA/dfA
SSB/dfB
SSC/dfC
SSAxB/dfAxB SSAxC/dfAxC
SSBxC/dfBxC
SSAxBxC/dfAxBxC SSE/dfE
MSA/MSE
MSB/MSE
MSC/MSE MSAxB/MSE
MSAxC/MSE
MSBxC/MSE
MSAxBxC/MSE
Total abcn SSTotal
3. Uji Pembanding Ganda
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan yang
terjadi dari hasil eksperimen yang telah dilakukan, dimana dalam hal ini adalah
untuk mengetahui jenis komposit yang terbaik dari segi kuat bending. Pengujian
setelah ANOVA menggunakan uji SNK (Student Newman Keuls).
Prosedur uji Student Newman-Keuls (SNK) (Hicks, 1993) terhadap suatu
level yang pengaruhnya dinyatakan cukup signifikan adalah sebagai berikut :
a. Menyusun rata-rata tiap level yang diuji dari kecil ke besar.
b. Mengambil nilai mean squareerror dan dferror dari tabel ANOVA.
c. Menghitung nilai error standar untuk mean level dengan rumus berikut :
kS error
.jY
MS=
......................................................................................(3.24)
Keterangan :
k = jumlah level
d. Menetapkan nilai a dan ambil nilai-nilai significant ranges dari tabel
Stundentized range dengan n2 = dferror dan p = 2, 3, … ,k sehingga diperoleh
significant range (SR).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-26
e. Mengalikan tiap nilai significant range (SR) yang diperoleh dengan error
standar sehingga diperoleh least significant range (LSR).
a. LSR = SR x .jYS ..........................................................................................(3.25)
b. Menghitung selisih mean antar dua level (akan terbentuk kK2 = k(k – 1)/2
pasang), dimulai dari mean terbesar dengan sampai dengan mean terkecil.
Bandingkan kembali beda second largest dan next smallest dengan LSR untuk
p = k – 1, demikian seterusnya sampai diperoleh kK2 perbandingan.
4. Interpretasi Hasil Eksperimen
Pada tahap ini dilakukan pemilihan desain komposit panel dengan
mempertimbangkan nilai kuat bending. Desain komposit panel yang dipilih adalah
desain yang memiliki nilai kuat bending terbesar.
3.2.5 Pengujian Serapan Bunyi
Pengujian serapan bunyi dilakukan bersifat opsional dengan menggunakan
alat uji sound level meter. Pengujian dilakukan di Laboratorium Pusat MIPA
UNS. Prinsip dari pengujian serapan bunyi adalah mengetahui nilai serapan bunyi
yang dihasilkan sampel. Langkah-langkah pengujian serapan bunyi adalah :
1. Menyiapkan spesimen berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tebal
1,5 cm.
2. Membuka kunci tabung impedansi.
3. Memasukkan spesimen uji.
4. Mengunci tabung impedansi.
5. Mengatur frekuensi melalui komputer menggunakan software pulse labshop.
6. Menjalankan program dan memperoleh data grafik absorpsi dari komputer.
3.3 Analisis Hasil Penelitian
Pada tahap ini dilakukan analisis hasil penelitian untuk memberikan
gambaran secara menyeluruh sebagai bahan pertimbangan dalam rekomendasi
desain komposit panel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-27
3.4 Kesimpulan dan Saran
Tahap ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang membahas
kesimpulan dari hasil yang diperoleh serta usulan atau rekomendasi untuk
implementasi lebih lanjut dan bagi penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-1
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini membahas proses pengumpulan data eksperimen dan proses
pengolahan data hasil eksperimen. Data yang dikumpulkan meliputi langkah-
langkah serta hasil pengumpulan dan pengolahan data diuraikan pada sub bab di
bawah ini.
4.1 Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian yaitu nilai kuat bending atau
modulus of rupture (MOR) dari benda uji yang dieksperimenkan dan pengujian
data hasil pengukuran.
4.1.1 Penentuan Teknik Eksperimen
Teknik eksperimen yang dipilih yaitu Factorial Experiment Completely
Randomized Design. Teknik ini digunakan karena eksperimen ini terdiri dari tiga
faktor, yaitu faktor komposisi volume kertas HVS, faktor campuran bahan, dan
faktor jenis perekat. Urutan eksperimen ditentukan secara random (complete
randomization) seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.2. Eksperimen dilakukan
untuk pengujian terhadap kekuatan bending spesimen.
4.1.2 Identifikasi Karakteristik Kualitas
Papan serat dengan kualitas baik adalah papan serat yang mempunyai nilai
MOR tinggi (satuan kgf/cm2). Menurut SNI 01-4449-2006 tentang papan serat
standar nilai modulus of rupture (MOR) sebesar ≥ 1,0 kgf/cm2 untuk kerapatan <
0,27 g/cm3, ≥ 3,0 untuk kerapatan > 0,4 g/cm3, ≥ 5 kgf/cm2 untuk kerapatan 0,40–
0,84 g/cm3, dan ≥ 20,0 untuk kerapatan >0,84 g/cm3. Melalui perancangan setting
level pada core komposit diharapkan dapat ditemukan alternatif bahan core
komposit dengan kualitas produk yang sama dengan papan serat dan aplikasinya
pada panel jika telah ditambahkan skin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
4.1.3 Pra Eksperimen
Pra eksperimen dilakukan untuk menentukan level-level pada faktor
komposisi volume HVS dan menentukan cara pembuatan spesimen sebelum
eksperimen. Pra eksperimen yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menentukan perbandingan kertas: air
Pada pra eksperimen, dilakukan pencampuran kertas dengan air dengan
perbandingan 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5. Perbandingan kertas: air yang dipilih
yaitu sebesar 1:4 karena cukup membasahi kertas sehingga mudah dilakukan
penghalusan dengan mixer. Untuk perbandingan kertas: air untuk melarutkan
lem sebesar 1:1 karena cukup untuk mencampur kertas dengan larutan lem.
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 4.1 Perbandingan kertas : air a. 1:1 ; b. 1:2 ; c. 1:3 ; d. 1:4 ; e. 1:5 Sumber: Pengolahan Data, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-3
2. Menentukan lama menghaluskan kertas dengan mixer
Pada pra eksperimen, kertas menjadi halus setelah dimixer selama minimal 10
menit dan sebelumnya dipotong kecil-kecil terlebih dahulu.
(a) (b) Gambar 4.2 Kertas dimixer selama 5 menit; b. Kertas dimixer selama 10 menit
Sumber: Pengolahan Data, 2010
3. Pembuatan spesimen dengan panjang serabut kelapa 2 cm dan 1 cm.
Pada pra eksperimen, dilakukan pemotongan serabut sepanjang 2 cm dan hasil
setelah spesimen dicetak serabut muncul ke permukaan (keluar dari
spesimen). Kemudian dilakukan pemotongan serabut sepanjang 1 cm dan
spesimen setelah dicetak menghasilkan permukaan yang rata.
(a) (b) Gambar 4.3 Spesimen dengan serabut 2 cm; b. Spesimen dengan serabut 1 cm
Sumber: Pengolahan Data, 2010
4. Pembuatan spesimen dengan komposisi volume HVS 75%
Pada komposisi volume HVS 75%, spesimen mengalami pengembangan tebal
setelah dilakukan pengepresan dan didiamkan beberapa hari. Selain itu
spesimen dengan bahan campuran sekam 25% sedikit rapuh ketika dilepas
dari cetakan, sehingga dikhawatirkan akan patah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-4
(a) (b) Gambar 4.4 a. Spesimen dengan HVS 75% dicampur serabut; b. Spesimen
dengan HVS 75% dicampur sekam Sumber: Pengolahan Data, 2010
5. Pembuatan spesimen dengan komposisi volume HVS 80% dan 85%.
Selanjutnya dilakukan pra eksperimen dengan komposisi volume HVS 80%
dan 85% untuk mengetahui apakah spesimen mengalami pengembangan tebal
dan rapuh atau tidak. Hasilnya, spesimen tidak terlalu mengembang dan tidak
rapuh setelah dilepas dari cetakan.
Gambar 4.5 Spesimen dengan volume kertas 80% (kiri) dan 85% (kanan)
Sumber: Pengolahan Data, 2010
4.1.4 Hasil Eksperimen
Spesimen untuk uji bending berdasarkan SNI Papan Serat memiliki panjang
200 mm. Spesimen sebelum dilakukan pengujian dan sesudah dilakukan
pengujian bending ditunjukkan pada gambar 4.6 .
(a) (b) Gambar 4.6 a. Spesimen sebelum pengujian; b. Spesimen setelah pengujian
Sumber: Pengolahan Data, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-5
Spesimen yang telah dicetak dan diberi perlakuan post cure, diuji dengan
mesin uji bending di Laboratorium Material Teknik Mesin UNS. Spesimen
diletakkan diatas mesin bending dengan tiga titik tumpu. Satu dari atas dan dua
dari bawah spesimen. Jarak antara dua penumpu dihitung berdasarkan ketentuan
SNI papan serat, yaitu 15 cm. Gambar 4.7 berikut adalah gambar sebelum dan
sesudah dilakukannya uji bending.
(a) (b)
Gambar 4.7 a. Sebelum pengujian; b. Setelah pengujian Sumber: Pengolahan Data, 2010
Eksperimen dilakukan sesuai dengan kombinasi level faktor yang telah
ditentukan pada desain eksperimen. Data hasil eksperimen diolah untuk
mendapatkan kombinasi level faktor optimal yang diharapkan dapat menghasilkan
kualitas komposit dengan nilai kuat bending atau modulus of rupture (MOR) yang
optimum. Perhitungan dengan rumus nilai kuat bending atau modulus of rupture
(MOR) dari data hasil pengujian sebagai berikut:
Besar nilai MOR dari benda uji dapat dihitung dengan rumus :
MOR = 22
3LTBS
..........................................................................................(4.1)
Keterangan :
MOR = modulus of rupture (kgf/cm2)
B = besarnya beban maksimum (kgf)
S = jarak sangga (cm)
L = lebar papan serat (cm)
T = tebal papan serat (cm)
Satuan P adalah kgf (kilogram force), sedangkan pada saat pengujian, satuan
yang digunakan dalam pembebanan adalah kilo Newton (kN). Oleh karena itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-6
satuan kilo Newton (kN) perlu dikonversi ke dalam satuan kgf dengan cara
mengalikan hasil yang diperoleh dengan 1000 dan mengalikannya lagi dengan
0,1019 (1N = 0,1019 kgf). Data untuk panjang span (jarak tumpu) sebesar 15 cm,
dan sama untuk setiap data.
Contoh perhitungan Pmaks dan nilai MOR sebagai berikut :
Pmaks = 0,0848 kN
Pmaks = 0,0848 x 1000 x 0,1019 = 8,6472 kgf
22
kgf/cm5506,1657,152
156472,83==
xxxx
MOR
Untuk selanjutnya dilakukan perhitungan dengan cara yang sama sehingga
diperoleh data nilai kuat bending/ MOR selengkapnya yang ditunjukkan oleh tabel
4.1 berikut :
Tabel 4.1 Data nilai MOR pada eksperimen
No Eksperimen
KeteranganTebal (cm)
Lebar (cm)
Beban Maks (Kn)
MOR (kgf/cm2)
1 i 2 j 2 k 1 l 2 1,53 5 0,0848 16,5506
2 i 3 j 1 k 1 l 1 1,37 5 0,1014 24,9118
3 i 3 j 2 k 1 l 3 1,48 5 0,1184 24,6926
4 i 3 j 1 k 1 l 2 1,38 5 0,0981 23,5238
5 i 2 j 2 k 2 l 1 1,57 5 0,1014 18,9573
6 i 1 j 1 k 1 l 1 1,37 5 0,1052 25,8453
7 i 3 j 1 k 1 l 3 1,43 5 0,0981 21,9112
8 i 3 j 2 k 2 l 1 1,50 5 0,1052 21,4548
9 i 1 j 2 k 3 l 1 1,68 5 0,1014 16,4206
10 i 1 j 1 k 2 l 2 1,62 5 0,0777 13,6418
11 i 3 j 2 k 2 l 3 1,30 5 0,1052 28,5641
12 i 2 j 2 k 2 l 3 1,60 5 0,0777 13,9275
13 i 2 j 2 k 2 l 2 1,47 5 0,0914 19,4973
14 i 3 j 1 k 2 l 3 1,42 5 0,0947 21,6524
15 i 3 j 2 k 1 l 1 1,50 5 0,1289 26,2883
16 i 1 j 2 k 2 l 2 1,75 5 0,0777 11,6422
17 i 2 j 2 k 3 l 2 1,52 5 0,1525 30,4216
18 i 2 j 2 k 3 l 3 1,50 5 0,1492 30,4283
19 i 2 j 2 k 1 l 1 1,47 5 0,1255 26,7715
20 i 1 j 1 k 2 l 1 1,55 5 0,081 15,4708
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-7
Lanjutan Tabel 4.1 Data nilai MOR pada eksperimen
No Eksperimen
KeteranganTebal (cm)
Lebar (cm)
Beban Maks (Kn)
MOR (kgf/cm2)
21 i 1 j 1 k 1 l 2 1,43 5 0,0914 20,4147
22 i 2 j 1 k 3 l 1 1,43 5,2 0,0848 18,2121
23 i 1 j 1 k 3 l 3 1,50 5,1 0,0848 16,8452
24 i 1 j 2 k 2 l 3 1,75 5 0,0711 10,6533
25 i 3 j 2 k 3 l 2 1,47 5 0,1492 31,8272
26 i 1 j 1 k 3 l 2 1,55 5,2 0,0947 17,5040
27 i 2 j 1 k 1 l 1 1,45 5 0,0914 19,9481
28 i 1 j 1 k 3 l 1 1,50 5 0,0981 20,0068
29 i 2 j 1 k 2 l 1 1,48 5 0,0848 17,6852
30 i 3 j 2 k 1 l 2 1,47 5 0,0914 19,4973
31 i 1 j 2 k 3 l 2 1,65 5 0,1217 20,5123
32 i 2 j 1 k 2 l 2 1,40 5 0,0881 20,6258
33 i 2 j 1 k 2 l 3 1,50 5 0,0848 17,2944
34 i 3 j 1 k 2 l 1 1,50 5 0,1118 22,8009
35 i 3 j 2 k 3 l 1 1,37 5 0,1151 28,2776
36 i 1 j 2 k 2 l 1 1,70 5 0,0981 15,5763
37 i 1 j 1 k 1 l 3 1,55 5 0,0881 16,8269
38 i 2 j 2 k 3 l 1 1,50 5 0,1289 26,2883
39 i 2 j 1 k 3 l 2 1,63 5,2 0,0744 12,3050
40 i 3 j 2 k 2 l 2 1,52 5 0,1459 29,1049
41 i 2 j 1 k 1 l 3 1,50 5 0,1289 26,2883
42 i 2 j 2 k 1 l 3 1,63 5 0,1014 17,4414
43 i 3 j 1 k 3 l 3 1,43 5 0,1217 27,1824
44 i 3 j 1 k 2 l 2 1,30 5 0,1014 27,5323
45 i 1 j 2 k 3 l 3 1,67 5 0,1322 21,8387
46 i 3 j 2 k 3 l 3 1,47 5 0,1459 31,1232
47 i 1 j 2 k 1 l 1 1,63 5 0,0848 14,5861
48 i 2 j 1 k 1 l 2 1,42 5 0,1085 24,8077
49 i 1 j 2 k 1 l 3 1,77 5 0,0677 9,9534
50 i 3 j 2 k 3 l 1 1,30 5 0,0540 14,6622
51 i 1 j 2 k 1 l 2 1,63 5 0,0677 11,6448
52 i 1 j 1 k 2 l 3 1,53 5 0,0606 11,8275
53 i 3 j 1 k 3 l 2 1,30 5 0,0677 18,3820
54 i 2 j 1 k 3 l 3 1,30 5 0,0606 16,4542 Sumber: Pengolahan Data, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-8
Berdasar tabel 4.1 diperoleh bahwa nilai kuat bending/ MOR tertinggi
(terbaik) terdapat pada eksperimen ke-25 dengan faktor fraksi volume kertas 90%
dengan bahan campuran serabut kelapa dan perekat lem putih. Sedangkan nilai
kuat bending/ MOR terendah diperoleh dari eksperimen ke-49 dengan fraksi
volume kertas 80% dengan bahan campuran serabut kelapa dan tanpa perekat.
4.2 Pengolahan Data
Pada tahap pengolahan data dilakukan uji asumsi dasar, uji ANOVA, dan uji
pembanding ganda untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel respon. Setelah
itu dilakukan pemilihan spesimen berdasarkan nilai kuat bending spesimen.
4.2.1 Uji Asumsi Dasar
Uji asumsi dasar merupakan langkah awal dalam pengolahan data, yang
meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji independensi. Proses pengujian
asumsi dasar dilakukan terhadap data hasil pengukuran nilai kuat bending pada
masing-masing perlakuan
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap data observasi di tiap perlakuan dengan
tujuan untuk mengetahui apakah data observasi berdistribusi normal. Jumlah
perlakuan yang terdapat pada eksperimen adalah 54 perlakuan. Cara perhitungan
uji normalitas sampel data observasi dilakukan dengan metode lilliefors. Data
nilai kuat bending/ MOR yang telah didapat melalui pengukuran, selanjutnya
dibuat dalam suatu tabel interaksi. Adapun bentuk tabulasi seperti dijelaskan pada
tabel 4.2 di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-9
Tabel 4.2 Hasil pengukuran Nilai MOR (kgf/cm2)
Variasi Jenis
Perekat (C)
Komposisi Volume HVS (A)
80% (a1) 85% (a2) 90% (a3) Campuran Bahan
(B) Campuran Bahan
(B) Campuran Bahan
(B) Sekam 20% (b1)
Serabut 20% (b2)
Sekam 15% (b1)
Serabut 15% (b2)
Sekam 10% (b1)
Serabut 10% (b2)
Tanpa Lem (c1)
25,8453 14,5861 19,9481 26,7715 24,9118 26,2883 20,4147 11,6448 24,8077 16,5506 23,5238 19,4973 16,8269 9,9534 26,2883 17,4414 21,9112 24,6926
Lem Kanji (c2)
15,4708 15,5763 17,6852 18,9573 22,8009 21,4548 13,6418 11,6422 20,6258 19,4973 27,5323 29,1049 11,8275 10,6533 17,2944 13,9275 21,6524 28,5641
Lem Putih(c3)
20,0068 16,4206 18,2121 26,2883 14,6622 28,2776 17,5040 20,5123 12,3050 30,4216 18,3820 31,8272 16,8452 21,8387 16,4542 30,4283 27,1824 31,1232
Sumber: Pengolahan Data, 2010
Langkah-langkah perhitungan uji lilliefors, sebagai berikut :
a. Urutkan data observasi dari yang terkecil sampai terbesar,
9,953; 10,653; 11,642; ……; 31,827 sebagaimana ditunjukan pada tabel 4.3
b. Hitung rata-rata ( x ) dan standar deviasi ( s ) data tersebut,
53,2054
827,31...642,11653,10953,9
1
=++++
=
÷ø
öçè
æ
=å=
x
n
x
x
n
ii
( )
1
2
2
-
-=
åån
n
XX
s
( )
15454
827,31...653,10653,10953,9)827,31...642,11653,10953,9(
22222
-
++++-++++
=s
86,5=s
c. Transformasikan data (x) tersebut menjadi nilai baku ( z ),
( ) sxxz ii /-=
dengan; xi = nilai pengamatan ke-i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-10
x = rata-rata
s = standar deviasi
( ) -1,8086,5/53,209,9531 =-=z
Dengan cara yang sama diperoleh seluruh nilai baku, sebagaimana
ditunjukan pada kolom z tabel 4.3 di bawah ini.
d. Berdasarkan nilai baku ( z ), tentukan nilai probabilitasnya P( z ) berdasarkan
sebaran normal baku, sebagai probabilitas pengamatan. Gunakan tabel
standar luas wilayah di bawah kurva normal atau dengan bantuan Ms.Excel
dengan function NORMSDIST, sebagaimana dapat dilihat pada kolom P( z )
tabel 4.3.
e. Tentukan nilai probabilitas harapan kumulatif P(x) dengan cara, sebagai
berikut:
nixP i /)( =
02,054/1)( 1 ==xP
Dengan cara yang sama akan diperoleh seluruh nilai P(x) sebagaimana pada
kolom P( x ) tabel 4.2 dibawah ini.
f. Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P( z ) dan P( x ), yaitu :
maks | P( z ) - P( x )| , sebagai nilai L hitung 1.
maks | P( z ) - P( x )| = 0,02
g. Tentukan nilai maksimum dari selisih absolut P(xi-1) dan P( z ), yaitu:
maks | P(xi-1) - P( z ) |, sebagai nilai L hitung 2.
maks | P(xi-1) - P( z ) | = 0,04
h. Tentukan nilai maksimum antara maks| P( z ) - P( x )| dan maks | P(xi-1) -
P( z )|. Nilai maks tersebut merupakan nilai L hitung uji liliefors.
Maks [| P( z ) - P( x )| dan | P(xi-1) - P( z )|] = 0,078
i. Tahap berikutnya adalah menganalisis apakah semua sampel data observasi
berdistribusi normal. Hipotesis yang diajukan adalah :
H0: Sampel data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1: Sampel data observasi berasal dari populasi yang tidak berdistribusi
normal.
Hasil perhitungan uji lilliefors untuk eksperimen spesimen komposit
secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-11
Tabel 4.3 Perhitungan uji lilliefors
i x x2 z P(z) P(x) |P(z)-P(x)|
|P(x-1)-P(z)|
1 9,953 99,07 -1,80 0,04 0,02 0,02 0,04 2 10,653 113,49 -1,69 0,05 0,04 0,01 0,03 3 11,642 135,54 -1,52 0,06 0,06 0,01 0,03 4 11,645 135,60 -1,52 0,06 0,07 0,01 0,01 5 11,827 139,89 -1,49 0,07 0,09 0,02 0,01 6 12,305 151,41 -1,40 0,08 0,11 0,03 0,01 7 13,642 186,10 -1,18 0,12 0,13 0,01 0,01 8 13,927 193,98 -1,13 0,13 0,15 0,02 0,00 9 14,586 212,75 -1,01 0,16 0,17 0,01 0,01 10 14,662 214,98 -1,00 0,16 0,19 0,03 0,01 11 15,471 239,35 -0,86 0,19 0,20 0,01 0,01 12 15,576 242,62 -0,85 0,20 0,22 0,02 0,00 13 16,421 269,64 -0,70 0,24 0,24 0,00 0,02 14 16,454 270,74 -0,70 0,24 0,26 0,02 0,00 15 16,551 273,92 -0,68 0,25 0,28 0,03 0,01 16 16,827 283,14 -0,63 0,26 0,30 0,03 0,01 17 16,845 283,76 -0,63 0,26 0,31 0,05 0,03 18 17,294 299,10 -0,55 0,29 0,33 0,04 0,02 19 17,441 304,20 -0,53 0,30 0,35 0,05 0,03 20 17,504 306,39 -0,52 0,30 0,37 0,07 0,05 21 17,685 312,77 -0,49 0,31 0,39 0,08 0,06 22 18,212 331,68 -0,40 0,35 0,41 0,06 0,04 23 18,382 337,90 -0,37 0,36 0,43 0,07 0,05 24 18,957 359,38 -0,27 0,39 0,44 0,05 0,03 25 19,497 380,15 -0,18 0,43 0,46 0,03 0,01 26 19,497 380,15 -0,18 0,43 0,48 0,05 0,03 27 19,948 397,93 -0,10 0,46 0,50 0,04 0,02 28 20,007 400,27 -0,09 0,46 0,52 0,05 0,04 29 20,415 416,76 -0,02 0,49 0,54 0,04 0,03 30 20,512 420,75 0,00 0,50 0,56 0,06 0,04 31 20,626 425,43 0,02 0,51 0,57 0,07 0,05 32 21,455 460,31 0,16 0,56 0,59 0,03 0,01 33 21,652 468,83 0,19 0,58 0,61 0,04 0,02 34 21,839 476,93 0,22 0,59 0,63 0,04 0,02 35 21,911 480,10 0,24 0,59 0,65 0,05 0,04 36 22,801 519,88 0,39 0,65 0,67 0,02 0,00 37 23,524 553,37 0,51 0,70 0,69 0,01 0,03 38 24,693 609,72 0,71 0,76 0,70 0,06 0,08
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-12
Lanjutan Tabel 4.3 Perhitungan uji lilliefors
i x x2 z P(z) P(x) |P(z)-P(x)|
|P(x-1)-P(z)|
39 24,808 615,42 0,73 0,77 0,72 0,05 0,06 40 24,912 620,60 0,75 0,77 0,74 0,03 0,05 41 25,845 667,98 0,91 0,82 0,76 0,06 0,08 42 26,288 691,07 0,98 0,84 0,78 0,06 0,08 43 26,288 691,07 0,98 0,84 0,80 0,04 0,06 44 26,288 691,07 0,98 0,84 0,81 0,02 0,04 45 26,772 716,71 1,07 0,86 0,83 0,02 0,04 46 27,182 738,88 1,14 0,87 0,85 0,02 0,04 47 27,532 758,03 1,20 0,88 0,87 0,01 0,03 48 28,278 799,62 1,32 0,91 0,89 0,02 0,04 49 28,564 815,91 1,37 0,91 0,91 0,01 0,03 50 29,105 847,10 1,46 0,93 0,93 0,00 0,02 51 30,422 925,47 1,69 0,95 0,94 0,01 0,03 52 30,428 925,88 1,69 0,95 0,96 0,01 0,01 53 31,123 968,65 1,81 0,96 0,98 0,02 0,00 54 31,827 1012,97 1,93 0,97 1,00 0,03 0,01
rata2 20,53 max 0,08 0,08
stdv 5,86 L hitung 0,078
L tabel 0,121 Sumber: Pengolahan Data, 2010
Hasil perhitungan uji lilliefors dengan menggunakan software SPSS dapat
dilihat pada lampiran Tabel L3.1. Berdasarkan tabel L3.1 [kolom kolmogorov-
smirnova bagian sig,], terlihat bahwa nilai signifikansi 0,2 lebih besar dari 0,05.
Selain itu berdasarkan tabel 4.3 dimana taraf nyata yang dipilih a= 0,05, dengan
wilayah kritik penolakan terhadap Lhitung > L(a,n). Nilai Ltabel dari distribusi L yaitu
L (a,n) = L(0.05, 54) = 0,121, diperoleh hasil perhitungan uji normalitas semua
perlakuan Lhitung < Ltabel (0,121), maka terima H0, dari hasil tersebut menyatakan
bahwa seluruh data observasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Kedua kriteria yakni signifikansi dan nilai statistik hitung menunjukkan
penerimaan terhadap H0 dan dapat disimpulkan bahwa 54 data observasi berasal
dari populasi berdistribusi normal.
Bentuk sebaran normal pada perlakuan diperkuat oleh normal probability
plot (P-P) dan histogram yang ditunjukkan dalam gambar 4.8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-13
(a) (b)
Gambar 4.8 Normal probability plot (a) dan histogram data observasi (b) Sumber: Pengolahan Data, 2010
2. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan metode levene test, yakni menguji
kesamaan ragam data observasi antar level faktornya. Uji homogenitas dilakukan
terhadap data yang dikelompokkan berdasarkan faktor komposisi volume HVS,
faktor bahan campuran, dan faktor jenis perekat.
a. Uji homogenitas antar level faktor komposisi volume HVS
Hipotesis yang diajukan, adalah:
H0 : s12 = s2
2 = s32 (Data antar level faktor komposisi volume HVS memiliki
ragam yang sama atau bersifat homogen)
H1 : Data antar level faktor komposisi volume HVS memiliki ragam yang
tidak sama atau bersifat tidak homogen
Taraf nyata a = 0,05 dan wilayah kritik F > F0,05 (2 ; 51)
Prosedur pengujian adalah dengan mengelompokkan data berdasarkan
komposisi kertas HVS, kemudian dicari rata-rata tiap level komposisi volume
HVS dan dihitung selisih absolut nilai pengamatan terhadap rata-ratanya. Nilai
residual faktor komposisi volume HVS dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-14
Tabel 4.4 Residual data antar level faktor komposisi volume HVS
No Faktor Komposisi Volume
HVS Residual
80% 85% 90% 80% 85% 90% 1 25,85 19,95 24,91 9,67 0,82 0,28 2 20,41 24,81 23,52 4,24 4,04 1,11 3 16,83 26,29 21,91 0,65 5,52 2,72 4 15,47 17,69 22,80 0,71 3,09 1,83 5 13,64 20,63 27,53 2,54 0,15 2,90 6 11,83 17,29 21,65 4,35 3,48 2,98 7 20,01 18,21 14,66 3,83 2,56 9,97 8 17,50 12,31 18,38 1,33 8,47 6,25 9 16,85 16,45 27,18 0,67 4,32 2,55
10 14,59 26,77 26,29 1,59 6,00 1,66 11 11,64 16,55 19,50 4,53 4,22 5,14 12 9,95 17,44 24,69 6,22 3,33 0,06 13 15,58 18,96 21,45 0,60 1,82 3,18 14 11,64 19,50 29,10 4,54 1,28 4,47 15 10,65 13,93 28,56 5,53 6,84 3,93 16 16,42 26,29 28,28 0,24 5,52 3,64 17 20,51 30,42 31,83 4,33 9,65 7,19 18 21,84 30,43 31,12 5,66 9,66 6,49
Rata-rata 16,18 20,77 24,63 61,22 80,74 66,35
Jumlah (x) x^2 3747,70 6519,19 4402,88
Sumber: Pengolahan Data, 2010
Selanjutnya dihitung nilai-nilai berikut :
1. Faktor koreksi (FK),
(FK) = ( )
n
x2å
= (61,22+80,74+66,35)2/54
= 803,61
2. Hitung sum square (SS) faktor, total, dan error
a. SSkomposisi volume HVS = ( )
úúû
ù
êêë
é-å FK
k
xi2
= (61,222+80,742+66,352) 2/18 – 803,61
= 11,38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-15
b. SStotal = ( ) FKxi -å 2
= (9,672 +4,242
+… + 6,492) – FK
= 1174,30 - 803,61
= 370,69
c. SSError = SStotal – SSkomposisi volume HVS
= 370,69 - 11,38
= 359,31
3. Hitung mean square (MS) faktor dan error
a. MSkomposisi volume HVS = tt
olumeHVSKomposisiV
olumeHVSKomposisiVdf
SS
= 11,38/ 2
= 5,69
b. MSError = error
error
df
SS
= 359,31/51
= 7,05
4. Hitung nilai F (F hitung)
F hitung =error
olumeHVSKomposisiV
MS
MS
= 5,69/7,05
= 0,81
Hasil perhitungan uji homogenitas terhadap faktor komposisi volume HVS
dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor komposisi volume HVS
Sumber Keragaman df SS MS Fhitung Ftabel Komposisi volum HVS 2 11,38 5,69
0,81 3,18 Error 51 359,31 7,05
Total 53 370,69 Sumber: Pengolahan Data, 2010
Taraf nyata yang dipilih a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan
terhadap Fhitung > Ftabel. Berdasarkan tabel 4.6, nilai Fhitung sebesar 0,81 < Ftabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-16
(3,18), sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor
komposisi volume HVS memiliki ragam yang sama (homogen).
Grafik uji homogenitas komposisi volume HVS ditunjukkan dalam
gambar 4.9.
Grafik Uji Homogenitas Komposisi Volume HVS
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Treatment ke-
Resi
du
al 80%
85%
90%
Gambar 4.9 Grafik uji homogenitas komposisi volume HVS Sumber: Pengolahan Data, 2010
Berdasarkan gambar 4.9 dapat dilihat bahwa data residual antara satu
dengan yang lain dalam faktor komposisi volume HVS tiap levelnya memiliki
jarak yang tidak jauh sehingga data dinyatakan homogen.
Pengolahan homogenitas data komposisi volume HVS menggunakan
SPSS dapat dilihat pada lampiran tabel L3.2. Berdasarkan perhitungan SPSS
pada tabel L3.2, menunjukkan nilai F hitung yang sama dengan perhitungan
uji levene, yaitu 0,81 dan nilai signifikansi sebesar 0,452 lebih besar dari 0,05
sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor komposisi
volume HVS memiliki ragam yang sama (homogen).
b. Uji homogenitas antar level faktor campuran bahan
Hipotesis yang diajukan, adalah:
H0 : s12 = s2
2 (Data antar level faktor campuran bahan memiliki ragam yang
sama atau bersifat homogen)
H1 : Data antar level faktor campuran bahan memiliki ragam yang tidak sama
atau bersifat tidak homogen
Taraf nyata a = 0,05 dan wilayah kritik F > F0,05(1 ; 52)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-17
Prosedur perhitungan uji homogenitas antar level campuran bahan, sama
dengan pembahasan sebelumnya. Tabel 4.6 merupakan hasil perhitungan uji
homogenitas antar level campuran bahan.
Tabel 4.6 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor campuran bahan
Sumber Keragaman df SS MS Fhitung Ftabel Campuran bahan 1 68,76 68,76
7,94 4,03 Error 52 450,35 8,66
Total 53 519,11 Sumber: Pengolahan Data, 2010
Taraf nyata yang dipilih a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan
terhadap Fhitung > Ftabel. Berdasarkan tabel 4.6, nilai Fhitung sebesar 7,94 > Ftabel
(4,03), sehingga H0 ditolak dan disimpulkan bahwa data antar level faktor
campuran bahan memiliki ragam yang tidak sama (tidak homogen).
Grafik uji homogenitas campuran bahan ditunjukkan dalam gambar 4.10.
Grafik Uji Homogenitas Campuran Bahan
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Treatment ke-
Re
sid
ual
sekam
serabut kelapa
Gambar 4.10 Grafik uji homogenitas campuran bahan Sumber: Pengolahan Data, 2010
Berdasarkan gambar 4.10 dapat dilihat bahwa data residual antara satu
dengan yang lain dalam faktor campuran bahan tiap levelnya memiliki jarak
yang jauh sehingga data dinyatakan tidak homogen.
Pengolahan homogenitas data campuran bahan menggunakan SPSS dapat
dilihat pada lampiran tabel L3.3. Berdasarkan perhitungan SPSS pada tabel
L3.3, menunjukkan nilai F hitung yang sama dengan perhitungan uji levene,
yaitu 7,94 dan nilai signifikansi sebesar 0,007 lebih kecil dari 0,05 sehingga
H0 ditolak dan disimpulkan bahwa data antar level faktor campuran bahan
memiliki ragam yang tidak sama (tidak homogen). Ketidakhomogenitasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-18
data observasi tidak menimbulkan resiko yang serius, karena jumlah kasus
pada setiap samplenya adalah sama.
c. Uji homogenitas antar level faktor jenis perekat
Hipotesis yang diajukan, adalah:
H0 : s12 = s2
2 (Data antar level faktor jenis perekat memiliki ragam yang
sama atau bersifat homogen)
H1 : Data antar level faktor jenis perekat memiliki ragam yang tidak sama
atau bersifat tidak homogen
Taraf nyata a = 0,05 dan wilayah kritik F > F0,05 (2; 51)
Prosedur perhitungan uji homogenitas antar level jenis perekat, sama dengan
pembahasan sebelumnya. Tabel 4.7 merupakan hasil perhitungan uji
homogenitas antar level jenis perekat.
Tabel 4.7 Uji lavene dikelompokkan berdasarkan faktor jenis perekat
Sumber Keragaman df SS MS Fhitung Ftabel Jenis perekat 2 16,35 8,18
0,97 3,18 Error 51 431,93 8,47
Total 53 448,29 Sumber: Pengolahan Data, 2010
Taraf nyata yang dipilih a= 0,05, dengan wilayah kritik penolakan
terhadap Fhitung > Ftabel. Berdasarkan tabel 4.7, nilai Fhitung sebesar 0,97 < Ftabel
(3,18), sehingga H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level jenis
perekat memiliki ragam yang sama (homogen).
Grafik uji homogenitas jenis perekat ditunjukkan dalam gambar 4.11.
Grafik Uji Homogenitas Jenis Perekat
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Treatment ke-
Re
sid
ua
l
Tanpa lem
Lem kanji
Lem putih
Gambar 4.11 Grafik uji homogenitas jenis perekat Sumber: Pengolahan Data, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-19
Berdasarkan gambar 4.11 dapat dilihat bahwa data residual antara satu
dengan yang lain dalam faktor jenis perekat tiap levelnya memiliki jarak yang
tidak jauh sehingga data dinyatakan homogen.
Pengolahan homogenitas data jenis perekat menggunakan SPSS dapat
dilihat pada lampiran tabel L3.4. Berdasarkan perhitungan SPSS pada tabel
L3.4, menunjukkan nilai F hitung yang sama dengan perhitungan uji levene,
yaitu 0,97 dan nilai signifikansi sebesar 0,387 lebih besar dari 0,05 sehingga
H0 diterima dan disimpulkan bahwa data antar level faktor jenis perekat
memiliki ragam yang sama (homogen).
Rekapitulasi hasil uji homogenitas terhadap ketiga faktor dalam eksperimen
dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini.
Tabel 4.8 Hasil uji homogenitas terhadap faktor komposisi volume HVS, campuran bahan, dan jenis perekat
Faktor F hitung
F tabel Ho (Ho diterima jika F hitung<F
tabel) Kesimpulan
Komposisi volum HVS 0,81 3,18 Diterima Homogen
Campuran bahan 7,94 4,03 Ditolak Tidak homogen
Jenis perekat 0,97 3,18 Diterima Homogen Sumber: Pengolahan Data, 2010
3. Uji Independensi
Pengujian independensi eksperimen dilakukan dengan melakukan
pengacakan terhadap observasi. Pengujian independensi eksperimen dapat
dilakukan dengan uji run test (uji deret). Data yang skala pengukurannya ordinal
dimana untuk mengukur urutan suatu kejadian. Pengujian dilakukan dengan cara
mengukur kerandoman populasi yang didasarkan atas data hasil pengamatan
melalui data sampel. Tujuan uji deret adalah untuk menentukan apakah keacakan
akan terjadi atau apakah terdapat suatu pola yang mendasari urutan data sampel.
(Supranto, 1994). Pengujian independensi dilakukan dengan membuat plot
residual data untuk setiap perlakuan berdasarkan urutan pengambilan data pada
eksperimen. Nilai residual tersebut merupakan selisih data observasi dengan rata-
rata tiap perlakuan. Hasil perhitungan nilai residual untuk tiap perlakuan dapat
dilihat pada tabel 4.9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-20
Tabel 4.9 Residual data nilai kuat bending/ MOR pada eksperimen
No Perlakuan Nilai MOR (kgf/cm2) Rata-
rata Residual
1 2 3 1 2 3 1 i1j1k1 25,8453 20,4147 16,8269 21,03 4,82 -0,61 -4,20
2 i1j1k2 15,4708 13,6418 11,8275 13,65 1,82 0,00 -1,82
3 i1j1k3 20,0068 17,504 16,8452 18,12 1,89 -0,61 -1,27 4 i1j2k1 14,5861 11,6448 9,9534 12,06 2,52 -0,42 -2,11
5 i1j2k2 15,5763 11,6422 10,6533 12,62 2,95 -0,98 -1,97
6 i1j2k3 16,4206 20,5123 21,8387 19,59 -3,17 0,92 2,25 7 i2j1k1 19,9481 24,8077 26,2883 23,68 -3,73 1,13 2,61
8 i2j1k2 17,6852 20,6258 17,2944 18,54 -0,85 2,09 -1,24
9 i2j1k3 18,2121 12,305 16,4542 15,66 2,55 -3,35 0,80 10 i2j2k1 26,7715 16,5506 17,4414 20,25 6,52 -3,70 -2,81
11 i3j1k2 18,9573 19,4973 13,9275 17,46 1,50 2,04 -3,53
12 i3j1k3 26,2883 30,4216 30,4283 29,05 -2,76 1,38 1,38 13 i3j1k1 24,9118 23,5238 21,9112 23,45 1,46 0,07 -1,54 14 i3j1k2 22,8009 27,5323 21,6524 24,00 -1,19 3,54 -2,34 15 i3j1k3 14,6622 18,382 27,1824 20,08 -5,41 -1,69 7,11 16 i3j2k1 26,2883 19,4973 24,6926 23,49 2,80 -4,00 1,20 17 i3j2k2 21,4548 29,1049 28,5641 26,37 -4,92 2,73 2,19 18 i3j2k3 28,2776 31,8272 31,1232 30,41 -2,13 1,42 0,71
Sumber: Pengolahan Data, 2010
Data residual kemudian diplotkan berdasarkan urutan pengambilan data
eksperimen seperti gambar 4.12.
Grafik Uji Independensi
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
0 10 20 30 40 50 60
Eksperimen ke-
Res
idu
al
residual
Gambar 4.12 Plot residual data nilai MOR
Sumber: Pengolahan Data, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-21
Berdasarkan gambar 4.12 terlihat bahwa nilai residual tersebar merata dan
tidak membentuk pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa data hasil
eksperimen memenuhi syarat independensi.
Sedangkan uji independensi menggunakan SPSS dilakukan dengan uji run
test ditunjukkan pada tabel L3.5. Hipotesis yang diajukan dalam uji independensi
adalah sebagai berikut, dengan taraf nyata yang dipilih a= 0,05, yaitu:
H0: Sampel data observasi berasal dari populasi tersebut bersifat acak,
H1: Sampel data observasi berasal dari populasi tersebut tidak acak atau
mempunyai pola.
Berdasarkan nilai signifikansi pada tabel L3.5, 0,783 lebih besar dari taraf
nyata yang dipilih a= 0,05, sehingga H0 diterima dan simpulkan bahwa untuk data
eksperimen dapat dikatakan data bersifat acak.
Hasil uji asumsi yang dibahas di atas, diketahui bahwa data observasi yang
dilakukan memenuhi asumsi normalitas dan independensi. Ketidakhomogenitasan
data observasi tidak menimbulkan resiko yang serius, karena jumlah kasus pada
setiap samplenya adalah sama. Oleh karena itu, data observasi tersebut dapat
digunakan untuk pengolahan Analysis of Variance (ANOVA).
4.2.2 Uji ANOVA
Pengujian ANOVA dilakukan terhadap nilai kuat bending untuk mengetahui
apakah faktor-faktor yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel respon
tersebut. Hipotesis umum yang diajukan adalah ada perbedaan yang signifikan
antar faktor maupun level dalam setiap faktor yang diteliti. Hipotesis umum ini
disebut sebagai hipotesis satu (H1).
Hipotesis nol yang diajukan dalam analisis variansi, adalah:
H01 : 2As = 0
Perbedaan komposisi volume bahan kertas HVS tidak menimbulkan
pengaruh yang signifikan terhadap besarnya kuat bending.
H02 : 2Bs = 0
Perbedaan campuran bahan tidak menimbulkan pengaruh yang
signifikan terhadap besarnya kuat bending.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
H03 : 2Cs = 0
Perbedaan jenis perekat tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan
terhadap besarnya kuat bending.
H04 : 2ABs = 0
Perbedaan interaksi komposisi volume bahan kertas HVS dan campuran
bahan tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap besarnya
kuat bending.
H05 : 2ACs = 0
Perbedaan interaksi komposisi volume bahan kertas HVS dan jenis
perekat tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap besarnya
kuat bending.
H06 : 2BCs = 0
Perbedaan interaksi campuran bahan dan jenis perekat tidak
menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap besarnya kuat
bending.
H07 : 2ABCs = 0
Perbedaan interaksi komposisi volume bahan kertas HVS, campuran
bahan dan jenis perekat tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan
terhadap besarnya kuat bending.
Model matematik yang dipakai dalam analisis ini, adalah:
Yijkl = m + Ai + Bj + Ck + ABij + ACik + BCjk + ABCijk + el(ijk) ................(4.2)
Keterangan :
Yijkl = variabel respon
Ai = faktor komposisi volume bahan kertas HVS
Bj = faktor campuran bahan
Ck = faktor jenis perekat
ABij = interaksi faktor A dan faktor B
ACik = interaksi faktor A dan faktor C
BCjk = interaksi faktor B dan faktor C
ABCijk = interaksi faktor A, faktor B, dan faktor C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-23
el(ijk) = random error
i = jumlah faktor komposisi volume bahan kertas HVS (A), i = 1, 2, 3
j = jumlah faktor campuran bahan (B), j = 1, 2
k = jumlah faktor jenis perekat (C), k= 1,2,3
l = jumlah replikasi l = 1, 2, 3,
Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk
perhitungan ANOVA. Prosedur perhitungan nilai-nilai tersebut dijelaskan oleh
pembahasan di bawah ini. Adapun data yang digunakan adalah data eksperimen
nilai kuat bending/ MOR (kgf/cm2)yang dapat dilihat pada tabel 4.2. Sedangkan
pengolahan data seperti pada tabel 4.10.
Tabel 4.10 ANOVA untuk nilai kuat bending/ MOR (kgf/cm2)
Sekam 20% (b1)
Serabut 20% (b2)
Sekam 15% (b1)
Serabut 15% (b2)
Sekam 10% (b1)
Serabut 10% (b2)
25,8453 14,5861 19,9481 26,7715 24,9118 26,288320,4147 11,6448 24,8077 16,5506 23,5238 19,497316,8269 9,9534 26,2883 17,4414 21,9112 24,6926
Jumlah 63,0870 36,1842 71,0441 60,7635 70,3468 70,4782 371,9037Rata-rata 21,0290 12,0614 23,6814 20,2545 23,4489 23,4927 20,6613
15,4708 15,5763 17,6852 18,9573 22,8009 21,454813,6418 11,6422 20,6258 19,4973 27,5323 29,104911,8275 10,6533 17,2944 13,9275 21,6524 28,5641
Jumlah 40,9401 37,8718 55,6054 52,3821 71,9856 79,1239 337,9090Rata-rata 13,6467 12,6239 18,5351 17,4607 23,9952 26,3746 18,7727
20,0068 16,4206 18,2121 26,2883 14,6622 28,277617,5040 20,5123 12,3050 30,4216 18,3820 31,827216,8452 21,8387 16,4542 30,4283 27,1824 31,1232
Jumlah 54,3560 58,7716 46,9713 87,1382 60,2266 91,2279 398,6917Rata-rata 18,1187 19,5905 15,6571 29,0461 20,0755 30,4093 22,1495
Total 158,3831 132,8276 173,6209 200,2838 202,5590 240,8300 1108,50441Rata-rata Total 17,5981 14,7586 19,2912 22,2538 22,5066 26,7589 20,5279
Variasi Jenis Perekat (C)
Komposisi Volume HVS (A)
80% (a1) 85% (a2) 90% (a3)
Campuran bahan (B) Campuran bahan (B) Campuran bahan (B)
Tanpa Lem (c1)
Jumlah Rata-rata
Lem Kanji (c2)
Lem Putih(c3)
Sumber: Pengolahan Data, 2010
Kemudian dilakukan perhitungan jumlah kuadrat/ sum of square (SS) dari
masing-masing faktor dan interaksinya. Proses perhitungan SS dan hasilnya,
adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-24
· FK (Faktor Koreksi) :
FK =( åååå====
3
1
3
1
2
1
3
1 lijkl
kji
Y )2/ (abcn)
= 1108,5042/54
= 22755,223
· Jumlah kuadrat total (SStotal) :
FK-= åååå3
i
2
j
3
k
3
lijklY2
totalSS
SStotal = (25,8452+20,41472+….+31,12322)- 22755,223
= 1.819,198
· Jumlah kuadrat faktor komposisi volume HVS (SSA) :
SSA = FKAbcn i
i -÷ø
öçè
æ å=
3
1
21
= 1/3x2x3 (291,21072+ 373,90462+443,38902) - 22755,223
= 644,900
· Jumlah kuadrat faktor campuran bahan(SSB) :
SSB = FKBacn i
i -÷ø
öçè
æ å=
2
1
21
= 1/3x3x3 (534,21072+ 573,942) - 22755,223
= 28,716
· Jumlah kuadrat model jenis perekat (SSC) :
SSC = FKCabn i
i -÷ø
öçè
æ å=
3
1
21
= 1/3x2x3 (371,90372+ 337,90902+158955,0692) - 22755,223
= 103,107
· Jumlah kuadrat interaksi antara faktor A dan B (SSAxB) :
SSAxB = BAji
SSSSFKAiBjcn
---÷÷ø
öççè
æåå==
2
1
23
1
)(1
= 91
( 158,38312+ 132,82762+173,62092+200,28382+202,55902+
240,832) - 22755,223 - 644,900 - 28,716
= 128,432
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-25
· Jumlah kuadrat interaksi antara faktor A dan C (SSAxC) :
SSAxC = CAki
SSSSFKAiCkbn
---÷ø
öçè
æ åå==
3
1
23
1
)(1
=61
(99,27122+78,81192+113,12672+131,80762+107,98762+134,105
+140,82492+151,10952+151,45462) - 22755,223 - 644,900 –
103,107
= 78,120
· Jumlah kuadrat interaksi antara faktor B dan C (SSBxC) :
SSBxC = CBkj
SSSSFKBjCkan
---÷÷ø
öççè
æåå==
3
1
22
1
)(1
=91
(204,47782+168,53112+161,55402+167,42592+169,37992+237,1
3772) - 22755,223 – 28,716 – 103,107
= 364,976
· Jumlah kuadrat interaksi antara faktor A, B, dan C (SSAxBxC) :
SSAxBxC=
BxCAxCAxBCBAkji
SSSSSSSSSSSSFKAiBjCkn
-------÷÷ø
öççè
æååå===
3
1
22
1
3
1
)(1
= 31
( 63,08702+40,94012+54,35602+......+8322,532) – 22755,223 –
644,900 – 28,716 – 103,107 – 128,432 – 78,120 – 364,976
= 60,239
· Jumlah kuadrat error (SSE) :
SSE = SStotal - SSA - SSB – SSC - SSAB – SSAC – SSBC - SSABC
= 1.819,198– 644,900 – 28,716 – 103,107– 128,432 – 78,120 – 364,976
– 60,239
= 410,709
Mean of square (MS) atau disebut juga kuadrat tengah (KT), dihitung
dengan membagi antara jumlah kuadrat (SS) yang diperoleh dengan derajat
bebasnya (df).
Contoh perhitungan MS, sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-26
MSA )1( -
=aSSA
450,223
2644,900
=
=
Besarnya Fhitung didapat dari pembagian antara MS faktor yang ada dengan
MSerror dari eksperimen. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :
Fhitung E
A
MSMS
=
264,28
409,11322,450
=
=
Berpedoman pada contoh di atas, maka didapat MS dan Fhitung semua faktor
selengkapnya yang dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Keputusan terhadap hipotesis nol didasarkan pada nilai Fhitung, yakni
hipotesis nol (H0) ditolak jika Fhitung > Ftabel dan diterima jika Fhitung < Ftabel. Ftabel
diperoleh dari tabel distribusi F kumulatif, dengan df1 = df yang bersangkutan dan
df2 = dferror. Perhitungan Ftabel dengan menggunakan Microsoft excel dengan
rumus:
= FINV(probability, df1, df2)
Contoh perhitungan Ftabel adalah Ftabel untuk komposisi volume HVS, df1 =
2 dan df2 = 36. Berdasarkan hasil perhitungan Microsoft excel diperoleh Ftabel =
FINV (0.05, 2, 36) = 3,259.
Tabel 4.11 Hasil perhitungan ANOVA untuk nilai MOR
Sumber variansi df SS MS F hitung F tabel H0 Komposisi volume HVS (A) 2 644,900 322,450 28,264 3,259 tolak Campuran bahan (B) 1 28,716 28,716 2,517 4,113 terima Jenis Perekat (C) 2 103,107 51,553 4,519 3,259 tolak Interaksi AxB 2 128,432 64,216 5,629 3,259 tolak Interaksi AxC 4 78,120 19,530 1,712 2,634 terima Interaksi BxC 2 364,976 182,488 15,996 3,259 tolak Interaksi AxBxC 4 60,239 15,060 1,320 2,634 terima Error 36 410,709 11,409 Total 53 1.819,198
Sumber: Pengolahan Data, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-27
Hasil perhitungan ANOVA nilai kuat bending dengan menggunakan SPSS,
dapat dilihat pada tabel L3.6. Penggunaan Fhitung memberikan kesimpulan tentang
hasil uji hipotesis analisis variansi. Keputusan yang diambil terhadap hasil analisis
variansi data eksperimen untuk nilai MOR (kuat bending), yaitu:
1. Ditinjau dari faktor komposisi volume HVS (faktor A), nilai Fhitung > Ftabel,
sehingga tolak H0 dan simpulkan bahwa komposisi volume HVS berpengaruh
secara signifikan terhadap nilai kuat bending.
2. Ditinjau dari faktor campuran bahan (faktor B), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga
terima H0 dan simpulkan bahwa campuran bahan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap nilai kuat bending.
3. Ditinjau dari faktor jenis perekat (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga tolak
H0 dan simpulkan bahwa jenis perekat berpengaruh secara signifikan terhadap
nilai kuat bending.
4. Ditinjau dari interaksi antara faktor komposisi volume HVS (faktor A) dan
campuran bahan (faktor B), nilai Fhitung > Ftabel, sehingga tolak H0 dan
simpulkan bahwa interaksi antara faktor komposisi volume HVS (faktor A)
dan campuran bahan (faktor B) berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
kuat bending.
5. Ditinjau dari interaksi antara faktor komposisi volume HVS (faktor A) dan
jenis perekat (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel, sehingga terima H0 dan simpulkan
bahwa interaksi antara faktor komposisi volume HVS (faktor A) dan jenis
perekat (faktor C) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat
bending.
6. Ditinjau dari interaksi antara faktor campuran bahan (faktor B) dan jenis
perekat (faktor C), nilai Fhitung > Ftabel, sehingga tolak H0 dan simpulkan
bahwa interaksi antara faktor campuran bahan (faktor B) dan jenis perekat
(faktor C) berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat bending.
7. Ditinjau dari interaksi antara faktor komposisi volume HVS (faktor A),
campuran bahan (faktor B), dan jenis perekat (faktor C), nilai Fhitung < Ftabel,
sehingga terima H0 dan simpulkan bahwa interaksi antara faktor komposisi
volume HVS (faktor A), campuran bahan (faktor B), dan jenis perekat (faktor
C) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kuat bending.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-28
4.2.3 Uji Pembanding Ganda
Uji ANOVA yang dilakukan hanya menjelaskan apakah ada perbedaan yang
signifikan antar level-level atau treatment yang diuji dalam eksperimen atau
menjelaskan apakah variasi antar treatment itu signifikan atau tidak. Namun
demikian, bilamana terdapat faktor yang dinyatakan berpengaruh signifikan
terhadap variabel respon, maka ANOVA belum memberikan informasi tentang
level mana saja dari faktor tersebut yang memberikan perbedaan, atau ANOVA
belum bisa menggambarkan model matematis akibat pengaruh suatu faktor
terhadap variabel respon.
Informasi yang belum diberikan ANOVA, diberikan oleh uji pembanding
ganda. Uji pembanding ganda banyak jenisnya. Penggunaan salah satu jenis uji
pembanding ganda disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai atau informasi
yang ingin diperoleh lebih jauh. Misalnya ingin diketahui bentuk pengaruh suatu
faktor (variabel bebas/ independent) terhadap variabel respon (dependent), maka
model regresi bisa menjadi pilihan tepat.
Sesuai hasil perhitungan ANOVA sebelumnya, maka tujuan atau informasi
utama yang dicari lebih jauh dari hasil ANOVA adalah pada komposisi volume
HVS, interaksi antara komposisi volume HVS dan campuran bahan, serta
interaksi antara campuran bahan dan jenis perekat. Uji Student Newman-Keuls
(SNK) dilakukan untuk mengetahui pada level mana dari faktor atau interaksi
faktor yang memberikan perbedaan nilai kuat bending dan juga menentukan level
yang terbaik dari faktor atau interaksi faktor yang memberikan perbedaan nilai
kuat bending.
1. Uji SNK Faktor Komposisi Volume HVS
Uji Student Newman-Keuls (SNK) terhadap komposisi volume HVS,
dilakukan untuk perhitungan nilai kuat bending, dimana hasil eksperimen
menunjukkan bahwa pengaruh komposisi volume HVS terhadap nilai kuat
bending berbeda secara signifikan untuk setiap level yang diuji. Prosedur uji SNK
dibahas pada pembahasan selanjutnya. Tabel 4.12 adalah rata-rata variabel respon
nilai kuat bending yang dikelompokkan berdasarkan komposisi volume HVS,
kemudian diurutkan dari nilai terkecil hingga terbesar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-29
Tabel 4.12 Rata-rata nilai kuat bending eksperimen dikelompokkan berdasarkan komposisi volume HVS
Komposisi volume HVS 80% 85% 90% Rata-rata 16,1784 20,7725 24,6327
Sumber: Pengolahan Data, 2010
Selanjutnya dihitung beberapa nilai untuk keperluan perbandingan SNK :
a. Mean Squareerror = 11,409 dengan dferror = 36, diperoleh dari proses
perhitungan uji ANOVA.
b. Nilai error standar untuk mean level :
k
MSS error
jY =× , k = jumlah level
3409,11
=× jYS = 1,95
c. Untuk a = 0,05 dan n2 = 36 diperoleh significant range (dari tabel SNK)
P : 2 3
Range : 2,872 3,456
d. Nilai Least Significant Range (LSR) diperoleh dengan mengalikan significant
range dengan error standar.
P : 2 3
LSR : 5,601 6,740
Menghitung beda (selisih) antar-level secara berpasangan dan
membandingkannya dengan nilai LSR. Jika nilai selisih > LSR menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata interaksi tersebut.
Proses perhitungan beda antar level adalah sebagai berikut :
¡ 90% versus 80% 8,454 > 6,740
¡ 90% versus 85% 3,860 < 5,601
¡ 85% versus 80% 4,594 < 5,601
Hasil uji SNK di atas menunjukkan bahwa level 90% berbeda dengan level
80% namun tidak berbeda dengan level 85% serta level 85% tidak berbeda
dengan level 80% dan ditunjukkan sebagai berikut.
80% 85% 90%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-30
2. Uji SNK Faktor Jenis Perekat
Uji Student Newman-Keuls (SNK) terhadap jenis perekat, dilakukan untuk
perhitungan nilai kuat bending, dimana hasil eksperimen menunjukkan bahwa
pengaruh jenis perekat terhadap nilai kuat bending berbeda secara signifikan
untuk setiap level yang diuji. Prosedur uji SNK dibahas pada pembahasan
selanjutnya. Tabel 4.13 adalah rata-rata variabel respon nilai kuat bending yang
dikelompokkan berdasarkan jenis perekat, kemudian diurutkan dari nilai terkecil
hingga terbesar.
Tabel 4.13 Rata-rata nilai kuat bending eksperimen dikelompokkan berdasarkan jenis perekat
Jenis Perekat Lem kanji Tanpa Lem Lem putih Rata-rata 18,7727 20,6613 22,1495
Selanjutnya dihitung beberapa nilai untuk keperluan perbandingan SNK :
e. Mean Squareerror = 11,409 dengan dferror = 36, diperoleh dari proses
perhitungan uji ANOVA.
f. Nilai error standar untuk mean level :
k
MSS error
jY =× , k = jumlah level
3409,11
=× jYS = 1,95
g. Untuk a = 0,05 dan n2 = 36 diperoleh significant range (dari tabel SNK)
P : 2 3
Range : 2,872 3,456
h. Nilai Least Significant Range (LSR) diperoleh dengan mengalikan significant
range dengan error standar.
P : 2 3
LSR : 5,601 6,740
i. Menghitung beda (selisih) antar-level secara berpasangan dan
membandingkannya dengan nilai LSR. Jika nilai selisih > LSR menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata interaksi tersebut.
Proses perhitungan beda antar level adalah sebagai berikut :
¡ Lem putih versus lem kanji 3,377 < 6,740
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-31
¡ Lem putih versus tanpa lem 1,448 < 5,601
¡ Tanpa lem versus lem kanji 1,889 < 5,601
Hasil uji SNK di atas menunjukkan bahwa ketiga level tidak berbeda secara
signifikan.
3. Uji SNK Treatment Interaksi Faktor Komposisi Volume Kertas HVS dan
Faktor Campuran Bahan
Uji student Newman-Keuls (SNK) terhadap treatment faktor komposisi
volume kertas HVS dan faktor campuran bahan, dilakukan untuk perhitungan
nilai kuat bending, dimana hasil eksperimen menunjukkan bahwa pengaruh
treatment faktor komposisi volume kertas HVS (faktor A) dan faktor campuran
bahan (faktor B) terhadap nilai kuat bending berbeda secara signifikan untuk
setiap level yang diuji. Prosedur uji SNK dibahas pada pembahasan selanjutnya.
Tabel 4.14 adalah rata-rata variabel respon nilai kuat bending yang
dikelompokkan berdasarkan treatment faktor komposisi volume kertas HVS dan
faktor campuran bahan, kemudian diurutkan dari nilai terkecil hingga terbesar.
Tabel 4.14 Rata-rata nilai kuat bending eksperimen dikelompokkan berdasarkan treatment faktor A dan faktor B
Interaksi Faktor A dan B a1 x b2 a1 x b1 a2 x b1 a2 x b2 a3 x b1 a3 x b2
Rata-rata 14,758
6 17,598
1 19,291
2 22,253
8 22,506
6 26,758
9 Sumber: Pengolahan Data, 2010
Selanjutnya dihitung beberapa nilai untuk keperluan perbandingan SNK :
a. Mean Squareerror = 11,409 dengan dferror = 36, diperoleh dari proses
perhitungan uji ANOVA.
b. Nilai error standar untuk mean level :
k
MSS error
jY =× , k = jumlah level
6409,11
=× jYS = 1,38
c. Untuk a = 0,05 dan n2 = 36 diperoleh significant range (dari tabel SNK)
P : 2 3 4 5 6 Range : 2,872 3,456 3,810 4,068 4,258
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-32
d. Nilai Least Significant Range (LSR) diperoleh dengan mengalikan significant
range dengan error standar.
P : 2 3 4 5 6 LSR : 3,960 4,766 5,254 5,609 5,871
j. Menghitung beda (selisih) antar-treatment secara berpasangan dan
membandingkannya dengan nilai LSR. Jika nilai selisih > LSR menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata treatment tersebut.
Proses perhitungan beda antar level adalah sebagai berikut :
a3 x b2 versus a1 x b2 12,000 > 5,871
a3 x b2 versus a1 x b1 9,161 > 5,609
a3 x b2 versus a2 x b1 7,468 > 5,254
a3 x b2 versus a2 x b2 4,505 < 4,766
a3 x b2 versus a3 x b1 4,252 > 3,960
a3 x b1 versus a1 x b2 7,748 > 5,609
a3 x b1 versus a1 x b1 4,908 < 5,254
a3 x b1 versus a2 x b1 3,215 < 4,766
a3 x b1 versus a2 x b2 0,253 < 3,960
a2 x b2 versus a1 x b2 7,495 > 5,254
a2 x b2 versus a1 x b1 4,656 < 4,766
a2 x b2 versus a2 x b1 2,963 < 3,960
a2 x b1 versus a1 x b2 4,533 < 4,766
a2 x b1 versus a1 x b1 1,693 < 3,960
a1 x b1 versus a1 x b2 2,839 < 3,960
Hasil uji SNK menunjukkan bahwa ada tiga kelompok data yang berbeda,
yaitu :
· Kelompok 1: a3 x b2, dan a2 x b2
· Kelompok 2: a3b1, a1 x b1, dan a2 x b1
· Kelompok 3: a1 x b2
Treatment-treatment yang berada dalam satu kelompok dianggap tidak
berbeda (sama saja), sedangkan yang berbeda kelompok dianggap berbeda.
Kesimpulannya, jika eksperimenter menginginkan nilai kuat bending yang
maksimum, maka dapat dipilih treatment yang termasuk dalam kelompok 1,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-33
dimana rata-rata nilai kuat bending yang maksimum diperoleh dalam
treatment a3 x b2 (interaksi level komposisi volume kertas HVS 90% dan
level pencampur bahan dengan serabut), yaitu sebesar 26,7589 kgf/cm2.
4. Uji SNK Treatment Interaksi Faktor Campuran Bahan dan Faktor Jenis
Perekat
Uji student Newman-Keuls (SNK) terhadap treatment faktor campuran
bahan dan faktor jenis perekat, dilakukan untuk perhitungan nilai kuat bending,
dimana hasil eksperimen menunjukkan bahwa pengaruh treatment faktor
campuran bahan (faktor B) dan jenis perekat (faktor C) terhadap nilai kuat
bending berbeda secara signifikan untuk setiap level yang diuji. Prosedur uji SNK
dibahas pada pembahasan selanjutnya. Tabel 4.15 adalah rata-rata variabel respon
nilai kuat bending yang dikelompokkan berdasarkan treatment campuran bahan
dan jenis perekat, kemudian diurutkan dari nilai terkecil hingga terbesar.
Tabel 4.15 Rata-rata nilai kuat bending eksperimen dikelompokkan berdasarkan treatment faktor B dan faktor C
Interaksi Faktor A dan B b1 x c3 b2 x c1 b1 x c2 b2 x c2 b1 x c1 b2 x c3 Rata-rata 17,9504 18,6029 18,7257 18,8198 22,7198 26,3486
Sumber: Pengolahan Data, 2010
Selanjutnya dihitung beberapa nilai untuk keperluan perbandingan SNK :
a. Mean Squareerror = 11,409 dengan dferror = 36, diperoleh dari proses
perhitungan uji ANOVA.
b. Nilai error standar untuk mean level :
k
MSS error
jY =× , k = jumlah level
6
409,11=× jY
S = 1,38
c. Untuk a = 0,05 dan n2 = 36 diperoleh significant range (dari tabel SNK)
P : 2 3 4 5 6 Range : 2,872 3,456 3,810 4,068 4,258
d. Nilai Least Significant Range (LSR) diperoleh dengan mengalikan
significant range dengan error standar.
P : 2 3 4 5 6 LSR : 3,960 4,766 5,254 5,609 5,871
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-34
k. Menghitung beda (selisih) antar-treatment secara berpasangan dan
membandingkannya dengan nilai LSR. Jika nilai selisih > LSR menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata treatment tersebut.
Proses perhitungan beda antar level adalah sebagai berikut :
b2 x c3 versus b1 x c3 8,398 > 5,871
b2 x c3 versus b2 x c1 7,746 > 5,609
b2 x c3 versus b1 x c2 7,623 > 5,254
b2 x c3 versus b2 x c2 7,529 > 4,766
b2 x c3 versus b1 x c1 3,629 < 3,960
b1 x c1 versus b1 x c3 4,769 < 5,609
b1 x c1 versus b2 x c1 4,117 < 5,254
b1 x c1 versus b1 x c2 3,994 < 4,766
b1 x c1 versus b2 x c2 3,900 < 3,960
b2 x c2 versus b1 x c3 0,869 < 5,254
b2 x c2 versus b2 x c1 0,217 < 4,766
b2 x c2 versus b1 x c2 0,094 < 3,960
b1 x c2 versus b1 x c3 0,775 < 4,766
b1 x c2 versus b2 x c1 0,123 < 3,960
b2 x c1 versus b1 x c3 0,652 < 3 960
Hasil uji SNK menunjukkan bahwa ada dua kelompok data yang berbeda,
yaitu :
· Kelompok 1: b2 x c3, dan b1 x c1
· Kelompok 2: b2 x c1, b1 x c2, b1 x c3, dan b2 x c2
Treatment-treatment yang berada dalam satu kelompok dianggap tidak
berbeda (sama saja), sedangkan yang berbeda kelompok dianggap berbeda.
Kesimpulannya, jika eksperimenter menginginkan nilai kuat bending yang
maksimum, maka dapat dipilih treatment yang termasuk dalam kelompok 1,
dimana rata-rata nilai kuat bending yang maksimum diperoleh dalam
treatment b2 x c3 (interaksi level pencampur bahan dengan serabut dan level
jenis perekat lem putih), yaitu sebesar 26,7589 kgf/cm2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-35
4.3 Pengujian Serap Bising
Pengujian serap bising dilakukan pada spesimen dengan nilai kuat bending
tertinggi yaitu pada komposisi volume HVS 90% dengan campuran bahan serabut
kelapa dan menggunakan perekat lem putih. Benda uji memiliki diameter 10 cm
dan ketebalan 1,5 cm seperti pada gambar 4.15
Gambar 4.13 Spesimen uji serap bising
Dari hasil pengujian didapatkan nilai koefisien absorpsi dari sampel yang
ditunjukkan pada tabel 4.16.
Tabel 4.16 Nilai koefien absorpsi pada sampel
f (Hz) αs 250 0,0814 500 0,1153 1000 0,2248 2000 0,0281
Hasil pengujian spesimen ditunjukkan pada grafik hubungan antara
koefisien penyerapan bunyi dan frekuensi seperti pada gambar 4.16.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-36
0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200
0
100m
200m
300m
400m
500m
600m
700m
800m
900m
1
[Hz]0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200
0
100m
200m
300m
400m
500m
600m
700m
800m
900m
1
[Hz]
Gambar 4.14 Grafik hasil pengujian koefisien penyerapan bunyi
Dari gambar 4.16 diketahui bahwa benda uji mempunyai koefisien serapan
bunyi yang berfluktuasi dari frekuensi 250-3200 Hz, dimana nilainya mengalami
kenaikan dari frekuensi 250-1100 Hz, kemudian mengalami penurunan dari
frekuensi 1100-2000 Hz. Nilai koefien absorpsi tertinggi sebesar 0,73 pada
frekuensi 2684 Hz. Nilai koefisien penyerapan dari sampel yang dibuat
menunjukkan harga yang memenuhi syarat menurut ISO 11654 yaitu sebesar 0,15
pada frekuensi tengah untuk mengklasifikasikan sampel tersebut sebagai peredam
suara pada kelas E. Tabel 4.17 menunjukkan perbandingan koefisien serapan
benda uji dengan beberapa material bangunan umum dan material akustik
komersial.
Sound Absorption Coefficient
Abs
orpt
ion
Coe
ffic
ient
Frequency (Hertz)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-37
Tabel 4.17 Perbandingan koefisien serapan benda uji dengan beberapa material bangunan umum dan material akustik komersial
Material Koefisien Absorpsi (α)
250 Hz 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz Benda Uji 0,08 0,12 0,23 0,03 Batu 0,03 0,03 0,04 0,05 Beton 0,01 0,02 0,02 0,02 Glass - Large panes of heavy plate glass - Stardard window
0,06 0,25
0,04 0,18
0,03 0,12
0,02 0,07
Gypsum board, ½ in. 0,1 0,05 0,04 0,07 Plasters - Gypsum - Pada bilah, atas ruang udara atau
pada balok/ tiang
0,01 0,3
0,02 0,15
0,03 0,10
0,04 0,05
Plywood panels 0,3 0,1 0,09 0,09 Karpet, berat pada beton 0,06 0,14 0,37 0,6 Tirai, tergantung lurus, dipasang pada dinding
0,03 0,04 0,11 0,17
Lantai beton atau teraso - Linoleum, vinyl, karet atau lantai
gabus pada beton - Kayu
0,01 0,03
0,11
0,015 0,03
0,10
0,02 0,03
0,07
0,02 0,03
0,06
Panel kayu ½ in. 0,25 0,20 0,17 0,15 Polyurethane foam 0,07 0,1 0,2 0,45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-1
BAB V ANALISIS HASIL
Pada bab ini membahas tentang analisis hasil penelitian yang telah
dikumpulkan dan diolah pada bab sebelumnya. Analisis hasil tersebut diuraikan
dalam sub bab, dibawah ini.
5.1 Analisis Proses Pembuatan Spesimen
Pada saat pembuatan juga terdapat beberapa hal yang menyebabkan
terjadinya varians dalam satu perlakuan yang akan dijelaskan pada sub bab ini.
Pembuatan spesimen berawal dari pengumpulan bahan hingga proses pengeringan
spesimen. Pada saat pembuatan spesimen terjadi beberapa kendala yaitu dongkrak
yang bocor dan cetakan yang mengalami horizontal displacement. Hal ini dapat
mempengaruhi kekuatan komposit. Dongkrak yang bocor dapat mempengaruhi
tekanan sehingga menyebabkan perbedaan kepadatan spesimen. Kondisi dongkrak
yang kurang baik ini segera diperbaiki agar tidak mempengaruhi hasil lebih besar.
Cetakan yang mengalami horizontal displacement menyebabkan dimensi
spesimen menjadi berubah sehingga dilakukan confine (pengekangan) terhadap
cetakan. Selain itu dilakukan pengulangan pembuatan beberapa spesimen untuk
mendapatkan kondisi spesimen yang lebih baik.
Pada penelitian pendahuluan persentase sekam padi mencapai 30% dan 40%,
namun pada saat pengepresan sekam mendesak sangat kuat. Hal ini menyebabkan
bahan keluar dari cetakan dan setelah dilakukan pengepresan perlu dilakukan
pemotongan spesimen agar rata dan tidak keluar dari permukaan. Pada persentase
sekam 20%, sekam tidak mendesak cetakan terlalu kuat. Namun pada saat tengah
pembuatan dari total keseluruhan spesimen, cetakan mulai tidak kuat menahan
tekanan dari sekam. Hal ini akan mempengaruhi kekuatan bending karena
perbedaan dimensi lebar dan spesimen melengkung.
Tekanan pengepresan yang lebih tinggi pada saat pembuatan spesimen akan
menyebabkan peningkatan kepadatan dan mengurangi void (kekosongan) pada
spesimen. Hal ini akan meningkatkan kekuatan komposit. Namun tekanan
pengepresan yang terlalu tinggi dikhawatirkan dapat menyebabkan dongkrak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-2
sering bocor dan cetakan mengalami horizontal displacement. Cara lain untuk
mencegah pengembangan tebal pada spesimen sehingga lebih padat yaitu dengan
menahan pengepresan selama 30 menit. Dimensi tebal pada beberapa spesimen
kurang presisi antara ukuran pada tengah dan kedua ujung spesimen. Hal ini
disebabkan pengepresan dilakukan dengan dongkrak secara manual.
Sebelum pengujian dilakukan post cure pada spesimen untuk mengontrol
kadar air dan meningkatkan kekuatan dan kemudian diukur kadar airnya. Kadar
air yang berbeda-beda di tiap spesimen dapat mempengaruhi kekuatan bending
namun demikian seluruh spesimen tetap berada dalam batas maksimum kadar air
menurut SNI yaitu sebesar 13%. Pada saat pengujian, telah ditentukan posisi
tengah spesimen sebagai posisi pembebanan, namun tetap terdapat penempatan
posisi pembebanan yang tidak benar-benar tepat di tengah sehingga menyebabkan
pengujian tidak berlangsung ideal.
Faktor alat yang dapat mempengaruhi yaitu validitas alat seperti timbangan
digital, dongkrak hidrolik, dan mesin UTM yang kurang terjamin apabila kalibrasi
tidak dilakukan secara berkala. Sedangkan faktor bahan yang mempengaruhi yaitu
sumber kertas HVS yang berbeda sehingga memiliki karakteristik yang berbeda
serta serat alam yang bersifat heterogen. Secara umum, kebanyakan sifat-sifat
kertas adalah bergantung kepada bahan bakunya yaitu serat selulosa, dimana sifat-
sifat serat selulosa ini diketahui sebagai sifat fungsi. Selulosa menyerap air, dan
bersifat higroskopik dengan kadar air yang akan berubah menurut kelembaban
relatif sekitar. Serat selulosa mengembang dan menyusut dengan perubahan
kelembaban relatif (Casey, 1981). Kandungan kertas yang berupa serat selulosa
juga merupakan serat alam yang bersifat heterogen.
5.2 Analisis Hasil Pengujian Bending
Pembahasan penelitian ini untuk mengetahui kekuatan bending komposit dari
limbah kertas, serabut dan sekam serta mengetahui apakah ada pengaruh faktor
komposisi volume HVS, faktor campuran bahan, dan faktor jenis perekat terhadap
nilai kekuatan bending. Level dari faktor komposisi volume HVS yang diteliti
yaitu 80%, 85%, dan 90%. Level dari faktor campuran bahan yaitu sekam padi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-3
dan serabut kelapa. Sedangkan level dari faktor jenis perekat yaitu tanpa perekat,
lem kanji, dan lem putih PVAc.
5.2.1. Analisis Faktor Tunggal
Dari data nilai kekuatan bending dilakukan uji ANOVA untuk mengetahui
ada tidaknya pengaruh yang berbeda antar perlakuan dalam percobaan terhadap
nilai modulus of rupture (MOR). Hasil uji ANOVA untuk faktor komposisi
volume HVS menunjukkan bahwa faktor tersebut berpengaruh terhadap kekuatan
bending. Berdasarkan hasil uji pembanding ganda, yaitu uji SNK, diketahui
bahwa peningkatan yang signifikan terjadi saat perpindahan dari level komposisi
volume HVS 90% menuju ke komposisi volume HVS 80%. Level komposisi
volume HVS 90% yang memberikan nilai MOR tertinggi tidak berbeda dengan
level komposisi volume HVS 85%.
Kekuatan bending semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya
komposisi volume HVS suatu komposit. Peningkatan kekuatan bending
berdasarkan komposisi volume HVS ditunjukkan pada gambar 5.1 berikut ini.
Grafik Nilai MOR berdasarkan Komposisi Volume HVS
0
5
10
15
20
25
30
80% 85% 90%
Level Komposisi Volume HVS
Nil
ai M
OR
Nilai MOR(kgf/cm2)
Gambar 5.1 Grafik nilai MOR berdasarkan faktor komposisi volume HVS
Dari Gambar 5.1 diketahui rata-rata nilai kekuatan bending untuk komposisi
volume HVS 80% sebesar 16,1784 kgf/cm2, sedangkan untuk komposisi volume
HVS 85% sebesar 20,7725 kgf/cm2 sehingga terjadi kenaikan nilai kekuatan
bending sebesar 4,5941 kgf/cm2. Rata-rata nilai kekuatan bending untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-4
komposisi volume HVS 90% sebesar 24,6327 kgf/cm2 sehingga terjadi kenaikan
kekuatan bending dari level 85% sebesar 3,8602 kgf/cm2. Rata-rata nilai kekuatan
bending terbesar terjadi pada level komposisi volume HVS 90%.
Hasil ini sejalan dengan penelitian pendahuluan yang dilakukan Yang, dkk.
(2002), Kim, dkk. (2009), Lee, dkk. (2003), dan Yang, dkk. (2004). Yang, dkk.
(2002) menyimpulkan bahwa penambahan presentase limbah kertas menaikkan
kekuatan bending. Kim, dkk. (2009), Lee, dkk. (2003), dan Yang, dkk. (2004)
menyimpulkan bahwa penambahan presentase sekam padi menaikkan kekuatan
bending. Matrik atau pengikat yang digunakan yaitu resin UF, resin urea
formaldehid, dan polypropylene untuk masing-masing penelitian dimana pada
penelitian ini posisinya digantikan oleh limbah kertas HVS.
Kekuatan bending komposit menurun dengan menurunnya komposisi kertas
HVS dan naiknya komposisi serat sabut kelapa dan sekam padi. Penurunan
kekuatan ini dapat disebabkan rendahnya sifat adhesi bahan matrik lem. Menurut
Hariadi (2000), dua hal yang dibutuhkan pada bahan untuk memperkuat bahan
komposit agar membentuk produk yang efektif yaitu komponen penguat harus
memiliki modulus elastisitas lebih tinggi dari matriknya dan harus ada ikatan
permukaan yang kuat antara komponen penguat dan matriks. Tanpa adanya faktor
tersebut, penambahan bahan penguat dapat menurunkan kekuatan tekan bahan
komposit yang dihasilkan. Dengan meningkatnya kandungan serat serabut kelapa
sebagai penguat, kekuatan bending mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
volume matriks berkurang sedangkan massa serat bertambah sehingga permukaan
matriks tidak dapat menutupi serat dengan baik, sehingga interaksi antara matriks
dan serat tidak lagi maksimal.
Semakin meningkat jumlah serat yaitu sekam padi dan serabut kelapa maka
semakin terjadi pengembangan pada spesimen meskipun tidak terlalu besar.
Pengembangan ini mengakibatkan terjadinya void (kekosongan) sehingga daya
ikat antar kertas dan serat menjadi semakin lemah. Void merupakan celah pada
serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matrik
tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut
menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga
akan mengurangi kekuatan komposit tersebut (Schawrtz, 1984). Oleh karena itu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-5
berdasarkan uji pembanding ganda, maka sebaiknya komposisi volume HVS tidak
kurang dari 90% agar tidak terjadi penurunan kekuatan bending yang signifikan.
Hasil uji ANOVA untuk faktor campuran bahan menunjukkan bahwa faktor
tersebut tidak berpengaruh terhadap kekuatan bending. Serabut kelapa mempunyai
rata-rata kekuatan bending yang lebih tinggi yaitu 21,2571 kgf/cm2 dibandingkan
sekam padi yang mempunyai rata-rata kekuatan bending sebesar 19,7986 kgf/cm2
sehingga terjadi kenaikan nilai kekuatan bending sebesar 1,4585 kgf/cm2.
Kekuatan bending berdasarkan jenis campuran bahan ditunjukkan pada gambar
5.2 berikut ini.
Grafik Nilai MOR berdasarkan Campuran Bahan
0
5
10
15
20
25
30
sekam serabut
Level Campuran Bahan
Nila
i MO
R
Nilai MOR(kgf/cm2)
Gambar 5.2 Grafik nilai MOR berdasarkan faktor campuran bahan
Pada penelitian ini, campuran bahan yang digunakan adalah serat pendek.
Pencampuran atau penataan serat dalam kertas secara acak karena serat yang
dipakai adalam sekam padi dengan ukurannya yang pendek dan serabut kelapa
sepanjang 1 cm. Ukuran yang hampir sama ini dapat mempengaruhi kemampuan
dalam mentransfer beban dari titik pembebanan beban ke seluruh beban. Selain itu
orientasi serat pendek pada sekam dan serabut sama-sama tersebar acak. Arah
serat dapat menentukan kekuatan komposit (Schawrtz, 1984). Oleh karena itu
orientasi (arah) serat yang sama-sama acak dan panjang serat yang hampir sama
(serat pendek) dapat menyebabkan tidak adanya interaksi antara campuran bahan.
Tipe acak ini memiliki kelebihan biaya manufaktur yang lebih murah (Gibson,
1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-6
Dilihat dari kandungan kimianya serabut kelapa mengandung komponen
utama selulosa dan lignin (Rindengan dkk., 1995). Hampir sama, sekam padi
mengandung komponen utama selulosa, lignin, dan silika. Dilihat dari morfologi
penampang terhadap serat serabut kelapa menunjukkan bahwa serabut kelapa
memiliki banyak rongga. Struktur permukaannya lebih menyerupai busa (sponge).
Namun demikian sifat serabut kelapa baik untuk penyerapan bunyi sehingga kita
perlu tetap memperhatikan fungsi lain dari panel tersebut dengan tetap
mempertahankan fungsi aslinya sebagai panel yang membutuhkan kekuatan.
Lignin yaitu bagian yang terdapat dalam lamela tengah dan dinding sel yang
berfungsi sebagai perekat antar sel (Wardrop, 1971).
Rata-rata nilai kekuatan bending pada komposit dengan serabut kelapa
lebih tinggi daripada komposit dengan sekam padi dan untuk rata-rata tertinggi
juga terdapat pada perlakuan dengan bahan pencampur serabut kelapa. Untuk
variansi data dalam satu perlakuan lebih banyak terdapat pada sekam padi yaitu
pada perlakuan komposisi volume HVS 80% dengan sekam dan tanpa lem serta
komposisi volume HVS 90% dengan sekam dan perekat lem PVAc. Variansi data
yang terdapat pada serabut kelapa dalam satu perlakuan yaitu pada komposisi
volume HVS 85% dengan pencampur serabut kelapa dan tanpa lem. Oleh karena
itu sekam padi dapat dikatakan lebih heterogen dan rekomendasi bahan
pencampur adalah dengan penggunaan serabut kelapa.
Hasil uji ANOVA untuk faktor jenis perekat menunjukkan bahwa faktor
tersebut berpengaruh terhadap kekuatan bending Berdasarkan hasil uji
pembanding ganda, yaitu uji SNK, diketahui bahwa masing-masing level tidak
memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kekuatan bending. Level jenis
perekat lem PVAc yang memberikan nilai MOR tertinggi tidak berbeda dengan
level perekat lem kanji dan tanpa perekat. Kekuatan bending berdasarkan jenis
perekat ditunjukkan pada gambar 5.3 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-7
Grafik Nilai MOR berdasarkan Campuran Bahan
0
5
10
15
20
25
30
tanpa lem lem kanji lem PVAc
Level Jenis Perekat
Nila
i MO
RNilai MOR(kgf/cm2)
Gambar 5.3 Grafik nilai MOR berdasarkan faktor jenis perekat
Dari Gambar 5.3 diketahui rata-rata nilai kekuatan bending untuk spesimen
tanpa perekat sebesar 20,6613 kgf/cm2, sedangkan untuk jenis perekat lem kanji
sebesar 18,7727 kgf/cm2 sehingga terjadi penurunan nilai kekuatan bending
sebesar 1,8886 kgf/cm2. Rata-rata nilai kekuatan bending untuk jenis perekat lem
PVAc sebesar 22,1495 kgf/cm2 sehingga terjadi kenaikan kekuatan bending dari
perekat lem kanji sebesar 3,3768 kgf/cm2. Rata-rata nilai kekuatan bending
terbesar terjadi pada level jenis perekat lem PVAc.
Kekuatan bending terbesar terjadi pada jenis perekat lem PVAc. Lem PVAc
merupakan salah satu produk jenis polimer emulsi. Polimer emulsi biasa
digunakan sebagai perekat dalam industri kayu lapis dan pengerjaan furniture
selain itu sifat khusus dari beberapa kopolimer emulsi yang lengket terhadap aksi
tekanan merupakan suatu sarana bagi penggunaan material tersebut sebagai lem
striker dan lem celorape yang dikenal dengan lem peka tekanan. Lem PVAc
mempunyai sifat cocok untuk lem kayu dimana kandungan utamanya juga
selulosa dan lem ini mudah dilarutkan dalam air sehingga lem ini memberikan
ikatan antara material yang lebih baik pula (Siregar, 2004).
Rata-rata kekuatan bending tanpa perekat lebih besar daripada lem kanji
dapat disebabkan karena adanya kandungan lignin pada sekam padi maupun
serabut kelapa. Lignin adalah suatu polimer komplek dengan berat molekul tinggi.
Sifat senyawa ini sangat stabil dan sulit untuk dipisahkan. Lignin bersama
hemiselulosa yang juga terkandung dalam kertas, serabut kelapa, dan sekam padi
membentuk lem alami yang menjadi perekat dan membuat kokoh sifat mekanik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-8
pada kayu. Lignin terdapat dalam lamela tengah dan dinding sel yang berfungsi
sebagai perekat antar serat sehingga pada spesimen tanpa perekat tetap
mempunyai kekuatan bending yang tinggi karena adanya perekat alami (Wardrop,
1971). Selain itu hemiselulosa yang terkandung dalam kertas memberikan
kontribusi pada ikatan antar serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat
dalam setiap serat tunggal. (Sungai, 2009).
Rata-rata kekuatan bending pada perekat lem kanji paling rendah dapat
disebabkan tingkat kekentalan kanji yang cukup tinggi, sehingga pada saat
pembuatan spesimen, pencampuran lem kanji dengan kertas dan serat cukup sulit.
Hal ini dapat menyebabkan kurang meratanya distribusi lem dan ikatan antar
material menjadi lemah. Ikatan yang lemah ini dapat menyebabkan kegagalan
pada material bending dan material mengalami retak. Mudahnya terjadi retak ini
akan memacu terjadinya debonding (lepasnya ikatan) pada komposit. Adanya
debonding semakin memudahkan spesimen itu gagal/patah sehingga berakibat
menurunnya kekuatan komposit.
5.2.2. Analisis Interaksi Dua Faktor
Hasil uji ANOVA untuk interaksi faktor komposisi volume HVS dengan
campuran bahan menunjukkan bahwa interaksi faktor tersebut berpengaruh
terhadap kekuatan bending Hubungan antara faktor komposisi volume HVS
dengan campuran bahan ditunjukkan pada gambar 5.4 berikut ini.
Grafik Nilai MOR berdasarkan Komposisi Volume HVS dan Campuran Bahan
0
5
10
15
20
25
30
80% 85% 90%
Komposisi Volume HVS
Nila
i M
OR
(k
gf/
cm
2)
sekampadi
serabutkelapa
Gambar 5.4 Grafik nilai MOR berdasarkan faktor komposisi volume HVS dan
campuran bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-9
Dari Gambar 5.4 terlihat bahwa semakin besar komposisi volume HVS
dengan jenis campuran serabut kelapa, maka kekuatan bending akan naik. Pada
saat komposisi volume HVS 80% dan dengan pencampur sekam padi, nilai
kekuatan bending sebesar 17,5981 kgf/cm2. Apabila komposisi volume HVS
dinaikkan dan campuran bahan dengan serabut kelapa, maka nilai kekuatan
bending akan terus naik sehingga dapat dikatakan terjadi interaksi antara faktor
komposisi volume HVS dengan jenis campuran.
Berdasarkan hasil uji pembanding ganda, yaitu uji SNK, diketahui bahwa
terdapat tiga kelompok data. Untuk mendapatkan nilai kekuatan bending tertinggi
dapat dipilih komposisi HVS 90% dengan bahan pencampur serabut kelapa. Hasil
rata-rata nilai bending pada perlakuan ini tidak berbeda signifikan dengan
komposisi HVS 85% dengan bahan pencampur serabut kelapa. Hal ini disebabkan
karena perbedaan level antara komposisi HVS 90% dengan komposisi HVS 85%
tidak jauh berbeda.
Dari hasil penelitian, maka rekomendasi untuk pengembangan material
komposit selanjutnya yaitu melakukan penerapan faktor komposisi kertas HVS
saja dan kombinasi faktor komposisi kertas HVS (A) dengan jenis campuran
bahan (B) atau kedua faktor tersebut harus diterapkan secara bersama. Interaksi
yang terjadi adalah pengaruh peningkatan faktor A terhadap faktor B atau bisa
dikatakan faktor B pengaruhnya ditingkatkan oleh faktor A.
Hasil uji ANOVA untuk interaksi faktor komposisi volume HVS dengan
jenis perekat menunjukkan bahwa interaksi faktor tersebut tidak berpengaruh
terhadap kekuatan bending Hubungan antara faktor komposisi volume HVS
dengan jenis perekat ditunjukkan pada gambar 5.5 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-10
Grafik Nilai MOR berdasarkan Komposisi Volume HVS dan Jenis Perekat
0
5
10
15
20
25
30
80% 85% 90%
Komposisi Volume HVS
Nila
i MO
R TanpaLemLem Kanji
LemPVAc
Gambar 5.5 Grafik nilai MOR berdasarkan faktor komposisi volume HVS dan
jenis perekat
Dari Gambar 5.5 terlihat bahwa pada komposisi volume HVS 80%, dan 85%
kekuatan bending terbesar pada komposit dengan perekat lem PVAc kemudian
diikuti dengan tanpa lem, dan terendah lem kanji. Sedangkan pada komposisi
volume HVS 90%, kekuatan bending terbesar pada komposit dengan dengan
perekat lem PVAc kemudian diikuti dengan lem kanji, dan terendah tanpa lem.
Oleh karena itu, dapat dikatakan tidak terjadi interaksi antara faktor komposisi
volume HVS dengan jenis perekat.
Hasil uji ANOVA untuk interaksi faktor campuran bahan dengan jenis
perekat menunjukkan bahwa interaksi faktor tersebut berpengaruh terhadap
kekuatan bending. Hubungan antara faktor campuran bahan dengan jenis perekat
ditunjukkan pada gambar 5.6 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-11
Grafik Nilai MOR berdasarkan Campuran Bahan dan Jenis Perekat
0
5
10
15
20
25
30
sekam serabut
Campuran Bahan
Nila
i MO
R TanpaLemLem Kanji
LemPVAc
Gambar 5.6 Grafik nilai MOR berdasarkan faktor campuran bahan dengan jenis
perekat
Dari Gambar 5.6 terlihat bahwa pada komposit dengan perekat lem kanji dan
lem PVAc kekuatan bending akan lebih besar dengan pencampur serabut kelapa,
sedangkan pada komposit dengan tanpa perekat kekuatan bending akan lebih
besar dengan pencampur sekam padi. Hal ini menunjukkan interaksi adalah
pengaruh peningkatan faktor C terhadap faktor B atau bisa dikatakan faktor B
pengaruhnya ditingkatkan oleh faktor C. Rekomendasi untuk pengembangan
material komposit selanjutnya yaitu penerapan faktor jenis perekat saja dan
kombinasi faktor campuran bahan (B), dan faktor jenis perekat (C) atau kedua
faktor tersebut harus diterapkan secara bersama.
Berdasarkan hasil uji pembanding ganda, yaitu uji SNK, diketahui bahwa
terdapat dua kelompok data. Untuk mendapatkan nilai kekuatan bending tertinggi
dapat dipilih bahan pencampur serabut kelapa dengan perekat lem PVAc. Hasil
rata-rata nilai bending pada perlakuan ini tidak berbeda signifikan dengan bahan
pencampur sekam padi dengan tanpa perekat.
5.2.3. Analisis Interaksi Tiga Faktor
Hasil uji ANOVA untuk interaksi tiga faktor komposisi volume HVS dengan
campuran bahan, serta jenis perekat menunjukkan bahwa interaksi ketiga faktor
tersebut tidak berpengaruh terhadap kekuatan bending. Hubungan antara ketiga
faktor ditunjukkan pada gambar 5.7 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-12
Grafik Nilai MOR berdasarkan Komposisi Volume HVS, Campuran Bahan dan Jenis Perekat
0
5
10
15
20
25
30
80%-sekam
80%-serabut
85%-sekam
85%-serabut
90%-sekam
90%-serabut
Komposisi Volume HVS-Campuran Bahan
Nila
i MO
R TanpaLemLem Kanji
LemPVAc
Gambar 5.7 Grafik nilai MOR berdasarkan faktor komposisi volume HVS,
campuran bahan, dan jenis perekat
Dari Gambar 5.7 menunjukkan grafik yang fluktuatif sehingga dapat
dikatakan tidak terjadi interaksi antara faktor komposisi volume HVS, campuran
bahan, dan jenis perekat.
5.2.4. Analisis Perbandingan Hasil MOR dengan SNI
Desain komposit pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran
kombinasi bahan dan perekat pada desain komposit nilai kekuatan bending yang
maksimum. Desain core komposit ini diharapkan dapat memenuhi standar nilai
MOR yang merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk papan serat.
Papan serat yaitu panel yang dihasilkan dari pengempaan serat kayu atau bahan
berligno-selulosa lain dengan ikatan utama berasal dari bahan baku yang
bersangkutan (khususnya lignin) atau bahan lain (khususnya perekat). Untuk
membandingkan nilai MOR eksperimen dengan standar SNI Papan Serat maka
perlu dilakukan pengklasifikasian kerapatan spesimen. Dari tabel L2.1 diketahui
bahwa ke-54 spesimen masuk dalam klasifikasi papan serat kerapatan sedang.
Perbandingan antara hasil MOR terhadap SNI 01-4449-2006 tentang papan serat
disajikan pada gambar 5.8 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-13
Grafik Perbandingan Nilai MOR dan SNI
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Eksperimen ke-
Mo
du
lus
of
Ru
ptu
re
(kg
f/cm
2) Rata-rataMOR SNI PSKS
Gambar 5.8 Grafik perbandingan nilai MOR dan SNI 01-4449-2006
Gambar 5.8 menunjukkan grafik hasil MOR yang berada diatas garis SNI 01-
4449-2006. Hal ini berarti hasil eksperimen MOR secara keseluruhan sudah
memenuhi standar SNI 01-4449-2006 (5 kgf/cm2). Hasil rata-rata nilai MOR yang
terbesar pada 90% kertas dengan pencampur sabut dan perekat lem putih, dengan
nilai 30,41 kgf/cm2 dan rata-rata nilai MOR yang terendah pada 80% kertas
dengan pencampur sabut dan tanpa lem, dengan nilai 12,06 kgf/cm2.
Komposit ini juga mempunyai keunggulan biaya produksi lebih murah,
ramah lingkungan serta bahan baku melimpah. Biaya produksi lebih murah
disebabkan bahan penyusun berupa limbah dan harga resin sendiri yang biasanya
digunakan sebagai matrik jauh lebih mahal dari lem PVAc dan lem kanji.
Komposit ini ramah lingkungan karena serat selulosa dapat terbiodegradasi
(Anonim, 2002), sedangkan resin pada umumnya tidak ramah lingkungan.
Sebagai negara agraris, bahan baku dari komposit ini melimpah karena merupakan
limbah dari kertas, kelapa, dan padi.
5.2.5. Analisis Permukaan Patah Uji Bending
Pengamatan permukaan patah uji bending komposit core dilakukan melalui
pengamatan secara visual. Hal ini bertujuan untuk mengamati patahan dan kondisi
ikatan komposit. Gambar 5.9 menunjukkan permukaan patah pada komposit core
dengan penguatan serat sekam padi dan gambar 5.10 menunjukkan permukaan
patah pada komposit core dengan penguatan serat serabut kelapa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-14
Gambar 5.9 Permukaan patah pada komposit core dengan penguatan sekam padi
Gambar 5.10 Permukaan patah pada komposit core berbentuk zigzag
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-15
Untuk permukaan patahnya rata-rata berada di tengah-tengah spesimen. Hal
ini disebabkan karena pendistribusian tegangannya merata atau bisa diterima
material dengan baik. Kegagalan pada pengujian bending pada awal mula terdapat
pada bagian bawah komposit, hal ini disebabkan pada bagian bawah menerima
tegangan tarik lebih besar dibandingkan dengan bagian atasnya. Komposit
tersusun dari serat dan matriks sehingga pada pengujian bending bahan komposit
tidak patah seperti pada pengujian bahan logam, hal ini juga menunjukkan adanya
perpatahan ulet.
Penguatan yang dilakukan oleh serat adalah mekanisme penguatan serat acak.
Serat memberikan penguatan sebelum terjadi patahan pada saat dilakukan uji
bending secara bergantian. Apabila serat satu sudah mencapai panjang kritis dan
patah, selanjutnya akan ditahan oleh serat yang lain. Sehingga penampang patahan
papan partikel tidak halus/rata dan cenderung berbentuk zigzag. Susunan
komposit yang bagian terluar juga tersusun dari serat acak sehingga
pada pengujian bending bagian terluar atau serat acak inilah yang mengalami
tegangan tarik maksimum dan merupakan awal terjadinya kegagalan. Serat belum
mampu menutup rongga-rongga pada kertas. Pada pengujian bending serat acak
inilah yang akan mengalami tegangan tarik tertinggi dan akan mengalami
kegagalan lebih dulu sebelum adanya distribusi tegangan ke kertas.
Mode perpatahan yang terjadi pada komposit core di semua perlakuan
menunjukkan adanya perpatahan ulet seperti ditunjukkan pada gambar 5.11.
Perpatahan ulet memberikan karakteristik berserabut (fibrous). Perpatahan ulet
melibatkan mekanisme pergeseran bidang kristal di dalam bahan (logam) yang
ulet (ductile). Selain itu penampang patahan yang berbentuk zigzag juga
menunjukkan adanya perpatahan ulet karena patahan getas bidang patahan relatif
tegak lurus terhadap tegangan dan sebaliknya pada patahan ulet. Perpatahan ulet
umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan
memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan (Van Vlack,
1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-16
Gambar 5.11 Permukaan patah pada komposit core dengan penguatan serabut
kelapa
Dari keseluruhan pengamatan komposit juga terdapat fiber pull out, yang
ditandai adanya lubang-lubang bekas serat yang terlepas dari ikatannya. Lubang-
lubang pull out pada sekam padi dan serabut kelapa terlihat semakin banyak
seiring dengan bertambahnya komposisi volume serat sehingga semakin besar
komposisi volume HVS komposit akan semakin ulet. Pada serabut kelapa terdapat
fiber pull out sedangkan pada sekam padi terdapat beberapa serat sekam yang
patah sebanyak ± 15%. Lubang-lubang pull out ini menunjukkan bahwa ikatan
antara serat dan matrik lebih lemah daripada ikatan antar kertas dan matrik.
5.3 Analisis Hasil Pengujian Serap Bising
Dengan mempertimbangkan besarnya rata-rata nilai MOR yang dimiliki
pada masing-masing spesimen, maka desain core komposit yang dapat dijadikan
rekomendasi untuk pengembangan komposit selanjutnya adalah pada komposisi
volume HVS 90% dengan pencampur sabut dan perekat lem putih. Pada
penelitian ini tidak diselidiki pengaruh faktor terhadap kemampuan serap bising
namun perlu diketahui fungsi lain dari panel tersebut untuk menyerap bising. Oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-17
karena itu, pada level optimal tersebut diuji serap bising untuk mengetahui
kemampuan komposit tersebut dalam mengurangi kebisingan.
Berdasarkan tabel 4.17 dapat diketahui benda uji secara umum memenuhi
standar bebrapa material bangunan umum dan material akustik komersial. Pada
frekuensi 250 Hz, benda uji memiliki koefisien serapan bunyi yang lebih baik dari
material pembanding kecuali pada glass standar window, gypsum board, plasters
pada balok, plywood panels, lantai kayu, dan panel kayu. Pada frekuensi 500 Hz,
benda uji memiliki koefisien serapan bunyi yang lebih baik dari material
pembanding kecuali pada glass standar window, plasters pada balok, karpet, dan
panel kayu. Pada frekuensi 1000 Hz, benda uji memiliki koefisien serapan bunyi
yang lebih baik dari material pembanding kecuali pada karpet. Pada frekuensi
2000 Hz, benda uji memiliki koefisien serapan bunyi yang rendah sehingga
koefisien serapnya lebih rendah dari semua material pembanding kecuali pada
beton, glass, lantai beton dan lantai gabus pada beton. Hasil pengujian serap
bising menunjukkan bahwa komposit panel tidak cocok digunakan pada frekuensi
24 Hz – 168 Hz, 2004 Hz -2088 Hz, 2132 Hz – 2180 Hz, 2284 Hz- 2344 Hz, dan
cocok untuk ruangan dengan frekuensi sedang yaitu 1000Hz dan 2684 Hz karena
memiliki koefisien absorbsi yang cukup tinggi pada frekuensi tersebut.
Panel sandwich dengan skin metal yang tidak berlubang akan memberikan
perubahan koefisien serap bising yang tidak signifikan. Apabila core terbuat dari
bahan penyerap bunyi, maka salah satu cara mewujudkan sifat penyerapan bunyi
yang lebih baik adalah dengan melubangi skin atau membuat skin berpori
(Davies, 2001). Berikut merupakan gambaran kemampuan reduksi bising sebelum
dan sesudah ditambahkan skin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-18
---- panel dengan mineral wool core t=80 mm Rw= 31 dB
---- seperti di atas dengan 50 mm mineral wool dan slab tetap pada salah satu sisi panel Rw= 36 dB
seperti yang pertama dengan 13 mm gypsum board dan 95 mm mineral wool diantara panel dan gypsum board Rw= 49 dB
Gambar 5.12 Nilai koefisien serap bunyi Sumber : Davies, 2001
—— 80 mm panel sandwich dengan solid metal skin
----- 50 mm panel sandwich mineral wool dengan skin yang berlubang 23%
Gambar 5.13 Perbandingan nilai koefisien serap bunyi panel sandwich Sumber : Davies, 2001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Eksperimen mengenai core komposit diperlukan untuk mengetahui
pengaruh komposisi bahan dan jenis perekat terhadap kekuatan bending dalam
upaya pengembangan komposit panel selanjutnya agar dapat memenuhi kriteria
komposit panel yang baik terutama dari segi kekuatan bending. Ikhtisar hasil
penelitian terangkum dalam kesimpulan serta masukan perbaikan untuk penelitian
selanjutnya tertuang dalam saran penelitian.
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian mengenai eksperimen komposit panel dapat disimpulkan,
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil eksperimen, dapat diketahui bahwa perbedaan pada faktor
komposisi volume HVS, jenis perekat, interaksi komposisi volume kertas
HVS dan campuran bahan, interaksi campuran bahan dan jenis perekat
memberikan pengaruh yang nyata terhadap besarnya nilai modulus of rupture
(MOR).
2. Dengan mempertimbangkan besarnya rata-rata nilai modulus of rupture
(MOR) yang dihasilkan pada masing-masing spesimen, maka komposit panel
yang dapat dijadikan rekomendasi dalam pengembangan komposit panel
selanjutnya adalah komposit dengan komposisi volume HVS 90% dengan
pencampur sabut dan perekat lem putih.
6.2 Saran
Saran yang diberikan pada penelitian selanjutnya agar komposit panel
mampu dikembangkan menjadi produk yang lebih baik dan dapat digunakan,
sebagai berikut:
1. Adanya kajian multirespon mengenai kekuatan bending dan serap bising.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu memberikan rekomendasi tambahan
skin pada core komposit sehingga dapat diaplikasikan menjadi panel yang
memiliki kekuatan mekanik yang lebih baik.