Post on 06-Feb-2018
Standar Kompetisi :
Setelah mengikuti mata kuliah Hortikultura ini diharapkan mahasiswa memahami konsepSistem Budidaya Hidroponik
Kompetisi Dasar
Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentangpengertian dasar serta teknik budidaya Hidroponik
Deskripsi Singkat
Pokok bahasan ini membahas tentang Pengertian dan sejarah Hidroponik
Pokok Bahasan 3 : Pengertian dan Teknik Budidaya Hidroponik
1. Pengertian Hidroponik
Hidroponik berasal dari bahasa Yunani (hydro artinya air; ponos artinya mengerjakan)
sehingga secara singkat hidroponik berarti suatu teknik/metode bercocok tanam tanpa
menggunakan tanah tetapi menggunakan media kerikil, pasir, sabut kelapa, pecahan batu bata/batu
karang, potongan kayu/busa dan media porous lainnya. Konsep dasar munculnya budidaya
hidroponik adalah untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibutuhkan adalah
makanan dan air yang tersedia didalam tanah yang mampu diserap oleh akar tanaman. Istilah
hidroponik diperkenalkan pertama kali oleh W.F. Gerickle dari University of California pada tahun
1930-an yang melakukan percobaan penggunaan hara tanaman dalam skala komersial, yang dikenal
dengan nama nutrikultur atau hydroponics.
Budidaya tanaman secara hidroponik memiliki beberapa keuntungan yaitu proses budidaya
tanaman tidak tergantung musim, dapat dilakukan terus menerus, tidak memerlukan tanah yang
luas, penggunaan pupuk dan air menjadi lebih hemat, pertumbuhan tanaman dapat dikontrol,
pertumbuhan tanaman dapat dikontrol sehingga tanaman dapat menghasilkan produksi dengan
kualitas dan kuantitas yang tinggi, tanaman menjadi jarang terkena serangan hama dan penyakit.
Menurut sejarahnya, kegiatan budidaya secara hidroponik telah dimulai pada tahun 1627,
yaitu oleh Francis Bacon, yang melakukan kegiatan budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah.
Hasil penelitiannya ditulis pada buku yang berjudul Sylva Sylvarum. Sejak itu, penelitian teknik
budidaya pada air menjadi penelitian yang popular. Pada tahun 1842 ahli botani Jerman Julius von
Sachs dan Wilhelm Knop, berhasil menyusun Sembilan elemen penting untuk pertumbuhan
tanaman. Sejak penemuan ahli botani Jerman tersebut, memicu pengembangan teknik budidaya
tanpa tanah dan dengan cepat menjadi standar penelitian dan teknik pembelajaran hingga saat ini
masih digunakan. Pada tahun 1929, W.F. Gerick dari University of California mempromosikan
secara terbuka tentang Solution culture yang digunakan pada tanaman pertanian. Gerick
menumbuhkan tanaman tomat yang menjalar setinggi 3 m dihalaman belakang rumahnya dengan
larutan nutrient tanpa menggunakan tanah. Penelitian Gerick menjadi sensasi pada saat itu bahkan
ia sempat dinobatkan menjadi orang berjasa di abad 20. Sejak itu, hidroponik tidak lagi dilakukan
sebatas skala laboratorium, tetapi dapat diterapkan oleh siapa saja dan dimana saja, baik sebagai
hobi, pengisi waktu luang maupun untuk skala komersial. Jepang pada tahun 1950, gencar
menerapkan hidroponik bahkan negara-negara Persia yang tanahnya berupa gurun pasir dan tandus
pun ikut menerapkan hidroponik
Saat ini teknik hidroponik banyak dilakukan sebagai hobi dikalangan masyarakat, namun
untuk pengembangan budidaya tanaman secara komersil harus memperhatikan jenis tanaman yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi, yaitu paprika, tomat, mentimun Jepang, melon, Terong Jepang,
selada.
2. Teknik Budidaya Hidroponik
Berdasarkan system irigasinya, teknik budidaya hidroponik dapat dikelompokkan menjadi
(1). Sistem air pasif, (2) Sistem air pasang surut (3) Sistem NFT (Nutrient Film Technique), (4)
Sistem Wick (Sistem Sumbu) dan (5) Sistem Fertigasi serta (6) Sistem Fertigasi .
Sistem air pasif adalah merupakan tipe hidroponik yang paling sederhana. Pada system ini
air bernutrisi merendam media tanam yang berupa Styrofoam sehingga media tanam mengapung
diatas permukaan larutan bernutrisi (lihat gambar dibawah). Sebuah aerator disiapkan guna
mengalirkan oksigen kedalam air.
Gambar 1. Sistem Air Pasif pada Teknik Budidaya Hidroponik
Sistem air pasang surut bekerja dengan cara memompakan larutan hara ke media tanam dan
setelah larutan hara mencapai ketinggian tertentu maka air akan mengalir kembali kebawah ke
wadah penampungan. Kemudian dipompa kembali keatas demikian seterusnya. Untuk mengatur
system perputaran air maka digunakan timer atau pengatur waktu.
Gambar 2. Sistem Air Pasang surut pada Teknik Budidaya Hidroponik
Konsep dasar Sistem Nutrient Film Technique (NFT) adalah menumbuhkan tanaman pada
lapisan nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi sehingga tanaman mendapat suplai air, nutrisi dan
oksigen yang cukup. Tanaman ditumbuhkan pada media Styrofoam dan disusun pada pipa yang
diletakkan miring, selanjutkan larutan nutrisi dipompakan dan mengalir tipis sepanjang pipa serta
ditampung kembali di bak penampung. Akar tanaman dibiarkan menjuntai mengambil hara dari
aliran nutrisi ini.
Gambar 3. Sistem Nutrient Film Technique (NFT) pada Teknik Budidaya Hidroponik
Sistem Wick (Sistem Sumbu) adalah system budidaya hidroponik dengan menggunakan
gaya kapilaritas pada sumbu untuk mengalirkan air bernutrisi ke akar tanaman sehingga akar
tanaman dapat menyerap unsur hara yang disediakan. Prinsip kerja sumbu mirip dengan mekanisme
sumbu pada kompor, dimana sumbu berfungsi untuk menyerap air. Sumbu yang dipilih adalah yang
mempunyai daya kapilaritas tinggi dan tidak mudah lapuk. Dari beberapa percobaan, kain flannel
merupakan sumbu yang terbaik untuk system Wick
Gambar 3. Sistem Wick (Sistem Sumbu) pada Teknik Budidaya Hidroponik
Sistem Fertigasi (Sistem Fertilisasi dan Irigasi) adalah system budidaya hidroponik dengan
memberikan pemupukan bersamaan dengan penyiraman. Keuntungan dengan system ini adalah
biaya tenaga kerja untuk pemupukan dapat dikurangi, karena pupuk diberikan bersamaan dengan
penyiraman. Keuntungan lain adalah peningkatan efisiensi penggunaan unsur hara karena pupuk
diberikan dalam jumlah sedikit tapi continue serta mengurangi kehilangan unsur hara terutama
nitrogen akibat pencucian dan denitrifikasi.
Gambar 4. Sistem Fertigasi (Sistem Fertilisasi dan Irigasi) pada Teknik Budidaya Hidroponik
Sistem Aeroponik adalah system bercocok tanam di udara atau bercocok tanam dengan
system pengkabutan, dimana akar tanaman dibiarkan menggantung di udara tanpa menggunakan
media tanam dan kebutuhan nutrisinya dipenuhi dengan cara spraying (disemprotkan) ke akar
tanaman. Sistem ini dikembangan pertama kali oleh Dr. Franco Massantini dari University of Pia,
Italia, sedangkan di Indonesia secara komersial dikembangkan oleh Amazing Farm pada tahun 1998
di Lembang (Bandung). System ini merupakan system budidaya secara hidroponik yang paling
mutakhir (modern).
Gambar 4. Sistem Aeroponik pada Teknik Budidaya Hidroponik
Pada budidaya hidroponik juga diperlukan media untuk menumbuhkan tanaman. Beberapa
media yang biasa digunakan pada system budidaya hidroponik adalah arang sekam, pasir/kerikil,
pecahan genteng/batu bata, hidrogel, perlit, vermiculite dan serbuk sabut kelapa (cocopeat) serta
rockwool.
Arang sekam padi sering digunakan pada budidaya hidroponik karena mempunyai
kemampuan untuk menyerap dan menyimpan air sebagai cadangan makanan. Arang sekam padi
merupakan produk limbah dari hasil penggilingan padi, sering dipakai sebagai campuran pupuk dan
media tanam di persemaian serta untuk pakan ternak. Media lain yang sering digunakan adalah
kerikil/pasir yang mempunyai pori-pori makro yang membantu ketersedia unsur hara dan udara
serta tidak menekan pertumbuhan akar. Kelemahan pasir/kerikil adalah kemampuan untuk mengikat
air yang relative rendah sehingga perlu dilakukan penyiraman yang lebih sering.
Gel/ hidrogel adalah berupa kristal-kristal polimer yang juga sering dipakai sebagai media
tanam bagi tanaman hidroponik terutama untuk tujuan keindahan karena gel/hidrogel ini memiliki
warna yang beraneka ragam warna yang dapat disesuaikan dengan selera dan warna tanaman.
Pemakaian media ini sangat praktis dan efisien sebab tidak perlu untuk mengganti dengan yang
baru, menyiram, ataupun memupuk tanaman. Media lain yang dapat digunakan adalah pecahan batu
bata. Media ini digunakan karena dapat melekatkan akar tanaman dan memiliki sirkulasi udara yang
baik sehingga dapat menjaga kelembaban di perakaran tanaman.
Vermikulit adalah media anorganik steril yang dihasilkan dari pemananasan potongan-
potongan mika dan mengandung potasium. Vermikulit adalah media tanam yang mempunyai
kapasitas tukar kation yang tinggi, terutama dalam keadaan padat dan pada saat basah sehingga
dapat menambah daya serap air apabila dipakai sebagai campuran media tanam. Media dari bahan
anorganik lainnya yang dapat digunakan sebagai media tumbuh pada hidroponik adalah
Rockwool. Rockwool adalah bahan non-organik yang terbuat dari campuran batuan basalt dan pasir
yang berbentuk serat. Awal mulanya, bahan ini dipakai sebagai pelengkap konstruksi pabrik,
industri, kantor. Pertama kali Rockwool diciptakan pada abad 1800-an dan dikenal dengan nama
isolasi mineral wool atau isolasi batu wool.