Post on 13-Jan-2015
description
DAMPAK UJIAN NASIONAL TERHADAP KUALITAS PENDIDIKAN KITA
Oleh: Ika Ardiyani, S.Pd. – SMP N 2 Eromoko
Istilah Ujian Nasional tidak asing lagi di telinga kita. Sebagian setuju
dengan pelaksanaan Ujian Nasional ini dan sebagian lagi tidak. Di tengah
perbedaan pendapat ini, pemerintah bertahan untuk tetap melaksanakan Ujian
Nasional dengan alasan UN dapat digunakan sebagai tolok ukur kualitas
pendidikan di Indonesia. Namun kenyataannya, Ujian Nasional banyak
memberikan dampak negatif terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Dampak
negatif yang dapat dirasakan diantaranya adalah:
1. Siswa Memiliki Pemahaman Konsep yang Rendah
Guru cenderung menggunakan metode pembelajaran drilling, untuk
mempersiapkan para siswanya menghadapi dan mengerjakan soal-soal UN,
dimana para siswa dilatih untuk mengerjakan sejumlah soal yang diduga akan
keluar dalam ujian. Melalui metode ini guru mengharapkan para siswa
terbiasa menghadapi soal ujian, dan menguasai teknik-teknik dan trik
mengerjakan soal yang dihadapi (smart solution). Pembelajaran dengan
model ini jelas tidak bermakna, membuat pemahaman konsep siswa rendah,
siswa cenderung tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir dalam
memecahkan masalah, sehingga ketika dihadapkan pada soal dengan
pola/model yang berbeda mereka tidak mampu mengerjakannya.
Dengan adanya UN, maka pembelajaran cenderung hanya
mengembangkan ranah kognitif, pada penguasaan pengetahuan, dan
mengesampingkan ranah lain yang sebenarnya tidak kalah pentingnya untuk
menghasilkan individu-individu yang utuh dan berkarakter, yaitu ranah
afektif dan psikomotorik.
2. Memprioritaskan Pelajaran Tertentu dan Mengabaikan Pelajaran Lain
Tidak semua mata pelajaran diujikan secara nasional. Mata pelajaran
yang di-UN-kan pada tingkat SMP antara lain mata pelajaran Matematika,
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA. Pembatasan mata pelajaran yang
diujikan dalam UN, berakibat pada fokus proses pembelajaran di sekolah
hanya ditekankan pada penguasaan mata pelajaran tersebut, sedangkan mata
pelajaran lain dianggap hanya sebagai pelengkap. Hal ini menyebabkan
terjadinya diskriminasi terhadap mata pelajaran lain, seolah-olah mata
pelajaran lain diabaikan. Selama berbulan-bulan menjelang Ujian Nasional
siswa fokus mempelajari 4 mata pelajaran yang diujikan secara nasional
tersebut. Para siswa dan bahkan orang tua lebih memusatkan perhatiannya
terhadap mata pelajaran yang akan di UN-kan, terutama pada siswa kelas
akhir.
3. Banyak Terjadi Kecurangan
Karena adanya penentuan kelulusan secara nasional dan tuntutan
kelulusan yang tinggi, baik terhadap prosentase/jumlah siswa yang
dinyatakan lulus, maupun besarnya nilai yang diperoleh para siswa,
mendorong sekolah untuk melakukan berbagai upaya dan strategi untuk
mencapainya. Menghalalkan segala cara demi bisa mencapai kelulusan.
Sekolah yang mampu meluluskan siswanya dengan prosentase yang tinggi
dengan nilai UN yang tinggi, dianggap sebagai sekolah yang berkualitas.
Setiap sekolah menginginkannya dan berbagai upaya dilakukan untuk
mencapai posisi tersebut. Namun sayang, tidak sedikit oknum guru dan
kepala sekolah melakukan upaya-upaya yang tidak terpuji. Untuk
mewujudkan itu, tidak jarang upaya-upaya yang tidak fair dilakukan oleh
oknum guru dan kepala sekolah untuk mencapai target kelulusan yang
setinggi-tingginya.
Dalam rangka untuk mendapatkan kelulusan yang tinggi, sekolah
membentuk “Tim Sukses” supaya memenuhi standar pelayanan minimal
pendidikan (SPM Kepmendiknas 053/U/2001) (Salamudin, 2005); Guru
merekayasa nilai, mendongkrak (mark up) nilai ujian sekolah; bahkan Guru
memberikan kesempatan kepada siswa ‘menyontek’ Kasus di beberapa
sekolah, guru, terutama untuk mata pelajaran yang diujikan secara nasional
seperti matematika, bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan IPA, dengan
berbagai modus memberi kunci jawaban kepada siswa. Caranya dengan
membuat tim untuk membetulkan jawaban-jawaban siswa. Kondisi seperti ini
jelas jauh dari nilai-nilai kejujuran dalam pendidikan yang seharusnya
menjadi bagian yang harus dikembangkan di sekolah. Bila ini berlanjut, bisa
dibayangkan generasi seperti apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan kita.
Secara tidak langsung, pendidikan di Indonesia mencetak suatu generasi
pembohong, yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
4. Hasil UN tidak Reliable dan Tidak Adil
Ketidak adilan bisa dilihat dari proses pembelajaran yang dialami
siswa di satu sekolah dengan sekolah lainnya yang jauh berbeda. Para siswa
yang mengikuti proses pembelajaran dengan situasi dan kondisi yang sangat
jauh berbeda diuji dengan cara dan alat yang sama. Di satu sisi, siswa belajar
di sekolah yang memiliki fasilitas yang lengkap dan dilayani oleh SDM yang
jumlah dan kualitasnya sangat memadai. Tentu saja siswa yang belajar di
sekolah dengan fasilitas lengkap dapat mencapai hasil yang optimal. Namun
di sisi lain, siswa yang menjalani proses pembelajaran yang serba seadanya,
bahkan gedungnya pun hampir roboh hasilnya pun kurang optimal.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan UN dalam dunia
pendidikan harus segera direvisi secepatnya jika tidak ingin mental generasi
penerus rusak akibat UN dan bertentangan dengan pembelajaran berkarakter
yang sedang digalakkan sekarang ini. Hasil Ujian Nasional harus benar-benar
bisa dijadikan sebagai tolok ukur kemampuan seseorang.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan
antara lain:
1. Sebaiknya nilai UN tidak digunakan untuk menentukan kelulusan sebab
akan memicu terjadinya kecurangan-kecurangan hanya karena
menginginkan peserta didiknya lulus semua.
2. Semua mata pelajaran yang dapat diujikan secara nasional hendaknya
dimasukkan sebagai mata pelajaran UN agar tidak ada mata pelajaran yang
dianaktirikan.
3. Pemerintah harus mengusahakan agar fasilitas, sarana dan prasarana yang
ada di sekolah-sekolah baik yang berada di daerah pinggiran maupun
perkotaan memadai dan seimbang sehingga hasil UN reliable dan adil.