Post on 07-Aug-2015
description
ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) BRONKOPNEUMONIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bronkopneumonia adalah peradangan akut pada paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus. Bronkopneumonia
merupakan penyumbang kematian balita di dunia sekitar 1,6-2,2 juta balita dengan proporsi 19%. Masalah yang sering muncul
pada klien dengan Boncopnemonia adalah tidak efektifnya bersihan jalan napas, resiko tonggi terhadap infeksi, klurang
pengetahuan, intolerasnsi aktivitas, tidak efektifnya pola napas.
Hasil penelitian diperoleh trend kunjungan penderita bronkopneumonia berdasarkan data tahun 2005-2009 menunjukkan
penurunan dengan persamaan garis Y= 16,6-X. Proporsi berdasarkan sosiodemografi yaitu kelompok umur 2-11 bulan 48,5%, sex
ratio168%, dan Kota Medan 71,0%. Bronkopneumonia berat 28,0%, jumlah kunjungan berulang satu kali 94,1%, gizi buruk 4,2%,
imunisasi tidak lengkap 82,9%, pendidikan ayah dan ibu SLTA dan Akademi/PT masing –masing 42,9% dan 42,1%, pekerjaan ayah
pegawai swasta 39,1%, ibu rumah tangga 45,5%, jumlah anak orang tua tiga 60,0%, anak ke tiga 60,0%, lama rawatan rata-rata
4,70 hari, dan meninggal 4,8%.
Jika broncopnemonia terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidakmemadai pada broncopnemonia dapat menimbulka
empisema, rusaknya jalan napas, bronkitis, maka diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, kami merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam mengenai penyakit
broncopneumonia untuk dapat mengetahui bagaimana melakukan asuhan keperawatan pada pasien bronkopnemonia dengan
pendekatan proses keperawatan yang benar.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan penyakit broncopneumonia?
1.3 Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan penyakit broncopneumonia.
1.4 Tujun Khusus
1.4.1 Untuk mengetahui secara keseluruhan mengenai penyakit broncopneumonia
1.4.2 Menambah pengetahuan mengenai berbagai penyakit pada sistem pernafasan salah satunya broncopneumonia yang telah
terjadi di masyarakat sekitar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Bronkopneumonia adalah pneumonia yang terdapat di daerah bronkus kanan maupun kiri atau keduanya.
Bronkopneumonia (pneumonia lobularis) adalah peradangan pada parenkim paru yang awalnya terjadi di bronkioli terminalis dan
juga dapat mengenai alveolus sekitarnya. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk
bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran
nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang
yang lemah, pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. Bronkopneumonia sering disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
2.2 Klasifikasi Pneumonia
2.2.1 Berdasarkan Sumber Infeksi
a. Pneumonia yg didapat di masyarakat (Community-acquired pneumonia.)
1.) Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama pada orang dewasa
2.) Haemophilus influenzae merupakan penyebab yang sering pada anak-anak
3.) Mycoplasma sering bisa menjadi penyebab keduanya (anak & dewasa)
b. Pneumonia yg didapat di RS (Hospital-acquired pneumonia )
1.) Terutama disebabkan kerena kuman gram negatif
2.) Angka kematiannya > daripada CAP (Community-acquired pneumonia.)
3.) Prognosis ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta
c. Pneumonia aspirasi
1.) Sering terjadi pada bayi dan anak-anak
2.) Pada orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob
d. Pneumonia Immunocompromise host
1.) Macam kuman penyebabnya sangat luas, termasuk kuman sebenarnya mempunyai patogenesis yang rendah
2.) Berkembang sangat progresif menyebabkan kematian akibat rendahnya pertahanan tubuh
2.2.2 Berdasarkan Kuman Penyebab
a. Pneumonia bakterial
1.) Sering terjadi pada semua usia
2.) Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka, misal;Klebsiella pada penderita
alkoholik, Staphylococcus menyerang pasca influenza
1. Pneumonia Atipikal
1.) Disebabkan: Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
2.) Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda
1. Pneumonia yang disebabkan virus
1.) Sering pada bayi dan anak-anak
2.) Merupakan penyakit yang serius pada penderita dengan pertahanan tubuh yang lemah
1. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya
1.) Seringkali merupakan infeksi sekunder
2.) Predileksi terutama pada penderita dengan pertahanan tubuh yang rendah
2.2.3 Berdasarkan Predileksi atau Tempat Infeksi
a. Pneumonia lobaris (lobar pneumonia)
1.) Sering pada pneumonia bakterial
2.) Jarang pada bayi dan orang tua
3.) Pneumonia terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan dikarenakan obstruksi bronkus misalnya : aspirasi benda
asing pada anak atau proses keganasan pada orang dewasa
b. Bronchopneumonia
1.) Ditandai adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru
2.) Dapat disebabkan bakteri maupun virus
3.) Sering pada bayi dan orang tua
4.) Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisialis (interstitial pneumonia
1.) Proses terjadi mengenai jaringan interstitium daripada alevoli atau bronki
2.) Merupakan karakteristik (tipikal) infeksi oportunistik (Cytomegalovirus,Pneumocystis carinii)
2.3. Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari
organ, dan sekresi humoral setempat.
2.3.1 Faktor Infeksi
- Pada neonatus : Streptocccus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
- Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.
- Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumococcus, Mycobakterium tuberculosa.
- Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumococcus, Bordetella Pertusis, M. tuberculosis.
2.3.2 Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1. Bronkopneumonia hidrokarbon dapat terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau pemasangan selang NGT
( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
2. Bronkopneumonia lipoid dapat terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli
petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan
penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi
bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada
penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
2.4 Faktor Resiko
Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian Bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
1. Faktor host (diri)
1. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahum.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada balita lebih rentan terkena penyakit bonkopneumonia dibandingkan orang
dewasa dikarenakan kekebalan tubuhnya masih belum sempurna.
1. Status Gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling
mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lain (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi
phatogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang tergangu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu
determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi.
1. Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit terdahulu yang sering muncul dan bertambah parah karena penumpukan sekresi yang berlebih yaitu influenza.
Pemasangan selang NGT yang tidak bersih dan tertular berbagai mikrobakteri dapat menyebakan terjadinya bronkopneumonea.
1. Faktor Lingkungan
1. Rumah
Rumah merupakan struktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan
pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani, dan keadaanan sosialnya yang baik
untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
1. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor resiko
penularan pneumonia.
1. Status sosioekonomi
Kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.
2.5 Patofisiologi
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus,
Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan
terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan
dengan ganbaran sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan
edema antara kapiler dan alveoli.
2. 2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya
mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi
dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2.6 Manifestasi Klinis
1.) Demam mendadak, disertai menggigil, baik pada awal penyakit atau selama sakit 2.) Batuk,
mula-mula mukoid lalu purulen dan bisa terjadi hemoptisis
3.) Nyeri pleuritik, ringan sampai berat, apabila proses menjalar ke pleura (terjadi pleuropneumonia)
4.) Tanda & gejala lain yang tidak spesifik : mialgia, pusing, anoreksia, malaise, diare,
mual & muntah.
2.7 Pemeriksaan
2.7.1 Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi / palpasi : sisi hemitoraks yg sakit tertinggal
b. Palpasi / Perkusi / Auskultasi
tanda-tanda konsolidasi : Redup, fremitus raba / suara meningkat, suara napas bronkovesikuler – bronchial, suara bisik, krepitasi
2.7.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan dahak
1.) Mempunyai banyak keterbatasan
2.) Usahakan bebas dari kontaminan dengan berbagai cara :
1. Sputum dicuci dg garam faali, diambil sputum yang mengandung darah dan nanah
2. kavum orofaring dibersihkan dulu dengan cara berkumur
3. aspirasi trakeal
4. memakai bronkosokopi
5. pungsi transtorakal
3.) spesimen yg diperoleh lalu dilakukan pengecatan gram dan kultur
b. Pemeriksaan darah
1. Umumnya lekositosis ringan sampai tinggi
2. 2. Hitung jenis bergeser ke kiri ( shift to the left)
3. LED dapat juga tinggi
4. Kultur darah dapat positif 20-25 % pada penderita yang tidak diobati
c. Foto thorax PA/lateral
1. Abnormalitas radiologis pada pneumonia disebabkan karena pengisian alveoli oleh cairan radang berupa : opasitas /
peningkatan densitas ( konsolidasi ) disertai dengan gambaran air bronchogram
2. Bila di dapatkan gejala klinis pneumonia tetapi gambaran radiologis negatif, maka ulangan foto toraks harus diulangi
dalam 24-48 jam untuk menegakkan diagnosis.
3. Pemeriksaan gas darah
1. Hipoksemia & hipokarbia
2. Asidosis respiratorik pada stadium lanjut
e. Tampilan klinis pneumonia dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu bacterial dan non bacterial (atipikal)
KARAKTER KLINIS PNEUMONIA BAKTERIALPNEUMONIA NON BAKTERIAL
(ATIPIKAL)
Timbulnya gejala Mendadak sebagian besar di
paru
Berangsur-angsur, sering bersifat
umum selain di paru
Batuk Produktif dengan banyak
sputum, purulen/mukopurulen
Tidak produktif, sputum sedikit
Pengecatan gram Sering ditemukan mikroba
Non diagnostik, baik pada
pengecatan gram maupun kultur
Leukositosis Ada dan tinggi, leukopeni pada
kasus yang jelek
Biasanya tidak ada, atau leukopeni
Nyeri dada Ada, bervariasi dari yang ringan
sampai berat
Jarang
Foto paru Tanda konsolidasi lobar, segen
atau bronkopneumonia
Tidak mengikuti batas anatomis,
kelainan interstitial
2.8 Penatalaksanaan
Pengelolahan pneumonia harus berimbang dan memadai, mencakup :
1. Tindakan umum ( general suportif )
2. Koreksi kelainan tubuh yang ada
3. Pemilihan antibiotik
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor
modifikasi, yaitu keadaan yang dapat meningkatkan resiko infeksi patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang resisten
terhadap penesilin.
A.) Faktor modifikasi adalah keadaan yang dapat meningkatkan resiko infeksi dengan kuman patogen yg spesifik. Kuman-kuman
tersebut meliputi :
1. Streptococcus pneumoniae yg resisten terhadap penisilin :
a. Usia > 65 tahun
b. Mendapat tx betalaktam dlm 3 bulan terakhir
c. Pecandu alkohol
d. Penyakit gangguan imunitas (tms tx steroid)
e. Adanya penyakit ko-morbid yang lain
f. Kontak dengan anak-anak
1. Enterik gram-negative :
1. Penghuni rumah jompo
2. Adanya dasar penyakit kardiopulmoner
3. Adanya penyakit ko-morbid yang lain
4. Pengobatan antibiotika sebelumnya
5. 3. Pseudomonas aeruginosa :
1. Kerusakan jaringan paru (bronkiektasis)
2. Terapi kortikosteroid (>10 mg pednison/hari)
3. Pengobatan antibiotik spektrum luas lebih dari 7 hari sebelumnya
4. Malnutrisi
B.) Faktor antibiotik diperlukan adanya pendekatan yang logis untuk memperkirakan etiologi dan memberikan pengobatan inisial
secara empiris. Pendekatan ini harus mempertimbangkan :
1. kecenderungan epidemiologis setempat
2. usia penderita
3. penyakit penyerta / komorbid
4. faktor risiko sosial (alkohol, drug abuse, dll)
5. temuan kelainan paru (pemeriksaan fisik dan radiologis)
2.8.1 Penatalaksanaan rawat jalan
a. Pengobatan suportif / simtomatik
1. Istirahat di tempat tidur
2. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
1. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
2. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
3. Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang dari 4 jam
2.8.2 Penatalaksanaan rawat inap
a. Pengobatan suportif / simtomatik
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
3. Pemberian obat simtomatik antara laim antipiretik, mukolitik
1.
1. Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang dari 4 jam
2.8.3 Penatalaksanaan rawat inap di ruang rawat intensif
a. Pengobatan suportif / simtomatik
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi, koreksi kalori & elektrolit
3. Pemberian obat simtomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b. Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang darti 4 jam
c. Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.
2.9 Asuhan Keperawatan
No. Diagnosis Keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan
nafas tidak efektif
berhubungan
Jalan napas bersih dan
efektif setelah hari
perawatan, dengan
1) Mengkaji frekuensi
pernafasan, catat rasio
inspirasi/ ekspirasi
Takipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan
dengan
peningkatan
produksi sputum.
Data-data:
Data Subjektif
Pasien mengeluh
rewel
Pasien mengeluh
sesak sesak nafas
Pasien tidak mau
makan
Terdengar suara
grek-grek
orang tua
menyatakan
kurang paham
tentang penyakit
yang diderita
anaknya
anak mencret
criteria:
a) Tidak ada dypsnoe,
sianosis, ronchi dan
suara krek-krek
b) BGA mormal
pH = 7,35 – 7,45
H+ = 35–45 nmol/L(nM)
PaO2 = 80–100 mmHg
PaCO2 = 35–45 mmHg
HCO3−= 22–26 mmol/L
2) mengauskultasi bunyi
nafas, catat adanya bunyi
nafas. Misalnya: mengi, krekels
dan ronki.
3) Memberikan posisi semi
fowler.
4) Memberikan minum hangat
sedikit sedikit tapi sering.
5) Melaksanakan tindakan
delegatif : Bronchodilator,
mukolitik, untuk mencairkan
dahak sehingga mudah
dikeluarkan.
atau selama stres/ adanya
proses infeksi akut. Pernafasan
dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
Bersihan jalan nafas yang tidak
efektif dapat dimanifestasikan
dengan adanya bunyi nafas
adventisius
Posisi semi fowler akan
mempermudah pasien untuk
bernafas
Hidrasi menurunkan
kekentalan sekret dan
mempermudah pengeluaran.
Pemberian obat-obatan
pengerncer dahak
memudahkan proses evakuasi
jalan nafas
Data Objektif
Pernafasan cepat
dan dangkal
pernafasan cuping
hidung
ronchi dan sianosis
batuk berdahak
sputum purulen
penggunaan otot
Bantu nafas
bunyi nafas
bronchovesikuler
muntah malaise
penurunan nafsu
makan dan berat
badan
respirasi
meningkat
2. Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan
perubahan membran
Menunjukan fungsi paru
yang optimal dengan
kriteria sesak hilang,
1) Mengkaji frekuensi,
Kedalaman dan kemudahan
pernafasan.
Manifestasi distres pernafasan
tergantung pada derajat
keterlibatan paru dan status
alveolus kapiler,
gangguan kapasitas
pembawa oksigen darah,
gangguan pengiriman
oksigen
tidak ada sianosis pada
kulit, membran mucosa
dan kuku.
2) Mengbsevasi warna kulit,
membran mucosa dan kuku
apakah terdapat sianosis.
3) Mempertahankan
istirahat dan tidur.
4) Kolaborasi pemberian
oksigen dengan benar sesuai
dengan indikasi
kesehatan umum
Sianosis menunjukkan
vasokontriksi atau respon
tubuh terhadap demam/
menggigil dan terjadi
hipoksemia.
Menghemat penggunaan
oksigen dengan Istirahat dan
tidur
Mempertahankan PaO2 di atas
60 mmHg
3. Intoleransi aktivitas
berhubungan dewngan
kelemahan umum.
Mampu toleran terhadap
aktivitas sesuai
kemampuan / kondisi
anak.
1) Membantu aktivitas anak
untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
2) Menyarankan keluarga
untuk membatasi aktivitas
anak yang berlebihan yang
dapat menimbulkan kelelahan.
3) Menyarankan untuk
melakukan aktivitas secara
bertahap.
Anak membutuhkan bantuan
dalam keadaan sakit untuk
memenuhi kebutuhannya
Aktifitas yang berlebih akan
membutuhkan banyak tenaga
dan akan menimbulkan
kelelahan pada anak
Dengan aktifitas yang
dilakukan bertahap diharapkan
energi yang dikeluarkan tidak
berlebih
4. Nyeri akut berhubungan
dengan inflamasi
parenkim paru.
Nyeri hilang / berkurang
dengan kriteria :
Menunjukan penurunan
skala nyeri , wajah
tampak rileks.
1) Menentukan karakteristik
nyeri misalnya tajam, ditusuk,
dll.
2) Memberikan tindakan
kenyamanan
3) Mengjarkan tekhnik
relaksasi, atau latihan nafas.
4) Memberikan tindakan
delegasi pemberian analgetika
untuk menurunkan nyeri.
Mengetahui tingkat keparahan
penyakit
Rasa nyaman adalah salah satu
cara untuk mengurangi rasa
nyeri karena bisa menimbulkan
efek relaksasi
Dengan nafas yang baik dapat
mengurangi rasa nyeri yang
diderita
Permberian analgetika sangat
berperan dalam penurunan
tingkat kenyerian
5.
Kurang pengetahuan
berhubungan dengan
kurangnya pemahaman
terhadap informasi
Pengetahuan orang tua
meningkat dengan
kriteria : mampu
mengulang kembali
penjelasan yang
diberikan.
1) Memberikan penjelasan
tentang penyakit anak,
pencegahan, penatalaksanaan
di rumah sakit atau yang dapat
dilakukan dirumah agar oreang
tua mengetahui dan mau aktif
ikut serta dalam setiap
tindakan.
2) Memotivasi ibu untuk
melaksanakan anjuran petugas.
Menambah pengetahuan
keluarga sehingga dapat
membantu dalam proses
perawatan anak
Peran ibu sangatlah penting
dalam proses penyembuhan
anak
6. Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder
terhadap demam dan
proses infeksi.
Gangguan nutrisi tidak
terjadi dengan kriteria
makanan yang
disediakan dapat
dihabiskan.
1) Mengidentifikasi faktor
yang dapat menimbulkan mual
dan muntah
2) Memberikan makan porsi
kecil tapi sering.
3) Menyajikan makanan
dalam keadaan hangat.
4) Menimbang BB setiap
hari
Pilihan intervensi tergantung
pada penyebab masalah
Tindakan ini dapat
meningkatkan masukan
meskipun nafsu makan
mungkin lambat untuk kembali
dan mengurangi efek mual
pada anak
Makanan hangat dapat
meningkatkan rasa nyaman
diperut anak
Adanya kondisi kronis dapat
menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap
infeksi, atau lambatnya
responterhadap terapi
7. Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan
yang berlebihan ,
penurunan pemasukan
oral
Tidak terjadi kehilangan
volume cairan dengan
kriteria : Meningkatnya
masukan cairan , tidak
ada tanda – tanda
kurang volume cairan.
1) Mengkaji perubahan
tanda-tanda vital.
2) Mengkaji turgor kulit.
3) Menyatat intake dan out
put cairan.
4) Kolaborasi pemberian
Untuk menunjukkan adnya
kekurangan cairan sisitemik
Indikator langsung
keadekuatan masukan cairan
Memberikan informasi tentang
keadekuatan volume cairan
obat sesuai indikasi.
dan kebutuhan penggantian
Memperbaiki ststus kesehatan