Post on 06-Feb-2018
42
BAB III
KONSEP TAFAKUR MENURUT AL-QUR'AN
A. Pengertian Tafakur
Tafakur secara bahasa bermula dari ( ) mempunyai arti
perihal berpikir (Junus, 1973: 322), searti dengan kata meditasi, renungan, diam
memikirkan sesuatu dalam-dalam (Purwodarminto, 1976, 680).
Dalam Islam tafakur didasarkan atas ayat-ayat al-Qur'an yang ditujukan
kepada mereka yang diberi pengetahuan dan dituntut untuk merenungkan tanda-
tanda (fenomena-fenomena) alam.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian tafakur oleh ilmuwan
Islam:
1. Imam al-Ghozali dalam kitabnya yang populer Ihya Ulumuddin,
mengemukakan pengertian tafakur sebagai berikut:
Yang artinya: maka menghadirkan dua marifat yang terdahulu (yang berada dalam hati) untuk sampai pada marifat yang ketiga disebut tafakur. (al-Ghozali, 1985: 188).
Imam Ghozali mencontohkan seorang yang cenderung mengutamakan
hidup dunia dan ingin mengetahui bahwa akhirat lebih utama daripada dunia,
maka baginya dua jalan:
Pertama, ia mengetahui bahwa akhirat lebih utama daripada dunia,
lalu mengikuti dan membenarkannya, tanpa melihat lebih mendalam hakikat
akhirat, maka dia melaksanakan ibadah akhirat hanya berpegang pada
43
perkataan orang itu ini dinamakan taqlid (mengikuti tanpa alasan) dan
tidak dinamakan marifat.
Kedua, bahwa ia mengetahui akhirat lebih kekal daripada dunia
bersumber dari dirinya sendiri, maka dia memperoleh dua marifat. Selain
menghadirkan dua marifat tersebut untuk sampai kepada marifat ketiga
dilakukan tafakur, Itibar1, tadzakur2, nadhar3, taamul4, dan tadabur5.
2. Dr. H. Hamzah Yakub dalam bukunya Tingkat Ketenangan & Kebahagiaan
Mumin: Uraian Tasawuf & Taqorub, menyebutkan bahwa tafakur berarti
merenungkan keindahan ciptaan Allah SWT, rahasia-rahasia kejadian, dan
segala yang dikandung di alam raya ini, manfaat, hikmah, dan rahasia yang
terkandung. Dan tafakur mengarah pada suatu tujuan yang berguna sebagai
bukti kekuasaan dan kemahaagungan-Nya (Yakub, 1987: 169).
1 Itibar diartikan dengan mengambil pelajaran dari pengamatan peristiwa atau kejadian
alam sekitar. 2 Tadzakur berasal dari kata dzikir yang berarti perbuatan dengan lisan (menyebut,
menuturkan) atau dan dengan hati (mengingat/menyebut dan mengingat) Allah SWT. 3 Nadhar berarti melihat, meneliti, memperhatikan, mengamati. 4 Taamul berarti meneliti, memikirkan 5 Tadabbur berasal dari kata dabbara yang berarti memikirkan akibat sesuatu/
menimbang sesuatu. al-Ghozali membedakan antara Itibar, tadzakur, nadhar, taamul, dan tadabur serta tafakur. Menurut al-Ghozali antara tadabur, taamul dan tafakur hampir-hampir sinonim. Adapun tadzakur, Itibar, dan nadzar mempunyai makna berlainan walaupun obyeknya sama, seperti Shorim, Muhannad, dan saif itu ditujukan untuk benda yaitu pedang, namun maksudnya lain. Jika Shorim menunjukkan pada pedang sebagai pemotong, Muhannad menunjukkan pada pedang bahasa tersebut hanya dipakai di India sedangkan untuk saif merupakan pedang yang dimaksudkan banyak orang. Lanjutnya al-Ghozali mengatakan bahwasannya tadzakur, Itibar dan nadzar menunjukkan proses tunggal, yang berlangsung berdasarkan dua pengamatan yang berhubungan untuk sampai pada pemikiran ketiga, tetapi dengan nuansa yang berbeda. Proses pengembangan pemikiran dan pemahaman seseorang melalui latihan dan meditasi yang teratur ini harus terus berlangsung, yang hanya dibatasi oleh jangka hidup seseorang. Al-Ghozali lebih lanjut membedakan antara tafakur dan tadzakur yaitu setiap orang yang bertafakur tentu melakukan tadzakur, beda jika seseorang bertadzakur belum tentu bertafakur. Faidah bertadzakur ialah mengulang-ulangi marifat kepada hati, supaya meresap dan tidak terhapus dari hati. Dan faidah tafakur ialah memperbanyak ilmu dan menarikkan marifat, yang belum diperoleh. Jadi al-Ghozali meletakkan tafakur di atas tadzakur (zikir). Lihat. Al-Ghozali, Ihya Ulumuddin, terj. Ismail Yakub, Jakarta: CV. Faizan, 1985, hlm. 189.
44
3. Thomas Patririch Hughes dalam bukunya Dictionary of Islam, mengartikan
tafakur sebagai berikut:
According to kitabut tarifat it Islam the lamp of heart where by a man sees his own evil or virtues (Hughes, 1982: 623). Yang artinya: menurut bagian dari kitab tarifat (tafakur) merupakan pelita
hati (yang dapat diperoleh dengan cara) instropeksi diri (apakah banyak)
berbuat kejahatan atau kebajikan.
4. Fakhruddin ar Rozi juga menjelaskan istilah dan maksud tafakur sebagai
berikut:
Hati yang berzikir kepada Allah artinya adalah bahwa seseorang merenungkan tentang rahasia dari berbagai benda yang diciptakan oleh Allah SWT hingga benda-benda terkecil (atom) sehingga menyerupai sebuah cermin yang diletakkan di depan alam ghoib, dan ketika hamba Allah itu melihat semua ciptaan dengan mata hatinya, maka cahaya penglihatannya mampu menembus hakikat alam (Waley, 2003: 76).
Dari diskripsi pengertian tafakur di atas, dapat disimpulkan bahwa
tafakur adalah aktifitas akal untuk mendapatkan beberapa ilmu pengetahuan
(tentang kebenaran) dengan cara merenungkan kejadian alam semesta beserta
hikmah dan manfaatnya sebagai bukti kemahabesaran dan kemahaagungan Allah
SWT.
Pada hakikatnya tafakur merupakan suatu kesadaran untuk mendapatkan
bukti adanya Allah, dan kekuasaan-Nya yang bermuara pada keyakinan,
selanjutnya dengan tafakur manusia dapat menempatkan diri di alam dengan
mengetahui kondisi baik dan buruk hanya dengan kekuatan akal dan iman yang
membantu menerima kebaikan yang melahirkan ketenangan. Iman dan akal pula
45
yang menolak keburukan dan sesuatu yang dibenci, hal inilah yang menjadi inti
dari ajaran Islam.
B. Tafakur dalam Perspektif Psikologi
Dalam dunia psikologi, Tafakur merupakan kegiatan berpikir yang
dalam berbagai perasaan, persepsi, imajinasi, dan pikiran memberi pengaruh
dalam pembentukan perilaku, kecenderungan, keyakinan, aktifitas alam sadar
maupun alam diabwah sadar serta kebiasaan baik dan buruk seseorang. Hal ini
adalah penemuan modern psikologi kognitif manusia, namun sebelum itu jauh
ulama Islam telah merintis konsep tafakur sebagai motifasi hidup dan menambah
kuatnya iman seseorang. (Badri, 1996: 20).
Pada masa-masa awal, psikologi banyak terfokuskan pada studi sekitar
pikiran, kandungan perasaan, dan bangunan akal manusia. Kemudian, muncul
aliran behaviorisme6 dengan konsep-konsepnya yang terkenal dan berpengaruh
yang dipelopori oleh Watson. Aliran in, akhirnya mengubah secara besar-besaran
pandangan-pandangan sebelumnya, kemudian menempatkan kajianmengenai
proses belajar manusia, melalui rangsangan dan respon yang timbul, menjadi tema
utama psikologi. Perasaan, kandungan akal, dan pikiran dianggap sebagai masalah
yang tidak dapat dijangkau dan dipelajari secara langsung.
Menurut mereka segala kegiatan kognitif dan perasaan yang ada dan
terjadi dalam benda-benda hidup merupakan akibat dari interaksinya dengan
6 Behaviorisme adalah satu pandangan teoritis yang beranggapan bahwa pokok persoalan
psikologi adalah tingkah laku tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran atau moralitas.
46
pengaruh-pengaruh tertentu. Kegiatan pikiran dalam7 dianggap sebagai peti
terkunci yang bagian dalamnya tidak mungkin diketahui dengan jelas. Karena itu,
tidak perlu menghabiskan waktu untuk mempelajarinya. Selanjutnya, para
penganut behaviorisme menyimpulkan bahwa pikiran dalam hanyalah
kumpulan rangsangan dan respon yang terjaring tidak lebih dari perbincangan
dalam seseorang dengan dirinya sendiri. (Badri, 1996: 6).
Interaksi antara faktor-faktor jasmani, kejiwaan, sosial, peradaban, dan
spiritual untuk memproduksi satuan perilaku manusia tidak sesederhana proses
persenyawaan antara hidrogen, oksigen, dan karbon untuk menghasilkan gula. Hal
ini lebih pelik bagi orang Islam, karena salah satu pembentuk perilaku manusia
terpenting telah ditinggalkan oleh psikologi Barat modern. Psikologi modern
hanya berpegang pada unsur psikologis, biologis, sosial, dan kultural sebagai
unsur-unsur pembentuk perilaku manusia, dengan alasan mudah untuk
didefinisikan jika dibandingkan dengan sisi spiritual. Selain itu, mereka juga
menolak segi spiritual karena dianggap tumbuh dari pandangan agama.
Kelompok lainnya menegaskan adanya akal yang mengendalikan otak
manusia, juga perilaku dan pikirannya. Diantara pendukung pendapat ini adalah
Eccles. Eccles menekankan bahwa tidak mungkin menafsirkan pengetahuan yang
dicapai para peneliti tentang kegiatan otak dan syaraf kecuali dengan adanya
akal atau jiwa yang tahu yang mengandalikan kegiatan syaraf dan perilaku
manusia. Dalam penelitiannya ia merangsang sebagian otak manusia dengan suatu
aliran listrik, secara spontan tangannya akan bergerak. Selanjutnya jika manusia
7 Pikiran dalam adalah kegiatan berpikir tentang sesuatu obyek yang menurut penganut
Behaviorisme merupakan hal yang tidak mungkin dipelajari karena bersifat abstrak.
47
itu disuruh untuk menghentikan gerakannya, sementara aliran listriknya tetap pada
posisi semula ia akan berusaha menghentikan gerakan itu dengan tangannya yang
lain. Dari sini Eccles bertanya-tanya siapakah yang menggerakkan dan
menghentikan tangannya? Ia menjawab bahwa otaklah yang menggerakkan,
sedangkan akalnya yang berusaha menghentikan. (Badri, 1996: 9-10).
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, para penganut behaviorisme,
dalam menafsirkan pembentukan kepribadian dan perilaku, memusatkan
perhatiannya pada lingkungan dengan segala rangsangannya yang bermacam-
macam, yang baik dan yang buruk. Artinya rangsangan lingkungan, dalam
pandangan mereka, dapat mendatangkan respon dan jawaban secara langsung.
Sedangkan, para peneliti psikologi kognitif memperhatikan segi makna dan
pengertian dari rangsangan terhadap manusia tersebut, rangsangan tidak
mendatangkan suatu perilaku tertentu secara langsung kecuali dalam keadaan
refleks atau gerakan bawah sadar, seperti menarik tangan ketika terkena panas.
Adapun respon-respon yang kompleks, datang dari pengaruh pikiran dan
keputusan manusia secara sadar, selain dari keyakinan yang dalam serta
pandangan dan pengalaman lama manusia yang dibangkitkan oleh rangsangan-
rangsangan yang ditemui dalam lingkungannya. Dalam pengertian lain, apa yang
dipikirkan oleh manusia adalah segala sesuatu yang mempengaruhi keyakinan dan
perilakunya. (Badri, 1996: 14).
Apabila pikiran manusia diarahkan pada ciptaan Allah SWT, dan
berbagai nikmat-Nya, ia akan menambah keimanan serta ketinggian perilaku dan
amalnya. Sebaliknya apabila seseorang ditujukan pada syahwat dan kesenangan
48
hawa nafsu, ia akan menjauhkannya dari nilai agama bahkan menjatuhkan moral
perilakunya. Sedangkan pemikiran yang bertumpu pada ketakutan, perasaan
gagal, dan pesimistik akan menjadi penyebab seseorang terserang penyakit
kejiwaan. Oleh karena itu, banyak peneliti psikologi kognitif memfokuskan
perhatiannya pada upaya mengubah pemikiran manusia, yaitu kegiatan
berpikirnya yang seringkali lebih dulu memberi respon emosional pada seorang
pasien. (Badri, 1996: 15).
Kegiatan kognitif dan kegiatan berpikir dalam diri manusia
mengarahkan perilaku dan sikap lahiriyahnya, baik dirasakan maupuan tidak
dirasakan. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli psikologi kognitif mendukung
apa yang digariskan oleh Islam bahwa tafakur tentang ciptaan Allah SWT
merupakan tiang utama keimanan, yang dapat melahirkan segala perbuatan dan
perilaku positif.
C. Tafakur dalam Al-Qur'an
Untuk mengetahui ayat-ayat yang mengungkap tafakur, penulis
menggunakan alat bantu program Holy Quran pada komputer, setelah itu
diadakan cross check dengan kitab Mujam al Fahros Li Alfazhal Quran al
Karim. Setelah diadakan pencarian ditemukan bahwa dalam mengungkap tafakur
al-Qur'an menggunakan beberapa macam istilah. Dari beberapa macam istilah
tersebut terbagi menjadi 2, yaitu term yang secara langsung memakai istilah
tafakur, yaitu term fakkara dengan derivasinya yang terulang sebanyak 18 kali
yang tersebar dalam 13 surat. Selain itu al-Qur'an juga memakai beberapa istilah
lain untuk mengungkapkan tafakur, antara lain; dabbara dengan derivasinya yang
49
terulang sebanyak 44 kali; aqola dengan derivasinya yang terulang sebanyak 49
kali; nadzara dengan derivasinya yang terulang sebanyak 129 kali; faqiha dengan
derivasinya yang terulang sebanyak 20 kali; dan dzakara dengan derivasinya yang
terulang sebanyak 292 kali. Namun dari ayat tersebut tidak seluruhnya
menunjukkan arti tafakur secara istilah (terminology).
Disamping itu, dalam al-Qur'an terdapat pula sebutan-sebutan yang
memberi sifat bagi seseorang yang berpikir, yaitu ulu al-albab atau orang-orang
yang berakal (QS 12:111 dan QS. 3:190), ulu al-ilm atau orang-orang yang
berilmu (QS. 3:18), ulu an-nuha atau orang-orang yang berakal (QS. 20:128) dan
ulu al-absor atau orang-orang yang mempunyai penglihatan (QS. 24:44).
1. Term fakkara dan derivasinya
Seperti telah disebut pada Bab I di atas, tafakur dari segi bahasa adalah
perihal berpikir, searti dengan kata meditasi, renungan, diam memikirkan
sesuatu dalam-dalam. Term fakkara disebut sebanyak 18 kali, dari semuanya
mempunyai makna yang sama dalam mengartikan tafakur yaitu memikirkan
perihal sesuatu. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, Al Anam: 50
50(( Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? " Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya)? (Depag RI, 1992: hlm. 194).
50
Menurut Ash Shiddieqy (2002 : 305) menerangkan bahwa ayat ini
memberi pengertian bahwa malaikat lebih utama daripada nabi-nabi, jumhur
melebihkan nabi atas malaikat, sedang ayat ini membantah ungkapan-
ungkapan orang kafir. Al-Maraghi (1992: 218) dalam tafsirnya menerangkan
bahwa ayat ini menunjukkan tugas-tugas rasul secara umum dengan
penerapannya oleh penutup para rasul, menghilangkan sangkaan-sangkaan
manusia terhadap tugas itu, dan menunjuk kepada perkara pembalasan di
akhirat, dan bahwa segala urusan pada hari itu hanyalah kepunyaan Allah
semata. Penunjukan ini disajikan sedemikian rupa, sehingga menambah
penetapan, penguatan, penjelasan, dan perincian akidah tauhid.
Kedua, Al Arof: 176
176((
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (Depag RI, 1992: hlm. 251).
Menurut Ash-Shiddieqy (2002: 389) ayat tersebut memaparkan
perumpamaan kepada orang yang cenderung terhadap duniawi dan mengikuti
hawa nafsu rendahnya. Maksudnya penyerupaan ini ialah mengumpamakan
dalam hal kerendahan dan kehinaan. Sehingga dengan perumpamaan tersebut
manusia bisa berpikir dan beriman.
51
Pada ayat tersebut, terdapat isyarat betapa besar manfaat berpikir, dan
bahwa berpikir itu adalah prinsip ilmu dan jalan yang akan menyampaikan
kepada kebenaran. Oleh karenanya, Allah SWT menganjurkan berpikir di
berbagai tempat dalam kitabNya (QS. 13: 3; QS. 30: 21; QS. 39: 42; QS. 45:
12) (Al-Maraghi, 1992: 197).
Ketiga, Al Arof: 184
184((
Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan. (Depag RI, 1992: hlm. 252).
Ayat ini menguraikan kecurangan berpikir yang dialami kaum
pendusta, selanjutnya Allah membimbing untuk berpikir kepada pemahaman
tentang fakta-fakta yang menuju pada pembuktian, sehingga mereka (kaum
musyrik) mengetahui akan kebenaran Rasulullah saw. (Al-Maraghi, 1992:
227).
Keempat, Yunus: 24
24((
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya,
52
dan memakai (pula) perhiasannya,8 dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya,9 tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berfikir. (Depag RI, 1992: hlm. 310).
Dengan permisalan di ayat tersebut, yang menggambarkan tentang
dunia yang memperdayakan manusia hingga begitu cepat musnah, meski
angan-angan manusia begitu lekat dengannya, Kami menerangkan ayat-ayat
lain yang menunjukkan atas tauhid, prinsip kesopanan, nasehat dan bimbingan
akhlak, juga apa saja yang memuat keberesan manusia dalam kehidupan
mereka di dunia dan akhirat. (Al-Maraghi, 1988: 175).
Kelima, Ar rad: 2-3
.
3(( Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu. Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan,10 Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (Depag RI, 1992: hlm. 368).
8 Maksudnya bumi yang indah dengan gunung-gunung dan lembah-lembahnya telah
menghijau dengan tanam-tanamannya. Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 477. 9 Maksudnya dapat memetik hasilnya. Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 478. 10 Yang dimaksud berpasang-pasangan ialah jantan dan betina, pahit dan manis, putih
dan hitam, besar dan kecil dan sebagainya. Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 557.
53
Ash Shiddieqy (2002: 555), menerangkan bahwa ayat ini menujukkan
kepada wujud Tuhan pencipta alam semesta dengan memaparkan tanda-tanda
keesaan Allah SWT. Ayat ini juga menjelaskan bahwa tiap-tiap sesuatu pada
mulanya dijadikan hanya dua jenis seperti manusia Adam dan Hawa.
Kemudian barulah berkembang.
Dalam tafsir Al Maraghi (1992: 113) diterangkan bahwa setelah Allah
menyebutkan dalil-dalil yang dapat disaksikan oleh manusia, selanjutnya
Allah SWT menerangkan bahwa dalil-dalil ini hanya berguna bagi orang yang
menggunakan akal dan pikirannya untuk merenungkan dan mengikuti
petunjuk yang lurus. Kemudian dari berpikir tentang musababnya, mereka
bisa mengambil pelajaran darinya, sehingga mengetahui bahwa Tuhan yang
menciptakan semua ini adalah maha perkasa atas seluruh makhluk.
Keenam, An nahl: 11, 44, 69
11(( Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.11 (Depag RI, 1992: hlm. 402).
Pada penurunan hujan dan lain-lain yang telah disebutkan di ayat
sebelumnya, benar-benar terdapat dalil dan hujjah bahwa tidak ada Tuhan
selain Dia, bagi kaum yang mau mengambil pelajaran dan memikirkan
peringatan-peringatan Allah. Sehingga hati mereka menjadi tenang karenanya,
11 Mengenai ciptaan-Nya, sehingga mereka mau beriman karenanya. Lihat. Al Suyuthy,
dkk, 1990: 487.
54
dan cahaya iman masuk ke dalamnya, lalu menerangi hati dan mensucikan
jiwa mereka. (Al Maraghi, 1992: 16)
44((
keterangan-keterangan (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan, (Depag RI, 1992: hlm. 408).
Ayat ini menyajikan kesalahpahaman kaum Quraisy yang mengatakan
bahwa mereka tidak memerlukan seorang rasul, kemudian Allah menjawab
bahwasannya sudah sunnah Allah menurunkan seorang rasul untuk
membimbing umatnya. Ayat ini juga mempertegas lagi dengan menyuruh
mereka untuk menanyakan kepada ahli kitab, bahwa telah diutus seorang rasul
untuk membimbing mereka. (Al Maraghi, 1992: 159).
69( (
kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (Depag RI, 1992: hlm. 412).
Menurut Ash Shiddieqy (2002: 615), bahwa Ayat ini turun di Mekkah
sewaktu arak belum diharamkan. Kemudian ayat ini dimansukh dengan
turunnya (QS. 2: 219), setelah itu juga turun (QS. 4: 43) dan (QS. 2: 90-91).
Ayat ini menyamakan antara arak yang dibuat dari kurma dan dari anggur.
Segolongan Hanafiyah menghubungkan sakar di sini dengan minuman dari
55
perasan (rendaman) yang tidak memabukkan atau yang menguap dua pertiga,
setelah dimasak hingga memabukkan.
Ketujuh, Ar Rum: 8
8(( Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?12, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan.13 Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia14 benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.15 (Depag RI, 1992: hlm. 642).
Ayat ini menjelaskan tentang keesaan Allah SWT, baik yang terdapat
di dalam diri mereka (kaum Quraisy) maupun pada alam semesta, semuanya
itu menunjukkan bahwa Allah lah yang menciptakannya. (Al Maraghi, 1992:
55).
Kedelapan, Ar Rum: 21
21( (
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,16 supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Depag RI, 1992: hlm. 664).
12 Supaya mereka sadar dari kelalaiannya. Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 598. 13 Artinya akan lenyap setelah waktunya habis, setelah itu tibalah saatnya hari bangkit.
Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 598. 14 Yaitu orang-orang kafir Mekkah. Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 599. 15 Yaitu mereka tidak percaya kepada hari berbangkit sesudah mati. Lihat. Al Suyuthy,
dkk, 1990: 599. 16 Siti Hawa tercipta dari tulang rusuk nabi Adam sedangkan manusia yang lainnya
tercipta dari air mani laki-laki dan perempuan. Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 603.
56
Ayat ini menunjukkan tentang adanya hari berbangkit dan
dihidupkanNya kembali semua makhluk, yaitu melestarikan manusia dengan
menciptakan istri-istri melalui perkawinan sehingga kelahiran. (Al Maraghi,
1992: 67).
Kesembilan, Saba: 46
)46(
Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) Tidak sedikitpun sahabatmu (rasul) itu gila. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras. (Depag RI, 1992: hlm. 691).
Apabila Allah menyuruh mereka berpikir secara terpisah-pisah dua
orang atau seorang, maka hal itu tak lain karena dalam kerumunan orang
banyak, maka pikiran akan terganggu sehingga tidak bisa berpikir lama.
Sedangkan perkataan bercampur baur tidak bisa lagi dengan sempurna
mempertimbangkan sesuai secara adil. Padahal sebagaimana dapat disaksikan
sehari-hari kegoncangan dan pikiran yang tidak teratur akan senantiasa terjadi
pada kelompok-kelompok yang banyak ketika terjadi perdebatan dan
perselisihan pendapat, suatu hal yang mendukung kebenaran ayat ini.
Kemudian Allah menjelaskan kepada mereka bahwa hasil dari berpikir itu
akan menyebabkan mereka mengakui apa yang ditunjukkan oleh pandangan
yang benar. (Ash Shiddieqy, 2002: 979)
57
Kesepuluh, Al Zumar: 42
42((
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.17 Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.18 (Depag RI, 1992: hlm. 752).
Ayat ini merupakan bantahan Rasulullah saw terhadap kaum Quraisy
yang tetap pada kekafirannya. Bahwa Allah menggenggam ruh-ruh ketika ajal
mereka habis dan memutuskan hubungan antara ruh dan jasad. Hal tersebut
menujukkan atas kekuasaan Allah SWT bagi yang mau berpikir dan
memperhatikannya. (Al Maraghi, 1992: 15).
Kesebelas, Al Jatsiyah: 13
13(( Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (Depag RI, 1992: hlm. 816).
Keterkaitan sebagian alam dengan yang sebagainya adalah dalil
keesaan-nya, sedang menjadikan yang sebagian sebab-sebab bagi yang lain
17 Maksudnya orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah SWT sehingga tidak dapat
kembali kepada tubuhnya, dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi. Lihat, Ash Shiddieqy, 2002: 1065.
18 Maka karenanya mereka mengetahui, bahwa yang berkuasa melakukan hal tersebu, berkuasa pula untuk membangkitkan. Dan orang-orang kafir tidak memikirkan hal itu. Lihat, Ash Shiddieqy, 2002: 1065.
58
adalah dalil hikmah-Nya dan Tuhan menundukkan semuanya bagi
kemaslahatan manusia adalah dalil dari kesempurnaan bagi wujud-Nya. (Ash
Shiddieqy, 2002: 1016)
Keduabelas, Al Mudatsir: 18
18(( Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), (Depag RI, 1992: hlm. 993).
Ayat sebelumnya menjelaskan tentang azab Allah terhadap Al Walid
bin Mughiroh pada hari kiyamat. Selanjutnya Allah menceritakan bagaimana
keingkarannya (QS. 74: 18) bahwa dia (Al Walid) memikirkan dan
memalsukan dalam dirinya perkataan untuk mencela al-Qur'an. Juga dia
mengada-adakan tuduhan terhadap al-Qur'an dan mengira-irakannya, sehingga
dia mendapati apa yang ada dalam jiwa orang-orang Quraisy. (Al Maraghi,
1992: 225).
Ketigabelas, Al Baqoroh: 219
219
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (Depag RI, 1992: hlm. 53).
Ayat ini merupakan ayat yang pertama kali diturunkan yang
membahas mengenai khamr. Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari
Abu Hurairah dikemukakan, ketika Rasulullah saw datang ke Madinah, beliau
59
mendapati kaumnya suka minum arak dan makan hasil judi. Mereka bertanya
kepada Rasulullah saw tentang hal itu. Maka turunlah ayat, yas aluunaka anil
khamri wal maisiri qul itsmung kabiruw wa mananfiuntuk lin naas
(mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia).
Diriwayatkan lagi oleh Ibnu Abi Hatim dari Said atau Ikrimah, yang
bersumber dari Ibnu Abbas, dikemukakan bahwa segolongan sahabat, ketika
diperintah untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah, datang menghadap
Rasulullah saw dan berkata: Kami tidak mengetahui perintah infak yang
bagaimana dan harta yang mana yang harus kami keluarkan itu?, maka Allah
menurunkan ayat, wa yas-aluunaka maadzaayunfiquuna qulil afwa
(dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
yang lebih dari keperluan). Yang menegaskan bahwa yang harus
dikeluarkan nafkahnya itu ialah selebihnya dari keperluan hidup sehari-hari.
Dalam riwayat lain oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Yahya
dikemukakan bahwa Muadz bin Jabal dan Tsalabah menghadap Rasulullah
saw dan bertanya: Ya Rasulullah, kami mempunyai banyak hamba sahaya
dan banyak pula anggota keluarga. Harta mana yang harus kami keluarkan
untuk infak?, maka turunlah ayat tersebut diatas, wa yas-aluunaka
maadzaayunfiquuna qulil afwa (dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: yang lebih dari keperluan). (Dahlan,
dkk, 2000: 70).
60
Ayat ini menunjukkan bahwa agama Islam mengajak kepada perluasan
cakrawala berpikir dan menggunakan akal untuk mencari ke-maslahatan dunia
dan akhirat secara bersamaan. (Al- Maraghi, 1992: 276).
Keempatbelas, Al Baqoroh: 266
266((
Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakar.19 Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. (Depag RI, 1992: hlm. 67).
Inilah perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya karena
mengharap ridlo Allah dan untuk membersihkan diri, yaitu kebun yang
memiliki tanah subur yang dipenuhi dengan tumbuhan yang segar dan banya
buahnya. Lalu kebun itu disiram air hujan, sehingga buahnya menjadi dua kali
lipat. (Al- Maraghi, 1992: 63).
Kelimabelas, Ali Imron: 190 191
)190(
)191(
19 Orang yang berbuat kebajikan, secara riya atau dengan menyakitkan hati orang, pada hari kiyamat sama dengan orang yang terbakar kebunnya sedang dia dalam keadaan berhajat kepadanya. Lihat Ash Shiddiqqy, 2002: 108.
61
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring20 dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.(191) (Depag RI, 1992: hlm. 109-110).
Diriwayatkan oleh Ath Thabarani dan Ibnu Hatim yang bersumber dari
Ibnu Abbas dikemukakan bahwa orang Quraisy datang kepada orang Yahudi
untuk bertanya: Mukjizat apa yang dibawa Musa kepada kalian? Mereka
menjawab: Tongkat dan tangannya terlihat putih bercahaya. Kemudian
mrkbertanya kepada kaum Nashrani: Mukjizat apa yang dibawa Isa kepada
kalian? Mereka menjawab: Ia dapat menyembuhkan orang yang berpenyakit
sopak, dan menghidupkan orang mati. Kemudian mereka menghadap nabi
Muhammad SAW dan berkata: Hai Muhammad, coba berdoalah engkau
kepada Robb-mu agar gunung Shofa ini dijadikan emas. Lalu Rasulullah saw
berdoa. Maka turunlah ayat 190 dari surat Ali Imron, sebagai petunjuk untuk
memperhatikan apa yang telah ada, yang akan lebih besar manfaatnya bagi
orang yang menggunakan akal. (Dahlan, dkk, 2000: 124).
Selanjutnya Allah SWT mendefinisikan ulul albab adalah orang yang
menggunakan pikirannya, mengambil faedah darinya, dan menggambarkan
keagungan Allah serta mengingat hikmah dan keutamaan akal, disamping
keagungan karuniaNya dalam segala sikap dan perbuatan mereka, sehingga
mereka bisa berdiri, duduk, berbaring, dan sebagainya. (Al- Maraghi, 1992:
290).
20 Artinya dalam keadaan bagaimanapun juga, sedang menurut Ibnu Abbas mengerjakan
sholat sesuai dengan kemampuan. Lihat Ash Shiddiqqy, 2002: 170.
62
Keenambelas, Al Hasr: 21
21((
Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (Depag RI, 1992: hlm. 919).
Ayat ini gambaran bagi ketinggian urusan al-Qur'an dan pengaruhnya
yang kuat, karena di dalamnya terkandung nasehat-nasehat dan larangan-
larangan. Di sini terdapat celaan bagi manusia karena kesesatan hati dan
kekuranganpatuhan ketika membaca al-Qur'an dan memikirkan ketukan-
ketukan yang menundukkan gunung-gunung. (Al- Maraghi, 1992: 59).
Dilihat dari segi bentuknya, term fakkara dalam al-Qur'an muncul
dalam 4 bentuk:
a. (al Mudatsir: 18)
Bentuk yang pertama yaitu bentuk fiil madhi mufrad yang berarti perbuatan
yang sudah dilaksanakan
b. (Saba: 46)
Bentuk ini yaitu bentuk fiil amr (perintah), jama (banyak)
c. (al Baqoroh: 219, al Baqoroh: 266, al Anam: 50)
Bentuk ini yaitu bentuk fiil mudhori (menunjukkan waktu sekarang/ akan
datang) yang bertemu dengan wawu jama (yang berarti obyek yang
banyak), mukhotob (orang kedua).
63
d. ( al Arof: 184, ar Rum: 8)
Merupakan bentuk fiil mudhori (menunjukkan waktu sekarang/ akan
datang), jama (banyak) yang ditunjukkan dengan bertemunya wawu
jama selanjutnya bertemu dengan salah satu amil jawazim (huruf untuk
men-jazimkan fiil) yaitu . Bentuk awal dari fiil tersebut adalah
bertemu sehingga dijazimkan dengan tanda terbuangnya nun
selanjutnya menjadi
e. ( ali Imron: 191, al Hasr: 21, al Jatsiyah: 13, az Zumar: 42, ar
Rum: 21, an Nahl: 11, an Nahl: 44, an Nahl: 69, ar Rad: 3, Yunus: 24,
al Arof: 76)
Bentuk ini merupakan bentuk fiil mudhori (menunjukkan waktu
sekarang/ akan datang) yang bertemu dengan wawu jama (yang berarti
obyek yang banyak), ghoib (orang ketiga).
2. Term dabbara dan derivasinya
Seperti telah disebut di atas, penggunaan term dabbara dan
derivasinya di dalam al-Qur'an terulang sebanyak 44 kali, namun yang
mempunyai arti tafakur yaitu:
Pertama, Shood ayat 29
)29(
64
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memikirkan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (Depag RI, 1992: hlm. 736).
Ayat ini menunjukkan keutamaan al-Qur'an sebagai petunjuk dan
menyelamatkan manusia dari kesesatan. (Al- Maraghi, 1992: 208). Ash
Shiddieqy (2002: 1041) menerangkan bahwa memahami al-Qur'an yaitu
dengan memperhatikan lafadz-lafadznya, tertibnya dan maksudnya lalu
mengeluarkan dari berbagai macam ilmu dengan dikuatkan dalil.
Kedua, Muhammad ayat 24
)24(
Maka apakah mereka tidak memikirkan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci? (Depag RI, 1992: hlm. 833).
Ayat sebelumnya Allah menerangkan orang yang munafik yaitu
mereka yang tidak dapat mengambil manfaat dari apa yang mereka dengar,
maka pada ayat ini Allah menerangkan bahwa sikap mereka berkisar oleh dua
hal. Mereka tidak memikirkan al-Qur'antara lain, atau mereka me-mikirkannya
tetapi makna al-Qur'an tidak masuk ke hati mereka. (Al- Maraghi, 1992: 117).
Pada dasarnya dabbara berarti mengatur, mengurus, memimpin.
Namun dalam ayat-ayat diatas yang berarti memikirkan,
mempertimbangkan akibatnya (baik dan buruk). Dilihat dari bentuknya
pemakaian istilah dabbara dalam al-Qur'an terbagi menjadi dua , yaitu:
a. (Shood: 29)
Merupakan fiil mudhori yang berdlomir jama ghoib, fiil tersebut bertemu
dengan amil nawashib lam, sehingga nun diakhir fiil dihilangkan.
65
b. (Muhammad: 24)
Merupakan fiil mudhori yang berdlomir jama ghoib (orang ketiga jama).
3. Term Aqola dan derivasinya
Seperti telah disebut di atas, penggunaan term aqola dan derivasinya
di dalam al-Qur'an terulang sebanyak 49 kali, namun yang mempunyai arti
tafakur yaitu:
Pertama, Ash Shoffaat ayat 138
138((
dan di waktu malam. Maka apakah kamu tidak memikirkan? (Depag RI, 1992: hlm. 727).
Di ayat sebelumnya, Allah menceritakan kepada kaum kafir Quraisy
kisah kaumnya nabi Luth yang dibinasakan tanpa sisa. Apakah kalian tidak
mengambil pelajaran dan tidak takut jika kalianpun ditimpa bencana seperti
mereka. Karena bencana yang menimpa mereka tidak lain disebabkan
ketidakpatuhan kepada Rasulullah. (Al- Maraghi, 1992:143).
Kedua, Yunus ayat 16
16((
Katakanlah: "Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepadamu". Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak memikirkannya? (Depag RI, 1992: hlm. 308).
66
Ayat ini merupakan hujjah kebenaran bahwa al-Qur'an benar-benar
wahyu Allah yang diberikan kepada nabi Muhammad saw. (Al- Maraghi,
1992: 148).
Ketiga, Hud ayat 51
51((
Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan (nya)? (Depag RI, 1992: hlm. 335).
Ayat ini menceritakan kisah nabi Hud dan kaumnya yang
membangkang terhadap perintahNya. Ayat ini juga sudah diterangkan disurat
sebelumnya (QS. 7: 65-72), namun dengan gaya bahasa yang berbeda. (Ash
Shiddieqy, 2002: 506)
Keempat, Yusuf ayat 109
Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (Depag RI, 1992: hlm. 365).
Ayat ini merupakan jawaban atas perkataan musyrikin bahwasannya
Allah menurunkan kepada mereka seorang laki-laki bukan malaikat (Ash
Shiddieqy, 2002: 551). Ayat ini juga memerintahkan kepada rasul Nya untuk
memberitahukan kepada manusia bahwa jalannya adalah jalan dakwah yang
tauhid. (Al- Maraghi, 1992: 91).
67
Kelima, An Nahl ayat 11-12
)11(
)12(
Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. (Depag RI, 1992: hlm. 403).
Pada ayat 12 Allah mengungkapkan kata al-aqlu (mengerti), sedang
pada ayat 11 Allah memakai kata tafakur (memikirkan). Ini disebabkan bekas-
bekas alam tertinggi itu banyak, dan dalalah apa yang ada padanya berupa
keagungan kekuasaan, ilmu dan kebijaksaanNya adalah jelas, hanya
memerlukan pengertian tidak memerlukan pemikiran, bahkan dapat dipahami
secara spontan. Berbeda dengan alam terbawah, seperti tanaman, pada
dalalah-Nya atas wujud Pencipta, ia memerlukan pemikiran, perenungan dan
perhatian yang seksama. (Al- Maraghi, 1992: 98).
Keenam, Al Mulk ayat 10
)10(
Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". (Depag RI, 1992: hlm. 956).
Ayat ini memberikan pengertian bahwa syarat taklif ialah bisa
mendengarkan dan bisa memahami apa yang didengar. Ayat ini menyatakan
bahwa akal juga bisa berperan sebagai hakim (Ash Shiddieqy, 2002: 1376).
Ayat ini menceritakan keadaan di neraka yaitu karena mereka mendustakan
68
para Rasulullah, sehingga mereka mengeluh dengan berbicara, seandainya
kami mempunyai akal dan memanfaatkannya, atau kami mempunyai telinga
yang mendengarkan kebenaran yang diturunkan Allah, maka kami tidak
berada di sini. (Al- Maraghi, 1992: 17).
Ketujuh, Yasin ayat 62
62((
Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan? (Depag RI, 1992: hlm. 712).
Ayat sebelumnya Allah mengecam kaum musyrikin karena tidak
mengambil pelajaran dari orang dahulu yang telah terjerumus oleh syetan.
Dan ayat ini merupakan kecaman Allah SWT terhadap orang yang ingkar.
(Al- Maraghi, 1992: 40).
Kedelapan, Yasin ayat 68
68((
Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian (nya).21 Maka apakah mereka tidak memikirkan? (Depag RI, 1992: hlm. 713).
Ayat ini merupakan hujjah yang mematahkan alas an kafir Quraisy
yang mengatakan bahwa sekiranya mereka diberi umur panjang, maka akan
berbuat kebajikan. (Al- Maraghi, 1992: 45). Apakah kalian tidak berpikir
bahwa tiap kali semakin tua, maka akan mengalami kelemahan dan
ketidakberdayaan untuk melakukan suatu pekerjaan.
21 Yakni dikembalikan kepada alam anak-anak, lemah tidak berdaya. Lihat Ash Shiddieqy, 2002: 1011.
69
Kesembilan, Al Baqoroh: 164
164((
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (Depag RI, 1992: hlm. 40).
Diriwayatkan oleh Said bin Manshur di dalam Sunan-nya al-Faryabi
di dalam tafsirnya dan al Baihaqi di dalam kitab Syuabul Iman, yang
bersumber dari Abudi Dluha. Ketika turun ayat al Baqoroh 163
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada)
tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang), kaum musyrikin kaget dan bertanya-tanya apakah benar Tuhan
itu tunggal? Jika benar demikian, berikanlah kepada kami bukti-buktinya!.
Maka turunlah ayat berikutnya (QS. Al Baqoroh 164) yang menegaskan
adanya bukti-bukti kemahaesaan Tuhan. (Dahlan, dkk, 2000: 45).
Kesepuluh, Al Anfal ayat 22
22((
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak memikirkan apa-apapun. (Depag RI, 1992: hlm. 263).
70
Kata daabbah jarang dipakai untuk arti manusia, bahkan sering dipakai
untuk binatang kecil dan binatang tunggangan. Kalau dipakai untuk arti
manusia, maka hal itu adalah dalam rangka penghinaan. Bahwa seburuk
barang yang melata di atas bumi ialah orang yang tuli, yaitu orang yang tidak
mau menggunakan pendengarannya untuk mengetahui kebenaran dan
memahami nasehat yang baik. Jadi seolah-olah mereka tidak berpikir apa
perbedaan antara kebenaran dan kebatilan. (Al- Maraghi, 1992: 350).
Kesebelas, Al Hadid ayat 17
17((
Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya. (Depag RI, 1992: hlm. 903).
Setelah Allah menegur muslimin yang tidak tersentuh hatinya ketika
dibacakan al-Qur'an. Lalu Allah memberikan perumpamaan kepada mereka
bahwa hati yang keras itu bisa hidup dengan dzikir dan membaca al-Qur'an
sebagaimana hidupnya tanah yang mati akibat hujan. (Al- Maraghi, 1992:
303).
Pada ayat-ayat diatas aqola berarti
memikirkan sesuatu. Dilihat dari bentuknya pemakaian istilah aqola dalam
al-Qur'an terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. (Al mulk: 10)
Merupakan bentuk fiil mudhori yang berdlomir mutakallim maal ghoir
(orang pertama jama)
71
b. (Surat al Baqoroh: 164; Yasin: 68; Al anfal: 22; An nahl: 11-12)
Merupakan bentuk fiil mudhori yang berdlomir jama ghoib (orang ketiga
banyak).
c. (Hud: 51; Yasin: 62; Ash shoffaat: 138; Yunus: 16; Yusuf: 109;
Al hadid: 17).
Merupakan bentuk fiil mudhoriyang berdlomir jama mokhotob (orang
kedua banyak).
4. Term Nadzara dan derivasinya
Seperti telah disebut di atas, penggunaan term nadzara dan derivasinya
di dalam al-Qur'an terulang sebanyak 129 kali, namun yang mempunyai arti
tafakur yaitu:
Pertama, Al-Araf ayat 185
185((
Dan apakah mereka tidak memikirkan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman selain kepada Al Qur'an itu? (Depag RI, 1992: hlm. 252).
Pada ayat sebelumnya manusia diperintah untuk memikirkan
bahwasannya Muhammad saw bukan gila. Selanjutnya Allah memerintah
kepada manusia untuk memperhatikan langit dan bumi, sehingga mereka
dapat menyaksikan keindahan dan begitu rapinya Tuhan menciptakan alam
72
semesta ini, dan itu merupakan bukti nyata bahwa Penciptanya adalah Sang
Maha Esa dengan kehendakNya. (Al- Maraghi, 1992: 227).
Kedua, Yunus ayat 101
101((
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfa`at tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (Depag RI, 1992: hlm. 322).
Ayat ini menyuruh manusia untuk menggunakan akalnya untuk
membedakan antara yang baik dan buruk. Adapun tugas rasul hanya
penyampai kabar gembira dan peringatan, dan agama juga sebagai pembantu
bagi akal untuk memilih antara yang baik dan buruk. (Al- Maraghi, 1992:
303). Menurut Ash Shiddieqy (2002: 487) bahwa ayat ini mewajibkan kepada
manusia untuk berpikir dan berijtihad serta menjauhi taklid dalam bidang
iktikad.
Ketiga, Al-Ankabut ayat 20
20( (
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Depag RI, 1992: hlm. 631).
Ayat ini senada dengan (QS. 41: 53) bahwa Allah akan
membangkitkan kembali manusia yang sudah mati pada hari pembalasan.
73
Keempat, Qoof ayat 6-7
)6(
)7(
Maka apakah mereka tidak berpikir akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun? Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata. (Depag RI, 1992: hlm. 851-852).
Ayat sebelumnya menerangkan orang-orang yang mendustakan
kebangkitan setelah mati. Ayat ini perintah Allah SWT untuk melihat
(memperhatikan) langit yang bisa berdiri tanpa tiang, sehingga dapat
membenarkan segala keterangan yang ada di al-Qur'an. (Al- Maraghi, 1992:
256).
Kelima, Al Mudatsir ayat 20-21
20(( 21((
Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan?, Kemudian dia memikirkan. (Depag RI, 1992: hlm. 993).
Ayat sebelumnya menerangkan tentang azab yang diberikan kepada Al
Walid bin Mughiroh yang mendustakan al-Qur'an. Sedang ayat ini
meneruskan dengan perlakuan Al Walid terhadap al-Qur'an. Dia memikirkan
al-Qur'an berkali-kali dengan pikirannya sendiri, apa yang menurut mereka
senangi dan sampai kepada apa yang mereka inginkan. (Al- Maraghi, 1992:
226).
74
Keenam, Abasa ayat 24-32
)25( )24(
)29( )28( )27( )26(
)32( )31( )30(
Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu. (Depag RI, 1992: hlm. 1025-1026).
Ayat ini memerintahkan kepada manusia untuk memikirkan tentang
kejadian dirinya dan apa yang mereka makan. Selanjutnya Allah memerinci
hal itu. Pengambaran pada ayat tersebut merupakan penjelasan bahwa semua
itu adalah untuk dimanfaatkan oleh manusia. (Al- Maraghi, 1992: 84).
Ketujuh, At Thoriq ayat 5-7
)7( )6( )5(
Maka hendaklah manusia memikirkan dari apakah dia diciptakan?Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. (Depag RI, 1992: hlm. 1048).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ikrimah,
bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abul Asad yang berdiri diatas kulit
yang sudah disamak, sambil berkata dengan sombong: Hai golongan
Quraisy, barang siapa yang bisa memindahkan aku dari kulit ini, akan aku beri
hadiah. Selanjutnya ia berkata: Muhammad menganggap bahwa penjaga
pintu jahanam itu berjumlah sembilan belas, aku sendiri sanggup mewakili
kalian mengalahkan yang sepuluh, dan kalian mengalahkan yang sembilannya
75
lagi. Ayat ini turun sebagai sindiran terhadap perbuatan mereka (Dahlan,
dkk, 2000: 637).
Ayat ini memerintah manusia untuk berpikir tentang hakikat
penciptaan mereka. Maka jika Allah bisa menghidupkan kalian, jadi Allah pun
yang akan mematikan kalian. (Al- Maraghi, 1992: 198).
Kedelapan, Al-Ghasyiah ayat 17-21
)18( )17(
)21( )20( )19(
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. (Depag RI, 1992: hlm. 1055).
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari
Qatadah, dikemukakan, ketika Allah melukiskan ciri-ciri syurga, kaum-kaum
yang sesat, merasa heran. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai perintah
untuk memikirkan keluruhan dan keajaiban ciptaan Allah. (Dahlan, dkk, 2000:
641).
Kesembilan, Al Hajj ayat 15
)15(
Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya. (Depag RI, 1992: hlm. 513-514).
76
Menurut Ash Shiddieqy (2002: 752) bahwa ayat ini mengenai
segolongan muslimin yang merasa lambat datangnya pertolongan Allah
lantaran mereka sangat benci kepada musyrikin. Sehingga ayat ini
menandaskan bahwa Allah adalah penolong Muhammad saw, Kitab dan
agamaNya.
Pada dasarnya nadzara searti dengan roa yang berarti melihat, namun
pada ayat-ayat diatas nadzara berarti memikirkan, merenungkan,
mempertimbangkan . Dilihat dari bentuknya pemakaian
istilah nadzara dalam al-Qur'an terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. (Al mudatsir: 20-21)
Merupakan fiil madhi dengan dhomir mufrod ghoib
b. (Al hajj: 15; At thoriq: 5-7; Abasa: 24-32)
Merupakan fiil mudhori yang dibaca jazem karena bertemu dengan amil
jawazim lam
c. (Qoof: 6-7; Al-Araf: 185)
Merupakan fiil mudhori dengan dhomir jama ghoib, dibaca jazem karena
didahului dengan amil jawazim dengan tanda terbuangnya nun di akhir
fiil.
d. (Yunus: 101; Al-Ankabut: 20)
Merupakan fiil amr (perintah) dengan dhomir jama mukhotob.
77
e. (Al-Ghosyiah: 17-21)
Merupakan fiil mudhori (kata kerja) dengan dhomir jama ghoib.
5. Term faqiha dan derivasinya
Seperti telah disebut di atas, penggunaan term faqiha dan derivasinya
di dalam al-Qur'an terulang sebanyak 20 kali, namun yang mempunyai arti
tafakur yaitu:
Pertama, Al Isro ayat 44
)44(
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak berpikir tentang tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Depag RI, 1992: hlm. 430).
Pada ayat sebelumnya Allah menegur orang musyrikin yang
mendustakan ayat-ayatNya. Di ayat ini Allah SWT menunjukkan bahwa langit
dan bumi memuji Allah berdasarkan dalil masing-masing akan
kesempurnaannya. (Al Maraghi, 1992: 91). Menurut Ash Shiddieqy (2002:
642) bahwa hal ini mengenai binatang, tumbuhan, benda-benda beku, bahkan
makanan dan batu kerikil. Hal ini senada dengan (QS. 19: 90-91)
Pada dasarnya faqiha berarti mengerti, memahami, namun pada
beberapa tempat berarti . Dilihat dari bentuknya pemakaian
istilah faqiha dalam al-Qur'an hanya terjadi satu kali, yaitu:
a. (Al isro ayat 44)
78
Merupakan fiil mudhori dengan dhomir jama mukhotob.
6. Term dzakara dan derivasinya
Seperti telah disebut di atas, penggunaan term dzakara dan derivasinya
di dalam al-Qur'an terulang sebanyak 292 kali, namun yang mempunyai arti
tafakur yaitu:
Pertama, Ash Shoffaat ayat 154-155
)155( )154(
Apakah yang terjadi padamu? Bagaimana (caranya) kamu menetapkan? Maka apakah kamu tidak memikirkan? (Depag RI, 1992: hlm. 729).
Ayat ini merupakan bantahan Allah terhadap orang-orang yang
menyekutukan Allah dan menganggap bahwa malaikat adalah anak-anak
perempuan Allah. (Al Maraghi, 1992: 153).
Kedua, An Nahl ayat 17
17((
Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka apakah kamu tidak memikirkan? (Depag RI, 1992: hlm. 404).
Ayat sebelumnya Allah SWT membuktikan wujud Tuhan YME. Dan
dalam ayat ini Allah mencerca orang-orang kafir yang menyembah selain Dia.
(Al Maraghi, 1992: 113).
Ketiga, Maryam ayat 67
)67(
Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali? (Depag RI, 1992: hlm. 470).
79
Ayat (QS. 19: 66-72) berkaitan dengan Ubay bin Khalaf yang
mengambil sepotong tulang yang rapuh, lalu memecah dan membiarkan-nya
ditiup angin seraya berkata, Si Fulan mengatakan bahwa kita akan
dibangkitkan setelah kita mati, hal ini tidak akan pernah terjadi. Lalu ayat ini
turun untuk membantah perkataan tersebut. (Al Maraghi, 1992: 130).
Keempat, Az Zumar ayat 9
)9(
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Depag RI, 1992: hlm. 727).
Ayat ini menolak paham orang yang mencela orang yang beribadah
lantaran takut kepada neraka dan menyatakan ketinggian orang yang
berilmu serta menyatakan bahwa garis orang alim tidak sekufu dengan orang
jahil. Dan ayat ini mengindikasikan bahwa yang dipandang berilmu ialah
orang-orang yang mengamalkan ilmunya. (Ash Shiddieqy, 2002: 1056).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi hatim yang bersumber dari Ibnu Umar,
bahwa yang dimaksud dengan (Apakah kamu hai orang-orang
musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah) dalam ayat
ini ialah Utsman bin Affan (yang selalu bangun malam sujud kepada Allah
SWT). (Dahlan, dkk, 2000: 463).
80
Pada dasarnya dzakara berarti menyebut, mengucapkan, namun dalam
beberapa tempat dzakara berarti memikirkan sesuatu. Dilihat dari
bentuknya pemakaian istilah fahima dalam al-Qur'an dibagi menjadi tiga kali,
yaitu:
a. (Maryam: 67)
Merupakan fiil mudhori yang sepi dari syaii.
b. (Ash shoffaat: 154-155; An nahl: 17)
Merupakan fiil mudhori yang berdhomir jama mukhotob.
c. (Az zumar ayat 9)
Merupakan fiil mudhori dengan dhomir mufrod ghoib.
7. Sebutan-sebutan al-Qur'an untuk orang yang bertafakur
1. Ulul albab
Sebutan ini terulang sebanyak dua kali: (QS. 12:111); dan (QS.
3:190).
111((
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Yusuf : 111). (Depag RI, 1992: hlm. 366).
81
)190(
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Ali imron 190). (Depag RI, 1992: hlm. 109).
Lafadz al-albab (orang-orang yang mempunyai akal) yang
merupakan bentuk jama dari lafadz al-lubb dalam al-Qur'an tidak pernah
disebutkan dalam bentuk mufrodnya. Namun, jika lafadz tersebut hendak
didatangkan mufrodnya, maka al-Qur'an menggunakan bentuk muradifnya
(sinonim), yaitu al-qolb seperti dalam QS. Qoof: 37.
2. Ulul ilm
Sebutan ini terulang sebanyak satu kali: (QS. 3: 18).
18((
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Ali imron 18). (Depag RI, 1992: hlm. 78).
Lafadz al-ilm diartikan sebagai orang yang mempunyai akal karena
makna asalnya adalah orang yang mempunyai ilmu (pengetahuan). Orang
yang berilmu berarti dia juga menggunakan akal dalam memperoleh
ilmunya tersebut.
3. Ulin Nuha
Sebutan ini terulang sebanyak satu kali: (QS. 20: 128).
82
)128(
Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka berjalan (di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Thaha: 128). (Depag RI, 1992: hlm. 491).
Lafadz Nuha merupakan sinonim dari kata al-aql
yang berarti orang yang mempunyai akal (berpikir).
4. Ulul Abshor
Sebutan ini terulang sebanyak satu kali: (QS. 24: 44).
)44(
Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai akal. (An Nur 44). (Depag RI, 1992: hlm. 552).
Lafadz abshor merupakan jama dari lafadz bashirun. Lafadz
abshor disinonimkan dengan orang yang mempunyai akal karena dengan
penglihatan yang lebih akan merangsang aktifitas akal.