Post on 25-Mar-2019
DEWAN REDAKSI
PenanggungjawabCatharina B. Nawangpalupi
Ketua Jurusan Teknik IndustriUniversitas Katolik Parahyangan
PenyuntingCarles Sitompul
Loren Pratiwi
Mitra BestariAlfian
Cynthia P. JuwonoFransiscus Rian Pratikto
Hanky FransiscusIgnatius A. SandyKinley Aritonang
Sani SusantoYogi Yusuf Wibisono
Daftar Isi
halDaftar Isi i-ii
Analisis Pemanfaatan Limbah Cair dan Limbah Padat Industri Kelapa Sawit dalamBioreaktor Anaerob
1-9
Muhammad Nur
Optimasi Penjadwalan Produksi melalui Penerapan Algoritma Differential Evolu-tion di PT. PAN PANEL Palembang
10-15
Y Dicka Pratama, Achmad Alfian
Analisis Output Standar berdasarkan Pengukuran Waktu untuk Menentukan Pem-berian Insentif Pekerja
16-22
Theresia Sunarni, Klaudius Jevanda B. S.
Model Terintegrasi dari Consumer’s Intention to Use Service Innovation 23-38Sri Vandayuli Riorini
Pola Distribusi dan Margin Pemasaran Beras di Jawa Timur 39-44Annisa Kesy Garside, Yunan Syaifullah
Prakualifikasi dan Evaluasi Penawaran dalam Pemilihan Kontraktor terhadap Kin-erja Proyek
45-53
Herry Pintardy Chandra
Perancangan Eksperimen Pengukuran Momen Inersial Roket 54-58Andreas Prasetya Adi, Sutisno
Penentuan Harga Jual Properti secara Otomatis menggunakan Metode ProbabilisticNeural Network
59-67
Gregorius S. Budhi, Justinus Andjarwirawan, Alvin Poernomo
Analisis Statistika Rantai Pasok Beras melalui Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta 68-72Dedy Sugiarto, Dadang Surjasa, Nirdukita Ratnawati, Binti Solihah
Standarisasi Proses dan Komposisi Bahan Baku Kecap ”SA” dengan Metode Taguchi 73-82Reni Dwi Astuti
Penerapan Design for Six Sigma dengan Metode DMAIC pada Bank PerkreditanRakyat ”X”
83-90
Mikael Harda Wibisono
halPengembangan Model Konseptual untuk Meningkatkan Kualitas Sistem LayananAdministrasi Program Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan
91-99
Mariana Yosefina, Y.M. Kinley Aritonang, Johanna Hariandja
Structural Equation Modeling (SEM) dalam Mengukur Kualitas Layanan, KepuasanKonsumen dan Loyalitas Konsumen pada Perusahaan Web Hosting
100-108
Haris Triraditia, Catharina B. Nawangpalupi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Nasabah Pengguna Internet Bank-ing
109-116
Rachmad Hidayat
Pengembangan Instrumen Pengukuran Mutu Jasa Pendidikan Tinggi: Studi KasusTeknik Industri Unpar
117-121
Yogi Yusuf Wibisono, Marihot Nainggolan
Pengaruh Prohibition dalam Penentuan Atribut pada Choice-Based Conjoint Analy-sis: Studi Kasus untuk Motor Sport 250cc
122-131
M. Ichwan Ilman Yusakti, Catharina B. Nawangpalupi
Pengembangan Model Kualitas Layanan untuk Restoran Pizza: Studi Kasus di PinoPizza Bandung
132-141
Nasika Yulita Algiani, Catharina B. Nawangpalupi
Penerapan Structural Equation Modeling (SEM) dalam Pengembangan Model Wordof Mouth di The Radiant Villas
142-145
Indri Aprilliani, Carles Sitompul, Yogi Yusuf Wibisono
Perancangan Lintasan Penjahitan dan Perbaikan Tata Letak untuk MeningkatkanKapasitas Produksi PT. Fariza
146-151
Dedy Suryadi, Zahradea Aisya, Hanky Fransiscus
Implementasi Six Sigma-DMAIC untuk Mengurangi Produk Cacat Talang Air di PT.X
152-160
Hanky Fransiscus, Caroline, Cynthia Prithadevi Juwono
Improvement Gap Analysis pada Rumah Makan X 161-167Hotna Marina Sitorus, Hanky Fransiscus, Martin
ii
Implementasi Six Sigma-DMAIC untuk MengurangiProduk Cacat Talang Air di PT X
Hanky Fransiscus1∗,Caroline2, Cynthia Prithadevi Juwono3
1,2,3)Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri
Universitas Katolik Parahyangan
Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
Email: hanky.fransiscus@unpar.ac.id, juwonocp@unpar.ac.id
Abstrak
PT X sebagai salah satu penghasil produk talang air menghasilkan 3 produk, yaitu talang air medium,talang air besar, dan talang air putih. Selama bulan Agustus hingga September 2012 perusahaan meng-hasilkan produk cacat sebanyak 4,03% untuk talang air medium, 4,13% untuk talang air besar dan 3,9%untuk talang air putih. Produk cacat yang terjadi tentunya akan merugikan pihak perusahaan. Oleh karenapenelitian ini dilakukan untuk mengurangi produk cacat dengan melakukan perbaikan kualitas. Metodeyang digunakan untuk perbaikan kualitas adalah metode Six Sigma-DMAIC (Define, Measure, Analyze,Improve, dan Control). Metode Six Sigma-DMAIC diterapkan untuk menurunkan cacat pada ketiga produk.Pada tahap Define dilakukan pendefinisian proses produksi dan Critical to Quality (CTQ). CTQ yangditemukan adalah kehalusan permukaan talang air, kerataan permukaan talang air, panjang talang air,tingkat kelenturan, kesempurnaan bentuk talang air, kesempurnaan permukaan talang air, tidak adanyalubang, dan kesesuaian warna. Tahap measure dilakukan pengukuran kinerja perusahaan saat ini dandiperoleh DPMO sebesar 6259,2 dan nilai level sigma 4,016 untuk talang air medium, DPMO sebesar 6152dan level sigma 4,017 untuk talang air besar, DPMO sebesar 6063,8 dan level sigma sebesar 4,021 untuktalang air putih. Tahap analyze dilakukan untuk mengindentifikasi akar masalah terhadap cacat lubang, cacatsobek dan cacat patah dengan menggunakan fishbone diagram. Tahap improve dilakukan dengan tujuanmerancang usulan perbaikan kualitas dan tahap control dilakukan untuk memantau dan mengetahui dampakdari usulan perbaikan yang telah diterapkan. Hasil penerapan usulan perbaikan adalah terjadi peningkatannilai DPMO dan level sigma pada setiap produk.
Kata Kunci: kualitas, six sigma-DMAIC
1 Pendahuluan
Perkembangan industri yang semakin pesatmengakibatkan persaingan antar perusahaan se-makin meningkat. Perusahaan yang berge-rak dalam bidang yang sama harus memi-liki strategi untuk mempertahankan pasar danmemperoleh konsumen yang baru. Olehkarena itu, perusahaan harus dapat mempro-duksi produk sesuai dengan kenginginan kon-sumen. Persaingan yang ketat antar perusa-haan sejenis menyebabkan tiap perusahaanberlomba-lomba memberikan performansi ter-baik kepada konsumen. Kepuasan konsumenmerupakan salah satu faktor yang dapat me-
∗Korespondensi Penulis
nunjukkan performansi perusahaan. Dengantersu menjaga kepuasan konsumen, maka kon-sumen akan tetap terjaga dan dapat pula se-makin meningkat. Salah satu faktor yang mem-pengaruhi kepuasan konsumen adalah kualitasproduk yang dihasilkan. Oleh karena itu pe-rusahaan harus slealu menjaga kualitas produkyang dihasilkannya agar tidak mengecewakankonsumen. Sedapat mungkin perusahaan harusdapat meminimasi produk cacat agar tidakmengecewakan konsumen dan tidak kehilangankonsumennya. Produk cacat yang dihasilkantidak dapat dijual kepada konsumen karena da-pat menurunkan kepuasan konsumen. Denganmenurunnya kepuasan konsumen, maka da-pat mengakibatkan menurunnya loyalitas kon-sumen terhadap perusahaan. Selain itu, produk
152
Implementasi Six Sigma-DMAIC untuk Mengurangi Produk Cacat Talang Air di PT X
cacat juga dapat menjadi pemborosan bagi pe-rusahaan dan dapat menurunkan keuntunganperusahaan.
PT X merupakan perusahaan yang mempro-duksi talang air serta komponen pelengkap lain-nya seperti talang, bak control, talang belok,dan penutup talang. Talang air yang dipro-duksi juga bervariasi, yaitu talang air beruku-ran besar, standar, medium, gantung, dan putih.Agar dapat menjaga kepuasan konsumen, PT Xhanya menjual talang air dan berbagai kompo-nen pelengkap yang sudah lolos inspeksi atautidak terdapat cacat pada produk. Cacat yangmenyebabkan produk tidak dapat digunakandan dijual seperti talang yang pecah, berlubang,permukaan tidak rata, dan lain-lain. Produkyang cacat tersebut akan didaur ulang men-jadi bahan baku, akan tetapi hal terebut mem-butuhkan tenaga kerja, mesin, energi, waktudan biaya. Oleh karena itu, jika perusahaantidak melakukan perbaikan dan tetap mengang-gap produk yang cacat masih dapat digunakan,maka pendapatan yang akan diterima akanlebih kecil pula.
Berdasarkan data 6 bulan terakhir, terdapat 3produk yang memiliki rata-rata persentase ca-cat paling besar yaitu talang air medium (3,6%),talang air besar (3,5%) dan talang air putih(3,4%), sedangkan persentase cacat produk lain-nya tidak mencapai 3%. Oleh karena itu, peneli-tian difokuskan pada ketiga produk terebut.
Penelitian ini berutujuan untuk mengetahuijenis-jenis cacat yang dihasilkan dari proses pro-duksi pembuatan talang air, mengetahui penye-bab munculnya cacat pada talang air, mencari al-ternatif perbaikan dalam proses produksi untukmengurangi jumlah produk cacat, dan menge-tahui perbandingan sebelum dan sesudah di-lakukannya perbaikan. Pembatasan masalahyang digunakan dalam penelitian adalah peneli-tian hanya menggunakan satu siklus DMAIC.
2 Metodologi Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakanmetode Six Sigma-DMAIC yang secara garisbesar terdiri dari 5 tahap, yaitu define, measure,analyze, improve dan control. Penelitian dilakukansecara sistematis dengan tahapan yaitu studipendahuluan, identifikasi dan perumusanmasalah, studi pustaka, pengumpulan data,define, measurement, analyze, improvement, control,dan penarikan kesimpulan. Pada tahap definedilakukan pendefinisian proses produksi yangberisi langkah-langkah atau tahapan proses pro-duksi yang berlangsung, pembuatan diagram
alir, diagram SIPOC dan pengidentifikasianCTQ. Pada tahap measure dilakukan pembuatanpeta kendali dan perhitungan nilai kualitassigma sebelum dilakukan perbaikan yang diny-atakan dalam DPMO dan level sigma. Pada tahapanalyze dilakukan pembuatan diagram paretountuk mengidentifikasi cacat yang menjadiprioritas perbaikan, pembutan fishbone diagram,dan pembuatan failure mode and effect analysis(FMEA). Tahap improve meliputi pemberianusulan tindakan perbaikan dari permasalahanyang ada, kemudian diimplementasikan dalamperusahaan. Tahap control meliputi pengambi-lan data hasil implementasi usulan perbaikan.Pada tahap control dibuat kembali peta kendalidan dihitung nilai kualitas sigma dari hasil im-plementasi. Selain itu pada tahap control jugadilakukan perbandingan proporsi produk cacatdan rata-rata defect per unit untuk mengetahuipengaruh dari tindakan perbaikan.
3 Tinjauan Pustaka
Konsep Six Sigma pertama kali diterapkan olehMotorola pada tahun 1980 (Gasperz, 2002). SixSigma merupakan sebuah metodologi terstruk-tur untuk memperbaiki proses yang difokuskanpada usaha untuk mengurangi variasi prosessekaligus mengurangi cacat dengan menggu-nakan statistik dan problem solving tools secaraintensif (Pande, 2002). Konsep Six Sigma ke-mudian semakin berkembang luas dan munculbeberapa ahli yang mendefinisikan Six Sigmasecara berbeda-beda. Berikut ini merupakanpengertian Six Sigma menurut beberapa sumber:
1. Six sigma sebagai sebuah visi, dalam hal iniSix Sigma mengharapkan tidak terjadi defectdalam sebuah proses yang juga diharapkanoleh semua organisasi (Welch, 2000).
2. Six Sigma adalah sistem yang komprehen-sif dan fleksibel untuk mencapai, memper-tahankan, dan memaksimalkan sukses bis-nis. Six Sigma secara unik dikendalikanolah pemahaman yang kuat terhadap fakta,data, dan analisis statistik, serta perha-tian yang cermat untuk mengelola, mem-perbaiki, dan menanamkan proses bisnis(Pande, 2002).
3. Six Sigma merupakan suatu metode atauteknik pengendalian dan peningkatan ku-alitas dramatik yang merupakan terobosanbaru dalam bidang manajemen kualitas(Gaspersz, 2002).
153
Indonesia Statistical Analysis Conference 2013
angka atau grafik yang akan mendorong kita melakukan perbaikan (Welch, 2000).
Metode Six Sigma dapat membantu
perusahaan untuk mencapai tingkat kegagalan nol. Siklus dalam Six Sigma sendiri merupakan siklus tertutup. Pada metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control), setelah tahap Control dilakukan maka akan dilanjutkan lagi dengan tahap Define sampai tingkat kegagalan nol tercapai pada tahap Control. Tahapan ini merupakan tahapan yang berulang dan membentuk siklus Six Sigma, dapat dilihat pada Gambar 1.
DEFINE
CONTROL MEASURE
IMPROVE ANALYZE Gambar 1. Siklus DMAIC
(Sumber : Evans, 2005 h.3)
Dari perspektif pengukuran, Six Sigma mempresentasikan tingkat kualitas di mana paling banyak terdapat 3,4 cacat dalam satu juta kesempatan. Tingkat kualitas Six Sigma berartii mengijinkan rata-rata produksi untuk bergeser sebesar 1,5 sigma (standar deviasi) dari nilai target yang ditetapkan. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk terjadinya pergeseran merupakan hal yang penting karena tidak ada proses yang selalu dapat berada tepat pada nilai yang diinginkan. Besarnya penyesuaian sebesar 1,5 sigma dari nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan oleh pelanggan pada proses dengan distribusi normal dapat dilihat pada Gambar 2.
mean + 1 sigma + 2 sigma + 3 sigma + 6 sigma- 1 sigma- 2 sigma- 3 sigma- 6 sigma
+1,5 sigma- 1,5 sigma
USLLSL
Gambar 2. Distribusi Normal dengan Pergeseran
Sigma
(Sumber : Gaspersz, 2002 h. 11)
Define Tahap definisi (Define) merupakan langkah
operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini dilakukan identifikasi proses produksi yang ada di PT X. Setelah itu dibuat diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customers) secara keseluruhan dan diagram SIPOC untuk masing-masing proses produksi yang terjadi di PT X. Diagram SIPOC menggambarkan hubungan ketergantungan antara satu proses dengan proses lainnya. Setelah itu, dilakukan identifikasi CTQ (Critical to Quality). CTQ merupakan karakteristik yang diinginkan oleh konsumen. Berdasarkan CTQ yang ada, dicari jenis cacat yang muncul sehingga CTQ tersebut tidak terpenuhi. Pengukuran (Measure)
Measure merupakan tindak lanjut dari langkah Define dan merupakan sebuah jembatan untuk langkah berikutnya yaitu Analyze. Pada tahap measure, dilakukan 5 pembuatan peta kendali p dan peta kendali u untuk proses saat ini. Jika proses sudah in control, barulah dapat dihitung besarnya nilai DPMO dan level sigma untuk proses saat ini. Analisis (Analyze)
Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, dilakukan pencarian akar penyebab dengan menggunakan fishbone diagram untuk cacat yang dominan. Untuk menentukan cacat dominan menggunakan diagram pareto di mana memiliki prinsip 80% akibat disebabkan oleh 20% penyebab. Setelah diperoleh akar penyebab, dilakukan pengurutan akar penyebab dari akar penyebab yang memiliki tingkat resiko tertinggi menggunakan FMEA. Dari urutan tersebut menentukan urutan prioritas perbaikan yang dilakukan. Perbaikan (Improve)
Setelah diperoleh urutan akar penyebab dari akar penyebab yang memiliki resiko tertinggi hingga terendah, kemudian dilakukan tindakan perbaikan yang diterapkan pada perusahaan. Dengan dilakukan tindakan perbaikan tersebut, diharapkan dapat meminimasi cacat yang terjadi akibat akar penyebab tersebut. Tentunya tindakan perbaikan yang dilakukan harus memperoleh izin dari pihak perusahaan dan juga dari
Gambar 1: Siklus DMAIC (Sumber : Evans, 2005h.3)
4. Six Sigma adalah sebuah pengukuran, di-mana dilakukan penghitungan defect-defectyang terjadi di dalam sebuah proses danhasilnya ditampilkan dalam bentuk angkaatau grafik yang akan mendorong kitamelakukan perbaikan (Welch, 2000).
Metode Six Sigma dapat membantu perusa-haan untuk mencapai tingkat kegagalan nol.Siklus dalam Six Sigma sendiri merupakan sik-lus tertutup. Pada metode DMAIC (Define, Mea-sure, Analyze, Improve, Control), setelah tahapControl dilakukan maka akan dilanjutkan lagidengan tahap Define sampai tingkat kegagalannol tercapai pada tahap Control. Tahapan inimerupakan tahapan yang berulang dan mem-bentuk siklus Six Sigma, dapat dilihat padaGambar 1.
Dari perspektif pengukuran, Six Sigma mem-presentasikan tingkat kualitas di mana palingbanyak terdapat 3,4 cacat dalam satu juta kesem-patan. Tingkat kualitas Six Sigma berarti mengi-jinkan rata-rata produksi untuk bergeser sebe-sar 1,5 sigma (standar deviasi) dari nilai targetyang ditetapkan. Besarnya kelonggaran yangdiberikan untuk terjadinya pergeseran meru-pakan hal yang penting karena tidak ada prosesyang selalu dapat berada tepat pada nilai yangdiinginkan. Besarnya penyesuaian sebesar 1,5sigma dari nilai spesifikasi target kualitas (T)yang diinginkan oleh pelanggan pada proses de-ngan distribusi normal dapat dilihat pada Gam-bar 2.
3.1 Define
Tahap definisi (Define) merupakan langkah op-erasional pertama dalam program peningkatankualitas Six Sigma. Pada tahap ini dilakukanidentifikasi proses produksi yang ada di PTX. Setelah itu dibuat diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customers) secara keselu-ruhan dan diagram SIPOC untuk masing-masing proses produksi yang terjadi di PT X. Di-agram SIPOC menggambarkan hubungan keter-
angka atau grafik yang akan mendorong kita melakukan perbaikan (Welch, 2000).
Metode Six Sigma dapat membantu
perusahaan untuk mencapai tingkat kegagalan nol. Siklus dalam Six Sigma sendiri merupakan siklus tertutup. Pada metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control), setelah tahap Control dilakukan maka akan dilanjutkan lagi dengan tahap Define sampai tingkat kegagalan nol tercapai pada tahap Control. Tahapan ini merupakan tahapan yang berulang dan membentuk siklus Six Sigma, dapat dilihat pada Gambar 1.
DEFINE
CONTROL MEASURE
IMPROVE ANALYZE Gambar 1. Siklus DMAIC
(Sumber : Evans, 2005 h.3)
Dari perspektif pengukuran, Six Sigma mempresentasikan tingkat kualitas di mana paling banyak terdapat 3,4 cacat dalam satu juta kesempatan. Tingkat kualitas Six Sigma berartii mengijinkan rata-rata produksi untuk bergeser sebesar 1,5 sigma (standar deviasi) dari nilai target yang ditetapkan. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk terjadinya pergeseran merupakan hal yang penting karena tidak ada proses yang selalu dapat berada tepat pada nilai yang diinginkan. Besarnya penyesuaian sebesar 1,5 sigma dari nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan oleh pelanggan pada proses dengan distribusi normal dapat dilihat pada Gambar 2.
mean + 1 sigma + 2 sigma + 3 sigma + 6 sigma- 1 sigma- 2 sigma- 3 sigma- 6 sigma
+1,5 sigma- 1,5 sigma
USLLSL
Gambar 2. Distribusi Normal dengan Pergeseran
Sigma
(Sumber : Gaspersz, 2002 h. 11)
Define Tahap definisi (Define) merupakan langkah
operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini dilakukan identifikasi proses produksi yang ada di PT X. Setelah itu dibuat diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customers) secara keseluruhan dan diagram SIPOC untuk masing-masing proses produksi yang terjadi di PT X. Diagram SIPOC menggambarkan hubungan ketergantungan antara satu proses dengan proses lainnya. Setelah itu, dilakukan identifikasi CTQ (Critical to Quality). CTQ merupakan karakteristik yang diinginkan oleh konsumen. Berdasarkan CTQ yang ada, dicari jenis cacat yang muncul sehingga CTQ tersebut tidak terpenuhi. Pengukuran (Measure)
Measure merupakan tindak lanjut dari langkah Define dan merupakan sebuah jembatan untuk langkah berikutnya yaitu Analyze. Pada tahap measure, dilakukan 5 pembuatan peta kendali p dan peta kendali u untuk proses saat ini. Jika proses sudah in control, barulah dapat dihitung besarnya nilai DPMO dan level sigma untuk proses saat ini. Analisis (Analyze)
Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, dilakukan pencarian akar penyebab dengan menggunakan fishbone diagram untuk cacat yang dominan. Untuk menentukan cacat dominan menggunakan diagram pareto di mana memiliki prinsip 80% akibat disebabkan oleh 20% penyebab. Setelah diperoleh akar penyebab, dilakukan pengurutan akar penyebab dari akar penyebab yang memiliki tingkat resiko tertinggi menggunakan FMEA. Dari urutan tersebut menentukan urutan prioritas perbaikan yang dilakukan. Perbaikan (Improve)
Setelah diperoleh urutan akar penyebab dari akar penyebab yang memiliki resiko tertinggi hingga terendah, kemudian dilakukan tindakan perbaikan yang diterapkan pada perusahaan. Dengan dilakukan tindakan perbaikan tersebut, diharapkan dapat meminimasi cacat yang terjadi akibat akar penyebab tersebut. Tentunya tindakan perbaikan yang dilakukan harus memperoleh izin dari pihak perusahaan dan juga dari
Gambar 2: Distribusi Normal dengan Perge-seran Sigma (Sumber : Gaspersz, 2002 h. 11)
Tabel 1: CTQ dan Cacat yang Terjadi
No CTQ Cacat 1 Kehalusan permukaan
talang air Cacat gores
2 Kerataan permukaan talang air
Cacat gelombang
3 Panjang talang air Cacat ukuran
4 Tingkat kelenturan Cacat getas
5 Kesempurnaan bentuk talang air
Cacat patah
6 Tidak adanya lubang pada talang air
Cacat lubang
7 Kesesuaian warna Cacat warna
8 Kesempurnaan permukaan talang air
Cacat sobek
gantungan antara satu proses dengan proseslainnya. Setelah itu, dilakukan identifikasiCTQ (Critical to Quality). CTQ merupakankarakteristik yang diinginkan oleh konsumen.Berdasarkan CTQ yang ada, dicari jenis cacatyang muncul sehingga CTQ tersebut tidak ter-penuhi.
3.2 Pengukuran (Measure)
Measure merupakan tindak lanjut dari langkahDefine dan merupakan sebuah jembatan untuklangkah berikutnya yaitu Analyze. Pada tahapmeasure, dilakukan 5 pembuatan peta kendali pdan peta kendali u untuk proses saat ini. Jikaproses sudah in control, barulah dapat dihitungbesarnya nilai DPMO dan level sigma untukproses saat ini.
3.3 Analisis (Analyze)
Analyze merupakan langkah operasional ketigadalam program peningkatan kualitas Six Sigma.Pada tahap ini, dilakukan pencarian akar penye-bab dengan menggunakan fishbone diagram un-tuk cacat yang dominan. Untuk menentukan ca-cat dominan menggunakan diagram pareto dimana memiliki prinsip 80% akibat disebabkan
154
Implementasi Six Sigma-DMAIC untuk Mengurangi Produk Cacat Talang Air di PT X
oleh 20% penyebab. Setelah diperoleh akarpenyebab, dilakukan pengurutan akar penye-bab dari akar penyebab yang memiliki tingkatresiko tertinggi menggunakan FMEA. Dari uru-tan tersebut menentukan urutan prioritas per-baikan yang dilakukan.
3.4 Perbaikan (Improve)
Setelah diperoleh urutan akar penyebab dariakar penyebab yang memiliki resiko tertinggihingga terendah, kemudian dilakukan tindakanperbaikan yang diterapkan pada perusahaan.Dengan dilakukan tindakan perbaikan tersebut,diharapkan dapat meminimasi cacat yang ter-jadi akibat akar penyebab tersebut. Tentunyatindakan perbaikan yang dilakukan harus mem-peroleh izin dari pihak perusahaan dan juga darikaryawan yang bersangkutan. Tanpa adanyakerjasama tersebut, tindakan perbaikan yang su-dah direncakan tidak akan terlaksana denganbaik. Selain itu, perlu pengawasan yang lebihuntuk pertama kali penerapan tindakan per-baikan ini. Tindakan perbaikan yang diterapkandi PT X dilakukan selama 1,5 bulan sebelum di-lakukan tindakan kontrol, tetapi tindakan per-baikan ini akan terus dilakukan secara terus-menerus dan tidak terbatas pada penelitian saja.
3.5 Kontrol (Control)
Pada tahap terakhir dari proyek peningkatankualitas Six Sigma, dilakukan perhitungan kem-bali besarnya nilai DPMO dan level sigmadari proses setelah perbaikan. Dilakukanpula perbandingan antara peta kendali sebelumdan sesudah perbaikan dan perbandingan ni-lai DPMO dan level sigma-nya. Selain itu,dilakukan pengujian secara statistik denganmelakukan pengujian proporsi cacat dan ujirata-rata defect per unit.
4 Hasil dan Pembahasan
4.1 Define
Pada tahap define dilakukan hal-hal sebagaiberikut:
1. Identifikasi proses produksi untuk mem-buat produk talang air
2. Pembuatan diagram SIPOC untuk menge-tahui keseluruhan proses pembuatan pro-duk talang air.
3. Penentuan Critical to Quality (CTQ) padaproduk talang air.
karyawan yang bersangkutan. Tanpa adanya kerjasama tersebut, tindakan perbaikan yang sudah direncakan tidak akan terlaksana dengan baik. Selain itu, perlu pengawasan yang lebih untuk pertama kali penerapan tindakan perbaikan ini. Tindakan perbaikan yang diterapkan di PT X dilakukan selama 1,5 bulan sebelum dilakukan tindakan kontrol, tetapi tindakan perbaikan ini akan terus dilakukan secara terus-menerus dan tidak terbatas pada penelitian saja. Kontrol (Control)
Pada tahap terakhir dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma, dilakukan perhitungan kembali besarnya nilai DPMO dan level sigma dari proses setelah perbaikan. Dilakukan pula perbandingan antara peta kendali sebelum dan sesudah perbaikan dan perbandingan nilai DPMO dan level sigma-nya. Selain itu, dilakukan pengujian secara statistik dengan melakukan pengujian proporsi cacat dan uji rata-rata defect per unit.
Hasil dan Pembahasan
Define Pada tahap define dilakukan hal-hal
sebagai berikut: 1. Identifikasi proses produksi untuk membuat
produk talang air 2. Pembuatan diagram SIPOC untuk
mengetahui keseluruhan proses pembuatan produk talang air.
3. Penentuan Critical to Quality (CTQ) pada produk talang air. Talang air medium, besar dan putih
memiliki proses produksi yang sama. Jumlah material dan campuran bahan baku yang membedakan ketiga produk tersebut. Gambar 3 merupakan diaram alir proses produksi talang air. Untuk mengetahui proses secara lengkap, mulai dari supplier, input, process, output dan customers digunakan diagram SIPOC. Diagram SIPOC digambarkan pada setiap proses sehingga terlihat jelas proses yang terjadi pada setiap stasiun. Gambar 4 menunjukkan proses mixing dimulai dari penerimaan barang dari supplier hingga dikirim kepada customer.
Bahan Baku Murni
Mixing
Ekstrusi
Pemotongan
Apakah kualitasbaik ?
Ya
Tidak Penghancuran
Packing
Serbuk-Serbuk Talang
Pemeriksaan
Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Talang Air
Supplier Input Output Customer
PVC resin, titanium, DOP, stabilizer, kalsium, steric acid, metablen, karbon,
serbuk talang
Campuran raw material
Proses Extruder
Mixing
Mesin MixerOperatorPT Aneka Kimia Raya
PT Kurnia Artha PratiwiPT Halim Sakti Pratama
PT Cahaya Indra ChemindoPT IndokemikaPT Lautan Luas
PT Eastern Polymer
Gambar 4. Diagram SIPOC Proses Mixing
Gambar 5 dan 6 menunjukkan proses Ekstrusi dan Pemotongan dimulai dari penerimaan barang dari supplier hingga dikirim kepada customer.
Supplier Input Output Customer
Campuran raw materialProses Mixing Talang air
Proses pemotongan
Ekstrusi
Mesin Ekstrusi
Operator Cetakan talang
Gambar 5. Diagram SIPOC Proses Ekstrusi
Supplier Input Output Customer
Talang air ukuran panjangProses Extruder
Talang air yang sudah dipotong
Proses inspeksi
Pemotongan
Mesin potong listrik
Operator
Gambar 6. Diagram SIPOC Proses Pemotongan
Gambar 7 sampai dengan 9 menunjukkan
proses isnpeksi, penghancuran dan packing dimulai dari penerimaan barang dari supplier hingga dikirim kepada customer.
Gambar 3: Diagram Alir Proses Produksi TalangAir
karyawan yang bersangkutan. Tanpa adanya kerjasama tersebut, tindakan perbaikan yang sudah direncakan tidak akan terlaksana dengan baik. Selain itu, perlu pengawasan yang lebih untuk pertama kali penerapan tindakan perbaikan ini. Tindakan perbaikan yang diterapkan di PT X dilakukan selama 1,5 bulan sebelum dilakukan tindakan kontrol, tetapi tindakan perbaikan ini akan terus dilakukan secara terus-menerus dan tidak terbatas pada penelitian saja. Kontrol (Control)
Pada tahap terakhir dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma, dilakukan perhitungan kembali besarnya nilai DPMO dan level sigma dari proses setelah perbaikan. Dilakukan pula perbandingan antara peta kendali sebelum dan sesudah perbaikan dan perbandingan nilai DPMO dan level sigma-nya. Selain itu, dilakukan pengujian secara statistik dengan melakukan pengujian proporsi cacat dan uji rata-rata defect per unit.
Hasil dan Pembahasan
Define Pada tahap define dilakukan hal-hal
sebagai berikut: 1. Identifikasi proses produksi untuk membuat
produk talang air 2. Pembuatan diagram SIPOC untuk
mengetahui keseluruhan proses pembuatan produk talang air.
3. Penentuan Critical to Quality (CTQ) pada produk talang air. Talang air medium, besar dan putih
memiliki proses produksi yang sama. Jumlah material dan campuran bahan baku yang membedakan ketiga produk tersebut. Gambar 3 merupakan diaram alir proses produksi talang air. Untuk mengetahui proses secara lengkap, mulai dari supplier, input, process, output dan customers digunakan diagram SIPOC. Diagram SIPOC digambarkan pada setiap proses sehingga terlihat jelas proses yang terjadi pada setiap stasiun. Gambar 4 menunjukkan proses mixing dimulai dari penerimaan barang dari supplier hingga dikirim kepada customer.
Bahan Baku Murni
Mixing
Ekstrusi
Pemotongan
Apakah kualitasbaik ?
Ya
Tidak Penghancuran
Packing
Serbuk-Serbuk Talang
Pemeriksaan
Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Talang Air
Supplier Input Output Customer
PVC resin, titanium, DOP, stabilizer, kalsium, steric acid, metablen, karbon,
serbuk talang
Campuran raw material
Proses Extruder
Mixing
Mesin MixerOperatorPT Aneka Kimia Raya
PT Kurnia Artha PratiwiPT Halim Sakti Pratama
PT Cahaya Indra ChemindoPT IndokemikaPT Lautan Luas
PT Eastern Polymer
Gambar 4. Diagram SIPOC Proses Mixing
Gambar 5 dan 6 menunjukkan proses Ekstrusi dan Pemotongan dimulai dari penerimaan barang dari supplier hingga dikirim kepada customer.
Supplier Input Output Customer
Campuran raw materialProses Mixing Talang air
Proses pemotongan
Ekstrusi
Mesin Ekstrusi
Operator Cetakan talang
Gambar 5. Diagram SIPOC Proses Ekstrusi
Supplier Input Output Customer
Talang air ukuran panjangProses Extruder
Talang air yang sudah dipotong
Proses inspeksi
Pemotongan
Mesin potong listrik
Operator
Gambar 6. Diagram SIPOC Proses Pemotongan
Gambar 7 sampai dengan 9 menunjukkan
proses isnpeksi, penghancuran dan packing dimulai dari penerimaan barang dari supplier hingga dikirim kepada customer.
Gambar 4: Diagram SIPOC Proses Mixing
Talang air medium, besar dan putih memilikiproses produksi yang sama. Jumlah materialdan campuran bahan baku yang membedakanketiga produk tersebut. Gambar 3 merupakandiaram alir proses produksi talang air. Untukmengetahui proses secara lengkap, mulai darisupplier, input, process, output dan customers digu-nakan diagram SIPOC. Diagram SIPOC digam-barkan pada setiap proses sehingga terlihat jelasproses yang terjadi pada setiap stasiun. Gam-bar 4 menunjukkan proses mixing dimulai daripenerimaan barang dari supplier hingga dikirimkepada customer.
Gambar 5 dan 6 menunjukkan proses Ek-strusi dan Pemotongan dimulai dari pener-imaan barang dari supplier hingga dikirimkepada customer.
Gambar 7 sampai dengan 9 menunjukkanproses inspeksi, penghancuran dan packing dim-ulai dari penerimaan barang dari supplier hinggadikirim kepada customer.
155
Indonesia Statistical Analysis Conference 2013
karyawan yang bersangkutan. Tanpa adanya kerjasama tersebut, tindakan perbaikan yang sudah direncakan tidak akan terlaksana dengan baik. Selain itu, perlu pengawasan yang lebih untuk pertama kali penerapan tindakan perbaikan ini. Tindakan perbaikan yang diterapkan di PT X dilakukan selama 1,5 bulan sebelum dilakukan tindakan kontrol, tetapi tindakan perbaikan ini akan terus dilakukan secara terus-menerus dan tidak terbatas pada penelitian saja. Kontrol (Control)
Pada tahap terakhir dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma, dilakukan perhitungan kembali besarnya nilai DPMO dan level sigma dari proses setelah perbaikan. Dilakukan pula perbandingan antara peta kendali sebelum dan sesudah perbaikan dan perbandingan nilai DPMO dan level sigma-nya. Selain itu, dilakukan pengujian secara statistik dengan melakukan pengujian proporsi cacat dan uji rata-rata defect per unit.
Hasil dan Pembahasan
Define Pada tahap define dilakukan hal-hal
sebagai berikut: 1. Identifikasi proses produksi untuk membuat
produk talang air 2. Pembuatan diagram SIPOC untuk
mengetahui keseluruhan proses pembuatan produk talang air.
3. Penentuan Critical to Quality (CTQ) pada produk talang air. Talang air medium, besar dan putih
memiliki proses produksi yang sama. Jumlah material dan campuran bahan baku yang membedakan ketiga produk tersebut. Gambar 3 merupakan diaram alir proses produksi talang air. Untuk mengetahui proses secara lengkap, mulai dari supplier, input, process, output dan customers digunakan diagram SIPOC. Diagram SIPOC digambarkan pada setiap proses sehingga terlihat jelas proses yang terjadi pada setiap stasiun. Gambar 4 menunjukkan proses mixing dimulai dari penerimaan barang dari supplier hingga dikirim kepada customer.
Bahan Baku Murni
Mixing
Ekstrusi
Pemotongan
Apakah kualitasbaik ?
Ya
Tidak Penghancuran
Packing
Serbuk-Serbuk Talang
Pemeriksaan
Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Talang Air
Supplier Input Output Customer
PVC resin, titanium, DOP, stabilizer, kalsium, steric acid, metablen, karbon,
serbuk talang
Campuran raw material
Proses Extruder
Mixing
Mesin MixerOperatorPT Aneka Kimia Raya
PT Kurnia Artha PratiwiPT Halim Sakti Pratama
PT Cahaya Indra ChemindoPT IndokemikaPT Lautan Luas
PT Eastern Polymer
Gambar 4. Diagram SIPOC Proses Mixing
Gambar 5 dan 6 menunjukkan proses Ekstrusi dan Pemotongan dimulai dari penerimaan barang dari supplier hingga dikirim kepada customer.
Supplier Input Output Customer
Campuran raw materialProses Mixing Talang air
Proses pemotongan
Ekstrusi
Mesin Ekstrusi
Operator Cetakan talang
Gambar 5. Diagram SIPOC Proses Ekstrusi
Supplier Input Output Customer
Talang air ukuran panjangProses Extruder
Talang air yang sudah dipotong
Proses inspeksi
Pemotongan
Mesin potong listrik
Operator
Gambar 6. Diagram SIPOC Proses Pemotongan
Gambar 7 sampai dengan 9 menunjukkan
proses isnpeksi, penghancuran dan packing dimulai dari penerimaan barang dari supplier hingga dikirim kepada customer.
Gambar 5: Diagram SIPOC Proses Ekstrusi
karyawan yang bersangkutan. Tanpa adanya kerjasama tersebut, tindakan perbaikan yang sudah direncakan tidak akan terlaksana dengan baik. Selain itu, perlu pengawasan yang lebih untuk pertama kali penerapan tindakan perbaikan ini. Tindakan perbaikan yang diterapkan di PT X dilakukan selama 1,5 bulan sebelum dilakukan tindakan kontrol, tetapi tindakan perbaikan ini akan terus dilakukan secara terus-menerus dan tidak terbatas pada penelitian saja. Kontrol (Control)
Pada tahap terakhir dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma, dilakukan perhitungan kembali besarnya nilai DPMO dan level sigma dari proses setelah perbaikan. Dilakukan pula perbandingan antara peta kendali sebelum dan sesudah perbaikan dan perbandingan nilai DPMO dan level sigma-nya. Selain itu, dilakukan pengujian secara statistik dengan melakukan pengujian proporsi cacat dan uji rata-rata defect per unit.
Hasil dan Pembahasan
Define Pada tahap define dilakukan hal-hal
sebagai berikut: 1. Identifikasi proses produksi untuk membuat
produk talang air 2. Pembuatan diagram SIPOC untuk
mengetahui keseluruhan proses pembuatan produk talang air.
3. Penentuan Critical to Quality (CTQ) pada produk talang air. Talang air medium, besar dan putih
memiliki proses produksi yang sama. Jumlah material dan campuran bahan baku yang membedakan ketiga produk tersebut. Gambar 3 merupakan diaram alir proses produksi talang air. Untuk mengetahui proses secara lengkap, mulai dari supplier, input, process, output dan customers digunakan diagram SIPOC. Diagram SIPOC digambarkan pada setiap proses sehingga terlihat jelas proses yang terjadi pada setiap stasiun. Gambar 4 menunjukkan proses mixing dimulai dari penerimaan barang dari supplier hingga dikirim kepada customer.
Bahan Baku Murni
Mixing
Ekstrusi
Pemotongan
Apakah kualitasbaik ?
Ya
Tidak Penghancuran
Packing
Serbuk-Serbuk Talang
Pemeriksaan
Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Talang Air
Supplier Input Output Customer
PVC resin, titanium, DOP, stabilizer, kalsium, steric acid, metablen, karbon,
serbuk talang
Campuran raw material
Proses Extruder
Mixing
Mesin MixerOperatorPT Aneka Kimia Raya
PT Kurnia Artha PratiwiPT Halim Sakti Pratama
PT Cahaya Indra ChemindoPT IndokemikaPT Lautan Luas
PT Eastern Polymer
Gambar 4. Diagram SIPOC Proses Mixing
Gambar 5 dan 6 menunjukkan proses Ekstrusi dan Pemotongan dimulai dari penerimaan barang dari supplier hingga dikirim kepada customer.
Supplier Input Output Customer
Campuran raw materialProses Mixing Talang air
Proses pemotongan
Ekstrusi
Mesin Ekstrusi
Operator Cetakan talang
Gambar 5. Diagram SIPOC Proses Ekstrusi
Supplier Input Output Customer
Talang air ukuran panjangProses Extruder
Talang air yang sudah dipotong
Proses inspeksi
Pemotongan
Mesin potong listrik
Operator
Gambar 6. Diagram SIPOC Proses Pemotongan
Gambar 7 sampai dengan 9 menunjukkan
proses isnpeksi, penghancuran dan packing dimulai dari penerimaan barang dari supplier hingga dikirim kepada customer.
Gambar 6: Diagram SIPOC Proses Pemotongan
Supplier Input Output Customer
Talang air dengan ukuran
tertentu
Proses Pemotongan
Talang air hasil inspeksi
Proses penghancuran atau Packing
Inspeksi
Operator
Gambar 7. Diagram SIPOC Proses Inspeksi
Supplier Input Output Customer
Talang air yang cacatProses inspeksi
Serbuk-serbuk talang air Prose Mixing
Penghancuran
Mesin gilingOperator
Gambar 8. Diagram SIPOC Proses Penghancuran
Supplier Input Output Customer
Talang air tanpa cacatProses Inspeksi
Kemasan Talang Air
Distributor
Packing
DusOperator
Gambar 9. Diagram SIPOC Proses Packing
Critical to Quality (CTQ) merupakan
karakteristik yang terdapat pada sebuah produk dan harus dimiliki oleh sebuah produk. CTQ sangat berhubungan dengan spesifikasi dari produk yang diinginkan oleh konsumen. Apabila produk tidak memenuhi CTQ, dapat disebutkan bahwa produk tersebut merupakan produk cacat. CTQ ini sukit didefinisikan karena konsumen tidak sepenuhnya mendefinisikan kualitas yang mereka inginkan. Konsumen hanya menginginkan produk dengan kualitas yang baik, maka perusahaan harus bisa mendefinisikan CTQ dengan benar agar produk yang diterima oleh konsumen sesuai dengan keinginan dari konsumen.
Untuk itulah perlu diketahui karakteristik apa yang penting atau yang diinginkan ada dalam produk talang air. Kualitas talang air yang diproduksi oleh PT X dipengaruhi oleh banyak faktor. Sebuah talang air memiliki kualitas yang baik apabila tidak terdapatnya lubang, memiliki kelenturan yang sempurna dan lain-lain.
Berdasarkan cacat-cacat yang terdapat pada produk talang air, dapat ditentukan beberapa Critical to Quality (CTQ). Penting bagi sebuah talang air untuk memenuhi CTQ yang telah ditetapkan ini karena talang air dinyatakan berkualitas atau tidak memiliki cacat, apabila memenuhi semua CTQ yang telah ditetapkan. Daftar dari CTQ dan jenis cacat yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 1.
Measure
Pada tahap measure dilakukan beberapa hal, yaitu pengumpulan data produk yang cacat dan data defect, pembuatan peta kendali, dan perhitungan DPMO & level sigma proses saat ini.
Tabel 1. CTQ dan Cacat yang Terjadi No CTQ Cacat 1 Kehalusan permukaan
talang air Cacat gores
2 Kerataan permukaan talang air
Cacat gelombang
3 Panjang talang air Cacat ukuran 4 Tingkat kelenturan Cacat getas 5 Kesempurnaan bentuk
talang air Cacat patah
6 Tidak adanya lubang pada talang air
Cacat lubang
7 Kesesuaian warna Cacat warna 8 Kesempurnaan
permukaan talang air Cacat sobek
Setiap produk dilakukan pengambilan data
mengenai jumlah defect selama 24 hari. Jika terdapat lebih dari 1 cacat yang sejenis pada 1 produk cacat, maka dianggap sebagai 1 defect. Sebagi contoh, jika pada satu talang air terdapat 2 lubang, maka akan dianggap sebagai 1 defect yaitu cacat lubang.
Peta kendali merupakan gambaran grafis yang digunakan untuk memonitor bagaimana suatu proses berjalan. Pembuatan peta kendali ini bertujuan untuk mengetahui apakah proses produksi yang saat ini sedang dijalankan berada di dalam kontrol atau tidak. Peta kendali yang akan digunakan yaitu peta kendali atribut karena menggunakan data yang tidak dapat diukur (data atribut).
Peta kendali atribut yang digunakan adalah peta kendali yang menggunakan data nonconforming dan peta kendali yang menggunakan data nonconformities. Peta kendali yang digunakan untuk data nonconforming yaitu peta kendali p. Sedangkan peta kendali untuk data nonconformities menggunakan peta kendali u.
Peta kendali p adalah jenis peta kendali yang digunakan untuk memantau proporsi produk cacat dalam sampel, dimana proporsi cacat didefinisikan sebagai rasio jumlah cacat dengan ukuran sampel. Peta ini digunakan untuk mengendalikan proporsi nonconforming item. Peta kendali p yang dibuat dengan menggunakan 24 sampel data yang telah diambil..
Selain menggunakan peta kendali p, digunakan juga peta kendali u. peta kendali u digunakan untuk mengendalikan jumlah nonconformities per unit. Data yang digunakan dalam peta kendali u ini sebanyak 24 buah sampel yang telah diambil.
Gambar 7: Diagram SIPOC Proses Inspeksi
Supplier Input Output Customer
Talang air dengan ukuran
tertentu
Proses Pemotongan
Talang air hasil inspeksi
Proses penghancuran atau Packing
Inspeksi
Operator
Gambar 7. Diagram SIPOC Proses Inspeksi
Supplier Input Output Customer
Talang air yang cacatProses inspeksi
Serbuk-serbuk talang air Prose Mixing
Penghancuran
Mesin gilingOperator
Gambar 8. Diagram SIPOC Proses Penghancuran
Supplier Input Output Customer
Talang air tanpa cacatProses Inspeksi
Kemasan Talang Air
Distributor
Packing
DusOperator
Gambar 9. Diagram SIPOC Proses Packing
Critical to Quality (CTQ) merupakan
karakteristik yang terdapat pada sebuah produk dan harus dimiliki oleh sebuah produk. CTQ sangat berhubungan dengan spesifikasi dari produk yang diinginkan oleh konsumen. Apabila produk tidak memenuhi CTQ, dapat disebutkan bahwa produk tersebut merupakan produk cacat. CTQ ini sukit didefinisikan karena konsumen tidak sepenuhnya mendefinisikan kualitas yang mereka inginkan. Konsumen hanya menginginkan produk dengan kualitas yang baik, maka perusahaan harus bisa mendefinisikan CTQ dengan benar agar produk yang diterima oleh konsumen sesuai dengan keinginan dari konsumen.
Untuk itulah perlu diketahui karakteristik apa yang penting atau yang diinginkan ada dalam produk talang air. Kualitas talang air yang diproduksi oleh PT X dipengaruhi oleh banyak faktor. Sebuah talang air memiliki kualitas yang baik apabila tidak terdapatnya lubang, memiliki kelenturan yang sempurna dan lain-lain.
Berdasarkan cacat-cacat yang terdapat pada produk talang air, dapat ditentukan beberapa Critical to Quality (CTQ). Penting bagi sebuah talang air untuk memenuhi CTQ yang telah ditetapkan ini karena talang air dinyatakan berkualitas atau tidak memiliki cacat, apabila memenuhi semua CTQ yang telah ditetapkan. Daftar dari CTQ dan jenis cacat yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 1.
Measure
Pada tahap measure dilakukan beberapa hal, yaitu pengumpulan data produk yang cacat dan data defect, pembuatan peta kendali, dan perhitungan DPMO & level sigma proses saat ini.
Tabel 1. CTQ dan Cacat yang Terjadi No CTQ Cacat 1 Kehalusan permukaan
talang air Cacat gores
2 Kerataan permukaan talang air
Cacat gelombang
3 Panjang talang air Cacat ukuran 4 Tingkat kelenturan Cacat getas 5 Kesempurnaan bentuk
talang air Cacat patah
6 Tidak adanya lubang pada talang air
Cacat lubang
7 Kesesuaian warna Cacat warna 8 Kesempurnaan
permukaan talang air Cacat sobek
Setiap produk dilakukan pengambilan data
mengenai jumlah defect selama 24 hari. Jika terdapat lebih dari 1 cacat yang sejenis pada 1 produk cacat, maka dianggap sebagai 1 defect. Sebagi contoh, jika pada satu talang air terdapat 2 lubang, maka akan dianggap sebagai 1 defect yaitu cacat lubang.
Peta kendali merupakan gambaran grafis yang digunakan untuk memonitor bagaimana suatu proses berjalan. Pembuatan peta kendali ini bertujuan untuk mengetahui apakah proses produksi yang saat ini sedang dijalankan berada di dalam kontrol atau tidak. Peta kendali yang akan digunakan yaitu peta kendali atribut karena menggunakan data yang tidak dapat diukur (data atribut).
Peta kendali atribut yang digunakan adalah peta kendali yang menggunakan data nonconforming dan peta kendali yang menggunakan data nonconformities. Peta kendali yang digunakan untuk data nonconforming yaitu peta kendali p. Sedangkan peta kendali untuk data nonconformities menggunakan peta kendali u.
Peta kendali p adalah jenis peta kendali yang digunakan untuk memantau proporsi produk cacat dalam sampel, dimana proporsi cacat didefinisikan sebagai rasio jumlah cacat dengan ukuran sampel. Peta ini digunakan untuk mengendalikan proporsi nonconforming item. Peta kendali p yang dibuat dengan menggunakan 24 sampel data yang telah diambil..
Selain menggunakan peta kendali p, digunakan juga peta kendali u. peta kendali u digunakan untuk mengendalikan jumlah nonconformities per unit. Data yang digunakan dalam peta kendali u ini sebanyak 24 buah sampel yang telah diambil.
Gambar 8: Diagram SIPOC Proses Penghancu-ran
Supplier Input Output Customer
Talang air dengan ukuran
tertentu
Proses Pemotongan
Talang air hasil inspeksi
Proses penghancuran atau Packing
Inspeksi
Operator
Gambar 7. Diagram SIPOC Proses Inspeksi
Supplier Input Output Customer
Talang air yang cacatProses inspeksi
Serbuk-serbuk talang air Prose Mixing
Penghancuran
Mesin gilingOperator
Gambar 8. Diagram SIPOC Proses Penghancuran
Supplier Input Output Customer
Talang air tanpa cacatProses Inspeksi
Kemasan Talang Air
Distributor
Packing
DusOperator
Gambar 9. Diagram SIPOC Proses Packing
Critical to Quality (CTQ) merupakan
karakteristik yang terdapat pada sebuah produk dan harus dimiliki oleh sebuah produk. CTQ sangat berhubungan dengan spesifikasi dari produk yang diinginkan oleh konsumen. Apabila produk tidak memenuhi CTQ, dapat disebutkan bahwa produk tersebut merupakan produk cacat. CTQ ini sukit didefinisikan karena konsumen tidak sepenuhnya mendefinisikan kualitas yang mereka inginkan. Konsumen hanya menginginkan produk dengan kualitas yang baik, maka perusahaan harus bisa mendefinisikan CTQ dengan benar agar produk yang diterima oleh konsumen sesuai dengan keinginan dari konsumen.
Untuk itulah perlu diketahui karakteristik apa yang penting atau yang diinginkan ada dalam produk talang air. Kualitas talang air yang diproduksi oleh PT X dipengaruhi oleh banyak faktor. Sebuah talang air memiliki kualitas yang baik apabila tidak terdapatnya lubang, memiliki kelenturan yang sempurna dan lain-lain.
Berdasarkan cacat-cacat yang terdapat pada produk talang air, dapat ditentukan beberapa Critical to Quality (CTQ). Penting bagi sebuah talang air untuk memenuhi CTQ yang telah ditetapkan ini karena talang air dinyatakan berkualitas atau tidak memiliki cacat, apabila memenuhi semua CTQ yang telah ditetapkan. Daftar dari CTQ dan jenis cacat yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 1.
Measure
Pada tahap measure dilakukan beberapa hal, yaitu pengumpulan data produk yang cacat dan data defect, pembuatan peta kendali, dan perhitungan DPMO & level sigma proses saat ini.
Tabel 1. CTQ dan Cacat yang Terjadi No CTQ Cacat 1 Kehalusan permukaan
talang air Cacat gores
2 Kerataan permukaan talang air
Cacat gelombang
3 Panjang talang air Cacat ukuran 4 Tingkat kelenturan Cacat getas 5 Kesempurnaan bentuk
talang air Cacat patah
6 Tidak adanya lubang pada talang air
Cacat lubang
7 Kesesuaian warna Cacat warna 8 Kesempurnaan
permukaan talang air Cacat sobek
Setiap produk dilakukan pengambilan data
mengenai jumlah defect selama 24 hari. Jika terdapat lebih dari 1 cacat yang sejenis pada 1 produk cacat, maka dianggap sebagai 1 defect. Sebagi contoh, jika pada satu talang air terdapat 2 lubang, maka akan dianggap sebagai 1 defect yaitu cacat lubang.
Peta kendali merupakan gambaran grafis yang digunakan untuk memonitor bagaimana suatu proses berjalan. Pembuatan peta kendali ini bertujuan untuk mengetahui apakah proses produksi yang saat ini sedang dijalankan berada di dalam kontrol atau tidak. Peta kendali yang akan digunakan yaitu peta kendali atribut karena menggunakan data yang tidak dapat diukur (data atribut).
Peta kendali atribut yang digunakan adalah peta kendali yang menggunakan data nonconforming dan peta kendali yang menggunakan data nonconformities. Peta kendali yang digunakan untuk data nonconforming yaitu peta kendali p. Sedangkan peta kendali untuk data nonconformities menggunakan peta kendali u.
Peta kendali p adalah jenis peta kendali yang digunakan untuk memantau proporsi produk cacat dalam sampel, dimana proporsi cacat didefinisikan sebagai rasio jumlah cacat dengan ukuran sampel. Peta ini digunakan untuk mengendalikan proporsi nonconforming item. Peta kendali p yang dibuat dengan menggunakan 24 sampel data yang telah diambil..
Selain menggunakan peta kendali p, digunakan juga peta kendali u. peta kendali u digunakan untuk mengendalikan jumlah nonconformities per unit. Data yang digunakan dalam peta kendali u ini sebanyak 24 buah sampel yang telah diambil.
Gambar 9: Diagram SIPOC Proses Packing
Critical to Quality (CTQ) merupakan karak-teristik yang terdapat pada sebuah produk danharus dimiliki oleh sebuah produk. CTQ san-gat berhubungan dengan spesifikasi dari pro-duk yang diinginkan oleh konsumen. Apabilaproduk tidak memenuhi CTQ, dapat disebutkanbahwa produk tersebut merupakan produk ca-cat. CTQ ini sukit didefinisikan karena kon-sumen tidak sepenuhnya mendefinisikan kua-litas yang mereka inginkan. Konsumen hanyamenginginkan produk dengan kualitas yangbaik, maka perusahaan harus bisa mendefin-isikan CTQ dengan benar agar produk yang di-terima oleh konsumen sesuai dengan keinginandari konsumen. Untuk itulah perlu diketahuikarakteristik apa yang penting atau yang di-inginkan ada dalam produk talang air. Kuali-tas talang air yang diproduksi oleh PT X dipen-garuhi oleh banyak faktor. Sebuah talang airmemiliki kualitas yang baik apabila tidak terda-patnya lubang, memiliki kelenturan yang sem-purna dan lain-lain. Berdasarkan cacat-cacatyang terdapat pada produk talang air, dapatditentukan beberapa Critical to Quality (CTQ).Penting bagi sebuah talang air untuk memenuhiCTQ yang telah ditetapkan ini karena talang airdinyatakan berkualitas atau tidak memiliki ca-cat, apabila memenuhi semua CTQ yang telahditetapkan. Daftar dari CTQ dan jenis cacatyang terjadi dapat dilihat pada Tabel 1.
4.2 Measure
Pada tahap measure dilakukan beberapa hal,yaitu pengumpulan data produk yang cacat dandata defect, pembuatan peta kendali, dan perhi-tungan DPMO & level sigma proses saat ini.
TABEL 1Setiap produk dilakukan pengambilan data
mengenai jumlah defect selama 24 hari. Jikaterdapat lebih dari 1 cacat yang sejenis pada 1produk cacat, maka dianggap sebagai 1 defect.Sebagi contoh, jika pada satu talang air terda-pat 2 lubang, maka akan dianggap sebagai 1defect yaitu cacat lubang. Peta kendali meru-pakan gambaran grafis yang digunakan untukmemonitor bagaimana suatu proses berjalan.Pembuatan peta kendali ini bertujuan untukmengetahui apakah proses produksi yang saatini sedang dijalankan berada di dalam kontrolatau tidak. Peta kendali yang akan digunakanyaitu peta kendali atribut karena menggunakandata yang tidak dapat diukur (data atribut).Peta kendali atribut yang digunakan adalah petakendali yang menggunakan data nonconformingdan peta kendali yang menggunakan data non-conformities. Peta kendali yang digunakan un-
156
Implementasi Six Sigma-DMAIC untuk Mengurangi Produk Cacat Talang Air di PT XPeta kendali untuk talang air medium dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 10. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Medium
Gambar 11. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Medium
Peta kendali untuk talang air besar dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Gambar 12. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Besar
Gambar 13. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Besar
Peta kendali untuk talang air putih dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.
Gambar 14. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Putih
Gambar 15. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Putih Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa
nilai rata-rata DPMO untuk talang air ukuran medium adalah sebesar 6259,2. Dapat dikatakan juga bahwa saat ini, peluang terjadinya talang air ukuran medium yang cacat masih cukup besar, yaitu 6259,2 dari satu juta kesempatan. Nilai DPMO sebesar 6259,2 menunjukkan bahwa proses yang berlangsung saat ini masih belum mencapai target yang diinginkan yaitu 3,4 DPMO.
Nilai level sigma yang diperoleh adalah sebesar 4,016. Level Sigma yang diinginkan adalah 6, sehingga masih level sigma masih harus ditingkatkan. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya cacat masih tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan pada proses talang air ukuran medium, agar peluang terjadinya cacat pada talang air ukuran medium dapat berkurang.
Berdasarkan perhitungan diperoleh pula bahwa nilai rata-rata DPMO untuk talang air ukuran besar dan talang air putih berturut-turut adalah sebesar 6151,9 dan 6063,8. Sedangkan Nilai level sigma yang diperoleh adalah sebesar 4,0173 dan 4,021. Level Sigma ini belum mencapai target yang
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,0000,0500,1000,150
1 5 9 13 17 21
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,000
0,050
0,100
0,150
1 4 7 1013161922
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
Gambar 10: Grafik Peta Kendali p Produk Ta-lang Air Medium
Peta kendali untuk talang air medium dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 10. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Medium
Gambar 11. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Medium
Peta kendali untuk talang air besar dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Gambar 12. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Besar
Gambar 13. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Besar
Peta kendali untuk talang air putih dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.
Gambar 14. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Putih
Gambar 15. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Putih Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa
nilai rata-rata DPMO untuk talang air ukuran medium adalah sebesar 6259,2. Dapat dikatakan juga bahwa saat ini, peluang terjadinya talang air ukuran medium yang cacat masih cukup besar, yaitu 6259,2 dari satu juta kesempatan. Nilai DPMO sebesar 6259,2 menunjukkan bahwa proses yang berlangsung saat ini masih belum mencapai target yang diinginkan yaitu 3,4 DPMO.
Nilai level sigma yang diperoleh adalah sebesar 4,016. Level Sigma yang diinginkan adalah 6, sehingga masih level sigma masih harus ditingkatkan. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya cacat masih tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan pada proses talang air ukuran medium, agar peluang terjadinya cacat pada talang air ukuran medium dapat berkurang.
Berdasarkan perhitungan diperoleh pula bahwa nilai rata-rata DPMO untuk talang air ukuran besar dan talang air putih berturut-turut adalah sebesar 6151,9 dan 6063,8. Sedangkan Nilai level sigma yang diperoleh adalah sebesar 4,0173 dan 4,021. Level Sigma ini belum mencapai target yang
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,0000,0500,1000,150
1 5 9 13 17 21
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,000
0,050
0,100
0,150
1 4 7 1013161922
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
Gambar 11: Grafik Peta Kendali u Produk Ta-lang Air Medium
tuk data nonconforming yaitu peta kendali p. Se-dangkan peta kendali untuk data nonconformi-ties menggunakan peta kendali u. Peta kendali padalah jenis peta kendali yang digunakan untukmemantau proporsi produk cacat dalam sampel,dimana proporsi cacat didefinisikan sebagai ra-sio jumlah cacat dengan ukuran sampel. Peta inidigunakan untuk mengendalikan proporsi non-conforming item. Peta kendali p yang dibuat de-ngan menggunakan 24 sampel data yang telahdiambil.. Selain menggunakan peta kendali p,digunakan juga peta kendali u. peta kendaliu digunakan untuk mengendalikan jumlah non-conformities per unit. Data yang digunakandalam peta kendali u ini sebanyak 24 buah sam-pel yang telah diambil. Peta kendali untuk ta-lang air medium dapat dilihat pada Gambar 10dan Gambar 11.
Peta kendali untuk talang air besar dapat dili-hat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Peta kendali untuk talang air putih dapat dili-hat pada Gambar 14 dan Gambar 15.
Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwanilai rata-rata DPMO untuk talang air uku-ran medium adalah sebesar 6259,2. Dapatdikatakan juga bahwa saat ini, peluang ter-jadinya talang air ukuran medium yang ca-cat masih cukup besar, yaitu 6259,2 dari satujuta kesempatan. Nilai DPMO sebesar 6259,2
Peta kendali untuk talang air medium dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 10. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Medium
Gambar 11. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Medium
Peta kendali untuk talang air besar dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Gambar 12. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Besar
Gambar 13. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Besar
Peta kendali untuk talang air putih dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.
Gambar 14. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Putih
Gambar 15. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Putih Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa
nilai rata-rata DPMO untuk talang air ukuran medium adalah sebesar 6259,2. Dapat dikatakan juga bahwa saat ini, peluang terjadinya talang air ukuran medium yang cacat masih cukup besar, yaitu 6259,2 dari satu juta kesempatan. Nilai DPMO sebesar 6259,2 menunjukkan bahwa proses yang berlangsung saat ini masih belum mencapai target yang diinginkan yaitu 3,4 DPMO.
Nilai level sigma yang diperoleh adalah sebesar 4,016. Level Sigma yang diinginkan adalah 6, sehingga masih level sigma masih harus ditingkatkan. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya cacat masih tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan pada proses talang air ukuran medium, agar peluang terjadinya cacat pada talang air ukuran medium dapat berkurang.
Berdasarkan perhitungan diperoleh pula bahwa nilai rata-rata DPMO untuk talang air ukuran besar dan talang air putih berturut-turut adalah sebesar 6151,9 dan 6063,8. Sedangkan Nilai level sigma yang diperoleh adalah sebesar 4,0173 dan 4,021. Level Sigma ini belum mencapai target yang
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,0000,0500,1000,150
1 5 9 13 17 21
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,000
0,050
0,100
0,150
1 4 7 1013161922
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
Gambar 12: Grafik Peta Kendali p Produk Ta-lang Air Besar
Peta kendali untuk talang air medium dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 10. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Medium
Gambar 11. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Medium
Peta kendali untuk talang air besar dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Gambar 12. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Besar
Gambar 13. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Besar
Peta kendali untuk talang air putih dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.
Gambar 14. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Putih
Gambar 15. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Putih Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa
nilai rata-rata DPMO untuk talang air ukuran medium adalah sebesar 6259,2. Dapat dikatakan juga bahwa saat ini, peluang terjadinya talang air ukuran medium yang cacat masih cukup besar, yaitu 6259,2 dari satu juta kesempatan. Nilai DPMO sebesar 6259,2 menunjukkan bahwa proses yang berlangsung saat ini masih belum mencapai target yang diinginkan yaitu 3,4 DPMO.
Nilai level sigma yang diperoleh adalah sebesar 4,016. Level Sigma yang diinginkan adalah 6, sehingga masih level sigma masih harus ditingkatkan. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya cacat masih tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan pada proses talang air ukuran medium, agar peluang terjadinya cacat pada talang air ukuran medium dapat berkurang.
Berdasarkan perhitungan diperoleh pula bahwa nilai rata-rata DPMO untuk talang air ukuran besar dan talang air putih berturut-turut adalah sebesar 6151,9 dan 6063,8. Sedangkan Nilai level sigma yang diperoleh adalah sebesar 4,0173 dan 4,021. Level Sigma ini belum mencapai target yang
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,0000,0500,1000,150
1 5 9 13 17 21
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,000
0,050
0,100
0,150
1 4 7 1013161922
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
Gambar 13: Grafik Peta Kendali u Produk Ta-lang Air BesarPeta kendali untuk talang air medium dapat
dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 10. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Medium
Gambar 11. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Medium
Peta kendali untuk talang air besar dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Gambar 12. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Besar
Gambar 13. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Besar
Peta kendali untuk talang air putih dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.
Gambar 14. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Putih
Gambar 15. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Putih Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa
nilai rata-rata DPMO untuk talang air ukuran medium adalah sebesar 6259,2. Dapat dikatakan juga bahwa saat ini, peluang terjadinya talang air ukuran medium yang cacat masih cukup besar, yaitu 6259,2 dari satu juta kesempatan. Nilai DPMO sebesar 6259,2 menunjukkan bahwa proses yang berlangsung saat ini masih belum mencapai target yang diinginkan yaitu 3,4 DPMO.
Nilai level sigma yang diperoleh adalah sebesar 4,016. Level Sigma yang diinginkan adalah 6, sehingga masih level sigma masih harus ditingkatkan. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya cacat masih tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan pada proses talang air ukuran medium, agar peluang terjadinya cacat pada talang air ukuran medium dapat berkurang.
Berdasarkan perhitungan diperoleh pula bahwa nilai rata-rata DPMO untuk talang air ukuran besar dan talang air putih berturut-turut adalah sebesar 6151,9 dan 6063,8. Sedangkan Nilai level sigma yang diperoleh adalah sebesar 4,0173 dan 4,021. Level Sigma ini belum mencapai target yang
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,0000,0500,1000,150
1 5 9 13 17 21
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,000
0,050
0,100
0,150
1 4 7 1013161922
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
Gambar 14: Grafik Peta Kendali p Produk Ta-lang Air Putih
Peta kendali untuk talang air medium dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 10. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Medium
Gambar 11. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Medium
Peta kendali untuk talang air besar dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Gambar 12. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Besar
Gambar 13. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Besar
Peta kendali untuk talang air putih dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.
Gambar 14. Grafik Peta Kendali p Produk Talang
Air Putih
Gambar 15. Grafik Peta Kendali u Produk Talang
Air Putih Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa
nilai rata-rata DPMO untuk talang air ukuran medium adalah sebesar 6259,2. Dapat dikatakan juga bahwa saat ini, peluang terjadinya talang air ukuran medium yang cacat masih cukup besar, yaitu 6259,2 dari satu juta kesempatan. Nilai DPMO sebesar 6259,2 menunjukkan bahwa proses yang berlangsung saat ini masih belum mencapai target yang diinginkan yaitu 3,4 DPMO.
Nilai level sigma yang diperoleh adalah sebesar 4,016. Level Sigma yang diinginkan adalah 6, sehingga masih level sigma masih harus ditingkatkan. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya cacat masih tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan pada proses talang air ukuran medium, agar peluang terjadinya cacat pada talang air ukuran medium dapat berkurang.
Berdasarkan perhitungan diperoleh pula bahwa nilai rata-rata DPMO untuk talang air ukuran besar dan talang air putih berturut-turut adalah sebesar 6151,9 dan 6063,8. Sedangkan Nilai level sigma yang diperoleh adalah sebesar 4,0173 dan 4,021. Level Sigma ini belum mencapai target yang
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,0000,0500,1000,150
1 5 9 13 17 21
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
0,000
0,050
0,100
0,150
1 5 9 13 17 21
p
Hari ke-
CL
UCL
LCL
pi
0,000
0,050
0,100
0,150
1 4 7 1013161922
u
Hari ke-
CL
UCL
LCL
Ui
Gambar 15: Grafik Peta Kendali u Produk Ta-lang Air Putih
157
Indonesia Statistical Analysis Conference 2013
menunjukkan bahwa proses yang berlangsungsaat ini masih belum mencapai target yang di-inginkan yaitu 3,4 DPMO. Nilai level sigma yangdiperoleh adalah sebesar 4,016. Level Sigmayang diinginkan adalah 6, sehingga masih levelsigma masih harus ditingkatkan. Hal ini menun-jukkan bahwa frekuensi terjadinya cacat masihtinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikanpada proses talang air ukuran medium, agarpeluang terjadinya cacat pada talang air uku-ran medium dapat berkurang. Berdasarkan per-hitungan diperoleh pula bahwa nilai rata-rataDPMO untuk talang air ukuran besar dan ta-lang air putih berturut-turut adalah sebesar6151,9 dan 6063,8. Sedangkan Nilai level sigmayang diperoleh adalah sebesar 4,0173 dan 4,021.Level Sigma ini belum mencapai target yang di-inginkan yaitu 6 Level Sigma. Hal ini menun-jukkan bahwa frekuensi terjadinya cacat masihtinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikanpada proses talang air ukuran besar dan putih,agar peluang terjadinya cacat pada talang airukuran besar dan putih juga dapat berkurang.
4.3 Analyze
Pada tahap ini dilakukan pencarian akarmasalah dengan pengidentifikasian penyebab-penyebab masalah. Diagram Pareto digunakanuntuk menunjukkan sejumlah kecil faktor yangberpengaruh secara signifikan terhadap ter-jadinya suatu kejadian. Pada tahap analyze ini,diagram pareto digunakan untuk mengidenti-fikasi CTQ yang paling berpengaruh terhadapbanyaknya produk cacat dalam perusahaan.Prinsip yang digunakan pada diagram paretoadalah sebagian besar kejadian dihasilkanoleh sebagian kecil penyebab. Berdasarkandiagram Pareto diperoleh tiga jenis cacat yangpaling mendominasi, yaitu cacat lubang, patah,dan sobek pada ketiga produk. Oleh karenaitu penelitian ini akan fokus memperbaikiproses produksi untuk meminimasi jenis cacattersebut. Fishbone diagram digunakan untukmengidentifikasi akar masalah dari setiap jeniscacat. Gambar 16 sampai dengan Gambar 18merupakan fishbone diagram dari jenis cacatlubang, patah, dan sobek.
Setelah diketahui akar permasalah dari setiapjenis cacat dibuat FMEA untuk mengidentifikasimode kegagalan potensial berdasarkan pengala-man masa lalu dengan produk dan proses yangada. Rekapitulasi nilai risk priority number dariFMEA dapat dilihat pada Tabel 2.
Semakin besar nilai RPN menunjukkan modekegagalan yang terjadi semakin kritis, se-hingga dibutuhkan tindakan perbaikan segera
diinginkan yaitu 6 Level Sigma. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya cacat masih tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan pada proses talang air ukuran besar dan putih, agar peluang terjadinya cacat pada talang air ukuran besar dan putih juga dapat berkurang.
Analyze
Pada tahap ini dilakukan pencarian akar masalah dengan pengidentifikasian penyebab-penyebab masalah. Diagram Pareto digunakan untuk menunjukkan sejumlah kecil faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya suatu kejadian. Pada tahap analyze ini, diagram pareto digunakan untuk mengidentifikasi CTQ yang paling berpengaruh terhadap banyaknya produk cacat dalam perusahaan. Prinsip yang digunakan pada diagram pareto adalah sebagian besar kejadian dihasilkan oleh sebagian kecil penyebab. Berdasarkan diagram Pareto diperoleh tiga jenis cacat yang paling mendominasi, yaitu cacat lubang, patah, dan sobek pada ketiga produk. Oleh karena itu penelitian ini akan fokus memperbaiki proses produksi untuk meminimasi jenis cacat tersebut.
Fishbone diagram digunakan untuk mengidentifikasi akar masalah dari setiap jenis cacat. Gambar 16 sampai dengan Gambar 18 merupakan fishbone diagram dari jenis cacat lubang, patah, dan sobek.
Cacat Sobek
Manusia
Operator ceroboh
Material
Proses mixing kurang lama
Bahan baku tidak tercampur secara merata
Jumlah bahan baku tidak tepat
Tidak ada timbangan
Mesin
Pengontrol suhu rusak
Suhu ekstrusi tidak tepatMesin sudah
tua Kurangnya rasa tanggung jawab dan kepedulian operator
Metode
Cara penggunaan wadah yang kurang
tepat
Gambar 16. Fishbone Diagram Cacat Sobek
Setelah diketahui akar permasalah dari setiap jenis cacat dibuat FMEA untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial berdasarkan pengalaman masa lalu dengan produk dan proses yang ada. Rekapitulasi nilai risk priority number dari FMEA dapat dilihat pada Tabel 2.
Cacat Lubang
ManusiaOperator ceroboh
Proses mixing kurang lama
Material
Tercampur debu atau partikel-partikel lain
Kondisi pabrik kurang bersih
Jumlah bahan baku tidak tepat
Tidak ada timbangan
Metode
Operator tidak mengetahui cara penutupan yang
benar
Bahan baku tidak tercampur
dengan baik
Kurang rasa tanggung jawab dan kepedulian
operator
Bahan baku tidak ditutup dengan
rapat
Cara penggunaan wadah yang kurang
tepat
Gambar 17. Fishbone Diagram Cacat Lubang
Cacat Patah
Manusia
Operator ceroboh
Material
Proses mixing kurang lama
Bahan baku tidak tercampur secara baik
Jumlah bahan baku tidak tepat
Tidak ada timbangan
Mesin
Pengontrol suhu rusak
Suhu ekstrusi tidak tepatMesin
sudah tua
Metode
Penanganan talang air yang
salah
Operator kurang training
Kurangnya rasa tanggung jawab dan kepedulian operator
Cara penggunaan wadah yang kurang
tepat
Gambar 18. Fishbone Diagram Cacat Patah
Semakin besar nilai RPN menunjukkan
mode kegagalan yang terjadi semakin kritis, sehingga dibutuhkan tindakan perbaikan segera mungkin. Nilai RPN dihitung untuk setiap penyebab mode kegagalan potensial yang terjadi dan pada akhirnya akan dilakukan perbaikan untuk penyebab mode kegagalan potensial tersebut.
Tabel 2. Rekapitulasi Nilai RPN
No Penyebab Mode
Kegagalan
Efek Kegagalan
RPN Usulan Tindakan Perbaikan
1 Operator
kurang
training
Cacat patah 504 Pemberian
latihan
kepada
pekerja dan
meletakkan
talang
dilakukan
dengan dua
orang.
2 Pengontrol
suhu rusak
Cacat
sobek, cacat
patah
504 Pergantian
alat
pengontrol
suhu
(thermostat)
dan
melakukan
pengecekan
secara
berkala.
lanjut
Gambar 16: Fishbone Diagram Cacat Sobek
diinginkan yaitu 6 Level Sigma. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya cacat masih tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan pada proses talang air ukuran besar dan putih, agar peluang terjadinya cacat pada talang air ukuran besar dan putih juga dapat berkurang.
Analyze
Pada tahap ini dilakukan pencarian akar masalah dengan pengidentifikasian penyebab-penyebab masalah. Diagram Pareto digunakan untuk menunjukkan sejumlah kecil faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya suatu kejadian. Pada tahap analyze ini, diagram pareto digunakan untuk mengidentifikasi CTQ yang paling berpengaruh terhadap banyaknya produk cacat dalam perusahaan. Prinsip yang digunakan pada diagram pareto adalah sebagian besar kejadian dihasilkan oleh sebagian kecil penyebab. Berdasarkan diagram Pareto diperoleh tiga jenis cacat yang paling mendominasi, yaitu cacat lubang, patah, dan sobek pada ketiga produk. Oleh karena itu penelitian ini akan fokus memperbaiki proses produksi untuk meminimasi jenis cacat tersebut.
Fishbone diagram digunakan untuk mengidentifikasi akar masalah dari setiap jenis cacat. Gambar 16 sampai dengan Gambar 18 merupakan fishbone diagram dari jenis cacat lubang, patah, dan sobek.
Cacat Sobek
Manusia
Operator ceroboh
Material
Proses mixing kurang lama
Bahan baku tidak tercampur secara merata
Jumlah bahan baku tidak tepat
Tidak ada timbangan
Mesin
Pengontrol suhu rusak
Suhu ekstrusi tidak tepatMesin sudah
tua Kurangnya rasa tanggung jawab dan kepedulian operator
Metode
Cara penggunaan wadah yang kurang
tepat
Gambar 16. Fishbone Diagram Cacat Sobek
Setelah diketahui akar permasalah dari setiap jenis cacat dibuat FMEA untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial berdasarkan pengalaman masa lalu dengan produk dan proses yang ada. Rekapitulasi nilai risk priority number dari FMEA dapat dilihat pada Tabel 2.
Cacat Lubang
ManusiaOperator ceroboh
Proses mixing kurang lama
Material
Tercampur debu atau partikel-partikel lain
Kondisi pabrik kurang bersih
Jumlah bahan baku tidak tepat
Tidak ada timbangan
Metode
Operator tidak mengetahui cara penutupan yang
benar
Bahan baku tidak tercampur
dengan baik
Kurang rasa tanggung jawab dan kepedulian
operator
Bahan baku tidak ditutup dengan
rapat
Cara penggunaan wadah yang kurang
tepat
Gambar 17. Fishbone Diagram Cacat Lubang
Cacat Patah
Manusia
Operator ceroboh
Material
Proses mixing kurang lama
Bahan baku tidak tercampur secara baik
Jumlah bahan baku tidak tepat
Tidak ada timbangan
Mesin
Pengontrol suhu rusak
Suhu ekstrusi tidak tepatMesin
sudah tua
Metode
Penanganan talang air yang
salah
Operator kurang training
Kurangnya rasa tanggung jawab dan kepedulian operator
Cara penggunaan wadah yang kurang
tepat
Gambar 18. Fishbone Diagram Cacat Patah
Semakin besar nilai RPN menunjukkan
mode kegagalan yang terjadi semakin kritis, sehingga dibutuhkan tindakan perbaikan segera mungkin. Nilai RPN dihitung untuk setiap penyebab mode kegagalan potensial yang terjadi dan pada akhirnya akan dilakukan perbaikan untuk penyebab mode kegagalan potensial tersebut.
Tabel 2. Rekapitulasi Nilai RPN
No Penyebab Mode
Kegagalan
Efek Kegagalan
RPN Usulan Tindakan Perbaikan
1 Operator
kurang
training
Cacat patah 504 Pemberian
latihan
kepada
pekerja dan
meletakkan
talang
dilakukan
dengan dua
orang.
2 Pengontrol
suhu rusak
Cacat
sobek, cacat
patah
504 Pergantian
alat
pengontrol
suhu
(thermostat)
dan
melakukan
pengecekan
secara
berkala.
lanjut
Gambar 17: Fishbone Diagram Cacat Lubang
diinginkan yaitu 6 Level Sigma. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya cacat masih tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan pada proses talang air ukuran besar dan putih, agar peluang terjadinya cacat pada talang air ukuran besar dan putih juga dapat berkurang.
Analyze
Pada tahap ini dilakukan pencarian akar masalah dengan pengidentifikasian penyebab-penyebab masalah. Diagram Pareto digunakan untuk menunjukkan sejumlah kecil faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya suatu kejadian. Pada tahap analyze ini, diagram pareto digunakan untuk mengidentifikasi CTQ yang paling berpengaruh terhadap banyaknya produk cacat dalam perusahaan. Prinsip yang digunakan pada diagram pareto adalah sebagian besar kejadian dihasilkan oleh sebagian kecil penyebab. Berdasarkan diagram Pareto diperoleh tiga jenis cacat yang paling mendominasi, yaitu cacat lubang, patah, dan sobek pada ketiga produk. Oleh karena itu penelitian ini akan fokus memperbaiki proses produksi untuk meminimasi jenis cacat tersebut.
Fishbone diagram digunakan untuk mengidentifikasi akar masalah dari setiap jenis cacat. Gambar 16 sampai dengan Gambar 18 merupakan fishbone diagram dari jenis cacat lubang, patah, dan sobek.
Cacat Sobek
Manusia
Operator ceroboh
Material
Proses mixing kurang lama
Bahan baku tidak tercampur secara merata
Jumlah bahan baku tidak tepat
Tidak ada timbangan
Mesin
Pengontrol suhu rusak
Suhu ekstrusi tidak tepatMesin sudah
tua Kurangnya rasa tanggung jawab dan kepedulian operator
Metode
Cara penggunaan wadah yang kurang
tepat
Gambar 16. Fishbone Diagram Cacat Sobek
Setelah diketahui akar permasalah dari setiap jenis cacat dibuat FMEA untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial berdasarkan pengalaman masa lalu dengan produk dan proses yang ada. Rekapitulasi nilai risk priority number dari FMEA dapat dilihat pada Tabel 2.
Cacat Lubang
ManusiaOperator ceroboh
Proses mixing kurang lama
Material
Tercampur debu atau partikel-partikel lain
Kondisi pabrik kurang bersih
Jumlah bahan baku tidak tepat
Tidak ada timbangan
Metode
Operator tidak mengetahui cara penutupan yang
benar
Bahan baku tidak tercampur
dengan baik
Kurang rasa tanggung jawab dan kepedulian
operator
Bahan baku tidak ditutup dengan
rapat
Cara penggunaan wadah yang kurang
tepat
Gambar 17. Fishbone Diagram Cacat Lubang
Cacat Patah
Manusia
Operator ceroboh
Material
Proses mixing kurang lama
Bahan baku tidak tercampur secara baik
Jumlah bahan baku tidak tepat
Tidak ada timbangan
Mesin
Pengontrol suhu rusak
Suhu ekstrusi tidak tepatMesin
sudah tua
Metode
Penanganan talang air yang
salah
Operator kurang training
Kurangnya rasa tanggung jawab dan kepedulian operator
Cara penggunaan wadah yang kurang
tepat
Gambar 18. Fishbone Diagram Cacat Patah
Semakin besar nilai RPN menunjukkan
mode kegagalan yang terjadi semakin kritis, sehingga dibutuhkan tindakan perbaikan segera mungkin. Nilai RPN dihitung untuk setiap penyebab mode kegagalan potensial yang terjadi dan pada akhirnya akan dilakukan perbaikan untuk penyebab mode kegagalan potensial tersebut.
Tabel 2. Rekapitulasi Nilai RPN
No Penyebab Mode
Kegagalan
Efek Kegagalan
RPN Usulan Tindakan Perbaikan
1 Operator
kurang
training
Cacat patah 504 Pemberian
latihan
kepada
pekerja dan
meletakkan
talang
dilakukan
dengan dua
orang.
2 Pengontrol
suhu rusak
Cacat
sobek, cacat
patah
504 Pergantian
alat
pengontrol
suhu
(thermostat)
dan
melakukan
pengecekan
secara
berkala.
lanjut
Gambar 18: Fishbone Diagram Cacat Patah
158
Implementasi Six Sigma-DMAIC untuk Mengurangi Produk Cacat Talang Air di PT X
Tabel 2: Rekapitulasi Nilai RPN
No Penyebab
Mode
Kegagalan
Efek
Kegagalan
RPN Usulan
Tindakan
Perbaikan
1 Operator
kurang
training
Cacat patah 504 Pemberian
latihan
kepada
pekerja dan
meletakkan
talang
dilakukan
dengan dua
orang.
2 Pengontrol
suhu rusak
Cacat sobek,
cacat patah
504 Pergantian
alat
pengontrol
suhu
(thermostat)
dan
melakukan
pengecekan
secara
berkala.
3 Proses
mixing
kurang lama
Cacat lubang,
cacat sobek,
cacat patah
504 Display
waktu
pengadukan
dan
penggunaan
timer di
mesin
mixing.
4 Operator
tidak
menutup
karung
bahan baku
Cacat lubang 448 Peringatan
untuk
menutup
karung
bahan baku.
5 Tidak
menggunaka
n alat ukur
(timbangan)
Cacat lubang,
cacat sobek,
cacat patah
448 Penggunaan
timbangan
untuk
menimbang
bahan baku.
6 Cara
penggunaan
wadah yang
kurang tepat
Cacat lubang,
cacat sobek,
cacat patah
448 Display
penggunaan
wadah yang
benar
7 Mesin
ekstrusi
sudah tua
Cacat sobek,
cacat patah
441 Melakukan
peremajaan
mesin
ekstrusi
mungkin. Nilai RPN dihitung untuk setiappenyebab mode kegagalan potensial yang ter-jadi dan pada akhirnya akan dilakukan per-baikan untuk penyebab mode kegagalan poten-sial tersebut.
4.4 Improve
Tahap keempat dari siklus Six Sigma - DMAICadalah tahap improve. Pada tahap improve, di-lakukan perbaikan terhadap akar masalah yangtelah ditemukan dan dijelaskan pada tahap an-alyze. Usulan perbaikan yang telah diajukandibahas secara lebih detail pada tahap ini de-ngan membicarakannya dengan pihak perusa-haan. Terdapat beberapa usulan perbaikan yangbelum dapat dilakukan oleh pihak perusahaankarena keterbatasan dana dan waktu. Di bawahini merupakan usulan perbaikan yang diajukanyang bertujuan untuk mengurangi jumlah ca-cat yang terjadi pada produk talang air. Usu-lan yang diberikan untuk perbaikan talang airadalah sebagai berikut
1. Pemberian latihan cara meletakkan talang
air yang benar kepada pekerja dan pele-takan talang air dilakukan oleh dua pekerja.
2. Pemeriksaan alat kontrol pengatur suhupada mesin ekstrusi secara berkala.
3. Penggunaan alat bantu berupa timer padaproses mixing.
4. Pemasangan display untuk selalu menutupkarung bahan baku hingga rapat.
5. Penggunaan alat ukur timbangan untukmengukur jumlah bahan baku.
6. Pemasangan display penggunaan wadahukur yang benar.
7. Peningkatan rasa tanggung jawab dankepedulian operator dalam bekerja.
8. Pembersihan pabrik seminggu tiga kali.9. Melakukan peremajaan mesin untuk mesin
ekstrusi.10. Menggunakan display suhu mesin ekstrusi
yang terhubung dengan thermostat.
4.5 Control
Tahap control merupakan tahap terakhir darimetode Six Sigma DMAIC yang dilakukan.Pada tahap ini dilakukan pengukuran ter-hadap kinerja dari sistem setelah dilakukan per-baikan. Kinerja setelah perbaikan kemudianakan dibandingkan dengan kinerja sebelum per-baikan untuk dilihat ada tidaknya penurunanjumlah cacat yang terjadi. Jika memang ter-jadi penurunan jumlah cacat, maka usulan padatahap implementasi akan distandarisasi untukdigunakan pada perusahaan. Pada tahap inidilakukan pemeriksaan apakah proses sudahterkendali. Dengan bantuan peta kendali pdan u, semua produk mengalami proses yangterkendali. Setelah tidak ditemukan data out-liers, dilakukan pemeriksaan level sigma danDPMO. Nilai DPMO sebelum perbaikan un-tuk talang air medium adalah 6259,2, nilaisetelah perbaikan menjadi 5324,4 sedangkanuntuk level sigma sebelum perbaikan adalah4,016, setelah perbaikan menjadi 4,0569. NilaiDPMO sebelum perbaikan untuk talang air be-sar adalah 6152, nilai setelah perbaikan men-jadi 5139,2 sedangkan untuk level sigma sebelumperbaikan adalah 4,017, setelah perbaikan men-jadi 4,0744. Nilai DPMO sebelum perbaikan un-tuk talang air putih adalah 6063,8, nilai sete-lah perbaikan menjadi 5057,4 sedangkan untuklevel sigma sebelum perbaikan adalah 4,021, sete-lah perbaikan menjadi 4,0791. Langkah terakhiryang dilakukan adalah melakukan pengujianhipotesa apakah proporsi produk cacat menu-run dan apakah defect mengalami penurunan.Dengan menggunakan α = 5%, diperoleh P-valuelebih kecil dari 0,05 dari setiap pengujian (ujiproporsi dan rata-rata) untuk produk talang air
159
Indonesia Statistical Analysis Conference 2013
medium, besar dan putih. Dengan demikian usu-lan yang diberikan menurunkan proporsi pro-duk cacat dan menurunkan jumlah defect.
5 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diPT Gobus Indah Jaya dapat ditarik beberapakesimpulan sebagai berikut.
1. Jenis cacat yang terjadi di PT Gobus IndahJaya untuk produk talang air antara lain ca-cat lubang, cacat sobek, cacat patah, cacatwarna, cacat gelombang, cacat gores, cacatukuran dan cacat getas.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi ter-jadinya cacat pada talang air sebagaiberikut :
(a) Operator kurang memiliki rasa tang-gung jawab dan kepedulian.
(b) Proses mixing kurang lama.(c) Mesin ekstrusi yang sudah tua.(d) Alat pengontrol suhu pada mesin ek-
strusi yang rusak.(e) Kondisi pabrik yang kurang bersih.(f) Operator kurang training meletakkan
talang air.(g) Operator tidak menutup karung ba-
han baku.(h) Tidak menggunakan alat ukur (tim-
bangan) dalam mengukur jumlah ba-han baku.
(i) Penggunaan wadah ukur untuk bahanbaku karbon yang kurang tepat.
3. Terdapat beberapa tindakan perbaikanyang sudah dilakukan pada sistemsekarang yaitu:
(a) Pemberian latihan cara meletakkan ta-lang air yang benar kepada pekerjadan peletakan talang air dilakukanoleh dua pekerja.
(b) Pemeriksaan alat kontrol pengatursuhu pada mesin ekstrusi secaraberkala.
(c) Penggunaan alat bantu berupa timerpada proses mixing.
(d) Pemasangan display untuk selalumenutup karung bahan baku hinggarapat.
(e) Penggunaan alat ukur timbangan un-tuk mengukur jumlah bahan baku.
(f) Pemasangan display penggunaanwadah ukur yang benar.
(g) Peningkatan rasa tanggung jawab dankepedulian operator dalam bekerja.
(h) Pembersihan pabrik seminggu tigakali.
Beberapa usulan belum dapat dilakukanoleh perusahaan saat ini. Usulan tersebutantara lain:
(a) Melakukan peremajaan mesin untukmesin ekstrusi.
(b) Menggunakan display suhu mesin ek-strusi yang terhubung dengan thermo-stat.
4. Nilai DPMO sebelum perbaikan untuk ta-lang air medium adalah 6259,2, nilai setelahperbaikan menjadi 5324,4 sedangkan untuklevel sigma sebelum perbaikan adalah 4,016,setelah perbaikan menjadi 4,0569. NilaiDPMO sebelum perbaikan untuk talang airbesar adalah 6152, nilai setelah perbaikanmenjadi 5139,2 sedangkan untuk level sigmasebelum perbaikan adalah 4,017, setelahperbaikan menjadi 4,0744. Nilai DPMOsebelum perbaikan untuk talang air putihadalah 6063,8, nilai setelah perbaikan men-jadi 5057,4 sedangkan untuk level sigma se-belum perbaikan adalah 4,021, setelah per-baikan menjadi 4,0791.
5. Berdasarkan hasil pengujian proporsi yangtelah dilakukan, diperoleh kesimpulanbahwa proporsi talang air medium, talangair besar dan talang air putih setelah per-baikan lebih kecil dibandingkan dengan se-belum perbaikan. Demikian pula denganrata-rata defect per unit untuk ketiga produksetelah perbaikan lebih kecil daripada se-belum perbaikan.
Daftar Pustaka
Gaspersz, Vincent. 2002. Pedoman ImplementasiProgram Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001: 2000, MBNQA, dan HACPP. PT. GramediaPustaka Utama, Jakarta.
Pande, Peter S, Robert P. Newman, RolandR. Cavanagh , 2002, The Six Sigma Way :bagaimana GE, Motorola dan Perusahaan Terke-nal Lainnya Mengasah Kinerja Mereka, Andi, Yo-gyakarta.
Welch, J.F. 2000. Six Sigma Hand Book 1. Harper-Collins Publishers, United Kingdom.
160