Post on 29-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker payudara merupakan kanker yang sangat menakutkan bagi kaum
wanita, disamping kanker mulut rahim. Penyakit kanker payudara terbilang
penyakit kanker yang paling umum menyerang kaum wanita. WHO
menyatakan bahwa pada tahun 2012, kanker payudara menduduki peringkat
kelima teratas di dunia sebagai jenis kanker dengan angka kematian tertinggi,
yaitu 460.000 kematian. Penderita kanker payudara pada dekade terakhir ini
memperlihatkan kecenderungan meningkat. Setiap tahun lebih dari 250.000
kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175.000 di
Amerika Serikat. Masih menurut WHO, tahun 2000 diperkirakan 1,2 juta
wanita terdiagnosis kanker payudara dan lebih dari 700.000 meninggal
karenanya. Belum ada data statistik yang akurat di indonesia, namun data yang
terkumpul dari rumah sakit menunjukkan bahwa kanker payudara menduduki
ranking pertama diantara kanker lainnya pada wanita (WHO,2012).
Kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia setelah penyakit
kardiovaskular. Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003, setiap
tahun timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi
peningkatan setiap tahun kurang lebih 20%. Diperkirakan jumlah penderita
baru penyakit kanker meningkat hampir 20 juta penderita pada tahun 2020, dan
84 juta orang diantaranya akan meninggal pada sepuluh tahun ke depan bila
tidak dilakukan intervensi yang memadai (Depkes, 2009). Berdasarkan data
WHO Global Burden of Disease (2004), di dunia kanker yang paling umum
terjadi pada wanita adalah kanker payudara, 16% dari semua kejadian kanker
pada wanita dan diiperkirakan 519.000 perempuan meninggal akibat kanker
payudara pada tahun 2004. Meskipun kanker payudara dianggap sebagai
penyakit di negara maju, namun mayoritas (69%) dari semua kematian kanker
payudara terjadi di negara berkembang (WHO,2011).
2
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyakit
kanker merupakan penyebab kematian nomor 5 di Indonesia setelah penyakit
kardiovaskular, infeksi, pernafasan, dan pencernaan (Depkes, 2010).
Berdasarkan data Globocan ( International Agency Cancer Research/IACR)
2002, kanker payudara menempati urutan pertama dari seluruh kanker pada
perempuan. IACR mengestimasi insidens kanker payudara di Indonesia sebesar
26 per 100.000 perempuan. Data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di
Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa kanker payudara menempati urutan
pertama pasien rawat inap (15.40%) dan pasien rawat jalan (15.78%) pada
tahun 2007 terjadi peningkatan pasien rawat inap kanker payudara menjadi
16.85% (Depkes, 2010).
Riskesdas (2012) mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara berkembang
dalam lima tahun terakhir menunjukkan angka kejadian kanker payudara
adalah 4,3 dari 100.000 penduduk dan menurut hasil survey profil kesehatan
Indonesia tahun 2008 menyatakan bahwa penyakit kanker payudara memiliki
urutan pertama dari sepuluh kanker yang ada di rawat inap RS pada tahun
2004-2007. Prevalensi nasional penyakit tumor atau kanker payudara adalah
sebesar 0,4%. Jawa Barat termasuk urutan ke-7 dari 9 provinsi di Indonesia
yang mempunyai prevalensi di atas normal yaitu sebesar (5,5%), setelah
Yogyakarta (9,6%), Jawa Tengah (8,1%), Jakarta (7,4%), Banten (6,4%),
Sulawesi Utara (5,8% ), Sumatra Barat (5,6%), Bali (4,6%) dan Sulawesi
Selatan (4,8%).
Faktor risiko kanker payudara adalah jenis kelamin, dengan perbandingan laki-
laki perempuan kira-kira 1:100. Faktor risiko kanker payudara di RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo diantaranya adalah riwayat keluarga dengan penderita
kanker payudara (15,79%), menarche dini (8,77%), nullipara (7,02%) dan
pemakaian pil yang mengandung estrogen jangka panjang (42,11%). Selain itu,
juga terdapat faktor risiko lain yang diduga berpengaruh terhadap kejadian
kanker payudara yaitu menopause terlambat, riwayat pemberian ASI, dan
obesitas (Harianto, 2012).
3
Angka kejadian kanker payudara di Jakarta menempati peringkat kedua setelah
kanker rahim. Berdasarkan data awal dari rekam medik RSUPN Dr Cipto
Mangunkusumo Jakarta jumlah pasien yang dirawat sepanjang tahun 2012
ditemukan 59 kasus kanker payudara (1 orang diantaranya meninggal dunia),
pada tahun 2013 ditemukan 52 kasus kanker payudara (1 diantaranya
meninggal dunia), dan pada tahun 2014 terjadi peningkatan menjadi 69 kasus
kanker payudara (6 diantaranya meninggal dunia).
Indrati (2005) menyatakan bahwa kemungkinan individu terkena kanker
payudara sebesar 52,67 %, hasil dari uji chi square menunjukan adanya
hubungan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kanker payudara adalah
riwayat tumor jinak, lama aktivitas fisik, frekuensi tinggi konsumsi makanan
berlemak dan serat , riwayat kanker pada keluarga, lama menyusui < 5 tahun,
lama penggunaan alat kontrasepsi oral > 10 tahun,usia mentruasi dan
menopause.
Berdasarkan data di RS Dharmais, kanker payudara merupakan kasus tertinggi.
Sekitar 80% kasus kanker payudara di temukan pada stadium 3 dan 4. Padahal
jika ditemukan pada stadium dini angka harapan hidup kanker payudara 85%
sampai dengan 95%. Hal itu dikarenakan pegetahuan masyarakat terhadap
kanker payudara masih sangat rendah dan juga masih kurang kesadaran wanita
indonsia untuk melakukan deteksi terhadap kanker payudara.
1.2 Rumusan Masalah
Kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia setelah penyakit
kardiovaskular. Di dunia kanker yang paling umum terjadi pada wanita adalah
kanker payudara, 16% dari semua kejadian kanker pada wanita. Data dari
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Indonesia tahun 2004 menunjukkan
bahwa kanker payudara menempati urutan pertama pasien rawat inap (15.40%)
dan pasien rawat jalan (15.78%) pada tahun 2007 terjadi peningkatan pasien
rawat inap kanker payudara menjadi 16.85%.
4
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kanker payudara seperti menarche
dini, obesitas, nullipara, hormonal, pemakaian pil KB dll, maka dengan
dilakukannya penelitian ini dapat dilakukan pencegahan terhadap terjadinya
kanker payudara. Berdasarkan hal tersebut maka pertannyaan penelitian dalam
penelitian ini adalah apa saja faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya
kanker payudara?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya
kanker payudara di ruang rawat jalan Onkologi RSUPN Dr Cipto
Mangunkusumo
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Diketahui angka kejadian kanker payudara di ruang rawat jalan Onkologi
RSUPN Dr Cipto Mangukusumo
b. Diketahui hubungan riwayat keluarga dengan penderita kanker payudara
c. Diketahui hubungan usia dengan terjadinya kanker payudara
d. Diketahui hubungan menopause dengan terjadinya kanker payudara
e. Diketahui hubungan menarche dini dengan terjadinya kanker payudara
f. Diketahui hubungan riwayat penggunaan pil KB dengan terjadinya kanker
payudara
g. Diketahui hubungan nullipara dengan terjadinya kanker payudara
h. Diketahui hubungan obesitas dengan terjadinya kanker payudara
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana kepustakaan dan menambah
informasi mahasiswa dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam
pembelajaran serta sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa dalam bidang
keperawatan medikal bedah, khususnya tentang kanker payudara dan dapat
dijadikan referensi bagi peneliti berikutnya.
5
1.4.2 Pelayanan dan Masyarakat
Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat dan memberikan gambaran
yang jelas tentang faktor risiko terjadinya kanker payudara, agar petugas
kesehatan dapat meningkatkan pendekatan pada pasien belum menderita
kanker payudara dengan cara memberikan informasi tentang cara pencegahan
kanker payudara dan tanda-tanda terkena kanker payudara.
1.4.3 Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pendidikan dalam
pembelajaran mahasiswa keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah
1.4.4 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi peneliti. Memberikan
pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian mulai dari
perencanaan hingga pelaksanaan, sehingga peneliti memiliki pengalaman yang
sangat berharga dan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan peneliti
dalam menyajikan data dengan sebaik-baiknya. Penelitian ini dapat dijadikan
bahan dasar dan dapat dikembangkan lebih lengkap lagi bagi peneliti
berikutnya.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang
berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Waktu penelitian dilakukan
pada bulan Agustus - September 2015. Data penelitian ini adalah data primer
dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Dengan cara memberikan
lembar kuesioner kepada responden.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kanker
2.1.1 Definisi
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel yang abnormal, yang cenderung
“menyerang” sel normal yang lain di sekitarmya dan data menyebar ke tempat-
tempat yang jauh dari sel kanker awal yang muncul. Ini disebabkan oleh
perubahan berganda dalam ekspresi gen yang mengarah untuk menjadi
keseimbangan tidak teratur dari proliferasi sel dan kematian sel dan akhirnya
berkembang menjadi sebuah populasi sel yang dapat menyerang jaringan
(Manuaba, 2009).
Kanker merupakan penyakit yang dapat muncul pada hampir semua bagian
tubuh. Karakteristik utama pada sel kanker adalah bersifat antisosial, artinya
menjalankan aktivitas mereka tanpa mempertimbangkan sel lain dan jaringan
lain di sekitarnya. Jika kebanyakan sel normal dimonitor oleh berbagai
mekanisme yang menjaga mereka tetap bekerja sama dengan sel lain, tetapi sel
kanker menyebabkan kerusakan dan mencegah mereka untuk melakukan kerja
sama. Setiap sel kanker dimulai dengan gangguan aktivitas normal ini. Sel
kanker, bagaimanapun akan membelah sesuai keinginan mereka, tanpa
menghiraukan seberapa sel kanker yang dapat merusak jaringan disekitarnya.
Sel kanker juga dapat bergerak dan berpindah ke organ lain, menciptakan
pembuluh darah untuk sel kanker itu sendiri, dan berhenti mematui aturan,
dalam hal ini sinyal penuaan untuk melakukan apoptosis (Price dan Lorraine,
2005).
7
2.1.2 Karakteristik Sel Kanker
Sel kanker memiliki ciri khas, walaupun dapat muncul pada berbagai organ,
yaitu: (Price and Lorraine, 2005)
a. Mandiri dalam sinyal-sinyal pertumbuhan
Ini merupakan ciri yang paling khas dari sel kanker. Sel kanker membuat
sendiri sinyal-sinyal pertumbuhan, sehingga pertumbuhan sel kanker akan
terus menerus selama kanker tersebut masih ada.
b. Tidak sensitif terhadap sinyal-sinyal penghambat pertumbuhan (anti
pertumbuhan)
Ciri lain dari sel kanker adalah tidak sensitif atau tidak merespon secara
normal terhadap sinyal-sinyal yang mengatur pertumbuhan.
c. Mampu menghindar dari apoptosis (programmed cell death)
Pembelahan sel yang tidak terkendali juga bisa dipicu oleh kemampuan sel
kanker untuk menghindari kematian sel yang terprogram yang kita kenal
apoptosis. Apoptosis sel sangat penting dalam proses perkembangan sel
normal. Pada manusia, apoptosis berfungsi sebagai semacam jaringan
pengaman karena sel yang normal yang mengalami kerusakan DNA
berlebihan akan mengalami apoptosis.
2.2 Kanker Payudara
2.2.1 Definsi
Kanker payudara merupakan jenis tumor ganas yang paling banyak pada
wanita. Kanker payudara merupakan suatu pertumbuhan jaringan payudara
abnormal yang tidak memandang jaringan lain disekitarnya. Kanker payudara
ini tumbuh secara tidak terkendali dan tidak mengindahkan sinyal-sinyal
pertumbuhan pada jaringan payudara (Ramli, 2005).
Kanker payudara merupakan pertumbuhan sel pada payudara yang tidak
terkontrol karena perubahan abnormal dari gen yang bertanggung jawab atas
pengaturan pertumbuhan sel. Normalnya, sel payudara yang tua akan mati, lalu
8
digantikan dengan sel baru yang lebih ampuh. Regenerasi ini berguna untuk
mempertahankan fungsi payudara (Supriyanto, 2010).
Kanker payudara (carcinoma mammae) adalah tumor ganas yang menyerang
jaringan payudara, yang terdiri dari kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan
penunjang payudara (Mardiana, 2007).
Kanker payudara adalah penyakit bersifatgana akibat tumbuhnya sel kanker
yag berasal dari sel-sel normal di payudara bias berasal dari kelenjar susu,
saluran susu, atau jaringan penunjang seperti lemak dan saraf (Kurniawan,
2006).
2.2.2 Etiologi Kanker Payudara
Tjindarbumi (2003) dalam Hawari (2004) merujuk hasil penelitian
Simanjuntak T.M (1977), yang telah melakukan penelitian di bagian bedah
RSCM, menemukan beberapa faktor resiko pada kanker payudara yang sudah
diterima secara luas oleh kalangan pakar kanker (oncologyst) di dunia yakni
meliputi:
a. Wanita yang berumur lebih dari 25 tahun mempunyai kemungkinan yang
lebih besar untuk mendapat kanker payudara dan resiko ini akan bertambah
sampa umur 50 tahun dan setelah menopause
b. Wanita yang belum pernah menikah resikonya 2-4 kali lebih tinggi
daripada wanita yang sudah menikah dan mempunyai anak.
c. Wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita kanker payudara,
resikonya 2-3 kali lebih tinggi.
d. Wanita yang terlambat menopause (gangguan hormone) lebih dari usia 55
tahun, belum menikah atau tidak pernah melahirkan anak, melahirkan anak
≥ usia 35 tahun dan tidak pernah menyusui anak.
e. Wanita yang memakai kontasepsi oral (pil) pada penderita tumor mamae
jinak akan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker payudara 11
kali lebih tinggi.
9
2.2.3 Gejala Kanker Payudara
Gejala kanker payudara pada permulaan sering tidak dirasakan oleh penderita.
Dalimartha (2004) menyatakan bahwa, kanker payudara pada tahap dini
biasanya tidak menimbulkan keluhan, penderita merasa sehat, tidak merasa
nyeri dan tidak terganggu aktivitasnya. Tanda yang mungkin dirasakan pada
stadium dini biasanya adalah teraba benjolan kecil dipayudara.
Mardiana (2004) menjelaskan bahwa, gejala serangan kanker payudara
semakin banyak setelah melewati stadium dini atau memasuki stadium lanjut
yaitu:
a. Rasa nyeri sakit pada payudara.
b. Adanya benjolan dan semakin lama benjolan semakin membesar.
c. Payudara mengalami perubahan bentuk dan ukuran mulai timbul
pembengkakan.
d. Mulai timbul luka pada payudara dan putting susu seperti koreng atau
eksim.
e. Kulit payudara menjadi berkerut seperti mirip kulit jeruk.
f. Terkadang keluar cairan atau darah berwarna merah kehitam-hitaman dari
putting susu.
2.2.4 Stadium Kanker Payudara
Menurut Tjindarbumi dalam Ramli M (2005) membagi stadium kanker
payudara yang disesuaikan dengan aplikasi klinik dibagi ke dalam 4 stadium
yaitu:
a. Stadium I
Tumor terbatas dalam payudara, bebas dai jaringan sekitarnya, tidak ada
fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan yang dibawahnya (otot). Besar tumor
1-2 cm kelenjar getah bening regional belum teraba. (Ramli M, 2005)
10
b. Stadium II
Sesuai dengan stadium I, hanya saja besar tumor 2-5 cm dan sudah ada satu
atau beberapa kelenjar getah bening (KGB) aksila yang mash bebas dengan
diameter kuran dari 2 cm. (Ramli M, 2005)
c. Stadium III
Stadium III A : tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm), tapi masih
bebas dijaringan sekitarnya, kelenjar getah bening aksila
masih bebas satu sama lain.
Stadium III B : tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm), fiksasi pada
kulit atau dinding dada, kulit merah dan ada oedema (lebih
dari 1/3 permukaan klit payudara), userasi dan atau nodul
saelit, kelenjar geta bening aksila melekat satu sama lain
atau terhadap jaringan sekitarnya . diameter lebih dari 2,5
cm. belum ada metastasis jauh. (Ramli M, 2005)
d. Stadium IV
Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III). Tetapi sudah disertai
dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavikula dan metastasis jauh
lainnya. (Ramli M, 2005)
Secara garis besar pengobatan kanker payudara yag disepakati oleh ahli kanker
di dunia (Sutjipto, 2001) adalah sebagai berikut:
Stadium I : Operasi kemoterapi (optional)
Stadium II : Operasi kemoterapi (+ hormonal)
Stadium III : Kemoterapi oprasi + radiasi (+ hormonal)
Stadium IV : Kemoterapi radiasi (+ hormonal)
11
2.2.5 Klasifikasi Kanker Payudara
Berdasarkan gambaran histopatologinya kanker payudara dapat
diklasifikasikan berdasakan klasifikasi WHO (2008) sebagai berikut:
a. Non Invasif
1. Ductal Carsinoma In Situ (DCIS)
Pola arsitekturnya, antara lain tipe solid, kribiformis, papilaris, mikopapilaris,
dan clinging. Secara makroskopis, DCIS dapat menghasilkan suatu massa
keras yang terdiri atas struktur-struktur seperti tali dan massa nekrotik. (WHO,
2008)
2. Lobular Carsinoma In Situ (LCIS)
LCIS tidak menghasilkan lesi yang dapat diraba dan tidak terlihat pada
mammografi. Kondisi ini biasanya merupakan temuan patologik insidental.
Sel-sel abnormal dari hiperplasia lobular atipik, carcinoma lobular insitu dan
carcinoma lobular invasif adalah identik, terdiri dari sel-sel kecil dengan inti
yang oval atau bulat dan anak inti yang kecil serta tidak berdekatan satu sama
lain. (WHO, 2008)
b. Invasive carcinoma
1. Invasive Ductal Carsinoma
Carcinoma jenis ini merupakan bentuk yang paling umum ditemukan sekitar
65-80 dari carcinoma mammae. Secara histologis, jaringan ikat padat tersebar
berbentuk sarang. Sel berbentuk bulat sampai poligonal, bentuk inti kecil
dengan sedikit gambaran mitosis. Pada tepi tumor, tampak sel kanker
mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitar seperti sarang. Secara makroskopis
tumor berupa massa infiltratif berwarna putih-keabuan yang teraba keras
seperti batu dan berpasir. Gurat kapur putih kekuningan merupakan ciri khas
carsinoma ini dan dapat terjadi akibat deposit jaringan elastik (elastosis) di
sekitar duktus di daerah yang terkena. Fibrosis dapat luas (desmoplasia) dan
menghasilkan suatu carcinoma tipe keras (scirrhous). Gambaran morfologinya
berbeda-beda dari kasus ke kasus dan sering strukturnya kurang teratur
12
berhubungan dengan tipe spesifik tumor. Bentuk sel-sel tumor dapat tersusun
seperti ikatan, kelompokan, trabekula dimana beberapa tumor di
karakteristikkan dengan sebagian besar padat dan menginvasi sedikit stroma.
(WHO, 2008)
2. Invasive Lobular Carsinoma
Jenis ini merupakan carcinoma infiltratif yang tersusun atas sel-sel berukuran
kecil dan seragam dengan sedikit pleimorfisme.
Saat ini, sistem klasifikasi yang masih digunakan salah satunya adalah sistem
kelas Scarff-Bloom-Richardson. Untuk memakai sistem ini maka dilakukan
pemeriksaan histologi dengan melihat jaringan pada payudara dan dilihat
menggunakan mikroskop.
Tabel 2.1. Penilaian Sistem Scarff-Bloom-Richardson
Perubahan Histologi Hasil Pemeriksaan Skor
Formasi Tubular dan >75 % 1
Glandular 10-75 % 2
Kurang dari 10 % 3
Pleiomorfik inti Kecil, sel uniform regular 1
Moderate ukuran dan variasinya 2
Variasi banyak 3
Jumlah Mitosis 0-7 1
8-14 2
15 atau lebih 3
Sumber : Hanna, dkk 2009
Klasifikasi Menurut Derajat Diferensiasi
Interpretasi :
1) Derajat I : Skor 3-5, berdiferensiasi baik
2) Derajat II : Skor 6-7, berdiferensiasi sedang
3) Derajat III : Skor 8-9, berdiferensiasi buruk
13
2.2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Didahului dengan pencarian identitas penderita secara lengkap. Keluhan utama
penderita dapat berupa, massa tumor di payudara, rasa sakit, cairan dari puting
susu, retraksi puting susu, adanya ekzema di sekitar aerola, keluhan kulit
berupa dimpling, kemerahan, ulserasi atau adanya peau d‘orange, atau keluhan
berupa pembesaran kelenjar getah bening aksila atau tanda metastasis jauh.
(Underwood & Cross, 2010).
Adanya tumor ditemukan sejak beberapa lama, cepat atau tidak membesar,
disertai sakit atau tidak. Biasanya tumor pada proses keganasan atau kanker
payudara, mempunyai ciri dengan batas yang irregular umumnya tanpa ada
rasa nyeri, tumbuh progresif cepat membesar. (Underwood & Cross, 2010).
Tabel 2.2 Hubungan umur dengan keadaan lesi (Underwood & Cross, 2010).
Presentasi
Klinis
Penyebab Patologis
< 25
tahun
25 – 35
Tahun
35 -55
Tahun
> 55
tahun
Benjolan
mobile FAM FAM
FAM,
Phyloides
Phyloides
Bnjolan
berbatas
tegas
Jarang Fibrokistik Fibrokistik Jarang
Benjolan
keras dan
melekat
Jarang Karsinoma Karsinoma
Karsinoma,
Nekrosis
lemak
Discharge
papilla Jarang Jarang
Duktus
eksatia
Duktus
eksatia
Ulserasi
papilla
Adenoma
papila
Adenoma
papila
Paget
disease,
adenoma
papilla
Paget
disease,
adenoma
papilla
Perlu ditanyakan pula riwayat penyakit terdahulu hingga riwayat penyakit
sekarang. Tumor mulai dirasakan sejak kapan, cepat membesar atau tidak
terasa sakit atau tidak. Anamnesis penderita kelainan payudara harus disertai
pula dengan riwayat keluarga, riwayat kehamilan maupun riwayat ginekologi
(Underwood & Cross,` 2010).
14
b. Pemeriksaan Fisik
Organ payudara dipengaruhi oleh faktor hormonal antara lain estrogen dan
progesteron maka sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan disaat pengaruh
hormonal ini seminimal mungkin, yaitu setelah menstruasi lebih kurang satu
minggu dari hari pertama menstruasi. Ketepatan pemeriksaan untuk kanker
payudara secara klinis cukup tinggi, dengan pemeriksaan yang baik dan diteliti.
(Underwood & Cross, 2010).
1. Inspeksi
Dilihat ukuran, simetri kedua payudara, adakah benjolan tumor atau perubahan
patologik kulit misal ada cekungan, kemerahan, edema, erosi, nodul, dan
lainnya. Perhatikan juga kedua papilla mammae simetri apa tidak, ada retraksi
atau tidak, ada distorsi atau kelainan lain apa tidak. (Underwood & Cross,
2010).
2. Palpasi
Umumnya dilakukan pada posisi berbaring, bisa juga kombinasi antara duduk
dan berbaring. Caranya dengan rapatkan keempat jari, gunakan ujung dan perut
jari berlawanan arah jarum jam atau searah jarum jam lalu palpasi dengan
lembut. Perhatikan jangan meremas payudara. Kemudian dengan lembut pijat
areola mammae, papilla mammae dan lihat apakah keluar sekret. Bila terdapat
tumor periksa secara rinci dan catat ukuran, lokasi, konsistensi, kondisi batas,
permukaan, mobilitas, nyeri tekan, dan lainnya. Periksa apakah tumor itu
melekat dengan dasar kulit atau tidak. Caranya dengan meminta lengan pasien
sisi lesi untuk bertolak pinggang agar muskulus pektoralis mayor berkerut. Jika
kanker melekat dengan dasar kemungkinan kanker sangat besar. ( De Jong &
Sjamsuhidajat, 2010)
15
Terdapat tanda atau gejala dari hasi pemeriksaan fsik yang dapat menunjukkan
bentuk lesi mamae, seperti pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Tanda hasil pemeriksaan fisik Tanda dan Gejala Dasar Patologis
Benjolan
Difus
Soliter
Mobile
Melekat
Fibrosis, hyperplasia epitel dan kista pada perubahan
fibrokistik
Neoplasma atau kista soliter
Neoplasma jinak
Neoplasma invasive (karsinoma)
Gambaran kulit
Edema (peau d’orange) Berkerut atau berlekatan
Eritema
Gagguan aliran limfe akibat karsinoma
Invasi kulit akibat karsinoma
Aliran darah menigkat akibat radang atau tumor
Papilla Mamma
Discharge
Retraksi
Eritema dan bersisik
Mirip ASI atau darah
Terkait karsinoma ivasif
Penyakit paget papilla mamma atau tumor
Nyeri Mamma
Siklik
Pada palpasi
Penyakit jinak mamma
Lessi radang
Pembesaran Kelenjar Aksila Metastasis karsinoma mamma
Nyeri Tulang dan Fraktur Metastasis karsinoma mamma atau berhubungan
dengan hiperkalsemia
Sumber: Underwood & Cross, 2010
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Fine Needle Aspiration Biopsi (FNAB)
Prosedur pemeriksaan ini dengan cara menyuntikkan jarum berukuran 22–25
gauge melewati kulit atau secara percutaneous untuk mengambil contoh cairan
dari kista payudara atau mengambil sekelompok sel dari massa yang solid pada
payudara. Setelah dilakukan FNAB, material sel yang diambil dari payudara
akan diperiksa di bawah mikroskop yang sebelumnya terlebih dahulu
dilakukan pengecatan sampel (Mulandari, 2003; Fadjari, 2012).
16
Sebelum dilakukan pengambilan jaringan, terlebih dulu dilakukan pembersihan
pada kulit payudara yang akan diperiksa. Apabila benjolan dapat diraba maka
jarum halus tersebut di masukan ke daerah benjolan.
Apabila benjolan tidak dapat diraba, prosedur FNAB akan dilakukan dengan
panduan dari sistem pencitraan yang lain seperti mammografi atau USG.
Setelah jarum dimasukkan ke dalam bagian payudara yang tidak normal, maka
dilakukan aspirasi melalui jarum tersebut (Tambunan & Lukito, 2007 ).
Pada prosedur FNAB seringkali tidak dilakukan pembiusan lokal karena
prosedur anastesi lebih memberikan rasa sakit dibandingkan pemeriksaan
FNAB itu sendiri. Selain itu, lidokain yang digunakan sebagai bahan anestesi
bisa menimbulkan artefak yang dapat terlihat pada pemeriksaan mikroskopis.
(Soetrisno, 2010).
Hampir semua tumor dapat dilakukan biopsi aspirasi, baik yang letaknya
superfisial palpable ataupun tumor yang terletak di dalam rongga tubuh
unpalpable, dengan indikasi: (Lestadi, 2004)
1. Membedakan tumor kistik, solid dan peradangan
2. Diagnosis pertama pada wanita muda yang kurang dari 30 tahun dan
wanita lanjut usia
3. Payudara yang telah dilakukan beberapa kali biopsi diagnostik
4. Penderita yang menolak operasi atau anestesi
5. Nodul–nodul lokal atau regional setelah operasi mastektomi
6. Kasus kanker payudara stadium lanjut yang sudah inoperabel
7. Mengambil spesimen untuk kultur dan penelitian.
17
Prosedur FNAB memiliki beberapa keuntungan di antaranya sebagai metode
tercepat dan termudah dibandingkan biopsi eksisi maupun insisi payudara.
Hasil dapat diperoleh dengan cepat sehingga pasien dapat segera mendapatkan
terapi selanjutnya. Keuntungan lain dari metode ini adalah biaya pemeriksaan
lebih murah, rasa cemas dan stress pasien lebih singkat dibandingkan metode
biopsi (Underwood & Cross, 2010).
Kekurangan dari metode ini hanya mengambil sangat sedikit jaringan atau sel
payudara sehingga hanya dapat menghasilkan diagnosis berdasarkan keadaan
sel. Dari kekurangan tersebut, FNAB tidak dapat menilai luasnya invasi tumor
dan terkadang subtipe kanker tidak dapat diidentifikasi sehingga dapat terjadi
negatif palsu ( Tambunan & Lukito, 2007; Mulandari, 2003 ).
b. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik dengan menggunakan jarum yang sangat
halus maupun dengan jarum yang cukup besar untuk mengambil jaringan.
Kemudian jaringan yang diperoleh menggunakan metode insisi maupun eksisi
dilakukan pewarnaan dengan Hematoxylin dan Eosin. Metode biopsi eksisi
maupun insisi ini merupakan pengambilan jaringan yang dicurigai patologis
disertai pengambilan sebagian jaringan normal sebagai pembandingnya.
Tingkat keakuratan diagnosis metode ini hampir 100% karena pengambilan
sampel jaringan cukup banyak dan kemungkinan kesalahan diagnosis sangat
kecil. Tetapi metode ini memiliki kekurangan seperti harus melibatkan tenaga
ahli anastesi, mahal, membutuhkan waktu pemulihan yang lebih lama karena
harus di insisi, menimbulkan bekas berupa jaringan parut yang nantinya akan
mengganggu gambaran mammografi, serta dapat terjadi komplikasi berupa
perdarahan dan infeksi (Sabiston, 2011).
18
c. Mammaografi dan Ultrasoografi
Mammografi dan ultrasonografi berperan dalam membantu diagnosis lesi
payudara yang padat palpable maupun impalpable serta bermanfaat untuk
membedakan tumor solid, kistik dan ganas. Teknik ini merupakan dasar untuk
program skrinning sebagai alat bantu dokter untuk mengetahui lokasi lesi dan
sebagai penuntun FNAB. FNAB yang dipandu USG untuk mendiagnosis tumor
payudara memiliki sensitivitas tinggi yaitu 92% dan spesifisitas 96%
(Underwood & Cross, 2010). Pemeriksaan ini mempergunakan linear scanner
dengan transduser berfrekuensi 5 MHz. Secara sistematis, scanning dimulai
dari kuadran medial atas dan bawah dilanjutkan ke kuadran lateral atas dan
bawah dengan film polaroid pada potongan kraniokaudal dan mediolateral
oblik. Nilai ketepatan USG untuk lesi kistik adalah 90– 95%, sedangkan untuk
lesi solid seperti FAM adalah 75–85%. Untuk mengetahui tumor ganas nilai
ketepatan diagnostik USG hanya 62– 78% sehingga masih diperlukan
pemeriksaan lainnya untuk menentukan keganasan pada payudara (Rasad &
Makes, 2005; Hanriko & Mustofa, 2011).
d. Mastektomi
Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara. Menurut Hirshaut dan
Pressman (1992) dalam Pane (2002), ada 4 jenis mastektomi yaitu:
1. Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh
payudara payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan
tulang iga, serta benjolan di sekitar ketiak.
2. Total (Simple) Masectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara
saja, tetapi bukan kelenjar diketiak.
3. Radical Masectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara.
Biasanya disebut lumpectomy, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan
yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara. Operasi ini selalu
diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpectomy
direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan
letaknya dpinggir payudara.
19
e. Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil
cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak
hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di seluruh tubuh. Efek dari
kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok
karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi. (De Jong &
Sjamuhidajat, 2010 )
2.2.8 Pencegahan Kanker Payudara
Dalam Rasjidi I, 2009 menyatakan bahwa pencegahan kanker payudara dibagi
dibagi menjadi 4 pencegahan sebagai berikut:
a. Pencegahan primer
1. Promosi dan edukasi pola hidup sehat
2. Menghindari faktor risiko (riwayat keluarga, tidak punya anak, tidak
menyusui, riwayat tumor jinak sebelumnya, obesitas, kebiasaan tinggi
lemak kurang serat, perokok aktif dan pasif)
b. Pencegahan sekunder:
1. SADARI
Pemeriksaan klinik payudara CBE (Clinical Breast Examination) untuk
menemukan benjolan.
2. USG untuk mengetahui batas-batas tumor dan jenis tumor
3. Mammografi untuk menemukan adanya kelainan sebelum adanya gejala
tumor dan adanya keganasan
c. Pencegahan tersier
1. Pelayanan di Rumah Sakit (diagnosa dan pengobatan)
2. Perawatan paliatif
20
2.3 Faktor-faktor Terjadinya Kanker Payudara
2.3.1 Menurut Dalimartha (2004) Faktor-faktor risiko yang terjadi pada
kanker payudara antara lain:
a. Umur
Semakin bertambahnya umur meningkatkan risiko kanker payudara. Wanita
paling sering terserang kanker payudara adalah usia diatas 35 tahun. Wanita
berumur dibawah 35 tahun juga dapat terserang kanker payudara, namun
risikonya lebih rendah dibandingkan wanita diatas 35 tahun.
Penelitian Azamris (2006) dengan desain case control menunjukkan bahwa
diperkirakan risiko kelompok usia ≥ 40 tahun terkena kanker payudara 1,35
kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok wanita usia < 40 tahun.
b. Menarche Dini
Risiko terjadinya kanker payudara meningkat pada wanita yang mengalami
menstruasi pertama sebelum umur 12 tahun. Umur menstruasi yang kebih awal
berhubungan dengan lamanya paparan hormon estrogen dan progesteron pada
wanita yang berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan termasuk
jaringan payudara.
Penelitian Azamris (2006) dengan desain case control menunjukkan bahwa
diperkirakan risiko bagi wanita yang menarche pada usia ≤ 12 tahun terkena
kanker payudara 3,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok wanita
yang menarche pada umur > 12 tahun.
c. Menopause Usia Lanjut
Menopause setelah usia 55 tahun meningkatkan risiko untuk mengalami kanker
payudara kurang dari 25% kanker payudara terjadi pada masa sebelum
terjadinya perubahan klinis.
21
Penelitian Azamris (2006) dengan desain case control menunjukan bahwa
diperkirakan risiko wanita yang menopause setelah usia 55 tahun terkena
kanker payudara 1,86 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok wanita
yang menopause sebelum usia 55 tahun.
d. Riwayat keluarga
Terdapat peningkatan risiko menderita kanker payudara pada wanita yang
keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa
kanker payudara berhubungan dengan gen BRCA 1 & 2 (Breast Cancer 1 & 2)
yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadi
kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur
70 tahun. 10% kanker payudara bersifat familial.
e. Penggunaan alat kontrasepsi oral
Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara . wanita
yang menggunakan kontrasepsi oral beresiko tinggi untuk mengalami kanker
payudara. Kandungan estrogen dan progesteron pada kontrasepsi oral akan
memberikan efek proliferasi berlebih pada kanker payudara . wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral untuk waktu yang kama mempunyai risiko
untuk mengalami kanker payudara sebelum menopause.
Penelitian Indrati 2005 dengan desain case control menunjukkan bahwa
diperkirakan risiko bagi wanita yang menggunakan kontrasepsi oral > 10 tahun
untuk terkena kanker payudara 3,10 kali lebih tinggi dibandingkan wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral ≤ 10 tahun.
f. Terpapar Radiasi
Radiasi diduga meningkatkan risiko kejadian kanker payudara. Pemajanan
terhadap radiasi ionisasi setelah masa pubertas dan sebelum usia 30 tahun
meningkatkan risiko kanker payudara.
22
Penelitian Azamris tahun 2006 dengan desain case control menunjukkan
bahwa diperkirakan risiko bagi wanita yang terpapar radiasi lebih dari 1 jam
sehari untuk terkena kanker payudara 3,12 kali lebih tinggi
g. Obesitas
Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dengan kanker payudara
pada wanita pasca menopause. Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu
faktor risiko terjadinya kanker payudara.
Penelitian Norsaadah tahun 2005 dengan desain case control menunjukkan
bahwa diperkirakan risiko bagi wanita yang memiliki Indeks Massa Tubuh
(IMT) ≥ 25 untuk terkena kanker payudara 2,1 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) < 25
Menurut penelitian Briston (2008) di Amerika Serikat dengan desain cohort,
laki-laki yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT)≥ 25 mempunyai risiko
1,79 kali lebih besar dibandingkan pria yang memiliki Indeks Massa Tubuh
(IMT) < 25 untuk terkena kanker payudara.
2.3.2 Menurut De Jong & Sjamsuhidajat (2010) ada beberapa faktor
risiko terjadinya kanker payudara :
a. Riwayat Keluarga
Kemungkinan seseorang wanita menderita kanker payudara dua sampai tiga
kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita
kanker payudara. Kemugkinan ini lebih besar bila ibu dan saudaranya
menderita kanker sebelum masa menopause.
b. Usia
Risiko terkena kanker meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Kanker
payudara jarang menyerang wanita yang berusia kurang dari 30 tahun. Setelah
umur 30 tahun, risiko meningkat secara tetap sepanjang usia, tetapi setelah
23
masa menopause kurva yang melonjak pada masa sebelum menopause hampr
mendatar.
c. Menarche Dini
Menarche merupakan usia dimulainya menstruasi pertama. Mereka yang
mengalami menarche pada usia dini mempunyai resiko lebih tinggi mengidap
kanker payudara. Diestimasi bahwa tingkat kanker payudara meningkat sekitar
5% untuk setiap tahun penurunan usia menarche.
Pada variabel usia menarche < 12 tahun dan menopause > 48 tahun, hasil
penelitian selaras dengan penelitian yang menyatakan bahwa salah satu
variabel bebas yang berdasarkan analisis bivariat berpengaruh terhadap kejadi-
an kanker payudara adalah umur menstruasi <12 tahun dan umur menopause >
48 tahun. Umur menstruasi <12 tahun secara signifikan meningkatkan risiko
kanker payudara. Umur menstruasi yang lebih awal dan menopause yang
terlambat berhubungan dengan lamanya paparan hormon estrogen dan
progesteron pada wanita yang berpengaruh terhadap pro-ses proliferasi
jaringan termasuk jaringan payudara (Maulina, dkk, 2012).
d. Menopause
Batas terjadinya menopause umumnya adalah 52 tahun. Wanita yang masih
mendapatkan haid di atas umur 52 tahun dapat dikatakan mengalami
menopause terlambat. Beberapa hal yang dapat menyebabkan menopause
terlambat adalah idiopatik, fibromioma uteri maupun tumor ovarium. Wanita
yang mengalami menopause di atas usia 55 tahun memiliki risiko lebih besar
terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang menopause
sebelum usia 55 tahun. Hal ini berkaitan dengan usia yang demikian lama
mengalami sirkulasi hormon sepanjang hidupnnya.
24
e. Kontrasepsi Oral Pil (KB)
Pil KB terdapat dalam dua bentuk dosis tinggi dan dosis rendah. Dewasa ini
tidak selalu perlu untuk meminum pil dosis tinggi lagi karena pil dosis rendah
sudah cukup efektif. Jika anda berusia di atas 35 tahun, minum pil KB pada
usia tua meningkatkan resiko kanker payudara.
Disisi lain, penggunaan kontrasepsi oral (oral contraceptives) sangatlah umum
dengan lebih dari 100 juta wanita di seluruh dunia. Terlepas dari kenyataan
bahwa esterogen-progesteron yang merupakan isi dari kontrasepsi oral telah
sangat berkurang sejak diperkenalkan lebih dari 40 tahun lalu, Badan
International untuk Riset Kanker (The International Agency for Research on
Cancer) tahun 2005 mengelompokkan kontrasepsi oral esterogen-progesteron
sebagai satu kelompok karsinogen, menunjukkan bahwa ada cukup bukti yang
melibatkan esterogen-progesteron sebagai karsinogenik pada manusia.
Pengurangan isi esterogen-progesteron dari kontrasepsi oral dalam beberapa
tahun terakhir, penelitian lebih lanjut yang mempertimbangkan proporsi
kandungan hormone seks, bersama-sama dengan jangka waktu paparan.
Minum obat yang mengandung hormon esterogen dalam jangka panjang (pil
KB, hormone replacement therapy) dalam jangka waktu lama (>15 tahun)
memiliki resiko kanker payudara 2-3 kali lebih tinggi daripada wanita yang
mendapatkan terapi hormon dalam jangka waktu kurang dari 15 tahun.12
Esterogen yang tunggal dapat menimbulkan peningkatan risiko kanker
payudara. Penggunaan kombinasi kontrasepsi oral tidak menimbulkan
perubahan risiko yang bermakna (H. Syahrir, 2013)
f. Obesitas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya responden yang mengalami
obesitas sebanyak 33 orang (66%) sedangkan responden yang tidak obesitas
sebanyak 17 orang (34%). Reponden yang mengalami obesitas lebih banyak
mengalami kanker payudara yaitu 17 orang (34%) dibanding responden yang
25
tidak mengalami kanker payudara yaitu 16 orang (32%). Responden yang
tidakobesitas lebih banyak tidak mengalami kanker payudara yaitu 9 orang
(18%) dibanding yang mengalami kanker payudara yaitu 8 orang (16%). Dari
hasil penelitian diperoleh data bahwa ada responden yang tidak mengalami
kanker payudara meskipun terjadi obesitas, karena responden tersebut tidak
memiliki faktor resiko lain sebagai pemicu yang lebih kuat terhadap kejadian
kanker payudara. (H. Syahrir, 2013)
26
2.4 Kerangka Teori
Faktor Risiko Kanker
Payudara
1. Usia
2. Usia pertama kali
menstruasi
3. Usia menopause
4. Riwayat Kanker
Payudara
5. Riwayat Keluarga
6. Hormonal
7. Merokok
8. Aktivitas fisik
9. Nullipara
10. Terpapar Radiasi
11. Penggunaan pil KB
12. Obesitas
Kanker
Payudara
Faktor risiko kanker payudara
1. Demografi
a. Usia Lanjut
b. Status ekonomi tinggi
2. Genetic familial
a. Mutasi gen
b. Riwayat kanker
payudara pada anggota
keluarga, riwayat
kanker ovarium
3. Reproduksi an hormonal
a. Usia menarche <
10tahun
b. Usia menopause <55
tahun
4. Gaya hidup
a. Asupan lemak jenuh
b. Berat badan
c. Konsumsi alcohol yang
berlebih
Faktor risiko kanker payudara 1. Usia
2. Usia menstruasi pertama
3. Riwayat aborsi
4. riwayat tumor jinak
5. riwayat kanker ovarium
6. riwayat kanker payudara
keluarga
7. riwayat obesitas
8. Lama menyusui
9. Lama pemakaian kontrasepsi
oral
Faktor Perilaku 1. Lama melakukan aktivitas
fisik
2. Kebiasaan merokok
3. Pola konsumsi makanan
berlemak
4. Pola konsumsi makanan
berserat
Kerangka teori penelitian
Sumber : Dhalimartha (2004), Indiarti (2005), De Jong & Sjamsuhidajat (2010)