Post on 25-Jul-2015
CEDERA KEPALA
A. Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius
diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil
kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak
akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan
menyebabkan peningkatan tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan
keperawatan penyakit bedah ( bidang keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro
Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu
gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
pendarahan interslities dalam rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.
B. Klasifikasi CEDERA KEPALA
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut
kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio
atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang
kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur
tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24
jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau
edema selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai
berikut :
- Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak
tulang tengkorak.
- Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan
disertai edema cerebra.
C. Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada
tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada
saat mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala.
Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan
respon membuka mata.
Skala GCS : Membuka mata : Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan Nyeri 2
Tidak berespon 1
Motorik : Dengan Perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespon 1
Verbal : Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak ada respons 1
D. Anatomi Kepala
1. Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek,
pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat
menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan
diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam
tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi,
atau avulasi.
2. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak).
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan
oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non
impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak
dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak).
Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding
luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung
alur-alur artesia meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada
arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.
3. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter areknol dan diameter.
- Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis
menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat
diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
1. Melindungi otak.
2 Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan
endotekal saja tanpa jaringan vaskuler ).
3. Membentuk periosteum tabula interna.
- Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak
menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdaptr ruang
subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan sundural
dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks
serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural
mempunyai sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan
robek pada trauma kepala.
- Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh
darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua
girus, kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada
beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar
membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini
merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus pada setiap
ventrikel.
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang
ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan
sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena.
4. Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang
dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1.
Efek langsung trauma pada fungsi otak, 2. Efek-efek lanjutan dari sel-
sel otakyang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar
(fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak
keluar dari hidung / telinga), merupakan keadaan yang berbahaya
karena dapat menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena
tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini
akan menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak
(peninggian tekanan tekanan intra cranial).
5. Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,
volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak
pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi
pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi
jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml),
terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan
keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena
keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya
peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada
volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik.
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak
(Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.
E. jenis-jenis cedera kepala
1. Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu
menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang
ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis
(linier) yang umum terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan yang amat
berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak
seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup
serius karena les dapat keluar melalui fraktur ini.
2. Cedera otak dan gegar otak
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak
bermakna . Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai
derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai
derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan suplay
darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak
belakang dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang
mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan keruskan neuron tidak
dapat mengalami regenerasi.
Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak
tengah yang menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa
ada kehilangan kesadaran pasien mungkin mengalami disenenbisi
ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang konsentrasi ,amnesia
rehogate,dan pasien sembuh cepat.
Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio,laserasi dan
hemoragi.
3. Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan
struktur. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri
dalam waktu yang berakhir selama beberap detik sampai beberapa
menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan amnesia atau
disonentasi.
4. Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar,
dengan kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat
menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post truma.Akibatnya dapat
menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%).
5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )
Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural
(ekstradural) diantara tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari
fraktur hilang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus
atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda diantara dura dan tengkorak
daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi karena
arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.
6. Hemotoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering
disebabkan oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan
dengan serius dan aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada
vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang
menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau kronik.
- hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor
yang meliputi kontusio atau lasersi.
- Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat
dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran
setelah truma kepala.
- Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor,
terjadi pada lansia.
7. Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan
amchnoid dengan diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang
ada di daerah tersebut terluka. Sering kali bersifat kronik.
8. Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml
atau lebih pada parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya
infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba.
F. MANIFESTASI KLINIS.
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea
serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea
serebrospiral (les keluar dari hidung).
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing / berkunang-kunang.
Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas
10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
G. PATHWAYS
H. PENATALAKSANAAN
Trauma kepala
Cedera jar. Otak setempat
Kerusakan setempat
Cedera menyeluruh
Kekuatan diserap sepanjang jar. otak
Sawas darah otak rusak
Vasolidator pemb. Darah & edema(Ketidakseimbangan CES & CIS)
CO2 meningkatPH menurun
Mobilisasi sel ke darah edema
Peningkatan TIK Hipoksia
Iskemi jar otak
Nekrosis jar otak
Defisit neurolosis
Peningkatan p’fusi jar. otak
Penurunan tingkat kesadaran
Gang. Syaraf vagal Gang fungsi medulla dolongata
Gang. Pemenuhan kebutuhan ADL
Penurunan fungsi kontraksi otot polos lambung
Gangguan fungsi otot respirasi
Kerusakan persepsi & kognitif
Penurunan kemamp. Absorsi makanan Perububahan
frek.RR
Kerusakan mobilitas frek
Perub P’sepsi sensorikNausea
Vornitus
Resiko deficit cairan
Makanan tdk tercerna
Resti pola nafas tdk efektif
Resiko nutrisi kurang dr kebutuhan Resti cedera sekunder
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat
luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk
mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum
laserasi ditutup.
PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;
lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn
memasang collar cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika
cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika
tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan
atasi cedera dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks.
Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika
jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 yg
adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%)
atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli
anestesi
3. Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua
perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra
abdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah
pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloid
sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus
diobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan
dpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin
15mg/kgBB
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB
6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto
tulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar
servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7
normal
7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :
- Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan
isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan
hipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri
- Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia
darah
- Lakukan CT scan
Pasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :
1. Hematoma epidural
2. Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel
3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak
4. Edema cerebri
5. Pergeseran garis tengah
6. Fraktur kranium
8. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi
lakukan :
- Elevasi kepala 30
- Hiperventilasi
- Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis
ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula
setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I
- Pasang kateter foley
- Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural
besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)
I. NURSING CARE PLAIN
1. Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera
dan mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda : - Perubahan kesadaran, letargi
- hemiparese
- ataksia cara berjalan tidak tegap
- masalah dlm keseimbangan
- cedera/trauma ortopedi
- kehilangan tonus otot
b. Sirkulasi
Gejala : - Perubahan tekanan darah atau normal
- Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yg
diselingi bradikardia disritmia
c. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda :Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi
d. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan
fungsi
e. Makanan/cairan
Gejala : mual,muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah,gangguan menelan
f. Neurosensori
Gejala : - Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar
kejadian,vertigo,sinkope,tinitus,kehilangan
pendengaran
-Perubahan dlm penglihatan spt
ketajamannya,diplopia,kehilangan sebagain lapang
pandang,gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda : - Perubahan kesadran bisa sampai koma
- Perubahan status mental
- Perubahan pupil
- Kehilangan penginderaan
- Wajah tdk simetris
- Genggaman lemah tidak seimbang
- Kehilangfan sensasi sebagian tubuh
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala ; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda
biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri
nyeri yg hebat,merintih
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,
ronkhi,mengi
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : - Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
- Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle
disekitar telinga,adanya aliran cairan dari telin ga atau
hidung
- Gangguan kognitif
- Gangguan rentang gerak
- Demam
2. Prioritas Keperawatan
a) Memaksimalkan perfusi serebral
b) Mencegah dan meminimalkan komplikasi
c) Mengoptimalkan fungsi otak
d) Menyokong proses koping
e) Memberikan informasi mengenai proses/prognosis penyakit
3. Tujuan Pemulangan
a) Fungis cerebral meningkat,defisit neurologi dapat diperbaiki atau
distabilkan
b) Komplikasi tidak terjadi
c) ADL dpt terpenuhi sendiri atau dibantu ornag lain
d) Keluarga memahami keadaan yg sebenarnya dan dpt terlibat dlm
proses pemulihan
e) Proses/prognosis penyakit dan penanganan (tindakan dpt dipahami dan
mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya yang
terdsedia)
IV. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Dx : Perubahan perfusi serebral berdasarkan dengan penghentian aliran
darah (nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik /
hipoksia.
Ditandai dengan :
- Perubahan tingkat kesadaran ; kehilangan memori
- Perubahan respons motorik/ sensori, gelisah, muntah
- Perubahan TTV
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan kognisi, dan fase
motorik/ sensori
- Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda-tanda
peningkatan TIK
- TD = 110/70 – 150/90 mmHg, Nadi 80-100 x/mnt, RR = 16-20 x/mnt,
pusing berkurang / hilang
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONALISASI
1. Kaji ulang tanda-tanda vital
klien dan status relirologis klien.
1. Mengkaji adanya
kecenderungan pada tingkat
2. Monitor tekanan darah, catat
adanya hipertensi sistolik secara
teratur dan tekanan nadi yang
makin berat, obs, ht, pada klien
yang mengalami trauma multiple.
3. Monitor Heart Rate, catat
adanya bradikardi, takikardi atau
bentuk disritmia lainya.
4. Monitor pernafasan meliputi
pola dan ritme, seperti periode
apnea setelah hiperventilasi
(pernafasan cheyne – stokes).
5. Kaji perubahan pada
penglihatan ( penglihatan kabur,
ganda, lap. Pandang menyempit
dan kedalaman persepsi.
6. Pertahankan kepala / leher pada
posisi tengah/ pada posisi netral.
Sokong dengan handuk kecil /
bantal kecil. Hindari pemakaian
bantal besar pada kepala
7. Berikan waktu istirahat diantara
aktivitas kep. Yang dilakukan dan
batasi waktu dari setiap prosedur
tersebut.
kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat
dalam menentukan lokasi,
perluasan dan perkembangan
kerusakan ssp.
2. Peningkatan tekanan darah
sistemik yang diikuti penurunan
tekanan darah distolik (nadi yang
membesar) merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK, juga
diikuti ( yang berhubungan
dengan trauma
kesadaran.Hipovolumia/ Ht
(yang berhubungan dengan
trauma multiples) dapat
mengakibatkan kerusakan /
iskima serebral.
3. Perubahan pada ritme (paling
sering bradikardia) dan disritmia
dapat timbul yang encerminkan
adanya depresi / trauma pada
batang otak pada pasien yang
tidak mempunyai kelainan
jantung sebelumnya.
4. Nafas tidak teratur
menunjukkan adanya gangguan
serebral/ peningkatan TIK dan
memerlukan intervensi lebih
8. Turunkan stimulasi eksternal
dan berikan kenyamanan, seperti
masase punggung, lingkungan
yang tenang, suara / bunyi-bunyian
yang lembut dan sentuhan yang
hati dan tepat.
9. Perhatiakn adanya gelisah yang
menaikkan, peningkatan keluhan
dan tingkah laku yang tidak sesuai
lainya.
* Kolaborasi
10. Tinggikan kepala pasien 15 –
45 o sesuai indikasi / yang dapat
ditoleransi.
11. batasi pemberian cairan sesuai
indikasi, berikan cairan dengan
alat control.
12. Berikan O2 tambahan sesuai
indikasi
13. Berikan obat sesuai indikasi :
- Diuretik
- Steroid
- Analgetik sedang
- Sedatif
lanjut termasuk kemungkinan
dukungan nafas buatan.
5. Gangguan penglihatan dapat
diakibatkan oleh kerusakan
mikroskopik pada otak,
merupakan konsekuensi terhadap
keamanan dan juga akan
mempngaruhi pilihan intervensi.
6. Kepala yang miring pada
salah satu sisi menekan vena
jugularis dan menghambat aliran
darah lain yang selanjutnya akan
meningkat TIK.
7. Aktifitas yang dilakukan terus
menerus dapat meningkatkan
TIK dengan menimbulkan efek
stimulatif.
8. Memberikan efek ketenangan,
menurunkan reaksi fisiologis
tubuh dan meningkatkan
istirahat untuk
mempertahankan / menurunkan
TIK.
9. Petunjuk non verbal ini
mengindikasikan adanya
peningkatan TIK / adanya nyeri
ketika pasien tidak
mengungkapkan kebutuhan
secara verbal. Nyeri yang tidak
hilang dapat menjadi pemacu
munculnya TIK saat berikutnya.
10. Meningkatkan aliran balik
vena dari kepala, sehingga
mengurangi kongesti dan
edema / resiko terjadinya
peningkatan TIK.
11. Perbatasan cairan mungkin
diperlukan untuk menurunkan
edema serebral; meminimalkan
fruktuasi aliran vaskuler, tekanan
darah (TD) dan TIK.
12. Menurunkan hipoksemia
yang mana dapat menaikkan
vasodilatasi dan vol darah
serebral yang meningkatkan
TIK.
13.
– Untuk menurunkan air dari sel
otak, menurunkan edema otak
TIK.
- Menurunkan inflasi, yang
selanjutnya menurunkan edema
jaringan.
- Menghilangkan nyeri dan dapat
berakibat Θ pada TIK tetapi
harus digunakan dengan hasil
untuk mencegah gangguan
pernafasan
- Untuk mengendalikan
kegelisahan agitas.
2. Dx. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berdasarkan dengan kerusakan
neurovaskuler ( cedera pada pusat pernafasan otak).
Kriteria hasil :
- mempertahankan pola pernafasan normal / efektif (16.20 x/ mnt)
- Tidak ada sianosis
- Tidak ada sesak nafas
- GDA salam batas normal pasien
TINDAKAN / INTERVENSI Rasional
1. Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernafasan catat ketidak
aturan pernafasan.
2. Catat kompetensi refleksi
gangguan / menelan dan kemampuan
pasien untuk melindungi jalan nafas
sendiri. Pasang jalan nafas sesuai
indikasi.
3. Anjurkan pasien untuk melakukan
nafas dalam yang efektif jika pasien
sadar.
4. Angkat kepala tempat tidur
1. Perubahan menandakan awitan
komplikasi pulmonal/ menandakan
lokasi / luasnya keterlibatan otak
pernafasan lambat, periode opnea
dapat menundakan perlunya
ventilasi mekanis.
2. Kemampuan memobilisasi /
membersihkan sekresi periting untuk
pemeliharaan jalan nafas kehilangan
refleks menelan dan batuk
menandakan perlunya jalan nafas
buatan/ intubasi.
sesuai aturanya, posisi miring sesuai
indikasi.
5. Auskultasi suara nafas, perhatikan
daerah hipoventilasi dan adanya
suatu tambahan yang tidak normal
(cractus, rondimengi).
6. Pantau penggunaan obat-obat
depresan pernafasan seperti sedative.
* Kolaborasi
7. Lakukan RO thorax ulang
8. Berikan O2
9. lakukan fisiotherapi dada jika ada
indikasi.
3. Mencegah / menurunkan aktifitas
4. Untuk memudahkan ekspansi
paru/ ventilasi paru menurun adanya
kemungkinan sudah jatuh
menyumbat jalan nafas.
5. Untuk mengidentifikasi adanya
masalah paru seperti atelektasis,
kongesti. Obst jln nafas yang
membahayakan oksigerasi serebral /
menandakan terjadinya infeksi pasu
(komplikasi cedera kepala).
6. Dapat meningkatkan gangguan /
komplikasi pernafasan.
7. Melihat kembali keadaan ventilasi
dan tanda-tanda komplikasi yang
berkembang / seperti atelektasis,
brorchopreumonia.
8. Memaksimalkan O2 pada darah
arteri dan membantu dalam
pencegahan hipoksia jika pusat
pernafasan tertekan mungkin
diperlukan ventilasi mekanik.
9. Walau merupakan kontra indikasi
pada pasien dengan peningkatan
TIK fase akut, namun tindakan ini
sering berguna pada fase akut
rehabilitasi untuk memobilisasi dan
membersihkan jalan nafas dan
menurunkan renko atelektasis /
komplikasi paru lainya