bahan inyter

Post on 01-Oct-2015

219 views 3 download

description

e

Transcript of bahan inyter

Minggu, 26 Desember 2010

INTERTEKSTUAL

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya, termasuk sastra. Karya sastra itu merupakan response pada karya sastra yang terbit sebelumnya. Oleh karena itu, sebuah teks tidak dapat dilepaskan sama sekali dari teks lain. Sebuah karya sastra baru mendapatkan maknanya yang hakiki dalam kontrasnya dengan karya sebelumnya. Teks dalam pengertian umum adalah dunia semesta ini, bukan hanya teks tertulis atau teks lisan. Adat istiadat, kebudayaan, film, drama secara pengertian umum adalah teks. Oleh karena itu, karya sastra tidak dapat lepas dari hal-hal yang menjadi latar penciptaan tersebut, baik secara umum maupun khusus (Teeuw dalam Rina Ratih, 2003: 126)

Suatu teks itu penuh makna bukan hanya karena mempunyai struktur tertentu, suatu kerangka yang menentukan dan mendukung bentuk, tetapi juga karena teks itu berhubungan dengan teks lain. Sebuah teks lahir dari teks-teks lain dan harus dipandang sesuai tempatnya dalam kawasan tekstual (Partini dalam Rina Ratih, 2003: 125).

Membaca karya sastra seolah-olah kita melihat ke belakang tentang zaman, peristiwa, teori kesastraan pada saat karya itu diciptakan. Salah satu cara untuk memahami karya sastra ialah dengan jalan melihat hubungan intertekstual antara karya sastra yang memiliki hubungan sejarah, baik dengan karya yang sezaman maupun dengan karya sastra yang mendahuluinya. Hubungan sejarah ini baik berupa pertentangan maupun persamaan (Pradopo, 2003: 167).

Seorang pengarang dalam menciptakan sebuah karya sastra tidak terlepas dari karya orang lain. Karya sastra yang ditulis kemudian biasanya berdasarkan dari pada karya orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara meneruskan maupun menyimpang konvensi. Oleh karena itu karya sastra dapat dipahami setelah dikaitkan dengan teks lain.

Berdasarkan latar belakang diatas, akan dikaji novel Sepasang Remaja Lesbian di Persimpangan Jalan karya Ernest J.K. Wen dan novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari, karena pada novel tersebut terdapat hubungan intertekstual baik persamaan maupun perbedaannya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut.

1. Penentuan teks transformasi dan hipogram dari novel Sepasang Remaja Lesbian di persimpangan Jalan karya Ernest J.K. Wen dan novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari.

2. Intertekstualitas novel Sepasang Remaja Lesbian di persimpangan Jalan karya Ernest J.K. Wen dan novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari.

3. Pengaruh novel Sepasang Remaja Lesbian di persimpangan Jalan karya Ernest J.K. Wen dan novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari.

C. Pembatasan Masalah

Semua masalah yang telah diidentifikasi perlu dicari jawabannya mengingat kajian intertekstual sastra sangat luas cakupannya, maka tidak semua masalah yang ada dalam identifikasi masalah dibahas. Kajian ini hanya akan membahas beberapa aspek sebagai berikut.

1. Penentuan teks transformasi dan hipogram dari novel Sepasang Remaja Lesbian di persimpangan Jalan karya Ernest J.K. Wen dan novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari.

2. Intertekstualitas novel Sepasang Remaja Lesbian di persimpangan Jalan karya Ernest J.K. Wen dan novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari.

3. Pengaruh novel Sepasang Remaja Lesbian di persimpangan Jalan karya Ernest J.K. Wen dan novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Penentuan teks transformasi dan hipogram dari novel Sepasang Remaja Lesbian di persimpangan Jalan karya Ernest J.K. Wen dan novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari.

2. Intertekstualitas novel Sepasang Remaja Lesbian di persimpangan Jalan karya Ernest J.K. Wen dan novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari.

3. Pengaruh novel Sepasang Remaja Lesbian di persimpangan Jalan karya Ernest J.K. Wen dan novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari.

LANDASAN TEORI

1. Prinsip Intertekstual

Pengertian paham, atau prinsip intertekstualitas berasal dari bahasa Perancis Dan bersumber pada aliran dalam strukturalisme Perancis yang dipengaruhi oleh pemikiran filsuf Perancis, Jaques Derrida dan dikembangkan oleh Julia Kristeva. Prinsip ini berarti bahwa setiap teks sastra dibaca dan harus dengan latar belakang teks-teks lain. Tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh mandiri, dalam arti bahwa penciptaan dan pembacaannya tidak dapat dilakukan tanpa adanya teks-teks lain sebagai contoh, teladan, kerangka (Kristeva dalam Rina Ratih, 2003: 126).

Kristeva (dalam Rina Ratih, 2003: 126) mengatakan bahwa tiap teks itu merupakan mosaik kutipan-kutipan dan merupakan penyerapan (transformasi) teks-teks lain. Maksudnya, tiap teks itu mengambil alih hal-hal yang bagus dan diolah kembali dalam karyanya atau ditulis setelah melihat, meresapi, menyerap hal yang menarik baik secara sadar maupun tidak sadar. Setelah menanggapi teks lain dan menyerap konvensi sastra, konsep estetik, atau pikiran-pikirannya kemudian mentransformasikannya ke dalam karya sendiri sehingga terjadi perpaduan baru. Konvensi dan gagasan yang diserap itu dapat dikenali apabila kita membandingkan teks yang menjadi hipogramnya dengan teks baru itu. Teks baru atau teks yang menyerap dan mentransformasikan hipogram itu disebut teks transformasi (Rina Ratih, 2003: 126)

Hubungan interteks menunjukkan adanya persamaan dan pertentangannya dalam hal konsep estetik dan pandangan hidup yang berlawanan (Pradopo, 2002: 229). Kajian interteks dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah teks kesusastraan yang diduga mempunyai hubungan-hubungan tertentu seperti ide, gagasan, peristiwa, plot, penokohan, gaya bahasa dan lain-lain diantara teks yang ingin dikaji. Secara lebih khusus, dapat dikatakan bahwa kajian interteks berusaha menemukan aspek-aspek tertentu yang ada pada karya sastra sebelumnya pada karya yang muncul sebelumnya (Teeuw dalam Nurgiyantoro, 2002: 50).

2. Strukturalisme Sastra

Teori strukturalisme dalam karya sastra merupakan sebuah struktur yang unsur-unsurnya atau bagian-bagiannya saling berjalinan erat. Dalam struktur itu unsur-unsur tidak mempunyai makna dengan sendirinya, maknanya ditentukan oleh saling hubungannya dengan unsur-unsur lainnya dan keseluruhan totalitasnya (Hawkes dalam Rina Ratih, 2003: 93).

Makna unsur-unsur karya sastra itu hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuh-penuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra. Antara unsur karya sastra itu ada koherensi atau pertautan erat, unsur-unsur yang tidak otonom tetapi merupakan bagian dari situasi rumit, dari hubungannya dengan bagian lain (Culler dalam Rina Ratih, 2003: 93).

Dalam analisis struktural, yang perlu diperhatikan adalah, pemahaman dan pengkajian unsur struktur harus ditopang oleh pengetahuan yang mendalam tentang pengertian, peran, fungsi, dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan unsur itu. Dalam karya fiksi misalnya, kita harus mengetahui apa pengertian tokoh, bagaimana peran dan fungsi tokoh, bentuk-bentuk watak dalam segala situasi, dan sebagainya mengenai tokoh. Demikian juga mengenai alur, latar, tema, dan sarana-sarana sastra yang lain (Rina Ratih, 2003: 57).

Dalam analisis struktural, unsur-unsur fiksi dicari atau ditunjukkan hubungan dan fungsi-fungsi tiap unsur. Tema berjalinan erat dengan sarana sastra. Secara teoritis, tema merupakan unsur yang pertama kali muncul, kemudian dibuat penokohan yang sesuai dengan temanya, begitu juga sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang berangkai menjadi alur dan berkaitan dengan latar, tempat, dan waktu. Tema merupakan dasar dari penulisan sebuah novel, apa yang dibicarakan, apa yang menjadi dasar sebuah penulisan baik fiksi maupun non fiksi. Alur merupakan rangkaian peristiwa yang disusun secara susul menyusul, sambung-menyambung, dan merupakan rangkaian sebab akibat. Tokoh dan penokohan adalah pelaku cerita yang mempunyai karakteristik dan perwatakannya masing-masing.

Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lainnya. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai.

PEMBAHASAN

1. Penentuan teks transformasi dan hipogram dari novel Sepasang Remaja Lesbian di persimpangan Jalan karya Ernest J.K. Wen dan novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari.

Untuk mengkaji sebuah karya sastra dengan teori intertekstual, hendaknya dilakukan dengan mencari teks hipogram dan transformasinya terlebih dahulu. Hipogram adalah karya sastra yang menjadi latar kelahiran karya berikutnya, sedangkan karya berikutnya dinamakan karya transformasi. Namun, dalam menyebutkan hipogram dan transformasinya tidak bermaksud untuk mencari keaslian, kehebatan karya satu dengan lainnya, melainkan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat kreativitas pengarang (Titiek, 2008: 28)

Berikut hipogram dan transformasinya:

a. Hipogram

Judul: Sepasang Remaja Lesbian di Persimpangan Jalan

Pengarang: Ernest J.K. Wen

Penerbit: Suara Earnest

Tahun Terbit: 2004

b. Transformasi

Judul: Perempuan Semusim

Pengarang: Amitri Dinar Sari

Penerbit: Ruas

Tahun Terbit: 2005

c. Sinopsis Novel Sepasang Remaja Lesbian di Persimpangan Jalan

Ika adalah gadis yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Untuk melanjutkan sekolah, ia mengandalkan beasiswa atas prestasinya yang membanggakan. Ia dapat beasiswa dari sebuah sekolah yang mayoritas siswanya adalah berasal dari golongan orang mampu. Dia mendapatkan teman baru seasrama yang bernama Anggie. Anggie adalah gadis cantik asal Jakarta.

Mereka mulai bersahabat sejak pertama kali bertemu, dan lambat laun persahabatan yang indah itu mulai berubah menjadi cinta. Meski secara terang-terangan mereka tidak mengungkapkan perasaan masing-masing, tapi perilaku mereka saling menunjukkan rasa sayang yang teramat dalam dari keduanya. Ketika ada lelaki yang mendekat pun, mereka mengabaikannya. Mereka sama-sama cemburu ketika salah satu dari mereka mulai dekat dengan teman lelaki. Hingga suatu ketika Anggie mulai berani mengutarakan perasaannya terhadap Ika. Bak gayung disambut, Ika pun mengutarakan hal yang sama. Keduanya memutuskan untuk mengikrarkan diri sebagai sepasang lesbian.

Hubungan mereka dilakukan secara sembunyi-sembunyi, hingga suatu ketika foto adegan ciuman mereka tertangkap kamera oleh Ibra, siswa jahil di sekolahnya, hingga kemudian foto itu menyebar dan akhirnya Ika dipindahkan di sekolah lain oleh suster kepala yang tak lain adalah tante Anggie karena dianggap pembawa aib dan abnormal. Tanpa sepengetahuan Anggie, Ika meninggalkan sekolahnya tanpa pamit. Mereka tak lagi berhubungan.

Ika berhasil memenangkan kejuaraan olimpiade fisika se-Asia Tenggara, sehingga ia mendapatkan beasiswa di delapan perguruan tinggi. Ia memilih kuliah di Bandung. Selama itu ia tak pernah lagi mencoba menghubungi Anggie yang kuliah di Singapore. Selama itu pula Ika tak pernah mencoba membuka hati untuk lelaki. Di dalam hatinya telah terpatri satu nama, yaitu Anggie! Anggipun juga demikian, meski di Singapore ia dekat dengan Alvin Chan, tapi ia tetap tak bisa mencintainya.

Suatu ketika, setelah empat tahun lamanya Anggie tak mendengar kabar Ika, ia memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan menemui Ika untuk menanyakan apakah Ika masih menyimpan cinta untuknya? Ataukah Ika telah berpaling darinya? Ia akhirnya dapat bertemu dengan Ika. Mereka saling melepas rindu dan mengungkapkan perasaan masing-masing. Mereka telah memutuskan satu hal! Mereka akan tetap bersama dan menjaga cinta mereka, mereka memutuskan untuk tetap menjadi sepasang lesbian yang tak lagi di persimpangan jalan, karena mereka telah dewasa dan mampu memutuskan jalan hidup mereka. Hubungan ini pun akhirnya disetujui oleh mama Anggie yang notabene dulu pernah menjadi lesbian.

d. Sinopsis Novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari

Sejak Nayla berumur 2 tahun ayah dan ibunya bercerai. Kemudian, Nayla dibesarkan oleh ibu. Cara didikan ibu sangat keras dan kejam. Nayla dilarang untuk mencari siapa ayahnya. Namun, diam-diam Nayla menyelidiki dan mencari siapa ayahnya. Pada suatu saat ia bertemu dengan ayahnya yang ternyata telah beristri lagi. Sejak itu, Nayla sering ke tempat ayahnya. Perbuatan ini diketahui oleh ibu. Akibatnya, ibu marah besar kepada Nayla dan mengusirnya. Namun, pertemuan Nayla dengan ayah hanya sebentar. Ayahnya meninggal dunia.

Sejak kematian ayahnya, Nayla sedikit mengalami perubahan. Ia frustrasi dan kecewa, seperti membolos dan suka tertawa-tawa sendiri. Keganjilan ini diketahui oleh ibu tirinya. Kemudian, Nayla dituduh pengguna Narkoba. Dengan akal licik ibu tirinya dan meminta izin dengan ibu kandungnya, Nayla dijebloskan ke rumah Perawatan Anak Nakal dan Narkotika. Nayla tak tahan dengan usaha keras ia bisa kabur dari tempat itu bersama-sama dengan temannya. Nayla tidak pulang ke rumah ia numpang ke tempat temannya. Ia mulai belajar hidup mandiri. Ia mulai pekerjaan apa saja, seperti merampok dan mencuri. Akhirnya, ia dan teman-temannya ditangkap polisi.

Hidup Nayla tidak tentu arah. Ia tidur di terminal. Ia melamar pekerjaan dan diterima sebagai penata lampu di sebuah nite club atau diskotek. Ia mulai belajar hidup mandiri. Menyewa rumah sendiri dan memenuhi keperluan sehari-hari.

Di tempat itu (diskotek) ia mulai mengenal rokok dan minuman. Hidupnya semakin bebas, mulai dari cara berpakaian, berdandan, dan bergaul. Berbagai konflik mulai muncul pada dirinya, baik pertentangan terhadap dirinya sendiri maupun reaksi lingkungan sekitarnya. Misalnya, ia putus dengan pacarnya, berpisah dengan ibunya, teman wanitanya, sampai ia berubah profesi menjadi penulis. Di dalam diri tokoh kadang-kadang timbul persepsi negatif tentang makna kehidupan. Berkat kegigihannya, akhirnya Nayla sukses menjadi pengarang.

2. Intertekstualitas Novel Sepasang Remaja Lesbian di Persimpangan Jalan karya Ernest J.K. Wen dan novel Perempuan Semusim karya Amitri Dinar Sari

a.) Tema

Tema pada hakikatnya merupakan makna yang dikandung cerita atau apa yang dibicarakan dalam sebuah cerita yang mungkin saja lebih dari satu interpretasi. Terdapat makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya (tema mayor) dan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita saja (tema minor) (Nurgiyantoro, 2002: 83). Dalam hal ini, novel Kembang Jepun dan novel Nayla memiliki beberapa tema minor yang memiliki persamaan.

Beberapa persamaan tema minor yang terdapat dalam dua novel tersebut yaitu bertemakan perjuangan tokoh yang bernama Keke (Kembang Jepun) dan Nayla (Nayla) yang ingin menunjukkan keberadaan dirinya di tengah-tengah kehidupan dunia ini, ia berjuang untuk tidak menangis dikala susah, ia berjuang untuk menunjukkan bahwa perempuan tidak selamanya bisa dijajah oleh lelaki. Mereka juga sama-sama berhubungan dengan lelaki (dunia) bahkan sejak berumur Sembilan tahun.

Seperti dalam kutipan pada novel Nayla

Hah? Kamu kan baru empat belas tahun. Pertama kali nglakuin umur berapa? Sembilan tahun

Keke dan Nayla sama-sama berjuang untuk kelangsungan hidup mereka sendiri, Nayla bekerja di bar dan Keke menjadi geisha. Perjuangan hidup Keke dan Nayla sangat berliku-liku, pada dasarnya mereka berjuang untuk cinta, mempertahankan cinta, dan pengorbanan cinta. Mereka juga tak pernah menyesali dengan jalan hidup yang mereka pilih, yaitu Keke yang menjadi Geisha dan Nayla yang menjadi lesbian.

b.) Latar

Latar atau setting menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2002: 216) disebut sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan. Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan sikap.

Persamaan

Pada novel Kembang Jepun dan novel Nayla, terdapat kesamaan latar sosial, yaitu tentang kehidupan malam atau hal-hal yang berbau dengan prostitusi, lingkungan dalam diskotek, bar (Nayla) dan ingkungan di shinju (Kembang Jepun) yang sama-sama menggambarkan bagaimana situasi dalam tempat-tempat tersebut. Seperti kutipan

Sembilan tahun kemudian Shinju telah berubah menjadi rumah pelacuran biasa

Persamaan latar yang ada dalam kedua novel ini adalah penjara, tokoh Keke (Kembang Jepun), dan Nayla (Nayla) sama-sama pernah berada dalam penjara atau Rumah Perawatan Anak Nakal dan Narkotika.

Nayla tiba dan langsung diantar masuk ke dalam ruangan yang kelak ia ketahui sebagai barak khusus putri

Dan kutipan dibawah ini menunjukkan latar penjara yang dihuni Keke

Di dalam penjara ini saya menerawang. Inilah penjara yang dulu pernah rajin saya kunjungi ketika Tjak Broto dikurung karena kasus delik pers, dan waktu itu saya masih sebagai seorang geisha lugu

c.) Alur

Alur adalah rangkaian peristiwa yang tersusun dalam hubungan sebab akibat. Struktur alur secara kasar atau sederhana sering disusun atas tiga bagian, yaitu awal, tengah, dan akhir. Dan dalam novel Kembang Jepun, dan novel Nayla, keduanya memiliki kesamaan alur, yakni alur progresif atau alur maju, namun disana-sini divariasikan dengan sorot balik atau flash back. Jika pada novel Kembang Jepun, cerita itu dimulai ketika Keke masih kecil, dan hingga dewasa, mengalami berbagai persoalan hidup yang begitu berliku, yang juga menggunakan sorot balik penceritaan dimana Keke mengingat masa-masa indah bersama Tjak Broto, sedangkan dalam novel Nayla, cerita itu dimulai ketika Nayla masih kecil kemudian diakhiri dengan keberhasilan Nayla menjadi seorang pengarang terkenal.

d.) Penyimpangan Etika

Dilihat dari kedua novel, yaitu Kembang Jepun dan Nayla, kritik bahwa kedua sastra sebagai sarana atau alat untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, menurut kritik pragmatic, semakin mendidik, semakin tinggi karya sastra itu bernilai tinggi.

Persamaan

1. Kedua novel tersebut banyak menggunakan kata-kata atau kalimat-kalimat yang saru dan vulgar, sehingga tidak bisa dikatakan mendidik apalagi kalau novel itu dibaca oleh anak sekolah. Kata-kata yang vulgar atau saru dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini.

Kemrungsung ia melepaskan seluruh kain yang membungkus tubuh saya, sampai tidak bersisa lagi, dan akhirnya ia sendiri melepaskan celananya. Setelah itu ia melakukan apa yang ia piker sebagai tugas perang mengalahkan musuh. Bedebah! Anjing! Kunyuk!(hlm 194)

Dan pada kutipan novel Nayla berikut

Saya takut mengatakan apa yang dilakukan Om Indra kepada saya, padahal saya ingin mengatakan kalau Om Indra sering meremas-remas penisnya di depan saya hingga cairan putih muncrat dari sana.(hlm 113)

Perbedaan

1. Jika dalam novel Kembang Jepun, penulisannya berdasarkan estetika penulisan novel, lain halnya dengan novel Nayla. Novel Nayla menyimpang terhadap estetika penulisan sebuah novel. Sebuah novel biasanya ditulis dalam kalimat kemudian membentuk paragraph dan akhirnya membentuk sebuah wacana. Tetapi novel Nayla ada yang berupa catatan harian, transkrip email, transkrip sms, transkrip telepon, transkrip wawancara, headline (judul) dalam majalah.

Catatan harian terlihat terlihat pada bab 1 subbab III yang diawali dengan catatan harian Ibu Lina tanggal 5 Agustus 1987. Catatan harian Ibu Lina juga tertanggal 27 dan 28 Oktober 1987. Catatan harian Nayla tertanggal 18 dan 19 Juli1987 serta tanggal 30 Oktober 1987. Transkrip telepon terlihat pada bab 2 subbab I yang diberi judul telepon.

Seperti dalam kutipan headline surat kabar yang terlihat pada halaman 124-129.

HEADLINE 1

Nayla Kinar

Sudah Tidak Perawan

HEADLINE 2

Nayla Kinar:

Minum Bir

Sejak Umur

Empat Belas Tahun

HEADLINE 3

Nayla Kinar

Suka Sesama Jenis

II

HEADLINE 1

Bung Radja,

DIRADJAKAN

Sebelum Berpulang

HEADLINE 2

Segelas Anggur dari

Radja untuk Ratu

HEADLINE 3

Ratu dan Nayla

AKUR?