Post on 15-Jan-2016
description
Case
Sirosis Hepatis
Disusun oleh:
Christopher Filbert 11.2013.257
Pembimbing:
dr. Benyamin T, SpPD
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Periode 09 Maret – 16 Mei 2015
RSUD Koja
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
Nama : Christopher Filbert Tanda Tangan
NIM : 112013257
........................
Dr. Pembimbing : dr. Benyamin T, SpPD
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T Jenis Kelamin : Laki-lakiTempat /tanggal lahir: Jakarta, 22-08-1990 Suku Bangsa : IndonesiaStatus Perkawinan : Belum kawin Agama : IslamPekerjaan : Buruh Pendidikan : SMPAlamat : Tambun Rengas
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamesis Tanggal : 19 Maret 2015 Jam : 06:15
Keluhan utama :
Muntah darah sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan muntah darah sejak 1 hari SMRS. Pasien muntah 2x
tampak merah seperti gumpalan darah. BAB 2x tampak hitam, tidak ada mencret. Pasien
terasa lemas, tampak pucat, dan nyeri ulu hati sehingga langsung dibawa ke IGD. Riwayat
minum obat anti nyeri, atau jamu disangkal
2
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah dirawat dengan penyakit liver pada tahun 2013. Sejak 2
bulan SMRS pasien pertama kali mengalami muntah darah dan BAB hitam dan sudah
dirawat 2 kali dengan keluhan yang sama. Yang pertama 2 bulan yang lalu, dan yang kedua 1
bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat hubungan seks di luar nikah serta kebiasaan minum
alkohol 3 kali/minggu selama 4 tahun sampai sekarang. Pemakaian jarum suntik atau tato
disangkal. Riwayat donor darah sebelumnya disangkal.
Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/Sal.kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hemia)
(-) Difteri (+) Hepatitis (-) Penyakit Prostat
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu Lain-lain: (-) Operasi
(-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
Hubungan Umur (Tahun) Jenis Kelamin Keadaan Kesehatan
Penyebab Meninggal
Kakek Tidak diketahui L Meninggal Tidak diketahuiNenek Tidak diketahui P Meninggal Tidak diketahuiAyah 53 L SehatIbu 53 P SehatSaudara 26 L SehatAnak -
3
Adakah Kerabat yang Menderita?
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi XAsma XTuberkulosis XArtritis XRematisme XHipertensi X AyahJantung XGinjal XLambung X
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Malam (-) Petechie
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
(-) Kuning/Ikterus (sklera) (-) Ketajaman Penglihatan menurun
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan Pendengaran
(-) Kehilangan Pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering (-) Lidah kotor
(-) Gangguan pengecapan (-) Gusi berdarah
4
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru – paru )
(-) Nyeri dada (-) Sesak Napas
(-) Berdebar (-) Batuk Darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus )
(+) Rasa Kembung (-) Perut Membesar
(+) Mual (-) Wasir
(+) Muntah (-) Mencret
(+) Muntah Darah (-) Tinja Darah
(-) Sukar Menelan (-) Tinja Berwarna Dempul
(+) Nyeri Perut (+) Tinja Berwarna Ter
(-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Kencing Nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu (-) Kencing Menetes
(-) Ngompol (-) Penyakit Prostat
Katamenia
(-) Leukore (-) Pendarahan
(-) lain – lain
Haid
(-) Haid terakhir (-) Jumlah dan lamanya (-) Menarche
(-) Teratur/tidak (-) Nyeri (-) Gejala Kilmakterium
(-) Gangguan haid (-) Pasca menopause
5
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot Lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick’)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(-) lain – lain (-) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis
Berat Badan :
Berat badan rata – rata (kg) : 60
Berat tertinggi kapan (kg) :
Berat badan sekarang : 60
(bila pasien tidak tahu dengan pasti)
(+) Tetap
( ) Turun
( ) Naik
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : ( ) di rumah ( ) Rumah Bersalin (+) R.S Bersalin
Ditolong oleh : (+) Dokter ( ) Bidan ( ) Dukun
( ) lain - lain
Riwayat Imunisasi
( ) Hepatitis ( ) BCG ( ) Campak ( ) DPT ( ) Polio
( ) Tetanus
Pasien lupa mengenai riwayat imunisasi
6
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : menurun
Jumlah / hari : menurun
Variasi / hari : bervariasi
Nafsu makan : menurun
Pendidikan
(+) SD (+) SLTP ( ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi ( )Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan : tidak ada
Pekerjaan : tidak ada
Keluarga : tidak ada
Lain – lain : tidak ada
A. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan : 170 cm
Berat Badan : 60
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86x / menit
Suhu : 36,4oC
Pernafasaan : 20 x/menit
Keadaan gizi : baik
Kesadaran : Compos mentis
Sianosis : -
Udema umum : -
Habitus : Atletikus
Cara berjalan : dalam batas normal
Mobilitas ( aktif / pasif ) : aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : sesuai umur
7
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar
Kulit
Warna : sawo matang Effloresensi : -
Jaringan Parut : - Pigmentasi : -
Pertumbuhan rambut : merata Lembab/Kering : -
Suhu Raba : afebris Pembuluh darah : -
Keringat : Umum Turgor : baik
Setempat Ikterus : -
Lapisan Lemak : merata Oedem : -
Lain-lain : tidak ada
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : tidak teraba membesar Leher : tidak teraba membesar
Supraklavikula: tidak teraba membesar Ketiak : tidak teraba membesar
Lipat paha : tidak teraba membesar
Kepala
Ekspresi wajah : murung
Simetri muka : simetris
Rambut : merata, bersih
Mata
Exophthalamus : - Enopthalamus : -
Kelopak : odem (-) Lensa : jernih
Konjungtiva : anemis +/+ Visus : normal
Sklera : ikterik -/- Gerakan Mata : baik, segala arah
Lapangan penglihatan : normal Tekanan bola mata : normal
Deviatio Konjugate : - Nistagmus : tidak ada
8
Telinga
Tuli : - Selaput pendengaran : utuh, intak
Lubang : lapang Penyumbatan : -
Serumen : - Pendarahan : -
Cairan : -
Mulut
Bibir : Lembab, tampak segar Tonsil : T1-T1 tenang
Langit-
langit : Tidak ada kelainan Bau pernapasan : Tidak ada
Gigi geligi : Utuh, caries dentis (-) Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis Selaput lender : Normal
Lidah : Tidak ada kelainan
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5-2 H2O
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe kanan : tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : Simetris, sela iga tidak ada pelebaran atau penyempitan,
ginekomasti (-)
Pembuluh darah : spider nevi (-)
Buah dada : simetris
Paru-Paru Depan Belakang
InspeksiKanan Simetris pada keadaan statis dan dinamis
Kiri simetris pada keadaan statis dan dinamis
Palpasi Kanan Tidak ada benjolan, tidak ada nyeritekan, fremitus taktil simetris
9
Kiri
Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, fremitus taktil
simetris
PerkusiKanan Sonor di seluruh lapang paru
Kiri Sonor dalam batas normal
AuskultasiKanan Suara nafas vesikuler, Ronkhi negative dan Wheezing negative
Kiri Suara nafas vesikuler, Ronkhi negative dan Wheezing negative
Jantung
Inspeksi Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS IV, di garis mid klavikuka kiri
Perkusi
Batas Atas Linea sternalis kiri ICS II
Batas Kiri Linea mid klavikula kiri 2 cm ke medial ICS V
Batas Kanan Linea sternalis kanan ICS IV
Auskultasi
Katup Aorta BJ II > BJ I, murni reguler, gallop (-) ,murmur (–)
Katup Pulmonal BJ II > BJ I, murni reguler, gallop (-) ,murmur (–)
Katup Mitral BJ I > BJ II,murni reguler, gallop (-) ,murmur (–)
Katup Trikuspid BJ I > BJ II,murni reguler, gallop (-) ,murmur (–)
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi
Arteri Karotis : Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi
Abdomen
Inspeksi : permukaan datar, tidak ada lesi, caput medusae (-)
Palpasi : datar, simetris, dilatasi vena (-)
Dinding perut : nyeri tekan (+) pada epigastrium
10
Hati : tidak teraba
Limpa : teraba schuffner II
Ginjal : tidak teraba
Lain-lain :
Perkusi : Timpani, shifting dullnes (-), undulasi (-)
Auskultasi : normoperistaltik
Refleks dinding perut : baik
Rectal touche : nyeri (-), massa (-), tampak feses kuning, darah (-), lendir (-)
Alat kelamin (atas indikasi) : tidak dilakukan, karena tidak ada indikasi
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Tonus otot : Normotonus Normotonus
Massa otot : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : +5 +5
Oedem : Tidak ada Tidak ada
Lain-lain : Eritem (-) Eritem (-)
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka : Tidak ada Tidak ada
Varises : Tidak ada Tidak ada
Tonus otot : Normotonus Normotonus
Massa otot : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
11
Kekuatan : +5 +5
Oedem : Tidak ada Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada Tidak ada
Kanan Kiri
Refleks Tendon +2 +2 Bisep +2 +2Trisep +2 +2Patela +2 +2Achiles +2 +2Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukanRefleks KulitRefleks Patologis Negatif Negatif
Refleks
LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA
Darah (18/03/15)
Hb : 8,3 g/dl 13,5 - 18
Leukosit : 7,43/ul 4 – 10,5
Ht : 25,5% 42 - 52
LED : -
Trombosit : 57.000/ul 163 - 337
RINGKASAN
Pria usia 24 th datang dengan keluhan muntah darah sejak 1 hari SMRS. Pasien
muntah 2x tampak merah seperti gumpalan darah. BAB 2x tampak hitam. Pasien terasa
lemas, tampak pucat, dan nyeri ulu hati. Pasien sebelumnya pernah dirawat dengan penyakit
liver pada tahun 2013. Pasien memiliki riwayat hubungan seks di luar nikah serta kebiasaan
minum alkohol 3 kali/minggu selama 4 tahun sampai sekarang.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Konjungtiva anemis +/+, pada abdomen
didapatkan nyeri epigastrium, lien teraba membesar di garis schuffner II.
Pada pemeriksaan lab didapatkan Hb = 8,3 g/dl, leukosit = 7.430/ul, Ht = 25,5%,
Trombosit 57.000/ul.
12
MASALAH
Hematemesis melena ec varises esofagus ec susp sirosis hepatis
Pansitopenia ec splenomegali ec susp sirosis hepatis
Dispepsia ec sirosis hepatis
PENGKAJIAN MASALAH
1. Hematemesis melena ec perdarahan saluran cerna bagian atas ec susp sirosis hepatis
Dipikirkan sebagai manifestasi dari perdarahan saluran cerna atas berupa pecahnya
varises esofagus, atau perdarahan dari gaster. Muntah darah dan BAB hitam menandakan
adanya perdarahan saluran cerna atas. Peningkatan tekanan vena porta menyebabkan
perubahan hemodinamik pada vena-vena lain yang anastomosis seperti vena esofagus atau
gaster. Hal ini akan menyebabkan vena esofagus mudah pecah atau merangsang gaster untuk
mengeluarkan asam yang lebih. Gejala khas sirosis pada pasien ini belum jelas karena tidak
ditemukan seperti ginekomasti, palmar eritem, atau spider nevi sehingga diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang lain untuk menentukan diagnosis dan prognosis. Dipikirkan juga
beberapa kemungkinan dari penyebab sirosis salah satunya adalah dari perlemakan hati yang
kronis karena pasien memiliki riwayat penyakit liver sebelumnya dan kebiasaan minum
alkohol yang dipikirkan menjadi penyebab sirosis hati. Dipikirkan juga kemungkinan
penyebab sirosis adalah hepatitis B kronis karena pasien memiliki riwayat hubungan seks di
luar nikah.
Rencana diagnostik:
Endoskopi
USG abdomen (setelah anemia teratasi)
Darah rutin
Kimia Darah
Bilirubin
Partial Thromboplastin Time
Albumin serum
HbsAg
HCV RNA
SGOT & SGPT
Rencana pengobatan:
13
Omeprazol 80 mg IV bolus, lanjut drip 8 mg/jam selama 72 jam
Vitamin K inj 10 mg x 3
Transamin inj 250 mg x 3
Octreotide (0,1 mg/ml) bolus 100 mcg IV dilanjutkan infus 25 mcg
Laktulosa inj 4 x 15 cc
Propanolol tab 2 x 10 mg
2. Pansitopenia ec splenomegali ec sirosis hepatis
Dipikirkan sebagai manifestasi dari sirosis yang menyebabkan hipertensi portal sehingga
lien membesar dan aktif destruksi sel-sel darah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan perbesaran
lien sebesar shuffner 2. Dari pemeriksaan penunjang lab didapatkan hemoglobin, hematokrit,
dan trombosit di bawah normal.
Rencana diagnostik:
USG abdomen
Hitung retikulosit
Rencana pengobatan:
PRC 175 ml target Hb 10 g/dl jika Hb di bawah 8 g/dl
NaCl 0,9% 12 tetes/menit
3. Dispepsia ec sirosis hepatis
Dipikirkan dispepsia karena merupakan salah satu gejala dari sirosis hepatis. Terjadinya
hipertensi portal akan menyumbat beberapa vena salah satunya pada gaster sehingga
merangsang gaster untuk mengeluarkan asam lambung yang berlebihan. Pada pasien
didapatkan gejala nyeri ulu hati, dan nyeri tekan epigastrium pada palpasi. Karena pasien
didapatkan keluhan muntah darah maka sudah ada tanda alaram. Disarankan untuk dilakukan
endoskopi.
Rencana diagnostik:
Endoskopi
USG abdomen
Rencana pengobatan:
Ondansetron inj 4 mg x 2
14
Diet Hati I, bila membaik tingkatkan menjadi DH II dan III
Rencana edukasi:
Hentikan kebiasaan minum alkohol
Jelaskan untuk diet rendah protein
KESIMPULAN
Laki-laki usia 24 tahun mengalami beberapa gejala sirosis hati berupa hematemesis melena,
pansitopenia, dan dispepsia
PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam. Menurut klasifikasi Child-Pugh pasien ini mengarah ke
kelompok minimal karena tidak ada asites, dan ensefalopati. Gizi pada pasien juga baik.
Ad Fungtionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam
FOLLOW UP
19 Maret 2015
Hematemesis melena ec perdarahan SCBA ec susp sirosis hepatis
S : sudah tidak muntah, BAB tidak hitam
O : KA +/+,
Kimia Darah
Natrium 141 meq/L 135 - 147
Kalium 3,69 meq/L 3,5 - 5
Cl 106 meq/L 96 – 108
Ureum 48,3 mg/dl 16,6 – 48,5
Kreatinin 0,96 0,67 – 1,17
A : hematemesis-melena teratasi
P : teruskan terapi
Pansitopenia ec splenomegali ec susp sirosis hepatis
S : lemas membaik
O : TD 110/70 mmHg, HR 82x/m, RR 18x/m, S 36,7. Schuffner II
15
A : pansitopenia membaik
P : lanjutkan terapi. Cek darah rutin
Dispepsia
S : nyeri ulu hati tidak berubah, nafsu makan tidak membaik
O : nyeri tekan epigastrium
A : dispepsia tidak ada perubahan
P : lanjutkan terapi
22 Maret 2015
Hematemesis melena ec perdarahan SCBA ec susp sirosis hepatis
S : sudah tidak muntah, BAB tidak hitam
O : KA -/-
A : hematemesis-melena teratasi, namun terapi tetap dilanjutkan untuk mencegah
perdarahan ulang. Menjadi masalah pasif
P : terapi lanjutkan
Pansitopenia ec splenomegali ec susp sirosis hepatis
S : lemas membaik
O : TD 110/70 mmHg, HR 80x/m, RR 18x/m, S 36,6. KA -/-. Shuffner II
Hb 7,5 g/dl; L 3.700/ul; Ht 23,5%; trombosit 32.000/ul
A : pansitopenia dengan perburukan
P : NaCl 0,9% 12 tetes/menit, PRC gol AB 175 ml target Hb 10 g/dl
Dispepsia
S : nyeri ulu hati tidak berubah, nafsu makan tidak membaik
O : nyeri tekan epigastrium
A : dispepsia tidak ada perubahan
P : terapi lanjutkan
23 Maret 2015
Pansitopenia ec splenomegali ec susp sirosis hepatis
S : lemas membaik
O : TD 100/70 mmHg, HR 80x/m, RR 20x/m, S 36,5. KA -/-, schuffner II
16
A : pansitopenia dengan perbaikan
P : NaCl 0,9% 12 tetes/menit, USG abdomen
Dispepsia
S : nyeri ulu hati tidak berubah, nafsu makan tidak berubah
O : nyeri tekan epigastrium
A : dispepsia tidak ada perubahan
P : terapi lanjutkan
24 Maret 2015
Pansitopenia ec splenomegali ec susp sirosis hepatis
S : lemas membaik
O : TD 110/70 mmHg, HR 84x/m, RR 20x/m, S 36,2. KA -/-. Schuffner II
Hb 8,9 g/dl; L 2.100/ul; Ht 26,8%; trombosit 25.000/ul
USG Abdomen: Sirosis Hati, Splenomegali
A : pansitopenia dengan perbaikan. Sirosis Hepatis menjadi diagnosis pasti
P : NaCl 0,9%/12 jam, PRC 175 ml target Hb 10 g/dl, cek darah rutin
Dispepsia
S : nyeri ulu hati tidak berubah, nafsu makan tidak berubah
O : nyeri tekan epigastrium
A : dispepsia tidak ada perubahan
P : terapi teruskan
25 Maret 2015
Pansitopenia ec splenomegali ec sirosis hepatis
S : lemas membaik
O : TD 110/70 mmHg, HR 80x/m, RR 18x/m, S 36,6. KA -/-. Schuffner II
Hb 11,3 g/dl; L 2.800/ul; Ht 35,3%; trombosit 36.000/ul
A : pansitopenia dengan perbaikan. Target Hb tercapai
P : NaCl 0,9% 12 tetes/menit
Dispepsia
S : nyeri ulu hati membaik. Nafsu makan membaik
17
O : nyeri tekan epigastrium
A : dispepsia dengan perbaikan
P : terapi teruskan, tingkatkan menjadi DH II
26 Maret 2015
Pansitopenia ec splenomegali ec sirosis hepatis
S : tidak ada keluhan
O : TD 120/70 mmHg, HR 84x/m, RR 20x/m, S 36,5. KA -/-. Schuffner II
A : pansitopenia dengan perbaikan
P : hentikan terapi. Pasien pulang
Dispepsia
S : Tidak ada keluhan Nafsu makan membaik
O : nyeri tekan abdomen (-)
A : dispepsia teratasi
P : hentikan terapi. Pasien pulang
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
18
hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis
hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi
jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompesata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan proses hepatitis kronik
dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan
melalui pemeriksaan biopsi hati. 1,2
1. Epidemiologi
Prevalensi sirosis hati dan penyakit hati kronik di AS diperkirakan 5,5 juta kasus.
Prevalensi terbanyak pada laki-laki dan pada usia 51-60 tahun. Data di Indonesia belum ada,
namun tercatat prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit dalam berkirsar antara
3,5%-8,4%. Kematian akibat sirosis hati di AS menurut Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) menempatkan posisi ke-10, dengan angka 25.192 kematian/tahun.
Penyebab kematian pada sirosis hati antara lain koma hepatik (435 kematian/tahun),
hipertensi portal (111 kematian/tahun), dan sindroma hepatorenal (443 kematian/tahun). Di
California, kematian akibat sirosis hati meningkat dari 18,2 kasus/100.000 penduduk di 1999
menjadi 20,1 kasus/100.000 penduduk di tahun 2003, dan menempati posisi ke 9 dari 10
besar penyebab kematian. Angka kesakitan akibat sirosis hati di tahun 1999 adalah
76,1/100.000 penduduk, meingkat menjadi 83,2 kasus/100.000 penduduk di tahun 2003.
Di Indonesia belum ada data mengenai mortalitas dan morbiditas sirosis hati. Namun
karena salah satu penyebab utama sirosis hati adalah hepatitis C, B, dan alkohol, sedangkan
di negara berkembang seperti Indonesia pencegahan dan pengobatan hepatitis C dan B belum
sebaik negara maju, maka walaupun tidak ada data, diperkirakan mortalitas dan morbiditas
sirosis hati tidak beda dari data negara maju. 2
2. Etiologi
Di negara barat yang tersering merupakan akibat alkoholik sedangakan di Indonesia
terutama akibat infeksi hepatititis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan
virus hepatitis B menyebabkan sirosis terbesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%,
sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui.
19
Berdasarkan penyebabnya sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi 1,2
Sirosis alkoholik. Penyakit hati terjadi bila mengkonsumsi alkohol >60 g/hari selama >10
tahun. Selain sirosis, alkohol juga mengakibatkan perlemakan hati alkoholik dan hepatitis
alkoholik
Akibat infeksi:
o Post hepatitis (B dan C)
o Infeksi lain (bruselosis, ekinokokus, skistosomiasis, toksoplasmosis dan
sitomegalovirus)
Sirosis biliaris
Sirosis kardiak, terjadi akibat bendungan hati kronik pada penyakit gagal jantung kronik
Sirosis akibat gangguan metabolik, seperti galaktosemia, penyakit gaucher, penyakit
simpanan glikogen, hemokromatosis, intoleransi fluktosa herediter, tirosinemia herediter
dan penyakit wilson
Sirosis akibat faktor keturunan, seperti defisiensi alfa 1 antitripsin, sindroma fanconi
Karena obat dan zat hepatotoksik seperti metotreksat, metildopa, amiodaron dan arsenik
Sirosis akibat NASH (non alcoholic steatohepatitis), dan diperkirakan sekitar 10% NASH
akan berkembang menjadi sirosis
Sirosis akibat penyakit autoimun: hepatitis autoimun
Berdasarkan morfologinya, sirosis hati dibedakan menjadi
Sirosis mikronoduler:
o Nodul uniform, diameter <3 mm
o Penyebab: alkoholisme, hemokromatosis, obstruksi bilier, obstrukesi vena
hepatika, pintasan jejuno-ilial, indian childhood cirrhosis
Sirosis makronoduler
o Nodul bervariasim diameter >3 mm
o Penyebab: hepatitis kronik B, hepatitis kronik C, defisiensi a-1 antitripsin, sirosis
bilier primer
20
Sirosis campuran kombinasi mikro dan makronoduler. Sirosis mikronoduler sering
berkembang menjadi makronoduler.
3. Patofisiologi
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan
jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikir nodul regeneratif.
Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula
diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi oleh alkohol adalah:
Perlemakan hati alkoholik
Hepatitis alkoholik
Sirosis alkoholik
Perlemkana hati Alkoholik
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam
sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel.
Hepatitis alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alkohol dan
destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat
cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul
septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena
sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang
kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel
yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati
mengecil, berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.
Diperkirakan mekanisme cedera hati alkoholik sebagai berikut:
Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen
lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel daerah yang jauh dari aliran darah yang
teroksigenasi.
21
Infiltrasi neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractans neutrofil oleh hepatosit yang
memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari oksigen reaktif, proteasa, dan
sitokin
Formasi asetaldehid-protein adducts berperan sebagai neo antigen, dan menghasilkan
limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang menyerang hepatosit pembawa
antigen ini.
Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol, disebut sistem
yang mengoksidasi enzom mikrosomal.
Sirosis Hati Pasca Nekrosis
Gambaran patologi hati pada sirosis hepatic post nekrotik biasanya mengkerut, berbentuk
tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat
dan tebal. Gambaran mikroskopik konsisten dengan makroskopik. Ukuran nodulus sangat
bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang
susunannya tidak teratur.
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya sel stellata
(stellate cell). Dalam keadaan normal selstellata mempunyai peran dalam keseimbangan
pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan
perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus-
menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stellata akam
menbentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berlanjut dalam sel stellata,
dan jaringan hati yang normal akan digantikan oleh jaringan ikat. 1-4
4. Manifestasi Klinis
Stadium awal sirosi sering dijumpai tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, mual berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul
impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah
lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan
demamz tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan
gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
22
muntah darah/melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma.
Temuan Klinis
Spider-angioma-spiderangiomata, (atau spider teleangiektasi), suatu lesi vaskuler yang
dikelilingi vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.
Mekanisme terjadi tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio
estradiol/testoteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pada selama hamil, malnutrisi
berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan Hal ini
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini tidak spesifik pada
sirosis. Ditmukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan
keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku murche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna
normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang
lain seperti sindrom nefrotik.
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropathi hipertrofi suatu
periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-
jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini
juga bisa ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi refleks simpatis, dan perokok
yang juga mengkonsumsi alkohol.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae
laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu ditemukan
hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan
ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga
dikira fase menopause.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol
pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Bilamana hati
teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali-sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya non alkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien kartena hipertensi porta.
23
Asites-penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa-juga sebagai akibat hipertensi porta.
Fetor hepatikum-bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi
dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.
Ikterus-pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila kadar bilirubin kurang 2-
3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat jelas seperti air teh.
Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan,
dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai antara lain :
Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar.
Batu pada vesika felea akibat hemolisis.
Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi
lemak, fibrosis, dan edema.
Diabetes mellitus-dialami 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak
adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pancreas. 1-3
5. Gambaran Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan
spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil
transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protombin.
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan
alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat
tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal
tidak mengenyampingkan adanya sirosis.
Alkali fosfatase-meningkat kurang dari dua sampai tiga kali harga batas normal atas.
Kadar yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sclerosis primer dan sirosis bilier
primer.
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT)-kadarnya seperti halnya alkali fosfatase pada
penyakit hati. Kadarnya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alcohol selain
menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.
24
Bilirubin-kadarnya bisa normal pada sirosis hati kompensata tapi bisa meningkat pada
sirosis.lanjut.
Albumin-sintesisnya terjadi di jaringan hati, kadarnya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis.
Globulin-kadarnya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen
bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi
immunoglobulin.
Waktu protombin-mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hat, sehingga
pada sirosis memanjang.
Natrium serum-menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
Kelainan hematologi anemia-penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia
monokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan
trombositopenia lekopenia, dan netropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan
dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena penggunaannya
non invasive dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang
bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan
adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada
peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites,
splenomegali, trombosis vena porta, dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya
karsinoma hati pada pasien sirosis. 1,2
6. Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis
sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna, mungkin bisa ditegakkan
diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klionis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi,
dan pemeriksaan penunjang lainnya. PAda saat ini penegakkan diagnosa sirosis hati terdiri
atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan
biopsy hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat
dengan sirosis hati dini.
25
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidaklah sulit karena gejala dan tanda-
tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
7. Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi yang
sering ditemui antara lain :
Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada
bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen.
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus.Dua puluh sampai empat
puluh persen pasien sirosis dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua per tiganya akan meninggal dalam waktu
satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa
cara.
Ensefalopati hepatic-merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-
mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat tiimbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma.
Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi pulmonal. 1-3
8. Pengobatan
Hematemesis Melena; transfusi darah. Injeksi vitamin K bila ada koagulopati. PPI IV
dosis tinggi yaitu omeprazole 80 mg IV bolus, dilanjutkan dengan drip 8 mg/jam selama 72
jam. Agen vasoaktif untuk mengurangi perdarahan melalui konstriksi pembuluh darah.
Octeotide 0,1 mg/ml bolus 100 mcg IV dilanjutkan dengan infus 25 mcg/jam selama 24 jam.
Vasodilator untuk mengurangi tekanan portal seperti propanolol 2 x 10 mg.
Asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gr atau
90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretic bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki, atau 1 kg/hari
26
dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa
dikombinasikan dengan furosemid dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah
dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis bisa dilakukan
bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin.
Ensefalopati hepatic; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 gr/kg BB per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai
cabang.
Varises Esofagus; Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat
beta (propanolol). Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
Peritonitis bacterial spontan; diberikan antibiotika seperti cefotaxim intravena,
amoksisilin, atau aminoglikosida.
Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur
keseimbanga garam dan air.
Transplantasi hati; terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum
dipenuhi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi resipien terlebih dahulu:
Tidak ada tindakan operasi maupun pengobatan medik yang dapat memperpanjang
harapan hidup pasien
Tidak ada komplikasi penyakit hati kronik yang menyebabkan peningkatan risiko operasi
Adanya pengertian pasien dan keluarga tentang konsekuensi transplantasi hati 1-5
9. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-
Pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi variabelnya
meliputi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi.
Klasifikasi Child Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien
dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%. 1,2
Derajat Kerusakan Minimal Sedang BeratBil. Serum <35 35-50 >60Alb Serum >35 30-35 <30
27
Asites nihil mudah dikontrol SukarEnsephalopati nihil minimal berat/komaNutrisi sempurna baik kurang/kurus
Tabel 1. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati
Kesimpulan
Pasien-pasien dengan sirosis pada umumnya tidak menunjukkan gejala penyakit hati
yang spesifik pada awal perjalanan penyakitnya. Gejala-gejala yang timbul merupakan tanda
perkembangan dari komplikasi-komplikasi sirosis. Komplikasi yang paling sering ditemui
adalah asites, peritonitis bakterial spontan, hematemesis melena dan sindrom hepatorenal.
Tingginya angka kematian yang disebabkan oleh perdarahan saluran cerna bagian
atas, khususnya berupa hematemesis melena akibat pecahnya varises esofagus pada pasien
sirosis hepatis tergantung pada sifat dan lamanya perdarahan yang berlangsung, oleh sebab
itu diperlukan penanganan yang segera berdasarkan modalitas terapi yang telah dianjurkan.
Pengobatan pendukung hanya diberikan jika fungsi hati dapat kembali normal atau
sebagai jembatan untuk menunggu tindakan transplantasi hati.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta:
InternaPubplishing; 2009.h.668-754
2. Ndraha S. Bahan ajar Gastroenterohepatologi. Jakarta: FK UKRIDA; 2012.h.99-171
3. Price SA, Lorraine MW. Patofisiologi konsep klinis. Jakarta: EGC; 2005.h.493-501
4. Soemoharjo S. Hepatitis virus B. Jakarta: EGC; 2008.h.67-74
28
5. Cahyono SB. Hepatitis B. Jakarta: Kanisius; 2010.h.90-6
29