Post on 05-Jul-2015
2.2 Landasan Teori
Landasan teori yang dijelaskan pada bab ini digunakan sebagai pendukung dan
dasar teori mengenai tema yang dilakukan dalam kerja praktek. Landasan teori terdiri
dari penjelasan mengenai definisi Klasifikasi ABC (Analisa Pareto), peramalan beserta
metodenya, sistem persedian, dan metode pengendalian persediaan.
2.2.3 Klasifikasi ABC
Sesuai hukum Pareto, barang-barang yang disimpan dibagi berdasar pada sistem
persediaan dalam tiga kelas yaitu A, B, dan C. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan nilai
barang terhadap investasi total tahunan barang yang disimpan. Sering ditemui situasi
dimana dari ribuan item persediaan yang harus dikontrol hanya beberapa saja yang
mempunyai nilai pemakaian tahunan yang tinggi, sedangkan sebagian besar hanya
mempunyai nilai pemakaian yang rendah, nilai pemakaian tahunan yang dimaksud
adalah sebagai berikut :
Nilai pemakaian tahunan = Annual Used x Nilai Unit cost......persamaan 2.2
Klasifikasi ABC adalah suatu pedoman dalam manajemen persediaan untuk
menetapkan prioritas pengontrolan. Dalam klasifikasi ABC, persediaan diklasifikasikan
menurut nilai pemakaian tahunannya, sehingga dapat dibedakan menjadi tiga kelas,
yaitu :
Kelas A : Nilai pemakaian tahunannya tinggi (≤80%)
Kelas B : Nilai pemakaian tahunannya tinggi (≤15%)
Kelas C : Nilai pemakaian tahunannya tinggi (≤5%)
Kelas A mewakili item bernilai tinggi dengan pengawasan tinggi, sedang item B
memerlukan pengawasan menengah dengan jumlah item sedang, dan item C sebagai
item terbanyak tetapi membutuhkan pengawasan minimum.
Prosedur untuk melakukan klasifikasi ABC adalah sebagai berikut :
1. Mentabulasikan nama, harga per unit, dan jumlah unit yang dikonsumsi per tahun.
2. Mengalikan harga per unit dengan jumlah unit yang dipakai selama setahun untuk
mendapatkan nilai rupiah konsumsi setahun dari masing-masing item.
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
1
3. Menjumlahkan nilai rupiah tahunan untuk keseluruhan item dan hitung persentase
pemakaian tahunan untuk tiap-tiap item.
4. Mengurutkan item-item mulai dari yang komsumsi rupiah tahunannya besar.
5. Membuat klasifikasi ABC dengan klasifikasi Kelas A ≤ 80%, B ≤ 15%, dan C ≤ 5%.
2.2.4 Peramalan
Peramalan adalah suatu proses untuk mengestimasi atau memperkirakan kejadian
yang akan datang. Dalam dunia usaha, sesuatu yang terjadi di periode mendatang
sangatlah penting untuk diketahui oleh pihak manajemen (pengusaha) untuk
menentukan kebijakan-kebijakan yang perlu diambil saat ini demi kelancaran
operasional. Peramalan merupakan bagian integral dari kegiatan pengambilan keputusan
manajemen. Perusahaan atau organisasi selalu menentukan sasaran dan tujuan tersebut.
Kebutuhan akan peramalan meningkat sejalan dengan usaha manajemen untuk
mengurangi ketergantungannya pada hal-hal yang belum pasti, apalagi seiring dengan
meningkatnya kompleksitas, persaingan dan tingkat perubahan lingkungan (Makridakis
dan Whellwright, 1992).
1. Prinsip-prinsip Peramalan
a. Peramalan melibatkan kesalahan (error). Jadi peramalan sifatnya hanya
mengurangi ketidakpastian tetapi tidak menghilangkan.
b. Peramalan memakai tolok ukur kesalahan. Jadi pemakai harus tahu besar
kesalahan yang dapat digunakan dalam satuan unit atau persentase.
c. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka panjang,
karena dalam jangka pendek kondisi-kondisi cenderung tetap atau berubah
lambat.
2. Metode-metode Peramalan
Secara garis besar ada 2 macam metode peramalan yang dapat digunakan:
a. Peramalan dengan menggunakan metode kualitatif.
Peramalan dengan metode kualitatif dilakukan dengan beberapa alasan sebagai
berikut:
• Data masa lalu belum pernah ada atau susah diperoleh.
• Trend data masa lalu diperkirakan berbeda dengan trend masa yang akan
datang.
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
2
Pola data stationer Pola data musiman
Pola data siklis Pola data trend
b. Peramalan dengan menggunakan metode kuantitatif.
Peramalan dengan kuantitatif dapat dilakukan dengan beberapa persyaratan
sebagai berikut:
• Data masa lalu bisa diperoleh dan dapat dikuantifikasi.
• Data masa lalu diperkirakan memiliki trend yang sama dengan data yang
akan datang.
Metode peramalan kuantitatif dapat digolongkan pada dua bagian, yaitu:
a. Teknik deret berkala (time series), yaitu memperlakukan proses untuk
memperoleh output/ taksiran sebagai sistem yang tidak bisa diketahui/ black box
dan tidak perlu dilakukan usaha untuk menelusurinya. Berdasar pola datanya,
metode time series ada 4 tipe yaitu : pola stasioner, musiman (seasonal), siklik,
trend. Gambar 2.5 merupakan gambar dari masing-masing pola data time series :
Gambar 2.6 Pola Data Tome Series Sumber : Vincent Gasperz, 2001
Keterangan gambar:
Pola data stationer (horizontal):
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
3
Suatu data runtut waktu yang bersifat stationer atau horizontal, dimana serial
data nilai rata-ratanya tidak berubah sepanjang waktu (data berfluktuasi konstan
pada nilai tertentu.
Pola data musiman:
Suatu data runtut waktu yang bersifat musiman, dimana data mempunyai
perubahan yang berulang (sekumpulan data dipengaruhi faktor musiman).
Pola data siklis:
Suatu data yang dipengaruhi fluktuasi ekonomi jangka panjang.
Pola data trend:
Suatu data runtut waktu yang bersifat trend. Suatu data runtut waktu dikatakan
mempunyai trend jika nilai harapannya beubah sepanjang waktu sehingga data
tersebut diharapkan akan meningkat atau menurun selama periode dimana
peramalan diinginkan.
b. Teknik explanatory/kausal, yaitu menganggap output/ taksiran mempunyai
hubungan sebab akibat dengan input dalam sistem.
3. Metode-Metode Peramalan Kuantitatif Time Series
Persamaan matematis yang digunakan dalam masing-masing metode peramalan
kuantitatif tersebut adalah sebagai berikut (Slipper dan Bulfin,1997).
a. Weighted Moving Average
..……………………...…..………..…..persamaan 2.3
b. Single exponential smoothing
F(0) = A(1)
F(t) = A(t) + (1 - ) F(t - 1)......................….....…..………..persamaan 2.4
f(t + ) = F(t)
Pengaruh smoothing α pada metode ini yaitu semakin besar α, smoothing yang
dilakukan semakin kecil, dan sebaliknya. Karena α berupa variabel, masalah
pada peramalan metode ini dalah mencari nilai α yang optimal.
c. Double exponential smoothing
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
4
F(0) = (0) = A(1)
F(t) = A(t) + (1 - ) F(t - 1)
(t) = F(t) + (1 - ) (t - 1) ..…….................................…..persamaan 2.5
f(t + ) = (t)
d. Adaptive exponential smoothing
Metode ini dimulai dengan menetapkan nilai α, pada setiap periode, pengecekan
terhadap nilai α dengan 3 nilai, α-0.05, α, α+0.05, akan diperoleh nilai F(t)
dengan error absolut terkecil. Formula untuk metode ini adalah
F(0) = A(1)
F(t) = A(t) + (1 - )F(t – 1) ....…......................................persamaan 2.6
Keterangan :
t : waktu / periode
: waktu dari t
m: : periode moving average
α : parameter first smoothing
β : parameter trend smoothing
γ : parameter seasonal smoothing
A(t) : aktual data dalam periode t
f(t) : peramalan untuk periode t
T(t) : trend untuk periode t
W(t) : bobot untuk periode t
I(t) : seasonal index untuk periode t
e(t) : kesalahan dalam periode t, yang mana A(t) - f(t)
A : rata rata data aktual
4. Pemilihan Teknik Peramalan
Sebelum memilih suatu model peramalan tertentu, sebaiknya kita
mengidentifikasi pola historis dari data aktual permintaannya. Dalam hal ini kita
dapat memplotkan data permintaan aktual ke dalam grafik. Grafik dapat berupa:
a. Jika pola historisnya bergerak didaerah garis lurus (relatif stabil) maka kita
bisa menggunakan model rata-rata bergerak (Moving Average).
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
5
b. Jika pola historisnya membentuk tren maka kita dapat menggunakan model
analisis garis kecenderungan (Trend Line Analysis).
c. Jika pola historisnya bergejolak atau tidak stabil dari waktu ke waktu maka
kita dapat menggunakan model peramalan pemulusan eksponensial
(Exponential Smoothing)
d. Model yang digunakan juga mungkin merupakan campuran dari dua atau
ketiga model diatas. Seperti Moving Average with Linear Trend, Exponential
Smoothing with Linear Trend, Double Exponential Smoothing with Linear
Trend, ataupun Winter’s Model.
5. Pengukuran Kesalahan Peramalan
Peramalan yang baik mempunyai berbagai kriteria yang penting antara lain
akurasi, biaya dan kemudahan. Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan
bias dan konsistensi peramalan. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan
tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang
sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten jika besar kesalahan
peramalan relatif kecil. Ukuran akurasi hasil peramalan merupakan tingkat
perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi.
(Slipper dan Bulfin, 1997). Ukuran akurasi peramalan yang biasa digunakan yaitu:
a. Mean Error
……………………………………...………..persamaan 2.7
b. Mean Absolut Deviation
.......………………...………….....……..persamaan 2.8
c. Sum Of Square Error
...... ..………………………….....………….persamaan 2.9
d. Mean Squared Error
………..…………………………………persamaan 2.10
a. Standard Deviation of Error
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
6
……………..………………………..persamaan 2.11
b. Percentage Error
..……………………………............…..persamaan 2.12
c. Mean Percentage Error
………………………………………...persamaan 2.13 h.
Mean Absolute Percentage Error
…….......…………………………..persamaan 2.14
dimana ei merupakan kesalahan (error) pada periode i yang nilainya didapat dari
selisih antara nilai aktual dengan nilai ramalan periode i. Secara matematis ei
dinyatakan sebagai berikut :
Xi : data aktual pada periode i
Fi : hasil forecasting pada periode ke-i
6. Validasi Model Peramalan
Tracking signal adalah suatu ukuran bagaimana baiknya suatu ramalan
memperkirakan nilai-nilai aktual. Suatu ramalan diperbaharui setiap minggu, bulan,
atau triwulan, sehingga data permintaan yang baru dibandingkan terhadap nilai-nilai
ramalan. Tracking signal dihitung sebagai running sum of the forecast error (RFSE)
dibagi dengan mean absolut deviation (MAD). persamaan untuk menentukan
tracking signal adalah
Tracking Signal = = …………………….…persamaan 2.15
Keterangan:
RFSE : Running sum of the forecast error
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
7
Yt : Nilai aktual pada periode t
: Nilai peramalan pada periode t
Tracking signal yang positif menunjukkan bahwa nilai aktual permintaan
lebih besar daripada ramalan, sedangkan tracking signal yang negatif berarti nilai
aktual permintaan lebih kecil daripada ramalan. Suatu tracking signal disebut baik
apabila memiliki RFSE yang rendah, dan mempunyai positif error yang sama
banyak atau seimbang dengan negatif error, sehingga pusat dari tracking signal
mendekati nol. Apabila tracking signal telah dihitung, peta kontrol tracking signal
dapat dibangun dengan nilai tracking signal maksimum ± 4, sebagai batas-batas
pengendalian untuk tracking signal, yang memiliki batas kontrol atas dan batas
kontrol bawah.
2.2.5 Pengertian Persediaan
Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk
memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual
kembali, dan untuk suku cadang dan suatu peralatan atau mesin (Herjanto, 1999).
Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang
jadi, ataupun suku cadang.
Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Penyebab timbulnya
persediaan sebagai berikut:
1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan. Permintaan
terhadap suatu barang tidak dapat terpenuhi seketika bila barang tersebut tidak
tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan barang tersebut, diperlukan waktu untuk
pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit
dihindarkan.
2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian
terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun
kedatangan, waktu pembuatan yang tidak cenderung konstan antara satu produk
dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti
karena banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat
diredam dengan mengadakan persediaan.
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
8
3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan
mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang.
2.2.6 Sistem Persediaan
Sistem pengendalian persediaan adalah mekanisme mengenai bagaimana
mengelola masukan yang berhubungan dengan persediaan menjadi output, sehingga
diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar tertentu. Mekanisme ini adalah
pembuatan serangkaian kebijakan yang memonitor tingkat persediaan, menentukan
persediaan yang harus dijaga, kapan reorder point harus dilakukan, dan berapa besar
order quantity. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya produk jadi,
barang dalam proses, komponen, dan bahan baku secara optimal, dalam kuantitas dan
pada waktu yang optimal. Kriteria optimal adalah minimasi biaya total yang terkait
dengan persediaan, yaitu biaya penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya kekurangan
persediaan.
Variabel keputusan dalam pengendalian sistem persediaan sebagai berikut:
1. Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan atau
dibuat.
2. Kapan pemesanan atau pembuatan harus dilakukan.
3. Berapa jumlah persediaan pengaman.
4. Bagaimana mengendalikan persediaan.
Klasifikasi model persediaan berdasarkan karakteristik demand (Elsayed, 1994)
sebagai berikut:
1. Static deterministic inventory model: pada model ini, permintaan bersifat
deterministic (jumlah total persediaan yang terjadi pada periode waktu yang tetap,
nilainya diketahui dan konstan) dan tingkat permintaan sama setiap periode.
2. Dynamic deterministic inventory model: permintaan setiap periode diketahui
dan konstan, tetapi tingkat permintaan bervariasi setiap periodenya.
3. Static probabilistic inventory model: permintaan merupakan variabel random,
memiliki distribusi probabilitas yang bergantung pada panjangnya periode.
Distribusi probabilitas permintaan adalah sama setiap periode.
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
9
4. Dynamic probabilistic inventory model: sama seperti model static
probabilistic inventory model, tetapi distribusi probabilitas permintaan setiap
periode bervariasi.
2.2.7 Biaya Dalam Sistem Persediaan
Unsur biaya yang terdapat dalam persediaan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu
biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan persediaan.
1. Biaya pemesanan
Biaya pemesanan (ordering costs, set up cost, procurement costs) adalah biaya yang
dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan part, sejak dari penempatan
pemesanan sampai tersedianya barang di gudang. Biaya pemesanan ini meliputi
semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan barang
tersebut, yang dapat mencakup biaya administrasi dan penempatan order, biaya
pemilihan vendor/ pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya
penerimaan dan biaya pemeriksaan barang. Biaya pemesanan tidak tergantung dari
jumlah yang dipesan, tetapi tergantung dari berapa kali pesanan dilakukan.
2. Biaya penyimpanan
Biaya penyimpanan (carrying costs, holding costs) adalah biaya yang dikeluarkan
berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini, antara
lain biaya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana
pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya
asuransi, ataupun biaya kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang selama
dalam penyimpanan. Biaya modal merupakan komponen biaya penyimpanan yang
terbesar, baik itu berupa biaya bunga kalau modalnya berasal dan pinjaman maupun
biaya oportunitas apabila modalnya milik sendiri. Biaya penyimpanan dapat
dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai persentase dari nilai rata-rata persediaan
per-tahun dan dalam bentuk rupiah per-tahun per-unit barang.
3. Biaya kekurangan persediaan
Biaya kekurangan persediaan (shortage costs, stock out costs) adalah biaya yang
timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu diperlukan. Biaya
kekurangan persediaan ini pada dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa
biaya kehilangan kesempatan. Termasuk dalam biaya ini, antara lain semua biaya
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
10
kesempatan yang timbul karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak
adanya bahan yang diproses, biaya administrasi tambahan, biaya tertundanya
penerimaan keuntungan, bahkan biaya kehilangan pelanggan.
2.2.8 Penentuan Jumlah Pembelian yang Optimal (EOQ)
Untuk dapat melaksanakan pengadaan bahan baku dalam perusahaan, harus
diadakan pembelian terlebih dahulu. Dalam pelaksanaan pembelian ini persoalan yang
mungkin akan dihadapi perusahaan adalah menentukan beberapa kali pembelian bahan
baku dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan proses produksi dan efisiensi dari
persediaan yang diselenggarakan di dalam perusahaan, berapa kali pembelian bahan
baku ini dilakukan, sebelumnya manajemen perusahaan akan memperhitungkan baiya-
biaya persediaan yang harus dikeluarkan dalam pembelian tersebut.
Kuantitas pembelian yang optimal (Economic Order Quantity) adalah
merupakan suatu jumlah pembelian bahan yang akan dapat mencapai biaya persediaan
yang paling minimal. (Agus Ahyari, 1979). Dengan adanya kuntitas optimal ini
diharapkan biaya-biaya persediaan yang timbul akan dapat ditekan serendah-rendahnya
sehingga efisiensi persediaan bahan dalam perusahaan dapat terlaksana dengan sebaik-
baiknya. Dalam menentukan besarnya jumlah persediaan yang optimal ini, hanya
diperhatikan biaya variabel dari persediaan tersebut, baik biaya variabel yang bersifat
perubahannya searah dengan perubahan jumlah persediaan yang dibeli (dipesan)
maupun biaya variabel yang sifat perubahannya berlawanan dengan jumlah persediaan
tersebut. Dua jenis biaya tersebut, yaitu :
a. Biaya pesan,
Yaitu biaya yang dikelurkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan mentah.
Biaya ini berubah sesuai dengan frekuensi pemesanan. Semakin tinggi frekuensi
pemesanan semakin tinggi biaya pemesanannya. Sebaliknya biaya ini berbanding
terbalik dengan jumlah bahan setiap kali pemesanan. Hal ini disebabkan karena
semakin besar jumlah setiap kali pemesanan berarti frekuensinya menjadi semakin
rendah, misalnya :
Biaya-biaya persiapan pemesanan.
Biaya administrasi.
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
11
Biya pengiriman pemesanan.
b. Biaya simpan
Yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegitan penyimpanan bahan
mentah yang telah dibeli. Biaya ini berubah sesuai dengan jumlah bahan yang
disimpan. Semakin besar jumlah setiap kali pemesanan maka biaya penyimpanan
mempunyai sifat yang berlainan dengan biaya pemesanan, misalnya:
Biaya pemeliharaan/memiliki persediaan.
Biaya perbaikan kerusakan barang.
Biaya modal.
Biaya bahan bakar
Biaya listrik gudang
Dengan memperhatikan kedua jenis biaya di atas maka jumlah pembelian yang
paling ekonomis dapat dihitung dengan rumus :
EOQ = ……………………………..…………....…
persamaan 2.16
Keterangan :
EOQ = Jumlah pembelian bahan yang ekonomis
Oc = Biaya pemesanan tiap kali pesan (Ordering Cost)
A = Jumlah Permintaan
Hc = Biaya penyimpanan per unit (Holding Cost)
Namun, penentuan jumlah pesanan optimal dengan EOQ juga memperhatikan
besarnya tingkat permintaan. Jadi, jika jumlah pemesanan menurut EOQ lebih besar
dari jumlah permintaan, maka dipilih nilai yang lebih kecil
c. Total Cost Pembelian
Perhitungan Total Cost pembelian dangan metode EOQ dapat ditentukan dengan
persamaan berikut :
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
12
Total Cost EOQ = ...............persamaan 2.17
EOQ = Jumlah pembelian bahan yang ekonomis
Oc = Biaya pemesanan tiap kali pesan (Ordering Cost)
A = Jumlah Permintaan
Hc = Biaya penyimpanan per unit (Holding Cost)
P = Price (harga)
2.2.9 Menentukan Reorder Quantity (ROQ)
Dengan menggunakan rumus di bawah ini ROQ dapat ditentukan sebagai berikut :
ROQ = (Average Monthly Used x Av. Lead Time) x K-faktor….persamaan 2.18
Dimana K-faktor : diambil sebesar 1,65 yang member service level/tingkat
kepercayaan sebesar 95% (persen order tanpa kemungkinan stock out). Tabel nilai K-
faktor dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Faktor Pengamanan dan Tingkat Kepercayaan
Faktor Pengamanan Tingkat Kepercayaan0,00 50,00%0,67 75,00%0,84 80,00%1,00 84,13%1,28 90,00%1,50 93,00%1,65 95,00%2,00 97,72%2,20 98,61%2,24 99,18%2,50 99,80%2,75 99,70%2,88 99,80%3,00 99,86%4,00 99,9%
Sedangkan untuk menentukan nilai Total Cost dari metode ROQ dapat ditentukan
dari persamaan berikut ini :
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
13
Total Cost ROQ = ...............persamaan 2.19
ROQ = Jumlah Pemesanan Kembali
Oc = Biaya pemesanan tiap kali pesan (Ordering Cost)
A = Jumlah Permintaan
Hc = Biaya penyimpanan per unit (Holding Cost)
P = Price (harga)
2.2.10 Penentuan Waktu Tunggu (Lead Time) dan Titik Pemesanan Kembali
(ROP) Penentuan Waktu Tunggu (Lead Time) dan Titik Pemesanan
Kembali (ROP)
Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu tentang ketidakpastian bahan baku
yang kemungkinan akan dihadapi perusahaan. Ketidakpastian ini timbul karena segala
sesuatu yang telah direncanakan perusahaan tidak berjalan sesuai dengan kenyataan.
Secara umum ketidakpastian ini akan dipisahkan menjadi dua macam : (Marwan
Asri, 1981)
a. Ketidakpastian yang berasal dari dalam perusahaan
Ketidakpastian timbul akibat dari penyerapan bahan baku yang tidak sama dengan
perencanaan pemakaian bahan baku yang telah disusun sebelumnya. Faktor-faktor
yang menjadi penyebab keadaan tersebut antara lain karena adanya gangguan teknis
dalam pelaksanaan proses produksi, adanya pesanan kilat, kerja lembur, tidak
dipenuhinya standar kualitas bahan baku dan sebagainya.
b. Ketidakpastian yang berasal dari luar perusahaan
Ketidakpastian ini timbul akibat faktor-faktor dari luar perusahaan. Dalam
melakukan pembelian (pemesanan) bahan baku, ada kalanya bahan yang dipesan
tersebut akan datang lebih cepat atau lambat dari waktu yang telah disepakati
bersama. Keduanya akan mendatangkan akibat yang tidak menguntungkan bagi
perusahaan. Untuk mengatasi ketidakpastian bahan baku dari luar perusahaan harus
dicari titik pemesanan kembali yang paling optimal (reorder point = ROP). Namun
sebelumnya harus dicari terlebih dahulu waktu tunggu (lead time) yang tepat untuk
bahan baku tersebut.
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
14
Adapun yang dimaksud reorder point adalah saat atau titik dimana harus diadakan
pemesanan lagi sedemikian rupa sehingga penerimaan atau kedatangan material yang
dipesan itu tepat pada waktu dimana persediaan di atas safety stock sama dengan nol.
Sedangkan lead time adalah jangka waktu sejak dilakukannya pemesanan sampai saat
datangnya bahan mentah yang dipesan siap untuk digunakan dalam proses produksi.
(Marwan Asri, 1981).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan reorder point adalah:
a. Penggunaan meterial selama tenggang waktu mendapatkan barang yaitu waktu
dimana meliputi dimulainya usaha-usaha untuk memesan barang atau meterial
tersebut diterima dan ditempatkan dalam gudang.
b. Besarnya safety stock yaitu jumlah persediaan pengaman yang harus ada untuk
menjamin kelangsungan proses produksi.
Cara menentukan reorder point antara lain dengan :
a. Menetapkan jumlah penggunaan selama lead time dan ditambah dengan persentase
tertentu.
b. Dengan menetapkan penggunaan selama lead time dan ditambah dengan safety
stock.
ROP = ( d x L ) + SS....................................................persamaan 2.20
(Bambang Riyanto, 1994)
Keterangan :
ROP = Titik pesanan kembali
d = Penggunaan bahan rata-rata
L = Lead time rata-rata
SS = Safety stock
2.2.10 Penentuan Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Safety stock merupakan persediaan pengaman yang harus ada dalam perusahaan
yang berguna untuk menjaga kemungkinan terjadi kekurangan bahan (stock out).
Kemungkinan stock out ini disebabkan karena penggunaan bahan yang melebihi
perkiraan semula atau karena terlambat pengiriman bahan yang dipesan. Untuk
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
15
menentukan besarnya persediaan pengaman ini digunakan analisis statistik. Dengan
menggunakan rumus standart deviasi sebagai berikut :
Dimana Xi = kebutuhan pada bulan/periode i
= Rata-rata kebutuhan
n = jumlah sampel suatu data
Setelah nilai standar deviasi didapat, dengan menggunakan nilai n – 1 dicari
dalam tabel t (nilai penyimpangan) kemudian dimasukkan dalam rumus safety stock.
Safety stock (SS) = Z x SD……………………………………persamaan 2.21
Dimana :
Z = tabel distribusi normal/policy factor. Service level (misal Z = 95%, ini berarti
tingkat pelayanan sebesar 95% dari permintaan atau dengan kata lain
penjagaan terhadap kemungkinan terjadinya stock out hanya 5%).
SD = standar deviasi atau simpangan baku
2.2.11 Grafik hubungan antara EOQ, Safety Stock (SS) dan ROP
Persediaan
(dalam unit)
ROP
Jumlah stock pada waktu
material yang dipesan datang
penggunaan selama
procurement lead time
safety stock
lead time waktu
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
16
Gambar 2.7 Grafik hubungan antara EOQ, Safety Stock (SS) dan ROP Sumber : Dr Vincent Gaspersz, D.Sc, CIQA, CFPIM. 2001
2.2.12 Penentuan Persediaan Maksimum dan Minimum
Persediaan maksimum adalah jumlah persediaan yang paling banyak yang boleh
dimiliki oleh perusahaan. Maksud diadakannya persediaan maksimum adalah untuk
menghindari kemungkinan terjadinya pemborosan akibat dari modal yang ditanam
perusahaan. Untuk menentukan berapa jumlah persediaan maksimum dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut:
Persediaan maksimum = safety stock (SS) + EOQ………….……persamaan 2.22
Persediaan minimum = (Av. Annual Used x Av. L.Time) + SS…...persamaan 2.23
TC ( Min-Max) =
.............................................................................................persamaan 2.24
1.2.13 Pengendalian Persediaan dengan Metode Blanket Order
Blanket Order mengalokasikan pesanan dalam beberapa waktu tertentu dalam
satu periode. Metode ini biasanya diterapkan untuk pesanan yang berulang.
Dalam PT. Pupuk Kalimantan Timur, pesanan dengan metode Blanket Order
dilakukan dua kali dalam satu tahun (satu periode).
Jumlah Pasokan (Q) = ........................................................persamaan 2.25
TC (Blanket Order) =
.........................................................................................persamaan 2.26
1.2.14 Pengendalian Persediaan dengan Metode Konsinyasi (Consigment)
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
17
Transaksi konsinyasi adalah transaksi penitipan barang consignor (pihak yang
memiliki barang) kepada consignee (pihak yang mengusahakan penjualan
barang). Pembayaran dilakukan setelah barang tersebut terjual. Barang
merupakan kepemilikan consignor, namun consignee berkewajiban memelihara
sesuai perjanjian yang telah disepakati.
TC (Konsinyasi) = .........persamaan 2.27
Program Studi Teknik IndustriFakultas Teknik UNDIP
18