Post on 04-Mar-2019
Gerald J. Tampi 752011042 | 30
BAB III
Konsep Nasionalime Sukarno dan Hatta
A. Sukarno
A.1. Pembentukan Pemikiran Sukarno
A.1.1. Masa Kecil Sukarno
Putra Sang Fajar, merupakan salah satu julukan yang dimiliki oleh Sukarno. Hal ini
sangat beralasan sekali, karena Sukarno lahir pada pukul setengah enam pagi,1 tanggal 6
Juni 1901, di Lawang Seketeng, Surabaya, Jawa Timur. Semula Sukarno lahir dengan nama
Kusno Sosrodihardjo, namun karena sering sakit-sakitan, ayahnya yaitu Raden Soekemi
Sosrodihardjo mengganti nama Kusno menjadi nama Karna.2karena kegemaran Raden
Sukemi terhadap wayang menyebabkan dia mengganti nama Kusno menjadi Karna,
sebagaimana penuturan Sukarno:
... Bapak adalah seorang yang sangat gandrung pada mahabarata, cerita klasik orang Hindu jaman dahulu kala. Aku belum mencapai masa pemuda ketika bapak menyampaikan kepadaku, “Kus, engkau akan kami beri nama Karna. Karna adalah
salah seorang pahlawan terbesar dalam cerita Mahabrata. ... kalau begitu Karna seorang yang sangat kuat dan sangat besar, aku berteriak kegirangan. Oh, ia nak, jawab bapak setuju. Juga setia pada kawan-kawannya dan keyakinannya, dengan tidak mempedulikan akibatnya.Tersohor karena keberanian dan kesaktiannya.Karna adalah pejuang bagi negaranya dan seorang patriot yang saleh.”3
Dari penyataan diatas, perubahan nama Kusno menjadi Karna, harus dipahami dalam
kaitan dengan pemaknaan wayang bagi kehidupan orang Jawa. Pemberian nama Karna oleh
1Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, cetakan kelima, terjemahan Abdul Bar
Salim, (Jakarta: Haji Masagung, 1988), 23. 2Taufik & Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, (Jogjakarta, AR-RUZZ Media, 2008), 13. 3Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, 35-36.
Gerald J. Tampi 752011042 | 31
Raden Sukemi, haruslah dimengerti sebagai suatu refleksi penghargaan dan kepercayaannya
yang mendalam sebagai orang Jawa terhadap tokoh pewayangan. Terdapat sebuah
pengharapan dari Sukemi, bahwa pemberian nama Karna kepada Kusno akan membawa
serta kharisma dan kesatriaan Karna di dalam diri Sukarno.
Terdapat beberapa hal menarik, yang terjadi pada saat Sukarno lahir, yaitu tanpa
terencana, Soekarno lahir pada angka yang serba enam (tanggal dan bulannya). Di bawah
naungan bintang Gemini yang berlambangkan kekembaran, Soekarno menganggap bahwa
dirinya memiliki dua sifat yang berlawanan, hal tersebut terlihat dari ucapannya yang
mengatakan:
Aku bisa lunak dan aku bisa cerewet. Aku bisa keras laksanabaja dan aku bisa lembut berirama. Pembawaanku adalah paduan daripada pikiran sehat dan getaranperasaan. Aku seorang yang suka mema'afkan, akan tetapi akupun seorang yang keras‐kepala. Akumenjebloskan musuh‐musuh Negara ke belakang jeruji besi, namun demikian aku tidak sampai hatimembiarkan burung terkurung di dalam sangkar.4
Latar belakang keluarga Sukarno merupakan perpaduan dua budaya berbeda dan
kepercayaan. Ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai, berlatar-belakang kasta Brahma dan tergolong
bangsawan di Banjar Bali Agung Singaraja. Kakek Moyang Sukarno merupakan pejuang
kemerdekaan yang gugur dalam perang Puputan. Akibat peperangan ini keluarga ibu
Soekarno jatuh melarat dan mempunyai rasa benci yang mendalam terhadap penjajah
Belanda.5 Ayah Soekarno, yaitu Raden Sukemi Sasrodiharjo, berlatar-belakang Islam dan
termasuk golongan bangsawan rendah Jawa, hal tersebut menurut Dahm terlihat dari gelar
Raden yang di sandang oleh Sukemi.Jabatan pertama dari Raden Sukemi adalah menjabat
4Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, 24. 5 Ayub Ranoh, Kepemimpinan Kharismatik, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 21.
Gerald J. Tampi 752011042 | 32
sebagai guru.6 Soekarno juga memiliki seorang kakak perempuan yang bernama Soekarmini,
ia berucap:
… Hanya Karno dan akulah anak-anak yang dilahirkan oleh suami istri Sosrodihardjo.Sebagai puteri tunggal dan putera tunggal, ayah dan ibu kami berdua saling sayang menyayangi.7
Selain itu, Kusno juga dekat dengan Sarinah yang menjadi pembantu rumah tangga
Sukemi. Menurut Sukarno, dari Sarinah ia memperoleh pengetahuan tentang humanisme,
“Karno yang terutama harus engkau cintai adalah ibumu, akan tetapi kemudian engkau harus
pula mencintai rakyat jelata, engkau harus mencintai manusia umumnya”, demikian
diajarkan Sarinah kepada Sukarno.8
Sukarno kecil melewatkan sebagian masa kecilnyadi rumah kakeknya, yaitu Raden
Hardjodikrono. Selama menetap di rumah kakeknya di Tulung Agung (Kediri) inilah,
Sukarno kecil mulai berkenalan dengan mistisisme Jawa dan kisah-kisah pewayangan.
Malam demi malam di Tulung Agung banyak diisi dengan menonton wayang semalam
suntuk. Menurut Dahm, sementara Sukarno menikmati kisah demi kisah pewayangan,
bersamaan dengan itu, hasrat akan kemerdekaan mulai bergelora dalam dirinya.9
Dari semua kisah pewayangan yang Sukarno kecil ikuti, kisah Mahabaratalah yang
paling membekas dalam dirinya. Mahabarata merupakan kisah tentang perjuangan Pandawa
untuk merebut kembali kerajaan Ngastina yang telah direbut Kurawa. Begitu besar pengaruh
kisah Mahabarata terhadap diri Sukarno kecil, sehingga ketika ia mulai mengikuti
pendididkan formal di sekolah desa di Tulung Agung, ia lebih senang menggambar satu
6Bernhard Dahmn, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, Terjemahan Hasan Basari, cetakan pertama,
(Jakarta: LP3ES, 1987), 29. 7Husni Lain, Mengenang Proklamator RI Soekarno-Hatta, (Jakarta: PT Kreasi Jaya Utama, 1980), 71. 8 S. Syaiful Rahim, Bung Karno Masa Muda (Jakarta: Pustaka Yayasan Antar Kota, 1978), 17. 9 Bernhard Dahmn, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan , 29.
Gerald J. Tampi 752011042 | 33
tubuh yang tegap dan besar dengan bentuk gelung rambut “Sinutupirang” pakai kuku
“Pancanaka”. Menurut Solichin, gambar tersebut adalah gambar Bima yang menjadi
kesukaan dan kesenangannya.10
Menurut Dahm, kemungkinan besar Sukarno sangat mengidolakan tokoh Bima.Hal
tersebut, terlihat dari sikap Sukarno yang tidak kenal kompromi terhadap orang-orang luar
dan kesediaannya untuk berkompromi dengan orang-orang seperjuangannya. Selain itu,
Dahm menyatakan bahwa terdapat unsur-unsur lain yang merangsang khayalan dari
Soekarno kecil, seperti: nasib kaum kurawa yang dibangkitkan kembali, yang pastinya
mendapatkan makna simbolis yang penting setelah “kebangkitan kembali orang-orang jawa
dengan didirikannya Budi Utomo (1908), lebih-lebih lagi karena kemenangan mereka dalam
pertempuran-pertempuran yang sudah diramalkan kedepannya.11
Selanjutnya, untuk mewujudkan harapan akan masa depan yang baik bagi Sukarno,
Raden Sukemi dan Ibu Ida Ayu memperlengkapi Sukarno dengan pendidikan formal yang
bermutu. Awalnya Sukarno mengikuti pendidikan di Sekolah Desa Tulung Agung,
kemudian pindah ke Sekolah Angka Dua di Sidorajo, selanjutnya ia pindah ke Sekolah
Angka Satu di Mojokerto sampak kelas lima.12 Selain mengikuti pendidikan formal,
Sukarno juga memperoleh pendidikan yang keras dan ketat dari ayahnya. Hasilnya,
meskipun tidak bisa dikatakan brilian, pada taun 1914 Sukarno berhasil menyelesaikan
pendidikan di Mojokerto.13
10 Solichin, Bung Karno Putera Fajar, cetakan kedua (Jakarta: Gunung Agung, 1981), 24. 11Bernhard Dahmn, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 32. 12 Badri Yatim, Sukarno, Islam dan Nasionalisme: Rekonstruksi Pemikiran Islam- Nasionalis, Pengantar
Fachry Ali, cetakan pertama, (Jakarta: Saran Aksara, 1985), 7; Solichin Salam, Bung Karno, 25; melaporkan hal yang sama, yakni di sekolah Angka Satu Mojokerto Sukarno duduk di kelas enam. Tetapi menurut Legger, tidak ada satu pun sekolah bumi putera di masa itu yang lebih dari kelas lima. (bdk. John Legger, Sukarno Sebuah Biografi Politik, (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), 37.
13 John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 37.
Gerald J. Tampi 752011042 | 34
Raden Sukemi dan Ibu Ida Ayu Nyoman Ray memasukkan Sukarno ke Sekolah
Dasar Berbahasa Belanda (Eurepese Lagere School) di Mojokerto. ketika Sukarno
didaftarkan ke ELS oleh ayahnya, menurut penuturannya kepada Cindy Adams,
kekurangannya yang harus ia penuhi hanyalah meningkatkan kemampuannya dalam
berbahasa Belanda. Berkat usaha keras Raden Sukemi untuk memenuhi semua ketentuan di
sekolah tersebut, di tahun 1916 Sukarno berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah dasar.14
A.1.2. Sukarno di asah
Setelah tamat dari ELS (Europese Lagere School), Sukarno mendapatkan
kesempatan untuk melanjutkan studinya ke HBS (Hogere Burger School) di Surabaya.
Selama masa studinya, Sukarno tinggal di rumah Oemar Said Tjokroaminoto, yang pada
waktu itu menjabat sebagai ketua Serikat Islam (SI). Menurut Bernhard Dahm,
Tjokroaminoto menggunakan dana-dana dari SI untuk menampung orang pribumi yang
tidak mampu, terdapat sekitar 30 orang yang menumpang di rumahnya termasuk Sukarno
dan hanya membayar uang pemondokan sekadarnya saja.15 Di rumah Tjokroaminoto,
Sukarno mulai berkenalan dengan banyak tokoh. Diantaranya: tokoh intelektual IslamK.H.
Agus Salim yang menurut Sukarno memiliki gaya pidato yang menarik, sehingga ia sangat
mengaguminya, tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti Douwes Dekker, Tjipto
Mangunkusumo, Sneevliet dan Husni Thamrin. Bahkan Soekarno juga bergaul dengan
Alimin, Muso dan Kartosuwiro.16
14Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, 40. 15Bernhard Dahmn, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan,34. 16Taufik Adi Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, (Jogjakarta, AR-RUZZ Media, 2008), 18.
Gerald J. Tampi 752011042 | 35
Dengan tinggal di rumah Tjokroaminoto, Sukarno dapat lebih mengenal wajah
perpolitikan saat itu. Dalam otobiografinya Sukarno menceritakan, bahwa dia selalu
mengikuti diskusi-diskusi dari para pemimpin Indonesia yang diadakan di rumah
Tjokroaminoto. Sukarno tidak hanya menjadi pendengar setia, tetapi ia juga
seringmengajukan pertanyaan mengenai perkembangan politik Indonesia di masa itu. Dari
penjelasan para pemimpin Indonesia tersebut, Sukarno mengetahui bahwa kegagalan
perjuangan bangsa Indonesia disebabkan tidak ada persatuan diantara para pejuang.17
Sukarno muda banyak belajar dari pak Tjokroaminoto, menurutnya pak
Tjokroaminoto sering membimbingnya, walaupun Sukarno sendiri mengaku jarang bertemu,
namun menurut Sukarno pak Tjokroaminoto memiliki cara tersendiri dalam
membimbingnya. Hal tersebut diakui oleh Sukarno, sebagaimana penuturannya dalam
otobiografinya:
“...Umar Said Cokroaminoto berumur 33 tahun ketika aku datang ke Surabaya. Pak Cokro mengajarku apa dan siapa dia, bukan tentang apa yang ia ketahui ataupun tentang apa jadiku kelak. Seorang tokoh yang mempunyai daya cipta dan cita-cita tinggi, seorang pejuang yang mencintai tanah tumpah darahnya. Pak Cok adalah pujaanku. Aku muridnya. Secara sadar atau tidak sadar ia menggemblengku. Aku duduk dekat kakinya dan diberikannya kepadaku buku-bukunya, diberikannya kepadaku miliknya yang berharga.18
Dari Tjokroaminoto pun Sukarno belajar, tentang sikap terhadap pemerintahan
kolonial. Tjokroaminoto bukanlah nasionalis yang mengagungkan sikap radikal terhadap
pemerintah. Sebaliknya, meskipun Tjokroaminoto menyadari perlunya pemerintahan sendiri,
ia tetap menunjukkan sikap loyal dan terima kasih kepada pemerintah kolonial, yang telah
17 Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, 54. 18Ibid., 52.
Gerald J. Tampi 752011042 | 36
bersedia membentuk dewan-dewan untuk memberikan kepada orang-orang pribumi hal
untuk didengar.”19
Pandangan Tjokroaminoto yang positif terhadap pemerintah kolonial, dapat
dipastikan, ditanamkan juga kepada Sukarno. Pengaruh pandangan Tjokroaminoto tersebut,
jelas dalam satu tulisan awal Sukarno:
...”Terlebih dulu rakyat Indonesia harus belajar.” Untuk itu, rencana untuk
mendesentralisasi pemerintahan memberikan kesempatan yang baik sekali: hendaknya dibentuk dewan-dewan yang akan benar-benar mewakili rakyat, mengingat bahwa dewan-dewan yang sudah ada pada waktu itu – termasuk Volksraad – tidak mewakili rakyat. Pemerintahan sendiri lalu akan mewujudkan keadilan politik dan ekonomi bagi rakyat.20
Perlu dikemukakan di sini, bahwa pengaruh pandangan Tjokroaminoto terhadap
Sukarno menjadi semakin kuat karena andil tidak langsung dari C. Hartog yang juga
membatasi kritik-kritik Sukarno terhadap pemerintah.21 Hartog mengajar bahasa Jerman di
HBS, ketika Sukarno menjadi murid di sekolah tersebut.22 Hartog merupakan anggota ISDP
(Indische Social Democratiche Partij), organisasi yang lebih moderat dibandingkan dengan
ISDV (Indische Sosial-Democratische Vereeniging). Sikap moderat ISDP tercermin dalam
pernyataan juru bicara partai ini D.M.G. Koch, sebagaimana yang dikutip Dahm:
Oleh sebab itu, maka pandangan Marxis kita pertama-tama menuntut dari kita bukan perjuangan melawan kapitalisme Barat, melainkan kampanye bagi suatu perkembangan yang cepat dan berkelanjutan untuk masyarakat bumiputera... kepentingan mereka menuntut, bersama-sama dengan perundang-undangan sosial
19Bernhard Dahmn, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 39. 20Ibid., 50. 21Ibid., 36. 22 Di samping itu, melalui seminar-seminar tentang Marxisme yang diselenggarakan Hartog, secara formal
Sukarno mulai mengenal teori Marxisme. Demikian diakui Sukarno dalam artikelnya, Sukarno, “Menjadi Pembantu
Pemandangan: Sukarno, Oleh... Sukarno Sendiri,” Pemandangan tahun 1941, dalam Dibawah Bendera Revolusi I, 511.
Gerald J. Tampi 752011042 | 37
yang efektif, perkembangan yang cepat dari kapitalisme bumiputera, yang merupakan satu-satunya sarana untuk mengakiri dominasi Barat.23
Sebagai anggota ISDP pembinaan-pembinaan yang dilakukan Hartog kepada
Sukarno, tentunya tidak terlepas dari sikap moderat ISDP yang diembannya. Hartog
mengajar Sukarno untuk tidak bertindak radikal terhadap pemerintah kolonial.24 Dari
Hartog, Sukarno juga belajar, bahwa kemerdekaan harus dicapai secara bertahap dan
pemberontakan terhadap pemerintah kolonial hanya akan menghambat jalan ke arah
kemerdekaan.25
Jika demikian pembinaan yang diterima Sukarno dari Tjokroaminoto dan C.
Hartog, mempengaruhi pemikiran awal Sukarno yang belum bercorak radikal. Di samping
itu, masih terbatasnya keterlibatan Sukarno dalam organisasi massa,26 menjadi salah satu
penyebab kuatnya pengaruh pemikiran Tjokroaminoto dan Hartog terhadap Sukarno.
Selain Tjokroaminoto, tokoh Sarekat Islam lain yang juga mempunyai andil dalam
pembentuka pemikiran Sukarno, yakni Abdul Muis. Pada tahun 1917, menurut pengakuan
Sukarno, ia sangat dipengaruhi oleh slogan-slogan komunis. Tetapi kemudian Sukarno
berhasil sembuh dari penyakit kosmopolitanisme tersebut dan meyakini pentingnya
semangat kebangsaan, setelah membaca tulisan Sun Yat Sen mengenai Min Chu I.27 Selain
itu, Abdul Muis seorang tokoh Sarekat Islam, pun berperan penting dalam penyembuhan
kosmopolitanisme Sukarno. Dalam Kongres Nasional Kedua Sarekat Islam (Oktober 1917),
Abdul Muis menyatakan: “Untuk memperbaiki dunia, kita tidak perlu mulai menjadi orang-
23 Bernhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 36. 24 Ibid. 25 Ibid., 37. 26 Selain terlibat dalam Sarekat Islam sebagai pergaulan sehari-hari Sukarno, iapun mulai aktif sebagai
anggota Jong Java. Tetapi karena Jong Java lebih berorientasi pada kebudayaan Jawa, dapat dipastikan hampir tidak ada warna radikal yang bisa disumbangkan organisasi tersebut kepada Sukarno.
27Bernhard Dahm,Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 40.
Gerald J. Tampi 752011042 | 38
orang internasionalis.” Pernyataan tersebut, memperlihatkan penolakan tegasnya terhadap
paham internasional. Selanjutnya Abdul Muis menekankan, bahwa paham kebangsaan
sangatlah penting dalam mencapai kemerdekaan; bahkan seharusnya lahir dari orang-orang
yang menamakan dirinya pemimpin rakyat.28 Melihat dekatnya hubungan antara Abdul
Muis dan Tjokroaminoto, juga pengaruhnya yang besar sebagai tokoh Sarekat Islam, sulit
untuk tidak memperhitungkan pengaruh pemikirannya dalam diri Sukarno di masa itu.
Tahun 1921 Sukarno bersama Utari, istrinya, berangkat menuju Bandung guna
meneruskan pendidikannya ke Sekolah Teknik Tinggi (Techniche Hogeschool). Sukarno
menghabiskan waktu selama empat tahun untuk menyelesaikan pendidikannya di Sekolah
Teknik Tinggi. Keterlambatan tersebut, disebabkan banyaknya waktu yang tersita untuk
kegiatan politik, juga kerena ia harus mengambil alih tanggung-jawab Tjokroaminoto
terhadap keluarganya.29
Di Bandung, awalnya Sukarno hanya menjadi peserta pasif dalam berbagai ceramah
di malam hari, juga dalam diskusi-diskusi kelompok kecil. Pokok-pokok dalam ceramah-
ceramah yang diikutinyapun tidak banyak berbeda dengan apa yang ia terima dari
Tjokroaminoto dan Hartogh. Katakanlah, tahun-tahun pertama berada di Bandung, referensi
berpikir Sukarno masih mengacu pada pandangan Tjokroaminoto dan C. Hartog.
Warna berpikir Sukarno mulai bercorak radikal, ketika ia berkenalan dan menyerap
nasionalisme radikal dari Dr. Tjipto Mangunkusumo, Douwes Dekker dan Suwardi
Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantoro. Tjipto tampaknya
28Ibid., 40-41 29 Sukarno baru satu tahun di Bandung, ketika Tjokroaminoto ditangkap dan Sukarno harus mengambil alih
tanggung-jawab mengendalikan rumah tangga Tjokroaminoto. Berhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 52.
Gerald J. Tampi 752011042 | 39
mendapat tempat khusus dalam diri Sukarno, hal tersebut terlihat dari bagaimana Sukarno
menyebut Tjipto dengan “saudara Tjipto my chief”.30Cukup beralasan mengapa Sukarno
memanggil Tjipto Mangunkusumo dengan istilah tersebut, hal ini dikarenakanTjiptolah
memiliki andil yang paling besar dalam membetuk sikap oposisi Sukarno terhadap
pemerintahan kolonial. Jika Dekker masih harus mempertimbangkan resiko dari tindakannya
yang radikal terhadap pemerintahan kolonial, Tjipto sebaliknya. Iaterkenal sebagai
nasionalis yang keras kepala terhadap kolonial, tak mementingkan diri sendiri, berwibawa,
jujur, idealis, dan revolusioner disertai cara-cara yang radikal.31 Sejak kembali dari
pembuangan pada tahun 1914, Tjipto Mangunkusumo tetap aktif dalam kegiatan politik
dengan segala resiko yang harus dihadapinya. Sikap Tjipto Mangunkusumo tersebut
menimbulkan kekaguman bagi Sukarno sebagaimana jelas dalam tulisnnya, ketika di tahun
1926 Tjipto Mangunkusumo kembali dibuang oleh pemerintah kolonial.
Tjaranja kawan Tjipto mendjalankan pembuangan ini adalah mengadjarkan pada kita, bahwa ichtiar membikin indahnja hari itu ialah bukanja ictiar jang gampang dan ringan, akan tetapi ichtiar jang susah-pajah dan berat; - suatu ichtiar jang tak sudi akan penjerahan diri jang setengah-setengah, suatu ichtiar jang menuntut penjerahanja segenap kita punja diri, segenap kita punja njawa... Tjipto Mangunkusumo telah menundjukkan djalan dalam tjaranja mengabdi pada rakjat dan Bangsa itu... Walaupun ia menderita kesengsaraan-rezeki; walaupun ia merasakan kemelaratan jang terdjadi oleh matinja ia punja perusahaan tabib;.. maka dengan roman muka jang bersenjum ia memikul segenap beban jang ditimbulkan di atas pundaknja oleh pengabdiannja kepada rakyat dan bangsanja.32
Pemikiran Sukarno mengenai politik memang semakin dipertajam oleh
pengenalannya terhadap pemikiran ketiga tokoh Indische Partij. Harus diakui, ketiga tokoh
tersebutlah yang membekali Sukarno dengan semboyan-semboyan mencapai kemerdekaan
yang lebih militan. Ketika Sukarno tampil sebagai pemikir dan politisi nasional, pengaruh
30 B. Hening, Soekarno Bapak Indonesia Merdeka; Sebuah Biografi 1901-1945, (Jakarta: Hasta Mitra, 2003), 129.
31 Mohammad Ridwan Lubis, Pemikiran Sukarno Tentang Islam, (Jakarta: Haji Masagung, 1992), 54. 32 Sukarno, “Suluh Indonesia Muda, 1928,” Dibawah Bendera, 42.
Gerald J. Tampi 752011042 | 40
pemikiran ketiga tokoh Indische Partij, terutama pengaruh Tjipto Mengunkusumo,
tercermin melalui tulisan-tulisan dan pidato-pidatonya yang militan dan agitatif. Demikian
sukarno menulis, “... hendaklah kita insyaf, bahwa hanja perdjoangan dalam pergerakan
rakjat itu sahadjalah jang bisa mengundurkan musuh-musuh kita, dan tidak dalam usaha
dewan-dewanan”33
Kekritisan Sukarno dalam menganalisis kenyataan masyarakat yang dihadapinya,
merupakan hasil pergulatan intelektualnya yang sungguh-sungguh dengan pemikiran Tjipto
Mangunkusumo, Douwes Dekker dan Ki Hadjar Dewantoro. Kekritisan Sukarno sebagai
pemikir dan politisi nasional, semakin dimatangkan oleh keaktifannya dalam gerakan
kebangsaan Indonesia.
A.1.3 Sukarno Dalam Pergerakan Kebangsaan Indonesia
Keaktifan Sukarno dalam pergerakan kebangsaan Indonesia dimulai dengan
terdaftarnya Sukarno sebagai anggota Jong Java.34Jong Javadidirikan pada tahun 1915
dengan nama Tri Koro Darmo dan merupakan organisasi pelajar, anak organisasi dari Budi
33 Ibid., 31. 34 Sukarno dalam wawacara bersama Cindy Adams mengatakan bahwa, Tri Koro Darmo yang kemudian
berganti nama menjadi Jong Java adalah organisasi politik pertama yang didirikannya pada saat berumur 16 tahun (1917).Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.,56. Keterangan Sukarno bertentangan dengan kajian yang dilakukan oleh Bernhard Dham dan John Legge, yang memaparkan bahwa keterlibatan Sukarno dalam Jong Java hanya sebagai anggota. Keterangan Bernhard Dham dan John Legge tersebut, ditunjang dengan kajian dalam Ensiklopedia umum terbitan kanisius yang memaparkan, bahwa pada tahun 1915 sebagai tahun didirikannya Tri Koro Darmo. Jika tahun terbentuknya organisasi tersebut (7 Maret 1915) disesuaikan dengan awal kedatangan Sukarno di Surabaya pada tahun 1916, terdapat ketidakcocokkan. Dengan demikian, keterangan Sukarno, bahwa dia adalah pendiri Tri Koro Darmo kepada Cindy Adams diragukan kebenarannya. Yang sebenarnya, Tri Koro Darmo didirikan oleh dr. R. Satiman Wirosanjoyo, Kadarman, dan Sunardi atas petunjuk Budi Utomo. Lihat, A.g. pringgodigdo& Hasan Shadily Ensiklopedia Umum, (Jogjakarta: Kanisius, 1977), 506; Bernhard Dahm, Sukarno, 47; John Legge, Sukarno, 72.
Gerald J. Tampi 752011042 | 41
Utomo. Pada tahun 1918, dengan alasan Tri Koro Darmo tidak mencerminkan Jawa secara
umum, nama organisasi tersebut diganti menjadi Jong Java.35
Sumber-sumber kontemporer paling dini, memuat laporan tentang Sukarno yaitu:
dalam rapat pleno tahunan yang diadakan oleh Jong Java, cabang Surabaya pada bulan
Februari 1921, Sukarno mendapat giliran untuk berceramah mengenai sistem pendidikan. Di
hadapan perhimpunan yang telah mencantumkan “pelestarian dan pengembangan
kebudayaan tradisional Jawa” sebagai tujuannya, Sukarno memulai ceramahnya dalam
bahasa jawa dipa (ngoko), bahasa “kaum pembaru” ketua rapat dengan segera menghentikan
ceramah Sukarno itu dan setelah terjadi perdebatan sebentar, lalu dimintanya Sukarno
melanjutkan ceramahnya dalam bahasa Belanda, karena ketua menolak penggunaan bahasa
Kromo.Tetapi permintaan itu ditolak dan setelah terjadi perdebatan yang sengit, akhirnya
bubar dalam suasana kacau, ditengah-tengah teriakan, sorak-sorai dan musik
gamelan.36Sikap menentang kebijakan organisasi, sebagaimana yang dilakukan Sukarno
terhadap Jong Java, membuat ia dijuluki Bima. Dalam Utusan Hindia dimuat salah satu
sentilan terhadap sikap Sukarno, “dengan Tuhan sekalipun Sukarno berbicara dalam Djawa
Dipa- suatu kelancangan yang hanya diperkenankan bagi Bima yang gagah-perkasa”.37
Tindakan politik Sukarno memang cukup radikal, meskipun demikian Sukarno
tidak pernah menjadi anggota partai komunis. Bahkan ketika pada tahun 1921, Sukarno
diperhadapkan dengan perpecahan di dalam Sarekat Islam antara orang-orang Islam dan
orang-orang komunis, Sukarno lebih memilih Sarekat Islam. Sukarno pun sangat
mendukung disiplin partai yang ditegakkan dalam Sarekat Islam, yang merupakan salah satu
pemicu perpecahan antara orang-orang Islam dengan orang-orang komunis.Ada banyak
35A.g. pringgodigdo & Hasan Shadily Ensiklopedia Umum, 507. 36Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 48. 37Ibid., 49.
Gerald J. Tampi 752011042 | 42
faktor yang harus diperhitungkan sebagai alasan keberpihakan Sukarno tersebut, selain
karena pengaruh Tjokroaminoto sang guru yang menjadi idolanya. Keberadaan Sukarno
sebagai bagian dari Sarekat Islam sekaligus saksi dari rentetan aliran politik yang silih
berganti dalam Sarekat Islam, perlu diperhitungkan sebagai faktor penunjang keberpihakan
Sukarno. Di samping itu ketertarikan Sukarno terhadap usaha mensintesakan Manifesto
komunis dengan Islam yang dijalankan dalam Sarekat Islam, perlu juga diperhitungkan
sebagai alasan keberpihakan Sukarno.38 Jika demikian jelas, bahwa keberpihakan Sukarno
terhadap Sarekat Islam adalah pilihan sadar yang dilakukannya.
Kembali ke keterlibatan Sukarno dengan pergerakan nasional di Bandung, karir
politiknya di Bandung, diawalinya dengan menjadi salah satu pendiri sekaligus pengurus
Studi Club Umum (Algemeene Studie Club) yang didirikan pada tanggal 17 Januari 1926. Di
Studi Club Umum tersebut, Sukarno duduk sebagai sekretaris I mendampingi Mr. Iskaq
Tjokrohadisurjo yang saat itu menjabat sebagai ketua. Dibanding dengan Studi Club di
Surabaya yang diketuai dr. Sutomo, Studi Club Umum di Bandung lebih radikal. Dengan
menetapkan sikap nonkooperasi sebagai senjata perjuangan berhadapan dengan pemerintah
kolonial, Studi Club Umum di Bandung telah menarik garis pemisah dengan Studi Club di
Surabaya yang hanya menjadikan sikap nonkooperasi sebagai taktik.39 Melihat sikap
nonkooperasi yang dimutlakkan dalam kelompok Studi Club Umum di Bandung, jelas
bahwa pemikiran Douwes Dekker sangat berpengaruh di dalamnya.
Dalam Studi Club Umum tersebutlah, Sukarno berkecimpung dan mengembangkan
pemikiran-pemikiran politiknya. Studi Club Umum di Bandung mempunyai majalah sendiri,
yang diberi nama “Indonesia Muda”. Untuk pertama kali melalui artikel berjudul
38Ibid.,46-47 39Ibid., 66-67.
Gerald J. Tampi 752011042 | 43
Nasionalisme, Islam dan Marxisme, Sukarno merumuskan dengan jelas pemikirannya
mengenai Nasionalisme Indonesia.40
Langkah pertama yang dilakukan Sukarno untuk merealisasikan pemikirannya
mengenai nasionalisme Indonesia, dimulai dengan keterlibatannya dalam PNI (Partai
Nasional Indonesia). PNI dibentuk pada tanggal 4 Juli 1927 dan Sukarno dipercaya sebagai
ketua. Selanjutnya, dengan PNI sebagai motor penggerak Sukarno melangkah ke arah
pembentukan federasi dari berbagai partai, yang akan bekerjasama untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia. Dukungan pertama diperolah Sukarno dari Haji Agus Salim,
seorang tokoh Partai Sarekat Islam yang cukup berpengaruh di masa itu.41 Dukungan lain
datang dari organisasi nasional lokal. Hasilnya, pada 17 Desember 1927, terbentuklah
PPPKI (permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) yang merupakan
gabungan dari tujuh partai besar yang ada di Indonesia42: PNI, Sarekat Islam, Budi Utomo,
Pasundan, Sumantranen Bond, Kaum Betawi, dan kelompok Studi dr. Sutomo di Surabaya.
Pembentukan PPPKI merupakan terobosan baru dalam sejarah pergerakan Indonesia.
Setelah beberapa kali usaha ke arah persatuan dan kerjasama diantara partai berbeda, seperti
yang dilakukan Sarekat Islam dan Indische Partij, menemui kegagalan. PPPKI merupakan
kumpulan dari berbagai organisasi yang berbeda-beda, tetapi secara sepintas lalu sudah
kelihatan membawa perkembangan baru yang memberi harapan.Upaya-upaya sebelumnya
untuk mencapai persatuan nasional telah ditunjukkan untuk menarik para pengikut
40Ibid.,76. 41Ibid.,97. 42 Dalam otobiografinya Sukarno menyatakan, bahwa PPPKI dibentuk pada bulan Desember 1928. Jelas
Sukarno membuat kekeliruan di sini, sebab PPPKI telah dibentuk pada bulan desember 1927, Cindy Adams, Bung Karno, 117; Seoelah Ra’jat Indonesia tahun 1927 pun melaporkan, Soeloeh Ra’jat Indonesia, No. 52 tanggal 28 Desember 1927; selanjutnya pada tanggal 2 Desember 1928 PPPKI mengadakan konggres pertama di Surabaya. Informasi mengenai waktu pelaksanaan konggres pertama PPPKI diperoleh dari tulisan Sukarno dalam Suluh Indonesia Muda tahun 1928. Sukarno, Dibawah Bendera, 63.
Gerald J. Tampi 752011042 | 44
mendaftarkan diri dibawah panji-panji suatu ideologi yang dominan, mulanya Islam dan
kemudian Marxisme.43
Kerja sama dalam PPPKI berlangsung di atas dasar keinginan untuk merdeka.
Karena itu, perbedaan ideologi yang mengarah pada pertentangan dan perlawanan di antara
partai-partai dalam PPPKI, diharapkan dapat diabaikan demi tercapainya persatuan.
Cuplikan salah satu tulisan Sukarno memuat anjurannya kepada PPPKI, sebagai berikut:
Hendaknya kita tidak mengemukakan soal-soal yang dapat membahayakan pemufakatan kita. Umpamanya, kita hendaknya jangan membicarakan soal kooperasi dan nonkooperasi soal apakah kita akan bekerjasama dengan pemerintah atau tidak. Tapi marilah kita mencari hal-hal yang lebih mendekatkan kita satu sama lain. marilah kita tonjolkan segala hal yang mempersatukan kita.44
Keberhasilan Sukarno tersebut di atas, mengalami hambatan ketika ia ditangkap
pada bulan September tahun 1928. Penangkapan Sukarno disertai dengan penangkapan tiga
tokoh PNI lainnya, yakni Gatot Mangkupradja, Maskin dan Supriadinata. Sukarno dan
ketiga tokoh PNI ditangkap dan selanjutnya dipenjarakan dengan tuduhan bermaksud
melakukan hura-hura dan pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial.Tetapi
mencermati interogasi yang berlangsung selama pemeriksaan perkara para pemimpin PNI di
Landraad Bandung, menjadi jelas bahwa penangkapan terhadap mereka pun dikaitkan
dengan dugaan PNI merupakan kelanjutan PKI. Persidangan terhadap para tokoh yang
ditangkap ini, dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1930. Dalam masa pengadilan ini,
Sukarno menulis pidato Indonesia Menggugat dan membacakannya di depan pengadilan
sebagai pledoi. Dalam persidangan tersebut, Sukarno memaparkan ramalannya tentang
terjadinya perang pasifik, dalam ramalannya ia berkata:
43John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 133. 44 Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 98.
Gerald J. Tampi 752011042 | 45
Perang Pasifik bukan perang kecil-kecilan.Tapi suatu peperangan untuk soal to be or not tobe.Soal hidup dan mati.45
Ramalan akan meletusnya perang pasifik, menurut Sukarno buka dipungut dari
tukang ramal jalanan, melainkan buah analisis sarjana barat terkemuka. Ia memaparkan
teori-teori perang pasifik dari buku seapower in the pacific karya Hektor Baywater, ahli
maritim berkebangsaan Inggris. Baywater meramalkan bahwa perang pasifik akan pecah
akibat ulah Jepang yang bermaksud melancarkan revolusi di Asia. Selain itu, Sukarno juga
menyodorkan teori perang pasifik yang di paparkan oleh Karl Haushofer dari University of
Munchen, Jerman, dalam buku yang berjudul Geopolitik des pazifischen ozeans.46
Menurut Dahm, pernyataan-pernyataan yang dihubung-hubungkan dengan perang
pasifik telah menimbulkan tanggapan yang lebih kuat dalam kesadaran rakyat,
dibandingkan dengan tema-tema propaganda lainnya dari partai yang dipimpin oleh
Sukarno (PNI). Dari sini hakim menyimpulkan bahwa perang pasifik merupakan salah-satu
propaganda yang dipakai oleh PNI.Hal ini menjadikan barang bukti bagi hakim tentang niat
jahat Sukarno terhadap pemerintah Hindia Belanda. Pada sidang hari kedua, tidak kurang
dari empat kali Sukarno ditanya, apa yang akan dilakukan oleh PNI seandaimya perang
pasifik itu benar-benar pecah. Empat kali juga Sukarno memberikan jawaban yang
mengelak, “soal itu belum pernah dipertimbangkan, PNI tidak punya urusan dengan soal
itu dan sebagainya.” Namun dalam konteks yang lain, Sukarno menegaskan sikap PNI
bahwa: “andaikan ada permusuhan antara suatu rakyat Asia dan katakanlah kaum
imperialis Inggris. Maka saya akan mengharapkan bahwa rakyat Asia itu akan
mendapatkan bantuan dari rakyat-rakyat Asia lainnya.47Walaupun Sukarno sudah membela
45Taufik adi Susilo, Taufik Adi Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, 21. 46Ibid., 47Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 148.
Gerald J. Tampi 752011042 | 46
diri melalui Pledoinya, hal itu tidak mempengaruhi keputusan hakim untuk tetap
menjatuhkan hukuman terhadap Sukarno.Setelah diadili, Sukarno dan beberapa tokoh PNI
lainnya dimasukkan ke dalam penjara Sukamiskin Bandung.48
Rupanya Perhimpunan Indonesia di Belanda merasa kuatir, keputusan pengadilan
terhadap Sukarno dan ketiga tokoh PNI lainnya akan berdampak negatif bagi kehidupan
pergerakan di Indonesia. Kekuatiran tersebut cukup beralasan, sebab di masa itu PNI
merupakan partai besar dan berpengaruh. Bahkan bisa dikatakan, motor penggerak dari
pergerakan kebangsaan Indonesia di era tersebut. Kekuatiran Perhimpunan Indonesia
menjadi kenyataan, tanggal 17 April 1931, Mahkamah Agung Hindia Belanda secara resmi
memutuskan bersalah kepada keempat pemimpin PNI, yakni Sukarno dijatuhi pidana 4
tahun penjara, Maskun 15 bulan, Gatit 2 tahun pejara, dan Supriadinata 15 bulan.49
Keputusan Mahkamah Agung tersebut oleh sebagian anggota PNI, disambut dengan
pembubaran PNI pada rapat pleno 25 April 1931, dipimpin oleh Sartono yang bertindak
sebagai pejabat ketua. Disusul kemudian dengan pembentukan Partindo (Partai Indonesia)
sebagai pengganti PNI.50
Pembubaran PNI dan pembentukan Partindo menimbulkan pro dan kontra baik dari
anggota PNI, maupun dari tokoh-tokoh di luar PNI. Salah satu nasionalis yang mengkritik
pembubaran PNI oleh Sartono adalah Hatta, yang saat itu masih di negeri Belanda. Hatta
mengatakan, “bahwa pembubaran partai mencerminkan sebuah kegagalan dalam
kepemimpinan partai.” Menurut Hatta, kegagalan tersebut akan terulang lagi, jika kembali
berhadapan dengan penekanan-penekanan pemerintah kolonial. Karena itu menurut Hatta,
48Taufik adi Susilo, Taufik Adi Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, 22. 49 John Legge, Sukarno Sebuah Otobiografi Politik, 143. 50Taufik adi Susilo, Taufik Adi Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, 22.
Gerald J. Tampi 752011042 | 47
pembubaran partai bukanlah pemecahan masalah, yang harus dilakukan adalah mendidik
kader yang berbobot sebanyak mungkin, agar “penahanan-penahan tidak akan melumpuhkan
organisasi secara keseluruhan.”51 Kritik-kritik yang dilontarkan Hatta menurut Legge,
membuat partai-partai lain menjadi kritis teradap Partindo.52
Tindakan Sartono dalam membubarkan PNI terlihat tepat pada situasi politik di
masa tersebut, terutama setelah terjadinya penangkapan dan pemeriksaan terhadap keempat
pemimpin PNI. Proses pemeriksaan terhadap perkara pemimpin-pemimpin PNI, mencuatkan
kecurigaan pemerintahan kolonial bahwa PNI merupakan kelanjutan dari PKI. Jika
demikian, pembubaran PNI dan kemudian pembentukan Partindo oleh Sartono dapat
dipahami sebagai tindakan penyelamatan PNI. Setidaknya menyelamatkan pengurus yang
tersisa dan anggota-anggota PNI dari penangkapan dan pemenjaraan seperti yang dialami
PKI di tahun 1926. Meskipun demikian, harus diakui tindakan pembubaran PNI tanpa
musyawarah dengan anggota partai, bukanlah tindakan demokratis. Menurut Dahm,
tindakan Sartono dan pengurus PNI lainnya hanya memperlihatkan kediktatoran dari para
pengurus partai tersebut.53 Karena itu, kritik Hatta tidak bisa diabaikan, sebab kritik tersebut
merupakan wujud keprihatinan seorang nasionalis terhadap kemerosotan yang terjadi dalam
pergerakan di Indonesia.
Kemerosotan juga terjadi dalam federasi PPPKI. Setelah penangkapan Sukarno,
PPPKI yang diharapkan menjadi kekuatan tandingan berhadapan dengan pemerintah
kolonial, juga diibaratkan sebagai “negara dalam negara” tidak bereaksi terhadap tindakan
penangkapan tersebut. Ketidak-berdayaan PPPKI hanya membuktikan, bahwa federasi
tersebut tidak dapat berfungsi sebagai senjata sebagaimana yang diharapkan Sukarno. Dalam
51 John Legge, Sukarno Sebuah Otobiografi Politik, 148. 52Ibid. 53 Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 158.
Gerald J. Tampi 752011042 | 48
tubuh PPPKI sendiri, pertentangan diantara partai-partai dengan ideologi yang selama ini
diupayakan untuk diabaikan, kembali menajam. Bahkan dapat dikatakan setelah Sukarno
ditangkap PPPKI terancam pecah. Ketika pada awal tahun 1931 Partai Sarekat Islam
Indonesia (nama baru dari Sarekat Islam) menarik diri dari federasi tersebut. pertentangan
yang menajam dalam PPPKI tersebut, bagi Dahm merupakan bukti kegagalan dari
kerjasama yang didasarkan pada permufakatan. “Mufakat merupakan keputusan yang tegas,
karena setiap pendapat harus diperhitungkan; padahal perjuangan melawan kaum sana
memerlukan keputusan-keputusan yang tegas, yang tidak mungkin dicapai antara kaum
koperator dan non-koperator.54
Kritik tajam Dahm terhadap penempatan mufakat sebagai dasar kerjasama dalam
PPPKI, dapat dimengerti. Karena mufakat terlalu menyederhanakan pertentangan yang tidak
dapat diakurkan antara kaum kooperator dan non-kooperator; teruatama mengenai keputusan
yang berkaitan dengan sikap dan tindakan PPPKI terhadap kebijakan-kebijakan yang
dijalankan pemerintah kolonial di Indonesia.
Dari kalangan nasionalis Indonesia, kritik terhadap perpecahan dalam PPPKI
datang dari Hatta. Hatta menilai perpecahan dalam PPPKI menjadi bukti, bahwa persatuan
yang diangung-agungkan oleh Sukarno tidak lebih dari pada persatean. Pandangan rakyat
mengenai konsep aristokrasi tidak dapat dipersatukan.Menyatunya kelompok ini hanya
mengakibatkan pengorbanan terhadap prinsip diantara kelompok tersebut, demikian menurut
Hatta.55Penilaian yang dikemukakan Hatta bertolak dari kajian kritisnya terhadap perbedaan-
perbedaan mendasar yang dimiliki anggota PPPKI. Hatta tidak percaya, bahwa partai yang
secara prinsipil tidak dapat diakurkan dapat disatukan. Ketidakpercayaan Hatta tersebut
54Ibid.,156-157. 55Mavis Rose,Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta,Terj. Hermawan S. (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1991), 104.
Gerald J. Tampi 752011042 | 49
dapat dimaklumi, sebab kajian Hatta tersebut dilatarbelakangi oleh pembentukan
pemikirannya yang berbeda dengan Sukarno. Pemikiran Hatta terbentu dalam realitas sosial-
politik di Eropa, di mana Islam bukanlah kekuatan besar sebagaimana di Indonesia. Selain
itu, pendekatan teoritis yang digunakan Hatta terhadap Islam, Marxis-Sosialis dan nasionalis
lokal di Indonesia, menghasilkan pemikiran yang berbeda dengan Sukarno – yang
menggunakan pendekatan praktis terhadap paham-paham tersebut. berbeda dengan Sukarno,
meskipun ia mengenal pemikiran-pemikiran Barat, tetapi realitas sosial-politik di Indonesia
yang dihadapinya, dimana Islam menjadi salah satu kekuatan besar yang harus
diperhitungkan menyajikan wawasan berbeda dengan Hatta. Karena itu, meskipun secara
teoritis Sukarno mengalami kesulitan untuk mempersatukan Islam dengan Marxis sosialis
dengan nasional lokal, tidak ada pilihan lain baginya. Ditambah lagi dengan kegagalan
perjuangan yang dilakukan pergerakan kebangsaan di Indonesia, tidak memberikan pilihan
kepada Sukarno selain menuntut kepiawaiannya untuk menghimpun elemen-elemen sosial-
politik tersebut, menjadi satu kekuatan nasional berhadapan dengan kolonialisme.
Setelah Sukarno dibebaskan pada tanggal 31 Desember 193156, Sukarno berusaha
menghidupkan kembali PPPKI yang sedang di ambang kehancuran. Disamping itu, Sukarno
pun harus berhadapan dengan suatu partai yang sama besar pengaruhnya dan yang saling
bertentangan, yakni PNI-baru dipimpin Syarir-Hatta yang telah kembali dari Belanda,
berhadapan dengan Partindo. Perbedaan mendasar yang terbentang antara Partindo dan PNI-
Baru, mendorong Sukarno untuk memilih salah satu dari kedua partai tersebut. Sukarno
akhirnya memilih Partindo, sebab sebagian besar pengurus dan anggota Partindo merupakan
56 John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 144.
Gerald J. Tampi 752011042 | 50
mantan anggota PNI. Selain itu, Sukarno memang membutuhkan partai yang biasa sejalan
dengan gaya kepemimpinan politik Sukarno.57
Masuknya Sukarno dalam Partindo, menimbulkan pro dan kontra dari kalangan
nasionalis Indonesia. Sukarno dinilai tidak konsekuen terhadap sumpahnya, bahwa ia akan
mengupayakan persatuan antara PNI-Baru dengan Partindo dan tidak akan memihak salah
satu dari kedua partai tersebut. kritikan-kritikan tersebut ditanggapi Sukarno, sebagai
berikut:
Enam bulan lebih saja bekerdja buat persatuan itu. Enam bulan lebih saja sengadja tak duduk dalam salah satu parrtai, tak lain tak bukan hanja supaja usaha persatuan lebih gampang bisa berhasil... Kini sudah temponja saja kembali ikut menjusun kekuasaan Marhaen. Kini sudah temponja ikut menjusun kekuasaan Marhaen. Kini sudah temponja saja kembali ikut menjusun kekuasaan Marhaen, machtsvorming Marhaen.58
Sukarno memang telah memihak, tetapi itu merupakan konsekuensi logis dari
seorang politisi. Seorang politisi membutuhkan partai yang dapat menampung dan
menyalurkan ide-idenya, karena itu, Sukarno tidak dapat dipersalahkan karena pilihannya
tersebut. Gerakan politis Sukarno terhenti, ketika pada tanggal 1 Agustus 1932 dia kembali
ditangkap oleh pemerintah kolonial. Alasan penangkapan terhadap Sukarno adalah karena
Sukarno dinilai provokatif dalam menjalankan kegiatan politik. Karena itu Sukarno harus
dihentikan agar dia sadar bahwa selama dia masih menjalankan tindakan demikian, dia tetap
akan dihambat oleh pemerintah kolonial.59Beberapa bulan kemudian terbentik berita dari
dalam penjara, bahwa Sukarno menulis surat kepada pemerintah kolonial, yang berisi
pernyataan pengundurannya dari Partindo dan juga dari kegiatan politik. Berita mengenai
57Ibid.,153; alasan lain Sukarno memilih Partindo adalah ia sering mendapat kritikan dari pihak PNI baru
(termasuk Bung Hatta & Syahrir) Wawan Tunggul Alam, Demi Bangsaku Pertentangan Sukarno vs Hatta, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), 62.
58 Sukarno, “Maklumat Dari Bung Karno Kepada Kaum Marhaen Indonesia, dalam Dibawah bendera, 165. 59Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 201.
Gerald J. Tampi 752011042 | 51
pengunduran Sukarno tersebut, menimbulkan kegemparan dikalangan nasionalis Indonesia.
Menurut Legge motif pengunduran diri Sukarno tidak Jelas.Apakah ini tindakan putus asa
atas penahanannya yang baru, atau suatu usaha untuk mendapatkan perlakuan yang
dihadapinya, sehingga tindakan ini merupakan tindakan revolusionernya yang pertama?60
A.2 Nasionalisme Menurut Sukarno
A.2.1 Pemikiran awal Nasionalisme
Ketika Sukarno dilahirkan, masyarakat Jawa sedang mengalami proses perubahan
mendalam. Selama seperempat abad, bersama-sama dengan negara-negara lain di Asia dan
Afrika, Indonesia mulai merasakan dampak kuat tenaga ekspansif industri Eropa.Ekspansi
besar-besaran ekonomi ekspor Hindia sebagai akibat penanaman modal Belanda secara tidak
langsung, telah disertai perluasan penguasaan teritorial yang cepat.Hal ini mengakibatkan
ketidakpuasan masyarakat lokal, sehingga mendapatkan perlawanan terhadap kekuasaan
Belanda. Seperti yang terjadi pada tahun 1825-1830, Pangeran Diponegoro melawan
kekuasaan Belanda di Jawa Tengah selama lima tahun, hal ini dapat dipandang sebagai suatu
gerakan setempat yang mencerminkan ketidakpuasan lokal, dan sangat berbeda sifatnya dari
arus perlawanan baru yang muncul pada awal abad ke-20. Nasionalisme baru itu adalah hasil
imperialisme baru yang harus dipandang sebagai bagian dari suatu gerakan lebih besar yang
melibatkan banyak bagian dari suatu gerakan lebih besar yang melibatkan banyak bagian
tanah jajahan baru yang diciptakan Eropa di Asia dan Afrika pada penghujung abad ke-19.
60 John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 165.
Gerald J. Tampi 752011042 | 52
Dan gerakan itu tidak hanya berjuang menentang kekuasaan kolonial, tetapi juga
memikirkan dan mengembangkan pandangan baru, yang sadar akan kepribadian nasional.61
Pada masa 1926, perpolitikan di Indonesia mengalami kekacauan. Terdapat
beberapa kekuatan politik, yang diwakili oleh partai-partai besar, diantaranya: PKI (partai
yang masih aktif pada saat itu) Sarekat Islam yang masih bertumpu kepada kepopulerannya
yang besar pada tahun-tahun kejayaannya, NIP (National-Indische Partij) yang walaupun
sudah dibubarkan, masih memiliki pengaruh yang besar. Selain itu, terdapat pula kelompok-
kelompok kecil yang memiliki kecenderungan nasionalistik, namun dalam waktu yang
bersamaan memperlihatkan kecenderungan-kecenderungan yang berbahaya kearah
separatism, bahkan berapa pulau-pulau lain membentuk perkumpulan sendiri seperti:
Persatuan Minahasa, Sarekat Ambon, Jong Sumatera dan Jong Batak. Sudah menjadi rahasia
umum pada waktu itu, walaupun perkumpulan-perkumpulan ini berkantor pusat di pulau
Jawa, tetapi mereka memiliki warna anti Jawa, serta lebih mengejar suatu otonomi bagi
daerah mereka masing-masing dari pada tujuan yang mungkin saja akan melahirkan satu
ketergantungan baru terhadap pulau Jawa.62Pendek kata, dari sekian banyak perkumpulan
ini, tidak terjalin persatuan, bahkan banyak yang terlibat pertikaian yang bersifat pribadi.
Terdapat beberapa usaha yang dilakukan dalam mempersatukan perkumpulan-
perkumpulan ini, seperti yang dilakukan oleh dr.Sutomo yang mengundurkan diri dari Budi
Utomo dan mendirikan Indonesische Studieclub.perkumpulan ini bertujuan mengembangkan
kesadaran akan budaya sendiri di kalangan kaum terpelajar Indonesia dan untuk memahami
masalah-masalah sosial maupun politik.63 Pada bulan Juli 1925 dr. Sutomo mengadakan
pertemuan untuk membahas usaha-usaha untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan
61John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 45-48. 62Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 72. 63John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 97.
Gerald J. Tampi 752011042 | 53
perjuangan. Pada waktu itu, tidak kurang sekitar 6 perkumpulan Indonesia mengutus
perwakilan mereka.64 Menurut Bernard Dahm, dr. Sutomo membuat sebuah kesalahan pada
waktu itu. Dalam salah satu pidatonya, dr. Sutomo mengatakan “setiap Negara yang kuat
mesti mencaplok Negara yang lebih lemah”. Dari penyataannya inilah, ia mendapat
serangan dari golongan komunis, yang berakibat tergoyangnya kedudukan dr. Sutomo
sebagai seorang intelektual yang nonpartisan. Selain dr. Sutomo, mantan anggota-anggota
Perhimpunan Indonesia yang berada di negeri Belanda, berusaha untuk menyatukan
perhimpunan-perhimpunan ini, namun terdapat beberapa kendala yang menghalangi mereka,
yaitu: karena tinggal lama di Eropa, mereka mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri
dengan kondisi kolonial. Kemudian banyak dari mereka yang sekembali dari Eropa, menjadi
pegawai negeri yang mengakibatkan kegiatan politik mereka harus dihentikan.65
Sebagai seorang nasionalis muda Indonesia, Sukarno yang tidak pernah
mengenyam pendidikan di luar negeri, sadar akan hal ini. Latar-belakang pemikiran
mengenai massa rakyat yang diperas dan menderita, pengalaman dan pergaulannya, telah
membentuk Sukarno, melahirkan pemikiran mengenai perlunya satu wadah bagi
nasionalisme, Islam dan Marxis-sosialis untuk bekerjasama mencapai kemerdekaan.
Sebagai titik tolak pemikirannya terhadap nasionalisme, Sukarno sangat
dipengaruhi oleh pemikiran Ernest Renan (1882) dengan pendapatnya tentang bangsa.
Menurut Renan, bangsa merupakan suatu nyawa, suatu azas-akal, yang terjadi dari dua hal:
1. Rakyat dari awal harus bersama-sama menjalani sejarah/riwayat.
2. bahwa suatu “bangsa” tidak ditentukan oleh rasa atau bahasa atau agama
ataupun perbatasan wilayah. Ia adalah jiwa, suatu pandangan yang
64Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 66. 65Ibid.,73-74.
Gerald J. Tampi 752011042 | 54
fundamental, yang lahir dari kesamaan sejarah dan dari suatu kemauan,
suatu keinginan hidup menjadi satu.66
Dari teori yang disampaikan oleh Renan ini, terlihat bahwa Sukarno ingin
menggunakan teori ini untuk mempertemukan fraksi-fraksi yang saling bertentangan.
Pada tahun 1928, Sukarno menulis sebuah artikel yang berjudul Nasionalisme,
Islamisme dan Marxisme di majalah Indonesia Muda terbitan Studi Club Bandung. Artikel ini,
merupakan langkah awal dari Sukarno dalam merumuskan pemikiranya mengenai wadah
bersama, yang kemudian ia sebut sebagai nasionalisme. Penjelasannya mengenai
nasionalisme, diawali dengan uraian mengenai latar-belakang munculnya kolonialisme,
seperti yang dijelaskannya:
Sebab tipisnya kepercayaan itu adalah bersendi pengetahuan, bersendi keyakinan,bahwa yang menyebabkan kolonialisasi itu bukanlah keinginan pada kemasyuran, bukan keinginan melihat dunia-asing, bukanlah keinginan merdeka dan bukan pula oleh karena negeri rakyat yang menjalankan kolonisasi itu ada terlampau sesak oleh banyaknya penduduk, sebagai yang telah diajarkan oleh Gustav Klenn, akan tetapi asalnya kolonisasi ialah teristimewa soal rezeki. Yang pertama-tama menyebabkan kolonisasi ialah hampir selamanya kekurangan bekal hidup dalam tanah-airnya sendiri … itulah pula yang menjadi sebab rakyat-rakyat Eropah mencari rezeki di negeri lain!67
Pernyataan dari Sukarno diatas, mengandung makna bahwa rakyat Indonesia harus
sadar terhadap kehidupan ekonomi dan politik yang semakin memburuk, akibat dari
kolonialisme. Sukarno ingin merubah pola pemikiran yang sudah tertanam dalam benak
masyarakat, mengenai pemerintah kolonial yang dianggap sebagai saudara tua yang
nantinya, pada suatu saat akan memberikan kemerdekaan. Sukarno beranggapan bahwa
66John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 99. 67Sukarno,dibawah bendera revolusi cetakan V; nasionalisme,islamisme dan marxisme, ( Jakarta: Yayasan
Bung Karno, 2005), 1.
Gerald J. Tampi 752011042 | 55
tidak ada satu-pun Negara penjajah yang dengan begitu saja mau melepaskan sumber
rezekinya, hal ini terlihat dari pernyataannya yaitu “orang tak akan gampang-gampang
melepaskan bakul nasinya, jika pelepasan bakul itu mendatangkan matinya!”.68
Kesadaran mengenai tragedi penjajahan, menurut Sukarno telah menimbulkan
protes di seluruh Asia. Karena “Roh Asia” tidak akan mengalah kepada penindasan. Bahkan
di Indonesia sudah muncul suatu pergerakan rakyat, yang dimanifestasikan dalam tiga aliran
politik, walaupun tujuannya sama, yakni satu aliran nasionalis, satu aliran islamis, dan satu
aliran marxis. Menurut Sukarno adalah kewajiban semua orang untuk berupaya menyatukan
ketiga aliran tersebut dan membuktikan bahwa di daerah jajahan mereka tidak perlu
bermusuhan satu sama lain. Sukarno menyatakan bahwa tujuan dari semua aliran ini adalah
sama. Untuk itu menurut Sukarno aliran-aliran ini harus menjauhi pertengkaran diantara
sesama.Setelah Negara kolonial dibuka kedoknya, motif dari penjajahan dijelaskan dan
setelah ada pengidentifikasian yang sadar dengan protes-protes di seluruh Asia, maka
ditemukanlah lawan mereka, yaitu bangsa Eropa.Mereka adalah lawan kaum nasionalis,
karena mereka menguasai wilayah-wilayah Asia; mereka musuh golongan Islam karena
kegiatan-kegiatan misi Kristen mereka; dan mereka, lawan kaum Marxis, karena mereka
pendukung sistem kapitalis, yang merintangi meluasnya sosialisme.69 Dalam arus
pemikirannya, Sukarno menyatakan bahwa ketiga aliran ini bukan hanya ragam-ragam yang
memiliki status sama dan saling melengkapi, namun diperlukan pandangan yang implisit
yang mengandung pengertian bahwa nasionalisme merupakan arus sentral. Maksud dari
Sukarno adalah pada waktu itu Islam merupakan agama yang tertindas, maka pemeluk Islam
harus nasionalis.Kemudian, modal Indonesia pada waktu itu merupakan modal asing, maka
68Ibid.,2. 69Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 77-78.
Gerald J. Tampi 752011042 | 56
kaum marxis yang berjuang melawan kapitalisme haruslah pejuang nasionalis. Tujuannya
adalah persatuan antara Nasionalisme, Islam dan Marxisme, tetapi isi nasionalisme dalam
islam dan marxislah yang memungkinkan persatuan ini. Sehingga dari penjelasnya tentang
nasionalisme ini, Sukarno menyimpulkan Nasionalisme merupakan ideologi yang
merangkum, yang dapat menyalurkan aliran-aliran yang berbeda itu kedalam satu arus.70
Pada akhir rangkaian tulisannya dalam artikel Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme,
Sukarno sekali lagi memberikan nasihat kepada ketiga pergerakan (Nasionalisme, Islamisme
dan Marxisme) yaitu:
Kita harus bisa menerima, tetapi kita juga harus memberi.Inilah rahasiannya persatuan itu.Persatuan tak bisa terjadi kalau masing-masing fihak tak mau memberi sedikit-sedikit pula. Dan, jikalau kita semua insaf bahwa kekuatan hidup itu letaknya tidak dalam menerima, tetapi dalam memberi; jikalau kita semua insaf, dalam perceraiberaian itu letaknya benih perbudakan kita; jikalau kita semua insyaf bahwa permusuhan itulah yang menjadi asal kita punya “via dolorosa”; jikalau kita insyaf bahwa roh rakyat kita masih penuh kekuatan untuk menjunjung diri menuju sinar yang satu yang ada di tengah-tengah kegelapan-gumpita yang mengelilingi kita ini, pastilah persatuan itu terjadi, dan pastilah sinar itu tercapai juga.71
Jika membaca penyataan Sukarno diatas, terlihat bahwa ia telah mengambil
materialisme filosofis dari marxisme dan memberikannya Tuhan; ia mengambil dari Islam
“beban masa lampaunya” dan memberikan gagasan marxis tentang kemajuan; dari kaum
nasionalis ia mengambil “pandangan mereka yang sempit’ dan memberikan kepada mereka
“nasionalisme luas”, dari hal ini, maka semua ideologi dapat dengan mudah dimasukkan
dalam kerangka bersama, untuk berjuang bahu-membahu menuju tujuan tunggal.72
Dalam menguraikan pendiriannya, Sukarno memperlihatkan pemahamannya yang
sederhana atas bermacam-macam pemikiran dan gagasan yang diserapnya selagi masih
70John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 101. 71Sukarno,dibawah bendera revolusi, 22. 72Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 93.
Gerald J. Tampi 752011042 | 57
menjadi mahasiswa. Ia mengambil perbandingan-perbandingan dari Ernest Renan dan H.G.
Wells, Marx dan Engels, Kautsky dan Radek, Sun Yat-sen dan Gandhi, Sismondi dan
Blanqui, dari quran dan Mohammad Abduh. Ia menyimpangkan uraian teori buruh tentang
nilai dan menunjukkan ketertarikannya pada marxisme sebagai suatu ajaran yang dapat
menyajikan suatu penjelasan yang sistematis, bagaimana terjadinya sesuatu sebagai yang
kita temukan di dunia. Sementara itu, hakikat Jawaismenya Nampak dengan jelas. Petunjuk
yang mudah untuk hal ini ialah kalimat pertama dari artikel Nasionalisme, Islamisme dan
Marxisme, yang berisikan suatu ibarat wayang yang menunjuk Bima, yang dipakainya
sebagai contoh perjuangan melawan musuh-musuh yang sangat kuat. Lebih jelas lagi,
asumsi-asumsi dasar karangan itu adalah jawa dalam semangatnya.Bukan saja terdapat
tekanan tradisional tentang harmoni dan saling penyesuaian antara pandangan-pandangan
yang saling berlawanan, tetapi juga terdapat sentuhan-sentuhan tentang pemikiran-
pemikiran khas Jawa, bahwa seorang pemimpin besar ialah yang mampu menyelaraskan
pemikiran-pemikiran yang saling bertentangan. Sukarno mampu menganjurkan
kemungkinan pemersatuan semua aliran nasionalisme karena ia merasa dirinya sendiri
sekaligus adalah seorang Marxis dan seorang Muslim. Daya mampu ini, dalam pengertian
Jawa, dapat menunjang suatu tuntunan untuk mencapai kekuasaan.73
73Ibid., 101-102.
Gerald J. Tampi 752011042 | 58
A.2.2. Marhaenisme cerminan rakyat kecil Indonesia
Istilah marhaenisme ditemukan oleh Sukarno ketika ia sedang berjalan-jalan di
sebuah desa yang bernama desa Cigereleng, sebelah selatan kota bandung.74 Ketika Sukarno
berjalan-jalan di sawah,Ia bertemu dengan seorang petani yang bernama Marhaen. Sukarno
melihat petani itu sedang menggarap sawahnya, lalu ia memikatnya ke dalam suatu
percakapan yang memiliki nilai.
“Siapa yang punya semua yangengkau kerjakan sekarangini?".Dia berkata kepadaku, "Saya, juragan."Aku bertanya lagi, "Apakah engkau memiliki tanah ini bersama‐sama dengan orang lain?"."o, tidak, gan. Saya sendiri yang punya.""Tanah ini kaubeli?"."Tidak. Warisan bapak kepada anak turun temurun."Ketika ia terus menggali, akupun mulai menggali ..... "Kau mempekerjakan orang lain?""Tidak, juragan. Saya tidak dapat membayarnya.""Apakah engkau pernah memburuh?""Tidak, gan. Saya harus membanting tulang, akan tetapi jerih payah saya semua untuk saya."Aku menunjuk ke sebuah pondok kecil, "Siapa yang punya rumah itu?""Itu gubuk saya, gan. Hanya gubuk kecil saja, tapi kepunyaan saya sendiri.""Jadi kalau begitu," kataku sambil menyaring pikiranku sendiri ketika kami berbicara, "Semua ini engkaupunya?""Ya, gan."Kemudian aku menanyakan nama petani muda itu. Ia menyebut namanya. "Marhaen." Marhaen adalahnama yang biasa seperti Smith dan Jones. Disaat itu sinar ilham menggenangi otakku. Aku akan memakainama itu untuk rnenamai semua orang Indonesia bernasib malang seperti itu! Semenjak itu kunamakanrakyatku rakyat Marhaen.75
Marhaen yang berkomunikasi dengan Sukarno, merupakan gambaran “rakyat
kecil” yang banyak di Indonesia. Mereka mempunyai rumah, tanah pertanian, alat cangkul
dan hasil dari pertaniannya hanya untuk mencukupi kebutuhan diri sendiri. Walaupun
Marhaen mempunyai hal-hal yang disebut tadi, ia tetap miskin dan tidak sejahtera.
Kemiskinan ini Nampak pada realitas kehidupan sehari-hari, seperti mendiami rumah yang
tidak layak dan kebutuhan hidup sehari-hari tidak tercukupi untuk keluarganya. Bagi
Sukarno, Marhaen tersebut tidak bisa disebut proletar dalam pengertian Karl Marx, karena
74 Sukarno, Revolusi Indonesia; Nasionalisme, Marhaenisme dan Pancasila,( Yogyakarta: Galangpress, 2007), 85.
75Cindy Adams, Bung Karno, 83-84.
Gerald J. Tampi 752011042 | 59
ia mempunyai alat produksi sendiri dan tidak semata-mata menjual tenaganya kepada
pemilik modal, namun demikian ia tetap miskin.76
Istilah Marhaen tidak hanya dikenakan untuk rakyat kecil, seperti petani, tukang
gerobak, dll, namun Sukarno juga menggunakan istilah Marhaen bagi semua rakyat
Indonesia yaitu semua orang yang menjalankan Marhaenisme.77 menurut Sukarno Marhaen
merupakan cerminan rakyat Indonesia secara keseluruhan dan modal dasar untuk melakukan
perjuangan revolusi, agar imperialisme barat hilang dari tanah air Indonesia. Menghapus
kapitalisme merupakan sebuah wujud dalam bidang pendidikan, perkebunan milik swasta
dan pemerintah. Marhaen-marhaen inilah yang harus bersatu dan bergotong-royong dalam
melaksanakan perjuangan revolusi. Dengan cara demikian kemerdekaan dapat dicapai oleh
rakyat Indonesia. Marhaenisme merupakan lambang dari penemuan kembali kepribadian
nasional. Kepribadian yang senantiasa memperhatikan persatuan dan gotong royong dalam
perjuangan revolusi. Marhaenisme adalah suatu gerakan massa yang bersatu untuk
kepentingan massa, dan di dalamnya Sukarno mewakili segenap rakyat Indonesia. Persatuan
menjadi isu penting yang diangkat dalam Marhaenisme dan Sukarno menginginkan
memasukkan sebanyak mungkin golongan-golongan politik, agar kekuatan revolusioner
semakin bertambah banyak, serta kuat guna mencapai Indonesia merdeka.
Menurut Sukarno, kapitalisme dan Sosialisme barat hanya memberikan hak-hak
politik, sedangkan dalam bidang ekonomi rakyat selalu kekurangan dan menghasilkan
kelas-kelas sosial. Hal tersebut tidak bisa terjadi dalam kehidupan sosialisme Indonesia,
karena keinginan rakyat ialah tatanan sosial yang lebih adil. Sosialisme Indonesia adalah
76John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 89. 77Sukarno, Di bawah bendera revolusi, 253.
Gerald J. Tampi 752011042 | 60
nasionalsime marhaen. Nasionalisme yang dapat menciptakan masyarakat Indonesia
mandiri, yaitu mampu berdiri diatas kakinya untuk kepentingan diri sendiri. Nasionalisme
marhaen menolak adanya kaum borjuis atau nigrat di Indonesia, karena pada dasarnya
mereka sangat menyengsarakan rakyat. Pengertian nasionalisme marhaen disini bukan
dalam pengertian perjuangan kelas proletar melawan kelas kapitalis yang menguasai
Negara, seperti yang dikatakan karl marx. Bagi Sukarno, untuk mencapai suatu masyarakat
tanpa kelas-kelas tertindas di Indonesia, tidaklah cukup bagi kaum Marhaen, yang akan
memperjuangkannya, untuk menjadi “kaum revolusioner borjuis” dengan kemerdekaan
sebagai tujuan akhir mereka. Mereka harus menjadi “orang-orang revolusioner sosial,” dan
tidak boleh berhenti sebelum terwujudnya kebahagiaan bagi semua orang, bagi semua
komunitas Indonesia. Kepada perjuangan itu, Sukarno memberi nama yang baru saja ia
ciptakan yaitu Sosionasionalisme atau nasionalisme Marhaen.78Sukarno melihat keadaan
rakyat kecil yang tertindas, tidak berpendidikan, hanya dijadikan “sapi perah” dari kebijakan
imperialism barat dan diwujudkan dalam bentuk kolonialisme. Dengan sendirinya menjadi
alat pemicu untuk lahirnya suatu gerakan revolusi marhaen. Analisa ini dilihat dalam
kerangka dialektika Karl Marx. Segala perubahan harus terjadi, yaitu kapitalisme akan
menghasilkan Marhaen-Marhaen yang menginginkan perubahan secara revolusioner dalam
masyarakat Indonesia. Keadaan Sosio-Ekonomi dan Sosio-Politik dan Kapitalisme
sebenarnya menciptakan secara langsung marhaen-marhaen yang revolusioner dan
mengakibatkan akan terjadi perubahan dramatis.
Dalam konferensi PARTINDO pada tahun 1933 di kota mataram, Sukarno
merumuskan ajarannya dalam Sembilan tesis tentang Marhaen dan Marhaenisme yaitu:
78Benhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 181.
Gerald J. Tampi 752011042 | 61
1. Marhaenisme, yaitu Sosio-nasionalisme dan Sosio-Demokrasi.
2. Marhaen yaitu kaum ploletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan kaum
melarat Indonesia lainnya.
3. Partindo memakai perkataan Marhaen, dan tidak ploletar, oleh karena perkataan
ploletar sudah termaktub dalam perkataan marhaen dan oleh karena perkataan ploletar
itu juga bisa diartikan bahwa kaum petani dan lain-lain kaun yang melarat tidak
termaktub di dalamnya.
4. Karena Partindo berkeyakinan, bahwa didalam perjuangan kaum melarat Indonesia
lain-lain itu yang harus menjadi elemen-elemen, maka Partindo memakai perkataan
Marhaen.
5. Di dalam perjuangan Marhaen itu maka Partindo berkeyakinan bahwa kaum proletar
mengambil bagian yang besar sekali.
6. Marhaenisme adalah asas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri
yang didalamnya segala hal menyelamatkan.
7. Marhaenisme adalah pula cara-perjuangan untuk mencapai susunan masyarakat dan
susunan negeri yang demikian itu, yang oleh karenannya, harus suatu cara perjuangan
yang revolusioner.
8. Jadi marhaenisme adalah cara perjuangan dan asas yang menghendaki hilangnya tiap-
tiap kapitalisme dan imperialism.
9. Marhaenisme adalah tiap-tiap orang bangsa Indonesia, yang menjalankan
marhaenisme.79
79Sukarno, Di bawah bendera revolusi, 253.
Gerald J. Tampi 752011042 | 62
Dalam Sembilan tesis tersebut, sukarno menekankan bahwa masyarakat Indonesia
mesti menerapkan Marhaenisme secara tepat. Walaupun pada kenyataan kemerdekaan yang
didambakan belum juga terwujud. Keadaan ini disebabkan orang Indonesia “sakit
berkepanjangan”, akibat tindakan imperialisme-imperialisme kuno dalam bentuk kerajaan-
kerajaan di Indonesia, sampai dengan imperialisme modern yang berwujud dalam bentuk
kolonialisme barat. Semua Imperialisme-imperialisme tersebut menghasilkan keuntungan
ekonomi dan politik yang besar bagi kapitalis. Namun rakyat menerima penderitaan yang
berkepanjangan. Penderitaan ini disebabkan oleh aturan pemerintah imperialisme yang
dibuat sedemikian rupa sehingga tercipta proyek kerja paksa, penindasan, penjarahan,
diskriminasi ekonomi, diskriminasi pendidikan dan bentuk lainnya.80
Kesemuanya menghasilkan rakyat yang selalu menghambakan diri kepada kaum
kapitalis, tidak mempunyai mental untuk berjuang memperbaiki nasibnya sendiri sebagai
manusia dan selalu merasa diri bodoh. Dahulu rakyat Indonesia terkenal sebagai pelaut
pemberani dan mampu mengarungi lautan guna meluaskan perdagangannya namun hal
tersebut tidak Nampak lagi. Sekarang yang terjadi rakyat menjadi penakut. Sebaliknya,
imperialisme-kapitalisme mendapatkan hal terbaik dalam segala bidang kehidupan,
sedangkan rakyat kecil tidak mendapatkan yang bermanfaat bagi dirinya. Kecuali golongan
bangsawan, memperoleh hak-hak istimewa. Untuk itu harus ada perubahan, agar merubah
kesakitan yang berkepanjangan dan menjadikan rakyat Indonesia bisa mandiri, yaitu dengan
melakukan gerakan revolusioner guna menghancurkan imperialisme-kapitalisme. Dengan
cara demikian rakyat Indonesia bisa menjadi lebih baik memperbaiki nasib diri sendiri.
Pergerakan nasional yang revolusioner ini harus terjadi secara besar-besaran. Marhaenisme
80Ibid.,253-254.
Gerald J. Tampi 752011042 | 63
harus menjadi penggerak yang radikal dalam perjuangan rakyat Indonesia dan tidak ada
istilah kerjasama dengan pihak Imperialisme dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Gerakan revolusioner tersebut harus terus-menerus ada, sampai Imperialisme dan
Kapitalisme hilang di Indonesia. Sikap radikal ini muncul oleh karena rakyat menderita
berkepanjangan.81
Sukarno melihat, bahwa diseberang sana ada kemerdekaan yang dicita-citakan
rakyat. Apabila kemerdekaan telah dicapai nanti, maka akan berlaku terus sistem Sosio-
Ekonomi, Sosio-Demokrasi yang merupakan perwujudan dari Sosio-Nasionalisme. Tidak
boleh berlaku sistem ekonomi dan politik borjuis dalam kehidupan Negara Indonesia yang
merdeka. Pikiran-pikiran dasar tentang perjuangan rakyat Indonesia melawan kapitalisme,
imperialisme, dan kolonialisme seperti yang dimaksudkan dalam sosio-nasionalisme dan
sosio demokrasi tersebut, kemudian dinamakan sebagai suatu isme atau ideologi yang
menggunakan kata Marhaen sebagai simbol kekuatan rakyat yang berjuang melawan segala
sistem yang menindas dan memelaratkan rakyat. Marhaenisme adalah teori politik dan teori
perjuangannya rakyat Marhaen, teori untuk mempersatukan semua kekuatan revolusioner
untuk membangun kekuasaan, dan teori untuk menggunakan kekuasaan melawan dan
menghancurkan sistem yang menyengsarakan rakyat Marhaen. Marhaenisme yang
merupakan teori politik dan teori perjuangan bagi rakyat Indonesia memperoleh bentuk
formalnya sebagai filsafat yaitu Pancasila.
81 Ibid.,
Gerald J. Tampi 752011042 | 64
A.2.3. Pancasila sebagai kelanjutan Marhaenisme
Formulasi tentang Marhaenisme selanjutnya mendapat penjelasan secaradetail
dan luas dalam konsep ideologi yang kemudian dinamakan oleh Sukarnosebagai Pancasila.
Dalam pidatonya di hadapan BPUPKI tanggal 1 Juni 1945,Sukarno menawarkan gagasan
ideologi yang berisi lima prinsip dasar yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme (Peri kemanusiaan).
3. Mufakat (Demokrasi).
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Menyusun Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.82
Menurut John Legge Tidak mengherankan, jika Sukarno meletakkan nasionalisme
sebagai prinsip dasar pertama. Sukarno menjelaskan nasionalisme (kebangsaan) harus
dipahami tidak dalam artiannya yang sempit, bebas dari kekuasaan asing, akan tetapi dalam
arti positif membangkitkan rasa kesadaran dari rakyat. Definisi Renan tentang nasionalisme
dalam kata-kata “keinginan bersatu” tidak cukup baginya, karena definisi ini dapat
dipergunakan untuk membenarkan nasionalisme suku, kelompok-kelompok kecil penduduk.
Sebaliknya, nasionalisme Indonesia harus menjangkau lebih luas lagi dari kesatuan-kesatuan
masyarakat suku dan terdiri dari seluruh manusia-manusia yang menurut geopolitik yang
telah ditentukan Tuhan, tinggal dikesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung utara
sumatera sampai ke Irian! Sukarno melihat persatuan Indonesia berdasarkan kebesaran
82Saefroedin Bahar, Ananda B Kusuma & Nannie Hudawati (Tim Penyunting), Risalah Sidang Badan
Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)-Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945- 22 Agustus 1945, dengan kata pengantar oleh Taufik Abdullah ( Jakarta: Sekretaris Negara R.I., 1995), 101.
Gerald J. Tampi 752011042 | 65
abad-abad lalu.Pada zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dan jelas untuk
mengembalikan rasa berbangsa satu ini memerlukan tindakan positif. Nasionalisme dalam
arti kata yang sebenarnya berarti bukan kebangsaan jawa, bukan kebangsaan Sumatra,
bukan kebangsaan borneo, Sulawesi, bali atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang
bersama-sama menjadi satu national staat.83
Nasionalisme juga perlu dipahami bersama dalam prinsip dasar yang kedua, yaitu
Internasionalisme.Prinsip nasionalisme ada bahaya menjadi patriotisme sempit dan perlu
diimbangi dengan rasa hormat kepada bangsa-bangsa lain, yaitu internasionalisme.Tetapi
internasionalisme itu sendiri perlu dibedakan dari kosmopolitanisme yang tidak mengakui
lagi adanya nasionalisme.Sebaliknya, internasionalisme harus berakar di dalam buminya
nasionalisme. Dengan demikian kedua prinsip dasar itu bergandengan erat satu sama lain.84
Begitu juga dengan demokrasi dan keadilan sosial bergandengan erat dalam
pikirannya. Demokrasi (pemerintahan perwakilan atau musyawarah-mufakat) akan
memungkinkan berlakunya keadilan bagi berbagai kekuatan untuk dengan jujur bersaing
satu sama lain dalam kerangka perwakilan pemerintahan. Tetapi demokrasi politik saja
belum menjamin adanya kesejahteraan untuk semua.Pada demokrasi-demokrasi barat,
katanya, kaum kapitalis mengontrol segala-galanya dan di situ tidak ada keadilan sosial dan
demokrasi ekonomi.85
Pada gagasan yang terakhir, Sukarno menyatakan bahwa Negara yang akan
berdiri ini harus berdasarkan kepercayaan kepada ke-Esaan Tuhan, dan prinsip ini harus
terbuka bagi pelaksanaan sikap toleransi dan saling hormat-menghormati. Bukan saja
83John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 215. 84Ibid., 85Ibid, 215-216.
Gerald J. Tampi 752011042 | 66
bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan,
Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang
Islam Bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Budha menjalankan
ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan.
Kelima prinsip di atas kemudian dinamakan sebagai Pancasila. Namundalam
kesempatan tersebut, Sukarno tidak menawarkan permanen. Konsep inimasih terbuka untuk
dirubah, dan untuk perubahan tersebut Soekarnomenawarkan konsep Trisila yang secara
substansial merupakan kristalisasi darikonsep Pancasila, yakni sosio-nasionalisme, sosio-
demokrasi, dan ketuhanan.Menurut Soekarno, prinsip kebangsaan Indonesia dan
internasionalismebisa disatukan menjadi konsep sosio-nasionalisme, prinsip mufakat
dankesejahteraan bisa disatukan menjadi konsep sosio-demokrasi, sedangkan
prinsipKetuhanan Yang Maha Esa berdiri sendiri. Konsep trisila ini sama dengan
konsepMarhaenisme – sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi - yang ditambah
denganKetuhanan Yang Maha Esa.86 Konsep ini diungkapkan oleh Soekarno dalam
pernyataannya:
“atau barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan limaitu? Saya boleh peras sehingga tinggal tiga saja..... Dua dasar yang pertama,kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri kemanusiaan, sayaperas menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan sosio-nasionalisme....Demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu. Inilahyang dahulu saya namakan sosio-demokrasi...... Tinggal lagi ketuhanan yangmenghormati satu sama lain. Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga:sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan.87
86Sukarno, Revolusi Indonesia,51-52. 87Saefroedin Bahar, Risalah, 52.
Gerald J. Tampi 752011042 | 67
Kemudian Sukarno menawarkan kembali perubahan konsep ini, dari trisila dapat
digabungkan menjadi satu bagian, menjadi satu prinsip. Dalam mendirikan Negara
Indonesia semua harus bertanggung jawab semua untuk semua, katanya:
Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen yaitu perkataan “Gotong
Royong”. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah Negara gotong royong!
Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!88
Menurut John Legge, dalam pernyataan yang luar biasa ini, maka seluruh usaha-
usaha Sukarno untuk mewujudkan sintesis dan persatuan mendapat bentuk yang paling
nyata. Dilihat dari isi intelektualnya, pidato Pancasila itu tidak banyak menambahkan
gagasan-gagasan pemikiran sebelumnya. Nasionalisme, dalam pidato itu, tidak
dikemukakan sebagai prinsip yang mengenyampingkan, yang tidak mampu merukunkan
pendirian yang saling bersaing; tetapi dengan memberi tekanan pada pentingnya keadilan
sosial dan kepercayaan kepada Tuhan sebagai prinsip-prinsip dasar revolusi, Sukarno,
bagaimanapun, telah menggemakan kembali pemikirannya yang dahulu dalam tulisannya
“Nasionalisme, Islam dan Marxisme”. Dengan memeras kelima prinsip dasar menjadi tiga
dan dari tiga menjadi satu, ia telah menekankan keaslian sifat prinsip-prinsip ini dan
mengatakan bahwa ini cocok dengan tradisi Indonesia. Sebagai keseluruhan, pidato itu
membuka pandangannya yang luas dan baru tentang persatuan dan ia disambut dengan
aklamasi yang gegap gempita.89
A.3. Kesimpulan
Untuk memahami pemikiran Sukarno tentang Nasionalisme, harus meletakkan
dasar pemikiran tersebut dalam konteks politik, budaya, ekonomi dan situasi masyarakat
88Ibid.,103. 89John Legge, Sukarno Sebuah Biografi Politik, 216-217.
Gerald J. Tampi 752011042 | 68
yang terjadi. Dari sini akan ditemukan, bahwa pemikiran Sukarno terjalin erat dengan upaya
bangsanya untuk melepaskan diri dari penindasan yang dilakukan oleh penjajah. Pengaruh
pemikiran politik sangat mempengaruhi cara berpikir Sukarno. Dengan adanya politik etis
pada tahun 1901 yang dilakukan oleh pemerintah kolonial, membuka kesempatan bagi
masyarakat umum untuk mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah Eropa.Dan Sukarno
merupakan salah satu dari sedikit pribumi yang mendapat kesempatan menikmati
pendidikan di sekolah-sekolah tersebut, bahkan sampai ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu
masuk ke perguruan tinggi. Di jenjang inilah Sukarno mulai mengenal dan menggumuli cara
berpikir para pemikir-pemikir Barat. Hal tersebut membentuk dan mendorong Sukarno
untuk lebih mengenal kelompok-kelompok intelektual Indonesia, diantaranya Studi Club di
Bandung, para pendiri Indische Partij, Perhimpunan Indonesia di Belanda, dan intelektual
Indonesia lainnya. Bagian-bagian ini, selanjutnya saling menjalin dalam diri Sukarno yang
melahirkan pemikiran khas dari Sukarno. Dengan kata lain, pemikiran Sukarno merupakan
pertemuan antara pengalamannya sebagai seorang politisi di masanya, keluarga,
pergaulannya dengan para aktifis pejuang Indonesia, pendidikan formal yang diikutinya dan
keterlibatannya dalam pergerakan kebangsaan, serta pengaruh budaya Jawa yang kental
telah banyak mempengaruhi pola pikirnya dalam dunia perjuangan.
Arus sentral pemikiran Sukarno adalah persatuan.berakar pada pemikiran tentang
persatuan ini, Sukarno menciptakan Sintesis dari tiga aliran politik utama dalam masyarakat
Indonesia pada waktu itu yakni: Nasionalisme, Islam dan Marxisme. pemikiran
nasionalisme yang dikembangkan Soekarno pada waktu itu memberikan suatu arah baru
bagi pergerakan kemerdekaan Indonesia. Nasionalisme ini sekaligus menjadi antitesis
terhadap nasionalisme yang sedang berkembang pada saat itu yaitu nasionalisme yang
Gerald J. Tampi 752011042 | 69
berdasarkan kedaerahan atau kesukuan.Kemudian langkah berikut yang dilakukan oleh
Sukarno adalah mengembangkan sebuah paham yang ia sebut Marhaenisme yang adalah
cerminan dari kehidupan rakyat kecil Indonesia. Paham ini merupakan gabungan dari
Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi. Puncak dari pemikiran Sukarno yang
berkembang sejak tahun 1920-an mencapai bentuknya yang final pada tanggal 1 Juni 1945
yaitu dalam bentuk rumusan Pancasila. Dalam perkembangannya, Pancasila diterjemahkan
kedalam Manipol-USDEK yang berisi pokok-pokok dan tujuan Revolusi Indonesia. Dari
sini mulai terjadi penyimpangan terhadap Pancasila, Sukarno mulai menggunakan Pancasila
untuk tujuan-tujuan politiknya begitu juga masa pemerintahan Soeharto. Namun tidak dapat
dipungkiri, lima prinsip dasar Pancasila yang dirumuskan Sukarno merupakan pondasi yang
kokoh yang tercipta berdasarkan keadaan sosial masyarakat Indonesia dan juga hasil dari
pemikiran yang luar biasa dari seorang Sukarno yang kaya akan pengetahuan.
Gerald J. Tampi 752011042 | 70
B. Hatta
B.1 Pembentukkan Pemikiran Hatta
B.1.1 Masa Kecil Hatta
Mohammad Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia
dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya yang bernama Siti Saleha. Ayahnya, Haji Mohammad
Djamil, meninggal ketika Hatta berusia 8 bulan. Menurut Nurcholish Madjid, Hatta adalah putra
seorang guru mursyid sebuah persaudaraan sufi atau tarekat di Sumatera Barat. Nama pribadi
Hatta berasal dari Muhammad Ata yang diambil dari nama yang lebih lengkap, yaitu (Ahmad
ibn) Muhammad (ibn Abdal Karim ibn) Ata-il-Lah al-Sakandari, pengarang kitab Al-Hikam
(berbagai ajaran kearifan), sebuah kitab tasawuf yang terkenal di kalangan pesantren. Dari pihak
ibu, Hatta adalah keturunan keluarga saudagar. Kombinasi keluarga ulama dan keluarga
saudagar, membuat hatta berpenampilan sebagai insan berjiwa sufi. Orang yang berjiwa sufi
adalah rendah hati (modest), jujur, sederhana dan santun. Hatta memiliki enam saudara
perempuan. Hatta adalah anak laki-laki satu-satunya, Hatta belajar mengaji di masa kecil dan
remaja kepada Syekh Mohammad Djamil Djambek di Bukittinggi dan H. Abdullah Ahmad di
Padang.90
Dalam buku Memoir, Hatta menjelaskan bahwa asal-usulnya dari pihak ayah, merupakan
keturunan ulama tarekat terkemuka, yaitu Syaikh Abdurrahman. Anak syaikh tersebut yang
dipanggilnya Ayah Gaek Arsad, juga dikenal sebagai Syaikh Batuhampar. Akan tetapi,
masyarakat umum memanggil Tuanku nan Mudo, sebagaimana kelaziman pada ulama kaum
tarekat, yang hingga kini masih berlaku. Selama berada di Bukittinggi, sekali enam bulan Hatta
90Adhe Firmansyah, Hatta, Si Bung yang Jujur & Sederhana, ( Jogjakarta: Garasi, 2013), 18-19.
Gerald J. Tampi 752011042 | 71
menemui Ayah Gaek itu ke Batuhampar. Kepadanyalah Hatta bertanya kritis tentang
pemahaman tauhid dan akidah yang tidak masuk akalnya, tapi diyakini masyarakat pada
umumnya. Misalnya tentang keberadaan Tuhan di langit ketujuh dan perintahnya dilayani oleh
malaikat dan bidadari. Meskipun tidak menganut ajaran tarekat, Hatta menjadi muslim yang
saleh demi menghormati predikat nenek moyangnya yang ulama terkemuka itu, disamping
keyakinannya sendiri tentang agama yang dianutnya.91 Dari pihak ibunya, keluarga ibu Hatta
merupakan pengusaha yang berhasil, terlibat dalam berbagai perusahaan, termasuk ekspor kayu,
bisnis angkutan dan kontrak pos dengan pemerintah. Untuk itu, Hatta tumbuh dalam lingkungan
keluarga yang selalu memperhatikan persoalan komersial sebagai yang utama.92
Ketika Hatta berumur 6 tahun, pada 1908, Hatta mengalami pengalaman pahit, pada
waktu itu di alur Tanjungkang, Bukittinggi, sejumlah serdadu marsose dengan bayonet terhunus
menggeledah orang-orang yang lewat. Pemerintah kolonial murka, karena di Kampung Kamang,
16 km dari rumah Hatta, rakyat berontak; mereka menolak membayar pajak langsung. Ketika
konflik meletus, 12 orang marsose tewas dan 100 penduduk ditembak mati. Razia dilakukan,
orang-orang ditangkap. Termasuk di antara orang yang ditangkap adalah Rais, sahabat kakek
Hatta. Momen ketika Rais melambai dari jendela kereta api dengan tangan yang dirantai tak
pernah hilang dari ingatan masa kecil Hatta. Pengalaman demi pengalaman pahit mengembleng
Hatta.93
Sejak kecil, Hatta merupakan pribadi yang sangat disiplin dan tertib. Hal ini terlihat dari
penuturan kakak kandung Hatta, yaitu Ny. R. Lembaq tentang pribadi Hatta kecil.Menurut Ny.
R. Lembaq Tuah (kakak kandung Hatta), Hatta merupakan pribadi yang tertib sejak kecil.
91 Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980,(Jogjakarta: Garasi, 2009), 12-13. 92 Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta,Terj. Hermawan S. (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1991), 7 93 Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980,15-16.
Gerald J. Tampi 752011042 | 72
Pernah pada suatu waktu saat Hatta memiliki sebuah block-note yang baru, yang belum terpakai, yang diletakkan diatas meja belajarnya. Pada suatu ketika, Hatta menemukan satu lembar dari block-note nya telah terisi tulisan salah satu paman kami. Paman mencatat beberapa perintah untuk tukang yang sedang bekerja di rumah kami. Hatta protes, marah dan menangis. Paman berusaha membujuknya, “baiklah, apa yang sudah ku tulis di situ disobek saja ……. “baiklah paman ganti
dengan yang baru”. Hatta tetap tidak mau. Hatta tidak menginginkan yang baru,
melainkan ia kecewa barangnya diganggu dan kenapa paman kami tidak meminta izin terlebih dahulu. Hatta tetap menangis dan pada akhirnya paman pun ikut menangis, karena paman tidak tahu apa yang harus dilakukan.94
Sejak kecil, Hatta bersekolah di sekolah Belanda. Dia menyelesaikan pendidikan
dasarnya di Europe Lagere School (ELS) di Bukittinggi pada 1916. Kemudian menyelesaikan
Meer Uitgebreid Lagere School (MULO) di Padang pada 1919. Pada 1921, dia menyelesaikan
Handel Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang) di Batavia. Usai menamatkan sekolah
dagang, Hatta kuliah di Sekolah Tinggi Ekonomi di Nederland Handelshogeschool, Rotterdam,
Belanda.95
Selama menempuh studi di Rotterdam, Hatta memperlihatkan sifat-sifat yang positif bagi
sesama mahasiswa dan lingkungan sekitarnya. Ketika rekan-rekannya sedang bercanda dan
membicarakan perihal perempuan, misalnya, maka mereka segera menghentikannya begitu Hatta
datang. Mereka lalu menukar topik percakapan. Seorang mahasiswa bernama Rasjid Datuk
Radjo Panghoeloe pernah mendapat pesan dari Hatta dalam bahasa Minang, yaitu jaan main
nona (jangan main perempuan) dan jaan minuman kareh (jangan mengkonsumsi minuman
keras). Hatta memang tidak suka dengan hura-hura. Dia tidak suka dansa-dansa atau pergi ke
pesta-pesta (fuiven). Hatta memusatkan perhatiannya pada studi agar segera menjadi sarjana. Dia
memberikan waktu dan tenaga untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Bahkan,
94Meutia F. Swasono (penyunting), Bung Hatta: Pribadi Dalam Kenangan, (Jakarta: Sinar Harapan &
Universitas Indonesia), 5-6. 95Ibid.,16.
Gerald J. Tampi 752011042 | 73
selalu mengingatkan dirinya untuk senantiasa bertanggung jawab membebaskan rakyat dari
penjajahan.96
B.1.2 Hatta di asah
Nenek Hatta dikabarkan memainkan peranan yang penting dalam mengasuhnya. Ia
merupakan seorang ibu rumah tangga yang khas tradisional Minangkabau, yang tidak hanya
mengendalikan persoalan rumah tangga saja, melainkan juga mengurus bisnis keluarga. Dalam
ukuran apapun, ia seorang wanita yang memiliki kemauan luar biasa. Semasa muda, ia
mendukung gerakan Padri, memakai baju hitam dan kerudung putih yang dikenakan sebagai baju
muslimat yang taat. Keberanian dan ketegasannya merupakan legenda, termasuk cerita tentang
bagaimana ia mengelus-elus sepucuk pistol di depan seorang pejabat Belanda di kantornya,
menuntut ganti rugi atas hilangnya 30 ekor kuda yang ditembak serdadu Belanda. Selain itu, di
kalangan keluarganya, Hatta diakui paling dekat memenuhi model kesempurnaan ibunya. Karena
sang ibu mungkin di dalam diri Hatta merupakan cerminan dari kekuatan dan ketegasannya
sendiri.97
Dari keluarga ayahnya, Hatta banyak berkomunikasi dengan ayah gaeknya, yaitu Syekh
Arsjad. Pada pertemuan pertamanya dengan Syekh Arsjad, Hatta menggambarkan ayah gaeknya
itu, berumur sekitar 50 tahun. Badannya tegap berisi, selalu memakai jubah dan serban. Banyak
teman-teman Syekh Arsjad yang datang kerumah, meminta petunjuk kepadanya perihal soal
agama dan hal-hal yang lain. Dari sinilah Hatta sangat terkagum-kagum dengan sikap ayah
gaeknya yang sangat memahami persoalan agama dan hal-hal yang lain. Dari sini juga Hatta
96 Adhe Firmansyah, Hatta, Si Bung yang Jujur & Sederhana, 20-22. 97 Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 7.
Gerald J. Tampi 752011042 | 74
mulai belajar banyak tentang bagaimana mesti hidup dan bergaul secara islam, selain itu Hatta
juga sangat terkagum-kagum dengan perbendaharaan buku ayah gaeknya yang begitu banyak,
yang tertulis dalam bahasa Arab. Menurut Hatta, Syekh Arsjad merupakan seorang ahli tarekat
yang tahu bahwa otak anak kecil tidak boleh dibebani dengan ajaran agama yang sulit-sulit. Hal
tersebut sangat dirasakan oleh Hatta, melalui penanaman paham Islam yang diuraikan dengan
mudah oleh Syekh Arsjad. Hatta menguraikan, terdapat tiga ajaran pokok yang ditanamkan
kepadanya, yaitu Allah Tuhan Yang Maha Esa dan Mahakuasa, Allah yang menjadikan segala
Yang ada di alam dan langit dan Allah memberikan kita sumber rezeki.98 Melalui pengajaran
Syekh Arsjad inilah, Hatta mulai sadar bahwa kesadaran sosial dan pengelolaan kebutuhan
rakyat sendiri dengan penekanan bahwa Tuhan yang mencintai kita, otomatis harus dibarengi
dengan penekanan saling mencintai antara sesama manusia. Dari kesadaran Hatta ini, ia
medeskripsikan Syekh Arsjad merupakan seorang pemimpin Islam yang puritan dan asketik,
tetapi sekaligus baik budi, seimbang dan manusiawi, seorang yang lebih menyukai perdamaian
ketimbang fanatik agama yang memimpin jihad. Adapun unsur-unsur lain yang menarik menurut
Hatta tentang Syekh Arsjad ialah bahwa Syekh Arsjad tidak mendukung konsep suatu Negara
Islam, dengan mengutip Kekaiasaran Ottoman sebagai contoh mengenai keruntuhan politik yang
memburukkan nama Islam.99
Menurut Mavis Rose, sekalipun Hatta menghormati dan jelas memberikan perhatian
terhadap Syekh Arsyad dan komunitas Batu Hampar, Hatta terlalu kuat terpengaruh oleh
lingkungan kota modern serta oleh satu keluarga yang bergerak menjauh dari cara-cara
tradisional untuk dipuaskan dengan jenis pendidikan lebih sempit yang ditawarkan oleh surau.
98Mulyawan Karim (ed), Untuk Negeriku: Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi;Sebuah otobiografi
Mohammad Hatta, ( Jakarta: P.T. Kompas Media Nusantara 2011), 25-26. 99Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 10.
Gerald J. Tampi 752011042 | 75
Sekalipu demikian, masuknya Hatta kedalam sekolah dasar Belanda memang
memperhadapkannya dengan konflik rasial. Dalam memoranya, ia mencatat sebuah insiden yang
mengganggu, ketika para pelajar Minangkabau diserang oleh anak-anak Eropa dan Indo karena
mendukug Turki dalam perang Balkan tahun 1912.100
Setelah lulus dari Europe Lagee School (ELS), Hatta melanjutkan pendidikannya ke
Meer Uitgerbreid Lagere School (MULO) pada tahun 1919 di Padang. Di MULO, Hatta
memiliki guru agama yang bernama Haji Abdullah Ahmad yang membawa semangat modernism
ala Muhammad Abdulah dai Mesir. “mereka setuju sekali”, tulis Hatta tentang kaum modernis
yang dikaguminya itu, “apabila orang Islam memiliki selekas-lekasnya ilmu dan pengetahuan
yang disebarkan orang Barat…”. Ketika berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis
organisasi, sebagai bendahara Jong Sumateran Bond (JSB) cabang Padang. Di kota ini, Hatta
mulai menimbun pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat
membaca berbagai koran, bukan saja koran tertibat Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah
Hatta mengenal pemikiran H.O.S Tjokroaminoto dalan surat kabar Utusan Hindia dan Agus
Salim dalam Neratja. Kesadaran politik Hatta semakin berkembang karena kebiasaannya
menghadiri ceramah-ceramah atas pertemuan-pertemuan politik. Salah satu tokoh politik yang
menjadi idola Hatta ketika itu adalah Abdul Muis.101
Aku kagum melihat cara Abdul Muis berpidato, aku asik mendengarnya suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh ayunan katanya. Sampai saat itu aku belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat menarik perhatian dan membakar semangat.102
100Ibid. 101Abdul Muis merupakan pengarang roma n Salah Asuh, aktivis Sarekat Islam, anggota Volksraad dan
penggiat dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Muda, Neratja, Hindia Baroe, Utusan Melayu dan Peroebahan. Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 17.
102Ibid.
Gerald J. Tampi 752011042 | 76
Bulan Mei 1919 Hatta lulus ujian akhir MULO. Ia berusia hampir 17 tahun, suatu usia
ketika secara tradisional seorang pemuda Minangkabau akan meninggalkan kenyamanan
rumahnya untuk pergi ke rantau. Hatta memutuskan untuk melamar masuk ke Prins
Hendrikschool, sebuah SMA dengan penekanan khusus pada mata pelajaran dagang. Dalam
memoarnya, Hatta menyatakan bahwa pilihan ini tidak dilakukan demi kepentinhan dagang
pribadi, tetapi untuk menambah sentimen kebangsaan. Menurut Hatta, pada saat ia semakin
menyadari kerugian ekonomi yang diderita oleh rakyat karena masuk penjajahan ke alam
Minangkabau.103
Pertengahan Juni 1919,Hatta berangkat ke Betawi. Di sanalah untuk pertama kalinya
diabertemu dengan Mak Etek Ayub, pamannya. Pria ini memainkanperanan penting dalam
kehidupan sang keponakan. Ayub adalahperantau dari Bukit Tinggi. Ayahnya, Rais, seorang
saudagar baranghutan di Payakumbuh, sahabat Ilyas Baginda Marah, kakek Bung Hatta.Di
Betawi, Ayub mula-mula bekerja sebagai juru tulis seorang pedagangbangsa Jerman. Karena
rajin, dia diangkat anak oleh sang majikan,bahkan diajari cara berdagang. Dan di kemudian hari,
Ayub tumbuhmenjadi seorang saudagar besar tapi hidup sederhana. Ia memimpinMalaya Import
Maatschappij dan Firma Djohan Djohor-yang menjadibuah bibir pribumi-toko-toko ternama
karena aksi jual murahnya yangmemaksa toko-toko Cina di Pasar Senen, Pasar Baru, dan Kramat
menurunkanharga barang. Suatu sore di akhir Agustus 1919, Hattamendatangi kantor Ayub di
kawasan Patekoan. Saat itulah Ayubmenyatakan akan membiayai Hatta selama di Jakarta. "Uang
sekolahdan belanja Hatta di sini Mak Etek yang tanggung. Jangan menyusahkanbagi orang di
rumah," kata Ayub. Sejak saat itu, Mak Etek Ayubmemberikan uang belanja kepada Hatta
sebesar 75 gulden sebulan.Jumlah ini jauh melebihi yang diperlukan anak muda itu sehingga
103Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 16.
Gerald J. Tampi 752011042 | 77
uangkiriman dari kampung disimpannya di Bank Tabungan Pos. Mak EtekAyub pula yang
memperkenalkan Hatta pada buku. Suatu sore di akhirAgustus, Ayub membawa Hatta ke toko
buku di kawasan Harmonie. Iamembeli tiga buku tentang sosial dan ekonomi:
Staathuishoudkunde karangan N.G. Pierson, De Socialisten yang disusun H.P. Quack, dan Het
Jaar 2000 yang ditulis Belamy. "Inilah buku-buku yang bermulakumiliki yang menjadi dasar
perpustakaanku," tulis Bung Hatta.104
Oleh teman-temannya, Hatta diakui memiliki bakat alami dalam bidang keuangan. Oleh
karena itu, ketika tiba di Jawa, Hatta sekali lagi diminta untuk bertugas menjadi bendahara, kali
ini pada cabang Jong Sumtranen Bond di Batavia. Satu keuntungan dengan menjadi pengurus
Jong Sumtranen Bond di Batavia ialah Hatta memiliki akses langsung kepada para pemimpin
Sarekat Islam. Hatta sudah lama menjadi pengagum Haji Agus Salim, yang dikalangan gerakan
nasionalis disebut sebagai “orang tua besar” meskipun kemudian dalam banyak hal Hatta tidak
setuju dengannya. Dalam Memoarnya, Hatta menulis pertemuan pertama mereka berlangsung
pada bulan Februari tahun 1920 di rumah Haji Agus Salim, di mana ia sering membuka pintu
rumahnya bagi diskusi tentang persoalan-persoalan bangsanya dan tujuan-tujuan politiknya.105
Cara berpikir Hatta semakin tajam karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman
sebagai bendahara Jong Sumtranen Bond pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan
asal Minangkabau yang bermukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama anggota
Jong Sumtranen Bond seperti Bhader Djohan106. Setiap hari sabtu sore, Hatta dan Bahder Djohan
berkeliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai
tanah air. Seperti, pemikiran tentang bagaimana mempersatukan pergerakan-pergerakan pemuda
104 Tim Tempo, Hatta: jejak yang melampaui zaman, ( Jakarta: KPG, 2010), 14-15. 105Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta , 17. 106 Bahder Djohan merupakan sekertaris Jong Sumatranen Bond, dan pengurus majalah Jong Sumatranen.
Gerald J. Tampi 752011042 | 78
seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa dan Jong Ambon menjelma menjadi
Jong Indie? Pemikiran seperti ini juga, mendapat perhatian khusus oleh Amir dan Basuki dari
Jong Java. Mereka berdua dalam suatu pertemuan, membentangkan ide Jong Indie tersebut.
Mereka mendapat inspirasi dari Ir. Fournier, ketua Gerakan Theosofie di Hindia Belanda. Ir
Fournier mengemukakan pendapat itu dengan mencontoh pergerakan pemuda di India. Namun
cita-cita untuk menyatukan pergerakan-pergerakan pemuda di Hindia-Belanda belum mendapat
tanggapan yang baik dari para pemuda, hal ini dikarenakan para pemuda-pemuda tersebut masih
berpegang kepada suku bangsa masing-masing.107Pokok persoalan lain yang kerap mereka
perbincangkan adalah perihal memajukan bahasa Melayu. Untuk itu, menurut Bahder Djohan,
perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itu pun sudah ia beri nama
Malaya. Mereka berdua sempat membagi pekerjaan. Bahder akan mengutamakan perhatian pada
persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada persoalan organisasi dan pembiayaan
penerbitan. Namun karena berbagai hal, cita-cita tersebut tidak dapat diteruskan.108
Hatta mulai menetap di Belanda sekitar bulan September 1921. Kenang-kenangan Hatta
selama minggu-minggu pertama di Belanda menunjukkan bahwa ia cepat bisa menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang baru. Orientasi Belanda di dalam pendidikan yang ditempuhnya di
Hindia Belanda mungkin bisa meghindari kejutan kebudayaan dan secara sosial ia tidak terasing.
Untuk daerah perantauannya, Hatta tidak pernah menyesali fakta bahwa ia lebih memilih Eropa
ketimbang Timur Tengah. Dalam sepucuk surat kepada seorang teman Minangkabau, Hatta
mengakui bahwa “baik bagi orang Indonesia …. untuk bergaul dengan orang kulit putih yang
mereka hadapi di tanah air”.109 Hatta kemudian bergabung dengan Perhimpunan Hindia
107Mulyawan Karim (ed), Untuk Negeriku: Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi, 97. 108Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 18. 109Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 29.
Gerald J. Tampi 752011042 | 79
(Indische Vereeniging). Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak
tibanya tiga tokoh Indische Partij yaitu Suwardi Suryanigrat, Douwes Dekker dan Tjipto
Mangunkusumo di Belanda pada tahun 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat
tulisan pada koran De Expres. Di Indische Vereeniging, pergerakan Hatta tak lagi tersekat oleh
ikatan kedaerahan, karena Indische Vereeniging berisi aktivis dari berbagai latar belakang
daerah. Hatta mengawali karier pergerakan di Indische Vereeniging pada tahun 1922 sebagai
bendahara. Waktu itu, terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging, ketua lama dr. Soetomo
diganti oelh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka
dimasa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan mengganti nama Indische
Vereeniging menjadi IndonesischeVereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland
Indie menjadi Indonesia. sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum
itu pula, salah seorang anggota Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang mereka akan
membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.110
Kekritisan Hatta dalam menganalisis kenyataan dalam kehidupan masyarakat Indonesia
yang terjajah merupakan hasil dari kehidupannya sebagai pemuda Minangkabau yang dibalut
oleh pandangan Islam Modern serta diasah oleh berbagai ragam bacaan dan diskusi-diskusi
dengan beberapa tokoh nasional seperti H. Agus Salim dll. Selain itu pengalaman Hatta menjadi
pengurus dalam beberapa organisasi kepemudaan, mempengaruhi cakrawala pemikiran Hatta
akan gerakan kebangsaan.
110Salman Alfarizi, Hatta, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 18-19.
Gerald J. Tampi 752011042 | 80
B.1.3 Hatta dalam Pergerakan kebangsaan Indonesia
Pada tahun 1926, Hatta belajar di Handels Hooge School (Sekolah Tinggi Ekonomi)
Rotterdam. Semenjak tiba di negeri Belanda, Hatta sudah masuk menjadi anggota Indische
Vereniging yang didirikan sekitar enam bulan setelah berdirinya Boedi oetomo (1908). Pada
tahun 1917, tokoh-tokoh dari Indische Vereniging dan dari organisasi-organisasi mahasiswa
Belanda dan Tionghoa, bertemu untuk bersama-sama mempertimbangkan kemungkinan
mendirikan suatu perhimpunan umum yang meliputi semua mahasiswa yang mempersiapkan diri
mereka untuk bidang-bidang kegiatan di Hindia-Belanda nanti. Dengan demikian “Liga
Indonesia” terbentuk. Ini merupakan bentuk kerjasama nyata antara orang-orang Belanda dan
orang-orang Indonesia di dalam satu liga. Namun, suatu konflik yang tajam terjadi. Penumpahan
pendapat-pendapat yang panas dari kedua belah pihak tidak dapat dihindarkan pada kongres
pertama liga Indonesia di Wageningen. Begitu pula pada kongres yang kedua di Den Haag dan
kongres ketiga pada tahun 1919. Kekecewaan dengan hasil kerjasama yang negatif, memberikan
perasaan percaya diri yang meningkat di dalam Indische Vereniging. Pada tahun 1922, nama
Indische Vereniging diganti menjadi Indonesische Vereniging. Nama baru ini dapat dikatakan
merupakan bentuk politisasi yang ditujukan untuk ibu pertiwi. Pada tahun 1923, Indonesische
Vereniging dengan tegas memutuskan mengundurkan diri dari liga Indonesia. tidak lama
kemudian liga ini pun dibubarkan.111
Pada tahun 1922, terjadi peristiwa yang menggeparkan Eropa. Turki yang dipandang
sebagai kerajaan yang sedang runtuh, memukul mundur tentara Yunani yang dijagokan oleh
Inggris. Rentetan peristiwa yang visoner itu menjadi perhatian khusus bagi Hatta. Ia lalu menulis
111Moh.Hatta, Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia, (Jakarta: Yayasan
IDAYU, 1976), 8-9.
Gerald J. Tampi 752011042 | 81
serial tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak
pembaca, bahkan banyak surat kabar di tanah air yang mengutip tulisan-tulisan Hatta. Pada
tanggal 8 Februari 1925, Indonesische Vereniging berganti nama menjadi Perhimpunan
Indonesia. tujuannya adalah mencapai Indonesia merdeka. Persatuan Indonesia sangat
dipengaruhi oleh gerakan Sinn Fein yang pada tahun 1920-an membebaskan Irlandia dari
penjajahan Inggris serta gerakan nasional India. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh aktivis PI
di Belanda maupun di luar negeri, diantaranya ikut serta dalam kongres Liga Demokrasi
Perdamaian Internasional tahun 1926 di Paris. Dalam Kongres tersebut, Hatta dengan tegas
menyatakan tuntutan akan kemerdekaan Indonesia.112 17 Januari 1926, Hatta terpilih menjadi
ketua Perhimpunan Indonesia. pada kesempatan tersebut, Hatta menyampaikan pidato yang
berjudul “Struktur Ekonomi Dunia dan Konflik Kekuatan”, dalam pidatonya tersebut, Hatta
membuat analisa ilmiah dari struktur ekonomi dunia yang dilandaskan pada kebijaksanaan non-
kooperatif.113 Hatta mengutip teori Hegel yang diangkat oleh Marx, bahwa keberadaan konflik
merupakan syarat pertama untuk perkembangan. Pemikiran Hatta akan hal ini, kemungkinan
besar dipengaruhi oleh adat Minangkabau yang menganggap konflik dapat menghasilkan
kemajuan, dan dalam pandangan Minangkabau, sejarah bergerak kearah pencapaian keselarasan
antara pribadi dan masyarakat. Hatta menekankan bahwa penyebab utama konflik di masyarakat
Indonesia adalah situasi rasial kolonial, antithesis antara penguasa dan yang dikuasai, antara ras
kulit putih dan kulit berwarna. Dengan memberi ungkapan bagi semangat revolusi yang kini
semakin mengeras dalam gerakan nasionalis, Hatta secara agresif menyatakan “tidak aka nada
kemerdekaan tanpa kekerasan, karena kepentingan penguasa jajahan ialah bertahan dengan
segala macam cara”. Dengan menolak berbagai teori barat tentang penyebab kolonialisme, Hatta
112Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 68. 113Moh.Hatta, Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia, 11.
Gerald J. Tampi 752011042 | 82
mempertahankan pendapat bahwa ketakutan akan kompetisi serta keinginan untuk membangun
monopoli atas sumberdaya merupakan motif yang sesungguhnya. Ia menekankan bahwa
kolonialisme bukanlah hubungan yang paling sepele dengan konsep pokok mengenai hak dan
bahwa kolonialisme tak lain adalah perampasan hak kekuasaan yang dengan tersamar disebut
hak, yang dipraktekkan oleh bangsa yang telah mendapatkan kekuasaan dan keinginan atasnya.
Karena perjanjian Eropa mendukung hegemoni atas ras berwarna, maka dengan tenaga sendiri
negeri jajahan harus membangun hak atas keberadaan nasional.114
Aksi-aksi yang dilakukan oleh Perhimpunan Indonesia, menyebabkan Hatta dkk, dituduh
melakukan pemberontakan terhadap Belanda. Karena dituduh menghasut untuk pemberontakan
terhadap Belanda, pada 1927 Tokoh-tokoh PI seperti Hatta, Nasir Pamuntjak, Abdul Majid
Djojonegoro dan Ali Sastroamidjojo ditangkap dan diadili.115 Sehari setelah penangkapan, Hatta
menerima dua tamu yang tak terduga dari partai Buruh Sosialis Belanda Dr. J.E.W. Duys dan
rekannya Mr. Mobach. Duys adalah anggota parlemen Belanda dan juga seorang pengacara.
Keduanya menawarkan untuk membela mahasiswa supaya bebas dari dakwaan tersebut, dengan
menjelaskan bahwa mereka yakin, tindakan polisi terhadap mereka adalaj tindakan tidak adik
dan tidak sah. Kaum sosialis Belanda menaruh perhatian kepada para mahasiswa Indonesia dan
Hatta, karena ketidakpuasannya yang semakin meningkat terhadap komintern, mulai memandang
partai tersebut dengan sikap yang lebih hangat. Sebelumya keraguan kaum sosialis Belanda
untuk mendukung kemerdekaan penuh, dukungan kuat mereka kepada asosiasi yang
berkelanjutan, selalu menjadi batu perintang. Kaum sosialis Belanda tak diragukan lagi
menyadari perubahan sikap Hatta terhadap Moskow dan ingin meningkatkannya. Namun, Hatta
ragu-ragu untuk menyerahkan pembelaannya sepenuhnya kepada mereka. Ia harus mengajukan
114Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta , 45. 115Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 68.
Gerald J. Tampi 752011042 | 83
sisi Indonesia dari perjuangan kemerdekaan. Sebagai seorang propagandis, ia merasa perlu
mengambil keuntungan dari minat publik yang ditimbulkan oleh kasus tersebut dalam rangka
menjelaskan betapa besar kerusakan, baik material maupun spiritual dari sistem kolonial yang
dilakukan kepada Indonesia.116 Sebuah isu yang terus-menerus dipertanyakan kepada Hatta
adalah apakah ia menghasut rakyat supaya bertindak dengan kekerasan di dalam pidato-pidato
dan tulisan-tulisannya. Hatta memperjelas bahwa pada prinsipnya ia secara pribadi menentang
kekerasan, dengan menyatakan
Saya menolak dalam istilah yang paling mungkin untuk menyatakan bahwa saya pernah menyarankan kekerasan. Keyakinan saya ialah bahwa kemerdekaan rakyat tidak akan pernah diperoleh melalui kekerasan karena saran semacam itu hanya mempertajam situasi dan kalau perlu menyebabkan kehancurannya sendiri.117
Namun Hatta menyatakan dalam tulisan-tulisan dan pidato-pidatonya, ia menganggap
bahwa kekerasan hampir tak terhindarkan jika penguasa kolonial tidak melepaskan koloni akan
hak penentuan nasib sendiri. Setelah tiga bulan interogasi, Hatta menyerahkan sebuah penjelasan
akhir tanggal 1 Desember 1927, di mana ia menyarikan apa yang sudah ia usahakan untuk
menyampaikan kepada para interogatornya. Hatta menekankan bahwa Perhimpunan Indonesia
tidak memandang komunis Indonesia dengan cara yang sama seperti orang Eropa memandang
mereka, tetapi lebih sebagai “kaum nasionalis yang tersamar” yang bersekutu dengan kaum
komunis untuk memperoleh dukungan internasional di dalam perjuangan mereka. Dengan
menunjukkan suatu persepsi tajam tentang perkembangan sejarah masa depan kawasan Asia
Tenggara, Hatta meramalkan bahwa karena situasi ekonomi geograsfis Indonesia, kekuasaan
imperialisme Barat tidak akan pernah mentoleransi adanya suatu Indonesia yang komunis.
Sehingga tidaklah mengutungkan bagi Indonesia bertujuan mendirikan sebuah Negara komunis.
116Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 65. 117Ibid.,66.
Gerald J. Tampi 752011042 | 84
Hatta membela aspek kemanusiaan dari kegiatan-kegiatan PI. Perhimpunan Indonesia
menunjukkan kemiskinan yang mendalam dan proletarianisasi massa Indonesia di bawah
kekuasaan Belanda, Hatta menyatakan, dan sekaligus menarik perhatian opini publik Barat
terhadap gerakan kemerdekaan nasional Indonesia. penangkapan keempat mahasiswa PI menarik
perhatian baik dari Belanda maupun gerakan nasionalis di Hindia. Rapat-rapat protes
diselenggarakan oleh kelompok-kelompok nasionalis, termasuk Budi Utomo yang konservatif.
Kelompok-kelompok politik dan surat kabar melancarkan imbauan untuk menggalang dana guna
mendukung mahasiswa Indonesia yang ditangkap di Belanda dan membayar biaya apapun yang
berkaitan dengan pembelaan mereka.118
Kasus keempat Mahasiswa Indonesia ini, mulai disidangkan di pengadilan tinggi Den
Haag pada tanggal 8 Maret 1928. Sidang berikutnya berlangsung pada tanggal 9 Maret 1928.
Jaksa penuntut pertama-tama diberi kesempatan untuk menjawab pernyataan dari para pengacara
Hatta dkk. Kemudian Mr. Duys saling berargumentasi dengan jaksa penuntut. Nona Weber tidak
berbicara karena pembelaan Mr. Mobach dan Mr. Duys dianggap cukup. Setelah itu keempat
mahasiswa diberikan kesempatan mengemukakan pembelaan. Sesudah keempat mahasiswa
berbicara, ketua pengadilan memutuskan untuk menangguhkan kasus sampai pada tanggal 22
Maret 1928, dimana pengadilan akan mengumumkan keputusannya. Pada kesempatan tersebut,
Mr. Duys berbicara dan meminta kepada pengadilan agar sementara menunggu keputusan
tanggal 22 Maret 1928 keempat mahasiswa ditangguhkan penahanannya. Permintaan tersebut
dikabulkan oleh hakim, pada saat itu juga Hatta, Nasir Pamuntjak, Abdul Majid Djojonegoro dan
Ali Sastroamidjojo dibebaskan. Keputusan pengadilan pada tanggal 22 Maret 1928 menyatakan
118Ibid., 67-69
Gerald J. Tampi 752011042 | 85
Hatta, Nasir Pamuntjak, Abdul Majid Djojonegoro dan Ali Sastroamidjojo bebas dari segala
tuntutan.119
Sesudah dibebaskan, Hatta mulai mendidik dan melatih kader-kader baru untuk
menggantikannya sebagai ketua PI. Hatta telah menyampaikan kepada teman-teman yang lebih
tua, bahwa ia akan meletakkan jabatan sebagai ketua Perhimpunan Indonesia pada akhir tahun
1929. Para calon yang diajukan oleh Hatta untuk menggantikannya secara berturut-turut adalah
Abdullah Syukur, Roesbandi dan Sutan Sjahrir. Dari ketiga kader ini, Abdullah Syukur yang
terpilih menjadi ketua menggantikan Hatta. Pada tahun 1930, terdapat 2 kejadian yang
berpengaruh terhadap jabatan Hatta dalam Perhimpunan Indonesia. Yang pertama adalah tentang
majalah komunis yang diterbitkan di Berlin yang melaporkan bahwa empat orang telah dipecat
dari “Liga Menentang Imperialisme dan Untuk Kemerdekaan Nasional”. Dari empat orang
tersebut, dua adalah orang Barat yaitu Maxton dan Edo Fimmen, yang dituduh sebagai reformis
sosial. Sedangkan dua orang lainnya adalah Jawaharlal Nehru dan Mohammad Hatta, yang
dituduh sebagai reformis nasionalis. Dalam surat menyurat Hatta kepada Nehru, Hatta
menceritakan apa yang telah terjadi pada kongres kedua di Frankfrut, dimana Nehru sendiri tidak
hadir dan diwakili oleh Sen Gupta. Nehru sependapat dengan Hatta bahwa karena sikap
komunis, liga tersebut akan hancur dari dalam. Kejadian kedua datang dari Indonesia. Ir.
Soekarno dan tiga orang temannya dari Partai Nasional Indonesia (PNI), ditahan oleh pemerintah
Kolonial. Tidak ada protes keras yang diajukan oleh Persatuan Partai-Partai Nasionalis PPPKI.
Hanyalah Partai Islam PSII yang mengadakan rapat umum untuk menentang tindakan kolonial
tersebut. PNI sendiri tidak berbuat apa-apa. Pimpinan pusat yang dipimpin oleh Mr. Sartono
sendiri bahkan mencoba untuk mengatur penggabungan-penggabungan PNI dengan Partai
119Moh.Hatta, Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia, 18-19.
Gerald J. Tampi 752011042 | 86
Kebangsaan Indonesia. ini merupakan suatu penggabungan antara golongan nasionalis yang
menolak kerja-sama dengan penguasa kolonial dan golongan nasionalis lain yang menerima
kerja-sama tersebut. Namun, kebijakan ini tidak diterima oelh sebagian besar cabang-cabang PNI
dan akhirnya usaha ini tidak pernah terlaksana.120
Setelah Ir. Soekarno dan ketiga kawannya dihukum penjara oleh pengadilan tinggi
Bandung, PNI dibubarkan oleh pengurus besarnya atas anjuran Mr. Sartono. Sebagai gantinya
mereka mendirikan Partai Indonesia. kejadian ini tidak disetujui oleh pemimpin-pemimpin
golongan tengah seperti Soedjadi, Moerad, Kantaatmaka, Bondan, Soekarto, Teguh dan banyak
lainnya. mereka menolak untuk ikut dengan Partai Indonesia dan membentuk dalam daerah
masing-masing yang disebut Golongan Merdeka. Hatta membantu golongan ini dari jauh. Hatta
memandang pembubaran PNI merupakan hal yang memalukan dan perbuatan itu melemahkan
pergerakan rakyat. Hatta mengambil contoh India,
Tatkala Gandhi menyerukan kepada rakyat untuk bergerak ke pantai untuk membuat garam sebagai aksi menentang suatu peraturan Inggris, 56.000 rakyat ditangkap dan dimasukkan kedalam penjara. Tetapi, gerakan rakyat ke pantai tersebut berjalan terus sehingga pemerintah kolonial terpaksa mencabut peraturan yang menjadi sebab oposisi yang hebat tersebut. Sedangkan di Indonesia, hanya empat orang pemimpin yang dipenjarakan, partai sudah dibubarkan, karena takut pemerintah kolonial yang akan membubarkannya. Pemimpin-pemimpin yang membubarkan PNI lupa bahwa dengan tindakan mereka tersebut, telah menunjukkan kelemahan mereka dan menyatakan bahwa mereka tidak bersedia berkorban. Padahal kemauan memberikan korban itulah yang dididik bertahun-tahun oleh Perhimpunan Indonesia.121
Hatta membuat perjanjian dengan salah satu tokoh Golongan Merdeka yaitu Soedjadi
untuk menerbitkan sebuah majalah yang terbit 10 hari sekali guna mendidik kader baru. Majalah
120Ibid.,22-23. 121Mulyawan Karim (ed), Untuk Negeriku: Berjuang dan Dibuang;Sebuah otobiografi Mohammad Hatta, (
Jakarta: P.T. Kompas Media Nusantara 2011), 6.
Gerald J. Tampi 752011042 | 87
tersebut diberi nama Dau’lat Ra’jat. Nama majalah ini merupakan sebuah peringatan atas
bagaimana sikap golongan ini kepada rakyat. Majalah ini akan mempertahankan asas kerakyatan,
yang sebenarnya dalam segala susunan yaitu dalam politik, dalam ekonomi dan dalam pergaulan
sosial. Hatta menjelaskan rakyat harus diutamakan, karena rakyat umum mempunyai kedaulatan,
dan kekuasaan. Serta rakyat merupakan jantung hati bangsa. Selain itu, Hatta juga menyatakan
bahwa golongan-golongan terpelajar bisa ada jika ada rakyat dibelakangnya yang sadar dan
insyaf akan kedaulatan dirinya.122 Pada tanggal 20 September 1931, edisi pertama Daulat Ra’jat
terbit di Batavia. Pada edisi pertama ini, memuat tentang pernyataan dari Klub Pendidikan
Nasional Indonesia di Batavia, Malang, Surabaya dan Palembang. Mereka berpendapat bahwa
pembubaran PNI telah menyebabkan sangat merosotnya semangat nasional dan terpecahnya
kesatuan nasional yang dirintis oleh PNI. Klub-klub tersebut didirikan untuk menentang Partindo
yang kepemimpinannya identik dengan mereka yang membubarkan PNI. Pada tanggal 25-27
Desember 1931, Golongan Kemerdekaan mengadakan konfrensi di Yogyakarta. Salah satu
peserta konfrensi yaitu Sudjadi, mendesak agar golongan ini segera berubah menjadi sebuah
partai yang nantinya akan menjadi partai tandingan terhadap Partindo dalam mengambil alih
kepemimpinan gerakan nasional. Namun di waktu yang bersamaan, telegram dari Hatta tiba.
Hatta menyarankan agar menunda pembentukan partai baru, namun tetap bertahan dalam bentuk
klub Daulat Ra’jat. Setelah melalui rapat yang panjang, konfrensi akhirnya memutuskan untuk
mendirikan sebuah badan yang disebut Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI Baru. Untuk
sementara, PNI Baru membatasi diri pada pendidikan pemimpin-pemimpin untuk gerakan
nasional. Dari hal diatas, terlihat dengan jelas bahwa telegram Hatta sangat berpengaruh untuk
menahan emosi anggota Golongan Kemerdekaan terhadap Partindo. Hal ini bukan semata-mata
122Moh.Hatta, Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia, 24.
Gerald J. Tampi 752011042 | 88
hanya kebetulan-belaka, namun Hatta sudah dapat membaca bahwa akan ada sebuah kekuatan
besar yang berasal dari Golongan Kemerdekaan yang akan melawan Partindo. Untuk itu Hatta
menyuruh Sjahrir untuk segera kembali ke tanah air dalam rangka mengambil alih
kepemimpinan organisasi tersebut, hal ini dilakukan oleh Hatta, karena pada saat yang
bersamaan Hatta tidak bisa kembali ke tanah air, karena ia harus menghadapi tahapan-tahapan
akhir dari studinya.123
Pada tanggal 9 November 1931 pengurus PI memutuskan Hatta dan Sjahrir harus
dikeluarkan dari Perhimpunan Indonesia atas tuduhan bahwa mereka memecah belah gerakan
nasionalis dengan mendukung golongan merdeka yang memisahkan diri. Keputusan tersebut
melukiskan pengarahan komintern untuk membalikkan perjanjian Hatta-Semaun dengan jalan
menempatkan PI di bawah kontrol ketat kaum komunis. Hatta sangat tidak senang meninggalkan
PI dengan cara yang tidak hormat, yaitu disingkirkan oleh rekan-rekannya sesama mahasiswa
karena berusaha membela rakyat dari sikap-sikap feodalistik mantan rekan-rekannya. Adalah
sesuatu yang memalukan bagi Hatta melihat Perhimpunan Indonesia yang begitu berarti baginya,
menjadi organisasi yang tunduk kepada komitern.124 Hatta juga memberikan jawaban atas
tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada dirinya ia menyatakan bahwa PI telah keluar rel dari
jalan radikal, keluar dari jalan semula yang membentuk pejuang-pejuang yang tahan uji,
membelok mengikuti jalan oportunistis dan mungkin telah menjadi alat komunis.125 Rasa sakit
Hatta akibat ia dikeluarkan dari PI, membuatnya tidak dapat memaafkan temannya asal
Minangkabau yaitu Rustam Efendi yang mempelopori penyingkiran Hatta, serta Abdul Madjid
teman seperjuangan yang telah bekerja sama dengan Hatta yang juga pernah mengalami
123John Ingleson, Jalan ke Pengasingan, ( Jakarta: LP3ES 1983), 170-173. 124Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 94. 125Moh.Hatta, Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia, 25.
Gerald J. Tampi 752011042 | 89
penahanan bersama-sama. Sjahrir berusaha untuk memperbaiki rusaknya reputasi Hatta dengan
menulis surat pembelaan pada Daulat Ra’jat. Ia mengingatkan sesama kaum nasionalis akan
catatan pengabdian Hatta pada masa lalu bagi gerakan nasionalis. Sjahrir menyatakan bahwa
kandungan Indonesia Merdeka telah berfungsi sebagai obor bagi PNI. Ia mempertahankan
tindakan Hatta dalam menarik PI dari Liga Melawan Kolonialisme, dengan melukiskan
kebijakan yang bodoh dan tindakan mereka terhadap Hatta adalah tindakan reaksioner. Dilain
pihak, dewan redaksi Daulat Ra’jat yang dipimpin oleh Sudjadi juga mendukung Hatta. Pada
tanggal 20 November 1931 media ini memuat sebuah artikel berjudul “PI dan Hatta”, yang
menyatakan bahwa Mohammad Hatta menjadi korban dalam menjalankan tugas mengikuti dan
membela kebijakan rakyat umum.126
Pada tanggal 8 Desember 1932, Hatta menerima telegram dari J. De Kadt, Sekretaris
onafhankelijke Socialistische Partj (Partai Sosialis Merdeka-OPS) yang meminta Hatta untuk
menerima pencalonan oleh OPS sebagai anggota Parlemen di negeri Belanda dalam pemilihan
yang akan datang. Hatta menjawab bahwa pada dasarnya ia tidak keberatan atas usul tersebut,
namun Hatta akan mempertimbangkannya tawaran tersebut bila ia telah kembali ke Indonesia
setelah melihat kondisi-kondisi terpenting dalam gerakan nasionalis. Hatta tidak mau terlalu
terburu-buru mengambil keputusan sampai PNI Baru mempertimbangkan permasalahan tersebut.
Pada tanggal 10 Desember, ketika Hatta melihat Sjahrir tidak setuju dengan hal tersebut, Hatta
kemudian menelegram De Kadt menolak tawaran tersebut. Namun pada saat itu, kantor berita
Hindia-Belanda Aneta, memuat berita bahwa Hatta telah menerima tawaran dari OPS.
Mendengar berita tersebut, Partindo mulai menyerang Hatta terutama dari Sukarno dan Amir
Sjarifuddin. Mereka menganggap Hatta telah meninggalkan prinsip non-kooperatif. Argumen-
126Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 95-96.
Gerald J. Tampi 752011042 | 90
argumen yang dikemukakan oleh Hatta dan Sukarno memperlihatkan perbedaan pendapat
mereka mengenai arti non-kooperatif. Bagi Hatta menerima suatu kursi dalam parlemen Belanda
atas dasar pemilihan sama sekali berbeda dengan menerima sebuah kursi dalam Volksraard baik
karena diangkat ataupun dipilih oleh sejumlah pemilih yang terbatas. Hatta menuduh Sukarno
telah membelokkan arti non-kooperatif menjadi sebuah dogma, suatu agama-politik dari arti
aslinya sebagai alat untuk mencapai kemerdekaan.127
Permasalahan kesediaan Hatta menerima kursi di parlemen Belanda, telah
membangkitkan kembali persoalan pada tahun 1926/1927 tentang konsep non-kooperasi. Hatta
dengan tepat tidak melihat adanya inkonsistensi antara pendiriannya pada tahun 1932 dan
tulisan-tulisannya pada tahun 1929-an, karena ia selalu melihat non-kooperasi sebagai alat
menentang pemerintahan Hindia Belanda. Motif penawaran pencalonan Hatta oleh OSP
kemungkinan dikarenakan oleh OSP menginginkan seorang wakil dalam staten-generaal yang
menguasai langsung masalah-masalah negeri jajahan, dan yang dapat merebut perhatian
pemerintah. Hatta mulanya memang tertarik bahwa ada satu suara nasionalis Indonesia dalam
state-generaal. Namun ia kembali berpikir bahwa kehadirannya di Indonesia masih lebih
penting.
B.2 Nasionalisme Menurut Hatta
B.2.1 Pemikiran awal Nasionalisme
Mohammad Hatta dikenal sebagai tokoh yang memegang teguh prinsip yang diyakininya.
Hatta selalu memperjuangkan status Indonesia sebagai Negara yang mengakomodasi
127John Ingleson, Jalan ke Pengasingan, 220-221
Gerald J. Tampi 752011042 | 91
kepentingan segala golongan, bukan hanya segelintir orang atau golongan tertentu. Bahkan ia
rela meletakkan jabatannya demi mempertahankan kesatuan bangsa. Latar belakang
pengetahuannya yang amat mendalam tentang ekonomi dan ketatanegaraan mengantarkan
dirinya terlibat aktif dalam berbagai proses peristiwa penting dalam proses pembentukan nation
state. Sebagai orang yang sangat terpelajar sejak usia mudanya, serta aktivitas politik yang tak
kenal menyerah, dalam perjuangannya Hatta mulai menyaksikan gejala kurang menguntungkan
dalam kepemimpinan pergerakan nasional sejak pertengahan 1920an. Meskipun Hatta tak
meragukan nasionalisme mereka, namun Hatta merasa kecewa terhadap gerakan nasionalisme
pada waktu itu. Dua partai terbesar di tanah air, Sarekat Islam (SI) yang kemudian PSII dan
Partai Komunis Indonesia (PKI) makin radikal dan menyuarakan ideologi parokial. Hatta
sebenarnya menaruh harapan terhadap Partai Nasional Indonesia (PNI), namun partai ini
dibubarkan oleh pengurusnya sendiri, sehingga menurut Hatta hal tersebut membawa dampak
yang tidak baik dalam perjuangan kemerdekaan di Indonesia. berkaitan dengan perjuangan
kemerdekaan Indonesia, Hatta merupakan tokoh yang pertama kali memperkenalkan nama
Indonesia dalam tulisan yang diterbitkan oleh De Socialist pada bulan Desember 1928. Dalam
berbagai tulisannya, Hatta terlihat sebagai tokoh yang memiliki kedekatan dengan rakyat,
dimana ia tetap menjunjung tinggi demokrasi dan sangat memperhatikan hak asasi manusia
dalam kehidupan kebangsaan.
Pandangan Hatta mengenai kebangsaan, dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran beberapa
tokoh sarjana barat, yaitu Ernest Renan, Offo Bauer dan Lothrop Stoddard. Hatta menegaskan
bahwa suatu bangsa ditentukan oleh keinsafan sebagai suatu persekutuan yang tersusun menjadi
satu. Keinsafan disini merupakan kesadaran yang muncul karena percaya atas persamaan nasib
dan tujuan. Keinsafan/kesadaran yang bertambah besar oleh karena senasib, kemalangan yang
Gerald J. Tampi 752011042 | 92
sama-sama diterima, kemujuran yang sama-sama didapat, singkatnya oleh karena peringatan
kepada kejadian bersama yang tertanam dalam hati dan otak.128 Dalam menentukan kriteria
bangsa dan kebangsaan, bukan merupakan suatu hal yang mudah. Hatta sendiri tidak sejalan
dengan teori geopolitik. Bangsa dan kebangsaan tidak bisa diambil dari kriteria persamaan asal,
bahasa dan agama. Sementara dalam kacamata geopolitik, masalah kekuatan nasional semata-
mata terdapat dalam istilah geografi dan di dalam proses, merosot menjadi metafisika politis
yang diutarakan dalam slogan yang tidak berdasar ilmu pengetahuan.129 Pendapat Hatta ini
sangat mempengaruhi, pemikirannya soal batas Negara yang akan dibentuk. Menurut Hatta batas
Negara yang akan dibentuk hanya mencakup wilayah Hindia Belanda saja. Ia menolak pemikiran
Moh. Yamin yang mendasarkan keperluan strategi perang dan pertahanan serta kegunaannya.
Pemikiran Yamin, dikhawatirkan Hatta akan memberi kesan imperialisme yang selama ini
mereka tentang habis-habisan. Bahkan Hatta berpendapat bahwa bila Papua karena suatu hal
tidak bersedia masuk, itu bukan suatu masalah. Demikian juga halnya, apabila rakyat Malaka dan
Borneo Utara mau bergabung dengan Indonesia, itu merupakan hak mereka. Yang terpenting
menurut Hatta, janganlah ada pemaksaan untuk bergabung dengan Negara yang akan dibentuk,
sebab wilayah bekas jajahan Hindia Belanda untuk Negara baru sudah cukup luas.
Berbicara mengenai kebangsaan, Hatta memiliki pandangan bahwa terdapat bermacam-
macam rupa dan golongan yang memajukannya. Pada masa pergerakan, setidaknya Hatta
melihat terdapat tiga corak kebangsaan, yang mewarnai perjalanan pergerakan pada masa itu,
128 Moh. Hatta, Pengertian Pancasila, ( Jakarta: Idayu Press, 1977), 15. 129Hans J. Morgenthau, Politik Antar Bangsa Edisi ke-6. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1990), 242.
Gerald J. Tampi 752011042 | 93
ketiganya adalah Kebangsaan “cap ningrat”, Kebangsaan “cap intelek” dan Kebangsaan “cap
rakyat”.130
A.2.1.1 Kebangsaan “cap ningrat”
Menurut Hatta, kebangsaan ini mengukur kebangsaan menurut golongan sendiri. Dari
zaman kerajaan dulu sampai zaman penjajahan Belanda, kaum ningrat (bangsawan) termasuk
golongan yang memerintah, penguasa Belanda sangat mengerti bahwa rakyat Indonesia lebih
muda diperintah oleh Inlandsche Hoofden yaitu kepala-kepala pribumi yang berkuasa
sebelumnya. Jadi, dalam kebanyakan alam pikiran kaum ningrat, tertanam jiwa kebangsaan “cap
ningrat”, yang merasa bahwa kalau Indonesia sudah merdeka, merekalah yang berhak berkuasa.
Menurut mereka itu sudah merupakan historisch recht (hukum sejarah). Oleh karena itu “mereka
mencita-citakan kembalinya Kerajaan Majapahit ke atas Indonesia”. dalam paham kebangsaan
semacam ini, rakyat banyak tak dihitung, kecuali untuk mengabdi kepada penguasa atau “daulat
tuanku”.131
A.2.1.2 Kebangsaan “cap intelek”
Kebangsaan ini mirip dengan kebangsaan “cap ningrat”, yang berpandangan bahwa jika
Indonesia suatu saat mencapai kemerdekaannya, merekalah yang akan diprioritaskan untuk
berkuasa. Bagi mereka, orang duduk di pemerintahan bukan karena keturunan, melainkan karena
kecakapan sendiri. Bukan bangsawan karena darah, tetapi bangsawan baru karena otak dan
kecakapan. Oleh karena itu, nasib rakyat dan urusan negeri biar diserahkan saja ke tangan kaum
intelek. Dalam pikiran mereka, tertanam anggapan bahwa rakyat banyak itu bodoh, malas,
miskin dan suka menurut. Oleh karena rakyat hidup sengsara, tidak ada waktu bagi mereka untuk
130Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 99. 131Ibid.,99-100.
Gerald J. Tampi 752011042 | 94
memikirkan politik. Sehingga tidak perlu ikut campur dalam mengurus negeri. Kebangsaan “cap
intelek”, seperti halnya dengan “cap ningrat” memperlakukan rakyat sebagai “perkakas” kaum
intelek atau cerdik pandai saja.132
A.2.1.3 Kebangsaan “cap rakyat”
Paham kebangsaan ini, adalah tipe langkah. Bukan kebangsaan “cap intelek” dan bukan
pula “cap ningrat”, melainkan kebangsaan “cap rakyat”, yang menurut Hatta harus dibangunkan,
karena rakyat merupakan badan dan jiwa bangsa. Rakyatlah yang menjadi ukuran tinggi
rendahnya derajat suatu bangsa. Dengan rakyat kita akan naik dan dengan rakyat kita akan turun.
Dalam bahasa kiasan Minangkabau, “ke bukit sama mendaki, ke lurah sama menurun”.
Maksudnya, hidup matinya Indonesia sebagai sebuah bangsa tidak bisa dilepas dari rakyat, dan
pemimpin sejati adalah pemimpin yang bisa membaca rakyat dan meletakkan kepentingan rakyat
dan bangsa di atas kepentingan lain. Konsep kebangsaan “cap rakyat” adalah temuan Hatta yang
unik, karena “kebangsaan” tidak bisa dipisahkan dari “kerakyatan”. Kedua kata ini merupakan
butir pemikiran Hatta yang paling mendasar dalam satu tarikan napas dan sekaligus melintasi
semua gagasan Hatta tentang persatuan, kemerdekaan, demokrasi, ekonomi dan sejumlah
gagasan politiknya yang lain, termasuk kaderisasi.133
Dibalik gagasan Hatta tentang kebangsaan yang unik, Hatta ternyata sadar akan adanya
halangan yang terjadi dalam hal cita-cita persatuan bangsa. Hatta mengutip pernyataan Herbert
Spencer yang mengatakan bahwa manusia itu pada hakikatnya bersifat kuno. Hatinya sering
terikat kebiasaan, perasaan berat terhadap sesama. Hal tersebut menurut Hatta, menyebabkan
orang tak mudah membuang yang lama dan menerima yang baru. permasalahan tersebut
132Ibid., 100. 133Ibid., 100-101.
Gerald J. Tampi 752011042 | 95
berkaitan juga dengan pergaulan, dimana orang sangat terikat dengan tempat yang lama, bahkan
tempat tumpah darahnya. Hatta mengambil contoh kehidupan seorang petani yang sangat
melekat hatinya kepada tanah yang dikerjakannya, kepada pekarangan yang didiaminya, terlebih
jika tanah tersebut merupakan pusaka nenek moyang (warisan). Sifat inilah menurut Hatta
merupakan sendi dari Provinsialisme. Menurut Hatta cita-cita persatuan bangsa lambat timbul
dalam Negara agraria, yang penduduknya sebagian besar hidup dari pertanian, yang
mengakibatkan satu dengan yang lainnya jarang berhubungan dengan tukar menukar. Bagi Hatta
cita-cita persatuan lekas timbul dalam Negara Industri, di mana rakyatnya terlepas dari ikatan
tanah dan tempat, melainkan disusun bersatu oleh pabrik dan displin pekerjaan. Hatta
mencontohkan Inggris yang merupakan negeri Indistri, sangat kuat sekali persatuannya.134
Kemudian Hatta membandingkan dengan Italia yang pada waktu itu merupakan Negara agraria
yang sangat sulit sekali untuk bersatu, namun dengan usaha mereka sendiri, akhirnya Italia dapat
bersatu. Hatta melihat terdapat kesamaan antara Italia dan Indonesia yang merupakan Negara
agrarian, ditambah lagi Indonesia memiliki beberapa pulau besar dan beratus-ratus pulau kecil.
Dari hal ini, Hatta melihat kecenderungan bahwa semangat persaingan dan Provinsialisme
muncul dalam tiap-tiap daerah di Indonesia. semangat tersebut muncul akibat sifat tani yang
dipengaruhi oleh lingkungan tanah yang dikerjakan dan keadaan kepulauan. Kedua sifat ini
digambarkan oleh Hatta sebagai dasar yang baik dalam menimbulkan perasaan untuk hidup
sendiri serta berpikir sebagai katak dalam tempurung.135
Untuk mengatasi permasalahan provinsialisme ini, Hatta memiliki pandangan bahwa
pergerakan kebangsaan ditujukan kepada tanah air dan bangsa yang satu. Untuk langkah
awalnya, diperlukan pendidikan tentang persatuan. Pengertian persatuan disini adalah bukan
134 Mulyawan Karim (ed), Untuk Negeriku: Berjuang dan Dibuang, 131-132. 135Ibid.,133.
Gerald J. Tampi 752011042 | 96
persatuan yang menggabungkan beberapa partai politik menjadi satu badan yang tidak memiliki
sifat dan rupa, melainkan persatuan dengan makna “memiliki rasa satu sebagai anak dari ibu
yang satu, ibu Indonesia”. Dalam hal politik boleh berbeda paham, namun dalam rasa
kebangsaan harus terikat oleh tanah air yang satu, yang mencintai kemerdekaannya. Untuk itu,
pergerakan kemerdekaan Indonesia harus dimulai dari menghilangkan perasaan provinsialisme.
Hatta menekankan bahwa tiap-tiap daerah dan kaum yang terikat oleh kebiasaan dan adatnya
sendiri, semuanya harus merasa dirinya bagian daripada tanah air yang satu. Menurut Hatta
keadaan bangsa tidak ditentukan oleh bahasa yang sama dan agama yang serupa, melainkan oleh
kemauan untuk bersatu. Dimana-mana ada kemauan untuk bersatu dalam perikatan yang
bernama “bangsa”, diwaktu itulah timbul kebangsaan Indonesia. Namun menurut Hatta, hal ini
masih kurang, tidak cukup hanya dalam perasaan saja menamai diri “anak Indonesia”. Masih
banyak di antar kita yang menamakan diri nasionalis Indonesia, akan tetapi pergaulannya dan
semangatnya masih terikat kepada daerah dan tempat individu tersebut dilahirkan. Siapapun
yang masih berperasaan terikat kepada daerahnya, Hatta dengan tegas menyatakan bahwa
individu tersebut bukan anak Indonesia melainkan anak provinsial. Cita-cita Indonesia merdeka
dapat tercapai bilamana semangat provinsial dapat hilang dan anak Indonesia tulen semakin
bertambah. Hatta menyebutkan tanda-tanda dari anak Indonesia tulen adalah anak tersebut tidak
takut berpergian kemana pun juga dalam Indonesia, di atas segala lapangan tanah air, ia hidup
dan bergembira.136
B.2.2. Demokrasi Hatta
Dalam konsep demokrasi, Hatta menolak demokrasi yang bertumpu pada kepentingan
feodal, serta demokrasi yang bertumpu pada dominasi kepentingan satu golongan agama yang
136Ibid.,134-135.
Gerald J. Tampi 752011042 | 97
menindas golongan agama lainnya, seperti yang pernah terjadi pada abad pertengahan ketika
Eropa terbenam dalam peperangan antar agama. J.J. Rousseau mencetuskan semboyan
“kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan” (1789) yang menjadi dasar pengembangan
demokrasi. Hakikat demokarasi ini ketika itu adalah pembebasan individu dari dominasi agama
sedangkan kemerdekaan individu diagung-agungkan. Bahkan, diartikan begitu ekstrem sehingga
dalam undang-undang dasar Prancis yang pertama, tercantum larangan orang berserikat. Karena
perserikatan itu membatasi kebebasan individu dan dalam ekonomi bergemalah semboyan
laissez faire, laissez passer, yakni “merdeka berbuat dan merdeka berjalan”. Individualime pada
waktu itu dianggap penting untuk melepaskan jiwa manusia dari kungkungan buatan manusia,
seperti feodalisme dan dominasi agama. Individualisme juga penting menumbuhkan daya cipta
manusia, sehingga tumbuh berkembang teknologi yang memicu revolusi industri. Sungguh pun
individualisme ini penting, namun perlu ada kekuatan penyeimbang untuk mengendalikannya
agar tidak mendominasi kehidupan. Dari sudut pandang ini, Hatta beranjak menolak demokrasi
yang mengutamakan individualisme, karena dalam perkembangan masyarakat kemudian, kaum
bermodal adalah pihak yang paling cepat bisa memanfaatkan demokrasi seperti ini. Dan kaum
pemodal, kapitalis, dapat tumbuh bila tidak ada kekuatan penyeimbang terhadap dirinya. Dengan
demikian, tumbuh dominan kaum kapitalis dalam demokrasi kapitalis ini. Dalam demokrasi
kapitalis ini terbuka lebar jalan l’exploitation de l’homme, yakni eksploitasi manusia atas
manusia. Manusia buruh dieksploitasi oleh manusia kapitalis. Manusia petani kecil dieksploitasi
oleh manusia pemilik tanah besar. Yang lemah dieksploitasi yang kuat. 137 Bagi Hatta, demokrasi
tidak akan pernah lenyap dari bumi Indonesia. menurutnya, terdapat tiga sumber pokok
demokrasi yang mengakar di Indonesia. Pertama,sosialisme barat yang membela prinsip-prinsip
humanism, sementara prinsip-prinsip ini dinilai juga sekaligus sebagai tujuan. Kedua, ajaran
137 Salman Alfarizi, Hatta, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 105-106.
Gerald J. Tampi 752011042 | 98
Islam memerintahkan kebenaran dan keadilan Tuhan dalam masyarakat. Ketiga, pola hidup
dalam bentuk kolektivisme sebagaimana terdapat di desa-desa wilayah Indonesia. ketiga sumber
inilah yang akan menjamin kelestarian demokrasi di Indonesia.138Menurut Hatta suatu kombinasi
organik antara tiga sumber kekuatan yang bercorak sosio religius inilah yang memberi keyakinan
kepada Hatta bahwa demokrasi telah lama berakar di Indonesia tidak terkecuali di desa-desa.
Bila di desa yang menjadi tempat tinggal sekitar 70% rakyat Indonesia masih mampu bertahan,
maka siapakah yang meragukan hari depan demokrasi di Indonesia.139
Hatta kemudian memperkenalkan Azas Kedaulatan Rakyat yang menurutnya berbeda
dengan Volkssouvereiniteit yang berdasar individualisme. Hatta mengakui ada persamaan nama,
namun bukan dalam rupanya. Hatta juga mengakui bahwa Timur boleh mengambil yang baik
dari Barat, tetapi jangan ditiru melainkan disesuaikan. Dalam mencari bentuk dan sifat
demokrasi di Indonesia, Hatta menyetujui musyawarah dan menolak mufakat. Alasannya adalah
musyawarah dinilai dapat menolak sikap menang sendiri seperti sikap diktaktor atau otoriter.
Sedangkain mufakat, merupakan cara mengambil keputusan tanpa seorang atau beberapa orang
menunjukkan perbedaannya, sehingga mufakat mudah dilakukan di desa-desa, tetapi tidak pada
pusat-pusat pemerintahan kerajaan kuno. Untuk membangun Negara, Hatta melihat sifat
musyawarah perlu diterapkan dalam badan-badan perwakilan. Sistem perwakilan sangat tepat
untuk Indonesia yang begitu besar dan luas. Hatta juga menambahkan, dalam masyarakat yang
demokratis, seperti di Indonesia, mentalitas orang berlainan dengan masyarakat individualistis,
138Ahmad Syafii Maarif, Nasionalisme, Demokrasi, dan Keadilan Sosial, (Yogyakarta: Perpustakaan
Yayasan hatta, 1999), 2. 139 Moh. Hatta, Kumpulan Pidato II. (Jakarta: Idayu Press, 1983), 13.
Gerald J. Tampi 752011042 | 99
sebab dalam segala tindakan dan pernyataan pendapatnya, selalu dikemudiakan oleh kepentingan
umum. 140
Menurut Hatta, hak politik harus berada di tangan rakyat agar rakyat dapat
mengembangkan hak demokrasinya. Berdasarkan hal ini, Hatta mengemukakan lima pokok
gagasan yang dapat menjamin hak demokrasi rakyat, yaitu
1. Adanya kebebasan berserikat dan berorganisasi. Hatta berpendapat bahwa
tumbuhnya organisasi perlu sebagai kekuatan pengimbang bagi kelompok
bermodal, kelompok bersenjata dan kelompok yang mendominasi masyarakat
politik yang cenderung mendominasi sehingga sering kali melakukan
penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.
2. Kebebasan menyatakan pendapat dalam tulisan dan lisan. Menurut Hatta
pemaksaan pendapat harus dicegah agar masyarakat tidak tertipu oleh
informasi yang cenderung bersifat indoktrinasi, untuk itu Hatta sangat
mendukung adanya kebebasan pers.
3. Hak sanggahan secara massal yang sudah dikenal dalam masyarakat desa di
Jawa yang dilakukan tanpa kekerasan. Hatta berpendapat, pada masa sekarang
sanggahan massal bisa terwujud dalam bentuk surat protes massal, polling
publik, guguatan publik, aksi dan wacana publik. Untuk itu penguasa harus
dapat memahami dan menanggapi sanggahan publik.
4. Pembangkitan semangat gotong-royong, rasa bersama, kolektivitas untuk
bersama-sama menerima atau menolak sesuatu.
140 Wawan Tunggul Alam, Demi Bangsaku Pertentangan Sukarno vs Hatta, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2003), 392.
Gerald J. Tampi 752011042 | 100
5. Pemberdayaan kekuatan ekonomi masyarakat dari bawah, bottom-up, dengan
membuka aksesibilitas rakyat kecil pada pengelolaan sumber daya alam, juga
membuka aksesibilitas rakyat kecil pada sumber pembiayaan berupa modal
dan kredit perbankan dan membuka aksesibilitas rakyat kecil pada fasilitas
pendidikan, kesehatan, pengembangan teknologi, pemasaran dan modal.141
Dengan mewujudkan kelima pokok diatas, menurut Hatta demokrasi politik akan tumbuh
berimbang dengan demokrasi ekonomi yang terjalin dalam demokrasi kerakyatan.
B.2.3. Sebuah warisan: Ekonomi Kerakyatan
Pandangan Hatta tentang masalah-masalah kebangsaan seperti loyalitasnya terhadap
prinsip-prinsip demokrasi dan keberpihakannya terhadap nasib rakyat, kemudian dituangkan
dalam pemikiran tentang ekonomi kerakyatan. Hatta dikenal sebagai “Bapak Koperasi
Indonesia” karena pemikiran-pemikiran ekonominya yang pro-kerakyatan. Ketika masih belajar
ekonomi di Rotterdam, Hatta banyak mencermati nasib ekonomi modern yang pada saat itu
banyak dikendalikan oleh investor-investor Belanda, terutama dalam bidang pertanian dan
perkebunan. Hatta banyak menulis di Daulat Rakyat, yang bertujuan mempersatukan ekonomi
rakyat melalui pengembangan usaha koperasi yang berbasis pada asas kekeluargaan. Pemikiran
tersebut, sudah bergema semenjak Hatta terpilih menjadi ketua Perhimpunan Indonesia pada
tahun 1926. Pada saat itu Hatta menyampaikan pidato yang berjudul Economische Wereldbouw
en Machtstegenstellingen (Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan). Dari pidato
141Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 107-108.
Gerald J. Tampi 752011042 | 101
ini, Hatta bermaksud menganalisis struktur ekonomi dunia yang dapat dijadikan bahan pemikiran
untuk membangun perekonomian Indonesia yang pro terhadap rakyat.142
Kerangka dasar pikiran Hatta untuk mempertegas bangsa Indonesia sebagai bagian
bangsa yang mandiri diilhami oleh keinginan sebagai anak bangsa yang keluar dari cengkaraman
penjajahan Belanda. Nurani itu terus mengelana menerobos sekat-sekat imperialisme yang pada
akhirnya terfokus pada alur sejarah yang tak mungkin terhapus, yaitu 17 Agustus 1945.
Pergolakan intelektual Hatta sebagai pemimpin bagi rakyatnya tercermin dalam pasal 33 UUD
1945.143 Penegasan akan isi pasal tersebut disajikan dalam sebuah tulisan yang sangat
monumental, Ekonomi Indonesia di Masa Depan. Tulisan yang merupakan pidato Hatta sebagai
wakil presiden yang disampaikan pada Konfrensi Ekonomi Indonesia di Yogyakarta pada 1946.
Pidato tersebut merupakan penafsiran asli dari pasal 33 UUD 1945 secara yuridis-historis.
Terdapat 3 hal yang ditekankan Hatta dalam pidato tersebut yang menentukan perekonomian
suatu Negara, yaitu kekayaan tanah, kedudukan terhadap negeri lain dalam lingkungan
internasional dan sifat serta kecakapan rakyat. khusus untuk Indonesia, Hatta menambahkan 1
unsur, yaitu sejarahnya sebagai bekas tanah jajahan.
142Ibid.,118-119. 143 Bunyi Pasal 33 UUD 1945(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan, (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. (pasal 4 dan 5, merupakan pasal tambahan yang ditetapkan pada tahun 2002)
Gerald J. Tampi 752011042 | 102
B.3. Kesimpulan
Berbicara tentang Moh. Hatta, dibutuhkan waktu yang cukup panjang, hal ini dikarena,
Hatta sangat kaya akan visi, gagasan dan contoh-contoh konkret yang dialami oleh banyak
orang. Dalam kehidupannya nilai-nilaibaik yang positif dari timur dan barat telah menyatu
sebagaisuatu pedoman yang hampir sempurna. Bung Hatta merupakan konseptor utama tentang
kedaulatan rakyat. Rakyatadalah yang utama. Baik semasa pergerakan maupun sesudah
kemerdekan, rakyatmenjadi titik sentral perjuangan Hatta. Dengan pendidikan, rakyat harus
dibuat sadar akan harga dirinya. Sehingga rakyat bisa berpartisipasi dalam proses politik.
Rakyatmerupakan raja atas dirinya sendiri. Dengan berpegang pada prinsipnya
tentangkedaulatan rakyat, maka pemikiran-pemikirannya kemudian selalu setuju pada
rakyatseperti pada masalah kebangsaan dan perjuangannya kemudian dalam memasukkanhak-
hak rakyat dalam UUD 1945.
Hatta yang terlahir dan dibentuk dalam adat Minangkabau, kemudian diperlengkapi
dengan kehidupan akademik di negeri Belanda, menjadikan Hatta sebagai sosok yang sangat
unik, serta sangat disegani baik kawan maupun lawan. Tak dapat dipungkiri, Hatta memiliki
peranan yang sangat penting dalam memperkenalkan Indonesia di kancah Dunia Internasional.
Hal tersebut terlihat dengan sangat jelas, bagaimana Hatta semasa ia kuliah di negeri Belanda,
berbagai macam hal ia lakukan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. akibat
pergerakannya memperjuangkan kemerdekaan, Hatta beserta beberapa temannya sempat di
penjarakan oleh pemerintah Belanda. Hal tersebut tidak membuat Hatta mematahkan semangat
perjuangannya. Hatta yang lembut hati selalu mencari strategi untuk berjuang tanpa kekerasan.
senjata ampuh yang digunakan Hatta adalah otak dan pena. Daripada melawan dengan
kekerasan, Hatta lebih memilih untuk menyusun strategi, melakukan negosiasi dan menulis
Gerald J. Tampi 752011042 | 103
berbagai artikel dan buku untuk perjuangan nasib bangsa. Prinsip ini muncul, karena Hatta
memiliki rasa hormat terhadap sesama manusia, tidak memandang itu lawan maupun kawan.
Kerangka pemikiran Hatta tentang nasionalisme, didasari oleh pandangannya terhadap
berbagai macam fenomena yang terjadi di Indonesia. sekurang-kurangnya terdapat 3 unsur
nasionalisme yang berada di Indonesia pada waktu itu, yaitu ningrat, intelek dan rakyat. Menurut
Hatta Nasionalisme rakyatlah yang paling cocok untuk berada di Indonesia. hal tersebut menurut
Hatta, rakyat memiliki peranan yang sangat penting dalam tumbuh kembangnya suatu bangsa
atau dengan kata lain, kebangsaan tidak bisa dipisahkan dari kerakyatan. Kedua konsep ini,
merupakan butir pemikiran Hatta yang paling mendasar dalam satu tarikan napas dan sekaligus
melintasi semua gagasan Hatta tentang persatuan, kemerdekaan, demokrasi, ekonomi dan
sejumlah gagasan politiknya yang lain, termasuk kaderisasi. Dalam hal demokrasi, terlihat
dengan sangat jelas bahwa bagi Hatta demokrasi barat berhasil diterapkan dinegara-negara maju
karena sesuai dengan budaya dan karakter masyarakat barat yang individualis. Wajar jika
demokrasi barat yang diterapkan secara murni dinegara-negara berkembang berujung
padakegagalan, karena karakter masyarakat timur yang kolektif. Namun bukan berarti demokrasi
secara subtansi tidak baik. Hanya saja demokrasi yang perlu dikembangkan menurut Hatta
adalah demokrasi yang digali dari bangsa itu sendiri. Untuk Indonesia Hatta menilai bahwa
demokrasi yang cocok adalah demokrasi yang dibangun atas dasar kolektivitas dan
kekeluargaan. Dibidang politik demokrasi menjunjung tinggi nilai musyarawah mufakat
(kolektivitas) dalam mengambil keputusan sedangkan dalam bidang ekonomi dikembangkan
ekonomi berdasarkan kekeluargaan yang terwujud dalam koperasi.