Post on 05-Jul-2019
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM ............................................................................ i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA ............................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ............................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................ x
ABSTRAK ........................................................................................................... xiii
ABSTRACT ......................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 4
1.3 Ruang Lingkup Masalah .......................................................................... 4
1.4 Orisinalitas Penelitian .............................................................................. 5
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum ................................................................................. 6
1.5.2 Tujuan Khusus ................................................................................ 6
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis ............................................................................. 6
1.6.2 Manfaat Praktis ............................................................................... 7
1.7 Landasan Teoritis .................................................................................... 7
xi
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis Penelitian ............................................................................. 12
1.8.2 Sifat Penelitian .............................................................................. 13
1.8.3 Sumber Data ................................................................................. 13
1.8.4 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 14
1.8.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN
HAK TANGGUNGAN
2.1 Perjanjian Kredit .................................................................................. 16
2.1.1 Pengertian Perjanjian Kredit ....................................................... 16
2.1.2 Sistem Pemberian Kredit ............................................................ 28
2.1.3 Jaminan Kredit ............................................................................ 38
2.1.4 Kredit Macet ............................................................................... 44
2.2 Hak Tanggungan ................................................................................. 57
2.2.1 Pengertian Hak Tanggungan ...................................................... 57
2.2.2 Obyek dan Subyek Hak Tanggungan ......................................... 59
2.2.3 Pendaftaran dan Pemegang Hak Tanggungan …………………60
2.2.4 Pembebanan Hak Tanggungan …………………………………61
2.2.5 Eksekusi Hak Tanggungan ……………………………………..64
xii
BAB III PROSEDUR PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA PT. BPR
BUMI PRIMA DANA
3.1 Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kredit macet pada PT. BPR
Bumi Prima Dana ................................................................................ 66
3.2 Prosedur penyelesaian Kredit Macet pada PT. BPR Bumi Prima
Dana ..................................................................................................... 68
BAB IV PROSEDUR EKSEKUSI DALAM MENYELESAIKAN KREDIT
MACET PADA PT. BPR BUMI PRIMA DANA OLEH
PEMEGANG HAK TANGGUNGAN
4.1 Dasar Hukum Pengaturan Pemegang Hak Tanggungan pada PT. BPR
Bumi Prima Dana ................................................................................. 70
4.2 Prosedur Eksekusi oleh Pemegang Hak Tanggungan dalam
menyelesaikan Kredit Macet di PT.BPR Bumi Prima Dana ............... 76
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 84
5.2 Saran .................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
ABSTRAK
Untuk membantu masyarakat memperoleh modal dengan mudah yang diharapkan mampu meningkatkan pembangunan nasional khususnya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi maka pemerintah mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998. Dalam Undang-Undang Perbankan yang baru tidak lagi mensyaratkan bahwa pemberian kredit harus diikuti dengan kewajiban pemohon kredit menyediakan jaminan. Tetapi dalam pelaksanaan pemberian kredit, bank tetap meminta agunan dari pemohon kredit selain analisis itikad baik dan kemampuan pemohon kredit, sehingga ketika terjadi kredit bermasalah, maka ada agunan yang dieksekusi melalui lelang yang telah di Pasang Hak Tanggungan.
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) mengatur persyaratan dan ketentuan mengenai pemberian Hak Tanggungan dari debitur kepada kreditor sehubungan dengan utang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Pemberian hak ini dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor yang bersangkutan (kreditor preferen) daripada kreditor-kreditor lain (kreditor konkuren) sebagaimana ditegaskan dalam pasal UUHT. Jadi pemberian Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang debitur kepada kreditor sehubungan dengan perjanjian pinjaman atau kredit yang bersangkutan
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode empiris. Pertimbangannya adalah analisis terhadap penerapan eksekusi oleh pemegang Hak Tanggungan terhadap kredit macet di PT. BPR Bumi Prima Dana dimana meliputi : prosedur yang ditempuh untuk menyelesaikan kredit macet tersebut, kendala yang dihadapi oleh Pemegang Hak Tanggungan dalam mengeksekusi jaminan tersebut dan upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kendala yang ada sehingga kredit macet tersebut dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kata Kunci : Pelaksanaan Eksekusi, Hak Tanggungan, Kredit Macet
xiv
ABSTRACT
To help people easily obtain capital that is expected to boost national development, especially to create economic growth, the government has changed the Banking Act that long with Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 which was then amended by Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. In Banking Law newly no longer requires that lending must be followed by the credit applicant obligation to provide a guarantee. But in the execution of lending, banks still ask for collateral from the loan applicant in addition to the analysis of the good faith and credit applicant's ability, so when a credit problem, so there is no collateral that have been executed through auction Hak Tanggungan. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) set the terms and conditions regarding the provision of Encumbrance of the debtor to the creditor in connection with the debt secured by the Hak Tanggungan. Granting this right is intended to provide a preferred position to the relevant creditors (preferred creditor) than other creditors (creditors concurrent) as defined in Article UUHT. So the supply of Hak Tanggungan as a guarantee of repayment of the debtor to the creditor in connection with the loan or credit agreement in question This type of research is the empirical method. The consideration is the analysis of the implementation of the execution by the holder of the Hak Tanggungan to the credit freeze in PT. BPR Bumi Prima Fund which include: procedures adopted to resolve the bad debts, the constraints faced by the holder of Hak Tanggungan Pertama in executing these guarantees and the efforts made to resolve the existing obstacles so that bad credit can be completed on time. Keywords: Role of Execution, Hak Tanggungan, Credit Loss
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bank sebagai lembaga keuangan mempunyai peranan yang sangat
penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan sebagai sarana
bagi pemerintah dalam menggalakan pembangunan, khususnya melalui
kegiatan perkreditan. Untuk menciptakan peranan tersebut bank harus mampu
menjalankan fungsinya dengan baik dengan cara mempertahankan posisi
likuiditas dan menjaga keseimbangan dana yang diperoleh dari masyarakat
kemudian kembali disalurkan kepada masyarakat. Dalam pelaksanaannya,
tidak semua pengembalian kredit yang disalurkan kepada masyarakat berjalan
dengan lancar, adakalanya bank karena suatu sebab harus menghadapi resiko
kerugian yang timbul akibat kegagalan dari debitur dalam memenuhi
kewajibannya berdasarkan Perjanjian Kredit.
Kasus kredit bermasalah dalam dunia perbankan tidak dapat
digolongkan sebagai informasi yang wajib dirahasiakan oleh pihak bank,
mengingat pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan,
yang menentukan Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya. Ketentuan diatas jelas bahwa kredit macet tidak
digolongkan sebagai informasi yang bersifat rahasia bank. Apabila nasabah
penyimpan kebetulan juga sebagai nasabah debitur maka jaminan pinjaman
yang diserahkan kepada bank, sejak pinjamannya itu diberikan, lancar, dan
xvi
pinjamannya macet, bukan merupakan informasi (keterangan) yang wajib
dirahasiakan bank.
Dalam kehidupan sehari-hari terjadi penyelesaian kredit bermasalah
dengan menempuh jalur hukum dan memakan waktu yang lama, melewati
jalan yang terjal, dan menghabiskan biaya yang cukup besar, bahkan
terkadang memberikan hasil yang kurang menjanjikan. Kondisi ini jelas tidak
menguntungkan bagi lembaga perbankan. Dalam rangka menjalankan usaha
bank untuk menyalurkan dana kepada masyarakat sebagaimana yang telah
dijelaskan diatas maka bank memandang pentingnya meminta jaminan
pelunasan kredit tersebut, terutama jaminan khusus yang bersifat kebendaan,
untuk menjaga terjadi resiko yang merugikan bank. Resiko ini disebut resiko
kredit (credit risk). Apabila resiko ini tidak diperhatikan dengan baik oleh
bank, maka jumlah kredit yang bermasalah meningkat dan selanjutnya
meningkatkan Non Performing Loan (NPL) terhadap total pinjaman sehingga
mempengaruhi kesehatan bank itu sendiri.1 Untuk mencegah dan menjaga
resiko kredit, bank harus melakukan berbagai upaya dengan melakukan proses
seleksi dan evaluasi yang ketat dalam memberikan kredit kepada debitur, salah
satunya adalah mensyaratkan adanya agunan kepada debitur sebagai jaminan
atas kredit yang diberikan. Dalam prakteknya, agunan tersebut pengikatan
dengan Gadai dan Fidusia apabila agunannya benda bergerak. Jika agunannya
tersebut berupa tanah dan atau bangunan diikat dengan Akta Pemberian Hak
Tanggungan berdasarkan Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak
1 Tan Kamello, 2004, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang didambakan,
Alumni, Bandung, hal.1.
xvii
Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Biasanya bank lebih banyak menggunakan agunan tanah dan atau bangunan
karena nilai agunan tersebut bernilai stabil dan cenderung mengalami
peningkatan nilai jual. Selain itu, bank beranggapan agunan berupa tanah lebih
memberikan rasa aman dan kepastian hukum dalam pelaksanaan eksekusi
apabila debitur mengalami wanprestasi atau cidera janji terhadap
kewajibannya.
Lahirnya lembaga Hak Tanggungan berdasarkan Undang-undang
nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah mendapat sambutan baik dari pelaku usaha
perbankan. Lembaga Hak Tanggungan dinilai dapat membawa perubahan
yang lebih baik dalam memberikan kepastian hukum bagi kreditur pemegang
jaminan hak atas tanah dan bangunan. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-
Undang Hak Tanggungan, apabila debitur cidera janji, pemegang Hak
Tanggungan pertama mempunyai hak menjual Objek Hak Tanggungan atas
kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Namun dalam praktiknya segala
kemudahan dan eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan pasal 6 Undang-
Undang Hak Tanggungan tidak selamanya dapat dimanfaatkan oleh bank
dalam menyelesaikan kredit bermasalah.
Beberapa masalah yang menyebabkan eksekusi Hak Tanggungan tidak
dapat berjalan sebagaimana mestinya meliputi berbagai hal, yaitu :
(1) ketidaksesuaian substansi hukum Undang-Undang Hak Tanggungan yang
xviii
mengatur tentang eksekusi Hak Tanggungan; (2) Tindakan kreditur dalam
kenyataan belum melaksanakan eksekusi sesuai dengan Undang-Undang yang
berlaku ; (3) Budaya hukum yang ada pada masyarakat dan paradigma debitur
sebagai pihak eksekusi Hak Tanggungan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis meneliti mengenai
pelaksanaan Eksekusi Pemegang Hak Tanggungan yang dilakukan oleh bank
dalam rangka menyelesaikan kredit bermasalah. Judul yang penulis angkat
adalah “PELAKSANAAN EKSEKUSI PEMEGANG HAK
TANGGUNGAN DALAM MENYELESAIKAN KREDIT
BERMASALAH PADA PT. BPR BUMI PRIMA DANA DI KEDIRI-
TABANAN”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, adapun yang menjadi
rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana prosedur penyelesaian kredit bermasalah pada PT. BPR Bumi
Prima Dana?
2. Bagaimanakah pelaksanaan eksekusi oleh pemegang Hak Tanggungan
dalam menyelesaikan kredit bermasalah pada PT. BPR Bumi Prima Dana?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Guna menghindari keluarnya pembahasan penelitian ini dari pokok
permasalahan yang telah diungkapkan di atas, maka perlu untuk menetapkan
ruang lingkup dan batasan mengenai materi yang akan dibahas. Oleh karena
itu dalam skripsi ini pembahasannya terbatas pada: bagaimana prosedur
xix
penyelesaian kredit bermasalah pada PT. BPR Bumi Prima Dana dan
bagaimana pelaksanaan eksekusi oleh pemegang Hak Tanggungan dalam
menyelesaikan kredit bermasalah pada PT. BPR Bumi Prima Dana.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulisan skripsi ini merupakan
hasil karya asli dari penulis dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat
didalam dunia pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk
mampu menunjukan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan
menampilkan beberapa judul penelitian skripsi sebagai pembanding. Adapun
dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 3 (tiga) skripsi terdahulu
yang pembahasannya berkaitan dengan perjanjian dan berhubungan dengan
perbankan, yaitu :
NO JUDUL SKRIPSI PENULIS RUMUSAN MASALAH
1 Penyelesaian Kredit
macet dalam perjanjian
kredit dengan jaminan
fiducia pada Bank
Perkreditan Rakyat
(BPR) Cabang Cinere.
Putri Kartini Sari,
dari Fakultas
Hukum
Universitas
Indonesia, Jakarta,
pada tahun 2008
Membahas tentang tata
cara penyelesaian kredit
macet dalam perjanjian
kredit dengan jaminan
fidusia pada BPR Cabang
Cinere.
2 Tinjauan yuridis
terhadap keseimbangan
kedudukan para pihak
dalam perjanjian kredit
usaha mikro
Dhenandra
Mahardika
Sukmana, dari
fakultas Hukum
Universitas
Brawijaya Malang,
pada tahun 2013.
Apakah dalam perjanjian
kredit usaha mikro antar
bank dan nasabah telah
sesuai dengan asas
keseimbangan
sebagaimana tersirat
dalam KUHPer.
xx
3 Akibat hukum dari
perjanjian jual beli
tanah dengan hak
membeli yang diikat
utang piutang.
Ni Putu Desi
Antari, dari
fakultas Hukum
Universitas
Udayana, pada
tahun 2015.
Mengetahui akibat
hukum dari perjanjian
jual beli tanah dengan
hak membeli kembali
yang diikat utang-
piutang.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian meliputi tujuan umum dan tujuan khusus2
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini yaitu memberikan kontribusi
kepada ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum perbankan.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui bagaimana prosedur penyelesaian kredit bermasalah
pada PT. BPR Bumi Prima Dana dan pelaksanaan eksekusi terhadap kredit
bermasalah pada PT. BPR Bumi Prima Dana dengan melaksanakan
Pemasangan Hak Tanggungan.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1) Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau kontribusi
dalam aspek teoritis (keilmuan) dalam rangka pengembangan ilmu hukum.
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk
penelitian-penelitian berikutnya.
2 Rony Hanitijo, 1998, Metodologi penelitian hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, hal.8.
xxi
2) Manfaat Praktis
Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman untuk mengetahui penyelesaian kredit bermasalah pada
PT. BPR Bumi Prima Dana dengan menerapkan Pemasangan Hak
Tanggungan. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pengetahuan tentang kredit bermasalah yang
dapat diselesaikan melalui eksekusi Hak Tanggungan.
1.7 Landasan Teoritis
Sehubungan dengan permasalahan yang diajukan maka dipandang
perlu untuk membahas atau mengajukan kerangka teoritis. Kerangka toritis
dimaksudkan untuk dapat memberikan landasan-landasan teori terhadap
pembahasan atas permasalahan yang diajukan. Menurut Neuman, “teori
adalah suatu sistem yang tersusun oleh hubungan abstraksi yang berinteraksi
satu sama lainnya atau sebagai ide yang memadatkan dan mengorganisasikan
pengetahuan tentang dunia itu bekerja.3 Adapun teori dan asas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teori perjanjian, asas personalia dan asas absolut.
Teori perjanjian digunakan untuk membahas tentang proses perjanjian kredit
antara pemberi kredit (BPR) dengan pihak kedua (debitur), asas personalia
digunakan untuk membahas hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian
kredit, sedangkan asas absolut digunakan untuk melihat apakah proses
pemberian kredit oleh BPR dengan pemegang Hak Tanggungan ini sudah
memenuhi asas ini atau belum.
3 Otje Salman dan Anton F. Susanto, 2005, Teori Hukum, Replika Aditama, Bandung, hal.19.
xxii
1) Teori Perjanjian
Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak,
mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian. Kesepakatan
itu timbul karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang
saling membutuhkan. Perjanjian juga dapat disebut sebagai persetujuan,
karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Menurut
Subekti, kata sepakat berarti suatu persesuaian paham dan kehendak antara
dua pihak. Berdasarkan pengertian kata sepakat tersebut berarti apa yang
dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain,
meskipun tidak sejurusan tetapi secara timbal balik kedua kehendak itu
bertemu satu sama lain.4
Pengertian perjanjian menurut ketentuan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih dengan mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih”. Rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut
merupakan pengertian yang tidak sempurna dan kurang memuaskan,
karena terdapat beberapa kelemahan.
Pengertian perjanjian menurut Handri Raharjo, suatu hubungan
hukum dibidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek
hukum yang satu dengan yang lain, dan diantara mereka
(para pihak/subjek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga subjek
4 Subekti, 1990, Aneka Perjanjian (Cetakan Kesepuluh): PT Citra Aditya Bakti Bandung,
hal. 26.
xxiii
hukum yang satu berhak atas prestasi dan subjek hukum yang lain
berkewajiban melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang
telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum.5
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam
pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang terdiri dari empat
syarat yaitu :
a. Adanya kata sepakat mereka yang mengikat diri;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.
Sepakat yaitu kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari
yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui
antara para pihak. Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena
merupakan awal terjadinya perjanjian. Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian adalah kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan
hukum sendiri. Perbedaan antara kewenangan hukum dengan kecakapan
berbuat adalah bila kewenangan hukum maka subyek hukum dalam hal
sedangkan pada kecakapan berbuat subjek hukumnya aktif, dan yang
termasuk cakap di sini adalah orang dewasa, sehat akal pikirnya, tidak
dilarang oleh Undang-undang. Suatu hal tertentu di sini berbicara tentang
5Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta
hal. 42.
xxiv
objek perjanjian. Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam pasal
1332 s/d 1334 KUH Perdata, yaitu yang pertama objek yang akan ada
(kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung. Yang
kedua adalah objek yang dapat diperdagangkan (barang yang
dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek
perjanjian). Suatu sebab yang halal yang memiliki maksud antara lain,
sebab adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak
mengadakan perjanjian dan halal adalah tidak bertentangan dengan
Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
2) Asas Personalia
Suatu perjanjian hanya meletakkan hak dan kewajiban antara para pihak
yang membuatnya, sedangkan pihak ketiga tidak ada sangkut pautnya.
Perikatan hukum yang lahir dari perjanjian memiliki dua sisi, yaitu sisi
kewajiban (obligations) yang dipikul oleh suatu pihak dan sisi hak (rights)
atau manfaat, yang diperoleh oleh pihak lainnya, yaitu hak untuk menuntut
dilaksanakannya hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian.
Umumnya suatu perjanjian adalah timbal balik atau bilateral.
Artinya suatu pihak selain memperoleh hak-hak dari perjanjian tersebut,
juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikannya dari
hak-hak yang diperolehnya, dan sebaliknya suatu pihak selain memikul
kewajiban-kewajiban dari perjanjian tersebut, juga memperoleh hak-hak
yang dianggap sebagai kebalikan dari kewajiban-kewajiban yang
dibebankan kepadanya.
xxv
Yang dimaksud dengan asas Personalia di sini adalah mengenai
siapa saja yang tersangkut dalam suatu perjanjian. Asas Personalia ini,
dalam KUHPer, dapat kita lihat dalam pasal 1315, yang berbunyi pada
umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau
meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri. Dari
pernyataan pasal 1315 KUHPer tersebut, bahwa pada dasarnya suatu
perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai
individu, sebagai subjek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat
untuk dirinya sendiri.
Asas Personalia yang terdapat dalam pasal 1315 KUHPer juga
menunjuk pada kewenangan bertindak dari seseorang yang membuat atau
mengadakan perjanjian. Ketentuan dalam pasal 1315 KUHPer, secara
spesifik menunjuk pada kewenangan bertindak sebagai individu pribadi
sebagai subjek hukum pribadi yang mandiri, yang memiliki kewenangan
bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri. Dengan kapasitas
kewenangan tersebut, sebagai seorang yang cakap bertindak dalam hukum,
maka setiap tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh orang
perorangan, sebagai subjek hukum pribadi yang mandiri, akan mengikat
diri pribadi tersebut, dan dalam lapangan perikatan, mengikat seluruh harta
kekayaan yang dimiliki olehnya secara pribadi.
3) Asas absolut
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan, sebagai lembaga jaminan atas tanah, mempunyai ciri
xxvi
kemudahan dan kepastian pada ekseskusi atas objek Hak Tanggungan.
Salah satu ciri fasilitas yang diberikan oleh Undang-Undang Hak
Tanggungan apabila debitur cidera janji, maka eksekusinya mudah dan
pasti. Hak tanggungan mempunyai sifat kebendaan. Sifat kebendaan
tersebut telah diberikan oleh pembentuk Undang-Undang Hak
Tanggungan. Hak kebendaan adalah hak mutlak (absolut) atas sesuatu
benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, dikarenakan Hak
Tanggungan merupakan hak kebendaan, maka Hak Tanggungan
mengandung asas absolut.6
1.8 Metode Penelitian
Dalam penulisan suatu karya ilmiah, terdapat satu komponen penentu sebagai
syarat yang dipergunakan untuk pencarian data dari hasil karya ilmiah
tersebut, dalam hal ini adalah metode penelitian. Menururt Sutrisno Hadi
yang dimaksud dengan metodelogi ialah suatu cara/metode untuk
memberikan garis-garis yang cermat dan mengajukan syarat-syarat yang
keras, yang maksudnya adalah menjaga ilmu pengetahuan yang dicapai dari
suatu research dapat mempunyai harga ilmiah yang setinggi- tingginya.7
1.8.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode empiris. Pertimbangan
yang digunakan dalam menentukan jenis penelitian ini adalah analisis
6Hartanto, Andy, 2015, Hukum Jaminan dan Kepailitan: hak kreditor separatis dalam pembagian hasil penjualan benda jaminan debitor pailit, laksbang Justitia Surabaya, Surabaya, hal. 36.
7Sutrisno Hadi, 1979, Metodelogi Reserch, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, hal. 4.
xxvii
terhadap pelaksanaan eksekusi pemegang Hak Tanggungan terhadap
kredit macet pada PT. BPR Bumi Prima Dana.
1.8.2 Sifat Penelitian
Seperti telah dijelaskan bahwa jenis penelitian yang dipakai adalah
penelitian empiris. Sifat penelitiannya adalah penelitian empiris
deskriptif. Penelitian empiris deskriptif adalah suatu bentuk penelitian
yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada,
baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena
itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan,
kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan
fenomena lainnya.8
1.8.3 Sumber Data
Dalam penelitian empiris pada umumnya dibedakan antara data yang
diperoleh secara langsung dari lapangan yang dinamakan data primer
dan data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka dinamakan data
sekunder. Adapun data yang dipergunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari 2 (dua) sumber data, yaitu :
1. Data Primer
Untuk mendapatkan data primer dilakukan penelitian lapangan
(field research), yaitu dengan cara melakukan penelitian
langsung ke lapangan yakni diperoleh secara langsung dari PT.
BPR Bumi Prima Dana.
8 Alimudin Tuwu, 1993, Pengantar Metode Penelitian, Universitas Indonesia, Jakarta,
hal.12.
xxviii
2. Data Sekunder
Untuk mendapatkan data sekunder dilakukan melalui penelitian
kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan berbagai data
yang diperoleh dari menelaah literatur, jurnal serta surat kabar
guna menemukan fakta maupun teori yang relevan dengan
permasalahan yang akan dibahas. Dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
a) Sumber bahan hukum primer, yaitu bahan yang isinya
mengikat, karena dikeluarkan oleh pemerintah;
b) Sumber bahan hukum sekunder, yaitu bahan- bahan yang
isinya membahas bahan primer, seperti buku, surat kabar dan
artikel;
c) Sumber bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang
bersifat menunjang bahan- bahan primer dan sekunder.9
1.8.4. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa pengumpulan data,
yaitu :
1) Teknik studi dokumen atau kepustakaan
Studi dokumen atau kepustakaan adalah kegiatan
mengumpulkan dan memeriksa atau menelusuri dokumen dan
memeriksa atau menelusuri dokumen atau kepustakaan yang
dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan
oleh peneliti.
9Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hal. 12.
xxix
2) Teknik wawancara
Wawancara adalah proses interaksi dan komunikasi serta cara
untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada
narasumber yang diwawancara.
1.8.4 Tehnik Pengolahan dan Analisis Data
Analisis kualitatif adalah data yang diperoleh dari beberapa sumber
yang dikumpulkan untuk mendapatkan data yang relevan dengan
masalah yang diangkat kemudian diolah secara deskriptif analitis
yaitu menggambarkan secara lengkap tentang aspek- aspek tertentu
yang bersangkutan dengan permasalahan dan selanjutnya dianalisa
kebenarannya.
xxx