Post on 17-Mar-2022
31
BAB III
PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG
PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
3.1. Latar Belakang Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3 Tahun 2017
Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat ketaatan hukum warganya,
selaras dengan pasal 1 ayat 3 Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 hasil Amandemen ke-4 bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini
tidak lepas dari sebuah peraturan, baik peraturan yang tertinggi sampai peraturan
yang terendah. Dengan banyaknya masalah yang terjadi di masyarakat termasuk
pada Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pemerintah Daerah mengupayakan agar
permasalahan ini dapat teratasi serta dapat merubah pola pikir, perilaku dan
tindakan masyarakat agar menjadi lebih bertanggung jawab. Hal ini merupakan
tujuan dan berlakunya sebuah peraturan di tengah-tengah masyarakat untuk dapat
berjalan dengan baik. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada
ditengah masyarakat serta kendala yang dihadapi dalam menjalankan suatu
peraturan yang mengacu kepada lalu lintas dan angkutan jalan adalah kurangnya
pemahaman mengenai hukum, mementingkan kepentingan pribadi, dan kurangnya
sosialisasi mengenai hukum.
Penyelenggaraan peraturan daerah oleh pemerintahan daerah diberikan
otonom seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang dalam undang-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Untuk melaksanakan otonomi luas di
daerah, maka pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonom dan tugas pembantuan.
Peraturan Daerah mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan
dengan penempatannya dalam lembaran daerah yang bersangkutan menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pembentukan setiap
peraturan daerah harus memperhatikan prinsip-prinsip tertentu yang merupakan
landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tingkat daerah seperti
aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis (Rahayu, 2018: 112).
32
Sebagai tindak lanjut dengan telah diundangkannya Undang-undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kemudian Pemerintah Daerah
Kota Pariaman membentuk beberapa peraturan daerah, diantaranya Peraturan
Daerah Nomor 3 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Tujuan Perda ini dibentuk untuk menciptakan sistem lalu lintas yang lancar,
handal, selamat, tertib, aman, berdaya guna dan berhasil guna.
Kota Pariaman adalah kota yang terletak di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia.
Kota ini berjarak sekitar 56 km dari Kota Padang yang merupakan Ibukota Sumatera
Barat. Kota Pariaman merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Padang
Pariaman yang terbentuk pada tanggal 2 Juli 2002 berdasarkan UU No. 12 Tahun
2002. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pada tahun 2010, Kota
Pariaman memiliki jumlah penduduk sebanyak 97.901 jiwa. Kota Pariaman
sebelumnya memiliki sebuah pelabuhan yang menjadi salah satu pusat perdagangan
emas, lada dan berbagai hasil perkebunan pada masa Hindia Belanda. Lambat laun
pelabuhan kota ini menurun karena digantikan oleh pelabuhan Muara dan pelabuhan
Teluk Bayur yang terletak di Kota Padang. Dengan berkembang nya zaman dan
teknologi pembangunan pun berjalan baik, termasuk pada pembangunan jalan dan
sistem lalu lintas.
Gambar 3.1 Letak Geografis Kota Pariaman
33
Kota Pariaman terletak pada posisi astronomis 0 ˚33ʹ 00″-0 ˚45ʹ00″ Lintang
Selatan dan 100 ˚07 ʹ00″-100 ˚16 ʹ00″ Bujur Timur, Kota Pariaman merupakan
hamparan dataran rendah yang terletak di pantai barat Sumatera dengan ketinggian
antara 2 sampai dengan 35 meter di atas permukaan laut dengan luas daratan 73,36
km² dengan panjang ± 12,7 km serta luas perairan laut 282,69 km² dengan 6 buah
pulau-pulau kecil diantaranya Pulau Bando, Pulau Gosong, Pulau Kasiak, Pulau Ujung,
Pulau Tangah, dan Pulau Angso. Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2002,
Kota Otonom Pariaman terdiri dari 4 Kecamatan dengan masing-masing
desa/kelurahan yaitu :
a. Kecamatan Pariaman Tengah : 22 Desa/Kelurahan
b. Kecamatan Pariaman Utara : 17 Desa/Kelurahan
c. Kecamatan Pariaman Selatan : 16 Desa/ Kelurahan
d. Kecamatan Pariaman Timur : 16 Desa/Kelurahan
Adapun wilayah Kota Pariaman yang paling luas adalah Kecamatan Pariaman
Utara dengan luas wilayah 28,45 km², serta yang terkecil adalah wilayah Kecamatan
Pariaman Selatan dengan luas 21, 14 km². Letak Kota Pariaman secara administratif
pemerintahan berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara : dengan Kecamatan V Koto Kampung Dalam Kabupaten Padang
Pariaman
b. Sebelah Timur : dengan Kecamatan VII Koto Sungai Sarik Kabupaten Padang
Pariaman
c. Sebelah Selatan : dengan Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padang Pariaman
d. Sebelah Barat: dengan Samudera Hindia (www.pariamankota.go.id).
Dari gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Kota Pariaman
memang sangat strategis jika dilihat dari kepentingan ekonomi maupun sosial. Letak
Kota Pariaman di daerah perlintasan antara beberapa Kota di Sumatera Barat
khususnya dan regional umumnya. Jalan merupakan aspek penting dalam menunjang
sektor ekonomi dan sosial sehingga mengakomodasi keterhubungan lokasi atau
ruang fisik dimana kegiatan penduduk berada. Sampai saat ini pemerintah Kota
Pariaman telah melakukan peningkatan jalan sepanjang 78.30 km.
34
Dengan adanya peningkatan jalan yang telah diupayakan pemerintah daerah
sehingga perekonomian pun meningkat dengan berbagai sarana transportasi. Jika
dilihat dari sisi letak Kota Pariaman memiliki keunggulan tersendiri tidak hanya di
bidang ekonomi dan sosial tapi juga pariwisata yang terkenal elok diwilayah
Indonesia khususnya Sumatera Barat. Dengan kondisi tersebut maka pembangunan
Kota Pariaman memiliki potensi dan tantangan yang besar serta permasalahan
tersebut diperlukan suatu perencanaan kebijakan yang terarah dan terpadu serta
menyeluruh dengan memperhatikan dari segi pertumbuhan ekonomi, sosial, dan
perilaku.
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 disebutkan
pada Pasal 57 ayat (1) yaitu:
Penyelenggara Pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten/kota terdiri atas
kepala daerah dan DPRD dibantu oleh Perangkat Daerah. (Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2014).
Dalam ketentuan tersebut menegaskan bahwa sebuah peratuan Daerah
(Perda) diselenggarakan oleh pemerintah daerah yakni Provinsi dan Kabupaten
dengan kepala daerah serta DPRD, Perda tidak dapat terjalankan tanpa adanya
bantuan dari perangkat daerah dan dukungan dari masyarakat khususnya.
Pembentukan Perda merupakan langkah untuk mencapai suatu pemenuhan
kebutuhan dan menciptakan suatu tatanan masyarakat yang lancar, handal, selamat,
tertib, aman, berdaya guna dan berhasil guna di tengah-tengah masyarakat,
khususnya di Kota Pariaman.
Dalam kesempatan wawancara dengan Wakil Ketua II DPRD Kota Pariaman,
menerangkan bahwa:
“Peraturan daerah itu berasal dari pemerintah, yang merupakan turunan undang-undang yang lebih tinggi, kalau perda lalu lintas hanya mensingkronkan kondisi daerah dengan aturan yang lebih tinggi, perda itu kan kekhasan daerah tidak hanya pariaman saja yang memiliki. Jadi dasarnya mengikuti aturan yang lebih tinggi untuk bisa dilaksanakan disini. Perda diinisiasi oleh pemerintah eksekutif, Perda untuk level daerah ada prosesnya pertama ada program legislasi daerah yaitu perencanaan perda-perda apa saja yang disepakati oleh eksekutif dan legislative untuk dibahas pada tahun
35
berikutnya, jadi perda yang dibahas tahun besok tahun ini sudah direncanakan yang dinamakan prolegda (program legislasi daerah). Dan di DPRD itu ada namanya Bapemperda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah) yang merancang program Perda” (Mulyadi, 2019).
Dalam rangka pembentukan Perda oleh DPRD, jika perda yang dianggap layak
sesuai skalaturitas untuk ditindak lanjuti, maka DPRD membentuk Badan
Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) yang merupakan alat kelengkapan
DPRD yang bersifat tetap, dibentuk dalam rapat Paripurna DPRD. Anggota
Bapemperda diusulkan masing-masing fraksi. Pimpinan Bapemperda terdiri atas 1
orang ketua dan 1 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Bapemperda
berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. Masa jabatan Bapemperda paling
lama 2 tahun 6 bulan dan bisa diusulkan kembali.
Bapemperda mempunyai tugas dan wewenang di antaranya menyusun
rancangan program pembentukan perda yang memuat daftar urut Ranperda
berdasarkan skala prioritas pembentukan Ranperda disertai alasan untuk setiap
tahun anggaran di lingkungan DPRD, mengkoordinasikan penyusunan program
pembentukan perda antara DPRD dan Pemerintah daerah, melakukan
pengharmonisasian, pembulatan, dan penetapan konsepsi Ranperda yang diajukan
anggota DPRD, komisi atau gabungan komisi sebelum Ranperda tersebut
disampaikan kepada pimpinan DPRD, mengikuti pembahasan Ranperda yang
diajukan oleh DPRD dan pemerintah daerah, dan memberikan pertimbangan
terhadap penyusunan Ranperda yang diajukan oleh DPRD dan pemerintah daerah
diluar program pembentukan Perda. Dari DPRD Kota Pariaman ketua dari
Bapemperda adalah Mulyadi dari Fraksi Persatuan Pembangunan (PPP)
(http://Covesia.com, 27 Oktober 2019, pukul 21.00 Wib).
Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2017 tentang Lalu Lintas dan aAngkutan
Jalan, terbentuk dengan proses panjang dan skala kelayakan yang sesuai. Dalam
kesempatan wawancara dengan anggota DPRD Kota Pariaman dari Fraksi Nasdem
menerangkan bahwa:
36
“Perda Nomor 3 Tahun 2017 berawal dari inisiatif yang berasal dari Eksekutif yang dibahas di DPR serta melibatkatkan komisi mitra kerja oleh Dinas Perhubungan Kota Pariaman dan didukung oleh Pemko Kota Pariaman. yang dibahas melalui komisi, Kemudian direspon dengan baik oleh DPRD Kota Pariaman yang masuk dalam agenda Sidang Paripurna Pembahasan tentang Ranperda di DPRD Kota Pariaman yang diawali dengan penyampaian oleh Walikota Pariaman Mukhlis Rahman dan selanjutnya diberikan tanggapan oleh Ketua DPRD Kota Pariaman Mardison Mahyuddin. Kemudian dibentuk PANSUS, lalu dilaporkan ke Fraksi dan Fraksi menerima dan menjadilah sebuah Peraturan Daerah (Perda)” (Jonasri, 2019).
Dalam menetapkan sebuah peraturan tentu harus mendapatkan respon balik
serta dukungan yang baik untuk kemajuan Kota Pariaman. Hal ini di buktikan dalam
sebuah Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Peraturan ini dibentuk karena melihat kebutuhan tata kehidupan
masyarakat dalam berperilaku dan bertindak tanpa memperhatikan dan mengetahui
suatu produk hukum yang mempunyai aturan dan sanksi yang tegas. Pembuatan Perda
nomor 3 tahun 2017 tidak hanya melibatkan masyarakat namun juga dengan
ORGANDA (Organisasi Angkutan Daerah) (Jonasri, 2019).
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, tidak dapat terbentuk sendiri tanpa adanya Panitia Khusus agar
suatu Perda sesuai dengan prosedur dan pertanggung jawaban. Adapun terkait
pembahasan Ranperda yang harus diputuskan dengan jalan membentuk Panitia
Khusus (PANSUS) yang melibatkan unsur Fraksi dan Komisi yang ada di DPRD Kota
Pariaman dengan menerbitkan Surat Keputusan Nomor : 11/ KEP.D/ DPRD/ IX/ 2016
tentang Pembentukan Panitia Khusus (PANSUS). Lampiran nama-nama Panitia Khusus
(PANSUS) Ranperda Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah sebagai
berikut:
37
Tabel 3.1 Panitia Khusus (PANSUS) Pembentukan Perda Kota Pariaman Nomor 3 tahun 2017
NO NAMA DAN GELAR DARI UNSUR FRAKSI KEDUDUKAN DALAM
PANITIA
1. Ir. John Edwar Fraksi Gerindra Koordinator
2. Riza Saputra, S.Pd Fraksi Nurani Pembangunan
Ketua
3. M. TaufIK, S.H Fraksi Nasdem Wakil Ketua
4. Gusferi Akmal Fraksi Bulan Bintang Amanat
Sekretaris
5. Jonasri Fraksi Nasdem Anggota
6. Fadhly, S.T Fraksi Bulan Bintang Amanat
Anggota
7. Arizal, S.Pd Fraksi Bulan Bintang Amanat
Anggota
8. Mulyadi FraksiPersatuan Pembangunan
Anggota
9. Muhammad Yasin, S.Pd Fraksi Golongan Karya Anggota
10. Ali Bakri Fraksi Golongan Karya Anggota
Sumber: Kabag Hukum DPRD Kota Pariaman
Setelah melalui pembahasan panjang dalam pembentukan sebuah peraturan,
maka Kota Pariaman memiliki Peraturan Daerah yang mengatur tentang masalah
yang kompleks di daerah yaitu Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Perda Nomor 3 Tahun 2017 tersebut ditetapkan pada tanggal 21 Februari 2017 oleh
Walikota Pariaman Mukhlis Rahman.
1.2. Muatan Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3 Tahun 2017
38
Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdiri atas 10 BAB yaitu: BAB I
tentangKetentuan Umum, BAB II tentang Jaringan Transportasi dan Angkutan Jalan,
BAB III tentang Pengujian Kendaraan Bermotor, BAB IV tentang Teknik Lalu Lintas,
BAB V tentang Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
BAB VI tentang Pembinaan Angkutan, BAB VII tentang Penyidikan, BAB VIII tentang
Sanksi Administrasi, dan BAB IX tentang Ketentuan Pidana, dan BAB X tentang
Ketentuan Penutup. Perda ini terdiri atas 152 Pasal yang pada setiap babnya
menjelaskan semua masalah Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menjadi urusan wajib yang
merupakan kewenangan Pemerintah Kota Pariaman yang dalam pelaksanaannya
melibatkan seluruh elemen masyarakat dan dijalankan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan, budaya, serta tata nilai kehidupan masyarakat. Sehubungan
dengan fokus penelitian penulis tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna
Jalan, penulis hanya mengemukakan beberapa ketentuan umum yang terdapat dalam
Perda berkaitan dengan fokus penelitian penulis. Ketentuan Umum 1 dalam
Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Kota adalah Kota Pariaman. 2. Pemerintah Kota adalah Walikota beserta Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintah daerah. 3. Walikota adalah Walikota Pariaman. 4. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kota Pariaman. 5. Dinas adalalah Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Pariaman. 6. Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika adalah Kepala Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pariaman. 7. Penyelenggaraan Jalan adalah Organisasi Perangkat Daerah Kota Pariaman yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang jalan. 8. Lalu Lintas Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri ats lalu
lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan.
9. Lalu Lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. 10. Angkutan adalah perpindahan orang dan atau barang sari suatu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan kendaraaan di ruang lalu lintas jalan. 11. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunhan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
39
bawah permukaan tanah dan / atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
12. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. 13. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian simpul dan / atau
ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.
14. Simpul adalah tempat yang diperuntukkan bagi pergantian antarmoda dan intermodal yang berupa terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, dan /atau Bandar udara. angkutan
15. Prasarana lalu lintas dan angkutan jalan yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengaman jalan, serta fasilitas pendukung.
16. Ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan /atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung.
17. Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung, dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.
18. Keamanan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang dan atau kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan atau rasa takut dalam berlalu lintas.
19. Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/ atau lingkungan (Perda Kota Pariaman, 2017).
Dalam Perda Nomor 3 Tahun 2017 tersebut yang menjadi pokok pembahasan
penulis Pasal 11 yang berbunyi “Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum
wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa:
a. Rambu lalu lintas b. Marka jalan c. Alat pemberi isyarat lalu lintas d. Alat penerangan jalan e. Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan f. Alat pengawasan dan pengaman jalan g. Fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat h. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan
dan diluar badan jalan.
Dari beberapa ayat dalam pasal 11 tersebut, yang menjadi fokus penelitian
penulis adalah pada huruf e tentang “Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan”.
Yang dimaksud dengan Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan (polisi tidur)
40
adalah bagian jalan yang ditinggikan berupa tambahan aspal atau semen yang
dipasang melintang di jalan untuk pertanda memperlambat laju/ kecepatan
kendaraan. Dengan adanya Pasal 11 huruf e tersebut maka dalam melaksanakan
peraturan daerah diperlukan kerja sama dengan instansi yang lebih berwenang
terhadap Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu Dinas Pehubungan
Kota Pariaman.
Berdasarkan wawancara dengan KASI Penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, menerangkan bahwa:
“Perda dibentuk berdasarkan landasan filosofis dan sosiologis, karena adanya UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang berlaku secara umum, pada aspek-aspek tertentu dan prinsip-prinsip hukum tertentu tetap berlaku dimanapun diseluruh wilayah Indonesia. Untuk Kota Pariaman perlu hal-hal yang disikapi melalui Perda termasuk Perda lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dan perpanjangan urusan UU No. 22 Tahun 2009. Untuk menyambut persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat, maka dibuatlah Perda untuk mengatur persoalan lalu lintas dan angkutan jalan. Begitu juga tentang point-point yang ada didalam perda tersebut, seperti alat pengendali dan pengaman pengguna jalan Pasal 11 huruf e. Itu merupakan teknis-teknis kecilnya didalam Perda yang sengaja dibuat, karena itu digunakann untuk penataan manajemen rekayasa lalu lintas” (Fajar, 2019).
Pengaturan terkait penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan harus
segera diarahkan guna tercapainya sistem lalu lintas yang lancar, handal, selamat,
tertib, aman, berdaya guna dan berhasil guna terutama pada pemasangan alat
pengendali dan pengaman pengguna jalan atau biasa dikenal di masyarakat adalah
tanggul jalan atau polisi tidur yang lebih efisien dan sesuai mekanismenya agar tidak
terjadi kecelakaan dan kematian yang disebabkan oleh polisi tidur.
Pembentukan Perda Kota Pariaman Nomor 3 Tahun 2017 melibatkan DPRD,
Dinas Perhubungan dan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) termasuk Satuan
Polisi Pamong Praja selaku Instansi penegakan Perda.
Wawancara dengan Kepala Seksi Penyidik Satuan Polisi Pamong Pamong Praja
(Satpol PP), menerangkan bahwa “Tujuan dibentuknya perda Kota Pariaman Nomor
3 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah untuk
mengatur sistem lalu lintas” (Alrinaldi, 2019).
41
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, memuat tujuan Perda pada Pasal 2 yang berbunyi:
Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Pariaman
diselenggarakan dengan tujuan:
1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian dan pengembangan wilayah Kota Pariaman.
2. Terwujudnya etika berlalu lintas dikalangan masyarakat Kota Pariaman dan. 3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyrakat dalam
wilayah Kota Pariaman (Perda Kota Pariaman, 2017).
Dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat Kota Pariaman yang
dinamis dirasakan sudah saatnya ada sebuah peraturan yang mengatur tentang
masalah sistem lalu lintas serta menjangkau objek hukum yang diatur. Oleh karena
itu untuk menampung dan mengatasi seluruh pemasalahan yang kompleks tersebut
diperlukan suatu Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3 Tahun 2017 Tentang
Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Untuk dapat terlaksananya
peraturan tersebut bukan semata-mata tugas dari aparat penegak Perda, akan tetapi
menjadi tugas dan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat yang diharapkan
secara sadar.
3.3. Petugas atau Penegak Hukum Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3 Tahun
2017
3.3.1 . Dinas Perhubungan (Dishub)
1. Profil Dinas Perhubungan Kota Pariaman
Sejak zaman Pemerintah Hindia Belandamasalah lalu lintas ditangani oleh
“DEPARTEMEN WE VERKEER EN WATER STAAT” sebagai aturan hukum dan aturan
pelaksanaannya diatur dalam “WEG VERKEERORDONANTIE” (WVO), Staat Blad
Nomor 86 Tahun 1933. Pada tahun 1942 sampai dengan 1945 Departemen yang
mengatur lalu lintas, tidak berjalan di karenakan adanya perang kemerdekaan.
Kemudian pada tahun 1950 diaktifkan kembali di bawah kendali “Departemen Lalu
Lintas dan Pengairan Negara”, lalu pada tahun 1958 terbit Peraturan Pemerintah
42
Nomor: 16 Tahun 1958 yang mengatur tentang penyerahan sebagian urusan tugas
bidang lalu lintas kepada Daerah tingkat I. Pada tahun 1965 lahirlah UU No. 3 tahun
1965 yang biasa dikenal dengan Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya
(UULLAJR). Sejak lahirnya UULLAJR tanggal 1 April 1965, maka WVO (1933) tidak
berlaku lagi. Melalui proses sejarah dan permasalahan panjang, maka pada tahun
2009 terbitlah Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ) yang mengatur permasalahan lalu lintas. Sejak lahirnya LLAJ,
maka UULLAJR tidak berlaku lagi. Sehingga sampai sekarang masalah lalu lintas yang
berwewenang adalah Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
(http://DishubProvinsJawaTengah.html. 2019).
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian pada Kantor Dinas
Perhubungan Kota Pariaman Jl. Wolter Mongonsidi Kompleks Terminal Jati Pariaman,
Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman.
Pegawai Dinas Perhubungan Kota Pariaman berjumlah 84 orang dengan
Klasifikasi sebagai berikut:
1. PNS berjumlah 34 orang
2. Non PNS berjumlah 50 orang
Dinas Perhubungan Kota Pariaman merupakan salah satu Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Pariaman Nomor 3
Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan
yang dikepalai oleh seorang Kepala Dinas dengan tingkat Eselon II/b yang
bertanggung jawab kepada walikota Pariaman. Adapun Struktur Organisasi Dishub
Kota Pariaman:
Tabel 3.2 Pemangku Jabatan Dishub Kota Pariaman
No Nama Pemangku Jabatan
1. Ir. Yanri Leza, MM Kepala Dinas
2. Feri Andri, ST, MM Sekretaris
3. Ayu Aokhara, S.Kom, MM Subag Umum, Program & Pelaporan
43
4. Dian Citra Ananda, SEI Subag Keuangan
5. Eni Marlina, SE Bendahara
6. Harnah Nursasi, .ST (TD) Penata Keuangan
7. Yenny Syafrina, ST Analisis Rencana Program dan Kegiatan
8. Karisa Gitta, A.Md LLAJ Pengelola Data
9. Sayyedel Husni, Ama PKB Pengadministrasi Barang Milik Negara
10. Ilham Ismail, S. STP Kasi Sarana & Prasarana
11. Fauzi Rizal Kasi Pengendalian Operasional LLAJ
12. SaLman Surya, S.Kom Kasi Binkes & PNANGGLAKA
13. Rah Panji, A.md LLAJ Pengelola Sistem Informasi Sar dan Prasarana
14. Fajri Faisal Pengadministrasi Sarana & Prasarana
15. Edison Pengadministrasi Kecelakaan LLAJ
16. Busriko Hendriadi, SE PengawasKeselamatan Darat/Jalan
17. Edwar Penyidik
18. Andri Pengadministrasi LLAJ
19. Mudhasir, S.Sos, MM Pemeriksa Lalu Lintas Darat
20. Nasril Bidang Angkutan
21. Adman, SE Kasi Angkutan Darat & KA
22. M. Afdila Fajar, SH Kasi Angkutan Laut & Keselamatan Pelayaran
23. Herpendi, S.Sos Kasi Manajemen & Rekayasa
44
Lalu Lintas
23. Muharsyaf, SH Analisis Sistem Penaduan Moda Transportasi Perkotaan
24. Sadli. AR, SH Analisis Perizinan
25. Adam Hafiz Al Khairi, amd LLAJ Pengelola Rekayasa Lalu Lintas
26. Ismael, A.md Pengelola Sistem Pelayaran Angkutan
27. Agusri, S.Sos Kepala UPTD Perparkiran
28. Raymond Chandra, SE Kasubag TU
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Pariaman 2019
Dishub Kota Pariaman memiliki Visi dan Misi agar terwujudnya sistem
transportasi yang sesuai dengan nilai-nilai organisasi lingkup perhubungan. Adapun
Visi dan Misi Dishub, Visi: Mewujudkan Sistem Transportasi yang berkelanjutan di
Kota Pariaman dan Misi: Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi yang
berkelanjutan serta responsiveterhadap perkembangan global, menciptakan lalu
lintas yang lancar, tertib, efektif dan efisien, mengembangkan dan meningkatkan
pelayanan jasa transportasi di wilayah perkotaaan, dan mengembangkan dan
meningkatkan sumber daya manusia yang professional dalam memberikan pelayanan
prima.
2. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perhubungan
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pembagian
Urusan Pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota disebutkan bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah dan urusan
pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan atau susunan pemerintahan
yang terdiri atas 31 bidang urusan pemerintahan termasuk didalamnya
perhubungan. Perhubungan termasuk dalam urusan wajib dalam pemerintah
tersebut.
45
Dinas perhubungan merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang
Perhubungan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur
melalui sekretaris daerah.
Adapun tugas pokok dan fungsi Dinas Perhubungan Kota Pariaman, antara lain
(Dishub Kota Pariaman, Kasubag Umum, 2019) :
a. Tugas Pokok
Membantu walikota melaksanakan urusan pemerintahan dan tugas pembantuan
di bidang perhubungan.
b. Fungsi Dishub
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Dinas Perhubungan memiliki fungsi
antara lain:
1. Perumusan kebijakan dibidang lalu lintas dan angkutan jalan, perkeretaapian
dan pelayaran yang menjadi kewenangan daerah dan tugas perbantuan yang
ditugaskan kepada Daerah Kota.
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan,
perkeretaapian dan pelayaran yang menjadi kewenangan Daerah dan tugas
perbantuan yang ditugaskan kepada Daerah Kota.
3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan,
perkeretaapian dan pelayaran yang menjadi kewenangan Daerah dan tugas
perbantuan yang ditugaskan kepada Daerah Kota.
4. Pelaksanaan administrasi dinas di bidang perhubungan Kota.
5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh walikota terkait dengan tugas
dan fungsinya.
3. Penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
Salah satu tujuan Peraturan Daerah (Perda) tentang lau lintas dan angkutan
jalan yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah (Pemda) adalah mewujudkan
46
pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan
terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian, dan
pengembangan dan mewujudkan etika berlalu lintas dikalangan masyarakat serta
mewujudkan penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Dalam
pelaksanaan perda diperlukan suatu kemampuan untuk menangani berbagai
pelanggaran-pelanggaran yang menyangkut dengan penyelenggaraan lalu lintas dan
angkutan jalan. Dalam rangka penegakan Perda, unsur utama sebagai pelaksana di
lapangan adalah Pemda.
Dalam hal ini kewenangan lalu lintas dan angkutan jalan diemban oleh Dinas
Perhubungan. Salah satu tugas Dishub adalah membantu Kepala Daerah untuk
menciptakan suatu kondisi daerah dimana sistem lalu lintas yang lancar, handal,
selamat, tertib, aman, berdaya guna dan berhasil guna sehingga penyelenggaraan
roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik dan begitu pula dengan masyarakat.
Pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah oleh Dishub dilakukan dengan
pengawasan, pengendalian, Patroli, pemerikasaan, penindakan, dan penyidikan.
Untuk menunjang pelaksanaan program pemerintah daerah secara
berkesinambungan, maka bentuk penindakan yang dilakukan terhadap pelanggaran
lalu lintas dan angkutan jalan, sebagaimana yang dijelaskan pada Perda Nomor 3
Tahun 2013 pasal 142 meliputi:
Ayat 1 Pelanggaran terhadap ketentuan lalu lintas yang dinyatakan dengan rambu-
rambu lalu lintas dan angkutan jalan serta alat pengendalian lalu lintas
lainnya.
Ayat 2 Pelanggaran terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.
Dalam melaksanakan tugas penegakan Peraturan daerah Dishub harus
berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, baik itu bagian dalam melakukan sosialisai
maupun tindakan terjun ke lapangan. Sebagaimana yang di terangkan oleh salah satu
anggota Dishub menerangkan bahwa:
“Dalam melaksanakan tugas kelapangan kami dari pihak Dishub harus melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian, Satpol PP, bagian hukum sekretariat daerah karena instansi ini juga mempunyai wewenang terhadap penegakan hukum di daerah”(Hafis, 2019).
47
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan sudah disosialisasikan ke masyarakat. Sosialisasasi dilakukan setelah Perda
tersebut disahkan dan diundangkan, sebagaimana yang diterangkan oleh KASI
Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Perda mengenai lalu lintas dan angkutan jalan sudah kami sosialisasikan
semenjak disahkan dan diundangkan Perda ini, sampai dengan sekarang.
Melalui kegiatan di bagian hukum Sekretariat daerah, tempatnya waktu itu di
Joyo Makmur. Dan cara-cara lain bagi kami dalam mensosialisasikan Perda ini
melalui kegiatan-kegiatan seperti Forum LAJ, penyuluhan keselamatan lalu
lintas, pemilihan pelajar pelopor lalu lintas. Perda ini kita sampaikan, dan tidak
hanya itu secara khusus kami juga melakukan sosialisasi dari desa ke desa,
lurah ke lurah. Sosialisasi ini dilakukan 2 bulan sekali tergantung waktu dan
kesempatan” (Fajar, 2019).
Dalam rangka pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2017
oleh Dinas Perhubungan Kota Pariman, dilaksanakan sesuai dengan standar
Operasional dan kode etik sehingga dalam melaksanakan tugas, harus berdasarkan
ketentuan Undang-undang. Untuk melakukan patrol/ pengawasan pihak Dishub juga
memilih anggotanya yang memang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Adapun
jumlah anggota Dishub yang turun ke lapangan sebanyak 5 sampai 10 orang dari
anggota-anggota terkait. Selain itu untuk melakukan sosialisasi perda, ikut serta
adalah Kepala Dinas, Kabid, dan Kasi. Untuk melakukan sosialisasi Dishub memiliki
target yang dicapai dengan jangka waktu 1 tahun.
Dinas Perhubungan merupakan Garda terdepan Penegakan Hukum dan
keselamatan dalam sistem lalu lintas dan angkutan jalan di daerah yang menjalin
kerja sama dengan instansi-instansi terkait melalaui koordinasi tingkat OPD di
Pemerintahan Kota Pariaman serta organisasi kemasyarakatan dapat ikut berperan
aktif dalam menciptakan lalu lintas yang lancar, handal, selamat, tertib, aman,
berdaya guna dan berhasil guna.
Dalam melakukan Penegakan hukum di daerah, Dishub Kota Pariaman
seringkali mendapatkan kendala-kendala untuk menghambat berjalannya Perda
tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan oleh KASI Manajemen dan Rekayasa lalu lintas
menerangkan:
48
“Kami terjun kelapangan tidak selalu berjalan lancar, banyak kendala yang
kami hadapi, ada daerah-daerah tertentu yang ingin mengatur daerah sendiri,
ini menjadi kendala bagi kami yang padahal sudah tercakup didalam Perda,
dan disini banyak kami lihat karena sebuah kepentingan pribadi, terutama
pada alat pembatas kecepatan atau tanggul yang biasa dikenal masyarakat.
Sudah kami berikan sosialisasi ke desa-desa dan kelurahan. Kebetulan pada
tahun ini pengadaan terhadap anggaran untuk speed bumps atau tanggul tidak
ada, namun kami sudah sampaikan ke masyarakat yang punya dana dan
menggunakan nya untuk memasang tanggul agar berkoordinasi dengan pihak
dishub, karena ada spekteknisnya yang harus dipenuhi dan ada aturan-aturan
dimana saja tempat yang pantas dibangun tanggul. Namun sampai sekarang
belum ada daerah yang berkoordinasi. Itu yang menjadi kendala bagi kami
pihak Dishub” (Harpendi, 2019).
Kendala-kendala yang sering terjadi di lapangan menjadi tantangan
hendaknya oleh Dishub yang mengupayakan agar masyarakat patuh terhadap perda,
untuk meyakinkan masyarakat perlu usaha yang maksimal agar perda dapat
terealisasikan di lingkungan masyarakat.
Terkait dengan Sanksi yang diberikan pada pelanggar Perda, sebagaimana
yang dijelaskan oleh KASI Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
menerangkan:
“Terkait persoalan sanksi pada Perda, sebenarnya Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang berlaku secara universal sudah menjadi induk dari segala persoalan yang ada pada Perda. Sepanjang sanksi sudah diatur dalam undang-undang, perda tidak perlu mengatur kembali karena sudah diatur di dalam Undang-undang artinya Perda mengikuti apa yang ada dalam Undang-undang di Jo kan maksudnya tetapi harus melihat dari segi hirarki nya dan kepastian hukum. Namun dalam pemberian sanksi kembali lagi dengan sebelumnya kami juga berkoordinasi dari pihak kepolisian, Satpol PP, dan kesekretariatan daerah karena pemberian sanksi tidak dapat kami jatuhkan sendiri tanpa koordinasi dengan pihak terkait yang juga memiliki wewenang atas itu” (Fajar, 2019).
Terkait dengan sanksi yang terdapat pada Undang-undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga diberlakukan pada Perda Nomor 3
tahun 2017, antara lain:
Pasal 275 ayat (1) Setiap orang yang melakukan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) dipidana dengan
49
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.250.000.000.00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
ayat (2) setiap orang yang merusak rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi
isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat
pengaman pengguna jalan sehingga tidak berfungsi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000.00 (lima puluh juta
rupiah) (Undang-undang Lalu lintas dan Angkutan jalan,
2009: 128).
Secara umum penegakan Peraturan Daerah Kota Pariaman mengenai Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan dan pelaksanaan sanksi sudah efektif. Akan tetapi terkait
hal-hal yang tertentu dari aturan Perda di dalam masyarakat belum efektif terlaksana.
3.3.2. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) 1. Profil Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pariaman
Dalam rangka menjalankan Peraturan daerah yang memiliki wewenang dalam
bidang lalu lintas dan angkutan jalan memang di emban oleh Dinas Perhubungan.
Akan tetapi tidak lepas dari itu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merupakan
aparat daerah yang sekaligus pelaksana Peraturan daerah itu sendiri. Satpol PP
memililki peranan dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Pemda).
Berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Satuan
Polisi Pamong Praja sesuai dengan keberadaannya sebagai perangkat daerah yaitu
membantu kepala daerah dalam penegakan peraturan daerah. Satpol PP adalah
sebuah organisasi yang sangat erat dengan masyarakat karena fungsi utamanya
adalah menjaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Dalam hal
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, Satpol PP bertugas dalam hal
ketertiban umum dan ketentaraman masyarakat apabila dishub mengikut sertakan
Satpol PP dalam melakukan penindakan.
Dalam kesempatan wawancara dengan Anggota Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Pariaman, menerangkan bahwa:
50
“Kami selaku Satpol PP juga memiliki peran serta dalam pelaksanaan Perda
Nomor 3 tahun 2017, tetapi sub-sub tertentu ada yang dinaungi OPD masing-
masing. Namun tidak lepas dari itu dalam penegakan perda ada sifat
pelanggaraannya yang yustisi dan non yustisi, jadi kami selaku Pol PP ketika
ada benturan dengan perda harus ada koordinasi dengan kami” (Syahril,
2019).
Tabel. 3.3 Susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
No Nama Jabatan
1. Elfis Candra, SH Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan
Pemadam Kebakaran 2. Murfida, SE, MM Sekretaris
3. Fajri, SE Kepala Sub Bagian Keuangan
4. Reza Novandri, S.Sos, MS.i Kepala Sub Bagian dan Program
5. Aprizal Kepala Bidang PPUD dan Peningkatan SDM
6. Alrinaldi, SH, MH Kepala Seksi Penyidik
7. Roni Kardinal, SE Kepala Seksi Pengembangan Kapasitas
8. Sri Siswani, Spd Kepala Seksi Pengawasan, Pembinaan dan
Penyuluhan 9. Raswan Azmi, S.STP Kepala Bidang Tratibum
Pemadam dan Linmas 10. Batrizal Kepala Pemadam
Kebakaran 11. Abdul Rahman Kepala Perlindungan
masyarakat
12. Zulhadi Kepala Seksi Operasional
Sumber: Data Satpol PP Kota Pariaman Dalam keseluruhan jumlah Satuan Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Pariaman, baik itu PNS ataupun Non PNS berjumah 100 orang personil. Data tersebut
tidak diberikan secara rinci oleh pihak Satpol PP, karena dalam Perda yang penulis
51
buat lebih banyak terfokus pada Dinas Perhubungan Kota Pariaman. Akan tetapi
Satpol PP merupakan penegak dari Peraturan Daerah itu sendiri.
2. Tugas dan wewenang Satuan Polisi Pamong Praja
Di dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 dijelaskan pada Pasal 255
yaitu:
(1) Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada,
menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman, serta menyelenggarakan
perlindungan masyarakat.
(2) Satuan polisi pamong praja mempunyai kewenangan:
a. melakukan tindakan penertiban non-yustisal terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda
dan/atau Perkada,
b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat,
c. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur,
atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas perda dan/atau
perkada,
d. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur,
atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda dan/atau
perkada.
Pelaksanaan penegakan peraturan daerah oleh Satpol PP meliputi pencegahan,
patroli, pengamanan, penertiban dan pembinaan/penyuluhan. Untuk menunjang
pelaksanaan program pemerintah daerah secara berkesinambungan. Keamanan,
ketentraman dan ketertiban umum merupakan kebutuhan dasar dalam
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat terkait segala bentuk kegiatan
didalamnya perlu dibentuk dan dilaksanakan pemberdayaan masyarakat dalam
menciptakan ketentraman, keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dalam kesempatan wawancara dengan Kepala Seksi Penyidik Satuan Polisi
Pamong Praja, menerangkan bahwa:
52
“Tugas yang dijalankan oleh Satpol PP pada Perda lalu lintas dan angkutan jalan, seperti pada penertiban parkir liar, penertiban mengenai PKL disitu Satpol PP menjalankan peranannya untuk menertibkan yang mana mengenai hal ini diatur oleh Perda. Tidak hanya itu tugas Satpol PP sebagai Penegak Perda bekerja sama dengan Dishub dalam perihal sanksi bagi yang melanggar Perda tersebut” (Alrinaldi, 2019).
Pelaksanaan Perda tentang penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan
oleh Satpol PP adalah menjalankan peranan nya dalam menegakkan Perda dan
Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman, serta
menyelenggarakan perlindungan masyarakat. Termasuk pada penertiban lalu lintas
sehingga menciptakan lalu lintas yang lancar, handal, selamat, tertib, aman, berdaya
guna dan berhasil guna.
Keikutsertaan anggota Satpol PP dalam tugas penyelenggaraan lalu lintas dan
angkutan jalan berjumlah 3 sampai 5 orang personil. Dalam pembantuan tugas Dinas
Pehubungan hal ini Satpol PP berperan dalam perihal sanksi bagi yang melanggar
Perda tersebut. Namun sanksi yang diberikan oleh Satpol PP hanya berlaku 6 bulan
ke bawah yang termasuk pada Tipiring (Tindak Pidana Ringan).Jika pelanggaran
diatas 6 bulan selanjutnya Penyidik Satpol PP dan penyidik Dishub tidak memiliki
wewenang dan selanjutnya akan diserahkan ke Kepolisian. jadi bahwa antara Satpol
PP dan Dishub memiliki hubungan kerja sama dalam penegakan Perda.
3.4. Sarana dan Prasarana yang Pendukung Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2017
Untuk terlaksananya sebuah peraturan harus disediakan sarana dan prasarana
yang mendukung, agar tercapai maksud dan tujuan peraturan tersebut. Sarana
merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud
dan tujuan tertentu. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang
utama terselenggaranya suatu proses usaha yang dilakukan.
Dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2009, Lalu lintas didefenisikan sebagai
gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Sedangkan yang dimaksud
dengan ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak
pindah kendaraan, orang dan fasilitas atau barang yang berupa jalan dan fasilitas
53
pendukung. Dalam hal yang demikian pemerintah mempunyai tujuan untuk
mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lacar, tertib,
dan teratur, nyaman, dan efisien melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu
lintas. Dalam menegakkan peraturan daerah Kota Pariaman terkait Penyelenggaraan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah daerah perlu memperhatikan soal sarana
dan prasarana sebagai alat penunjang berjalannya peraturan daerah tersebut seperti
yang diharapkan.
Dalam kesempatan wawancara dengan Kasi Sarana dan Prasarana lalu lintas
dan angkutan jalan, menerangkan bahwa:
“Sarana dan prasarana Dishub di Kota Pariaman sejauh ini cukup baik, baik dari sarana dan prasarana di dalam kantor maupun di lapangan. Namun ada satu 1 sarana dan prasarana yang belum kami anggarkan yaitu pada pemasangan polisi tidur atau tanggul jalan, namun akan kami anggarkan tahun depan sebanyak 200 buah dengan jarak 50 m dan tergantung pada lebar jalan” (Ismail, 2019).
Dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana Dishub Kota Pariaman cukup
baik, namun dari sarana dan prasarana pada Alat Pengendali dan Pengaman
pengguna jalan (polisi tidur) belum tersedia. Untuk menunjang sistem lalu lintas
selamat, aman, cepat, lancar, tertib, dan teratur, nyaman, dan efisien ketersediaan alat
ini sangat dibutuhkan masyarakat karena memberikan kontribusi yang besar pada
keselamatan lalu lintas khususnya pada perumahan masyarakat pada tipe jalan
golongan III C dan jalan yang merupakan tempat masyarakat melakukan berbagai
aktivitas.
Sarana dan Prasarana yang terdapat pada Dishub Kota Pariaman merupakan
sebagai salah satu cara Dishub untuk menjalankan peranan sebagai pengatur sistem
lalu lintas dan angkutan jalan. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di
lapangan berupa:
Tabel 3.3 Sarana Prasarana Dishub Kota Pariaman
No Nama Alat Jumlah
1. Mobil Patroli 1
54
2. Bus Sekolah 9
3. Halte 49
4. Traffic Light (Lampu Pengendali Arus Lalu Lintas)
80
5. Traffic Cone (Alat Pengarah Lalu Lintas)
40
6. Warning Light (Lampu Hati-Hati Lalu Lintas)
15
7. Road Barrier (Alat Pembatas Jalan)
40
Sumber: Data Dinas Perhubungan Kota Pariaman 2019
Sarana dan prasarana terdiri atas Mobil Patroli yang terdapat dii Dishub
gunanya untuk menjalankan wewenang Dishub di lapangan ketika bertugas baik
ketika razia gabungan dengan polisi, pengawasan lalu lintas dan penertiban lalu
lintas. Untuk mempermudah dan meringankan pengeluaran orangtua siswa mengenai
masalah biaya transportasi pelajar di Kota Pariaman Dishub juga membuat program
nyata kesuksesan pada sektor pendidikan yang merupakan program pro rakyat yang
mendukung wajib belajar 12 tahun dengan menggratiskan ongkos siswa yaitu bus
sekolah sebanyak 9 Unit. Demi terjalannya program ini dan tidak ada simpang siur
dengan transportasi lain, bus sekolah menyediakan halte-halte penjemputan pelajar
di Kota Pariaman sebanyak 49 halte.
Untuk menunjang manajemen rekayasa lalu lintas agar pengendara tertib
dalam berlalu lintas, Dishub Kota Pariaman menyediakan Traffic Light. Traffic light
adalah lampu yang mengendalikan arus lalu lintas yang terpasang di persimpangan
jalan, tempat penyeberangan pejalan kaki, dan tempat arus lalu lintas lainnya. Lampu
ini yang menandakan kapan kendaraan harus berjalan dan berhenti secara
bergantian dari berbagai arah, jumlah Traffic Light di Kota Pariaman sebanyak 80
unit.
Adapun alat yang digunakan untuk pengaturan lalu lintas yang berbentuk
kerucut yang terbuat dari plastic atau karet dan bersifat sementara adalah Traffic
Cone. Traffic Cone yang terdapat di Dishub Kota Pariaman sebanyak 40 unit. Guna
Traffic Cone untuk mengarahkan pengguna jalan agar menghindari bagian jalan yang
55
sedang ada perbaikan, mengalihkan laju pengguna jalan dari kecelakaan lalu lintas,
atau untuk melindungi pekerja dijalan yang sedang melaksanakan pekerjaan di jalan
yang sedang melaksanakan pekerjaan perawatan atau pemeliharaan jalan.
Warning Light atau lampu hati-hati yang diperlukan untuk meningkatkan
kewaspadaan dan mengingatkan pengguna jalan terhadap titik rawan kecelakaan.
Jumlah warning light di Dishub Kota Pariaman sebanyak 15 unit. Road Barrier
merupakan alat pembatas jalan yang digunakan untuk membantu tugas keamanan
lalu lintas apabila ada kecelakaan dan kemacetan jumlah Road Barrier di Dishub Kota
Pariaman sebanyak 40 unit.
3.5. Kesadaran Masyarakat terhadap Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3
Tahun 2017
Kesadaran masyarakat merupakan dasar utama pada suatu peraturan, tanpa
adanya kesadaran masyarakat peraturan tersebut tidak akan dipatuhi. Hal yang
ditemui di masyarakat yang menjadi permasalahan umum adalah kurangnya
pengetahuan hukum, pemahaman hukum, penataan hukum, pengharapan terhadap
hukum, dan peningkatan kesadaran hukum. Hal ini yang menjadi dasar masyarakat
tidak sadar akan hukum. Padahal masyarakat mempunyai hak-hak dan kewajiban
terhadap hukum, dimana hal itu harus dilaksanakan berdasarkan kompetensi
hukum yang berlaku di masyarakat.
Kesadaran masyarakat yang dimaksud adalah kesadaran yang lahir dari
masyarakat itu sendiri yang lahir dari kebiasaan dalam masyarakat, dipengaruhi
oleh lingkungan, peraturan-peraturan dan peranan pemerintahannya. Untuk
mengetahui kesadaran masyarakat tentang pelaksanaan Perda terkait
Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penulis mengambil fokus
penelitian di Kecamatan Pariaman Utara, khususnya di Desa Naras 1dan Naras Hilir.
3.5.1. Masyarakat Desa Naras 1
Dalam kesempatan wawancara dengan Kepala Desa Naras 1 mengatakan
bahwa:
56
“Selama saya menjabat belum ada pihak Dishub untuk melakukan sosialisasi Perda Nomor 3 tahun 2017 dan sosialisasi mengenai polisi tidur ini juga tidak ada ke Desa Naras 1, dan kopian Perda juga tidak ada diberikan. Namun saya selaku kepala desa naras 1 yang mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak memasang polisi tidur yang tidak cocok yang akan mengkibatkan kecelakaan dan merusak motor pengendara” (Masri, 2019).
Dari wawancara diatas menerangkan bahwa kepala Desa Naras 1 belum
mendapat koordinasi dari pihak Dishub untuk melakukan sosialiasi terhadap Perda
No mor 3 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Akan
tetapi selaku kepala desa hanya bisa memperingatkan masyarakat yang memasang
polisi tidur yang terlalu tinggi dengan jarak yang dekat. Ditambah dengan tidak ada
disebarkan dan ditempel foto copy Perda untuk disampaikan ke masyarakat. Hal ini
yang membuat peraturan tersebut tidak sampai ke masyarakat langsung. Akibatnya
pelanggaran-pelanggaran terhadap lalu lintas dan angkutan jalan meningkat.
Dalam kesempatan wawancara dengan Sekretaris Desa Naras 1, mengatakan
bahwa:
“Perda yang dibuat oleh Pemda tidak ada disampaikan ke Desa, Pada Perda ini kami selaku perangkat Desa yang turun tangan kepada masyarakat untuk membuat tanggul dan memberikan pengertian dan memberitahu kategori-kategori tanggul yang sesuai kepada masyarakat dan kami juga sudah memberitahu kalau memasang tanggul tidak bisa sembarangan” (Zulkifli, 2019).
Karena tidak sampainya Perda ke desa, maka yang turun tangan adalah
perangkat desa itu sendiri, karena sebagai pemangku jabatan yang ada di desa tentu
memberikan yang terbaik untuk masyarakat, termasuk berupa teguran dan
mengingatkan masyarakat. Walaupun demikian yang menjadi petugas dalam sistem
lalu lintas dan angkutan adalah Dinas Perhubungan.
Dalam kesempatan wawancara dengan masyarakat Desa Naras 1 mengatakan
bahwa:
“Saya tidak tahu adanya Perda Kota Pariaman tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Karena dari desa tidak ada pula yang memberitahu ataupun disebarkan ke masyarakat foto copy Perda. Saya memang memasang polisi tidur didepan rumah karena saya punya anak kecil, sedangkan motor kecang-kencang disini, kemarin saja ada yang kecelakaan tapi kami tidak ada lapor ke desa” (Neti, 2019).
57
Dalam kesempatan wawancara dengan masyarakat Desa Naras 1 mengatakan
bahwa:
“Saya tidak mengerti dan paham kalau ada juga perda yang mengatur tentang polisi tidur, biasanya kami masyarakat membuat polisi tidur seadanya. Karena mengingat lokasi tempat tinggal saya ini ramai anak-anak dan motor kencang-kencang maka saya berinisiatif memberikan polisi tidur ini agar para pengendara memperlambat laju kendaraannya” (Andi, 2019).
Dari wawancara diatas terlihat bahwa Perda Nomor 3 tahun 2017 tentang
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, tidak ada disosialisasikan. Makanya
masyarakat memasang tanggul dengan kepentingan pribadi, namun dapat
membahayakan orang banyak. Hal sewajarnya masyarakat memasang polisi tidur
karena belum ada pihak terkait turun ke desa naras 1 untuk mengecek dan
membuatkan tanggul yang sesuai mekanismenya.
Dalam wawancara dengan Ketua KAN III Koto Naras, menerangkan bahwa:
“Selama ini masyarakat yang membuat polisi tidurl tidak ada yang melapor ke Desa, walaupun sudah ada yang kecelakaan. Tidak dapat kami menyalahkan masyarakat, karena masalahnya itu datang dari akarnya” (Pole, 2019).
Sebagai orang yang dituakan di sebuah desa tentu menginginkan desanya taat
dan patuh terhadap hukum, akan tetapi Peraturan Daerah Kota Pariaman tentang
Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, harusnya sampai kepada masyarakat.
Paling tidak dilakukan pengecekan sesekali, agar tidak adanya terjadi banyak
pelanggaraan dalam masyarakat.
Dalam kesempatan wawancara dengan masyarakat Desa Naras 1, mengatakan
bahwa:
“Dalam pembuatan polisi tidur kami melakukan koordinasi dengan kepala desa dan pembuatannya dikerjakan secara gotong royong saja bersama dengan pemuda Desa” (wen, 2019).
Pembuatan polisi tidur melakukan koordinasi dengan kepala desa dan bekerja
sama dalam membuat polisi tidur. Setidaknya masyarakat sudah mendapat izin dari
aparat desa untuk membuat polisi tidur.
58
3.5.2. Masyarakat Desa Naras Hilir
Dalam kesempatan wawancara dengan Kepala Desa Naras Hilir, mengatakan
bahwa:
“Di Desa Naras Hilir, belum ada sosialisasi mengenai Perda yang dilakukan Pemda, tetapi polisi tidur yang dibuat masyarakat merupakan salah satu tindakan masyarakat, ini merupakan inisiatif dari masyarakat untuk memasang karena kendaraan disini kencang-kencang dan kebetulan Desa kami ada SMA, siswa disini kalau pakai motor kencang-kencang. Kadang kecelakaan pun tidak dapat dielakkan karena saking kencang nya, makanya masyarakat memasang polisi tidur ditambah juga disini perkantoran banyak, SD serta Paud. Saya selaku kepala desa Cuma bisa mengingatkan kepada masyarakat kalau memasang polisi tidur jangan tinggi-tinggi, namun terkadang juga tidak diindahkan. Dan saya berharap ada sosialisasi kedepannya dari Pemda” (Hendri, 2019).
Dari wawancara diatas, bahwa di Desa Naras Hilir juga tidak ada sosialisasi
dilakukan oleh pihak Dishub, padahal Desa Naras Hilir mempunyai sarana pendidikan
dan perkantoran yang seharusnya diberikan sosialisasi terhadap Peraturan Daerah
nomor 3 tahun 2017 tentang lalu lintas dan angkutan jalan khususnya mengenai
tanggul. Hal ini yang harus diperhatikan oleh Dishub Perda dapat berjalan dengan
efektif agar tujuan dari perda lalu lintas dan angkutan jalan terwujud.
Dalam kesempatan wawancara dengan perangkat Desa Naras Hilir,
mengatakan bahwa:
“Perda Nomor 3 tahun 2017 tentang lalu lintas dan angkutan jalan ini, tidak ada disosialisasikan ataupun berupa sosialisasi mengenai polisi tidur oleh Dishub. Akan tetapi dulu ada sosialisasi yang dilakukan oleh Pemda tentang pemakaian jalan untuk pesta. Namun perangkat desa naras hilir secara pribadi akan berencana melakukan sosialisasi kepada masyarakat, nanti akan kami kumpulkan masyarakat, pemuda/ pemudi desa. Akan kami sosialisasikan kalau polisi tidur itu dipasang tidak boleh sembarangan yang akan membahayakan kita juga nantinya sebagai pengguna jalan” (Heru, 2019).
Penerapan Perda yang seharusnya sampai kepada masyarakat, namun
kenyataannya tidak, walaupun ada sosialisasi yang dilakukan Dishub berupa
penggunaan jalan untuk pesta. Namun hal yang dekat masyarakat harusnya di
perhatikan karena ini berhubungan dengan nyawa seseorang yang apabila
kecelakaan yang mengakibatkan kematian.
59
Dalam kesempatan wawancara dengan masyarakat Desa Naras Hilir,
mengatakan bahwa:
“Saya memang tidak tau sama sekali kalau masalah-masalah perda ini, apalagi ada yang mengatur mengenai masalah polisi tidur juga. Karena saya tidak tahu, makanya keinginan sendiri saja saya memasang polisi tidur, karena kebetulan rumah saya didepan Sekolah kadang-kadang anak sekolah ini pakai motor kencang-kencang, pakai knalpot keras bikin bising, bahkan mengangkat-angkat motor dengan temannya. Sebenarnya bukan salah anak namun salah pula orang tuanya yang memberikan motor yang belum cukup umur” (Rahmat, 2019).
Dalam kesempatan wawancara dengan masyarakat Desa Naras Hilir,
mengatakan bahwa:
“Saya tidak pernah mengetahui kalau ada perda mengenai polisi tidur, tapi saya selaku masyarakat hanya mencegah saja agar pengendara sepeda motor tidak kencang-kencang bawa motor, karena di naras hilir ini sudah sering terjadi kecelakaan karena tidak ada polisi tidur, makanya saya pasang polisi tidur di depan rumah agar pengendara ini melambatkan kecepatan motornya” (sopian, 2019).
Dari beberapa hasil wawancara diatas mengenai kesadaran masyarakat di
Desa Naras 1 dan Naras Hilir masih banyak masyarakat belum mengetahui akan
adanya Perda Nomor 3 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan
jalan, penyebabnya karena menurut masyarakat belum ada sosialisasi atau
penyuluhan yang diberikan secara langsung ke desa, dan juga berupa lembaran perda
tidak ada dibagikan.
Dalam kesempatan wawancara dengan masyarakat Desa Naras Hilir,
mengatakan bahwa:
“Tujuan kami membuat polisi tidur agar para pengendara tidak ugal-ugalan dan supaya pengguna jalan mempunyai nilai sopan satunnya” (Bujang, 2019).
Masyarakat sebagai pengguna jalan mempunyai dasar dan tujuan dalam
pembuatan polisi tidur agar tercipta nilai sopan santun dalam berkendara supaya
tidak ugal-ugalan dan kebut-kebutan.
Peraturan daerah yang merupakan produk perundang-undangan Pemerintah
daerah bertujuan untuk mengatur hidup bersama, melindungi hak dan kewajiban
manusia dalam masyarakat, menjaga keselamatan dan tata tertib masyarakat di
60
daerah. Pada dasarnya peraturan daerah sebagai sarana komunikasi timbal balik
antara kepala daerah dengan masyarakat, dengan demikian setiap keputusan yang
penting dan menyangkut pengaturan dan pengurusan rumah tangga daerah yang
harus mengikutsertakan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 139 Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah yang berbunyi:
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis dalam
rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.
(2) Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda
berpedoman kepada peraturan perundang-undangan (Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004).
Dalam pembahasan di atas yang perlu diperhatikan ketika membuat
rancangan peraturan daerah keterlibatan masyarakat sangat diperlukan, sehingga
peraturan tersebut masih banyak yang belum di realisasikan akibatnya peraturan
daerah yang dalam pelaksanaannya menimbulkan permasalahan.
Oleh karena itu di Kecamatan Pariaman Utara khususnya di Desa Naras 1 dan
Naras Hilir yang padat penduduk dan beragam aktifitas masyarakat, Peraturan
Daerah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan belum berjalan dengan efektif dan efisien, dapat dilihat dari tidak adanya
sosialisasi mengenai Perda, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hukum
serta tidak adanya aparat yang terjun langsung ke Desa tersebut. Adapun pihak desa
berharap dan berkeinginan ke depannya agar Perda ini berjalan dengan efektif dan
efesien sebagaimana tujuan perda tersebut untuk menciptakan lalu lintas yang lancar,
handal, selamat, tertib, aman, berdaya guna dan berhasil guna sebagaimana mestinya.
Serta tidak ada hak-hak masyarakat yang terabaikan.