Transcript of Buku Kurikulum SD Gunung Kidul-OOKK
Buku Kurikulum SD Gunung Kidul-OOKK.inddiModel Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
MODEL KURIKULUM SEKOLAH DASAR (SD)
KONTEKS MASYARAKAT PERTANIAN DAERAH TANDUS
INSPIRASI DIVERSIFIKASI KURIKULUM (Latar Kabupaten Gunung Kidul,
Daerah Istimewa Yogyakarta)
Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Peneli an dan Pengembangan dan
Perbukuan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2020
iiiii Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Hak Cipta @2020 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Dilindungi Undang-Undang
INSPIRASI DIVERSIFIKASI KURIKULUM (Latar Kabupaten Gunung Kidul,
DI. Yogyakarta) MODEL KURIKULUM SEKOLAH DASAR (SD): KONTEKS
MASYARAKAT PERTANIAN TANDUS
ISBN: 978-602-244-391-9
Penyusun/Penulis Naskah: Jarwadi (Puskurbuk) Budi Santosa
(Puskurbuk) Meira Sar ka (SDI Nurul Hasanah Kota Tangerang)
Kontributor: Vera Gin ng (Puskurbuk) Fera Herawa (Puskurbuk)
Anggraeni (Puskurbuk) SD Negeri Karangmojo II, Kabupaten
Gunungkidul, DI Yogyakarta (sebagai basis pengembangan model) SD
Negeri Paliyan II, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta (sebagai
sekolah uji coba model) SD Negeri Je s I, Kabupaten Gunungkidul, DI
Yogyakarta (sebagai sekolah uji coba model) SD Negeri Semin I,
Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta (sebagai sekolah uji coba
model) SD Negeri Cibungbun, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
(sebagai sekolah uji coba model) SD Negeri Margahayu, Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat (sebagai sekolah uji coba model) SD Negeri
2 Sukamenak, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat (sebagai sekolah uji
coba model) SD Negeri 3 Cibalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
(sebagai sekolah uji coba model) SD Negeri 2 Kepandean, Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat (sebagai sekolah uji coba model) SD Negeri 3
Margadadi, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (sebagai sekolah uji
coba model) SD Negeri 1 Babadan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat
(sebagai sekolah uji coba model) SD Negeri 1 Karangsong, Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat (sebagai sekolah uji coba model)
usat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) yang salah satu tugas dan
fungsinya adalah fasilitasi pengembangan kurikulum dalam rangka
penyiapan bahan kebijakan teknis pengembangan kurikulum. Salah satu
program Puskurbuk
tahun 2020 adalah melakukan pengembangan model kurikulum
kontekstual satuan pendidikan. Pengembangan model kurikulum
kontekstual satuan pendidikan dimaksudkan untuk memberikan
inspirasi kepada satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum
operasional sesuai dengan potensi lingkungan serta memperha kan
prioritas pembangunan daerahnya.
Pengembangan model kurikulum kontekstual dilakukan dengan memilih
latar daerah dan satuan pendidikan di daerah latar untuk diiden fi
kasi karakteris k dan dukungan sumber dayanya. Pengembangan model
kontekstual juga merujuk pada kebijakan pembangunan daerah, serta
beberapa data pendukung untuk menguatkan konteks yang ingin
dibangun dalam model. Model kurikulum kontekstual ini disusun
dengan merujuk pada Kurikulum 2013 yang pelaksanaannya disesuaikan
dengan konteks yang dibangun di satuan pendidikan. Model kurikulum
ini memperha kan berbagai dinamika di masyarakat dan kebijakan
pendidikan, kecuali pandemi covid 19 yang memindahkan pembelajaran
dari ruang kelas ke rumah.
Tahun 2020 ini, dikembangkan 3 model kurikulum kontekstual, yaitu
(1) Model Kurikulum Sekolah Dasar (SD): Konteks Masyarakat
Pertanian Daerah Tandus di Kabupaten Gunungkidul (DI Yogyakarta),
(2) Model Kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMP): Konteks Daerah
Urban Sosial Ekonomi Rendah di Kota Administrasi Jakarta Timur (DKI
Jakarta), dan (3) Model Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA):
Konteks Masyarakat Pertanian di Kabupaten Nganjuk (Jawa Timur).
Pengembangan model kurikulum kontekstual ini mengacu pada aturan
minimum penyusunan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
dengan modifi kasi format yang lebih operasional agar kebermaknaan
dan ngkat keterbacaan nggi.
KATA PENGANTAR
P
Diterbitkan oleh: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Peneli an dan
Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2020.
viv Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Model ini menawarkan beberapa rancangan program yang terintegrasi
sebagai prak k pengetahuan yang nyata bagi peserta didik sebagai
suatu inovasi kurikulum di satuan pendidikan. Harapannya model
kurikulum kontekstual ini menginspirasi satuan pendidikan untuk
mengembangkan kurikulum sesuai konteks daerahnya sehingga dapat
menjawab permasalahan di masyarakat dan memberikan kontribusi pada
pembangunan sumber daya manusia di daerah.
Jakarta, 30 Desember 2020 Kepala Pusat Kurikulum dan
Perbukuan
Maman Fathurrohman, S.Pd.Si., M.Si., Ph.D.
Halaman Sampul
...............................................................................................
i Tim Penyusun
....................................................................................................
ii Kata Pengantar
..................................................................................................
iii Da ar Isi
............................................................................................................
v Pengembangan Model Kurikulum Kontekstual Satuan Pendidikan
................... vi BAB I PENDAHULUAN
....................................................................................
1
A. Latar Belakang
................................................................................
1 B. Acuan Penyusunan Kurikulum
........................................................ 5 C.
Tujuan
.............................................................................................
6 D. Ruang Lingkup
................................................................................
6
BAB II LATAR SATUAN PENDIDIKAN
................................................................ 7
A. Kondisi Umum Daerah
....................................................................
7 B. Kebijakan Pemerintah Daerah
........................................................ 12 C.
Kondisi Umum Satuan Pendidikan
.................................................. 14
BAB III KONTEKSTUALISASI KURIKULUM
......................................................... 17 A.
Struktur dan Muatan Kurikulum Sekolah Dasar
............................. 19 B. Ragam Program dalam
Pembelajaran ............................................ 21 C.
Bentuk Kegiatan Pembelajaran Satuan Pendidikan
........................ 22
BAB IV RANCANGAN PEMBELAJARAN
............................................................ 23 A.
Penger an Pembelajaran Kontekstual
............................................ 25 B. Hakikat
Pembelajaran Kontekstual
................................................. 26 C. Karakteris
k Pembelajaran Kontekstual
......................................... 27 D. Komponen
Pembelajaran Kontekstual
........................................... 28 E. Kegiatan dan
Strategi Pembelajaran Kontekstual ........................... 31 F.
Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual ...............
31 G. Rancangan Pembelajaran Model Kurikulum Sekolah Dasar
Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
............................... 34 Bahan Ajar Kelas 2
.............................................................................................
59 Bahan Ajar Kelas 4
.............................................................................................
65 Da ar Pustaka
...................................................................................................
73
DAFTAR ISI
viivi Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Gambar 1. Alur pengembangan kurikulum
PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM KONTEKSTUAL SATUAN PENDIDIKAN
s lah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) muncul sejak
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Satuan pendidikan diberikan kewenangan
untuk menyusun kurikulum
operasionalnya sendiri dengan kebutuhan masyarakat sekitar, sebagai
cerminan kehidupan nyata peserta didik dengan tetap mengacu pada
pencapaian tujuan pendidikan nasional yang selaras dengan arah
kebijakan pembangunan Daerah.
Pengembangan kurikulum kontekstual di satuan pendidikan sangat
tepat dalam konteks Indonesia yang memiliki kemajemukan baik
‘kemajemukan horizontal’ (etnis, agama, bahasa, dan budaya) maupun
‘kemajemukan ver kal’ (kelas sosial- ekonomi, desa-kota, Jawa-non
Jawa). Kurikulum kontekstual tentunya akan dituangkan dalam
pembelajaran kontekstual yang harapannya akan mendekatkan peserta
didik dengan konteks kehidupan yang melingkupinya, baik secara
ekonomi, poli k, dan sosial budaya.
Konstruksi kurikulum secara nasional yang berupa ide, desain,
struktur kurikulum dan pedoman kurikulum untuk implementasinya
diperlukan penyiapan pela han bagi pelaksanan dan sistem monitoring
dan evaluasinnya sebelum diterapkan di satuan pendidikan.
Selanjutnya, satuan pendidikan dalam menyusun kurikulum
operasionalnya perlu melakukan analisis konteks atau iden fi kasi
kebutuhan satuan pendidikan yang disesuaikan dengan ketersediaan
sumber daya dalam menerapkan kurikulum nasional sesuai konteks
daerah dan masyarakat, dan tentu kebijakan pemerintah daerah. Hasil
dan dampak kurikulum dapat dilihat keberhasilannya dari
implementasinya di satuan pendidikan. Implementasi kurikulum ini
perlu evaluasi hasil dan dampaknya untuk perbaikan implementasi
kurikulum selanjutnya.
Kebijakan Daerah Pemberdayaan Keluarga, DUDI,
Masyarakat
1viii Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
A. Latar Belakang Perubahan kurikulum merupakan salah satu rencana
pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar dak ter
nggal oleh bangsa lain. Perubahan kurikulum dalam bidang pendidikan
sifatnya menyempurnakan kekurangan-kekuarangan yang terdapat pada
perangkat maupun pelaksanaan kurikulum sebelumnya.
Perubahan kurikulum hendaknya berkesinambungan dan sekaligus
merupakan bentuk penyesuaian dari kurikulum sebelumnya. Oleh karena
itu, pengembangan kurikulum merupakan proses yang dak pernah
berakhir sejalan dengan perkembangan dan perubahan zaman dan
tuntutan kebutuhan masyarakat. Hal ini sesuai dengan amanat
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 36 Ayat (2) yang menyatakan bahwa kurikulum pada
semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifi kasi kurikulum yang merupakan kebijakan dari daerah
sebagai wahana yang menjabarkan lebih lanjut dari kurikulum
nasional dengan cara menyesuaikan, memperluas, dan memperdalam
kompetensi serta bahan kajian pelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan, kemampuan, dan keadaan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik.
Memperha kan kondisi demografi Indonesia, pengembangan kurikulum
juga memperha kan tantangan internal dalam masalah jumlah penduduk
usia produk f. Kondisi itu akan mencapai puncaknya pada tahun
2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh sebab itu,
tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar
sumber daya manusia usia
PENDAHULUAN
Gambar 1. Paparan Anak untuk Mensiasa Tanaman di Daerah
Tandus
32 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah Dasar
(SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
produk f yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumber
daya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui
pendidikan agar dak menjadi beban. Sedangkan tantangan eksternal
terkait dengan arus
globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan
hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri krea
f dan budaya, dan perkembangan pendidikan di ngkat internasional.
Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris
dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan
perdagangan modern.
Kondisi geografi s suatu daerah tentunya berdampak pada bidang
pangan dari masyarakat setempat. Keberadaan satuan pendidikan di
lingkungan masyarakat atau daerah tertentu menjadi per mbangan
utama dalam mengembangkan kurikulumnya. Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang mengamanatkan
negara untuk menjamin kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan
ketahanan pangan. Negara menetapkan kebijakan pangan dengan
memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang
sesuai dengan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi,
dan kearifan lokal secara bermartabat.
Selain itu, keberadaan satuan pendidikan di suatu daerah tertentu
juga menjadi per mbangan dalam pengembangan kurikulum dengan
berpijak pada kebijakan pembangunan daerah. Orientasi dan kebijakan
pembangunan di daerah berpengaruh langsung terhadap dunia
pendidikan setempat, mengingat terlembaganya desentralisasi dan
otonomi daerah. Hal ini berpengaruh pada proses penyelenggaraan
kurikulum dan capaian pendidikan yang terkunci dalam dinamika
pembangunan sosial, budaya dan ekonomi di daerah.
Tantangan dunia hari ini yang paling terasa dan dialami se ap hari
tentulah dunia lokal tempat anak didik, orang tua peserta didik,
dan komunitas setempat tumbuh dan berkembang. Hal ini sesuai dengan
amanat UU Sisdiknas Pasal 36 ayat (3) yang menyatakan bahwa
kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia, antara lain dengan memperha kan
keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan
daerah dan nasional dan dinamika perkembangan global.
Keragaman konteks selalu berar keragaman masalah dan tantangan bagi
efek vitas penyelenggaraan kurikulum di satuan pendidikan.
Keragaman konteks mencakup aspek sosial, ekonomi, budaya dan
kebijakan pemerintah
daerah yang secara langsung mempengaruhi keluarga anak didik dan
komunitas pendidikan di daerah, baik di ngkat kabupaten maupun
provinsi. Ke mpangan ekonomi atau ngkat kesejahteraan
antarmasyarakat, misalnya, secara langsung mempengaruhi daya dukung
keluarga dan komunitas terhadap proses belajar peserta didik,
performa guru, dan menyulitkan komunikasi terlembaga antara
pendidik dan orang tua peserta didik.
Prinsip diversifi kasi dalam kurikulum tersebut salah satu
pologinya adalah kondisi geografi s yang harus menjadi per mbangan.
Kondisi geografi s suatu daerah berdampak pada bidang pangan dari
masyarakat setempat. Keberadaan satuan pendidikan di lingkungan
masyarakat atau daerah tertentu menjadi per mbangan utama dalam
mengembangkan kurikulumnya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang mengamanatkan negara untuk
menjamin kedaulatan pangan, kemandirisan pangan, dan ketahanan
pangan. Negara menetapkan kebijakan pangan dengan memberikan hak
bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan
potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan
lokal secara bermartabat. Keterkaitan antara kondisi geografi s dan
bidang pangan tersebut dapat dilihat pada pologi masyarakat tandus
yang berada di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Is mewa Yogyakarta
(DIY).
Gambar 2. Lahan pertanian di pegunungan Sewu
54 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah Dasar
(SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Secara agraris, kawasan tandus selalu ditandai dengan suasana yang
gersang, warga mengalami kesulitan air terutama saat kemarau. Ciri
lainnya yaitu struktur tanah yang didominasi batu cadas membuat
upaya menggali sumur nyaris mustahil (mediaindonesia.com). Warga di
daerah tandus bertahan hidup dengan bertani secara subsisten di
ladang-ladang berbaru yang mereka kelola secara turun temurun.
Kawasan tandus bukan hanya dipahami secara agraris tetapi juga
secara sosio kultural. Masyarakat di daerah ini memiliki subkultur
yang berbeda dengan masyarakat agraris umumnya.
Jika masyarakat agraris, pola dan struktur kehidupannya tergantung
kepada sum- ber-sumber pertanian dan peternakan, adapaun masyarakat
di kawasan tan- dus harus berjuang mengelola lahan pertaniannya
dengan mengandalkan kon- disi alam apa adanya. Yang menjadi menarik
adalah munculnya krea fi tas dan inovasi dari masyarakat pertanian
untuk bertahan hidup dalam mengelola lahan pertanian. Dalam hal
ini, kata kuncinya terletak pada strategi adaptasi masyarakat di
daerah tandus yang berbeda dengan masyarakat agraris umum
nya.
Menjawab tantangan internal dan eksternal ini, perlu dilakukan
perubahan prak k pendidikan dan pembelajaran secara nasional.
Perubahan itu bukan hanya untuk mengejar keter nggalan dengan
negara lain dan untuk mencapai kualitas pendidik, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan memberikan bekal kepada generasi penerus
bangsa untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan mampu memprak
kannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi bangsa. Oleh karena
itu, satuan pendidikan memiliki posisi dan peran pen ng dalam
melakukan perubahan prak k pembelajaran sebagai penjabaran
kurikulum nasional disesuaikan dengan konteks masyarakat dan
daerahnya.
Berdasarkan penjelasan di atas maka salah satu upaya Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Badan Peneli an dan Pengembangan dan
Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2020
ini adalah melakukan pengembangan model kontekstualisasi kurikulum
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang diawali dengan
analisis kondisi internal dan eksternal yang melingkupi kondisi
pendidikan saat ini.
Pengembangan model kontekstualisasi kurikulum Sekolah Dasar (SD)
dilakukan dengan menerjemahkan kurikulum nasional dalam bentuk
kurikulum ngkat
satuan pendidikan berbasis konteks masyarakat pertanian daerah
tandus dengan memperha kan kebijakan pemerintah daerah, dan
pemberdayaan keluarga, serta pelibatan komunitas. Adapun latar
pengembangan model kurikulum kontekstual ini adalah Kabupaten
Gunungkidul, Daerah Is mewa Yogyakarta (DIY).
B. Acuan Penyusunan Kurikulum
Penyusunan model kurikulum ini mengacu pada: 1. Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Pe nyelenggaraan Pendidikan sebagaimana diubah dengan Per atur an
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Per aturan Pe me-
rintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Pe nye
lenggaraan Pendidikan.
4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah
Ib daiyah.
5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 2018 tentang Kompetensi In dan Kompetensi Dasar
Pelajaran Pada Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah.
7. Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun
2019 tentang Penyederhanaan RPP.
8. Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun
2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Masa Darurat.
76 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah Dasar
(SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Salah satu langkah pen ng sebelum satuan pendidikan mengembangkan
kurikulum terlebih dahulu harus melakukan analisis konteks, yaitu
melakukan analisis terhadap kekuatan, kelemahan, hambatan maupun
peluang, baik
dari aspek internal maupun eksternal dikaitkan dengan konteks
daerah. Berikut deskripsi latar satuan pendidikan dengan konteks
masyarakat pertanian daerah tandus di Kabupaten Gunungkidul.
A. Kondisi Umum Daerah 1. Kondisi Geografi s
Wilayah Kabupaten Gunungkidul secara geografi s di bagian utara
berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah; di bagian mur berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri, Jawa
Tengah; di bagian selatan berbatasan langsung dengan Samudera
Hindia; dan di bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul,
Daerah Is mewa Yogyakarta. Kabupaten Gunungkidul memiliki luas
wilayah 1.485 km2 dan secara admisitra f terdiri atas 18 kecamatan
dan 144 desa. Dari jumlah desa tersebut terdapat 73 desa (60,69%)
merupakan wilayah desa ter nggal (h p://gdhe.web.id/pen
ngnya-pendidikan-di-gunungkidul/).
Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu daerah di wilayah Daerah
Is mewa Yogyakarta, pusat pemerintahannya berada di Kota Wonosari
dengan luas wilayahnya sekitar seper ga dari dari luas daerah
induknya yaitu sekitar 1.485.36 km2. Sebagian besar wilayah
kabupaten ini berupa perbukitan dan pegunungan kapur yang dikenal
sebagai daerah tandus dan sering mengalami kekeringan pada musim
kemarau sehingga dak dapat ditanami. Wardhana,
LATAR SATUAN PENDIDIKAN
Penyusunan model kurikulum ini bertujuan untuk memandu guru dan
satuan pendidikan dalam menyusun kurikulum sekolah sesuai dengan
karakteris k daerahnya masing-masing. Dari beragam karakteris k
daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia salah satunya
adalah karakteris k masyarakat pertanian dengan mengambil contoh
karakteris k masyarakat pertanian daerah tandus di Kabupaten
Gunungkidul, Daerah Is mewa Yogyakarta.
Oleh sebab itu, prinsip pengembangan model kurikulum ini
disesuaikan dengan karakteris k masyarakat pertanian daerah tandus
(kurang subur). Harapannya, model kurikulum kontekstual ini dapat
menjadi inspirasi bagi sekolah/satuan pendidikan dalam menyusun
kurikulum sesuai dengan karakteris knya dan dapat
mengimplementasikan dengan baik.
D. Ruang Lingkup
98 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah Dasar
(SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
et.al (2012) menjelaskan wilayah Kabupaten Gunungkidul dulunya
merupakan hutan yang lebat sebelum tahun 1800-an. Proses
deforestasi dilakukan pada tahun 1800-an secara masif dan
terstruktur ke ka Belanda masuk ke Jawa setelah memaksa memecah
wilayah Gunungkidul sebagian menjadi wilayah Kraton Mangkunegaran
dan Kraton Yogyakarta. Deforestasi yang dilakukan adalah untuk
kepen ngan konversi ke kebun dan pertanian bahwa tahun 1940 sampai
dengan 1950-an terdapat perkebunan kopi di wilayah ini. Saat ini,
masyarakat hanya mengandalkan tadah hujan untuk mengairi ladang
karena berada di daerah perbukitan tetapi daerah ini menyimpan
kekhasan sejarah yang unik, seper potensi wisata, budaya maupun
kuliner.
Berdasarkan kondisi topografi Kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi
3 ( ga) zona pengembangan, yaitu: 1. Zona Utara disebut wilayah
Batur Agung dengan ke nggian 200-700 m di atas permukaan laut
(mdpl). Keadaannya berbukit-bukit, terdapat sumber-sumber air tanah
dengan kedalaman 6-12 m dari permukaan tanah. Jenis tanah
didominasi latosol dengan batuan induk vulkanik dan sedimen taufan.
Wilayah ini melipu Kecamatan Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawean,
Semin, dan Kecamatan Ponjong bagian utara. 2. Zona Tengah disebut
wilayah pengembangan Ledok Wonosari, dengan ke nggian 150-200 mdpl.
Jenis tanah didominasi oleh asosiasi mediteran merah dan grumosol
hitam dengan bahan induk
sumber: bappeda.gunungkidulkab.go.id
Gambar 3. Peta Wilayah Kabupaten Gunungkidul
batu kapur, sehingga meskipun musim kemarau panjang, par kel-par
kel air masih mampu bertahan.
Di daerah tersebut terdapat sungai di atas tanah, tetapi pada musim
kemarau sungai-sungai tersebut kering. Kedalaman air tanah berkisar
antara 60-120 meter di bawah permukaan tanah. Wilayah ini melipu
Kecamatan Playen, Wonosari, Karangmojo, Ponjong bagian tengah dan
Kecamatan Semin bagian utara. 3. Zona Selatan disebut wilayah
pengembangan Gunung Seribu (Duizon gebergton atau Zuider
gebergton), dengan ke nggian 0-300 mdpl. Batuan dasar pembentuknya
adalah batu kapur dengan ciri khas bukit-bukit kerucut (conical
limestone) dan merupakan kawasan karst. Pada wilayah ini banyak
dijumpai sungai bawah tanah. Zona Selatan ini melipu Kecamatan
Saptosari, Paliyan, Girisubo, Tanjungsari, Tepus, Rongkop,
Purwosari, Panggang, Ponjong bagian selatan, dan Kecamatan Semanu
bagian selatan.
Kabupaten Gunungkidul mempunyai beragam potensi perekonomian mulai
dari pertanian, perikanan dan peternakan, hutan, fl ora dan fauna,
industri, tambang serta potensi pariwisata. Pertanian yang dimiliki
Kabupaten Gunungkidul sebagian besar adalah lahan kering tadah
hujan (±90%) yang tergantung pada daur iklim khususnya curah hujan.
Lahan sawah beririgasi rela f sempit dan sebagian besar sawah tadah
hujan. Sumber daya alam tambang yang termasuk golongan C berupa:
batu kapur, batu apung, kalsit, zeolit, bentonit, tras, kaolin dan
pasir kuarsa.
Kabupaten Gunungkidul juga mempunyai panjang pantai yang cukup luas
yang terletak di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia,
membentang sepanjang sekitar 65 Km dari Kecamatan Purwosari sampai
Kecamatan Girisubo dan memiliki pulau. Potensi hasil laut dan
wisata sangat besar dan terbuka untuk dikembangkan. Potensi lainnya
adalah industri kerajinan, makanan, pengolahan hasil pertanian yang
semuanya sangat potensial untuk dikembangkan.
2. Kondisi Sosial Ekonomi dan Kultural Daerah Kabupaten Gunungkidul
rela f lebih rendah kepadatan pen- duduknya dibandingkan dengan
daerah kabupaten lainnya di wilayah DIY. Daerah tandus di
Gunungkidul dengan pologi dan iden k se bagai lahan gersang,
kering, dan berbatu serta masyarakatnya hidup dalam kungkungan
kemiskinan. Pemeo Cedak watu adoh ratu dapat mengilustrasikan bahwa
masyarakat adalah golongan marjinal baik dari sisi lingkungan
maupun
1110 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Gambar 4. Goa Pindul obyek wisata di Kabupaten Gunungkidul
ekonomi (Mar as, 2014). Meski dengan kondisi seper ini dak
menyurutkan warga setempat untuk mengelola kehidupan sosial
ekonominya agar bisa mengalami peningkatan kesejahteraan di
kalangan masyarakat. Kondisi sosiokultural masyarakat pengguna
layanan pendidikan di sekolah dasar (SD) sangat bervariasi,
walaupun daerahnya sama-sama tandus tetapi ada perbedaan yang
dimiliki yaitu dalam hal budaya, wisata, kuliner, dan lain
sebagainnya. Seper Gunungkidul, daerahnya sebagian terdiri dari
perbukitan kapur (karst) dan terdapat air mengalir di bawah tanah
sehingga daerah itu banyak bermunculan tempat wisata seper goa
maupun pantai.
rumah tangga yang terdiri dari kumpulan beberapa rumah tangga yang
menempa satu rumah membentuk keluarga besar (Extended
Family).
Ciri-ciri pemukiman yang rapat itu secara sosiologis akan membentuk
pola perilaku masyarakat, di mana masyarakat tersebut lebih
bersifat kolek f (kebersamaan), gotong royong, dan kekeluargaan.
Hal ini bisa dibandingkan dengan pola pemukiman penduduk pedesaan
dimana letaknya berjauhan dan masyarakatnya lebih bercirikan
individualis dengan ikatan-ikatan ekonomis yang bersifat rasional.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat Gunungkidul dapat dilihat dari
tata guna tanah atau penggunaan tanah oleh petani. Penggunaan tanah
oleh petani dak hanya terbatas pada satu macam tanah saja apabila
dilihat dari letak tanahnya.
Terdapat ga macam tanah yang dapat diusahakan oleh petani yaitu
tanah perkarangan, tanah tegalan, dan tanah lereng bukit atau
lereng gunung. Tanah perkarangan biasanya ditanami dengan
pohon-pohon seper pisang, mlinjo, jeruk, kelapa, pepaya, dan
tanaman yang lainnya. Kadang-kadang perkarangan juga ditanami
dengan umbi-umbian, sayuran, dan juga tanaman obat-obatan. Bagi
petani yang dak memiliki tanah tegalan dak jarang mereka juga
memanfaatkan tanah perkarangan untuk menanam tanaman pangan seper
tanah tegalan.
Hasil dari tanaman perkarangan seringkali mempunyai nilai ekonomis
yang sangat besar dengan kata lain hasil-hasil yang didapat dari
hasil panennya dapat diperdagangkan. Hasil dari perkarangan
sebagian besar dipergunakan untuk konsumsi sendiri, walaupun dak
sedikit yang dijual ke pasar desa atau kepada tengkulak kelapa dan
buah-buahan. Para tengkulak se ap musim panen tanaman tertentu
datang ke desa- desa untuk membeli hasil dari tanah perkarangan
yang bernilai nggi bagi petani. Hasil dari tanaman perkarangan ini
mampu menambah pendapatan keluarga petani. Kebiasaan petani
setempat dalam memulai menggarap tanah dengan melihat tanda-tanda
alam sekitar.
Sebagai tanda-tanda alam tersebut adalah rasi bintang luku yang
menjadi simbol para petani. Jika posisi rasi bintang tersebut tegak
lurus maka balah saat bagi petani untuk memulai menggarap tanah
sebagai persiapan seper memperbaiki pematang, mengangkut pupuk
kandang, dan juga membajak tanah. Pada saat posisi kira-kira
condong 45 derajat ke arah barat pertanda bila petani sudah
diperbolehkan untuk menebarkan benih padi maupun palawija yang
tahan panas.
Gambar 5. Pantai di Kabupaten Gunungkidul
Pemukiman desa atau padukuhan-padukuhan di Gunungkidul umumnya
membentuk pola bergerombol dan berdekatan satu sama lain, selain
itu dak jarang membentuk komunitas tersendiri yang diikat oleh tata
cara
dan adat is adat desa. Unit pemukiman terbagi ke dalam petak-petak
tanah yang merupakan kesatuan rumah tempat nggal. Unit pemukiman
yang lainnya milik orang lain dibatasi oleh pagar bambu atau
tatanan batu memanjang (pematang), tetapi ada juga yang ditanami
dengan pohon-pohon. Pemukiman di pedesaan biasanya terdapat
jalan-jalan desa di mana rumah penduduk menghadap ke jalan itu.
Rumah-rumah di pedesaan antara satu dengan rumah yang lain jaraknya
berdekatan, bahkan kadang-kadang dalam satu perkarangan terdapat
lebih dari satu
1312 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Kondisi geografi s dan sosial-ekonomi-kultural suatu daerah
tentunya men- jadi per mbangan dalam mengembangkan kurikulum oleh
semua satuan pendidikan di daerah masing-masing. Dalam hal ini,
hakekat diversifi kasi kurikulum menjadi lebih bermakna dalam
proses pengembangan sampai pada implementasi kurikulum ini sendiri,
secara khusus melipu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian atau
evaluasi kurikulum.
B. Kebijakan Pemerintah Daerah 1. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Is mewa Yogyakarta
2017-2022. Kebijakan pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Is mewa Yogyakarta (RPJMD DIY)
adalah mewujudkan Daerah Is mewa Yogyakarta pada Tahun 2025 sebagai
Pusat Pendidikan, Budaya, dan Daerah Tujuan Wisata Terkemuka di
Asia Tenggara dalam lingkungan Masyarakat yang Maju, Mandiri dan
Sejahtera. Adapun sasaran pembangunan dalam pendidikan dengan
indikator Angka Harapan Lama Sekolah (AHLS).
Sementara itu, kesejahteraan masyarakat DIY dilihat dari aspek
sosial dan aspek seni dan budaya tercatat beberapa capaian.
Pertama, beberapa capaian indikator pendidikan, seper Angka Harapan
Lama Sekolah (AHLS) dan angka rata-rata lama sekolah menunjukkan
bahwa masih terdapat kesenjangan antarwilayah di DIY.
Capaian indikator Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta berada di
atas rata-rata capaian DIY sedangkan Kabupaten Bantul, Gunungkidul,
dan Kulon Progo masih rela f rendah. Angka Harapan Lama Sekolah
dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. Capaian AHLS DIY
tahun 2016 adalah sebesar 15,23 tahun, meningkat 0,20 poin dari
15,03 pada tahun 2015. Untuk kabupaten/kota, capaian ter nggi Kota
Yogyakarta sebesar 16,81 tahun dan capaian terendah Kabupaten
Gunungkidul sebesar 12,93 tahun.
Angka rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang
dihabiskan oleh penduduk untuk menempuh semua jenis pendidikan
formal yang pernah dijalani dari masuk sekolah dasar sampai dengan
ngkat pendidikan terakhir. Capaian angka rata-rata lama sekolah
mencerminkan bentuk kesadaran masyarakat akan pen ngnya pendidikan
dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Angka
rata-rata lama sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor seper :
ngkat kemiskinan,
aksesibilitas layanan pendidikan, beban ketergantungan keluarga,
permasalahan sosial lainnya, dan faktor dari internal peserta didik
sendiri.
Dilihat data per kabupaten/kota, capaian rata-rata lama sekolah
tahun 2015 ter nggi adalah Kota Yogyakarta sebesar 11,41 tahun
sedangkan capaian terendah adalah Kabupaten Gunungkidul sebesar
6,46 tahun, dengan kata lain terdapat ke mpangan yang mencolok
antara Kota Yogyakarta yang rata-rata penduduknya menyelesaikan
jenjang pendidikan menengah dengan Kabupaten Gunungkidul yang
rata-rata penduduknya menyelesaikan pendidikan hanya di ngkat
dasar.
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Gunungkidul
2016-2021 Salah satu program RPJMD Kabupaten Gunungkidul adalah isu
strategis di bidang pendidikan, antara lain: a. Harapan lama
sekolah penduduk masih rendah. b. Masih adanya anak putus sekolah.
c. Akses dan kualitas layanan pendidikan belum op mal. d. Standar
pelayanan minimal pendidikan belum terpenuhi. e. Capaian standar
nasional pendidikan sebagai keberlanjutan dari
standar pelayanan minimal belum merata dan op mal. f. Jumlah dan
distribusi tenaga kependidikan belum merata. g. Pendidikan berbasis
keunggulan dan kearifan lokal yang berwawasan
global serta teknologi informasi belum dikembangkan dengan baik. h.
Atmosfi r yang kondusif dan infrastruktur pendidikan yang
berkualitas
bagi proses pendidikan, peneli an, pengembangan wawasan ke- ilmuan
belum tercipta.
i. Pendidikan karakter yang mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan
dan landasan moralitas serta kepribadian mulia untuk memberikan
landasan pada keberlanjutan pendidikan dan berorientasi pem-
bentukan karakter kewirausahaan belum op mal.
j. Penuntasan wajib belajar 12 tahun belum berjalan sesuai harapan
k. Daya saing pendidikan masih perlu di ngkatkan.
3. Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Gunungkidul No. 420/109/KPTS/2011 tentang Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusif Jenjang SD, SMP, SMA/SMK.
Kebijakan daerah menentukan arah pembangunan di suatu daerah ter-
ma suk dalam pendidikan. Kebijakan pendidikan melalui keputusan
Dinas
1514 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Gunungkidul tersebut
meng amanatkan bahwa seluruh sekolah di Kabupaten Gunungkidul
diwajibkan menerima siswa didik dengan kondisi apapun, khususnya
bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Terkait dengan pengembangan model kurikulum kontekstual ini tentu-
nya sabagai salah satu upaya menjalankan amanat Undang-Undang Sis-
diknas terkait dengan diversifi kasi kurikulum yang perlu
diselaraskan dengan kebijakan daerah dalam bidang pendidikan
terutama dalam mengembangkan kurikulum satuan pendidikan.
C. Kondisi Umum Satuan Pendidikan 1. Kondisi Fisik Lingkungan
Sekolah, Peserta Didik dan Latar Peserta Didik
Data BPS Tahun 2020 menunjukkan jumlah sekolah dasar (baik Sekolah
Dasar maupun Madrasah Ib daiyah) di Kabupaten Gunungkidul pada
tahun 2019/2020 terdapat 548 sekolah terdiri atas 468 sekolah dasar
(SD) dan 80 madrasah ib daiyah (MI). Dari 468 sekolah dasar
terdapat 413 sekolah negeri dan 55 sekolah swasta; sedangkan dari
80 madrasah ib daiyah terdapat 12 sekolah negeri dan 68 sekolah
swasta. Adapun jumlah guru SD adalah 3.652 orang terdiri atas 3.259
orang guru negeri dan 393 orang guru swasta; sedangkan jumlah siswa
adalah 49.608 anak terdiri atas 43.524 dari sekolah negeri dan
6.084 anak dari sekolah swasta. Sementara jumlah guru MI adalah 756
orang terdiri atas 147 orang guru negeri dan 609 orang guru swasta;
jumlah siswa ada 6.666 anak terdiri atas 1.894 dari MI negeri dan
4.772 anak dari MI swasta.
Kondisi satuan pendidikan khususnya sekolah dasar di Kabupaten Gu-
nung kidul pada umumnya memiliki areal lahan cukup memadai yang
dimanfaatkan untuk gedung sekolah, halaman, ruang kelas, dan
fasilitas lainnya. Dukungan sumber daya pendidik dan tenaga
pendidikan umum- nya cukup memadai meskipun ada juga sebagian besar
yang kekurangan terutama di daerah pegunungan maupun pesisir.
Sementara itu jumlah peserta didik di se ap satuan pendidikan juga
sangat bervariasi, ada sebagian sekolah yang sampai menolak peserta
didik baru namun di sisi lain sebagian sekolah kekurangan peserta
didik.
Latar belakang sosial ekonomi masyarakat di wilayah Kabupaten Gu-
nungkidul umumnya dan secara khusus dilihat dari pekerjaan orang
tua siswa bervariasi seper buruh, karyawan/pegawai swasta,
pengusaha, dan
sebagian besar petani. Pada umumnya dari suku Jawa dan beragama
Islam walaupun ada sebagian kecil yang beragama nonmuslim. Jarak
antara rumah siswa ke sekolah: rata-rata 0,5 km masih satu wilayah
kecamatan sekitar 90%, sedangkan yang 10%, kira-kira jaraknya
sekitar 5 km. Adapun transportasi siswa ke sekolah umumnya berjalan
kaki dan bersepeda, dan sebagian kecil diantar orang
tua/wali.
Ak vitas anak sehari-hari adalah membantu orang tua, ibadah, dan
belajar. Berbagai bantuan untuk siswa di sekolah ini, antara lain:
Kartu Indonesia Pintar/PIP, Kartu Cerdas, dan beasiswa. Seper
halnya di daerah lain yang terkena dampak pandemi Covid-19 maka
proses pembelajaran dak memungkinkan untuk pembelajaran tatap muka
sehingga dilakukan
pembelajaran jarak jauh. Dalam prak knya ternyata pelaksanaan jarak
jauh mengalami kendala karena faktor ekonomi orang tua/anak dalam
mengiku proses pembelajaran dari rumah (daring) namun pihak sekolah
menetapkan kebijakan dengan melaksanakan program kunjungan guru ke
rumah siswa.
Sesuai dengan kebijakan Dinas Dikpora Kabupaten Gunungkidul dimana
se ap sekolah wajib menyelenggarakan program inklusi, dimana se ap
sekolah wajib menerima siswa didik dengan kondisi apapun, khususnya
bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Namun demikian dak semua siswa ABK mampu dilayani dan diterima di
sekolah reguler/umum. Siswa ABK yang masuk di sekolah umumnya
dengan kategori slow learner (lambat belajar) sedangkan siswa ABK
lain umumnya tetap dilayani di sekolah khusus (sekolah luar
biasa/SLB). Pelaksanaan sekolah inklusi didukung pemerintah daerah
Kabupaten Gunungkidul maupun Dinas Pendidikan Daerah Is mewa
Yogyakarta dengan memberikan guru pendamping meskipun kedatangan ke
sekolah hanya 1 minggu sekali.
Seper halnya di daerah lain, kebijakan daerah Kabupaten Gunungkidul
dalam pendidikan pada masa pandemi adalah pelaksanaan belajar dari
rumah (BDR). Beberapa dampak siswa terkait dengan adanya pandemi
adalah anak merasa bosan dan terbebani dengan adanya tugas yang
harus diselesaikan dan dikirim secara online. Namun demikian,
kondisi seper itu dapat diatasi dengan adanya pelibatan forum orang
tua dalam mendukung semua kegiatan sekolah selama pandemi.
1716 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
2. Pengelolaan Sumber Belajar dan Program Sekolah Seper halnya
sekolah lain, dalam penyediaan buku teks dan non teks bagi siswa di
sekolah ini dak masalah karena ada dana Bantuan Opersioanl Sekolah
(BOS). Upaya pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar sudah
mulai dilaksanakan, misalnya prak k pembelajaran ke pasar
tradisional dan tempat lain di sekitar sekolah.
Sekolah ini juga dekat dengan situs sejarah dan obyek wisata Goa
Pindul dan susur sungai. Untuk mendukung operasional, sekolah masih
mem- butuhkan perangkat komputer beserta perangkat pendukung
lainnya terkait pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Namun de mi kian perlu didukung juga pela han untuk peningkatan
kemampuan guru dan tenaga kependidikan dalam memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Berdasarkan kondisi tersebut, sekolah sudah berupaya menjalin kerja
sama dengan berbagai pihak, antara lain sejak tahun 2017 menerapkan
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) terutama dalam mengembangkan dan
melaksanakan inovasi pembelajaran. Selain itu, kultur atau budaya
sekolah terlihat melalui program literasi membaca buku, kitab-kitab
kepercayaan, pendidikan berbasis budaya, tadarus, shalat dhuha,
shalat zuhur berjamaah dan kegiatan keagamaan lainnya yang
pelaksanaannya baik sebelum maupun sesudah belajar.
sumber: kemdikbud.go.id
Gambar 6. SDN Karangmojo di Kabupaten Gunungkidul Prinsip
pengembangan kurikulum diversifi kasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik merupakan amanat
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional terutama
pada Pasal 36 Ayat (2). Oleh karena itu, sudah selayaknya satuan
pendidikan dalam mengembangkan kurikulum harus menyesuaikan dengan
kontekstual daerah dan masyarakatnya, dalam hal ini konteks
masyarakat pertanian daerah tandus. Dalam hal ini, pelaksanaan
diversifi kasi kurikulum salah satunya dilakukan dengan
kontekstualisasi kurikulum. Kontekstualisasi kurikulum hendaknya
dilakukan dalam pengembangan kurikulum satuan pendidikan, mulai
dari penyusunan program sekolah baik jangka menengah maupun
tahunan, kultur atau budaya sekolah, penyusunan program kurikulum
dalam bentuk kegiatan kurikuler, kokurikuler, maupun
ekstrakurikuler sampai pada pengembangan perangkat
pembelajaran.
Satuan pendidikan dalam menyusun program sekolah hendaknya
berdasarkan hasil analisis konteks yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil iden fi kasi tersebut terdiri dari kondisi umum daerah,
kebijakan daerah, dan kondisi umum satuan pendidikan. Tahapan atau
langkah penyusunan program sekolah dapat dimulai dari menyusun
visi, misi, tujuan sekolah sampai ke dalam program-program sekolah.
Visi merupakan cita-cita jangka panjang yang ingin diwujudkan atau
diraih oleh satuan pendidikan. Visi perlu disusun oleh satuan
pendidikan untuk dijadikan arah dari tujuan yang ingin dicapai oleh
satuan pendidikan, membangun kesamaan pemahaman pada semua
pelaksanaan (pendidik dan tenaga kependidikan) yang ada di satuan
pendidikan sebagai cita-cita bersama yang ingin diwujudkan, dan
membangun mo vasi pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua
untuk meraih
KONTEKSTUALISASI KURIKULUM
1918 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
cita-cita bersama. Visi ini harus dapat mencirikan sesuai
konteksnya yaitu pertanian daerah tandus. Contohnya: “Unggul dalam
prestasi, berbudi peker luhur, berwawasan lokal dan global
berlandaskan iman dan takwa”.
Misi digunakan oleh satuan pendidikan untuk menjadi acuan/rujukan
dalam penyusunan program, memberikan keluwesan dan ruang gerak
pengembangan kegiatan di satuan pendidikan, dan menggambarkan
kekhasan atau keunggulan layanan di satuan pendidikan. Adapun cara
menyusun misi, di antaranya menjabarkan indikator dari se ap nilai
atau cita-cita yang ada dalam visi, menetapkan fasilitas yang harus
dilakukan satuan pendidikan untuk mendukung indikator yang ada
dalam visi dengan menyesuaikan dengan kontekstual kurikulum yang
dikembangkan di satuan pendidikan. Berikut adalah contoh misi yang
menyesuaikan dengan visi
1. membentuk/menciptakan siswa yang taat beribadah; 2. membentuk
sikap dan perilaku yang baik, santun, sopan, dan berkarakter; 3.
mewujudkan suasana kekeluargaan antarwarga sekolah; 4. mewujudkan
siswa/i yang disiplin; 5. menciptakan suasana pembelajaran yang ak
f, inova f, krea f, efek-
f, menyenangkan, gembira; 6. mewujudkan siswa yang berprestasi; 7.
mewujudkan sekolah yang dapat memanfaatkan keunggulan daerah
yaitu
pertanian daerah tandus.
Tujuan sekolah berisi rumusan hasil keluaran/output yang dicapai
pada waktu tertentu. Tujuan sekolah merupakan rencana kegiatan dan
pelaksanaan program berdasarkan visi dan misi yang telah
dikembangkan. Contoh rumusan tujuan sekolah, diantaranya:
1. siswa taat beribadah terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2.
mengembangkan potensi bakat dan minat siswa dan guru; 3. siswa
berprestasi dalam bidang keagamaan; 4. siswa cerdas dalam Ilmu
Pengetahuan dan Ilmu Agama; 5. Siswa berprestasi dalam bidang
olimpiade MIPA; 6. siswa berprestasi dalam olahraga voli mini,
sepak takraw, dan pencak silat; 7. warga sekolah dapat memanfaatkan
pertanian daerah tandus menjadi
keunggulan sekolah.
Dalam penyusunan visi, misi, dan tujuan sekolah dapat melibatkan
seluruh stakeholder terkait dan dak hanya komite sehingga semua
dapat dilaksanakan.
Melalui penetapan visi, misi, dan tujuan sekolah maka kemudian di
ndaklanju dengan penyusunan program sekolah baik jangka menengah
maupun tahunan dengan mengacu pada hasil analisis konteks. Berikut
contoh rencana program sekolah dimaksud:
No Kegiatan Indikator dan Target Waktu Pelaksana 1 Kegiatan
kurikuler,
kokurikuler maupun ekstrakurikuler
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM)
Awal tahun pelajaran
A. Struktur dan Muatan Kurikulum Sekolah Dasar 1. Struktur
Kurikulum
Tabel 1. Tabel Struktur Kurikulum Kelas 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 Mata
Pelajaran Alokasi Waktu Per Minggu KELOMPOK A I II III IV V
VI
1 Pendidikan Agama dan Budi Peker 4 4 4 4 4 4 2 Pendidikan
Pancasila dan
Kewarganegaraan 5 5 5 5 5 5
3 Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7 4 Matema ka 5 6 6 6 6 6 5 Ilmu
Pengetahuan Alam - - - 3 3 3 6 Ilmu Pengetahuan Sosial - - - 3 3
3
KELOMPOK B 1 Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 5 5 5 2 Pendidikan
Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan 4 4 4 4 4 4
3 Muatan Lokal: Wajib: Bahasa Jawa (konteksnya ada pertani an,
misal ada kisah-kisah tentang per ta nian, permainan dikaitkan
dengan pertanian) Pilihan:…………………
2 2 2 2 2 2
Jumlah Alokasi Waktu Perminggu 32 34 35 39 39 39
2120 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
2. Pengembangan Diri
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh
oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai
dengan kebutuhan, bakat, dan minat se ap peserta didik yang
disesuaikan dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri
difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga
kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui
kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri
pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir
peserta didik.
Berikut adalah contoh kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan minat
dan bakat peserta didik: a. Kewiraan
1) Pramuka. 2) UKS/ Dokter Kecil.
b. Olahraga 1) Renang. 2) Futsal. 3) Bola voli. 4) Pencak Silat. 5)
Bulu Tangkis.
c. Seni 1) Seni Lukis. 2) Seni Tari. 3) Seni Musik dan Vokal.
3. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
Pendidikan berbasis keunggulan lokal terintegrasi pada pendidikan
ekstra- kurikuler diberikan melalui beberapa kegiatan yang
terintegrasi pada kegiatan-kegiatan yang disesuaikan dengan sarana
dan prasarana yang ada di lingkungan melipu :
Kegiatan Bidang Pertanian dan Perkebunan
Lahan pertanian dan perkebunan yang tersedia dapat dimanfaatkan
untuk: a. Tanaman Obat Keluarga (TOGA) di antaranya: (jahe, sirih,
kunyit,
lengkuas, dan lain-lain). b. Warung Hidup di antaranya: cabai,
bayam, dan lain-lain. c. Lumbung Hidup di antaranya: ubi kayu,
singkong, jagung, pisang,
pepaya, dan lain-lain. d. Vertukultur di antaranya: sawi, kangkung,
dan lain-lain.
Sedangkan pendidikan keunggulan global terintegrasi pada kegiatan
yang melipu program penguasaan IPTEK peserta didik melalui
ekstrakurikuler komputer, penguasaan bahasa asing, dan
sebagainya.
B. Ragam Program dalam Pembelajaran
Sekolah yang memiliki konteks masyarakat pertanian daerah tandus
akan menyusun program sekolah yang disesuaikan dengan konteks
tersebut. Ragam pembelajarannya pun dapat mengintegrasikan dari
tema-tema terkait pertanian daerah tandus ke dalam kegiatan
intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kultur atau budaya sekolah.
Dalam kegitan intrakurikuler salah satu kegiatan yang sudah
dilakukan adalah pelaksanaan tutor sebaya, di mana anak yang
memiliki kelebihan akan membantu teman lainnya.
Kegiatan intrakurikuler yang lain tentunya perlu dikembangkan lebih
lanjut dengan mengacu pada konteks lokal. Pembiasaan anak
berdiskusi/bertanya dalam proses pembelajaran sangat perlu
diterapkan. Dalam kegiatan ekstrakurikuler atau muatan lokal seper
: memba k dan karawitan masih tergantung pada pihak luar terutama
fasilitatornya sehingga sekolah perlu menerapkan program pela han
bagi guru atau mengop malkan orang tua/wali atau pemangku kepen
ngan di sekolah untuk memfasilitasi kegiatan tersebut.
Pengembangan nilai karakter disiplin yang sudah dilakukan perlu
dikembangkan lebih lanjut, misalnya 3S (senyum-salam-sapa) ke ka
memasuki lingkungan sekolah dapat berlanjut dan diterapkan di rumah
dan lingkungan masyarakat. Kegiatan pembiasaan yang lain yaitu
pembiasaan anak untuk memimpin kegiatan tertentu, misalnya petugas
upacara, pemimpin ibadah masing-masing agama, dan lain-lain perlu
dikembangkan lebih lanjut disertai keteladanan dari pendidik.
2322 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Di sisi lain, sekolah juga terletak di daerah yang memiliki potensi
wisata baik wisata alam pantai, sungai, goa, maupun kuliner lokal.
Hal ini pun perlu diakomodir sebagai bagian dari rencana program
sekolah. Dalam kegiatan intrakurikuler, potensi wisata daerah dapat
menjadi wacana atau konteks dalam pembelajaran baik di dalam kelas
maupun di luar kelas. Upaya pelestarian kuliner lokal dapat
dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler maupun pembiasaan dalam
budaya sekolah, misalnya pada acara tertentu atau agenda ru n
mingguan/bulanan dapat membiasakan anak membawa bekal berupa
makanan lokal. Terlebih saat ini sesuatu yang sifatnya lokal dan
alami semakin menjadi daya tarik dan sekaligus mendukung menjadi
daerah tujuan wisata.
C. Bentuk Kegiatan Pembelajaran Satuan Pendidikan
Satuan pendidikan dalam mengimplementasikan kegiatan
pembelajarannya, dapat mencakup pembelajaran tatap muka, kunjungan
lapang (fi eldtrip), kegiatan pentas seni, olah raga, bazar, peneli
an sederhana, prak k pertanian, dan sebagainya.
Pembelajaran tatap muka dengan mengaitkan tema-tema yang mendukung,
misalnya: mari bertanam palawija/bibit lainnya yang dapat tumbuh di
daerah tandus. Siswa/i diajak untuk menanam bibit palawija atau
bibit lainnya sehingga siswa/i memamahi bahwa bibit-bibit apa saja
yang dapat ditanami di daerah tandus dan yang dak bisa ditanami.
Setelah itu, anak diajak melakukan pengamatan dari tanaman yang
telah ditanamnya sampai tanaman tersebut panen.
Setelah tanaman dipanen, kemudian dapat dibuat bazar atau market
day dimana anak bisa sebagai penjual dan mengundang orang tua atau
masyarakat sekitar sebagai pembelinya. Kunjungan yang dapat
dilakukan yaitu dengan mengajak siswa/i ke kebun. Siswa/i juga
dapat diajak untuk melakukan pene li an sederhana dengan melihat
tanaman yang dapat atau dak dapat tumbuh di daerah tandus kemudian
menuliskan hasilnya dalam bentuk laporan sederhana.
Banyak model yang dapat digunakan untuk melaksanakan proses belajar
mengajar (pembelajaran). Secara diametral model-model tersebut
dapat dibedakan ke dalam dua model yang sangat berbeda, yaitu model
ekspositori
(expository) dan model inkuiri (inquiry teaching method).
Menurut Slavin (2010: 225), model pembelajaran adalah suatu acuan
kepada suatu pendekatan pembelajaran termasuk tujuannya,
sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaanya. Sedangkan
menurut Trianto (2009: 35) model pembelajaran merupakan pendekatan
yang luas dan menyeluruh serta dapat diklasifi kasikan berdasarkan
tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya), dan sifat
lingkungan belajarnya. Dari dua pendapat ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pendekatan yang
komprehesif yang dapat diklasifi kasikan yang memuat tujuan,
sintaks, lingkungan belajar, dan sistem pengelolaanya.
Pengajaran inkuiri yaitu suatu model pengajaran yang menempatkan
siswa dalam situasi di mana mereka harus berpar sipasi ak f untuk
menemukan sesuatu untuk mereka sendiri. Belajar dengan inkuiri pada
hakikatnya adalah suatu cara di mana murid menemukan sesuatu untuk
dirinya sendiri. Model ekspositori lebih dikenal dengan model
pengajaran di mana ak vitas dalam proses belajar mengajar
didominasi oleh guru (pengajar). Tugas guru bukan semata-mata
mengajar (teacher centered), akan tetapi lebih kepada membelajarkan
siswa (student centered). Belajar pada hakikatnya adalah proses
interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu
siswa. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada
tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman belajar yang
dirancang dan dipersiapkan oleh guru.
Pengembangan model-model pembelajaran merupakan suatu keniscayaan
yang ha- rus dipersiapkan dan dilakukan guru dalam kegiatan
pembelajaran. Guru merupakan ujung tombak keberhasilan kegiatan
pembelajaran di sekolah/madrasah yang
RANCANGAN PEMBELAJARAN
2524 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
terlibat langsung dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan
pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dilakukan sangat
bergantung pada perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran
guru.
Hakikat belajar adalah suatu ak vitas yang mengharapkan perubahan
ngkah laku (behavioral change) pada diri individu yang belajar.
Perubahan ngkah laku terjadi karena usaha individu yang
bersangkutan. Belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor: bahan yang
dipelajari, faktor instrumental, faktor lingkungan, dan kondisi
individual si pelajar. Faktor-faktor tersebut diatur sedemikian
rupa, agar mempunyai pengaruh yang membantu tercapainya kompetensi
secara op mal. Proses belajar yang dimaksudkan untuk mencapai
tujuan pendidikan dan pembelajaran merupakan proses yang kompleks
dan senan asa berlangsung dalam berbagai situasi dan kondisi.
Masukan sistem pendidikan/sistem belajar adalah orang, informasi,
dan sumber lain. Sedangkan keluaran terdiri dari orang/siswa dengan
penampilan yang lebih maju dalam berbagai aspek.
Pada prinsipnya belajar adalah proses perubahan ngkah laku sebagai
akibat dari interaksi antara siswa dengan sumber-sumber belajar,
baik sumber yang didesain maupun yang dimanfaatkan. Proses belajar
dak hanya terjadi karena adanya interaksi antara siswa dengan guru,
bahkan hasil belajar yang maksimal dapat pula diperoleh lewat
interaksi antara siswa dengan sumber-sumber belajar lainnya.
Belajar juga dapat dipandang sebagai proses melihat, mengama , dan
memahami sesuatu yang ada di sekitas siswa. Kegiatan pembelajaran
dilakukan oleh guru dan siswa. Perilaku guru adalah membelajarkan
dan perilaku siswa adalah belajar. Perilaku pembelajaran tersebut
terkait dengan mendesain dan menerapkan model- model pembelajaran.
Model pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and learning)
adalah merupakan proses pembelajaran yang holis k dan bertujuan
membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dan mengaitkannya
dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,
sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/
keterampilan yang dinamis dan fl eksibel untuk mengkonstruksi
sendiri secara ak f pemahamannya.
Agar pembelajaran yang diselenggarakan dapat memaksimisasikan
manfaat, maka perlu dipilih suatu pendekatan atau model
pembelajaran yang sesuai dan efek f untuk suatu mata pelajaran
tertentu. Dalam pembelajaran mata pelajaran ekonomi saat ini baru
dikembangkan beberapa pendekatan/model pembelajaran, yang diyakini
memiliki efek vitas, produk vitas, dan kemanfaatan besar, serta
bermakna. Salah satu model pembelajaran tersebut yakni
pendekatan/model Contextual Teaching and Learning (CTL).
A. Penger an Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual pada
awalnya dikembangkan oleh John Dewey dari pengalaman pembelajaran
tradisionalnya. Pada tahun 1918 Dewey merumuskan kurikulum dan
metodologi pembelajaran yang berkaitan dengan pengalaman dan minat
siswa. Siswa akan belajar dengan baik jika yang dipelajarinya
terkait dengan pengetahuan dan kegiatan yang telah diketahuinya dan
terjadi di sekelilingnya. Kata kontekstual (contextual) berasal
dari kata context yang berar ”hubungan, konteks, suasana, dan
keadaan (konteks)”.
Adapun penger an CTL menurut Tim Penulis Depdiknas adalah sebagai
berikut: Pembelajaran Konstektual adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka seharihari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efek f, yakni: konstruk visme (construc vism),
bertanya (ques oning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar
(learning community), pemodelan (modelling), refl eksi (refl ec on)
dan peneli an sebenarnya (authen c assessment).
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan
dari guru ke siswa, strategi pembelajaran lebih dipen ngkan
daripada hasil. Siswa didorong untuk menger apa makna belajar, apa
manfaatnya, dan bagaimana mencapainya. Dengan demikian mereka akan
memposisikan dirinya sebagai pihak yang memerlukan bekal untuk
hidupnya nan .
Menurut Elaine B. Johnson (Hasibuan, 2014) mengatakan pembelajaran
kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk
menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Lebih lanjut, Elaine
mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem
pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan
menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan
sehari-hari siswa.
Sementara itu, Kenneth Howey R. mendefi nisikan CTL sebagai:
“Contextual teaching is teaching that enables learning in wich
student aploy their academic understanding and abili es in a
variety of in-and out of school context to solve simulated or real
world problems, both alone and with others” (CTL adalah
pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar di mana
siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam
berbagai konteks
2726 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat
simula f ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama
(Rusman, 2017).
Untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang aplika f bagi
siswa, tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan
mengalami sendiri (learning to do), dan bahkan dak hanya sekedar
pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi
yang disampaikan guru. Dengan demikian pembelajaran kontekstual
mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau dunia nyata (real
world learning), berfi kir ngkat nggi, berpusat pada siswa, siswa
ak f, kri s, krea f, memecahkan masalah, siswa belajar
menyenangkan, mengasyikkan, dak membosankan (joyfull and quantum
learning), dan menggunakan berbagai sumber belajar.
B. Hakikat Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
Ada tujuh komponen utama pembelajaran efek f, yakni: konstruk visme
(Construc vism), bertanya (Ques oning), menemukan Contextual
Teaching and Learning (CTL) sebagai Model (Inquiry), masyarakat
belajar (Learning Community), permodelan (Modeling), refl eksi
(Refl ec on), dan penilaian sebenarnya (Authen c Assessment).
Kata-Kata Kunci Pembelajaran 1) Real world learning 2) Mengutamakan
pengalaman nyata 3) Berpikir ngkat nggi 4) Berpusat pada siswa 5)
Siswa ak f, kri s, dan krea f 6) Pengetahuan bermakna dalam
kehidupan 7) Dekat dengan kehidupan nyata 8) Siswa proak f, bukan
menghafal 9) Learning bukan teaching 10) Educa on bukan instruc on
11) Pembentukan manusia 12) Memecahkan masalah 13) Siswa ak ng,
guru mengarahkan 14) Perubahan perilaku 15) Hasil belajar diukur
dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.
Terdapat Lima Elemen Belajar yang Konstruk vis k 1) Ac va ng
knowledge (pengak fan pengetahuan yang sudah ada) 2) Acquiring
knowledge (pemerolehan pengetahuan baru) dengan cara mempelajari
secara keseluruhan dulu, kemudian memperha kan detailnya. 3)
Understanding
knowledge (pemahaman pengetahuan): dengan cara menyusun (1) konsep
sementara/hipotesis, (2) melakukan sharing kepada orang lain agar
mendapat tanggapan/validasi, (3) konsep tersebut direvisi dan
dikembangkan. 4) Applying knowledge (memprak kkan pengetahuan dan
pengalaman tersebut) 5) Refl ec ng knowledge (melakukan refl eksi
terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut (Zahorik. 1995:
14 - 22).
C. Karakteris k Pembelajaran Kontekstual Menurut Johnson dalam
Nurhadi (2002: 13), ada 8 komponen yang menjadi karakteris k dalam
pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut: 1. Melakukan
hubungan yang bermakna (making meaningfull connec on). Siswa dapat
mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara ak f dalam
mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja
sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar
sambil berbuat (learning by doing). 2. Melakukan kegiatan-kegiatan
yang signifi kan (doing signifi cant work). Siswa membuat
hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada
dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota
masyarakat. 3. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated
learning). Siswa melakukan kegiatan yang signifi kan: ada
tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan
penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang sifatnya
nyata. 4. Bekerja sama (collabora ng). Siswa dapat bekerja sama.
Guru dan siswa bekerja secara efek f dalam kelompok, guru membantu
siswa memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling
berkomunikasi. 5. Berpikir kri s dan krea f (cri cal and crea ve
thinking). Siswa dapat menggunakan ngkat berpikir yang lebih nggi
secara kri s dan krea f: dapat menganalisis, membuat sintesis,
memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan
buk -buk . 6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the
individual). Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perha
an, memberi harapan- harapan yang nggi, memo vasi dan memperkuat
diri sendiri. Siswa dak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
7. Mencapai standar yang nggi (reaching high standard). Siswa
mengenal dan mencapai standar yang nggi: mengiden fi kasi tujuan
dan memo vasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada
siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence”. 8. Menggunakan
penilain auten k (using authen c assessment). Siswa menggunakan
pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan
yang bermakna. Misalnya, siswa
2928 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari
untuk dipublikasikan dalam kehidupan nyata.
D. Komponen Pembelajaran Kontekstual Terdapat 7 (tujuh) komponen
pembelajaran kontekstual yaitu konstruk visme, penemuan, bertanya,
masyarakat belajar, pemodelan, refl eksi, dan penilaian oten k. 1.
Konstruk visme (Construc vism)
Konstruk visme adalah mengembangkan pemikiran siswa akan belajar
lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
Menurut Sardiman, teori atau aliran ini merupakan landasan berfi
kir bagi pendekatan kontekstual (CTL). Pengetahuan riil bagi para
siswa adalah sesuatu yang dibangun atau ditemukan oleh siswa itu
sendiri. Jadi pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau
kaidah yang diingat siswa, tetapi siswa harus merekonstruksi
pengetahuan itu kemudian memberi makna melalui pengalaman
nyata.
2. Menemukan (Inquiry) Menemukan atau inkuiri adalah proses
pembelajaran yang didasarkan pada proses pencarian penemuan melalui
proses berfi kir secara sistema s, yaitu proses pemindahan dari
pengamatan menjadi pemahaman sehingga siswa belajar mengunakan
keterampilan berfi kir kri s. Menurut Lukmanul Hakim, guru harus
merencanakan situasi sedemikian rupa, sehingga para siswa bekerja
menggunakan prosedur mengenali masalah, menjawab pertanyaan,
menggunakan prosedur peneli an/inves gasi, dan menyiapkan kerangka
berfi kir, hipotesis, dan penjelasan yang relevan dengan pengalaman
pada dunia nyata.
3. Bertanya (ques oning) Bertanya, yaitu mengembangkan sifat ingin
tahu siswa melalui dialog interak f melalui tanya jawab oleh
keseluruhan unsur yang terlibat dalam komunitas belajar. Dengan
penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong
proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam. Dengan
mengajukan pertanyaan, mendorong siswa untuk selalu bersikap dak
menerima suatu pendapat, ide atau teori secara mentah. Ini dapat
mendorong sikap selalu ingin mengetahui dan mendalami (curiosity)
berbagai teori, dan dapat mendorong untuk belajar lebih jauh.
4. Masyarakat Belajar (learning community) Konsep masyarakat
belajar (learning community) ialah hasil pembelajaran yang
diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Guru dalam pembelajaran
kontekstual (CTL) selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-
kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa yang pandai mengajari
yang lemah, yang sudah tahu memberi tahu yang belum tahu, dan
seterusnya. Dalam prak knya “masyarakat belajar” terwujud dalam
pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke
kelas, bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan
kelas di atasnya, bekerja sama dengan masyarakat.
5. Pemodelan (modelling) Dalam pembelajaran keterampilan atau
pengetahuan tertentu, perlu ada model yang bisa di ru oleh siswa.
Model dalam hal ini bisa berupa cara mengoperasikan, cara melempar
atau menendang bola dalam olah raga, cara melafalkan dalam bahasa
asing, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Guru
menjadi model dan memberikan contoh untuk dilihat dan di ru. Apapun
yang dilakukan guru, maka guru akan ber ndak sebagai model bagi
siswa. Ke ka guru sanggup melakukan sesuatu, maka siswapun akan
berfi kir sama bahwa dia bisa melakukannya juga.
6. Refl eksi (refl ec on) Refl eksi merupakan upaya untuk melihat,
mengorganisir, menganalisis, mengklarifi kasi, dan mengevaluasi
hal-hal yang telah dipelajari. Realisasi prak k di kelas dirancang
pada se ap akhir pembelajaran, yaitu dengan cara guru menyisakan
waktu untuk memberikan kesempatan bagi para siswa melakukan refl
eksi berupa: pernyataan langsung siswa tentang apa- apa yang
diperoleh setelah melakukan pembelajaran, catatan atau jurnal di
buku siswa, kesan, dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu,
diskusi, dan hasil karya.
7. Penilaian Oten k (authen c assessment) Pencapaian siswa dak
cukup hanya diukur dengan tes saja, hasil belajar hendaknya diukur
dengan asesmen auten k yang bisa menyediakan informasi yang benar
dan akurat mengenai apa yang benar-benar diketahui dan dapat
dilakukan oleh siswa atau tentang kualitas program
pendidikan.
Penilaian oten k merupakan proses pengumpulan berbagai data untuk
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data ini dapat
berupa tes tertulis, proyek (laporan kegiatan), karya siswa,
performance (penampilan presentasi) yang terangkum dalam portofolio
siswa.
3130 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Model pembelajaran kontekstual mengacu pada sejumlah prinsip dasar
pembelajaran. Menurut Ditjen Dikdasmen Depdiknas 2002, menyebutkan
bahwa kurikulum dan pembelajaran kontekstual perlu didasarkan pada
prinsip- prinsip sebagai berikut: a. Keterkaitan, relevansi (rela
on)
Proses belajar hendaknya ada keterkaitan dengan bekal pengetahuan
(prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa.
b. Pengalaman langsung (experiencing) Pengalaman langsung dapat
diperoleh melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery),
inventory, inves gasi, peneli an dan sebagainya. Experiencing
dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses
pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan
untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan
melakukan bentuk-bentuk kegiatan peneli an yang lain secara ak
f.
c. Aplikasi (applying) Menerapkan fakta, konsep, prinsip dan
prosedur yang dipelajari dalam kelas dengan guru, antara siswa
dengan narasumber, memecahkan masalah, dan mengerjakan tugas
bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran
kontekstual.
d. Alih pengetahuan (transferring) Pembelajaran kontekstual
menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer situasi dan
konteks yang lain merupakan pembelajaran ngkat nggi, lebih dari
pada sekedar hafal.
e. Kerja sama (coopera ng) Kerja sama dalam konteks saling tukar
pikiran, mengajukan, dan menjawab pertanyaan, komunikasi interak f
antar sesama siswa, antara siswa. Penge- tahuan, keterampilan,
nilai, dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain.
Berdasarkan uraian di atas, prinsip-prinsip tersebut merupakan
bahan acuan untuk menerapkan model kontekstual dalam
pembelajaran.
Implementasi model pembelajaran kontekstual lebih mengutamakan
strategi pembelajaran dari pada hasil belajar, yakni proses
pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengiku
ga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu
di alam semesta, yaitu: 1. Prinsip
Kesalingbergantungan, 2. Prinsip Diferensiasi, dan 3. Prinsip
Pengaturan Diri. Prinsip kesalingbergantungan mengajarkan bahwa
segala sesuatu di alam semesta saling bergantung dan saling
berhubungan. Dalam CTL prinsip kesalingbergantungan mengajak para
pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik
lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan
lingkungan. Prinsip kesalingbergantungan mengajak siswa untuk
saling bekerja sama, saling mengutarakan pendapat, saling
mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan
mencari pemecahan masalah.
E. Kegiatan dan Strategi Pembelajaran Kontekstual Kegiatan dan
strategi pembelajaran kontekstual dapat ditunjukkan berupa
kombinasi dari kegiatan-kegiatan berikut ini: 1. Pembelajaran oten
k (authen c instruc on), yaitu pembelajaran yang memungkinkan siswa
belajar dalam konteks yang bermakna, sehingga menguatkan ikatan
pemikiran dan keterampilan memecahkan masalah-masalah pen ng dalam
kehidupannya. 2. Pembelajaran berbasis inkuiri (inquiry based
learning), yaitu memaknakan strategi pembelajaran dengan
metode-metode sains, sehingga diperoleh pembelajaran yang bermakna.
3. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), yaitu
pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah- masalah yang ada
di dunia nyata atau di sekelilingnya sebagai konteks bagi siswa
untuk belajar kri s dan keterampilan memecahkan masalah, dan untuk
memperoleh konsep utama dari suatu mata pelajaran. 4. Pembelajaran
layanan (serve learning), yaitu metode pembelajaran yang
menggabungkan layanan masyarakat dengan struktur sekolah untuk
medrefl eksikan layanan, menekankan hubungan antara layanan yang
dialami den pembelajaran akademik di sekolah. 5. Pembelajaran
berbasis kerja (work based learning), yaitu pendekatan pembelajaran
yang menggunakan konteks tempat kerja dan membahas penerapan konsep
mata pelajaran di lapangan. Prinsip kegiatan pembelajaran di atas
pada dasarnya adalah penekanan pada penerapan konsep mata pelajaran
di lapangan, dan menggunakan masalah-masalah lapangan untuk dibahas
di sekolah.
F. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual Dalam
pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario
tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan Contextual
Teaching and Learning (CTL)
3332 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
sebagai model bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan
dipelajari. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media
untuk mencapai tujuan, langkah-langkah pembelajaran, dan authen c
assessment-nya. Tentunya berbeda dengan program yang dikembangkan
oleh paham objek vis, penekanan program yang berbasis kontekstual
bukan pada rincian dan kejelasan tujuan, tetapi pada gambaran
kegiatan tahap demi tahap dan media yang dipakai.
Rumusan tujuan yang kecil-kecil, bukan menjadi prioritas dalam
penyusunan rencana pembelajaran berbasis Contextual Teaching and
Learning (CTL), mengingat yang akan dicapai “bukan hasil” tetapi
lebih pada “strategi belajar”. Yang diinginkan “bukan banyak tetapi
dangkal”, melainkan “sedikit tetapi mendalam”. Dalam konteks ini,
program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa
yang akan dikerjakan bersama siswanya. RPP membantu mengingatkan
guru tentang benda apa yang harus dipersiapkan, alat apa yang harus
dibawa, berapa banyak, ukurannya berapa, dan langkah- langkah apa
yang akan dikerjakan siswa. RPP-lah yang mengingatkan guru ke ka
akan berangkat ke sekolah untuk menyiapkan segala sesuatunya, untuk
kegiatan pembelajaran di sekolah.
Secara umum dak ada perbedaan yang mendasar format antara program
pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual.
Yang berbeda hanyalah pada penekanannya, program pembelajaran
konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan
dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program pembelajaran
kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam penyusunan program
pelaksanaan pem belajaran (RPP) berbasis kontekstual: a. Nyatakan
kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan
kegiat an siswa yang merupakan gabungan antara Kompetensi Dasar,
Materi Pokok, dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK).
b. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya. c. Rincilah media untuk
mendukung kegiatan itu. d. Buatlah skenario tahap demi tahap
kegiatan siswa. e. Nyatakan authen c assessment–nya, yaitu dengan
data apa siswa dapat
diama par sipasinya dalam pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL), dapat membantu meningkatkan
hasil belajar siswa karena model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL) ini lebih memfokuskan pada pemahaman serta
menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa dalam
kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekedar hafalan sehari-hari.
Sehingga dengan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
ini siswa diharapkan dapat berpikir kri s dan terampil dalam
memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu
yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.
Rancangan Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Indikator Pencapaian
Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
Nyatakan authen c assessment–nya, yaitu dengan data apa siswa dapat
diama
par sipasinya dalam pembelajaran
3534 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
G. Rancangan Pembelajaran Model Kurikulum Sekolah Dasar (SD)
Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Rancangan pembelajaran yang disusun ini dapat diterapkan pada saat
kondisi reguler dan saat kegiatan belajar dari rumah (BDR) pada
masa kondisi khusus yang sedang terjadi di suatu wilayah tertentu.
Rancangan pembelajaran yang disusun pada saat kondisi khusus dengan
menggunakan pelaksanaan kegiatan Belajar dari Rumah (BDR) dapat
menggunakan beberapa skenario berikut ini:
Skenario 1: Diskusi Grup Whatsapp
Asumsi:
Guru dan siswa melaksanakan kegiatan Belajar dari Rumah (BDR)
(tanpa tatap muka).
Semua siswa memiliki HP.
Semua siswa memiliki aplikasi Whatsapp.
Teknis Pelaksanaan: 1. Guru menyiapkan semua materi, media belajar,
buku sumber yang diper-
lukan. (foto-foto yang mendukung materi, video pembelajaran, dsb.)
2. Guru membuka grup Whatsapp (WA) yang anggotanya terdiri dari
guru
dan siswa.
3. Guru memulai pembelajaran dengan menginformasikan tujuan pem-
belajaran di hari itu.
4. Guru dan siswa saling berdiskusi terkait materi di dalam grup
Whatsapp (WA).
5. Guru dapat memberikan penugasan berupa tes melalui Google Form,
tes lisan, proyek. untuk mengetahui pemahaman siswa terkait materi
pem- belajaran yang sudah dilakukan.
6. Guru memberikan penguatan atau remedial (pengulangan) kepada
siswa di akhir pembelajaran.
Alur Skenario 1 Diskusi Grup Whatsapp
Guru menyiapkan semua media, materi, sumber belajar
Guru memulai pembelajaran melalui grup WA
Guru menginformasikan
tujuan pembelajaran
Guru membe rikan penguatan
Skenario 2: Kunjungan Rumah (Home Visit)
Asumsi: Guru dan siswa melaksanakan kegiatan Belajar dari Rumah
(BDR) melalui
kegiatan belajar tatap muka. Tidak Semua siswa memiliki HP.
Guru memberikan remedial (pengulangan) bagi siswa yang belum mampu
menyelesaikan
tugas)
3736 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Teknis Pelaksanaan Home Visit untuk siswa yang dak memiliki HP:
Guru mendata area tempat nggal siswa yang dak memiliki HP. Guru
mengelompokkan siswa sesuai daerah tempat nggalnya (yang
terdekat). Guru menyusun jadwal Home Visit. Guru menginformasikan
kelompok belajar siswa dan jadwal Home Visit. Guru menyiapkan semua
media pembelajaran dari materi yang akan
dipelajari. (foto-foto, video pembelajaran, media belajar fi sik,
dsb.) Guru memulai pembelajaran. Guru dapat memberikan penugasan
untuk siswa melalui tes lisan, tes
tertulis, proyek. Guru memberikan penguatan atau remedial
(pengulangan) di akhir
pembelajaran.
Guru memberikan penguatan atau remedial (pengulangan)
Guru memberikan penugasan
jadwal Home Visit
Guru menyiapkan materi, media, dan sumber belajar
Guru mendata area rumah nggal siswa
Guru memulai pembelajaran
PEMETAAN SUBTEMA DAN KOMPETENSI DASAR Tema 6, Merawat Hewan dan
Tumbuhan
Buku Tema k Terpadu Kurikulum 2013, Kelas II, Edisi Revisi
2017
SUBTEMA 1 SUBTEMA 2 SUBTEMA 3 SUBTEMA 4 Hewan di sekitarku Merawat
Hewan di
Sekitarku Tumbuhan di
Sekitarku Merawat Tumbuhan
1 Pembelajaran
2 Pembelajaran
3 Pembelajaran
4 Pembelajaran
5 Pembelajaran
Indonesia
KOMPETENSI DASAR PEMBELAJARAN 3 Bahasa Indonesia: 3.7 Mencerma
tulisan tegak bersambung dalam cerita dengan memperha kan
penggunaan huruf kapital (awal kalimat, nama bulan dan hari, nama
orang) serta mengenal tanda k pada kalimat berita dan tanda tanya
pada kalimat tanya.
4.7 Menulis dengan tulisan tegak bersambung menggunakan huruf
kapital (awal kalimat, nama bulan, hari, dan nama diri) serta tanda
k pada kalimat berita dan tanda tanya pada kalimat tanya dengan
benar.
Matema ka: 3.6 Menjelaskan dan menentukan panjang (termasuk jarak),
berat, dan waktu dalam
satuan baku, yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 4.6
Melakukan pengukuran panjang (termasuk jarak), berat, dan waktu
dalam satuan
baku, yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Seni Budaya dan
Prakarya (SBdP): 3.1 Mengenal karya imajina f dua dan ga dimensi.
4.1 Membuat karya imajina f dua dan ga dimensi.
3938 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
SENI BUDAYA DAN PRAKARYA (SBDP) Kompetensi Dasar: 3.1 Mengenal
karya imajina f dua
dan ga dimensi 4.1 Membuat karya imajina f dua
dan ga dimensi
BAHASA INDONESIA Kompetensi Dasar: 3.7. Mencerma tulisan tegak
bersam-
bung dalam cerita dengan memper- ha kan penggunaan huruf kapital
(awal kalimat, nama bulan dan hari, nama orang) serta mengenal
tanda k pada kalimat berita dan tanda
tanya pada kalimat tanya. 4.7. Menulis dengan tulisan tegak
bersam-
bung menggunakan huruf kapital (awal kalimat, nama bulan, hari, dan
nama diri) serta tanda k pada kalimat berita dan tanda tanya pada
kalimat tanya dengan benar.
MATEMATIKA Kompetensi Dasar: 3.6. Menjelaskan dan menen-
tukan panjang (termasuk jarak), berat, dan waktu dalam satuan baku,
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
4.6. Melakukan pengukuran panjang (termasuk jarak), berat, dan
waktu dalam satuan baku, yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari.
tanya pada nar.
Kelas/Semester : 2/SEMESTER 1
Materi Pokok : • Menulis Kalimat dengan Huruf Kapital dan Tanda
Baca yang
Tepat • Menimbang Buah Jagung • Menggambar Buah Jagung
Alokasi Waktu : 6 X 35 menit (6 jam pelajaran/JP)
KOMPETENSI DASAR (KD) BAHASA INDONESIA: 3.7 Mencerma tulisan tegak
bersambung dalam cerita dengan memperha kan
penggunaan huruf kapital (awal kalimat, nama bulan dan hari, nama
orang) serta mengenal tanda k pada kalimat berita dan tanda tanya
pada kalimat tanya
4.7 Menulis dengan tulisan tegak bersambung menggunakan huruf
kapital (awal kalimat, nama bulan, hari, dan nama diri) serta tanda
k pada kalimat berita dan tanda tanya pada kalimat tanya dengan
benar
MATEMATIKA: 3.6 Menjelaskan dan menentukan panjang (termasuk
jarak), berat, dan waktu dalam
satuan baku, yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 4.6
Melakukan pengukuran panjang (termasuk jarak), berat, dan waktu
dalam satuan
baku, yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari SENI BUDAYA DAN
PRAKARYA (SBDP) 3.1 Mengenal karya imajina f dua dan ga dimensi 4.1
Membuat karya imajina f dua dan ga dimensi
INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI (IPK) BAHASA INDONESIA 3.7.1.
Menemukan penggunaan tanda k pada kalimat berita dalam tulisan
tegak
bersambung. 4.7.1. Menulis kalimat dengan mengunakan huruf kapital
pada awal kalimat dan tanda
k di akhir kalimat.
4140 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
MATEMATIKA 3.6.1. Menentukan berat buah jagung. 4.6.1. Menimbang
berat buah jagung dengan mengunakan mbangan kue. SENI BUDAYA DAN
PRAKARYA (SBDP) 3.1.1. Mengiden fi kasi karya imajina f dua
dimensi. 4.1.1. Menggambar karya imajina f dua dimensi (menggambar
buah jagung).
TUJUAN PEMBELAJARAN Melalui kegiatan membaca teks bacaan, siswa
dapat mengiden fi kasi penggunaan
tanda k dengan tepat. Melalui kegiatan penugasan, siswa dapat
memperbaiki teks dengan menuliskan
kembali teks tersebut menggunakan huruf tegak bersambung dengan
memperha kan ejaan dan penggunaan tanda baca dengan benar.
Melalui kegiatan prak k menimbang buah jagung, siswa dapat
menghitung berat buah jagung dengan teli .
Melalui kegiatan presentasi, siswa dapat menginden fi kasi berbagai
ragam berat buah jagung di se ap kelompok siswa dengan benar.
Melalui kegiatan pengamatan gambar buah jagung, siswa dapat
mengetahui contoh karya dua dimensi dengan benar.
Melalui kegiatan tanya jawab, siswa dapat mengiden fi kasi
ciri-ciri buah jagung dengan tepat.
Melalui kegiatan penugasan, siswa dapat menggambar buah jagung
dengan baik. SARANA DAN PRASARANA
1. Lampu ruang kelas yang memadai 2. Ruang kelas yang cukup
luas
MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN • Model Pembelajaran: Contextual
Teaching Learning • Metode: Kunjungan Lapang, Pengamatan, Prak k,
Penugasan
KEGIATAN PEMBELAJARAN UTAMA • Pengaturan siswa: kelompok terdiri
dari lima orang
MATERI AJAR, ALAT, DAN BAHAN • Materi Ajar: Bahan bacaan siswa •
Alat: Timbangan, pensil warna, spidol, pensil warna • Bahan: Buah
Jagung, Gambar Jagung (gambar dua dimensi), lembar kerja siswa •
Sumber Belajar: Buku-buku referensi tentang tanaman jagung, materi
gambar dua
dimensi, dan Buku Matema ka Tema k Kelas 2 SD. PERSIAPAN
PEMBELAJARAN
Langkah-langkah yang perlu dipersiapakan oleh guru sebelum
mengajar: 1. Siapkan semua alat dan bahan seluruhnya (di atas meja
guru) 2. Meja dan kursi siswa sudah dalam posisi berkelompok 3.
Lampu kelas dipas kan semua dalam kondisi op mal (menyala dengan
terang) 4. Kelas dalam keadaan bersih dan dak bau
URUTAN KEGIATAN PEMBELAJARAN Kegiatan Pendahuluan (10 menit)
• Kelas dimulai dengan salam, menanyakan kabar dan memeriksa
kehadiran siswa • Kelas dilanjutkan dengan do’a dipimpin oleh salah
seorang siswa. Siswa yang diminta
memimpin do’a hari ini adalah siswa yang hari ini datang paling
awal. • Siswa diingatkan untuk selalu mengutamakan sikap disiplin
se ap saat dan
manfaatnya bagi tercapainya cita-cita. • Guru memberi mo vasi
kepada siswa agar semangat dalam mengiku pembelajaran
yang akan dilaksanakan. • Siswa diminta maju ke depan kelas oleh
guru untuk me-review atau menjelaskan
sedikit materi pelajaran sebelumnya • Guru menjelaskan kegiatan
yang akan mereka lakukan hari ini dan apa tujuan yang
akan dicapai dari kegiatan tersebut. • Guru dan siswa menyanyikan
salah satu lagu nasional
Kegiatan In (190 menit) Lokasi di sekolah: • Guru akan membentuk
lima kelompok siswa. • Guru menyajikan beberapa pertanyataan untuk
dijawab oleh siswa • Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah:
1. Siapa siswa yang dapat menyebutkan nama-nama buah? harap berdiri
dan mem- ben tuk satu kelompok (pilih lima siswa yang menunjuk
tangan tercepat, bila semua sudah menjawab dengan tepat maka
kelompok tersebut menjadi kelompok satu)
2. Siapa siswa yang hobi membaca buku? harap berdiri dan membentuk
satu kelom- pok (pilih lima siswa yang menunjuk tangan tercepat,
lalu menjadi kelompok dua)
3. Siapa siswa yang senang membantu orang tuanya? Harap berdiri dan
membentuk satu kelompok (pilih siswa yang menunjuk tangan tercepat,
lalu menjadi kelompok ga)
4. dan seterusnya. • Apabila kelompok telah terbentuk, siswa
memberikan nama kelompoknya masing-
masing yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, misal, yaitu:
Kelompok Ter b, Kelompok Rajin, Kelompok Jujur, Kelompok Ramah,
Kelompok Sehat.
• Guru mengajak siswa mengunjungi rumahnya untuk melihat kebun
jagung yang dimilikinya.
Lokasi Kebun Jagung Bu Guru: • Siswa mengama kebun jagung milik Bu
Guru dengan cermat • Siswa mencatat semua hal yang diama di kebun
jagung milik Bu Guru • Siswa bertanya tentang semua yang ditemukan
di kebun jagung Bu Guru • Siswa mencatat semua jawaban yang
disampaikan oleh Bu Guru • Siswa memanen beberapa buah jagung yang
telah matang untuk kemudian dibawa ke
sekolah • Siswa kembali ke sekolah
4342 Inspirasi Diversifi kasi Kurikulum Model Kurikulum Sekolah
Dasar (SD): Konteks Masyarakat Pertanian Daerah Tandus
Lokasi Sekolah: • Siswa berdiskusi dengan teman kelompoknya hasil
pengamatan di kebun jagung milik
Bu Guru • Hasil pengamatan dituliskan di karton manila • Saat siswa
bekerja dalam kelompok, guru harus berjalan berkeliling untuk memas
kan
bahwa masing-masing kelompok mengerjakan sesuai tugasnya • Setelah
kegiatan diskusi selesai maka se ap kelompok maju ke depan kelas
untuk
mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya. • Siswa lainnya dapat
memberikan pendapat ataupun memberikan pertanyaan
terhadap kelompok yang sedang maju. • Siswa difasilitasi dan
dibimbing dalam menganalisis dan memberikan penilaian
terhadap hasil presentasi kelompok lain. • Sesudah kegiatan
presentasi selesai maka hasil kerja siswa ditempelkan di
mading
kelas (bila dak ada mading maka hasil kerja siswa dapat ditempel di
dinding kelas dengan rapi)
• Guru memberikan penguatan • Siswa membaca teks bacaan yang telah
disipakan yaitu teks bacaan tentang kebun
jagung milik ibu guru. • Siswa mengiden fi kasi jumlah kalimat yang
terdapat dalam bacaan • Siswa mengama penggunaan tanda k pada
kalimat berita dalam teks bacaan. • Siswa memperbaiki teks dengan
menuliskan kembali teks tersebut menggunakan
huruf tegak bersambung dengan memperha kan ejaan dan penggunaan
tanda baca dengan benar.
• Siswa mengama kumpulan buah jagung dan mbangan kue yang telah
disiapkan oleh guru
• Siswa berkumpul di dal