BAB III PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 3 …

30
31 BAB III PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN 3.1. Latar Belakang Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3 Tahun 2017 Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat ketaatan hukum warganya, selaras dengan pasal 1 ayat 3 Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil Amandemen ke-4 bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini tidak lepas dari sebuah peraturan, baik peraturan yang tertinggi sampai peraturan yang terendah. Dengan banyaknya masalah yang terjadi di masyarakat termasuk pada Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pemerintah Daerah mengupayakan agar permasalahan ini dapat teratasi serta dapat merubah pola pikir, perilaku dan tindakan masyarakat agar menjadi lebih bertanggung jawab. Hal ini merupakan tujuan dan berlakunya sebuah peraturan di tengah-tengah masyarakat untuk dapat berjalan dengan baik. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada ditengah masyarakat serta kendala yang dihadapi dalam menjalankan suatu peraturan yang mengacu kepada lalu lintas dan angkutan jalan adalah kurangnya pemahaman mengenai hukum, mementingkan kepentingan pribadi, dan kurangnya sosialisasi mengenai hukum. Penyelenggaraan peraturan daerah oleh pemerintahan daerah diberikan otonom seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang dalam undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Untuk melaksanakan otonomi luas di daerah, maka pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonom dan tugas pembantuan. Peraturan Daerah mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan dengan penempatannya dalam lembaran daerah yang bersangkutan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pembentukan setiap peraturan daerah harus memperhatikan prinsip-prinsip tertentu yang merupakan landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tingkat daerah seperti aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis (Rahayu, 2018: 112).

Transcript of BAB III PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 3 …

31

BAB III

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

3.1. Latar Belakang Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3 Tahun 2017

Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat ketaatan hukum warganya,

selaras dengan pasal 1 ayat 3 Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 hasil Amandemen ke-4 bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini

tidak lepas dari sebuah peraturan, baik peraturan yang tertinggi sampai peraturan

yang terendah. Dengan banyaknya masalah yang terjadi di masyarakat termasuk

pada Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pemerintah Daerah mengupayakan agar

permasalahan ini dapat teratasi serta dapat merubah pola pikir, perilaku dan

tindakan masyarakat agar menjadi lebih bertanggung jawab. Hal ini merupakan

tujuan dan berlakunya sebuah peraturan di tengah-tengah masyarakat untuk dapat

berjalan dengan baik. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada

ditengah masyarakat serta kendala yang dihadapi dalam menjalankan suatu

peraturan yang mengacu kepada lalu lintas dan angkutan jalan adalah kurangnya

pemahaman mengenai hukum, mementingkan kepentingan pribadi, dan kurangnya

sosialisasi mengenai hukum.

Penyelenggaraan peraturan daerah oleh pemerintahan daerah diberikan

otonom seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang dalam undang-undang

ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Untuk melaksanakan otonomi luas di

daerah, maka pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan

peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonom dan tugas pembantuan.

Peraturan Daerah mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan

dengan penempatannya dalam lembaran daerah yang bersangkutan menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pembentukan setiap

peraturan daerah harus memperhatikan prinsip-prinsip tertentu yang merupakan

landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tingkat daerah seperti

aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis (Rahayu, 2018: 112).

32

Sebagai tindak lanjut dengan telah diundangkannya Undang-undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kemudian Pemerintah Daerah

Kota Pariaman membentuk beberapa peraturan daerah, diantaranya Peraturan

Daerah Nomor 3 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan. Tujuan Perda ini dibentuk untuk menciptakan sistem lalu lintas yang lancar,

handal, selamat, tertib, aman, berdaya guna dan berhasil guna.

Kota Pariaman adalah kota yang terletak di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia.

Kota ini berjarak sekitar 56 km dari Kota Padang yang merupakan Ibukota Sumatera

Barat. Kota Pariaman merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Padang

Pariaman yang terbentuk pada tanggal 2 Juli 2002 berdasarkan UU No. 12 Tahun

2002. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pada tahun 2010, Kota

Pariaman memiliki jumlah penduduk sebanyak 97.901 jiwa. Kota Pariaman

sebelumnya memiliki sebuah pelabuhan yang menjadi salah satu pusat perdagangan

emas, lada dan berbagai hasil perkebunan pada masa Hindia Belanda. Lambat laun

pelabuhan kota ini menurun karena digantikan oleh pelabuhan Muara dan pelabuhan

Teluk Bayur yang terletak di Kota Padang. Dengan berkembang nya zaman dan

teknologi pembangunan pun berjalan baik, termasuk pada pembangunan jalan dan

sistem lalu lintas.

Gambar 3.1 Letak Geografis Kota Pariaman

33

Kota Pariaman terletak pada posisi astronomis 0 ˚33ʹ 00″-0 ˚45ʹ00″ Lintang

Selatan dan 100 ˚07 ʹ00″-100 ˚16 ʹ00″ Bujur Timur, Kota Pariaman merupakan

hamparan dataran rendah yang terletak di pantai barat Sumatera dengan ketinggian

antara 2 sampai dengan 35 meter di atas permukaan laut dengan luas daratan 73,36

km² dengan panjang ± 12,7 km serta luas perairan laut 282,69 km² dengan 6 buah

pulau-pulau kecil diantaranya Pulau Bando, Pulau Gosong, Pulau Kasiak, Pulau Ujung,

Pulau Tangah, dan Pulau Angso. Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2002,

Kota Otonom Pariaman terdiri dari 4 Kecamatan dengan masing-masing

desa/kelurahan yaitu :

a. Kecamatan Pariaman Tengah : 22 Desa/Kelurahan

b. Kecamatan Pariaman Utara : 17 Desa/Kelurahan

c. Kecamatan Pariaman Selatan : 16 Desa/ Kelurahan

d. Kecamatan Pariaman Timur : 16 Desa/Kelurahan

Adapun wilayah Kota Pariaman yang paling luas adalah Kecamatan Pariaman

Utara dengan luas wilayah 28,45 km², serta yang terkecil adalah wilayah Kecamatan

Pariaman Selatan dengan luas 21, 14 km². Letak Kota Pariaman secara administratif

pemerintahan berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara : dengan Kecamatan V Koto Kampung Dalam Kabupaten Padang

Pariaman

b. Sebelah Timur : dengan Kecamatan VII Koto Sungai Sarik Kabupaten Padang

Pariaman

c. Sebelah Selatan : dengan Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padang Pariaman

d. Sebelah Barat: dengan Samudera Hindia (www.pariamankota.go.id).

Dari gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Kota Pariaman

memang sangat strategis jika dilihat dari kepentingan ekonomi maupun sosial. Letak

Kota Pariaman di daerah perlintasan antara beberapa Kota di Sumatera Barat

khususnya dan regional umumnya. Jalan merupakan aspek penting dalam menunjang

sektor ekonomi dan sosial sehingga mengakomodasi keterhubungan lokasi atau

ruang fisik dimana kegiatan penduduk berada. Sampai saat ini pemerintah Kota

Pariaman telah melakukan peningkatan jalan sepanjang 78.30 km.

34

Dengan adanya peningkatan jalan yang telah diupayakan pemerintah daerah

sehingga perekonomian pun meningkat dengan berbagai sarana transportasi. Jika

dilihat dari sisi letak Kota Pariaman memiliki keunggulan tersendiri tidak hanya di

bidang ekonomi dan sosial tapi juga pariwisata yang terkenal elok diwilayah

Indonesia khususnya Sumatera Barat. Dengan kondisi tersebut maka pembangunan

Kota Pariaman memiliki potensi dan tantangan yang besar serta permasalahan

tersebut diperlukan suatu perencanaan kebijakan yang terarah dan terpadu serta

menyeluruh dengan memperhatikan dari segi pertumbuhan ekonomi, sosial, dan

perilaku.

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 disebutkan

pada Pasal 57 ayat (1) yaitu:

Penyelenggara Pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten/kota terdiri atas

kepala daerah dan DPRD dibantu oleh Perangkat Daerah. (Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2014).

Dalam ketentuan tersebut menegaskan bahwa sebuah peratuan Daerah

(Perda) diselenggarakan oleh pemerintah daerah yakni Provinsi dan Kabupaten

dengan kepala daerah serta DPRD, Perda tidak dapat terjalankan tanpa adanya

bantuan dari perangkat daerah dan dukungan dari masyarakat khususnya.

Pembentukan Perda merupakan langkah untuk mencapai suatu pemenuhan

kebutuhan dan menciptakan suatu tatanan masyarakat yang lancar, handal, selamat,

tertib, aman, berdaya guna dan berhasil guna di tengah-tengah masyarakat,

khususnya di Kota Pariaman.

Dalam kesempatan wawancara dengan Wakil Ketua II DPRD Kota Pariaman,

menerangkan bahwa:

“Peraturan daerah itu berasal dari pemerintah, yang merupakan turunan undang-undang yang lebih tinggi, kalau perda lalu lintas hanya mensingkronkan kondisi daerah dengan aturan yang lebih tinggi, perda itu kan kekhasan daerah tidak hanya pariaman saja yang memiliki. Jadi dasarnya mengikuti aturan yang lebih tinggi untuk bisa dilaksanakan disini. Perda diinisiasi oleh pemerintah eksekutif, Perda untuk level daerah ada prosesnya pertama ada program legislasi daerah yaitu perencanaan perda-perda apa saja yang disepakati oleh eksekutif dan legislative untuk dibahas pada tahun

35

berikutnya, jadi perda yang dibahas tahun besok tahun ini sudah direncanakan yang dinamakan prolegda (program legislasi daerah). Dan di DPRD itu ada namanya Bapemperda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah) yang merancang program Perda” (Mulyadi, 2019).

Dalam rangka pembentukan Perda oleh DPRD, jika perda yang dianggap layak

sesuai skalaturitas untuk ditindak lanjuti, maka DPRD membentuk Badan

Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) yang merupakan alat kelengkapan

DPRD yang bersifat tetap, dibentuk dalam rapat Paripurna DPRD. Anggota

Bapemperda diusulkan masing-masing fraksi. Pimpinan Bapemperda terdiri atas 1

orang ketua dan 1 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Bapemperda

berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. Masa jabatan Bapemperda paling

lama 2 tahun 6 bulan dan bisa diusulkan kembali.

Bapemperda mempunyai tugas dan wewenang di antaranya menyusun

rancangan program pembentukan perda yang memuat daftar urut Ranperda

berdasarkan skala prioritas pembentukan Ranperda disertai alasan untuk setiap

tahun anggaran di lingkungan DPRD, mengkoordinasikan penyusunan program

pembentukan perda antara DPRD dan Pemerintah daerah, melakukan

pengharmonisasian, pembulatan, dan penetapan konsepsi Ranperda yang diajukan

anggota DPRD, komisi atau gabungan komisi sebelum Ranperda tersebut

disampaikan kepada pimpinan DPRD, mengikuti pembahasan Ranperda yang

diajukan oleh DPRD dan pemerintah daerah, dan memberikan pertimbangan

terhadap penyusunan Ranperda yang diajukan oleh DPRD dan pemerintah daerah

diluar program pembentukan Perda. Dari DPRD Kota Pariaman ketua dari

Bapemperda adalah Mulyadi dari Fraksi Persatuan Pembangunan (PPP)

(http://Covesia.com, 27 Oktober 2019, pukul 21.00 Wib).

Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2017 tentang Lalu Lintas dan aAngkutan

Jalan, terbentuk dengan proses panjang dan skala kelayakan yang sesuai. Dalam

kesempatan wawancara dengan anggota DPRD Kota Pariaman dari Fraksi Nasdem

menerangkan bahwa:

36

“Perda Nomor 3 Tahun 2017 berawal dari inisiatif yang berasal dari Eksekutif yang dibahas di DPR serta melibatkatkan komisi mitra kerja oleh Dinas Perhubungan Kota Pariaman dan didukung oleh Pemko Kota Pariaman. yang dibahas melalui komisi, Kemudian direspon dengan baik oleh DPRD Kota Pariaman yang masuk dalam agenda Sidang Paripurna Pembahasan tentang Ranperda di DPRD Kota Pariaman yang diawali dengan penyampaian oleh Walikota Pariaman Mukhlis Rahman dan selanjutnya diberikan tanggapan oleh Ketua DPRD Kota Pariaman Mardison Mahyuddin. Kemudian dibentuk PANSUS, lalu dilaporkan ke Fraksi dan Fraksi menerima dan menjadilah sebuah Peraturan Daerah (Perda)” (Jonasri, 2019).

Dalam menetapkan sebuah peraturan tentu harus mendapatkan respon balik

serta dukungan yang baik untuk kemajuan Kota Pariaman. Hal ini di buktikan dalam

sebuah Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan. Peraturan ini dibentuk karena melihat kebutuhan tata kehidupan

masyarakat dalam berperilaku dan bertindak tanpa memperhatikan dan mengetahui

suatu produk hukum yang mempunyai aturan dan sanksi yang tegas. Pembuatan Perda

nomor 3 tahun 2017 tidak hanya melibatkan masyarakat namun juga dengan

ORGANDA (Organisasi Angkutan Daerah) (Jonasri, 2019).

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, tidak dapat terbentuk sendiri tanpa adanya Panitia Khusus agar

suatu Perda sesuai dengan prosedur dan pertanggung jawaban. Adapun terkait

pembahasan Ranperda yang harus diputuskan dengan jalan membentuk Panitia

Khusus (PANSUS) yang melibatkan unsur Fraksi dan Komisi yang ada di DPRD Kota

Pariaman dengan menerbitkan Surat Keputusan Nomor : 11/ KEP.D/ DPRD/ IX/ 2016

tentang Pembentukan Panitia Khusus (PANSUS). Lampiran nama-nama Panitia Khusus

(PANSUS) Ranperda Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah sebagai

berikut:

37

Tabel 3.1 Panitia Khusus (PANSUS) Pembentukan Perda Kota Pariaman Nomor 3 tahun 2017

NO NAMA DAN GELAR DARI UNSUR FRAKSI KEDUDUKAN DALAM

PANITIA

1. Ir. John Edwar Fraksi Gerindra Koordinator

2. Riza Saputra, S.Pd Fraksi Nurani Pembangunan

Ketua

3. M. TaufIK, S.H Fraksi Nasdem Wakil Ketua

4. Gusferi Akmal Fraksi Bulan Bintang Amanat

Sekretaris

5. Jonasri Fraksi Nasdem Anggota

6. Fadhly, S.T Fraksi Bulan Bintang Amanat

Anggota

7. Arizal, S.Pd Fraksi Bulan Bintang Amanat

Anggota

8. Mulyadi FraksiPersatuan Pembangunan

Anggota

9. Muhammad Yasin, S.Pd Fraksi Golongan Karya Anggota

10. Ali Bakri Fraksi Golongan Karya Anggota

Sumber: Kabag Hukum DPRD Kota Pariaman

Setelah melalui pembahasan panjang dalam pembentukan sebuah peraturan,

maka Kota Pariaman memiliki Peraturan Daerah yang mengatur tentang masalah

yang kompleks di daerah yaitu Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Perda Nomor 3 Tahun 2017 tersebut ditetapkan pada tanggal 21 Februari 2017 oleh

Walikota Pariaman Mukhlis Rahman.

1.2. Muatan Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3 Tahun 2017

38

Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3 Tahun 2017 tentang

Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdiri atas 10 BAB yaitu: BAB I

tentangKetentuan Umum, BAB II tentang Jaringan Transportasi dan Angkutan Jalan,

BAB III tentang Pengujian Kendaraan Bermotor, BAB IV tentang Teknik Lalu Lintas,

BAB V tentang Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,

BAB VI tentang Pembinaan Angkutan, BAB VII tentang Penyidikan, BAB VIII tentang

Sanksi Administrasi, dan BAB IX tentang Ketentuan Pidana, dan BAB X tentang

Ketentuan Penutup. Perda ini terdiri atas 152 Pasal yang pada setiap babnya

menjelaskan semua masalah Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menjadi urusan wajib yang

merupakan kewenangan Pemerintah Kota Pariaman yang dalam pelaksanaannya

melibatkan seluruh elemen masyarakat dan dijalankan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan, budaya, serta tata nilai kehidupan masyarakat. Sehubungan

dengan fokus penelitian penulis tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna

Jalan, penulis hanya mengemukakan beberapa ketentuan umum yang terdapat dalam

Perda berkaitan dengan fokus penelitian penulis. Ketentuan Umum 1 dalam

Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Kota adalah Kota Pariaman. 2. Pemerintah Kota adalah Walikota beserta Perangkat Daerah sebagai unsur

penyelenggaraan pemerintah daerah. 3. Walikota adalah Walikota Pariaman. 4. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kota Pariaman. 5. Dinas adalalah Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Pariaman. 6. Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika adalah Kepala Dinas

Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pariaman. 7. Penyelenggaraan Jalan adalah Organisasi Perangkat Daerah Kota Pariaman yang

menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang jalan. 8. Lalu Lintas Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri ats lalu

lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan.

9. Lalu Lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. 10. Angkutan adalah perpindahan orang dan atau barang sari suatu tempat ke

tempat lain dengan menggunakan kendaraaan di ruang lalu lintas jalan. 11. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunhan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di

39

bawah permukaan tanah dan / atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

12. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. 13. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian simpul dan / atau

ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.

14. Simpul adalah tempat yang diperuntukkan bagi pergantian antarmoda dan intermodal yang berupa terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, dan /atau Bandar udara. angkutan

15. Prasarana lalu lintas dan angkutan jalan yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengaman jalan, serta fasilitas pendukung.

16. Ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan /atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung.

17. Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung, dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.

18. Keamanan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang dan atau kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan atau rasa takut dalam berlalu lintas.

19. Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/ atau lingkungan (Perda Kota Pariaman, 2017).

Dalam Perda Nomor 3 Tahun 2017 tersebut yang menjadi pokok pembahasan

penulis Pasal 11 yang berbunyi “Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum

wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa:

a. Rambu lalu lintas b. Marka jalan c. Alat pemberi isyarat lalu lintas d. Alat penerangan jalan e. Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan f. Alat pengawasan dan pengaman jalan g. Fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat h. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan

dan diluar badan jalan.

Dari beberapa ayat dalam pasal 11 tersebut, yang menjadi fokus penelitian

penulis adalah pada huruf e tentang “Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan”.

Yang dimaksud dengan Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan (polisi tidur)

40

adalah bagian jalan yang ditinggikan berupa tambahan aspal atau semen yang

dipasang melintang di jalan untuk pertanda memperlambat laju/ kecepatan

kendaraan. Dengan adanya Pasal 11 huruf e tersebut maka dalam melaksanakan

peraturan daerah diperlukan kerja sama dengan instansi yang lebih berwenang

terhadap Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu Dinas Pehubungan

Kota Pariaman.

Berdasarkan wawancara dengan KASI Penyelenggaraan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, menerangkan bahwa:

“Perda dibentuk berdasarkan landasan filosofis dan sosiologis, karena adanya UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang berlaku secara umum, pada aspek-aspek tertentu dan prinsip-prinsip hukum tertentu tetap berlaku dimanapun diseluruh wilayah Indonesia. Untuk Kota Pariaman perlu hal-hal yang disikapi melalui Perda termasuk Perda lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dan perpanjangan urusan UU No. 22 Tahun 2009. Untuk menyambut persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat, maka dibuatlah Perda untuk mengatur persoalan lalu lintas dan angkutan jalan. Begitu juga tentang point-point yang ada didalam perda tersebut, seperti alat pengendali dan pengaman pengguna jalan Pasal 11 huruf e. Itu merupakan teknis-teknis kecilnya didalam Perda yang sengaja dibuat, karena itu digunakann untuk penataan manajemen rekayasa lalu lintas” (Fajar, 2019).

Pengaturan terkait penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan harus

segera diarahkan guna tercapainya sistem lalu lintas yang lancar, handal, selamat,

tertib, aman, berdaya guna dan berhasil guna terutama pada pemasangan alat

pengendali dan pengaman pengguna jalan atau biasa dikenal di masyarakat adalah

tanggul jalan atau polisi tidur yang lebih efisien dan sesuai mekanismenya agar tidak

terjadi kecelakaan dan kematian yang disebabkan oleh polisi tidur.

Pembentukan Perda Kota Pariaman Nomor 3 Tahun 2017 melibatkan DPRD,

Dinas Perhubungan dan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) termasuk Satuan

Polisi Pamong Praja selaku Instansi penegakan Perda.

Wawancara dengan Kepala Seksi Penyidik Satuan Polisi Pamong Pamong Praja

(Satpol PP), menerangkan bahwa “Tujuan dibentuknya perda Kota Pariaman Nomor

3 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah untuk

mengatur sistem lalu lintas” (Alrinaldi, 2019).

41

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, memuat tujuan Perda pada Pasal 2 yang berbunyi:

Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Pariaman

diselenggarakan dengan tujuan:

1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian dan pengembangan wilayah Kota Pariaman.

2. Terwujudnya etika berlalu lintas dikalangan masyarakat Kota Pariaman dan. 3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyrakat dalam

wilayah Kota Pariaman (Perda Kota Pariaman, 2017).

Dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat Kota Pariaman yang

dinamis dirasakan sudah saatnya ada sebuah peraturan yang mengatur tentang

masalah sistem lalu lintas serta menjangkau objek hukum yang diatur. Oleh karena

itu untuk menampung dan mengatasi seluruh pemasalahan yang kompleks tersebut

diperlukan suatu Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3 Tahun 2017 Tentang

Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Untuk dapat terlaksananya

peraturan tersebut bukan semata-mata tugas dari aparat penegak Perda, akan tetapi

menjadi tugas dan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat yang diharapkan

secara sadar.

3.3. Petugas atau Penegak Hukum Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3 Tahun

2017

3.3.1 . Dinas Perhubungan (Dishub)

1. Profil Dinas Perhubungan Kota Pariaman

Sejak zaman Pemerintah Hindia Belandamasalah lalu lintas ditangani oleh

“DEPARTEMEN WE VERKEER EN WATER STAAT” sebagai aturan hukum dan aturan

pelaksanaannya diatur dalam “WEG VERKEERORDONANTIE” (WVO), Staat Blad

Nomor 86 Tahun 1933. Pada tahun 1942 sampai dengan 1945 Departemen yang

mengatur lalu lintas, tidak berjalan di karenakan adanya perang kemerdekaan.

Kemudian pada tahun 1950 diaktifkan kembali di bawah kendali “Departemen Lalu

Lintas dan Pengairan Negara”, lalu pada tahun 1958 terbit Peraturan Pemerintah

42

Nomor: 16 Tahun 1958 yang mengatur tentang penyerahan sebagian urusan tugas

bidang lalu lintas kepada Daerah tingkat I. Pada tahun 1965 lahirlah UU No. 3 tahun

1965 yang biasa dikenal dengan Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya

(UULLAJR). Sejak lahirnya UULLAJR tanggal 1 April 1965, maka WVO (1933) tidak

berlaku lagi. Melalui proses sejarah dan permasalahan panjang, maka pada tahun

2009 terbitlah Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan (LLAJ) yang mengatur permasalahan lalu lintas. Sejak lahirnya LLAJ,

maka UULLAJR tidak berlaku lagi. Sehingga sampai sekarang masalah lalu lintas yang

berwewenang adalah Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

(http://DishubProvinsJawaTengah.html. 2019).

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian pada Kantor Dinas

Perhubungan Kota Pariaman Jl. Wolter Mongonsidi Kompleks Terminal Jati Pariaman,

Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman.

Pegawai Dinas Perhubungan Kota Pariaman berjumlah 84 orang dengan

Klasifikasi sebagai berikut:

1. PNS berjumlah 34 orang

2. Non PNS berjumlah 50 orang

Dinas Perhubungan Kota Pariaman merupakan salah satu Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Pariaman Nomor 3

Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan

yang dikepalai oleh seorang Kepala Dinas dengan tingkat Eselon II/b yang

bertanggung jawab kepada walikota Pariaman. Adapun Struktur Organisasi Dishub

Kota Pariaman:

Tabel 3.2 Pemangku Jabatan Dishub Kota Pariaman

No Nama Pemangku Jabatan

1. Ir. Yanri Leza, MM Kepala Dinas

2. Feri Andri, ST, MM Sekretaris

3. Ayu Aokhara, S.Kom, MM Subag Umum, Program & Pelaporan

43

4. Dian Citra Ananda, SEI Subag Keuangan

5. Eni Marlina, SE Bendahara

6. Harnah Nursasi, .ST (TD) Penata Keuangan

7. Yenny Syafrina, ST Analisis Rencana Program dan Kegiatan

8. Karisa Gitta, A.Md LLAJ Pengelola Data

9. Sayyedel Husni, Ama PKB Pengadministrasi Barang Milik Negara

10. Ilham Ismail, S. STP Kasi Sarana & Prasarana

11. Fauzi Rizal Kasi Pengendalian Operasional LLAJ

12. SaLman Surya, S.Kom Kasi Binkes & PNANGGLAKA

13. Rah Panji, A.md LLAJ Pengelola Sistem Informasi Sar dan Prasarana

14. Fajri Faisal Pengadministrasi Sarana & Prasarana

15. Edison Pengadministrasi Kecelakaan LLAJ

16. Busriko Hendriadi, SE PengawasKeselamatan Darat/Jalan

17. Edwar Penyidik

18. Andri Pengadministrasi LLAJ

19. Mudhasir, S.Sos, MM Pemeriksa Lalu Lintas Darat

20. Nasril Bidang Angkutan

21. Adman, SE Kasi Angkutan Darat & KA

22. M. Afdila Fajar, SH Kasi Angkutan Laut & Keselamatan Pelayaran

23. Herpendi, S.Sos Kasi Manajemen & Rekayasa

44

Lalu Lintas

23. Muharsyaf, SH Analisis Sistem Penaduan Moda Transportasi Perkotaan

24. Sadli. AR, SH Analisis Perizinan

25. Adam Hafiz Al Khairi, amd LLAJ Pengelola Rekayasa Lalu Lintas

26. Ismael, A.md Pengelola Sistem Pelayaran Angkutan

27. Agusri, S.Sos Kepala UPTD Perparkiran

28. Raymond Chandra, SE Kasubag TU

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Pariaman 2019

Dishub Kota Pariaman memiliki Visi dan Misi agar terwujudnya sistem

transportasi yang sesuai dengan nilai-nilai organisasi lingkup perhubungan. Adapun

Visi dan Misi Dishub, Visi: Mewujudkan Sistem Transportasi yang berkelanjutan di

Kota Pariaman dan Misi: Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi yang

berkelanjutan serta responsiveterhadap perkembangan global, menciptakan lalu

lintas yang lancar, tertib, efektif dan efisien, mengembangkan dan meningkatkan

pelayanan jasa transportasi di wilayah perkotaaan, dan mengembangkan dan

meningkatkan sumber daya manusia yang professional dalam memberikan pelayanan

prima.

2. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perhubungan

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pembagian

Urusan Pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah

daerah kabupaten/kota disebutkan bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan

pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah dan urusan

pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan atau susunan pemerintahan

yang terdiri atas 31 bidang urusan pemerintahan termasuk didalamnya

perhubungan. Perhubungan termasuk dalam urusan wajib dalam pemerintah

tersebut.

45

Dinas perhubungan merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang

Perhubungan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur

melalui sekretaris daerah.

Adapun tugas pokok dan fungsi Dinas Perhubungan Kota Pariaman, antara lain

(Dishub Kota Pariaman, Kasubag Umum, 2019) :

a. Tugas Pokok

Membantu walikota melaksanakan urusan pemerintahan dan tugas pembantuan

di bidang perhubungan.

b. Fungsi Dishub

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Dinas Perhubungan memiliki fungsi

antara lain:

1. Perumusan kebijakan dibidang lalu lintas dan angkutan jalan, perkeretaapian

dan pelayaran yang menjadi kewenangan daerah dan tugas perbantuan yang

ditugaskan kepada Daerah Kota.

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan,

perkeretaapian dan pelayaran yang menjadi kewenangan Daerah dan tugas

perbantuan yang ditugaskan kepada Daerah Kota.

3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan,

perkeretaapian dan pelayaran yang menjadi kewenangan Daerah dan tugas

perbantuan yang ditugaskan kepada Daerah Kota.

4. Pelaksanaan administrasi dinas di bidang perhubungan Kota.

5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh walikota terkait dengan tugas

dan fungsinya.

3. Penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah

Salah satu tujuan Peraturan Daerah (Perda) tentang lau lintas dan angkutan

jalan yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah (Pemda) adalah mewujudkan

46

pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan

terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian, dan

pengembangan dan mewujudkan etika berlalu lintas dikalangan masyarakat serta

mewujudkan penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Dalam

pelaksanaan perda diperlukan suatu kemampuan untuk menangani berbagai

pelanggaran-pelanggaran yang menyangkut dengan penyelenggaraan lalu lintas dan

angkutan jalan. Dalam rangka penegakan Perda, unsur utama sebagai pelaksana di

lapangan adalah Pemda.

Dalam hal ini kewenangan lalu lintas dan angkutan jalan diemban oleh Dinas

Perhubungan. Salah satu tugas Dishub adalah membantu Kepala Daerah untuk

menciptakan suatu kondisi daerah dimana sistem lalu lintas yang lancar, handal,

selamat, tertib, aman, berdaya guna dan berhasil guna sehingga penyelenggaraan

roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik dan begitu pula dengan masyarakat.

Pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah oleh Dishub dilakukan dengan

pengawasan, pengendalian, Patroli, pemerikasaan, penindakan, dan penyidikan.

Untuk menunjang pelaksanaan program pemerintah daerah secara

berkesinambungan, maka bentuk penindakan yang dilakukan terhadap pelanggaran

lalu lintas dan angkutan jalan, sebagaimana yang dijelaskan pada Perda Nomor 3

Tahun 2013 pasal 142 meliputi:

Ayat 1 Pelanggaran terhadap ketentuan lalu lintas yang dinyatakan dengan rambu-

rambu lalu lintas dan angkutan jalan serta alat pengendalian lalu lintas

lainnya.

Ayat 2 Pelanggaran terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.

Dalam melaksanakan tugas penegakan Peraturan daerah Dishub harus

berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, baik itu bagian dalam melakukan sosialisai

maupun tindakan terjun ke lapangan. Sebagaimana yang di terangkan oleh salah satu

anggota Dishub menerangkan bahwa:

“Dalam melaksanakan tugas kelapangan kami dari pihak Dishub harus melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian, Satpol PP, bagian hukum sekretariat daerah karena instansi ini juga mempunyai wewenang terhadap penegakan hukum di daerah”(Hafis, 2019).

47

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan sudah disosialisasikan ke masyarakat. Sosialisasasi dilakukan setelah Perda

tersebut disahkan dan diundangkan, sebagaimana yang diterangkan oleh KASI

Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Perda mengenai lalu lintas dan angkutan jalan sudah kami sosialisasikan

semenjak disahkan dan diundangkan Perda ini, sampai dengan sekarang.

Melalui kegiatan di bagian hukum Sekretariat daerah, tempatnya waktu itu di

Joyo Makmur. Dan cara-cara lain bagi kami dalam mensosialisasikan Perda ini

melalui kegiatan-kegiatan seperti Forum LAJ, penyuluhan keselamatan lalu

lintas, pemilihan pelajar pelopor lalu lintas. Perda ini kita sampaikan, dan tidak

hanya itu secara khusus kami juga melakukan sosialisasi dari desa ke desa,

lurah ke lurah. Sosialisasi ini dilakukan 2 bulan sekali tergantung waktu dan

kesempatan” (Fajar, 2019).

Dalam rangka pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2017

oleh Dinas Perhubungan Kota Pariman, dilaksanakan sesuai dengan standar

Operasional dan kode etik sehingga dalam melaksanakan tugas, harus berdasarkan

ketentuan Undang-undang. Untuk melakukan patrol/ pengawasan pihak Dishub juga

memilih anggotanya yang memang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Adapun

jumlah anggota Dishub yang turun ke lapangan sebanyak 5 sampai 10 orang dari

anggota-anggota terkait. Selain itu untuk melakukan sosialisasi perda, ikut serta

adalah Kepala Dinas, Kabid, dan Kasi. Untuk melakukan sosialisasi Dishub memiliki

target yang dicapai dengan jangka waktu 1 tahun.

Dinas Perhubungan merupakan Garda terdepan Penegakan Hukum dan

keselamatan dalam sistem lalu lintas dan angkutan jalan di daerah yang menjalin

kerja sama dengan instansi-instansi terkait melalaui koordinasi tingkat OPD di

Pemerintahan Kota Pariaman serta organisasi kemasyarakatan dapat ikut berperan

aktif dalam menciptakan lalu lintas yang lancar, handal, selamat, tertib, aman,

berdaya guna dan berhasil guna.

Dalam melakukan Penegakan hukum di daerah, Dishub Kota Pariaman

seringkali mendapatkan kendala-kendala untuk menghambat berjalannya Perda

tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan oleh KASI Manajemen dan Rekayasa lalu lintas

menerangkan:

48

“Kami terjun kelapangan tidak selalu berjalan lancar, banyak kendala yang

kami hadapi, ada daerah-daerah tertentu yang ingin mengatur daerah sendiri,

ini menjadi kendala bagi kami yang padahal sudah tercakup didalam Perda,

dan disini banyak kami lihat karena sebuah kepentingan pribadi, terutama

pada alat pembatas kecepatan atau tanggul yang biasa dikenal masyarakat.

Sudah kami berikan sosialisasi ke desa-desa dan kelurahan. Kebetulan pada

tahun ini pengadaan terhadap anggaran untuk speed bumps atau tanggul tidak

ada, namun kami sudah sampaikan ke masyarakat yang punya dana dan

menggunakan nya untuk memasang tanggul agar berkoordinasi dengan pihak

dishub, karena ada spekteknisnya yang harus dipenuhi dan ada aturan-aturan

dimana saja tempat yang pantas dibangun tanggul. Namun sampai sekarang

belum ada daerah yang berkoordinasi. Itu yang menjadi kendala bagi kami

pihak Dishub” (Harpendi, 2019).

Kendala-kendala yang sering terjadi di lapangan menjadi tantangan

hendaknya oleh Dishub yang mengupayakan agar masyarakat patuh terhadap perda,

untuk meyakinkan masyarakat perlu usaha yang maksimal agar perda dapat

terealisasikan di lingkungan masyarakat.

Terkait dengan Sanksi yang diberikan pada pelanggar Perda, sebagaimana

yang dijelaskan oleh KASI Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

menerangkan:

“Terkait persoalan sanksi pada Perda, sebenarnya Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang berlaku secara universal sudah menjadi induk dari segala persoalan yang ada pada Perda. Sepanjang sanksi sudah diatur dalam undang-undang, perda tidak perlu mengatur kembali karena sudah diatur di dalam Undang-undang artinya Perda mengikuti apa yang ada dalam Undang-undang di Jo kan maksudnya tetapi harus melihat dari segi hirarki nya dan kepastian hukum. Namun dalam pemberian sanksi kembali lagi dengan sebelumnya kami juga berkoordinasi dari pihak kepolisian, Satpol PP, dan kesekretariatan daerah karena pemberian sanksi tidak dapat kami jatuhkan sendiri tanpa koordinasi dengan pihak terkait yang juga memiliki wewenang atas itu” (Fajar, 2019).

Terkait dengan sanksi yang terdapat pada Undang-undang Nomor 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga diberlakukan pada Perda Nomor 3

tahun 2017, antara lain:

Pasal 275 ayat (1) Setiap orang yang melakukan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) dipidana dengan

49

pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.250.000.000.00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

ayat (2) setiap orang yang merusak rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi

isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat

pengaman pengguna jalan sehingga tidak berfungsi

sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) dipidana

dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau

denda paling banyak Rp. 50.000.000.00 (lima puluh juta

rupiah) (Undang-undang Lalu lintas dan Angkutan jalan,

2009: 128).

Secara umum penegakan Peraturan Daerah Kota Pariaman mengenai Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan dan pelaksanaan sanksi sudah efektif. Akan tetapi terkait

hal-hal yang tertentu dari aturan Perda di dalam masyarakat belum efektif terlaksana.

3.3.2. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) 1. Profil Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pariaman

Dalam rangka menjalankan Peraturan daerah yang memiliki wewenang dalam

bidang lalu lintas dan angkutan jalan memang di emban oleh Dinas Perhubungan.

Akan tetapi tidak lepas dari itu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merupakan

aparat daerah yang sekaligus pelaksana Peraturan daerah itu sendiri. Satpol PP

memililki peranan dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Pemda).

Berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Satuan

Polisi Pamong Praja sesuai dengan keberadaannya sebagai perangkat daerah yaitu

membantu kepala daerah dalam penegakan peraturan daerah. Satpol PP adalah

sebuah organisasi yang sangat erat dengan masyarakat karena fungsi utamanya

adalah menjaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Dalam hal

penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, Satpol PP bertugas dalam hal

ketertiban umum dan ketentaraman masyarakat apabila dishub mengikut sertakan

Satpol PP dalam melakukan penindakan.

Dalam kesempatan wawancara dengan Anggota Satuan Polisi Pamong Praja

Kota Pariaman, menerangkan bahwa:

50

“Kami selaku Satpol PP juga memiliki peran serta dalam pelaksanaan Perda

Nomor 3 tahun 2017, tetapi sub-sub tertentu ada yang dinaungi OPD masing-

masing. Namun tidak lepas dari itu dalam penegakan perda ada sifat

pelanggaraannya yang yustisi dan non yustisi, jadi kami selaku Pol PP ketika

ada benturan dengan perda harus ada koordinasi dengan kami” (Syahril,

2019).

Tabel. 3.3 Susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja

No Nama Jabatan

1. Elfis Candra, SH Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan

Pemadam Kebakaran 2. Murfida, SE, MM Sekretaris

3. Fajri, SE Kepala Sub Bagian Keuangan

4. Reza Novandri, S.Sos, MS.i Kepala Sub Bagian dan Program

5. Aprizal Kepala Bidang PPUD dan Peningkatan SDM

6. Alrinaldi, SH, MH Kepala Seksi Penyidik

7. Roni Kardinal, SE Kepala Seksi Pengembangan Kapasitas

8. Sri Siswani, Spd Kepala Seksi Pengawasan, Pembinaan dan

Penyuluhan 9. Raswan Azmi, S.STP Kepala Bidang Tratibum

Pemadam dan Linmas 10. Batrizal Kepala Pemadam

Kebakaran 11. Abdul Rahman Kepala Perlindungan

masyarakat

12. Zulhadi Kepala Seksi Operasional

Sumber: Data Satpol PP Kota Pariaman Dalam keseluruhan jumlah Satuan Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Pariaman, baik itu PNS ataupun Non PNS berjumah 100 orang personil. Data tersebut

tidak diberikan secara rinci oleh pihak Satpol PP, karena dalam Perda yang penulis

51

buat lebih banyak terfokus pada Dinas Perhubungan Kota Pariaman. Akan tetapi

Satpol PP merupakan penegak dari Peraturan Daerah itu sendiri.

2. Tugas dan wewenang Satuan Polisi Pamong Praja

Di dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 dijelaskan pada Pasal 255

yaitu:

(1) Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada,

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman, serta menyelenggarakan

perlindungan masyarakat.

(2) Satuan polisi pamong praja mempunyai kewenangan:

a. melakukan tindakan penertiban non-yustisal terhadap warga masyarakat,

aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda

dan/atau Perkada,

b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu

ketertiban umum dan ketentraman masyarakat,

c. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur,

atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas perda dan/atau

perkada,

d. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur,

atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda dan/atau

perkada.

Pelaksanaan penegakan peraturan daerah oleh Satpol PP meliputi pencegahan,

patroli, pengamanan, penertiban dan pembinaan/penyuluhan. Untuk menunjang

pelaksanaan program pemerintah daerah secara berkesinambungan. Keamanan,

ketentraman dan ketertiban umum merupakan kebutuhan dasar dalam

melaksanakan pelayanan kepada masyarakat terkait segala bentuk kegiatan

didalamnya perlu dibentuk dan dilaksanakan pemberdayaan masyarakat dalam

menciptakan ketentraman, keamanan dan ketertiban masyarakat.

Dalam kesempatan wawancara dengan Kepala Seksi Penyidik Satuan Polisi

Pamong Praja, menerangkan bahwa:

52

“Tugas yang dijalankan oleh Satpol PP pada Perda lalu lintas dan angkutan jalan, seperti pada penertiban parkir liar, penertiban mengenai PKL disitu Satpol PP menjalankan peranannya untuk menertibkan yang mana mengenai hal ini diatur oleh Perda. Tidak hanya itu tugas Satpol PP sebagai Penegak Perda bekerja sama dengan Dishub dalam perihal sanksi bagi yang melanggar Perda tersebut” (Alrinaldi, 2019).

Pelaksanaan Perda tentang penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan

oleh Satpol PP adalah menjalankan peranan nya dalam menegakkan Perda dan

Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman, serta

menyelenggarakan perlindungan masyarakat. Termasuk pada penertiban lalu lintas

sehingga menciptakan lalu lintas yang lancar, handal, selamat, tertib, aman, berdaya

guna dan berhasil guna.

Keikutsertaan anggota Satpol PP dalam tugas penyelenggaraan lalu lintas dan

angkutan jalan berjumlah 3 sampai 5 orang personil. Dalam pembantuan tugas Dinas

Pehubungan hal ini Satpol PP berperan dalam perihal sanksi bagi yang melanggar

Perda tersebut. Namun sanksi yang diberikan oleh Satpol PP hanya berlaku 6 bulan

ke bawah yang termasuk pada Tipiring (Tindak Pidana Ringan).Jika pelanggaran

diatas 6 bulan selanjutnya Penyidik Satpol PP dan penyidik Dishub tidak memiliki

wewenang dan selanjutnya akan diserahkan ke Kepolisian. jadi bahwa antara Satpol

PP dan Dishub memiliki hubungan kerja sama dalam penegakan Perda.

3.4. Sarana dan Prasarana yang Pendukung Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun

2017

Untuk terlaksananya sebuah peraturan harus disediakan sarana dan prasarana

yang mendukung, agar tercapai maksud dan tujuan peraturan tersebut. Sarana

merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud

dan tujuan tertentu. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang

utama terselenggaranya suatu proses usaha yang dilakukan.

Dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2009, Lalu lintas didefenisikan sebagai

gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Sedangkan yang dimaksud

dengan ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak

pindah kendaraan, orang dan fasilitas atau barang yang berupa jalan dan fasilitas

53

pendukung. Dalam hal yang demikian pemerintah mempunyai tujuan untuk

mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lacar, tertib,

dan teratur, nyaman, dan efisien melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu

lintas. Dalam menegakkan peraturan daerah Kota Pariaman terkait Penyelenggaraan

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah daerah perlu memperhatikan soal sarana

dan prasarana sebagai alat penunjang berjalannya peraturan daerah tersebut seperti

yang diharapkan.

Dalam kesempatan wawancara dengan Kasi Sarana dan Prasarana lalu lintas

dan angkutan jalan, menerangkan bahwa:

“Sarana dan prasarana Dishub di Kota Pariaman sejauh ini cukup baik, baik dari sarana dan prasarana di dalam kantor maupun di lapangan. Namun ada satu 1 sarana dan prasarana yang belum kami anggarkan yaitu pada pemasangan polisi tidur atau tanggul jalan, namun akan kami anggarkan tahun depan sebanyak 200 buah dengan jarak 50 m dan tergantung pada lebar jalan” (Ismail, 2019).

Dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana Dishub Kota Pariaman cukup

baik, namun dari sarana dan prasarana pada Alat Pengendali dan Pengaman

pengguna jalan (polisi tidur) belum tersedia. Untuk menunjang sistem lalu lintas

selamat, aman, cepat, lancar, tertib, dan teratur, nyaman, dan efisien ketersediaan alat

ini sangat dibutuhkan masyarakat karena memberikan kontribusi yang besar pada

keselamatan lalu lintas khususnya pada perumahan masyarakat pada tipe jalan

golongan III C dan jalan yang merupakan tempat masyarakat melakukan berbagai

aktivitas.

Sarana dan Prasarana yang terdapat pada Dishub Kota Pariaman merupakan

sebagai salah satu cara Dishub untuk menjalankan peranan sebagai pengatur sistem

lalu lintas dan angkutan jalan. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di

lapangan berupa:

Tabel 3.3 Sarana Prasarana Dishub Kota Pariaman

No Nama Alat Jumlah

1. Mobil Patroli 1

54

2. Bus Sekolah 9

3. Halte 49

4. Traffic Light (Lampu Pengendali Arus Lalu Lintas)

80

5. Traffic Cone (Alat Pengarah Lalu Lintas)

40

6. Warning Light (Lampu Hati-Hati Lalu Lintas)

15

7. Road Barrier (Alat Pembatas Jalan)

40

Sumber: Data Dinas Perhubungan Kota Pariaman 2019

Sarana dan prasarana terdiri atas Mobil Patroli yang terdapat dii Dishub

gunanya untuk menjalankan wewenang Dishub di lapangan ketika bertugas baik

ketika razia gabungan dengan polisi, pengawasan lalu lintas dan penertiban lalu

lintas. Untuk mempermudah dan meringankan pengeluaran orangtua siswa mengenai

masalah biaya transportasi pelajar di Kota Pariaman Dishub juga membuat program

nyata kesuksesan pada sektor pendidikan yang merupakan program pro rakyat yang

mendukung wajib belajar 12 tahun dengan menggratiskan ongkos siswa yaitu bus

sekolah sebanyak 9 Unit. Demi terjalannya program ini dan tidak ada simpang siur

dengan transportasi lain, bus sekolah menyediakan halte-halte penjemputan pelajar

di Kota Pariaman sebanyak 49 halte.

Untuk menunjang manajemen rekayasa lalu lintas agar pengendara tertib

dalam berlalu lintas, Dishub Kota Pariaman menyediakan Traffic Light. Traffic light

adalah lampu yang mengendalikan arus lalu lintas yang terpasang di persimpangan

jalan, tempat penyeberangan pejalan kaki, dan tempat arus lalu lintas lainnya. Lampu

ini yang menandakan kapan kendaraan harus berjalan dan berhenti secara

bergantian dari berbagai arah, jumlah Traffic Light di Kota Pariaman sebanyak 80

unit.

Adapun alat yang digunakan untuk pengaturan lalu lintas yang berbentuk

kerucut yang terbuat dari plastic atau karet dan bersifat sementara adalah Traffic

Cone. Traffic Cone yang terdapat di Dishub Kota Pariaman sebanyak 40 unit. Guna

Traffic Cone untuk mengarahkan pengguna jalan agar menghindari bagian jalan yang

55

sedang ada perbaikan, mengalihkan laju pengguna jalan dari kecelakaan lalu lintas,

atau untuk melindungi pekerja dijalan yang sedang melaksanakan pekerjaan di jalan

yang sedang melaksanakan pekerjaan perawatan atau pemeliharaan jalan.

Warning Light atau lampu hati-hati yang diperlukan untuk meningkatkan

kewaspadaan dan mengingatkan pengguna jalan terhadap titik rawan kecelakaan.

Jumlah warning light di Dishub Kota Pariaman sebanyak 15 unit. Road Barrier

merupakan alat pembatas jalan yang digunakan untuk membantu tugas keamanan

lalu lintas apabila ada kecelakaan dan kemacetan jumlah Road Barrier di Dishub Kota

Pariaman sebanyak 40 unit.

3.5. Kesadaran Masyarakat terhadap Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 3

Tahun 2017

Kesadaran masyarakat merupakan dasar utama pada suatu peraturan, tanpa

adanya kesadaran masyarakat peraturan tersebut tidak akan dipatuhi. Hal yang

ditemui di masyarakat yang menjadi permasalahan umum adalah kurangnya

pengetahuan hukum, pemahaman hukum, penataan hukum, pengharapan terhadap

hukum, dan peningkatan kesadaran hukum. Hal ini yang menjadi dasar masyarakat

tidak sadar akan hukum. Padahal masyarakat mempunyai hak-hak dan kewajiban

terhadap hukum, dimana hal itu harus dilaksanakan berdasarkan kompetensi

hukum yang berlaku di masyarakat.

Kesadaran masyarakat yang dimaksud adalah kesadaran yang lahir dari

masyarakat itu sendiri yang lahir dari kebiasaan dalam masyarakat, dipengaruhi

oleh lingkungan, peraturan-peraturan dan peranan pemerintahannya. Untuk

mengetahui kesadaran masyarakat tentang pelaksanaan Perda terkait

Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penulis mengambil fokus

penelitian di Kecamatan Pariaman Utara, khususnya di Desa Naras 1dan Naras Hilir.

3.5.1. Masyarakat Desa Naras 1

Dalam kesempatan wawancara dengan Kepala Desa Naras 1 mengatakan

bahwa:

56

“Selama saya menjabat belum ada pihak Dishub untuk melakukan sosialisasi Perda Nomor 3 tahun 2017 dan sosialisasi mengenai polisi tidur ini juga tidak ada ke Desa Naras 1, dan kopian Perda juga tidak ada diberikan. Namun saya selaku kepala desa naras 1 yang mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak memasang polisi tidur yang tidak cocok yang akan mengkibatkan kecelakaan dan merusak motor pengendara” (Masri, 2019).

Dari wawancara diatas menerangkan bahwa kepala Desa Naras 1 belum

mendapat koordinasi dari pihak Dishub untuk melakukan sosialiasi terhadap Perda

No mor 3 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Akan

tetapi selaku kepala desa hanya bisa memperingatkan masyarakat yang memasang

polisi tidur yang terlalu tinggi dengan jarak yang dekat. Ditambah dengan tidak ada

disebarkan dan ditempel foto copy Perda untuk disampaikan ke masyarakat. Hal ini

yang membuat peraturan tersebut tidak sampai ke masyarakat langsung. Akibatnya

pelanggaran-pelanggaran terhadap lalu lintas dan angkutan jalan meningkat.

Dalam kesempatan wawancara dengan Sekretaris Desa Naras 1, mengatakan

bahwa:

“Perda yang dibuat oleh Pemda tidak ada disampaikan ke Desa, Pada Perda ini kami selaku perangkat Desa yang turun tangan kepada masyarakat untuk membuat tanggul dan memberikan pengertian dan memberitahu kategori-kategori tanggul yang sesuai kepada masyarakat dan kami juga sudah memberitahu kalau memasang tanggul tidak bisa sembarangan” (Zulkifli, 2019).

Karena tidak sampainya Perda ke desa, maka yang turun tangan adalah

perangkat desa itu sendiri, karena sebagai pemangku jabatan yang ada di desa tentu

memberikan yang terbaik untuk masyarakat, termasuk berupa teguran dan

mengingatkan masyarakat. Walaupun demikian yang menjadi petugas dalam sistem

lalu lintas dan angkutan adalah Dinas Perhubungan.

Dalam kesempatan wawancara dengan masyarakat Desa Naras 1 mengatakan

bahwa:

“Saya tidak tahu adanya Perda Kota Pariaman tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Karena dari desa tidak ada pula yang memberitahu ataupun disebarkan ke masyarakat foto copy Perda. Saya memang memasang polisi tidur didepan rumah karena saya punya anak kecil, sedangkan motor kecang-kencang disini, kemarin saja ada yang kecelakaan tapi kami tidak ada lapor ke desa” (Neti, 2019).

57

Dalam kesempatan wawancara dengan masyarakat Desa Naras 1 mengatakan

bahwa:

“Saya tidak mengerti dan paham kalau ada juga perda yang mengatur tentang polisi tidur, biasanya kami masyarakat membuat polisi tidur seadanya. Karena mengingat lokasi tempat tinggal saya ini ramai anak-anak dan motor kencang-kencang maka saya berinisiatif memberikan polisi tidur ini agar para pengendara memperlambat laju kendaraannya” (Andi, 2019).

Dari wawancara diatas terlihat bahwa Perda Nomor 3 tahun 2017 tentang

penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, tidak ada disosialisasikan. Makanya

masyarakat memasang tanggul dengan kepentingan pribadi, namun dapat

membahayakan orang banyak. Hal sewajarnya masyarakat memasang polisi tidur

karena belum ada pihak terkait turun ke desa naras 1 untuk mengecek dan

membuatkan tanggul yang sesuai mekanismenya.

Dalam wawancara dengan Ketua KAN III Koto Naras, menerangkan bahwa:

“Selama ini masyarakat yang membuat polisi tidurl tidak ada yang melapor ke Desa, walaupun sudah ada yang kecelakaan. Tidak dapat kami menyalahkan masyarakat, karena masalahnya itu datang dari akarnya” (Pole, 2019).

Sebagai orang yang dituakan di sebuah desa tentu menginginkan desanya taat

dan patuh terhadap hukum, akan tetapi Peraturan Daerah Kota Pariaman tentang

Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, harusnya sampai kepada masyarakat.

Paling tidak dilakukan pengecekan sesekali, agar tidak adanya terjadi banyak

pelanggaraan dalam masyarakat.

Dalam kesempatan wawancara dengan masyarakat Desa Naras 1, mengatakan

bahwa:

“Dalam pembuatan polisi tidur kami melakukan koordinasi dengan kepala desa dan pembuatannya dikerjakan secara gotong royong saja bersama dengan pemuda Desa” (wen, 2019).

Pembuatan polisi tidur melakukan koordinasi dengan kepala desa dan bekerja

sama dalam membuat polisi tidur. Setidaknya masyarakat sudah mendapat izin dari

aparat desa untuk membuat polisi tidur.

58

3.5.2. Masyarakat Desa Naras Hilir

Dalam kesempatan wawancara dengan Kepala Desa Naras Hilir, mengatakan

bahwa:

“Di Desa Naras Hilir, belum ada sosialisasi mengenai Perda yang dilakukan Pemda, tetapi polisi tidur yang dibuat masyarakat merupakan salah satu tindakan masyarakat, ini merupakan inisiatif dari masyarakat untuk memasang karena kendaraan disini kencang-kencang dan kebetulan Desa kami ada SMA, siswa disini kalau pakai motor kencang-kencang. Kadang kecelakaan pun tidak dapat dielakkan karena saking kencang nya, makanya masyarakat memasang polisi tidur ditambah juga disini perkantoran banyak, SD serta Paud. Saya selaku kepala desa Cuma bisa mengingatkan kepada masyarakat kalau memasang polisi tidur jangan tinggi-tinggi, namun terkadang juga tidak diindahkan. Dan saya berharap ada sosialisasi kedepannya dari Pemda” (Hendri, 2019).

Dari wawancara diatas, bahwa di Desa Naras Hilir juga tidak ada sosialisasi

dilakukan oleh pihak Dishub, padahal Desa Naras Hilir mempunyai sarana pendidikan

dan perkantoran yang seharusnya diberikan sosialisasi terhadap Peraturan Daerah

nomor 3 tahun 2017 tentang lalu lintas dan angkutan jalan khususnya mengenai

tanggul. Hal ini yang harus diperhatikan oleh Dishub Perda dapat berjalan dengan

efektif agar tujuan dari perda lalu lintas dan angkutan jalan terwujud.

Dalam kesempatan wawancara dengan perangkat Desa Naras Hilir,

mengatakan bahwa:

“Perda Nomor 3 tahun 2017 tentang lalu lintas dan angkutan jalan ini, tidak ada disosialisasikan ataupun berupa sosialisasi mengenai polisi tidur oleh Dishub. Akan tetapi dulu ada sosialisasi yang dilakukan oleh Pemda tentang pemakaian jalan untuk pesta. Namun perangkat desa naras hilir secara pribadi akan berencana melakukan sosialisasi kepada masyarakat, nanti akan kami kumpulkan masyarakat, pemuda/ pemudi desa. Akan kami sosialisasikan kalau polisi tidur itu dipasang tidak boleh sembarangan yang akan membahayakan kita juga nantinya sebagai pengguna jalan” (Heru, 2019).

Penerapan Perda yang seharusnya sampai kepada masyarakat, namun

kenyataannya tidak, walaupun ada sosialisasi yang dilakukan Dishub berupa

penggunaan jalan untuk pesta. Namun hal yang dekat masyarakat harusnya di

perhatikan karena ini berhubungan dengan nyawa seseorang yang apabila

kecelakaan yang mengakibatkan kematian.

59

Dalam kesempatan wawancara dengan masyarakat Desa Naras Hilir,

mengatakan bahwa:

“Saya memang tidak tau sama sekali kalau masalah-masalah perda ini, apalagi ada yang mengatur mengenai masalah polisi tidur juga. Karena saya tidak tahu, makanya keinginan sendiri saja saya memasang polisi tidur, karena kebetulan rumah saya didepan Sekolah kadang-kadang anak sekolah ini pakai motor kencang-kencang, pakai knalpot keras bikin bising, bahkan mengangkat-angkat motor dengan temannya. Sebenarnya bukan salah anak namun salah pula orang tuanya yang memberikan motor yang belum cukup umur” (Rahmat, 2019).

Dalam kesempatan wawancara dengan masyarakat Desa Naras Hilir,

mengatakan bahwa:

“Saya tidak pernah mengetahui kalau ada perda mengenai polisi tidur, tapi saya selaku masyarakat hanya mencegah saja agar pengendara sepeda motor tidak kencang-kencang bawa motor, karena di naras hilir ini sudah sering terjadi kecelakaan karena tidak ada polisi tidur, makanya saya pasang polisi tidur di depan rumah agar pengendara ini melambatkan kecepatan motornya” (sopian, 2019).

Dari beberapa hasil wawancara diatas mengenai kesadaran masyarakat di

Desa Naras 1 dan Naras Hilir masih banyak masyarakat belum mengetahui akan

adanya Perda Nomor 3 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan

jalan, penyebabnya karena menurut masyarakat belum ada sosialisasi atau

penyuluhan yang diberikan secara langsung ke desa, dan juga berupa lembaran perda

tidak ada dibagikan.

Dalam kesempatan wawancara dengan masyarakat Desa Naras Hilir,

mengatakan bahwa:

“Tujuan kami membuat polisi tidur agar para pengendara tidak ugal-ugalan dan supaya pengguna jalan mempunyai nilai sopan satunnya” (Bujang, 2019).

Masyarakat sebagai pengguna jalan mempunyai dasar dan tujuan dalam

pembuatan polisi tidur agar tercipta nilai sopan santun dalam berkendara supaya

tidak ugal-ugalan dan kebut-kebutan.

Peraturan daerah yang merupakan produk perundang-undangan Pemerintah

daerah bertujuan untuk mengatur hidup bersama, melindungi hak dan kewajiban

manusia dalam masyarakat, menjaga keselamatan dan tata tertib masyarakat di

60

daerah. Pada dasarnya peraturan daerah sebagai sarana komunikasi timbal balik

antara kepala daerah dengan masyarakat, dengan demikian setiap keputusan yang

penting dan menyangkut pengaturan dan pengurusan rumah tangga daerah yang

harus mengikutsertakan masyarakat.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 139 Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah yang berbunyi:

(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis dalam

rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.

(2) Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda

berpedoman kepada peraturan perundang-undangan (Undang-undang Nomor

32 Tahun 2004).

Dalam pembahasan di atas yang perlu diperhatikan ketika membuat

rancangan peraturan daerah keterlibatan masyarakat sangat diperlukan, sehingga

peraturan tersebut masih banyak yang belum di realisasikan akibatnya peraturan

daerah yang dalam pelaksanaannya menimbulkan permasalahan.

Oleh karena itu di Kecamatan Pariaman Utara khususnya di Desa Naras 1 dan

Naras Hilir yang padat penduduk dan beragam aktifitas masyarakat, Peraturan

Daerah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan belum berjalan dengan efektif dan efisien, dapat dilihat dari tidak adanya

sosialisasi mengenai Perda, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hukum

serta tidak adanya aparat yang terjun langsung ke Desa tersebut. Adapun pihak desa

berharap dan berkeinginan ke depannya agar Perda ini berjalan dengan efektif dan

efesien sebagaimana tujuan perda tersebut untuk menciptakan lalu lintas yang lancar,

handal, selamat, tertib, aman, berdaya guna dan berhasil guna sebagaimana mestinya.

Serta tidak ada hak-hak masyarakat yang terabaikan.