Post on 09-Mar-2016
description
Mahasiswa, BBM dan Demonstrasi
Opini :
Bersikap Bijak Terhadap Kenaikan BBM
Laporan Khusus:Demo UIN ; Pemerintah Harus Lebih Mandiri
Cerpen :
Aku, Lenteraku dan Mataharinya
Penasihat:
Prof. Dr. Suryadi, M.Ag
(Pengelola PBSB UIN Sunan Kalijaga)
Penanggung Jawab:
Pangeran S. Naga P.
(Ketua CSS MoRA UIN Sunan Kalijaga)
Pimpinan Umum:
Siti Mas'ulah
PimpinanRedaksi:
Muh. Ali Asy'ari
Sekretaris:
Nilda Hayati
Bendahara:
Zuraidha Hanum
Editor:
Siti Sahila Arasy
Mulyazir
Layout:
Reno Novriadi
M. Zainul Hakim
M. Mufid
Dir. Produksi:
A. Syaifullah
M. Syafi'ie
Kemas M. Intizam
Dir. Pemasaran
Halimatus S.
Azam AnharYulia Rahmi
Staff Redaks:
Asep Nahrul M.
Wali Ramadhani
Siti Fauziah
Surat Pembaca
Dari: Ujang WS
Salam hangat semua ....
Sebagai anggota CSS, saya sangat mengapresiasi majalah
SARUNG ini. Dengan adanya majalah ini kami dapat
mengetahui informasi tentang CSS UIN SuKa, namun ada
satu hal yang kami rasa masih kurang dari majalah ini,
yaitu tidak adanya informasi yang jelas tentang kegiatan
divisi-divisi yang ada dalam CSS. Bagaimana kalau ke
depannya majalah Sarung dibuat informasi kegiatan
devisi CSS juga ? jika perlu disediakan kolom khusus.
Terimakasih .....
Jawaban :
Salam hangat juga ....
� Terimakasih atas saran dan
apresiasinya Ujang Ws. Terkait dengan
kolom khusus tentang kegiatan2 yang
diadakan oleh divisi‐divisi yang ada di CSS
MoRA UIN Su‐Ka, kami segenap kru Sarung
merasa bahwa rubrik ke‐CSS‐an sudah
cukup untuk merangkum berbagai kegiatan
CSS secara keseluruhan, baik itu yang dari
Litbang, P3M, PSDM atau Kominfo.
Salam Redaksi�
Puji syukur kehadirat Allah yang telah melancarkan kami untuk menerbitkan Buletin SARUNG edisi ke‐XVI.
� SARUNG kita bersemi kembali.
� Periode baru, staf baru,harapan baru. SARUNG berusaha tampil lebih segar dari
sebelumnya. Membawakan rubrik‐rubrik lama yang telah diisi dengan konten‐konten yang
menarik.
� SARUNG juga berencana akan menerbitkan Buletin elektronik (E‐Bulletin) dalam
bentuk file PDF yang dapat diunduh di website Sarung CSS MoRA UIN SuKa.
� Terimakasih dan semoga bermanfaat.
“Saya pribadi masih meyakini bahwa peran mahasiswa masih sangat penting di sini untuk melakukan perubahan, harusnya ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk dipikirkan ke depan, perubahan itu ada pada diri kita“, tutur Ahmad David salah satu koordinator lapangan demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta beberapa waktu lalu ketika ditemui kru Sarung.
Rencana pemerintah menaikan harga
BBM pada tanggal 1 April kemarin serentak
mengundang berbagai reaksi dari berbagai
kalangan, mulai dari masyarakat, politisi sampai
m a h a s i s w a . K e b i j a k a n i n i k e m b a l i
mengkontraskan pemerintah dan mahasiswa
yang juga melibatkan aksi demonstrasi. Hal ini
sempat menjadi headline di berbagai media
massa beberapa waktu yang lalu. Kebijakan
pemerintah kali ini dianggap telah menyimpang
dari kepentingan rakyat, sehingga banyak
mahasiswa menyuarakan penolakan dan
perlawanan melalui aksi demonstrasi yang terjadi
di seluruh daerah di Indonesia.
Kebijakan pemerintahan SBY untuk
menaikan harga BBM untuk kali ketiga dalam
pemerintahannya ini diwarnai dengan respon
yang cukup represif dari mahasiswa. Aksi
demonstasi menolak kenaikan BBM hampir
terjadi di seluruh Indonesia. IPW ( Indonesia
Police Watch ) mencatat aksi demo terjadi di 44
kota mulai 26 hingga 30 Maret. Namun tak jarang
aksi demonstrasi ini berujung pada tindak anarkis.
Setidaknya dalam kurun waktu 4 hari menjelang
kenaikan BBM ( 27‐31/03/12 ), IPW juga mencatat
ada 16 pos polisi yang dirusak para demonstran, 4
mobil patroli dan satu motor polisi juga ikut
dibakar. Selain itu juga tercatat beberapa mobil
dinas yang dirusak selama aksi demonstrasi.
Arus lalu lintas pun tak jarang menjadi terganggu
akibat aksi ini. IPW juga menyayangkan aksi
demo yang diwarnai berbagai provokasi, baik
dari kalangan mahasiswa maupun polisi,
sehingga benturan tak bisa dihindarkan.
Akibatnya, sejumlah fasilitas umum mengalami
kerusakan.
Menanggapi hal ini, Ahmad David yang
juga merupakan ketua PMII di Fakultas
Ushuluddin UIN SUKA menegaskan bahwa jika
terdapat aksi yang represif dari mahasiswa,
maka itu memang chaos dikarenakan respon
yang represif pula dari aparat seperti
pengusiran, dsb. sedangkan suara mereka belum
didengar. Di luar itu memang menjadi bagian
dari oknum. Di sela‐sela wawancara, ia juga
memberikan komentar terkait banyak pihak
yang menilai aksi mahasiswa yang notabene
“gemar demo“. Secara esensial ia menegaskan
“pada faktanya ada sesuatu yang harus
d isampaikan o leh mahas iswa kepada
pemerintah, ini merupakan bagian dari iktikad
baik kita semua dan saya meyakini bahwa peran
mahasiswa masih penting di sini“. Ia juga
menambahkan bahwa aksi mahasiswa itu tidak
hanya sekedar ikut‐ikutan turun menyuarakan
penolakan, namun sebelumnya juga ada
p e m b a c a a n d a n a k s i p u n h a r u s
merekomendasikan terkait beberapa hal.
Setelah sebelumnya diwarnai dengan
berbagai aksi penolakan di seluruh Indonesia,
Aksi demonstrasi menolak kenaikan
BBM hampir terjadi di seluruh Indonesia
Laporan Utama
Mahasiswa; BBM,DEMONSTRASI
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 2012 1
khususnya oleh mahasiswa, rencana kenaikan
BBM ditunda. Sidang paripurna DPR RI
memutuskan penundaan kenaikan harga BBM
dengan disahkannya RUU APBN Perubahan, Pasal
7 ayat 6 ( A ) yang berbunyi : “dalam hal harga rata‐
rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil
Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan
mengalami kenaikan atau penurunan rata‐rata
sebesar 15 persen dalam enam bulan terakhir dari
harga minyak internasional yang diasumsikan
dalam APBN‐P Tahun Anggaran 2012, maka
pemerintah ber‐wenang untuk melakukan
penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan
pendukungnya”.
Dengan pasal ini pemerintah berwenang
untuk menaikan atau menurunkan harga BBM jika
harga minyak mentah Indonesia mengalami
deviasi rata‐rata 15 persen dalam waktu 6 bulan
terakhir. Berdasarkan ketentuan ini pemerintah
tidak serta merta membuat kebijakan untuk
menaikkan harga BBM. emerintah baru dapat P
melakukan penyesuaian harga BBM apabila
dalam enam bulan terakhir harga ICP minyak
mengalami kenaikan atau penurunan 15 persen
dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN
Perubahan 2012 sebesar 105 dollar AS per barrel.
Keputusan pemerintah untuk menunda
kenaikan harga BBM per satu April ini masih
mengundang respon ganda antara pihak yang pro
dan yang kontra. Berbagai aksi penolakan oleh
mahasiswa sebelumnya dapat dikatakan
membuahkan hasil. Namun tak puas dengan
putusan paripurna, sebagian mahasiswa masih
melakukan aksi demonstrasi dengan alasan
keputusan penundaan kenaikan BBM akan
menjadi “bom waktu“ bagi perekonomian
Indonesia. Sebut saja sejumlah elemen
mahasiswa kota Malang yang tergabung dalam
PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katolik Republik
Indonesia) yang menyatakan akan terus
melakukan perlawanan melalui “parlemen
jalanan” dan ratusan mahasiswa di Surabaya
yang masih melakukan aksi demo menentang
kenaikan BBM. Sejumlah elemen mahasiswa
yang tergabung dalam PMII di Jogja pun
menyatakan bahwa mereka masih melakukan
pembacaan terkait perkembangan wacana BBM
ketika ditanya terkait aksi demo susulan.
Dalam perkembangan selanjutnya,
pemerintah berencana untuk membatasi BBM
bersubsidi bagi kendaraan dinas dan pribadi
pada bulan Mei 2012 yang dilakukan serempak
dengan program penghematan listrik. Hal ini
dilakukan untuk mengamankan APBN dan fiskal.
Dan lagi‐lagi hal tersebut juga masih menuai pro‐
kontra di kalangan masyarakat.
Walhasil, keputusan paripurna kemarin
meniscayakan ketidaktegasan pemerintah yang
berimplikasi pada “ketidakpastian nasib BBM“
dan sebuah penantian panjang selama beberapa
bulan ke depan. Mahasiswa, BBM dan
demonstrasi merupakan tiga “sahabat karib“
yang senantiasa berdampingan sejak dulu.
Problem kenaikan BBM dari dulu hingga
sekarang memang masih merupakan “Titik‐ Titik
Yang Koma“. ( Red.)
1
Laporan Utama
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 20122
Demo UIN ; Pemerintah Harus Lebih Mandiri
Laporan Khusus
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 2012 3
araknya isu kenaikan BBM yang Mjatuh pada tanggal 1 april
kemarin, meresahkan berbagai
elemen masyarakat. Tak terkecuali juga para
mahasiswa yang memiliki peran sebagai agen
of change. Menindak lanjuti hal ini, mereka
melakukan aksi‐aksi penolakan terhadap
pemerintah. Aksi ini juga terjadi dilingkungan
uin sunan kalijaga yang berlangsung beberapa
kali sebelum hari 'h'‐nya.
Pada aksi demo pertama (19/3), para
demonstran meletakkan boneka babi ditengah
pertigaan UIN Sunan Kalijaga. Boneka tersebut
sebagai simbol agar Presiden SBY turun dari
jabatannya karena menaikkan harga BBM. Pada aksi
demo ini berlangsung ricuh karena terjadinya
bentrokan antara polisi dan mahasiswa. Bahkan
pihak kepolisian terpaksa menembakkan gas air
mata untuk mengatasi tindakan anarkis dari para
demonstran.
Dalam hal ini Ahmad David selaku ketua
PMII Fakultas Ushuluddin dan juga sebagai
kordinator lapangan demonstrasi tersebut
menyatakan bahwa tindakan‐tindakan anarkis
seperti melempar batu, merusak lampu merah dan
lain sebagainya itu tidak masuk dalam agenda
demo saat itu. Namun, itu terjadi secara natural
tanpa adanya konsep tertentu. Ia juga menyatakan
bahwa Prediksi awal dalam demo ini sampai sore,
namun karena aksi tersebut direspon secara
represif dari kepolisian. Sehingga timbullah hal‐hal
yang tidak diagendakan dalam aksi tersebut.
Adapun pada aksi‐aksi demo selanjutnya berjalan
dengan aman.
Mahasiswa Perbandingan Agama semester
enam ini menambahkan bahwa aksi demo yang
terjadi di UIN Sunan Kalijaga kali ini merupakan
hasil rekomendasi dari beberapa pihak dengan
pertimbangan bahwa kenaikan harga BBM adalah
bentuk ketidakmampuan pemerintah dalam
mensejahterakan rakyat. Ini dikarenakan efek dari
kenaikan harga BBM itu sendiri yang
Laporan Khusus
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 20124
mengakibatkan kenaikan harga di berbagai sektor.
Hal ini tentu saja meniscayakan suatu pemiskinan
sistemik di kalangan masyarakat bawah khususnya.
Selain adanya motif
tersebut, para demonstran juga
menginginkan agar pemerintah
dapat mandiri dalam segala hal. Ini
sebagaimana yang ia ungkapkan
“Realitasnya Indonesia menganut
Kontrak Kerjasama Minyak yang
pembagiannya 60 : 40 dalam
bentuk minyak mentah, maka yang
terjadi adalah produksi murni dari
PERTAMINA itu hanya 160 barel /
hari, sedangkan sisanya yang sekitar 700 sekian
barel adalah kerjasama dengan kontraktor asing,
dimana pembagiannya 60 untuk pemerintah
Indonesia dan 40 untuk kontraktor asing tersebut.
Ini dibuat pada tahun 2001. Yang perlu dikritisi
dalam kontrak ini adalah adanya semacam
liberalisasi minyak, yang dalam amanat UUD '45 :
“yang menanggung derajat hidup orang banyak
termasuk APBN itu dikuasai Negara“. Namun pada
faktanya telah terjadi liberalisasi di wilayah sektor
“hulu“. Yang hulu ini memang sudah terjadi dan
bisa dikatakan suatu “kesalahan sejarah“. Kendati
demikian, kita juga membaca peluang
kedepan, di tahun 2013 semua
kontraktor asing akan habis,
bagaimanapun juga kita harus
mendesak pemerintah untuk bisa
mengambil sikap mandiri; bahwa ini
harus benar‐benar dikuasai oleh
PERTAMINA. Jadi aksi kemarin
sebenarnya lebih cenderung
mendorong hal tersebut, selain
problem di wilayah kaum masyarakat
bawah tentang kenaikan harga barang dan
sebagainya”.
“Sekali mendayung, dua tiga pulau
terlampaui”, adigium inilah yang kelihatannya tepat
menggambarkan demo di UIN Sunan Kalijaga
kemarin. Karena selain menuntut untuk tidak
menaikkan harga BBM, juga menuntut pemerintah
untuk tidak bergantung pada kontraktor asing
terus‐menerus. Sudah saatnya untuk mandiri dalam
segala hal.
“Yang perlu dikritisi dalam kontrak ini adalah adanya
semacam liberalisasi minyak, yang dalam amanat UUD '45 :
“yang menanggung derajat hidup orang
banyak termasuk APBN itu dikuasai Negara.“
Kolom Kajur
Menggagas paradigma tafsir ekologi
Persoalan ekologi
merupakan salah satu isu
aktual dari kelima isu aktual
dewasa ini, yaitu globalisasi,
demokrasi, HAM dan
gender, dan ekologi. Bahkan
isu tentang ekologi
diproyeksikan akan tetap
selalu aktual pada abad 21
ini. Terlebih ketika masyarakat modern dewasa
ini telah mengalami krisis ekologi yang luar
biasa. Berbagai bencana muncul silih berganti
menimpa mereka, akibat kerusakan ekologi
yang dilakukan oleh tangan‐tangan manusia
dengan mengeksploitasi alam sedemikian rupa,
tanpa mempertimbangkan kelestarian dan
keseimbangan alam (Q.S. al‐Rûm [30]: 41).
Penggunaan rumah kaca,
penggundulan hutan (baca: illegal logging),
penambangan liar, dan sederet eksploitasi
alam lainnya adalah bukti bahwa manusia ikut
berkontribusi pada kerusakan alam, maka
kemudian muncullah apa yang disebut
perubahan iklim (climate change atau
taghayyur al‐thaqs), banjir, tanah longsor, dan
global warming serta kerusakan ekosistem
lainnya. sehingga dalam teori etika lingkungan
timbul pertanyaan kritis, apakah
“Pembangunan Berkelanjutan atau
Keberlanjutan Ekologi?”.
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 2012 5
Hal itu mestinya
menjadi bahan evaluasi,
inspirasi dan sekaligus
motivasi bagi pengkaji al‐
Qur'an (baca: para mufasir)
untuk segera merumuskan
sebuah produk tafsir yang
memiliki perspektif
ekologis demi keberlanjutan
ekologi. Hal ini mengingat bahwa perilaku
masyarakat (mode of conduct) tidak bisa
dipisahkan dengan pola pikir (mode of
thought). Sementara pola pikir juga
dipengaruhi oleh tafsiran atas teks‐teks
keagamaan, kemudian menjadi sistem teologi
yang mereka yakini. Karena itu, dari posisi
teologi yang mesti dilihat adalah mana dari
tindakan manusia yang menimbulkan
pelanggaran atas harmoni alam.
Sayangnya, tafsir‐tafsir klasik dan abad
pertengahan agaknya memang tidak
menjelaskan secara rinci dan sistematik
tentang bagaimana manusia sebaiknya
mengelola dan melakukan pola relasi dengan
alam ini, agar misi kekhalifahan manusia di
muka bumi dapat terlaksana dengan baik. Hal
itu bisa dimengerti, sebab boleh jadi problem
ekologis ketika itu memang tidak separah
sekarang ini. Demikian halnya ketika penulis
membaca beberapa kitab tafsir modern,
Oleh: Dr. Abdul Mustaqim*
seperti al‐Manâr, al‐Marâghî dan al‐Qâsimî
dan al‐Tahrir wa al‐Tanwîr juga tidak
memperoleh uraian yang memadai tentang
persoalan ekologis. Ini artinya bahwa tafsir
sesungguhnya merupakan produk dari anak
zamannya, yang kadang‐kadang tidak lagi
kompatibel dengan tuntutan era sekarang,
sehingga paradigma tafsir ekologi menjadi
sebuah kebutuhan yang mendesak untuk
dirumuskan.
Sementara itu, menurut laporan
Kompas 2 Maret 2010, riset tentang ekologi
relatif masih minim. Padahal riset tentang
ekologi, baik yang berbasis pada penelitian
lapangan atau literer sangat penting untuk
menjadi bahan pertimbangan memecahkan
problem krisis ekologi. Di samping itu, riset
ekologi termasuk yang berbasis pada
penafsiran atas teks‐teks keagamaan juga
perlu dilakukan untuk memberikan basis
teologis dalam mengelola alam dan
menunjang aksi konkret dalam pencegahan
kerusakan alam, agar tidak terjadi bencana
dan kerusakan ekologi yang lebih besar lagi.
Oleh sebab itu, di era modern ini
merumuskan paradigma tafsir ekologis
menjadi sebuah keniscayaan sejarah untuk
memberikan kontribusi etis‐teologis
bagaimana semestinya manusia menjalin
komunikasi yang baik dengan alam yang
menjadi tempat tinggalnya. Apa yang disebut
dengan paradigma tafsir ekologis (al‐tafsîr al‐bi'î)
dalam riset ini adalah sebuah model kerangka
berpikir dalam penafsiran al‐Qur'an, di mana
objek kajiannnya adalah ayat‐ayat yang terkait
dengan tema ekologis dan keberpihakan seorang
penafsir terhadap masalah ekologi sangat
menonjol. Dengan kata lain, paradigma tafsir
ekologi merupakan sebuah cara pandang baru
(new paradigm) di mana seorang mufassir akan
mengarahkan uraian‐uraian penafsirannya dari
sudut pandang atau perspektif ekologis,
sehingga gagasan penafsiran akan selalu
mencerminkan keberpihakan terhadap persoalan
ekologi dan ingin memberikan kontribusi dan
solusi terhadap problem ekologi yang menimpa
masyarakat modern dewasa ini.
Jika selama ini dikenal selogan habl
min Allâh (menjalin komunikasi yang baik
dengan Allah) dan habl min al‐nâs (menjalin
komunikasi yang baik dengan sesama
manusia), maka sudah saatnya juga
dikumandangkan slogan habl ma'a al‐bi'ah
(menjalin komunikasi yang baik dengan
lingkungan alam). Dengan kata lain, trilogi
atas relasi antara Tuhan sebagai Pencipta,
manusia sebagai khalifah dan bumi sebagai
tempat untuk menjalankan misi ke‐khalifahan
perlu dilakukan secara harmoni, sehingga
ketimpangan‐ketimpangan yang terjadi
dengan munculnya bencana alam bisa
diminimalisir. Sebaliknya, membiarkan pola
relasi manusia dan alam yang cenderung
eksploitatif dan dekstruktif sama dengan
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 20126
Kolom Kajur
“menandatangani kontrak” bagi kehancuran
eksistensi umat manusia dan mempercepat
terjadinya kiamat.
Dalam paradigma tafsir ekologis, paling
tidak ada beberapa hal yang perlu dikaji yaitu
menafsiran ayat‐ayat al‐Qur'an yang terkait
dengan persoalan ekologi, dengan
menggunakan metode tafsir tematik‐
kontekstual. Ayat‐ayat yang hendak diteliti
adalah khusus ayat‐ayat yang berbicara
tentang pandangan dasar al‐Qur'an mengenai
alam, pola relasi Tuhan, manusia dan alam
serta prinisp‐prinsip etis‐teologis terkait
dengan pengelolaan alam.
Menarik apa yang ditulis Fachruddin M.
Mangunjaya dkk, yang berjudul Menanam
Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi dan Gerakan
Lingkungan Hidup. Buku tersebut juga
merupakan hasil riset literer dari para pakar.
Salah satu point penting yang dikemukakan
dalam buku itu adalah bahwa tugas agama itu
untuk memelihara lima hal, yaitu: 1) agama
(hifzh al‐dîn), 2) jiwa (hifzh nafs), 3) akal (hifzh
`aql) 4) keturunan (hifzh nasl) 5) harta (hifzh
mâl). Namun tujuan semua itu tidak mungkin
terlaksana tanpa melakukan upanya
pemeliharaan lingkungan (hifzh bî'ah;
protection for environment).
Dalam khazanah Islam, pelestarian
alam telah dicontohkan Nabi Muhammad
dengan membentuk kawasan haram, yaitu
kawasan yang diperuntukkan untuk
melindungi sumber daya alam agar tidak
diganggu. Nabi Saw. menetapkan daerah‐
daerah yang tidak boleh diganggu aturan
ekosistemnya, semisal sumber mata air,
sungai, dan lain‐lain. Islam juga mempunyai
aturan main dalam melindungi kehidupan liar
(wildlife), hutan dan pepohonan, yakni
konsep hima. Himâ merupakan usaha
melindungi hak‐hak sumber daya alam yang
asli untuk melestarikan alam.
Dalam paradigma tafsir ekologi,
setidaknya ada beberapa prinsip etis‐teologis
dalam pengelolaan sumber daya alam yang
ditawarkan al‐Qur'an agar pembangunan ini
tidak merusak kelestarian alam. Dengan lain
ungkapan, pembangunan yang berorientasi
keberlanjutan ekologis, yaitu: Pertama,
prinsip al‐ adalah (justice) yakni berlaku adil.
Secara bahasa adil berarti meletakkan
sesuatu pada tempatnya. Adil dalam konteks
ekologi berarti kita berbuat secara seimbang,
tidak berlaku aniaya terhadap alam dan
lingkungan. Meskipun manusia berada pada
posisi atas dari penciptaan, namun manusia
hanyalah anggota dari komunitas alam.
Manusia harus bertanggung jawab terhadap
seluruh lingkungannya, sebagaimana mereka
bertanggung‐ jawab terhadap keluarganya.
Berbagai makhluk ciptaan yang hidup di alam
ini, ternyata diakui al‐Qur'an sebagai umam
amtsâlukum, umat seperti kalian manusia
(Q.S. al‐An'am [6]: 38) sehingga berlaku adil
Kolom Kajur
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 2012 7
menjadi sebuah keharusan moral yang tidak
bisa ditawar‐tawar lagi. Kedua, prinsip al‐
tawazun (keseimbangan). Harmoni dan
stabilitas kehidupan ini memerlukan
keseimbangan (al‐tawâzun wal i'tidâl) dan
kelestarian di segala bidang. Rusaknya alam
ini karena manusia mengabaikan prinsip
keseimbangan alam (al‐mîzân al‐kawniy).
Ketika tindakan manusia yang mengabaikan
keseimbangan (equilibrium) pasti akan
berdampak buruk, karena ia berarti telah
menyalahi desain Allah swt. Pengelolaan dan
pemanfaatan alam harus selalu
memperhatikan aspek keseimbangan alam.
Jika terkait dengan penggunaan SDA (sumber
daya alam) yang dapat diperbaharui, maka
manusia harus memperbaharuinya. Jika
terkait dengan SDA (sumber daya alam) yang
tak dapat diperbaharui, maka manusia tidak
boleh boros (tabzir), berlebihan (israf).
Ketiga, prinsip al‐ intifa' dun al‐fasad,
mengambil manfaat tanpa merusak. Alam
dan segala isinya memang diciptakan untuk
manusia, sejauh hal‐hal yang bermanfaat bagi
manusia dan tidak boleh menguras semua
sumber daya alam hingga menimbulkan
kerusakan. Keempat, al‐Ri'âyah Dûn al‐Isrâf,
yakni memelihara dan merawat, dan tidak
berlebihan secara eksploitatif, hingga
merusak keberlanjutan ekologi. Kelima,
prinsip al‐tahdits wa al‐istikhlaf yakni
pembaharuan sumber daya alam yang
memang memungkinkan untuk diperbaharui.
Wa Allahu a'lam bi al‐shawab.
Kolom Kajur
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 20128
*)Dosen dan Direktur Pusat Studi al-Qur'an dan Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
A. Intro
Sebagai pijakan awal artikel ini, penulis
terinspirasi pernyataan Ulil Abshar Abdalla
dalam artikelnya yang berjudul “Al‐Qur’an,
Konsep Kelengkapan, dan Superioritas
Budaya” sebagai berikut:
“Jika kegiatan penafsiran dalam suatu
agama yang kemudian dituangkan dalam
“interpretational text” itu terus berjalan,
maka itu pertanda bahwa agama
bersangkutan masih merupakan agama yang
hidup dan aktif. Begitu kegiatan penafsiran
berhenti, atau malah dihalang‐halangi karena
dikhawatirkan akan
melahirkan
pandangan‐
pandangan baru yang
“menyimpang”, maka
itu pertanda adanya
perkembangan yang
tak sehat dalam
agama bersangkutan”
Kiranya penulis
setuju dengan apa
yang dikemukakan
oleh Ulil, mengingat
kemajuan peradaban suatu umat ditandai
dengan muncul/lahirnya kreatifitas (ijtihad)
baik sebagai proses maupun produk dalam
peradaban umat tersebut. Hanya saja, dalam
hal ini penulis sedikit menekankan bahwa
dalam aktivitas interpretation text tidak hanya
terkungkung pada persoalan yang berkaitan
Penafsiran Term Kafir dalam Konteks Keindonesiaan
Oleh Adang Saputra*)
dengan teks atau keilmuan saja. Dengan arti
lain, tanpa memiliki kontribusi—sebagai
upaya pemecahan—terhadap problem yang
ada dan tengah membelenggu kehidupan
sosial umat
manusia,
khususnya—untuk
konteks
Indonesia— adalah
problem sosial
yang ada di tengah
masyarakat kita,
sebab akan
'percuma' jika
demikian adanya.
Oleh sebab
itu, artikel singkat ini akan mencoba
memberikan reinterpretasi makna term kafir
yang selama ini digunakan sebagai sifat, label
atau 'penyebutan' terhadap orang‐orang non‐
muslim, dengan menggunakan kaidah al‐
'Ibrah bi al‐Magza la bi al‐Alfadz (makna cum
magza analysis) sebagai norma umum dalam
membedah ayat‐ayat kafir yang ada dalam al‐
Jika kegiatan penafsiran dalam suatu agama
yang kemudian dituangkan dalam
“interpretational text” itu terus berjalan,
maka itu pertanda bahwa agama
bersangkutan masih merupakan agama yang
hidup dan aktif
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 2012 9
Ke-TH-an
Quran. Sebagai makna pegangan teks kemudian direlevansikan dengan konteks saat ini,
khususnya konteks Indonesia.
Kaidah ini berarti bahwa yang mesti menjadi perhatian seorang mujtahid/mufassir dalam
menentukan 'makna pegangan' teks al‐Qur'an ataupun al‐Sunnah bukanlah huruf atau
aksaranya, melainkan dari magza yang dikandungnya. Yang menjadi aksis adalah cita‐cita etik‐
moral dari sebuah ayat dan bukan legislasi spesifik atau formulasi literalnya. Dan untuk
mengetahui magza tersebut, seseorang dituntut untuk memahami konteks, tentu saja bukan
hanya konteks personal yang juz'iy‐partikular, melainkkan juga konteks impersonal yang kulliy‐
universal. Hanya saja lafadz yang ada dalam teks merupakan pijakan awal dalam penelusuran
makna.
B. Makna Term Kafir; Makna Asal Kata dan Makna Konteks Ayat al‐QuranIstilah kafir yang populer kini pada dasarnya merupakan serapan dari bahasa Arab
dengan komposisi huruf kaf, fa dan ra. Berdasarkan beberapa kamus bahasa, kata ka‐fa‐ra
memiliki arti sebagai berikut. Menurut Abu al‐Qasim Mahmud bin 'Amr bin Ahmad (كفر)
dalam Asas al‐Balaghah, makna kafara adalah gatha yang berarti menutup. Pun demikian
dalam Ikmal al‐A'lam bi Tatslits al‐Kalam disebutkan bahwa makna kafara adalah menutup.
Dalam al‐Alfadz al‐Mu'talifah disebutkan bahwa arti kafara adalah ghamadha yang berarti
tersembunyi atau tidak terang. Sedangkan al‐Ashfahani mengartikan al‐kufru dari kata kafara
dengan kata satara al‐syai' yang berarti menutupi sesuatu.
Sementara itu, disebutkan pula bahwa lafadz al‐kufru adalah antonim dari al‐syukru,
yang berarti jahada atau kadzaba (mendustakan), kanada atau qatha'a (memotong) dan
ankara (mengingkari). Kufru al‐ni'mat diartikan sebagai mendustakan, memotong dan
mengingkari kenikmatan yang diberikan oleh Tuhan. Sehingga term kafir digunakan dalam dua
konteks. Pertama, konteks agama/keyakinan (الدين) dan Kedua dalam konteks nikmat, anugerah
dan pemberian (النعمة).Adapun penggunaan kata kafir dalam konteks kenikmatan sebagaimana disebutkan
dalam ayat al‐Quran pada surat al‐Baqarah: 152.
Menurut beberapa mufassir dijelaskan bahwa kata takfurun pada ayat di atas adalah
sebuah sikap untuk mendustakan dan mengingkari apa‐apa yang telah diberikan oleh Allah.
Dalam penjelasannya, sebagian ulama memberikan gambaran sikap kufur dalam konteks
nikmat dengan menyia‐nyiakan pemberian Allah berupa maksiat.
Sementara kata kafir yang digunakan dalam konteks keyakinan/agama memiliki arti
tertutup dari hidayah Tuhan atau tertutup akal dan mata hatinya. Seperti sikap menghalang‐
halangi untuk berbuat kebaikan dan beriman kepada Allah. Sebagaimana yang tertuang dalam
ayat al‐Quran pada surat al‐Baqarah: 217.
Menurut beberapa penafsiran, orang‐orang kafir yang dimaksud dalam ayat tersebut
adalah para penyembah berhala yang masih tertutup hati dan akal pikirannya. Mereka masih
berpegang teguh pada ajaran nenek moyangnya dan menolak ajaran yang diberikan
Muhammad, yakni Islam. Karena sikap yang menolak dan menghalang‐halangi orang untuk
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 201210
Ke-TH-an
mendapatkan ajaran Muhammad itulah mereka
diistilahkan kafir.
Makna kafir yang dijadikan istilah sebagai orang‐
orang/kaum non‐muslim memang relevan untuk konteks
saat itu, sebab kondisi mereka sangat bertentangan jauh
dengan ajaran yang dibawa Muhammad. Lagi pula pada
konteks dahulu yang menjadi perhatian adalah hal
keyakinan bukan hal yang lainnya.
Kendati demikian, hal yang perlu dipegang dari
pemaknaan kafir adalah tertutupnya mata hati dan akal
pikiran seseorang yang mengarah pada sikap negatif. Bisa
saja seseorang yang melakukan tindakan negatif oleh
sebab pikiran dan nuraninya tertutup dengan hal
duniawi adalah orang kafir.
B. Term Kafir dalam Konteks IndonesiaPengunaan istilah kafir di Indonesia masih
cenderung sama dengan konteks dulu, yakni pelabelan
terhadap kalangan non‐muslim. Padahal jika mengacu
pada makna asal dan makna pegangan dari al‐Quran
bahwa istilah kafir ditujukan pada orang‐orang yang hati
dan pikirannya tertutup oleh hal yang sifatnya duniawi
yang mengarah pada tindakan negatif. Kiranya perlu ada
pemahaman ulang dalam penggunaan term kafir untuk
konteks saat ini, khususnya konteks Indonesia.
Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa sikap
yang didasari atas ketertutupan akal pikiran dan hati
nurani yang mengarah pada kesesatan, kerugian,
kesengsaraan dan ketertindasan bisa saja diistilahkan
dengan term kafir.
Persoalan korupsi,
kesewenang‐wenangan para
pejabat akan amanat
rakyatnya dan segala bentuk
tindakan yang mengarah
pada ketidakadilan, kerugian,
penindasan dan kondisi kritis
lainnya, menurut hemat
penulis merupakan bentuk
sikap yang didasari oleh
kekafiran. Sebab orang‐orang
yang demikian sudah
tertutup mata hati dan akal
pikirannya dengan 'sesuatu'
di luar nilai‐nilai ketuhanan.
Sementara nilai‐nilai
ketuhanan tidaklah berbeda
dengan nilai‐nilai dasar
kemanusiaan, seperti
keadilan, keseimbangan
(dalam berinteraksi, seperti
toleran dan saling
menghargai) dan persatuan
umat. Tak terkecuali muslim
yang bersikap dan bertindak
demikian. Wallahu A'lam.
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 2012 11
Ke-TH-an
*)Mahasiswa TH �09 UIN SUKA
Opini
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 201212
Bersikap Bijak Terhadap Kenaikan BBM
Baru‐baru ini media kita
dipenuhi dengan berita perihal
gejolak kenaikan BBM.
Sepertinya, kebijakan
pemerintah untuk menaikkan
BBM selalu saja menimbulkan
pro dan kontra di kalangan
masyarakat. Pada umumnya,
masyarakat menolak dan menganggap hal ini
sebagai bentuk tindakan yang menyengsarakan
rakyat. Berbagai macam cara dilakukan guna
mencegah kenaikan BBM.
Mahasiswa sebagai penyalur aspirasi rakyat
juga tidak tinggal diam. Mereka menyuarakan
suara hati rakyat. Sebagaimana kita ketahui
berbagai golongan dari organisasi pergerakan
mahasiswa di berbagai kampus turun ke jalan.
Dapat dikatakan wakil rakyat sesungguhnya adalah
mahasiswa. Hal ini berdasarkan sikap yang
ditunjukkan oleh para mahasiswa yang selalu
berada di garda depan untuk membela rakyat.
Akan tetapi, tindakan mereka juga terkesan
menimbulkan kerugian negara. Tidak sedikit dari
demonstrasi yang dilakukan mahasiswa berujung
pada tindakan anarkis.
Namun tindakan nyata yang dilakukan oleh
mahasiswa ini patut diacungi jempol. Sikap
pantang menyerah ditunjukan mahasiswa untuk
mencegah kenaikan BBM membuahkan hasil.
Sidang Paripurna DPR RI beberapa waktu yang lalu
menghasilkan kesimpulan bahwa BBM tidak
mengalami kenaikan pada
tanggal 1 April 2012 atau
mengalami penundaan selama 6
bulan berjalan. Hasil tersebut
dicantumkan dalam Pasal 7 ayat
6 (A) UU APBN Perubahan 2012
yang berbunyi: “Dalam hal
harga rata‐rata minyak mentah
Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dalam kurun
waktu 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau
penurunan lebih dari 15%, pemerintah diberi
kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi
dengan kebijakan pendukungnya”.
Ada lagi kalangan yang beranggapan
bahwa kebijakan pemerintah untuk menaikkan
harga BBM hanyalah sekedar cara untuk
mengalihkan isu‐isu yang sedang berkembang.
Mungkin pernyataan ini ada benarnya jika kita
merujuk lagi kepada fakta sebelumnya. Masih
banyak sekali kasus‐kasus yang belum menemui
titik terang yang kemudian hilang seketika. Dimulai
dari kasus Pembunuhan yang dilakukan mantan
Ketua KPK Antasari Azhar, skandal Bank Century,
korupsi Gayus Tambunan, Nunun Nurbaeti hingga
kasus Suap Wisma atlet yang melibatkan beberapa
petinggi dari partai berkuasa.
Rakyat boleh saja tidak menyetujui
kebijakan tersebut, karena memang dalam sistem
pemerintahan demokrasi semua orang bebas
berpendapat. Kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah tentu telah didiskusikan dan
Oleh: Kemas M. Intizham
Opini
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 2012 13
diperdebatkan secara matang sehingga mencapai
suatu kesepakatan. Sebagimana yang dikatakan
oleh Menteri ESDM, Jero Wacik, bahwa kebijakan
ini dilakukan pemerintah dengan berat hati dan
merupakan pilihan yang sulit guna menghindari
krisis jangka panjang.
Dalam situasi tertentu, Presiden dituntut
untuk mengambil sebuah resiko besar dalam
keputusannya, seperti yang terjadi pada
pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono.
Keputusan berani yang
dilakukan Presiden adalah
menaikkan harga BBM mulai
periode 2004‐2009 hingga
periode 2009‐2014. Ketika
Presiden SBY dilantik pada
tahun 2004, harga bensin masih
berkisar Rp.1800 per liter—harga BBM termurah di
dunia pada saat itu. Saat itu subsidi BBM melonjak
tinggi sampai Rp. 70 triliun. Dan defisit APBN 2004
membengkak dari Rp. 26,3 triliun menjadi Rp. 38,1
triliun atau menigkat sebesar Rp. 11,8 triliun.
Hal sama seperti saat ini yang dialami oleh
rakyat Indonesia pada 2005 lalu adalah kenaikan
harga BBM. Pada saat itu pemerintah hanya
memiliki 2 opsi. Opsi pertama tetap memberikan
subsidi BBM seperti tahun 2004—business as
usual—apapun dampaknya bagi ekonomi nasional.
Opsi kedua adalah mengurangi subsidi dan
menaikkan harga BBM.
Apabila opsi pertama yang diambil, maka
subsidi BBM akan meroket, mungkin sekitar 100
triliun, dan dampaknya bagi kesehatan fiskal dan
bagi APBN akan sangat serius. Apabila opsi kedua
yang dipilih, maka pemerintah akan menghadapi
resiko politik yang besar, seperti demonstrasi,
kerusuhan dan instabilitas. Masih segar dalam
ingatan kita bahwa salah satu pemicu kerusuhan
sosial yang menjatuhkan Presiden Soeharto dalam
reformasi 1998 adalah kenaikan harga BBM dan
harga Sembako.
Pada periode ini pun
lagi‐lagi pemerintah harus
membuat suatu keputusan yang
sangat sulit. Menteri Keuangan,
Agus Martowardojo,
memaparkan sejumlah alasan
mengapa harga bahan bakar
minyak naik salah satunya
adalah karena adanya lonjakan
konsumsi. Jadi banyak sekali pertimbangan yang
telah dipikirkan Pemerintah dalam membuat
keputusan ini.
Pada akhirnya, segala keputusan yang
nantinya diambil Pemerintah seharusnya bisa
memberikan hikmah tersendiri buat rakyat.
Menunjukkan penolakan dengan cara menuduh
yang tidak‐tidak, apalagi sampai menjurus pada
tindakan anarkis bukanlah menjadi tujuan dalam
berdemokrasi. Dalam kondisi apapun kita harus
memberikan dukungan kepada pemerintah. Akhir
kata, tetaplah santun dalam menerima kebijakan
yang dikeluarkan Pemerintah demi terciptanya
kehidupan berdemokrasi yang sehat dan mendidik.
Organisasi sesungguhnya bukanlah
tujuan utama, melainkan hanya
sebagai sarana atau media untuk
menjadi insan yang lebih baik.
Tampuk Kepemiminan Baru CSS SuKa
Tepat pada hari Minggu (08/04/12), pengurus CSS
MoRA UIN Sunan Kalijaga periode 2012‐2013
melaksanakan pelantikan yang dipimpin langsung
oleh Ketua Umum CSS Nasional, Arif Kurniawan
yang merupakan anggota CSS UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Acara pelantikan tersebut dimulai pada
pukul 10.00 WIB, meski sempat ditunda
beberapa jam dar i jadwal yang telah
direncanakan, akan tetapi acara ini tetap
berlangsung dengan lancar dan tertib.
Serangkaian acara tersaji dengan rapi mulai dari
p e m b u k a a n y a n g
dipandu oleh Lailia
Muyassaroh (CSS’11)
yang berperan sebagai
M C , d i l a n j u t k a n
dengan pembacaan
ayat suci al‐Qur'an
yang dilantun‐kan oleh
Nurun Nahdiyah (CSS’11) bersama Inayah
Sholihah (CSS’09). Agenda siang itu kemudian
disusul dengan berbagai sambutan yang
disampaikan oleh Atabik Faza selaku ketua CSS
MoRA periode 2011‐2012, Pangeran Sri Naga
Puspa selaku ketua baru CSS MoRA yang akan
membawahi tampuk kepemimpinan periode
2012‐2013 mendatang, serta Ketua Umum CSS
MoRA Nasional, Arif Kurniawan, yang sengaja
diundang hadir dalam acara tersebut.
Acara ini juga dihadiri oleh Ketua
Jurusan Tafsir‐Hadis, Prof. Dr. Suryadi, M.Ag
selaku pengelola PBSB UIN Sunan Kalijaga dan
sekaligus sebagai bapak bagi seluruh anggota
CSS MoRA yang ada di UIN Sunan Kalijaga. Dalam
sambutannya, beliau menguraikan
arti sebuah organisasi bagi
anggota PBSB. Tujuan utama
b a g i m a h a s i s w a , b a i k
pengurus CSS MoRA, maupun
anggota adalah sama saja,
yaitu dapat melaksanakan
perkuliahan dengan baik serta
memperoleh hasil yang baik pula,
khususnya dalam bidang akademik. Beliau
menjelaskan bahwa sesungguhnya organisasi
bukanlah tujuan utama, melainkan hanya
sebagai sarana atau media untuk menjadi insan
yang lebih baik. Seorang yang sukses dalam
berorganisasi diharapkan lebih sukses dalam
bidang akademik.
Ke-CSS-an
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 201214
Ironisnya, dalam agendium se‐urgen ini,
para anggota PBSB UIN SuKa yang berjumlah
sekitar 160 orang—sebagaimana perhitungan
Bapak Suryadi sebelum menyampaikan isi
sambutan—ternyata hanya separuh dari jumlah
tersebut yang hadir pada saat itu. Hal ini tentu
saja menjadi sebuah renungan bagi kita bersama,
dan sekaligus menjadi PR besar bagi para
pengurus ke depannya. Beliau berpesan agar
pengurus baru mampu menampung seluruh
aspirasi anggota CSS MoRA, sehingga kepemilikan
organisasi ini tidak hanya dirasakan oleh pengurus
saja, melainkan juga dapat dirasakan oleh seluruh
anggota.
Acara siang itu kemudian ditutup dengan
termin penyampaian materi bimbingan dalam
berorganisasi. Arif Kurniawan selaku pemateri
pertama menyampaikan seputar visi dan misi
dalam berorganisasi. Ia menuturkan bahwa
semangat berorganisasi adalah untuk mencapai
tujuan besar yang sedang menanti kita sebagai
mahasiswa sekaligus anggota CSS MoRA, yaitu
agar bisa bekerjasama dan saling mendukung
antar‐Perguruan Tinggi dalam membangun
negeri. Materi selanjutnya disampaikan oleh
Atabik Faza tentang administrasi dalam
organisasi. Materi terakhir adalah bimbingan
jurnalistik yang disampaikan oleh Adang Saputra
dan Yuyun Yunita.
Ke-CSS-an
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 2012 15
Para anggota PBSB UIN SuKa yang berjumlah sekitar 160
orang, ternyata hanya separuh dari jumlah tersebut yang hadir
pada saat itu.
Cerpen
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 201216
AKU, LENTERAKU DAN MATAHARINYAAku terdampar di pojok taman, terduduk
lemah bersanding dengan para bunga yang ceria
dan rerumputan yang asyik menari, di sebuah
kursi panjang aku menengadah ke langit mencoba
mencari‐cari sesuatu yang hilang, langit tak lagi
putih, bahkan ia seakan pucat dan muram,
mungkin karena sang surya terlalu lama
meninggalkannya, hingga ia tak lagi mampu ceria.
Begitukah keadaannya saat ini? Keadaan seorang
gadis bernama Yassirli Amriyyah, yang telah
kurampas panutan hidupnya. Muram dan tak lagi
memiliki gairah untuk hidup karena mataharinya
telah kalah oleh pekatnya mendung. Aku tak
kuasa melanjutkannya, langit benar‐benar
mengingatkan aku pada Sherly.
Kupalingkan wajahku dari langit dan coba
kembali menilik bumi, ternyata bumi tak jauh
beda dengan langit, kudapati dedaunan yang
telah meninggalkan ranting dan berserakan di
tanah terombang‐ambing oleh angin, daun‐daun
kering itu tak lagi sanggup untuk setia pada
ranting, mungkinkah jodoh dedaunan dan ranting
telah habis? Adakah nasibku dan Wildan sama
dengan mereka. Tuhan menjodohkan kami untuk
saling mengenal tapi tidak untuk bersatu.
Entahlah aku tak tahu, seperti apa rupaku kali ini,
sekoyak apa hatiku dan sedalam apa
belati menusuk menoreh jantungku.
Aku sakit, tapi benarkah aku harus
mendzalimi diriku?
Ah… kenapa rasa itu masih
saja ada, kenapa harus nama itu lagi,
tak bisakah otak dan hatiku berdamai
denganku meski hanya sejenak saja,
kenapa harus Wildan , kenapa nama
itu tak pernah musnah dari pikiranku,
kenapa susah sekali menghapus
nama itu dari memoriku. Tuhan,
kenapa tak Kau ciptakan tombol
delete di otakku agar aku dengan
mudah menghapus nama itu. Semua
tanya itu tak kutemukan jawabnya.
Kembali kejadian dua bulan
yang lalu berkelebat di depan mataku
# # # # # # #
Aku terduduk lemah pada
sebuah kursi yang membentang di
ruang tamu, kakiku seakan tak lagi
mampu menopang tubuhku, dadaku
sesak, serasa tertindih beban berat
Cerpen
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 2012 17
yang kasat mata, dan butiran‐butiran kristal mulai meluncur dari kelopak mataku, tangan ku
gemetaran sambil tetap memegang kertas merah jambu yang baru saja aku eja huruf demi huruf
yang terjajar di sana. Aku hampir tak percaya dengan apa yang baru saja aku baca, kata demi kata
yang terangkai dalam kertas itu seperti sembilu yang mencakar hatiku. Wildan yang baru saja
menjadi lentera dalam hidupku ternyata matahari bagi seorang gadis bernama 'Yassirli Amriyah'.
Sherly melayangkan petir yang berwujud secarik kertas ke rumahku untuk meminta kembali
mataharinya yang tanpa sengaja telah aku ambil.
Aku tak menyangka betapa jahatnya aku telah tega merampas kehidupan orang lain hanya
demi keegoisanku, masihkah aku pantas disebut sebagia manusia? Aku memang tak tahu bahwa
Muhammad Wildanuril Ilmi, calon tunanganku, ternyata memiliki hubungan dengan seorang gadis
bernama Yassirli Amriyah. Tapi tetap saja aku telah merampas sesuatu yang bukan milikku.
Hal yang paling ditakutkan oleh seorang isteri adalah kehilangan imamnya, tapi yang
terjadi padaku ternyata, aku harus kehilangan calon tunanganku, seseorang yang ku anggap
sebagai calon imam, seseorang yang akan membimbingku mengayuh biduk menuju pulau indah
Sang Maha Cinta.
# # # # # # # #
“Zahwa, Tolong dengerin aku , Aku mencintai kamu Zahwa, percaya sama aku!”.
“Maaf Wil, aku butuh waktu untuk sendiri agar bisa berfikir jernih“.
“Tapi bulan depan pertungan kita, Zahwa, aku mohon fikirkan lagi rencana kepergianmu”.
“ Aku harus pergi, Assalamu'alaikum”.
“Wa'alaikum salam”.
Aku berlalu pergi meninggalkan Wildan yang masih mematung di depan rumahku, kakiku
seakan membatu tapi aku berusaha kuat untuk beranjak dari hadapannya. Aku sendiri tak
mengerti aku pergi untuk apa, apakah benar untuk menenangakan diri seperti yang ku katakan
pada Wildan, atau aku pergi untuk berlari, berlari dari kenyataan bahwa Wildan ternyata bukan
milikku. Semua mimpi indah yang kami rajut bersama ternyata tercerai‐berai hanya dengan secarik
kertas yang menyuarakan kebenaran.
# # # # # # # #
Kuseka air mata yang mulai membanjiri pipiku dengan kerudung putihku. Allah, satu bulan
Cerpen
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 201218
aku telah menjauh dari dia tapi ternyata belum ada
yang berubah, perasaanku masih tetap saja sama
seperti dulu, aku masih terus berharap bahwa surat
merah jambu itu dan serentetan kejadian yang
menimpa aku dan Wildan hanyalah mimpi. Tapi
tidak, aku tidak boleh lemah, aku sama sekali tidak
memiliki hak atas Muhammad Wildanuril Ilmi, dia
milik Yassirli Amriyah bukan Zahwa Aulia Syahiroh.
Hatiku bergetar hebat, saat aku melihat
mobil Wildan, seutas senyum kuhadirkan tuk
menyambutnya, tapi senyum itu pudar tatkala aku
melihat seorang gadis berjubah cream turun dari
mobil wildan, gadis itu cantik, anggun dan modis,
itukah Yassirli Amriyah, kejadian satu bulan yang
lalu hampir saja terulang kembali, aku hampir saja
terduduk lunglai seperti waktu itu.
Untunglah aku bisa lebih menguasai diri,
kupejamkan mata sejenak sekedar menenangkan
diri, kembali kusuguhkan senyumku, agar mereka
berdua tak menyadari betapa dahsyat pergolakan
batin yang sedang aku alami. Semakin lama mereka
semakin dekat, dekat, dekat dan.
Ya Allah… kuatkan hamba‐Mu yang lemah
ini, jangan biarkan aku tenggelam dalam
permainan syaitan, Bismillah… aku ikhlaskan
Muhammad Wildanuril Ilmi untuk Yassirli Amriyah.
“ Assalamu'alaikum, Zahwa”.
Suara itu menarik paksa aku dari lamunan
panjangku.
“ Wa'alaikum Salam, Wil”.
“ Bagaimana kabar kamu Zahwa?”
“ Alhamdulillah, sehat Wil, kamu?”
“Alhamdulillah aku juga sehat,
Zahwa kenalkan ini Sherly, Sherly kenalkan
ini Zahwa”.
Kualihkan pandangan ku yang sedari
tadi mengamati Wildan ke arah gadis cantik
yang kini telah duduk di
sampingnya,kudapati seuntai senyum yang
benar‐benar tulus tak ada sedikitpun
guratan keterpaksaan di sana. Aku mulai
merasakan nyeri di dadaku, bahkan dalam
hal senyum pun aku kalah dengan dia,
senyum yang ia suguhkan jauh berbeda
dengan senyum yang aku berikan untuk
menyambutnya, senyum yang dipenuhi rasa
keterpaksaan.
Dia tetap tersenyum padaku meski
aku belum bisa merespon aku masih sibuk
menenangkan hatiku yang semakin
bergejolak, aku seakan tak mampu
menyembunyikan sakit yang ada di rongga
dadaku. Dengan tetap menyungging senyum
Sherly mengulurkan tangannya.
“ Sherly” Suara indahnya memecah
keheningan.
“ Zahwa” Ucapku masih sedikit
terbata.
Allah aku sadar, aku tiada memiliki
daya upaya, aku hanya mampu berencana
tapi semua terserah kepada‐Mu jua. Aku
yakin Engkaulah yang paling tahu mana
yang terbaik untukku, jika memang Wildan
adalah jodoh Sherly, bantulah hamba agar
dapat mengikhlaskannya.
Ku rasa panas disana‐sini
Kekeringan, jiwaku dan jiwamu
Melebur dalam panas
Menggeliat bersama di atas lumpur kotor
Dan hampir pecah
Kapan kita terbang?
Sebuah pertanyaan di awang‐awang
Kapan kita akan menyatu?
Dalam keberpaduan
Hayalku Akanmu
Pikirmu bersamaku
Sama‐sama tak sama
Aku tak mampu
Itu yang aku khawatirkan
Bersamaku
Itu yang kau angankan
Lalu,
Mungkinkah?
Sepanjang pertokoan
Lampu‐lampu berpijar terang.
Jalanan lengang, tenang.
Sunyi ditimang.
Di tiap sudut
Tergeletak berjuta kisah
Cerita jenuh dan lelah
O. siang hari begitu jengah.
Dari selatan
Tampak lelaki tua
Menggenjot gerobak, paksa.
Kacang rebus masih bersisa.
Pada ruas jalan
Dua pasang mata basah
Pada lampu minyak
Dua pasang mata bercahaya
Esok adalah harap.
Cemas menyergap.
Takdir
Oleh:Mbelink Gatot CSS ‘10 Oleh:Muhammad Kholil CSS '11
Lanskap Malam Pasar Stan
Tahukah Anda?
Umumnya para pemimpin di dunia bukanlah orang asli (pribumi), melainkan para pendatang atau perantau. Presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno sampai sekarang, Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) bukanlah orang Betawi. Begitupun Barack Obama, Presiden Amerika Serikat sekarang adalah keturunan Afrika. Nabi besar kita, Muhammad Saw dan khulafaurrasyidin adalah Muhajirin alias pendatang dari Makkah, begitu juga Nabi‐Nabi pilihan Allah lainnya,
mereka adalah para perantau. So,,,merantaulah, kau akan kuasai dunia.
Renungkan QS. Al‐Nisa': 100, al‐Anfal:72, 74.(Red)
Buletin SARUNG I edisi XVI I Mei 2012 19
Sastra
Selamat & Suksesatas dilantiknya
Pengurus CSSMoRA UIN SUKAPeriode 2012 ‐ 2013
coming soon
Buletinedisi
digitalhttp://sarung.cssmorauinsuka.com/