Post on 11-Sep-2015
BAB 1
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome = DSS). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, dengan kasus DBD dan DSS yang dirawat dirumah sakit sebagai puncak gunung es yang terlihat diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam dengue) merupakan dasarnya.1Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks yaitu: pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan peningkatan sarana transportasi.1, 2Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi beberapa faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, virulensi virus dengue, dan kondisi geografis setempat.1
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Gejala yang menyertai adalah demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. 2Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang ari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. 2BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1. Defenisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorargic fever/DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopeni, ruam limfadenopati, trombositopeni dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma dan di tandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue( Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai dengan renjatan/syok.12.2. Epidemiologi
Di Indonesia, DBD pertama kali dicurigai muncul di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologist baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Dari tahun 1968 sampai tahun 1972, kasus hanya dilaporkan pada tahun 1972 ( Sumatera Barat, lampung),1973 (Riau, Sulawesi utara, Bali), 1974 ( kalimantan selatan, nusa tenggara Barat. 3Sampai dengan tahun 1983, DBD telah di laporkan terdapat di emua propinsi di Indonesia. Di Indonesia pengaruh musim terhadap demam berdarah dengue tidak begitu jelas, tetapin dalam garis besar da[at dikemukakan bahwa jumlah penderita meningkat antara bulan september Nopember dan mencapi puncaknya pada bulan Maret Mei. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak perempuan dibandingkan laki-laki. 3Morbiditas dan mortalitas DBD dilaporkan berbagai Negara bervariasi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vector, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologist. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian banyak ditemukan pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki.12.3. Etiologi
Virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti.Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain.2, 3, 42.4. Patogenesis
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi DBD belum diketahui secara pasti. Hingga kini sebagian besar masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jangka waktu 6 bulan sampai 5 tahun.1, 2, 3, 4, 5, 6The immunological enhancement hypothesis
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu (1) kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan (2) antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant spesificity. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi imunologis yang berlangsung sebagai berikut :1, 2, 3a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer merupakan tempat utama terjadinya virus dengue primer
b. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah terinfeksid. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor
Aktivasi limfosit T
Limfosit T juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD. Akibat rangsangan monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.1Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat terjadi sebagai akibat serotipe/galur serotipe virus dengue yang paling virulen.12.5. Manifestasi klinis
Demam dengue
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodormal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil dan malise. Dijumpai trias syndrome, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruan (rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari sakit ke 3-5 dan berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka.1, 2, 3, 4, 5, 6Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung, otot, sendi dan disertai rasa menggigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonik.1, 2, 3Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Pada stadium dini sering timbul perubahan dalam indera pengecap. Gejala klinis lain yang sering terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis, dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus.1, 2, 3Demam berdarah dengue
Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dengan DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada pemeriksaan fisik bisa diddapatkan pembesaran hepar.1, 2Tabel 2.1. gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue
Demam Dengue (DD)Gejala KlinisDemam Berdarah Dengue (DBD)
++Nyeri kepala+
+++Muntah++
+Mual+
++Nyeri otot+
++Ruam kulit+
++Diare +
+Batuk+
+Pilek+
++Lemfadenopati+
+Kejang+
0Kesadaran menurun++
0Obstipasi+
+Uji tourniquet positif++
++++Petekie+++
0Perdarahan saluran cerna+
++Hepatomegali+++
+Nyeri perut+++
++Trombositopenia++++
0syok+++
Keterangan : (+):25%, (++) : 50%, (+++) : 75%, (++++) : 100%Sindrom dengue syok
Pada DBD syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba-tiba memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari sakit 3-7. Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk ke dalam fase syok. Pasien seringkali mengeluhkan nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Nyeri di daerah retrosternal tanpa sebab yang jelas dapat memberikan petunjuk adanya perdarahan gastrointestinal yang hebat. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan pembesaran hepar.1, 2, 3, 4, 5, 6
Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi lembut, cepat, kecil sampai tidak teraba. Tekanan nadi meurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah.1, 2, 3, 4, 5, 62.6. Diagnosis KlinisWHO membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat 1, 2, 3, 4Derajat IDemam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif
Derajat IIDerajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan/atau perdarahan lain
Derajat IIIDitemukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah
Derajat IVSyok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur
Laboratorium
Didapatkan trombositopenia (100.000/ul), peningkatan hematokrit 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen. Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan peningkatan hematokrit sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD. Dengan patokan ini, 87% kasus tersangka DBD dapat didiagnosis dengan tepat, yang dibuktikan oleh pemeriksaan serologis, dan dapat dihindari diagnosis berlebihan.1, 2Pemeriksaan laboratorium lainnya adalah :2 Hemostasis : pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah
Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
SGOT/SGPT dapat meningkat
Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue
IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hariIgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2
Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.22.7. Penatalaksanaan
Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan :1, 3 tirah baring selama masih demam
obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan
untuk menurunkan suhu menjadi 201500 + 50 (BB-20)
Pasien harus segera dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstremitas dingin, bibir sianosis, oligouri, nadi lemah, tekanan nadi menyempit (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.1, 3Sindrom syok dengue
Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama. Pasien anak akan cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi 20 ml/kgBB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur 10 ml/kgBB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristaloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kgBB/jam, bila tidak ada perbaikan, stop pemberian kristaloid dan berikan cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kgBB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kgBB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit menurun, diduga sudah terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap lebih tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/24 jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar hematokrit.1, 3Pemeriksaan hematokrit untuk memantau penggantian volume plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.1, 3Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi membaik. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ekstravaskuler, maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah yang normal, diuresis cukup, tanda vital baik. Merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.1, 3Koreksi gangguan metabolit dan elektrolit
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/DSS, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tata laksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan terjadi sehingga heparin tidak diperlukan.1, 3Pemberian oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi gelisah apabila dipasang masker oksigen.1, 3Transfusi darah
Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi perdarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protrombin dan fibrinogen degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan beratnya KID. Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis.1, 32.8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :4, 5, 6
Perdarahan gastrontestinal masif
Ensefalopati
Edema paru
DIC
Efusi pleura2.9. Prognosa
Kematian telah terjadi pada 40%-50% penderita dengan syok, tetapi dengan perawatan intensif yang cukup kematian akan kurang dari 2%. Ketahanan hidup secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif.4 LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I. Anamnese Pribadi
Nama
: Rahma Yani Lubis
Umur
: 8 tahun 2 bulan
Jenis Kelamin: Perempuan
Agama
: Islam
Suku
: Batak
Alamat
: Jln. Perjuangan gang tabah no 17, Medan
Tanggal Masuk: 18 Januari 2014
BB Masuk
: 37 kg
PB Masuk
: 115 cmII. Anamneses Orang tua
IDENTITASAYAHIBU
NamaSyahrul H.LubisNurelia
Umur40 tahun36 tahun
AgamaIslamIslam
SukuBatakBatak
Perkawinan11
RPT--
AlamatJln. Perjuangan gang tabah no 17, Medan
Pendidikan TerakhirSMASMP
PekerjaanWiraswastaIbu Rumah Tangga
III. Riwayat Kelahiran
Cara lahir
: Spontan pervaginam
Tempat lahir: Klinik bidan
Tanggal lahir: 5 November 2005
BB lahir
: 3000 gram
PB lahir
: 40 cm
Usia lahir
: 36 minggu
IV. Perkembangan Fisik
Saat lahir
: Menangis dengan kuat dan bergerak aktif
Umur 1 bulan
: Sudah bisa melihat disekitar
Umur 3 bulan
: Sudah bisa menelungkup, mengangkat kepala
Umur 3-5 bulan
: Sudah bisa mengoceh, duduk dibantu
Umur 610 bulan
: Sudah bisa duduk dibantu dan merangkak
Umur 10 12 bulan: Sudah bisa duduk sendiri dan berjalan dengan bantuan
Umur 1 3tahun : Sudah bisa berjalan sendiri, mengucapkan beberapa kalimat
Umur 3 tahun- sekarang : dapat berinteraksi dengan lingkungan sendiri
V. Anamneses Makanan
Umur 0 6 bulan
: ASI eksklusif
Umur 6 bulan 9 bulan
: ASI + bubur tim
Umur 10 bulan 12 bulan: ASI + bubur tim kasar
Umur 1 tahun-2 tahun
: Makanan keluarga+susu formula
2 tahun sekarang
: Makanan keluargaVI. Riwayat Imunisasi
BCG
: + Scar +
Hepatitis B: +
Polio
: +
DPT
: +
Campak
: +
Kesan
: Imunisasi dasar lengkapVII. Penyakit yang pernah diderita: -VIII. Keterangan mengenai saudara: Os merupakan anak ke-4 dari 4
bersaudara
Anak 1, laki laki 19 tahun, lahir pervaginam, RPT (-)
Anak 2, laki-laki 17 tahun, lahir pervaginam, RPT (-)
Anak 3, perempuan, meninggal
IX. Anamneses Penyakit
Keluhan Utama
: DemamTelaah
:Demam dialami os sejak 3 hari ini, demam tinggi mendadak terus menerus, mengigau (-), mengigil (-). Muntah dialami os sejak 2 hari ini diawali dengan mual dengan frekuensi 2x, frekuensi 20 cc/x isi muntah apa yang dimakan dan diminum. Nyeri perut juga dialami os. Batuk dialami os sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,batuk tidak berdahak . Pada tangan dan kaki os ditemukan bintik bintik berwarna kemerahan seperti makulopapular. BAK dan BAB (+) normal.RPO: Amoxicilin, paracetamol, ranitidineRPT: Os sudah berobat ke klinik Sri RajaX. Pemeriksaan Fisik
1. Status Presenst
KU/KP/KG
: sedang/buruk/overweightSensorium
: Compos Mentis
Anemia: (-)
Temperatur
: 38,20C
Dyspnoe: (-)
Tekanana Darah : 110/90 mmHg
Ikterus
: (-)
Heart Rate
: 120 x/menit,reguler
Sianosis: (-)
Respiratory Rate: 32 x/menit,reguler
Oedem
: (-)
Tinggi Badan masuk: 115 cm
Berat Badan masuk: 37 kg2. Status Lokalis
a. Kepala:
Mata: RC +/+, pupil isokor, conjungtiva palpebra inferior pucat -/-
Hidung: Dalam batas normal
Telinga: Dalam batas normal
Mulut: Mukosa bibir keringb. Leher: Pembesaran KGB (-)
c. Thorax
Inspeksi
: Simetris fusiformis, retraksi (-)
Palpasi
: Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi
: Sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, ronki (-)
Heart rate = 120 x/i, reguler
Respiratory rate = 32 x/i, reguler
d. Abdomen
Inspeksi
: Simetris
Palpasi
: Soepel, H/L tidak teraba
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Peristaltik (+), Normal
e. Ekstremitas
Atas: Puls 120 x/i,regular, T/V cukup, akral dingin, CRT< 3,
Tekanan Darah 110/90 mmHg
Rumple leed test (+), ptekie (+), makulopapular (+)Bawah
: Akral dingin, CRT < 3f. Genitalia
: Perempuan, tidak terdapat kelainang. Anus
: Normal, tidak ada kelainanXI. Status Neurologi
a. Syaraf otak
: Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Syaraf motorik
Pertumbuhan otot
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Kekuatan otot
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Neuro muscular
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Involuntary movement: Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Koordinasi
: Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Sensibiltas
: Tidak dilakukan pemeriksaan
XII. Pemeriksaan Khusus
TANGGALHASIL
Mantouxtest--
Radiologi--
Pungsi Lumbal--
Kimia Darah--
EKG--
Pungsi sumsum tulang--
Mikrobiologi--
CT Scan--
Biopsy--
EEG--
Sceening perdarahan--
XIII. Pemeriksaan Laboratorium
Urine
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Feces
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Darah
:
18/1/14 18.4719/1/1420/1/1421/114
09.4622/1/14
06.50
00.2910.4417.3022.3507.2421.59
WBC740084001180011700103009400730085008100
RBC6,096,035,835,394,914,524,944,404,57
HGB15,615,715,013,812,611,712,911,411,9
HCT46,145,544,240,736,934,237,535,035,0
MCV75,775,575,875,575,275,775,98076,6
MCH25,626,025,725,625,725,926,125,926,0
MCHC33,834,533,933,934,134,234,432,634,0
PLT42000230002500028000320005100058000114000185000
Ringkasan
1. Anamnesa
Demam dialami os sejak 3 hari ini, demam tinggi mendadak terus menerus, mengigau (-), mengigil (-). Muntah dialami os sejak 2 hari ini diawali dengan mual dengan frekuensi 2x, frekuensi 20 cc/x isi muntah apa yang dimakan dan diminum. Nyeri perut juga dialami os. Batuk dialami os sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,batuk tidak berdahak . Pada tangan dan kaki os ditemukan bintik bintik berwarna kemerahan seperti makulopapular. BAK dan BAB (+) normal.2. Pemeriksaan Fisik
KU/KP/KG
: sedang/buruk/overweightSensorium
: Compos Mentis
Anemia: (-)
Temperatur
: 38,20C
Dyspnoe: (-)
Tekanana Darah: 110/90 mmHg
Ikterus
: (-)
Heart Rate
: 120 x/menit,reguler
Sianosis: (-)
Respiratory Rate: 32 x/menit,reguler
Oedem
: (-)
Tinggi Badan masuk: 115 cm
Berat Badan masuk: 37 kg
3. Status Lokalis
a. Kepala
Mata: RC +/+, pupil isokor, conjungtiva palpebra inferior pucat -/-
Hidung: Dalam batas normal
Telinga: Dalam batas normal
Mulut: Mukosa bibir kering
b. Leher: Pembesaran KGB (-)c. Thorax: Simetris fusiformis, retraksi (-)
Heart rate = 120 x/i, regular, desah (-)
Respiratory rate = 32 x/i, regular, ronchi (-)
d. Abdomen: Soepel, peristaltic (+) normal, H/L tidak terabae. Ekstremitas : terdapat ptekie, makulopapular, Akral dingin, CRT