Post on 01-Feb-2018
43
BAB IV
MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI
DIENG DAN SEKITARNYA
4.1 Tinjauan umum
Sistem panasbumi yang ada di Indonesia umumnya berasal dari sistem afiliasi
volkanik. Sistem ini ditandai dengan adanya kenampakan berupa manifestasi
permukaan yang berada di sekitar daerah tersebut. Menurut Hochstein dan Browne
(2000) manifestasi permukaan secara langsung akan banyak ditemukan pada sistem
panasbumi yang memiliki temperatur tinggi (> 220 0C). Manifestasi yang berasal dari
sistem dengan afiliasi volkanik umunya berupa solfatara, fumarola, danau kawah asam,
mata air panas, dan yang jarang ditemukan berupa aliran sungai asam, manifestasi ini
berada di daerah pusat volkanik. Pada daerah dengan elevasi yang lebih rendah akan
dijumpai mata air dengan temperatur sedang yang memiliki karakter seperti pH yang
netral, air klorida, dan air bikarbonat (Hochstein dan Browne, 2000).
4.2 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian adalah mengetahui asal fluida panasbumi dan proses yang
terjadi di bawah permukaan, menduga potensi skaling, menghitung hilang panas
alamiah, mengetahui karakteristik fluida panasbumi di reservoir dan menduga
hubungan antara sistem panasbumi di daerah penelitian dengan aktivitas volkanisme
di sekitarnya.
4.3 Analisis data
4.3.1 Lokasi studi khusus
Lokasi untuk manifestasi permukaan berada lebih luas dari daerah pemetaan
geologi, yaitu pada koordinat 70 09’00” - 7016’00”LS dan 109039’00” – 109056’00”BT,
44
secara geografis daerah ini terletak di daerah yang meliputi 3 kabupaten yaitu
Wonosobo, Banjarnegara, dan Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah ( gambar 4.1).
Gambar 4.1 Lokasi serta pengamatan lapangan dari manifestasi permukaan
(modifikasi dari http://maps.google.com)
4.3.2 Manifestasi permukaan.
Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan manifestasi, perekaman data,
pengambilan sampel air untuk selanjutnya dianalisis kimia airnya.
Hasil yang didapatkan dari pengamatan di lapangan terdapat 11 manifestasi
panasbumi yang diidentifikasi dari daerah penelitian, terdiri dari 6 mata air panas, 3
fumarola, dan 2 kolam lumpur yang terangkum dalam tabel 4.1.
45
Tabel 4.1 Lokasi serta pengamatan lapangan dari manifestasi permukaan.
LS BT
1 Bitingan bit-06 8 Juni 2009 70 11' 06.6" 1090 53 '24.8" 59 6,77 48,5 0,47
Terdiri dari 5 mata air panas, muncul melalui
rekahan, tidak ada gelembung, tidak berwarna,
berbau dan berasa, tidak ada endapan
permukaan
2 Sileri slr-01 8 Juni 2009 7011'42.3" 1090 53' 0.48" 65 6,30 71,5 0,07
Mata air panas, muncul melalui rekahan, tidak
ada gelembung, tidak berwarna, berbau dan
berasa, tidak ada endapan permukaan
3 Siglagah pgd-07 8 Juni 2009 7 011' 27.18" 109054 '3.54" 61 7,09 35,0 0,01
Mata air panas, muncul melalui sistem depresi,
tidak ada gelembung, tidak berwarna, berbau dan
berasa, tidak ada endapan permukaan
4 Pulosari Pul-01 8 Juni 2009 7 013' 36.54" 1090 52 '21.6" 44 6,14 78,8 n/akolam air panas, luas : 1.05 m2, muncul melalui
rekahan, terdapat gelembung, sedikit berbau
belerang, sedikit endapan permukaan
5 Kaliputih Klp-01 8 Juni 2009 7 013'54.48" 1090 43' 49.68" 43 6,57 54,8 n/a
kolam air panas, luas : 12.5 m2, mucul melalui
sistem rekahan, terdapat gelembung, sedikit
berbau belerang, terdapat endapan berupa
belerang di sekitar kolam.
6 Sikidang Skd-09 9 Juni 2009 7 013 '11.6" 109054' 21.72" 61 6,20 50,6 n/a
Mata air panas, muncul melalui rekahan, tidak
ada gelembung, berbau belerang dan agak keruh,
terdapat endapan permukaan
7 Sipandu pgd-06 9 Juni 2009 7011' 28.5" 1090 53' 59.1" 94* n/a n/a n/aFumarola, warna asap putih, memiliki suara
gemuruh, tidak mengeluarkan gelembung air
8 Pagerkandang pgd-14 9 Juni 2009 70 11' 47.9" 109053' 26.5" 93* n/a n/a n/a
Fumarola, warna asap putih, memiliki suara
gemuruh , tidak mengeluarkan gelembung air,
sedikit berbau belerang, terdapat endapan
belerang
9 Candradimuka n/a 9 Juni 2009 7 011' 10.6" 1090 51' 25.3" 94* n/a n/a n/a
Fumarola, warna asap putih, memiliki suara
gemuruh , memiliki gelembung air, bau belerang
tajam, terdapat endapan belerang
10 Sileri n/a 9 Juni 2009 7 011' 42.3" 109053' 00" 70 n/a n/a n/a
Kolam lumpur, air keruh, bau belerang sangat
tajam, mengeluarkan gelembung gas, warna asap
putih, terdapat endapan belerang, luas sekitar
100 m2
11 Sikidang n/a 9 Juni 2009 7 013' 09.4" 109 054 '53.2" 88 2,21* n/a n/a
Kolam lumpur, air keruh, bau belerang sangat
tajam, mengeluarkan gelembung gas, warna asap
putih, terdapat endapan belerang , luas sekitar 25
m2
No Lokasi No sampel
(Lama)
Tanggal
Pengambilan
sample
Koordinat Konduktivitas
(MeV)Debit (lt/ det) Tipe manifestasi dan deskripsi t0C pH
n/a = Tidak ada data (*) = Data berasal dari Pos Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi daerah Dieng
46
Gambar 4.2 Mata air panas di (a) Bitingan, (b) Sileri, (c) Siglagah, (d) Pulosari,
(e) Kaliputih, (f) Sikidang. Anak panah di (c) menunjukan mata air panas yang tidak
terlihat, anak panah di (f) menunjukan lokasi mata air panas.
47
Gambar 4.4 Fumarola di (a) Kawah Pagerkandang, (b) Kawah Siglagah, (c) Kawah
Candradimuka.
Gambar 4.5 Kolam lumpur di (a) Sikidang, (b) Sileri.
48
4.3.3 Geokimia air panas
Analisa kimia dilakukan terhadap 6 sampel air panas. Analisa dilakukan melalui
dua tahap yaitu pengukuran di lapangan secara langsung untuk mengetahui suhu, pH
air, konduktivitas. Dan dari analisa sampel air yang dilakukan di Laboratorium Kimia
Air di Program Studi Teknik Lingkungan ITB untuk mengetahui nilai kesadahan
(CaCO3), dan 16 unsur yang meliputi anion utama Cl-, SO42- dan HCO3
-, dan kation
seperti Ca2+, Na+, K+ danMg2+. Analisa juga dilakukan terhadap unsur-unsur netral,
seperti SiO2, NH3, dan F, serta unsur kontaminan yang umum dijumpai pada sistem
panasbumi, seperti As3+ dan B. Hasil analisa kimia bisa dilihat pada tabel 4.2 dan 4.3.
4.3.3.1 Karakteristik umum air panas
Dari 6 sampel air panas yang diteliti secara umum mempunyai temperatur 44 -
65 0C, derajat keasaman (pH) berkisar dari 6 -7 ( netral ) untuk di lapangan dan 3 – 8
(asam – basa) untuk hasil analisa laboratorium, konduktivitas yang terukur mempunyai
kisaran dari 35 – 78 Mev, serta nilai kesadahan CaCO3 yang terukur berdasarkan
analisa di laboratorium memiliki nilai 106 – 527 mg/kg (tabel 4.1 dan 4.2).
Tabel 4.2 Analisis Laboratorium untuk pH, DHL, dan kesadahan.
No Lokasi No
sample pH (lab ,25
0c) DHL ( uS/cm) kesadahan
(CaCO3, mg/kg)
1 Bitingan bit-06 7,99 693 124
2 Sileri slr-01 8,37 849 277
3 Siglagah pgd-07 8,27 283 106
4 Pulosari Pul-01 4,54 1218 358
5 Kaliputih Klp-01 8,36 2790 527
6 Sikidang Skd-09 3,88 1832 351
49
Tabel 4.2 Hasil analisa kimia air ( dalam mg/kg).
No Lokasi Ca2+ Mg2+ Cl- F SO42- Na+ K+ Fe Mn B NH4 SiO2 HCO3
- CO2
total As3+ Li+
1 Bitingan 11,28 23,38 17,96 1,39 59,50 71,30 28,20 0.01 0,07 1,38 0,83 38,94 243,30 0,00 0,01 0,03
2 Sileri 13,69 58,97 69,22 1,15 76,80 61,69 21,30 0,12 0,50 3,84 1,94 41,09 231,90 0,00 0,01 0,05
3 Siglagah 14,50 17,04 7,42 1,17 28,70 17,43 21,10 0,34 0,40 0,32 0,04 44,06 118,36 0,00 0,09 0,00
4 Pulosari 19,33 63,35 289,00 5,96 214,00 76,23 52,00 0,68 0,86 0,87 0,95 46,34 21,74 1,73 1,73 0,02
5 Kaliputih 4,03 125,50 484,50 1,20 11,10 321,30 41,50 0,08 0.05 1,19 0.005 46,34 634,09 0,00 0,00 0,88
6 Sikidang 43,50 58,94 27,48 6,82 862,00 203,40 51,60 11,44 0,61 0,69 5,27 58,68 0,00 5,19 0,01 0,01
50
Kesetimbangan Ion
Sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data perlu dilakukan uji kualitas
terhadap data yang diperoleh sehingga terjamin kelayakan data tersebut dan dapat
diintrepetasikan lebih lanjut. Menurut Nicholson (1993), salah satu metoda yang
digunakan untuk menguji kelayakan data adalah dengan mengunakan kesetimbangan
ion, metoda ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah Meq antara kation dan
anion yang ada pada sampel. Data yang diuji dikatakan baik jika nilai kesetimbangan
ion tidak lebih dari 5 % (Nicholson, 1993) (tabel 4.1).
Perhitungan keseimbangan ion dilakukan dengan menggunakan persamaan
berikut (Nicholson, 1993) :
Anion/Kation (meq) = ( konsentrasi (mg/L) / massa atom ) x bilangan oksidasi unsur
Setelah mengubah satuan mg/kg ke meq, berikutnya data tersebut
diformulasikan ke dalam persamaan keseimbangan ion di bawah ini (Nicholson, 1993)
Σ anion (meq) = Σ kation (meq)
Σ anion (meq) / Σ kation (meq)
[(Σ anion – Σ kation) / (Σ anion +Σ kation)]
(Atom yang dibedakan menjadi anion, kation dan netral )
Anion : Cl-, HCO3-, SO4
-2, F-, Br-, I-
Kation : Na+, K+, Li+, Ca+2, Mg+2, Rb+, Cs+, Mn+, Fe+
Netral : SiO2, NH3, As, B, gas Nobel
51
Tabel 4.4 hasil perhitungan dari Ion Balance
Lokasi ∑Kation ∑Anion Ion Balance Ion Balance
(%)
Bitingan 6.31 5.73 0.05 5
Sileri 8.76 7.35 0.09 9
Siglagah 3.42 2.75 0.11 11
Pulosari 10.82 12.96 0.09 9
Kaliputih 25.56 24.27 0.03 3
Sikidang 17.19 18.73 0.04 4
Hasil dari perhitungan ion balance memiliki nilai 4 – 11 %. Daerah yang memiliki
nilai kurang hingga sama dengan 5% terletak di Kaliputih, Bitingan dan Sikidang,
sedangkan sisanya memiliki nilai lebih dari 5%. Hasil analisa dikatakan layak jika
mempunyai nilai ion balance kurang hingga sama dengan 5 %. Hasil analisa ini
ditunjukan oleh air panas yang keluar di Kaliputih, Bitingan dan Sikidang. Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa hasil analisa air panas lain yang mempunyai
kesetimbangan ion di atas 5% tidak layak digunakan dalam interpretasi, kesetimbangan
ion yang tinggi dipengaruhi juga oleh tipe dan proses yang dialami air panas
(Nicholson, 1993). Nilai kesetimbangan ion di atas 5% diperkirakan akibat adanya
pencampuran dengan air meteorik di permukaan atau dengan batuan sekitarnya.
4.3.3.2 Tipe air panas
Tipe air panas ditentukan berdasarkan kandungan relatif anion Cl, SO4, dan
HCO3 seperti pada gambar 4.6. Pada daerah penelitian, air panas yang merupakan tipe
campuran klorida dan sulfat keluar sebagai mata air panas Pulosari, sedangkan air
yang telah mengalami pelarutan dengan bikarbonat ada di mata air panas Kaliputih.
Air panas Sikidang memiliki tipe air sulfat dan air panas lainnya memiliki tipe
bikarbonat. Meskipun air panas tersebut dipengaruhi oleh asam bikarbonat dan sulfat,
52
derajat keasaman air panas di daerah penelitian menunjukkan pH di lapangan memiliki
nilai sekitar 6 – 7 (tabel 4.1), tetapi menjadi sedikit basa (7,99-8,37) pada temperatur
25°C kecuali pada Mata air panas Pulosari yang memiliki pH 4,54 dan pada Mata air
panas Sikidang yang memiliki pH 3,88 pada temperatur 25°C.
Gambar 4.6 diagram Cl-HO3-SO4, umumnya mempunyai tipe bikarbonat.
Air bikarbonat yang terdapat di mata air panas Bitingan, Sileri, Siglagah
menandakan terbentuk pada kondisi daerah yang dangkal, air tersebut terbentuk akibat
absorbsi gas CO2 serta kondensasi uap air ke dalam air tanah (steam heated water). Air
sulfat yang terdapat pada mata air panas Sikidang menandakan terbentuk di bagian
paling dangkal dari permukaan, air tersebut terbentuk akibat kondensasi uap air
kedalam air meteorik (steam heated water) atau akibat oksidasi H2S pada zona oksidasi
dan membentuk H2SO4. Sedangkan untuk air campuran klorida sulfat yang terdapat di
mata air panas Pulosari diduga berasal dari campuran air reservoir dengan kondensat.
Air yang berasal dari pelarutan klorida bikarbonat pada mata air panas Kaliputih
53
terbentuk pada kondisi campuran air meteorik yang mengalami kondensasi uap air ke
dalam air tanah (steam heated water).
4.3.3.3 Sumber air panas dan reservoir
Sumber air yang keluar sebagai mata air panas ditentukan berdasarkan
kandungan relatif anion Cl, Li, dan B seperti pada gambar 4.7. Berdasarkan diagram Cl-
Li-B, daerah penelitian terbagi atas 4 sumber/reservoir yang berbeda. Reservoir yang
pertama adalah yang membentuk mata air panas Pulosari. Mata air ini memiliki nilai Cl
yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan B dan Li, hal ini menandakan pengaruh
dari proses vulkanomagmatik. Air dari reservoir yang kedua keluar sebagai mata air
panas Kaliputih. Mata air panas ini memiliki rasio B/Cl sekitar 0,02 yang menandakan
adanya pengaruh dari proses volkanomagmatik tetapi kurang dominan bila
dibandingkan dengan air panas Pulosari. Air dari reservoir yang ketiga keluar sebagai
mata air panas Bitingan, Sileri, dan Siglagah yang termasuk ke dalam satu kelompok.
Mata air panas ini apabila dilihat dari kesamaan nilai Li/B sekitar 0,1- 0,2 menandakan
adanya kesamaan reservoir dilihat dari trend steam heating. air dari reservoir yang
keempat keluar sebagai mata air panas Sikidang. Mata air panas ini memiliki nilai B/Cl
sekitar 0,3 dan dilihat pada gambar 4.7 memiliki reservoir yang berbeda dengan mata
air panas lainnya. Perbedaan reservoir air panas juga diperkuat dari pola hidrologi dan
perbedaan satuan geologi.
Mata air panas Bitingan, Sileri, Siglagah, Pulosari, dan Sikidang mengandung Li
kurang dari 0,1. Hal ini menurut Nicholson (1993) menandakan bahwa air panas
tersebut berada di zona Upflow. Sedangkan mata air panas Kaliputih memiliki nilai Li
0,88. Hal ini menurut Nicholson (1993) menandakan bahwa air panas tersebut berada di
zona Outflow.
54
Gambar 4.7 Diagram Cl-Li-B, menunjukan adanya 4 reservoir air panas yang berbeda.
4.3.4 Isotop stabil δ18O dan δD
Kandungan isotop stabil oksigen-18 (δ18O) dan hidrogen-2 / deuterium (δD)
dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui asal air panas dan proses yang
berlangsung di bawah permukaan. Menurut Nicholson (1993) asal air panas ditentukan
oleh faktor dari air meteorik, campuran fluida magmatik, dan proses bawah
permukaan meliputi boiling, konduksi, pencampuran, evaporasi dan lain-lain.
Craig (1963) op. cit. Nicholson (1993) menyebutkan, bahwa kandungan δD
dalam air panas umumnya sama dengan kandungannya dalam air meteorik lokal,
sedangkan kandungan δ18O dalam air panas umumnya lebih positif dibanding air
meteorik. Meskipun demikian, adanya pencampuran dengan air magmatik, proses
boiling dan proses lainnya dapat mengakibatkan kandungan isotop stabil δD dan δ18O
berubah dan tidak seperti yang disebutkan oleh Craig (1963) op. cit. Nicholson (1993).
55
Enam sampel air panas yang diteliti dengan menggunakan kandungan isotop
stabil δD dan δ18O terdiri dari enam sampel dari dari mata air panas. Hasil analisa
dapat dilihat pada tabel 4.5 dan diplot pada gambar 4.8.
Tabel 4.5 komposisi isotop stabil deuterium (δD ) dan oksigen-18 (δ18O) ( dalam ‰)
NO Lokasi Deuterium Oxygen-18
1 Bitingan -46,97 ± 0,3 -7,62 ± 0,2
2 Sileri -49,37 ± 0,8 -6,98 ± 0,4
3 Siglagah -49,57 ± 1,0 -7,59 ± 0,5
4 Pulosari -46,97 ± 0,2 -6,47 ± 0,2
5 Kaliputih -30,87 ± 0,4 -5,03 ± 0,1
6 Sikidang -38,97 ± 0,9 -2,46 ± 0,4
4.3.4.1 Kandungan Isotop δ18O dan δD air panas
Air panas yang diteliti mempunyai kandungan isotop stabil δD antara -30,87 dan
-49,57 ‰ dan isotop stabil δ18O antara -2,46 dan -7,62 ‰ ( tabel 4.5). Kandungan isotop
stabil terendah terletak di Kaliputih. Sedangkan kandungan isotop tertinggi terletak di
Siglagah dan Sileri (gambar 4.8).
4.3.4.2 Asal air panas
Grafik hubungan antara isotop stabil δD dan δ18O seperti yang ditunjukan pada
gambar 4.8 memperlihatkan bahwa air panas di daerah penelitian umumnya
mempunyai kandungan isotop δD dan δ18O yang menyerupai kandungan isotop stabil
air metorik (garis air metorik global). Sedikit pergeseran kandungan isotop δ18O antara
air meteorik dan air panas menunjukan bahwa sistem panasbumi telah berinteraksi
dengan batuan sekitannya dan mencapai kesetimbangan (Nicholson,1993). Mata air
56
Kaliputih memiliki nilai δ18O -30,84±0,4 dan δD -5,03±0,1 menunjukan adanya
perbedaan daerah resapan dari mata air panas lainnya (gambar 4.8). Air panas Sikidang
memiliki nilai δ18O paling besar (-2,46 ± 0,4 ‰). Hal ini menunjukan, bahwa air panas
Sikidang telah mengalami pemanasan oleh uap dan atau evaporasi di dekat
permukaan. Hal ini juga ditunjukan oleh tipe air panas Sikidang yang berupa air sulfat.
Dilihat dari kandungan isotop stabil δ18O dan δD yang bergeser mengarah ke
komposisi isotop fluida magmatik (gambar 4.8) diduga terdapat campuran fluida
magmatik pada air panas Pulosari dan Sikidang.
Gambar 4.8 Grafik yang menunjukan hubungan antara isotop stabil δ18O dan δD air
panas di daerah penelitian, menunjukan air panas memiliki nilai yang hampir sama
dengan air meteorik permukaan.
57
4.3.4.3 Proses bawah permukaan
Interaksi dengan batuan sekitarnya hingga mencapai kesetimbangan menjadi
proses bawah permukaan yang mempengaruhi kandungan mata air panas yang keluar
di daerah penelitian. Hal ini mengakibatkan kandungan isotop stabil δ18O dan δD
cenderung tidak berubah (Nicholson, 1993). Hanya pada mata air panas Sikidang yang
dipengaruhi oleh evaporasi (steam heating).
4.3.5 Geotermometer
Geotermometer digunakan untuk menghetaui temperatur reservoir atau bawah
permukaan. Perhitungan geotermometer ditentukan dengan dua metoda, yaitu :
a) Dengan melihat manifestasi fumarola kering
Manifestasi berupa fumarola kering (dry fumarol) yang memiliki ciri-ciri
kering dan mengeluarkan suara gemuruh terdapat pada Fumarola
Pagerkandang dan Sipandu. Menurut Hochstein dan Browne (2000),
fumarola kering (dry fumarol) menunjukan temperatur reservoir
panasbumi ≥ 225 0C. Dengan demikian dapat diinterpretasikan, bahwa
daerah panasbumi di Pagerkandang dan Sipandu memiliki temperatur
reservoir ≥ 225 0C.
b) Dengan menggunakan geotermometer Na-K-Ca
Geotermometer Na-K-Ca digunakan untuk menghitung temperatur
reservoir pada daerah penelitian, karena air panas pada daerah ini telah
mengalami interaksi dengan batuan sekitar dan memiliki kandungan Ca
yang tinggi. Perhitungan geotermometer Na-K-Ca menggunakan rumus
sbb:
TNa-K-Ca (oC)Fournier (1979) = (1647/(log(Na/K) + [β x log √(Ca/Na)] + 2.24)) –
273
58
Keterangan:
Na, K, dan Ca = konsentrasi Na, K, Ca dalam mg/kg
β = 4/3 apabila ToC < 100 0C
β = 1/3 apabila ToC > 100 0C
Air panas yang digunakan untuk perhitungan geotermometer adalah tipe
air klorida (Cl), karena air klorida yang memiliki pH sekitar netral
merupakan air yang berasal dari reservoir. Pada daerah penelitian, air
panas yang bertipe klorida hanyalah air panas Pulosari yang mengalami
campuran dengan air sulfat (Gambar 4.6). Berdasarkan perhitungan
geotermometer Na-K-Ca, reservoir air panas daerah penelitian
mempunyai temperatur sekitar 295°C
Berdasarkan kedua metoda pendugaan di atas didapatkan, bahwa temperatur
panasbumi di daerah penelitian adalah diatas 225 0C, mungkin mencapai 300 0C
4.3.6 Kehilangan panas alamiah total (total natural heat loss)
Kehilangan panas alamiah total (total natural heat loss) digunakan untuk
mengetahui seberapa besar potensi cadangan panasbumi di daerah penelitan.
Perhitungan untuk kehilangan panas alamiah total adalah penjumlahan dari
perhitungan yang berdasarkan kenampakan manifestasi berupa mata air panas, kolam
air panas, fumarola, dan kolam lumpur.
Perhitungan untuk kehilangan panas alamiah dihitung berdasarkan rumus
(Hochstein, 1994) :
Q = m (hfT – hfT0) ~ m c (T – T0)
59
dengan :
m =mass flow rate (kg/s) = V.ρf c = specific heat capacity (kJ/kg K)= 4,2 kJ/kg K
ρf = densitas fluida (kg/m3) T = temperatur mata air panas (0C)
V = volume flowrate (m3/s) T0 = temperatur udara rata-rata = 200C
hfT, hfT0 = entalpi fluida (kJ/kg)
Tabel 4.6 Hasil perhitungan kehilangan panas alamiah
No Lokasi Jenis Manifestasi
Kehilangan
panas alamiah
( KW)
1 Bitingan Mata air 75,24
2 Sileri Mata air 13,16
3 Siglagah Mata air 1,70
4 Pulosari Kolam air panas 0,00
5 Kaliputih Kolam air panas 0,02
6 Sikidang Mata air 0,05
7 Sipandu Dry Fumarol 32,71
8 Pagerkandang Dry Fumarol 32,71
9 Candradimuka Wet Fumarol 39,02
10 Sileri Hot Pools 1700,00
11 Sikidang Hot Pools 550,00
kehilangan panas
alamiah total 2444,60
60
Sehingga kehilangan panas alamiah totalnya (total natural heat loss) = 2445,02
kW ≈ 2,4 MW. Menurut Hochstein (1994), kehilangan panas alamiah yang menunjukan
sistem temperatur tinggi adalah 30 -300 MW. Meskipun hilang panas alamiah daerah
penelitian sekitar 2,4 MW, sistem ini termasuk ke dalam sistem temperatur tinggi
dilihat dari kenampakan manifestasi fumarol yang hanya hadir pada sistem panasbumi
temperatur tinggi.
4.3.7 Potensi skaling
Skaling adalah mekanisme pengerakan yang terjadi pada sumur saat fluida
panasbumi akan dieksploitasi, skaling yang umumnya terbentuk adalah silika, kalsit
dan anhidrit. Potensi skaling bisa diprediksi berdasarkan solubilitas mineral kuarsa,
kalsit dan anhydrit. Pada bagian ini hanya pembentukan skaling kalsit yang dikaji.
Solubilitas kalsit akan meningkat sejalan dengan menurunya temperatur.
Mata air panas yang digunakan adalah air panas Pulosari, karena berupa tipe air
panas campuran klorida sulfat yang berasal dari reservoir (tabel 4.7), kemudian diplot
kedalam kurva perubahan solubilitas dan temperatur (gambar 4.9)
Tabel 4.7. Nilai kesadahan (CaCO3) untuk temperatur permukaan, boiling,
reservoir. Nilai CaCO3 saat boiling dan di reservoir dihitung berdasarkan mass
dan heat balance (Nicholson,1993)
No t0C kesadahan (CaCO3, mg/kg)
1 44 358
2 100 320
3 290 197
61
Gambar 4.9 Kurva perubahan solubilitas kalsit ( CaCO3) dengan temperatur dan
tekanan gas CO2 yang berbeda ( Annorson 1989, op.cit. Nicholson, 1993)
Berdasarkan kurva solubilitas kalsit ( CaCO3) dengan temperatur dan tekanan
dari CO2 (gambar 4.9), fluida panasbumi di daerah penelitian mempunyai potensi
untuk menimbulkan skaling. Hal ini ditunjukan oleh kandungan CaCO3 hasil
perhitungan yang lebih besar dibandingkan solubilitas CaCO3 (gambar 4.9).
4.3.8 Model Sistem Panasbumi
Berdasarkan dari tipe air panas, asal air panas serta geotermometer yang
didapatkan dan dikorelasikan dengan peta geologi maka akan didapatkan sistem
panasbumi seperti pada gambar 4.10, berdasarkan kenampakan manifestasi yang ada
diperkirakan resevoir dan sumber panas berada di bawah dari manifestasi fumarol
yang berada di Gunung Pagerkandang.
62
Gambar 4.10 Model Tentative Panasbumi Daerah Dieng
63
4.3.9 Resume
Berdasarkan data hidrogeokimia pada 6 lokasi mata air panas yang
diidentifikasi di daerah penelitian, yaitu Bitingan, Siglagah, Sileri, Pulosari, Kaliputih
dan Sikidang, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
Secara umum, air panas di daerah penelitian mempunyai temperatur air di
permukaan yang hangat hingga panas, yaitu 44 hingga 65°C, dengan pH netral
( 6 - 7)
Tipe air panas berdasarkan kandungan relatif Cl-HCO3-SO4 menunjukan air
panas Pulosari adalah air campuran klorida dan sulfat, air panas Kaliputih
adalah air pelarutan klorida dengan bikarbonat, air panas Sikidang merupakan
air sulfat, dan air panas lainnya berupa air bikarbonat.
Daerah penelitian mempunyai 4 reservoir yang berbeda berdasarkan diagram
Cl-Li-B. Reservoir dari air panas Pulosari dan Reservoir dari air panas Kaliputih
diduga dipengaruhi proses vulkanomagmatik. Reservoir pada air panas Sileri,
Bitingan, Siglagah menunjukan adanya proses steam heating. Reservoir dari air
panas Sikidang merupakan air meteorik yang sudah mengalami terkondensasi
sudah mulai mengalami proses steam heating. Hal ini juga diperkuat dengan hasil
analisa kandungan isotop stabil. Asal air panas adalah air meteorik yang
mengalami pemanasan, tanpa proses pencampuran dengan air magmatik
(gambar 4.1).
Perhitungan geotermometer Na-K-Ca dan kehadiran fumarola menunjukan,
bahwa temperatur reservoir panasbumi diperkirakan sekitar 225-295 0C.
Dengan menghitung nilai CaCO3 pada fluida reservoir, dapat diperkirakan,
bahwa air panasbumi di daerah penelitian berpotensi untuk membentuk skaling
kalsit saat dieksploitasi.
Hilang panas alamiah daerah penelitian sekitar 2,4 MW. Sistem panasbumi ini
termasuk ke dalam sistem temperatur tinggi yang ditunjukan dengan
kenampakan manifestasi fumarol.