Post on 06-Mar-2019
3
TINJAUAN PUSTAKA
Parung Farm
Parung Farm merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang
produksi sayuran yang ditanam secara hidroponik. Parung Farm berlokasi di Jalan
Raya Parung-Bogor No. 546, Bogor. Kebun yang dimiliki Parung Farm seluas
10 ha yang terbagi menjadi tiga tempat, yaitu Parung, Sukabumi, dan Cianjur.
Kebun di daerah Cianjur dan Sukabumi diperuntukkan bagi sayuran dataran
tinggi seperti selada, petsai dan kailan, sedangkan kebun di Parung diperuntukkan
bagi sayuran dataran rendah seperti bayam dan kangkung. Parung Farm
menggunakan modifikasi teknologi dalam memproduksi sayuran hidroponik.
Aplikasi modifikasi teknologi yang digunakan yaitu dengan sistem NFT
(nutrient film technique), aeroponic, dynamic root floating, dan drip irigation.
Hidroponik
Hidroponik berasal dari bahasa Yunani, yaitu hydros yang berarti air dan
ponos yang berarti pekerja. Hidroponik dapat didefinisikan sebagai budidaya
tanaman pada media tanam selain tanah dan menggunakan campuran nutrisi
esensial yang dilarutkan di dalam air (Sudarmodjo, 2008).
Budidaya tanaman secara hidroponik memiliki banyak kelebihan,
diantaranya adalah produksi tanaman lebih tinggi, terbebas dari hama dan
penyakit, tanaman tumbuh lebih cepat, pemakaian pupuk lebih hemat, hasil panen
kontinyu, dapat ditanam di luar musim dan di tempat yang kurang cocok, serta
terhindar dari resiko banjir, erosi, dan kekeringan (Lingga, 1999). Kelemahan dari
sistem hidroponik yaitu membutuhkan biaya investasi dan biaya produksi yang
tinggi, serta dibutuhkan ketrampilan khusus untuk mengoperasikan peralatan
hidroponik.
Tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik dapat tumbuh optimal bila
didukung dengan penggunaan media tanam yang baik. Media tanam yang baik
dapat mendukung daerah perakaran untuk memperoleh nutrisi, air, dan oksigen.
4
Media tanam hidroponik memiliki persyaratan antara lain steril dan bersih, dapat
menyimpan air sementara, porous, memiliki pH netral, tidak mudah lapuk, bebas
racun dan hama penyakit, serta tidak menimbulkan reaksi kimia yang
mengganggu pertumbuhan tanaman. Media tanam hidroponik dapat menggunakan
berbagai macam bahan seperti pasir, batu bata, styrofoam, arang sekam, busa,
cocopeat, kerikil, rockwool, air, bahkan udara (Lestari, 2009).
Pertumbuhan tanaman yang optimal pada budidaya secara hidroponik
dipengaruhi oleh nutisi, air, dan oksigen.
1. Nutrisi
Menurut Resh (2004) unsur penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman terdiri dari unsur makro dan mikro. Unsur makro terdiri dari karbon
(C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca),
sulfur (S), dan magnesium (Mg). Unsur mikro terdiri dari besi (Fe), klor (Cl),
mangan (Mn), boron (B), seng (Zn), tembaga (Cu), dan molibdenum (Mo).
Banyaknya larutan nutrisi diberikan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.
Penggunaan pH untuk larutan nutrisi yaitu netral (5.5-6.5). Pada kondisi
asam (pH di bawah 5.5) dan basa (pH di atas 6.5) beberapa unsur mulai
mengendap sehingga tidak dapat diserap oleh akar yang mengakibatkan tanaman
mengalami defisiensi unsur terkait.
Konsentrasi hara perlu diperhatikan yaitu dengan penggunaan EC yang
tepat. EC yang digunakan di persemaian adalah 1.0-1.2 mS/cm, sedangkan EC
pada pembesaran sayuran daun adalah 1.5-2.5 mS/cm. EC yang terlalu tinggi
tidak dapat diserap tanaman karena terlalu jenuh. Batasan jenuh EC untuk sayuran
daun ialah 4.2 mS/cm, bila EC lebih tinggi lagi terjadi toksisitas dan sel-sel
mengalami plasmolisis (Sutiyoso, 2004).
2. Air
Penggunaan air yang bersih dan higienis merupakan persyaratan mutlak
untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Air yang digunakan juga tidak mengandung
logam-logam berat dalam jumlah besar, karena dapat meracuni tanaman.
5
3. Oksigen
Oksigen diperlukan tanaman untuk proses respirasi atau pernapasan. Proses
respirasi akan menghasilkan energi yang digunakan untuk penyerapan air dan
hara. Konsentrasi oksigen yang kurang menyebabkan respirasi menurun dan
pertumbuhan tanaman akan terhenti. Oksigen yang kurang dapat diperbaiki
dengan menambah aerator atau dengan menurunkan temperatur larutan nutrisi
(Sutiyoso, 2004).
Budidaya tanaman secara hidroponik dapat dilakukan dengan berbagai
sistem. Menurut Karsono (2008) terdapat 6 tipe dasar sistem hidroponik, yaitu:
1. Sumbu (Wick)
Sistem sumbu adalah tipe hidroponik paling sederhana dan merupakan
sistem pasif (tidak ada bagian yang bergerak). Larutan nutrisi diserap ke media
tanam dari tandon menggunakan sumbu dengan memanfaatkan daya kapilaritas
sumbu. Kekurangan dari sistem ini adalah apabila tanaman berukuran besar dan
membutuhkan air lebih banyak dari yang dialirkan oleh sumbu. Hidroponik
sistem sumbu dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber: Karsono, 2008
Gambar 1. Hidroponik Sistem Sumbu
2. Kultur Air (Water Culture)
Kultur air merupakan sistem yang paling sederhana dari sistem hidroponik
aktif. Penopang tanaman mengapung langsung di atas permukaan larutan nutrisi.
Sebuah pompa udara menyuplai banyak gelembung udara dalam larutan nutrisi
6
dan menyediakan oksigen bagi tanaman. Kekurangan dari sistem ini adalah
tidak dapat berhasil baik untuk tanaman besar dan berjangka panjang. Gambar 2
menunjukkan hidroponik sistem kultur air.
Sumber: Karsono, 2008
Gambar 2. Hidroponik Sistem Kultur Air
3. Pasang Surut (Ebb and Flow)
Sistem pasang surut bekerja dengan membanjiri nampan pertumbuhan
dengan larutan nutrisi selama beberapa waktu dan mengeringkannya kembali
dengan mengembalikan larutan ke tandon penampung. Sistem ini menggunakan
pompa terendam yang terhubung dengan pengatur waktu (timer). Kekurangan
sistem ini adalah pada beberapa tipe media tanam sensitif pada ketiadaan
listrik, pompa, dan pengatur waktu. Hidroponik pasang surut dapat dilihat pada
Gambar 3.
Sumber: Karsono, 2008
Gambar 3. Hidroponik Sistem Pasang Surut
7
4. Sistem Tetes (Drip System)
Pengoperasian sistem ini cukup mudah, yaitu melalui pengatur waktu yang
akan menyalakan pompa sehingga larutan nutrisi menetes pada pusat tiap tanaman
dari selang penetes kecil. Hidroponik sistem tetes dibagi menjadi dua, yaitu sistem
tetes tertutup dan terbuka. Pada hidroponik sistem tetes tertutup, kelebihan
larutan nutrisi yang mengalir akan ditampung ke tandon untuk dipakai kembali,
sedangkan hidroponik sistem tetes terbuka kelebihan larutan nutrisi yang
mengalir akan dibuang. Hidroponik sistem tetes dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber: Karsono, 2008
Gambar 4. Hidroponik Sistem Tetes
5. Teknik Lapisan Tipis Nutrien (Nutrient Film Technique/NFT)
Sumber: Karsono, 2008
Gambar 5. Hidroponik Sistem NFT
Sistem NFT memiliki aliran larutan nutrisi yang konstan sehingga tidak
dibutuhkan pengatur waktu untuk menyalakan pompa rendamnya. Larutan nutrisi
dipompa ke nampan pertumbuhan kemudian mengalir ke tanaman dan kembali ke
8
tendon. Sistem NFT sangat rentan terhadap kegagalan pompa dan aliran listrik,
serta akar tanaman cepat kering jika aliran larutan nutrisi terganggu. Gambar 5
menunjukkan hidroponik sistem NFT.
6. Aeroponik (Aeroponic)
Sistem ini menggunakan teknologi yang tinggi. Akar tanaman
menggantung di udara dan dikabuti dengan larutan nutrisi. Pengabutan biasanya
dilakukan setiap beberapa menit. Akar tanaman yang menggantung di udara
menyebabkan akar cepat mengering jika proses pengabutan terganggu.
Hidroponik sistem aeroponik dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber: Karsono, 2008
Gambar 6. Hidroponik Sistem Aeroponik
Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam budidaya tanaman
adalah kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Akan tetapi
hal tersebut dapat diatasi dengan penggunaan struktur bangunan untuk
pemeliharaan tanaman yang disebut greenhouse. Menurut Prihmantoro dan
Indriani (1998) tujuan penggunaan greenhouse yaitu mengoptimalkan perawatan
tanaman, mengurangi pengaruh negatif cuaca, serta mengurangi intensitas
serangan hama dan penyakit.
Pembuatan greenhouse dapat menggunakan berbagai macam bahan.
Menurut Sutiyoso (2004) bahan-bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan
greenhouse adalah plastik, net, kasa, dan udara terbuka.
9
1. Plastik
Plastik yang digunakan adalah plastik jenis khusus, yaitu mengandung heat
resistant chemical yang dapat menyerap sinar ultra violet (UV). Ada beberapa
macam plastik UV berdasarkan kadar bahan peredam panas yaitu kadar 6%,
9%, 12%, dan 14%. Hujan tidak dapat menembus plastik sehingga di dalam
greenhouse kondisinya tetap kering dan kelembaban dapat dikendalikan. Sisi
greenhouse ditutup dengan screen atau kasa agar hama tidak masuk.
2. Net
Greenhouse yang terbuat dari net memiliki atap yang rata dan terbuat dari
net plastik hitam. Net yang biasa digunakan adalah 65% calculated shade
(peredaman cahaya yang diperhitungkan). Kelemahan dari greenhouse net adalah
hujan dapat menembus ke dalam greenhouse sehingga menjadi becek dan pekerja
kehujanan, lingkungan yang lembab juga memberi peluang bagi hama dan
penyakit berkembang. Sisi greenhouse net ditutup dengan kasa untuk mengurangi
intensitas hama penyakit.
3. Kasa
Greenhouse yang tebuat dari kasa berbentuk seperti greenhouse net tetapi
atapnya terbuat dari screen yang dibentangkan hingga tegang dan rata. Kasa
yang digunakan berukuran 60 mesh yang berarti ada 60 lubang dalam 1 cm². Sisi
greenhouse ditutup dengan kasa untuk mengurangi intensitas hama penyakit.
Kelemahan dari bahan kasa yaitu kebun menjadi becek jika hujan, kelembaban
kebun tinggi di musim hujan sehingga memungkinkan hama dan penyakit
berkembang, dan karyawan berhenti bekerja bila hujan.
4. Udara Terbuka
Budidaya secara hidroponik dapat dilakukan di udara terbuka. Budidaya
hidroponik di udara terbuka kelemahannya yaitu daun tanaman menjadi gosong,
terdapat rasa getir, dan sayuan lebih berserat.
Keberhasilan sistem hidroponik sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Menurut Sutiyoso (2004) faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan
sistem hidroponik yaitu:
10
1. Curah Hujan
Tiap daerah memiliki curah hujan dan tipe distribusi hujan yang berbeda
sehingga diperlukan penyesuaian pola produksi yang disesuaikan dengan kondisi
ekosistemnya. Curah hujan yang tinggi menjadikan lingkungan lembab dan
memberi kesempatan hama dan penyakit untuk berkembang dan menyerang
tanaman.
2. Kelembaban
Kondisi relative humidity (RH) yang optimal untuk berhidroponik sekitar
70%, karena pada RH tersebut evapotranspirasi masih cukup besar untuk
menunjang pertumbuhan tanaman dan kelembaban masih cukup tinggi untuk
menjaga keseimbangan antara evapotranspirasi dan pasokan air ke akar. Pada RH
di atas 70%, kelembaban masih terlalu tinggi sehingga evapotranspirasi dan daya
serap akar tanaman akan berkurang. Pada RH di bawah 70%, proses
evapotranspirasi yang terjadi terlalu tinggi dan tidak diimbangi dengan
pengadaan air oleh tanaman sehingga tanaman akan layu.
3. Cahaya
Cahaya berpengaruh pada proses fotosintesis tanaman. Kondisi cuaca yang
mendung mengurangi intensitas cahaya matahari sehingga dianggap fotosintesis
tidak ada. Bahan baku untuk sintesis minim pasokannya yang menyebabkan
pembentukan protein, sel, jaringan, dan organ berlangsung tidak sempurna
sehingga tanaman menjadi kurus, warna daun pucat, dan rentan terhadap penyakit.
4. Temperatur
Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan tanaman yaitu
25-27°C pada siang hari dan 18°C pada malam hari. Temperatur yang terlalu
tinggi menyebabkan reaksi kimia berjalan sangat cepat sehingga proses fisiologi
pada tanaman berantakan.
5. Ketinggian Tempat (Elevasi)
Ketinggian tempat menentukan jenis tanaman yang cocok untuk ditanam di
daerah tertentu sehingga akan berpengaruh juga terhadap keberhasilan budidaya
tanaman yang dilakukan.
11
6. Angin
Udara yang terlalu panas di dalam greenhouse perlu dikeluarkan dengan
bantuan angin. Angin membawa udara segar yang berkadar CO2 tinggi ke dalam
greenhouse. CO2 dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fotosintesis, tetapi angin
yang terlalu kencang dapat merobohkan greenhouse dan merusak tanaman.
Bayam
Bayam termasuk tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4
yang mampu mengikat gas CO2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi
yang tinggi pada beragam ekosistem. Bayam memiliki siklus hidup yang relatif
singkat, umur panen tanaman ini 3-4 minggu. Sistem perakarannya adalah akar
tunggang dengan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang menyebar ke
semua arah. Umumnya perbanyakan tanaman bayam dilakukan secara generatif
yaitu melalui biji (Hadisoeganda, 1996).
Bayam merupakan jenis sayuran daun dari keluarga amaranthaceae yang
memiliki sekitar 60 genera, dan terbagi ke dalam 800 spesies bayam (Grubben,
1976). Klasifikasi ilmiah tanaman bayam adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermathopyta
Class : Angiospermae
Subclass : Dicotyledone
Ordo : Caryophyllales
Famili : Amaranthaceae
Genus : Amaranthus
Species : Amaranthus spp.
Bayam dapat tumbuh di dataran tinggi dan dataran rendah. Bayam dapat
tumbuh optimal pada pH netral (6-7). Ketinggian tempat yang optimum untuk
pertumbuhan bayam yaitu kurang dari 1 400 m dpl. Kondisi iklim yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan bayam adalah curah hujan yang mencapai lebih
12
dari 1 500 mm/tahun, cahaya matahari penuh, suhu udara berkisar 17-28°C,
serta kelembaban udara 50-60% (Lestari, 2009).
Kandungan gizi yang terdapat pada 100 g bayam adalah 36 kalori; 3.5 g
protein; 6.5 g karbohidrat; 0.5 g lemak; 267 mg kalsium; 67 mg fosfor; 3.9 mg
zat besi; 6.090 SI vitamin A; 0.08 vitamin B1; 80 mg vitamin C; dan 86.9 g air.
Menurut Hadisoeganda (1996) kandungan terpenting yang terdapat pada bayam
adalah kalsium dan zat besi yang dapat mengatasi anemia (kekurangan darah).
Bayam dapat dimanfaatkan sebagai olahan pangan, obat, serta bahan
kecantikan. Beberapa khasiat bayam yaitu sumber vitamin dan tonikum akibat
kekurangan gizi, anemia, maupun sakit lever; mengatasi kekurangan vitamin A,
B, C, kalsium, dan zat besi; bayam segar yang dicampur madu dapat mengobati
bronkhitis, asma, dan tuberkulosis; sari daun bayam segar dapat memperlambat
penuaan dini; sari daun bayam segar yang dioleskan pada kulit kepala dan rambut
dapat merangsang pertumbuhan rambut yang sehat (Rukmana, 2005).
Budidaya Bayam
Benih yang akan ditanam sebaiknya dibibitkan terlebih dahulu. Menurut
Karsono, Sudarmodjo, dan Sutiyoso (2002) penyebaran benih di persemaian
sebaiknya tidak terlalu rapat supaya bibit memperoleh cahaya matahari yang
cukup. Setelah benih disebar, media harus segera disiram. Penyiraman tidak hanya
menggunakan air tetapi juga dicampur dengan pupuk. Umur 10-14 hari bibit
sudah dapat dipindah tanam.
Menurut Karsono, Sudarmodjo, Sutiyoso (2002) yang perlu diperhatikan
dalam perawatan tanaman di instalasi hidroponik adalah:
1. Curah Larutan Hara
Curah atau flowrate adalah kecepatan atau volume pengaliran larutan hara
yang diberikan pada setiap tanaman. Jika curah terlalu kecil tanaman hanya
sedikit menyerap air dan hara sehingga pertumbuhan menjadi lambat.
2. Kepekatan Kandungan Hara dalam Larutan
Pengukuran kepekatan pupuk dalam sistem hidroponik digunakan istilah EC
(Electro Conductivity) dengan satuan mmho/cm atau mS/cm. EC di persemaian
13
adalah 1.0-1.2 mS/cm sedangkan EC di pembesaran adalah 1.5-2 mS/cm. EC
yang tepat dapat mempersingkat umur tanaman, bobot tanaman lebih besar, serta
cita rasa produk lebih tinggi.
3. Pengendalian Hama dan Penyakit
Berbagai jenis hama yang sering terdapat pada budidaya secara hidroponik
yaitu ulat, kumbang, kepik, kutu, ataupun keong. Hama biasanya menyerang
tanaman dengan cara menusuk, menggigit, dan mengunyah. Penyakit yang sering
menyerang biasanya disebabkan oleh cendawan, bakteri, dan virus dengan cara
mengeluarkan toksin. Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara
mekanis, biologis, maupun kimia.
Panen Bayam
Menurut Utama (2005) faktor yang berpengaruh langsung terhadap mutu
sayuran yang akan dijual adalah waktu panen dan metode pemanenan yang
digunakan. Waktu terbaik untuk panen adalah pagi atau sore hari saat suhu
lingkungan rendah karena sayuran daun sensitif terhadap pemanenan selama
periode panas.
Tenaga pemanen yang umum digunakan di Indonesia yaitu tenaga manusia.
Keuntungan pemanenan dengan tenaga manusia adalah dapat dilakukan petik pilih
dan berkurangnya kerusakan fisik karena pemanenan dilakukan secara hati-hati.
Kelemahan pemanenan dengan tenaga manusia adalah waktu yang diperlukan
lebih lama sehingga memerlukan biaya yang lebih tinggi (Utama, 2005).
Menurut Sutiyoso (2004) sayuran daun dapat dipanen bila telah mencapai
bobot maksimal. Bila tanaman sudah menampakkan inisiasi pembungaan maka
panen dianggap telah terlambat. Pemanenan dapat dilakukan dengan mencabut
tanaman beserta akar agar daya tahan sayuran lebih lama saat dipasarkan.
Pasca Panen Bayam
Menurut Satari (1983) pasca panen merupakan kegiatan perlakuan dan
pengolahan langsung produk pertanian pangan tanpa mengubah struktur asli
produk tersebut. Tahap penanganan pasca panen meliputi:
14
a. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada
produk. Menurut Peleg (1985) pencucian ada dua macam yaitu pencucian basah
dan pencucian kering. Pencucian basah dilakukan dengan perendaman,
penghilangan kotoran, dan pestisida dengan air. Pencucian kering dilakukan
dengan cara membersihkan permukaan kulit komoditas dari kotoran tetapi tidak
dapat membersihkan residu bahan kimia dan kotoran yang tersembunyi.
b. Penyortiran (sorting) dan Pengkelasan (grading)
Penyortiran (sorting) dilakukan untuk memisahkan sayuran yang mutunya
rendah (ukuran terlalu kecil, kematangan tidak sesuai, lecet, memar, dan busuk).
Pengkelasan (grading) merupakan operasi pemisahan sayuran berdasarkan kelas
mutu, dapat berdasarkan ukuran volume maupun ukuran panjang serta tingkat
kematangan atau warna (Muchtadi dan Anjarsari, 1995).
c. Pengemasan
Pengemasan yang baik dapat mencegah kehilangan hasil, memelihara mutu,
mengurangi kerusakan mekanis, meningkatkan estetika, serta dapat mengawetkan
bahan. Menurut Broto (1993) kemasan yang ideal adalah kemasan yang mudah
diangkut, aman, ekonomis, mudah untuk menghitung jumlahnya, dan dapat
menjamin kebersihan produk.
d. Pengangkutan
Menurut Pantastico (1986) tujuan akhir dari sistem pengangkutan adalah
menyajikan produk segar dari kebun kepada konsumen. Pengangkutan di daerah
tropik sering mengalami kerugian yang besar pada beberapa titik distribusi seperti
kerusakan komoditas, penanganan kasar, keterlambatan yang tidak sesuai aturan,
pemuatan, dan pembongkaran yang kurang hati-hati.
e. Pemasaran
Kegiatan produksi sayuran komersial yang segar dan bermutu tinggi dengan
harga yang layak dan keuntungan yang memadai memerlukan penanganan yang
baik mulai dari perencanaan tanam hingga pemasarannya ke konsumen. Beberapa
jenis pasar yang digunakan untuk menyalurkan produk sayuran yaitu pasar umum,
15
pasar induk, pasar swalayan, pasar khusus (hotel, rumah sakit, restoran, industri,
usaha katering), pasar ekspor, dan koperasi (Rahardi et al., 2001).
Kehilangan Hasil Pasca Panen
Kehilangan (loss) dapat diartikan sebagai suatu perubahan dalam
ketersediaan (availability) dan jumlah yang dimakan (edibility), yang akhirnya
dapat berakibat bahan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Kehilangan (loss)
pada sayuran dapat terjadi dengan sendirinya setelah dipanen karena adanya
aktivitas bermacam-macam enzim (Muchtadi dan Anjarsari, 1995).
Menurut Peleg (1985) kehilangan hasil saat penanganan pasca panen
disebabkan oleh penyusutan, benturan saat pemindahan ke kontainer lain,
transportasi dari kebun ke penyimpanan, transportasi jarak jauh, pemrosesan, dan
transportasi dari penyimpanan ke toko.