Post on 04-May-2018
39
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG PENENTUAN NOMINAL MAHAR
DI DESA MOROREJO KECAMATAN KALIWUNGU
KABUPATEN KENDAL
A. Keadaan Umum Desa Mororejo Kec.Kaliwungu Kab.Kendal
1. Letak Geografis
Desa Mororejo adalah salah satu wilayah dari Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Kendal, dengan ketinggian tanah kurang lebih satu
meter dari permukaan laut. Jarak dari Desa Mororejo ke Kecamatan
Kaliwungu adalah 7 Km, jarak dari desa ke Pembantu Bupati Kendal
Wilayah Kaliwungu adalah 6 Km, jarak dari desa ke Ibukota Kabupaten
adalah 14 Km, dan jarak dari desa ke Ibukota Propinsi adalah 25 Km.
Secara geografis batas wilayah Desa Mororejo adalah sebagai
berikut:
- Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kota Semarang
- Sebelah barat berbatasan dengan Desa Wonorejo
- Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
- Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kutoharjo
Adapun luas wilayah Desa Mororejo adalah 1.435,095 Ha. Dengan
luas wilayah tersebut terbagi dalam 7 (tujuh) dusun, yang mempunyai 8
(delapan) RW dan 37 (tiga puluh tujuh) RT. Adapun dusun-dusun tersebut
adalah:
40
1. Dusun Sabetan,
2. Dusun Kemantenan,
3. Dusun Gempol,
4. Dusun Padolengan,
5. Dusun Gatak,
6. Dusun Ngebum I,
7. Dusun Ngebum II.
Mengenai penggunaan tanah atau pemanfaatan tanah oleh
masyarakat Desa Mororejo, dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
TABEL I
Penggunaan Tanah Desa Mororejo1
No. Jenis Luas (Ha)
1. Tanah Sawah 328,752 Ha
2. Tanah Tambak 598,235 Ha
3. Tanah Pekarangan 125,586 Ha
4. Lain-lain (Sungai, Jalan, Pemakaman) 382,522 Ha
Jumlah 1435,095 Ha
Desa Mororejo merupakan daerah pantai dengan ketinggian kurang
lebih 1 meter diatas permukaan air laut, maka suhu rata-rata berkisar
antara 25-30 derajat celcius, sedangkan curah hujan berkisar antara 1500
s/d 2000 mm per 1 tahun. Dengan curah hujan yang demikian ini, maka
1 Pemerintah Desa Mororejo, Mengenal Desa Mororejo, (Mororejo. 1993) cet. 1, hlm. 5
41
tanah di Desa Mororejo tergolong tanah yang agak subur dengan didukung
oleh pengaturan irigasi yang cukup baik.
Dengan melihat uraian di atas, maka tanah sawah di Desa
Mororejo dapat ditanami padi, umbi-umbian dan kacang-kacangan.
Sedangkan tanah yang berada didekat pantai dapat dimanfaatkan sebagai
lahan tambak, dan tanah disekitar pekarangan rumah dapat ditanami
dengan kelapa dan pohon buah-buahan.2
2. Keadaan ekonomi dan potensi sosial budaya
a. Keadaan ekonomi
Perekonomian masyarakat Desa Mororejo sebagian besar
ditunjang oleh hasil bumi atau pertanian, karena tanah di Desa
Mororejo tergolong cukup subur dan pengairan disana juga cukup
untuk mengairi seluruh area persawahan yang ada. Sebagian besar dari
mereka bermata pencaharian sebagai petani, dan dalam cara bertani,
mereka tidak lagi seperti petani-petani tradisional pada umumnya.
Dalam hal peralatan misalnya, untuk membajak tanah, mereka tidak
lagi menggunakan sapi atau lembu, akan tetapi menggunakan traktor.3
Dalam masalah tanaman, merekapun tidak selalu menanam padi, dan
jagung seperti dahulu. Tanaman yang mereka tanam bervariasi, dari
buah-buahan dan sayur-sayuran.
Walau demikian bukan berarti semua penduduk Desa Mororejo
bermata pencaharian sama yaitu sebagai petani. Selain bertani,
2 Ibid, hlm. 4-6 3 Wawancara, dengan bapak Turmudli yang Menjabat sebagai Bayan Tani, 3 Mei 2006
42
penduduk Desa Mororejo juga bervariasi dalam pekerjaannya, di
daerah yang agak dekat dari pantai banyak diantara mereka yang
memanfaatkan tanahnya untuk dijadikan tambak, baik tambak ikan dan
tambak udang, nampaknya pertanian tambak di Desa Mororejo cukup
produktif. Hal ini juga dikarenakan kepedulian pemerintahan desa
yang sering mengadakan penyuluhan yang bekerjasama dengan Dinas
Perikanan. Selain menjadi tani tambak, ada juga sebagian dari mereka
yang memilih mata pencaharian sebagai nelayan.
Dalam usaha perdagangan, mengingat di Desa Mororejo ada
dua buah pabrik yang cukup besar dengan jumlah karyawan yang
hampir mencapai ribuan, yaitu PT. Kayu Lapis Indonesia dan PT.
Rimba Partikel Indonesia, sebagian penduduk yang mempunyai lahan
dan rumah di pinggir jalan raya, mereka memanfaatkannya dengan
mendirikan toko, warung makan atau kios-kios kecil-kecilan untuk
menyediakan kebutuhan para karyawan pabrik tersebut juga kebutuhan
masyarakat sekitarnya. Namun banyak juga masyarakat Desa Mororejo
yang berjualan di pasar Kaliwungu, karena di Desa Mororejo tidak
mempunyai pasar yang besar, yang ada hanya pasar tradisional, itupun
hanya kecil-kecilan, namun demikian tidak mengurangi semangat
masyarakat Desa Mororejo untuk berusaha dan berdagang, karena
daerah Desa Mororejo sebelah selatan sangat dekat bahkan hanya
sekitar 500 meter dari pasar Kaliwungu.
43
Dengan sarana dan prasarana yang ada di Desa Mororejo,
dirasa dapat ikut mendukung pemenuhan kebutuhan material bagi
penduduk Desa Mororejo seperti yang diharapkan dan memperlancar
perekonomian penduduk desa.
Banyak juga penduduk Desa Mororejo yang menjadi pegawai
negeri sipil, TNI, Angkatan laut, Polri dan ada juga yang memilih
mengadu nasib bekerja di kota-kota besar seperti Jakarta, bahkan
sampai ke luar negeri.4
b. Potensi sosial dan budaya
1. Umum
Kebudayaan yang terdapat di bumi nusantara ini sebagian
besar adalah peninggalan dari nenek moyang yang perlu kita
junjung tinggi, kebudayaan-kebudayaan tersebut adalah warisan
dari para leluhur yang perlu dilestarikan karena memang
mempunyai kandungan nilai yang luhur dan tidak terpengaruh
oleh kebudayaan luar, begitu juga dengan kebudayaan yang ada
pada masyarakat Desa Mororejo, oleh karena itu kebudayaan yang
beraneka ragam coraknya tersebut perlu dijaga dan dilestarikan.
Demikian pula dengan kebudayaan yang bersifat
tradisional, juga perlu digali, dikembangkan dan dilestarikan,
4 Wawancara, dengan bapak Drs. Suyuti, yang menjabat sebagai Carik. 3 Mei 2006.
44
sehingga dapat memberikan nuansa dan corak yang khas dari
masing-masing daerah.5
2. Pendidikan
Dalam mencapai tujuan untuk mencerdaskan bangsa, maka
pemerintah senantiasa memperhatikan lembaga pendidikan, bahkan
sampai yang ada di pelosok desa, sehingga masyarakat mendapat
kesempatan untuk belajar atau memperoleh pengetahuan, baik
melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal.
Dibawah ini adalah tabel mengenai fasilitas pendidikan,
jumlah tenaga pendidik dan murid yang ada di Desa Mororejo.
TABEL II
Jumlah Sekolah, Guru dan Murid di Desa Mororejo6
No Tingkat Pendidikan Jumlah Sekolah
Jumlah Pengajar
Jumlah Murid
1 Taman kanak-kanak 1 6 54
2 Sekolah dasar 2 19 612
3 Kursus-kursus 1 4 43
4 Madrasah ibtidaiyah 3 16 483
Kehidupan beragama
Penduduk Desa Mororejo adalah mayoritas pemeluk agama
Islam, yaitu sebanyak 6.979, sedangkan pemeluk agama Kristen
5 Op.cit, hlm. 34 6 Ibid., hlm. 35
45
Katholik sebanyak 24 orang, Kristen Protestan sebanyak 19 orang,
dan pemeluk agama Budha 4 orang, walaupun tidak semuanya
penduduk desa Mororejo memeluk agama Islam, kehidupan
beragama di Desa Mororejo berjalan dengan baik Hal tersebut
nampak pada berjalannya kegiatan masyarakat yang tidak bersifat
keagaman, seperti dalam bidang olah raga, gotong royong dan kerja
bakti.
Dengan demikian terbinanya suasana hidup beragama
sangat nampak dan tak pernah terjadi pertengkaran antara pemeluk
agama satu dengan yang lainnya, kehidupan beragama ini sudah
dilaksanakan selaras, serasi dan seimbang. Suasana seperti itulah
yang dijadikan dasar guna memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa serta meningkatkan amal untuk bersama-sama membangun
masyarakat yang sejahtera.
Untuk mengetahui sampai dimana pembangunan dalam
bidang keagamaan, berikut ini adalah data tentang prasarana
peribadatan yang ada di Desa Mororejo.7
TABEL III
No. Tempat Ibadah Jumlah
1. Masjid 4 buah
2. Surau/Mushola 16 buah
7 Ibid., hlm. 37
46
Perlu diketahui setelah diundangkannya Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta seringnya diadakannya
penyuluhan-penyuluhan tentang nikah, talak, cerai dan rujuk, baik
secara formil oleh Departemen Agama, maupun non formil oleh
pemuka-pemuka agama di Desa Mororejo, maka perkawinan
dibawah umur, talak dan perceraian yang terjadi di Desa Mororejo
dapat ditekan sekecil-kecilnya.8
Karena Desa Mororejo adalah desa yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, maka kegiatan yang dilakukan
penduduk Desa Mororejo tidak lepas dari kegiatan-kegiatan
keagamaan Islam yang dijalankan dengan baik. Kegiatan-kegiatan
keagamaan itu diantaranya adalah :
- Peringatan hari-hari besar Islam.
Masyarakat Desa Mororejo selalu memperingati hari-
hari besar dalam Islam, seperti hari raya Iedul fitri, Iedul adha,
Isra’ mi’raj dan Maulid nabi. Dalam memperingati Isra mi’raj
dan Maulid nabi, masyarakat Desa Mororejo biasanya
mengadakan pengajian, baik pengajian dalam lingkup kecil,
setingkat RT, per musholla, per masjid yang ada, tingkat dusun,
sampai pengajian akbar yang diprakarsai oleh aparatur
pemerintahan desa.9
8 Ibid. 9 Wawancara dengan bapak Imron, 6 Mei 2006.
47
- Tahlilan dan yasinan.
Masyarakat Desa Mororejo selalu melakukan tahlilan
dan yasinan secara rutin, setiap R.T yang ada di Desa Mororejo
mempunyai jama’ah tahlil sendiri-sendiri. Kegiatan ini
dilaksanakan setiap malam jum’at, yang pelaksanaannya
bertempat di rumah-rumah penduduk secara bergiliran.
Kegiatan tahlilan dan yasinan tersebut juga dilaksanakan
ketika ada masyarakat yang meninggal dunia, biasanya
pelaksanaannya adalah sampai tujuh malam berturut-turut,
malam ke-40 setelah meninggal atau yang disebut matang
puluh, malam ke-100 setelah meninggal yang biasa disebut
nyatus dan malam ke-1000 setelah meninggal atau yang biasa
disebut dengan istilah nyewu.10
- Manaqiban
Selain tahlil dan yasinan, masyarakat Desa Mororejo
juga melakukan kegiatan yang dinamakan manaqiban.
Manaqiban ini dilakukan oleh penduduk desa yang mempunyai
hajat tertentu, semisal: ketika acara pemberian nama bagi anak,
acara aqiqah, dan syukuran pribadi penduduk, semisal ada
keluarga yang salah satu anggota keluarganya pulang dari
bekerja diluar negeri dan mendapat uang yang cukup banyak
10 Wawancara dengan bapak Rasam, 8 Mei 2006.
48
- Barzanjinan
Masyarakat Desa Mororejo juga melakukan kegiatan
keagamaan yang dinamakan barzanjin. Kegiatan ini
dilaksanakan di masjid, mushola-mushola yang rata-rata diikuti
oleh remaja dan juga tempat pengajian anak-anak, yang
dipimpin oleh ustadz atau guru ngaji dan hanya diikuti oleh
murid-murid pengajiannya.11
3. Hasil pembangunan bidang kesehatan
Dengan diusahakannya upaya kesehatan oleh pemerintah
bersama aparatur desa, PKK, tokoh masyarakat, para kader
kesehatan desa, dengan dukungan serta partisipasi masyarakatnya,
Desa Mororejo telah dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakatnya.
Beberapa kegiatan yang menunjang kesehatan masyarakat
dapat dilihat dari:
a) Telah ditatarnya beberapa kader oleh Dinas Instansi terkait,
yaitu Kader Kesehatan/Posyandu, Kader Gizi, PKD, SKD dan
PKMD;
b) Penyuluhan kesehatan tentang pengobatan ibu hamil, imunisasi
dan pentingnya ASI;
c) Meningkatkan kebersihan lingkungan rumah;
d) Penyuluhan tentang KB (Keluarga Berencana)
11 Wawancara, dengan bapak Muchtar yang Menjabat Sebagai Modin, 7 Mei 2006
49
Pelaksanaan program KB adalah bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan keluarga
bahagia, disamping itu sebagai jalan untuk menekan laju
pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup pesat.
Dengan adanya motivasi yang terus menerus, maka program KB
yang ada di Desa Mororejo dapat terlihat hasilnya, karena
tanggapan dari masyarakat cukup baik.walau tidak seluruh
masyarakat Desa Mororejo melaksanakan program tersebut,
namun para Akseptor KB tersebut sudah mempunyai kesadaran
cukup tinggi. Adapun sasaran dari pelaksanaan program KB
tersebut adalah P.U.S atau pasangan usia subur.
e) Penyuluhan tentang kelestarian lingkungan hidup;
f) Perencanaan sehat, meningkatkan peranan ibu/wanita dalam
keluarga dan masyarakat.
Untuk memperoleh atau meningkatkan kwalitas dan
kelangsungan hidup bayi dan balita di Desa Mororejo telah
diadakan kegiatan posyandu. Dan untuk menjaga kekebalan
anak balita dari penyakit, maka dilaksanakan imunisasi.12
4. Olah raga, seni dan kebudayaan
- Bidang olah raga
Kegiatan olah raga yang ada di Desa Mororejo dapat
dikatakan maju. Karena terbukti dengan meraih beberapa
12 Pemerintah desa Mororejo, op. cit., hlm. 38
50
kejuaraan di tingkatan Kecamatan Kaliwungu. Organisasi
pemuda dalam bidang olahraga ada pada setiap dusun, hal
tersebut terbukti dengan adanya kegiatan olahraga yang di
laksanakan.
Sesuai dengan anjuran pemerintah untuk
memasyarakatkan olahraga dan meng-olah ragakan masyarakat,
Kepala Desa Mororejo cukup tanggap dengan mengadakan
pembinaan kegiatan olah raga, yang meliputi:
Sepak bola;
Volley ball;
Badminton;
Sepak takraw;
Ping-pong.
- Kesenian dan kebudayaan.
Kesenian yang ada di Desa Mororejo kebanyakan masih
bersifat tradisional, hal tersebut sebagai wujud dari pelestarian
kebudayaan nenek moyang. Disamping kebudayaan yang masih
bersifat tradisional, belakangan ini juga mulai nampak
bermunculan kesenian yang bercorak baru. Adapun kesenian
yang ada di Desa Mororejo, antara lain:
Samproh ;
Terbang genjring ;
51
Terbang jawan atau blantenan.13
- Adat istiadat.
Penduduk Desa Mororejo sebagian besar adalah
pemeluk agama Islam dan masyarakatnya sudah tergolong
maju. Walau demikian mereka tetap memegang adat-adat yang
berlaku dan melestarikannya dengan melaksanakan upacara
tradisional sebagai warisan dari orang-orang terdahulu,
diantaranya adalah;
Suran;
Memperingati tahun baru jawa, yang biasanya diisi dengan
acara “selametan”. Biasanya dalam selametan ini warga
membuat bucu atau tumpeng (nasi lengkap dengan lauknya
yang dibentuk seperti gunung).
Mauludan;
Memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang
biasanya diisi dengan diadakannya pengajian umum dan
selamatan.
Rejeban;
Memperingati peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad
SAW, yang di isi dengan pengajian-pengajian dan biasanya
di akhiri dengan acara selamatan (makan-makan) bersama.
13 Ibid, hlm 40-41
52
Merti desa;
Memperingati hari jadi desa, untuk mengenang para
terdahulu yang menempati dan melakukan “babat alas”
(membuka dan menempati desa untuk yang pertama kali).
Sadranan (nyadran);
Karena wilayah sebelah utara Desa Mororejo adalah daerah
pantai, penduduk Desa Mororejo juga melakukan tradisi
“sadranan” atau yang biasa disebut dengan istilah sedekah
laut. Sadranan ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali,
penduduk Desa Mororejo mempunyai kepercayaan bahwa
dengan dilaksanakanya sadranan dapat menambah rezeki
bagi para nelayan yang mencari nafkah dengan mencari
ikan di laut dan sebagai perwujudan dari rasa syukur
kepada Allah yang telah melimpahkan rahmatnya kepada
penduduk Desa Mororejo. Nyadran tersebut bukan untuk
meminta pertolongan dari makhluk halus yang tentunya
dapat menumbuhkan kesyirikan. Pelaksanaan sadranan
tersebut hanyalah sebagai suatu kebudayaan, hal tersebut
dilaksanakan sebagai perwujudan rasa syukur dan untuk
memohon keselamatan ketika para nelayan mencari rezeki
dengan mencari ikan di laut.14
14 Wawancara dengan bapak Muslihin, 14 Mei 2006.
53
Selametan mitoni;
Sudah menjadi tradisi bagi penduduk Desa Mororejo, setiap
ada ibu-ibu yang hamil dengan usia kehamilan 7 bulan,
maka pihak keluarganya selalu mengadakan acara
selametan. Pihak yang bersangkutan berharap dengan
diadakannya acara tersebut, proses kehamilan ibu sampai
proses melahirkan berjalan sesuai dengan yang diharapkan
dan sebagai bukti dari rasa syukur kepada Allah yang telah
memberinya anugerah.
Selapanan bayi (puputan);
Acara tasyakuran yang dilaksanakan ketika ada keluarga
yang dikaruniai anak. selapanan ini dilangsungkan ketika
bayi yang lahir telah berusia 4 bulan, biasanya acara
“selapanan” ini diisi dengan pengajian kecil-kecilan.
Selametan ngambengan;
Acara selamatan bersama satu kampung atau satu gang
saja. Slametan ngambengan ini dilaksanakan di tengah jalan
kampung, Semisal: dalam memperingati malam 17 Agustus
sebagai hari kemerdekaan, maka penduduk desa membawa
nasi beserta lauk pauknya untuk kemudian diletakkan di
atas daun pisang yang ditata rapi di tengah-tengah jalan,
sedangkan para penduduk duduk dengan rapi di pinggirnya,
54
setelah itu nasi-nasi tersebut di makan secara bersama-sama
atau yang biasa disebut dengan ngambengan.
Pudunan atau mudun-mudunan.
Termasuk rangkaian dari acara selapanan, dan prosesi
acaranya juga hampir sama dengan selapanan. Pada acara
pudunan ini biasanya pihak keluarga mengundang tetangga
sekitar untuk selamatan, Pudunan ini dilakukan sebagai
wujud syukur kepada tuhan, karena anak tercinta mereka
sudah mulai turun dari gendongan ibunya dan mulai belajar
merangkak maupun belajar berdiri.15
B. Penentuan Nominal Mahar di Desa Mororejo Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Kendal
Walau Desa Mororejo adalah desa yang tergolong cukup maju dalam
wilayah Kecamatan Kaliwungu, penduduk Desa Mororejo masih memegang
tradisi dan melaksanakan adat yang berlaku di desanya. Ini adalah sebagai
salah satu bukti bahwa penduduk Desa Mororejo selalu menghormati
pendahulu mereka yang telah mewarisi tradisi, adat dan kebudayaan.
Sebagaimana yang telah diterangkan pada bab II dalam skripsi ini,
bahwa sebuah perkawinan mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi,
yang salah satu syaratnya adalah pemberian mahar.
Islam tidak menetapakan kadar atau besar kecilnya mahar karena
adanya perbedaan kemampuan, kaya dan miskin, lapang dan sempitnya
15 Wawancara dengan bapak Sunarto, 14 Mei 2006.
55
kehidupan atau banyak sedikitnya penghasilan. Selain itu, tiap masyarakat
mempunyai adat istiadat sendiri-sendiri atau tradisi yang berbeda-beda. Oleh
karena itu, Islam menyerahkan masalah masalah kadar mahar tersebut kepada
kemampuan masing-masing orang atau keadaan dan tradisi keluarganya.
Semua nash yang memberikan dalil tentang mahar hanya bermaksud untuk
menunjukkan pentingnya nilai mahar tersebut, tanpa menentukan besar
kecilnya jumlah.16
Dalam masalah pemberian mahar, masyarakat Desa Mororejo
mempunyai tradisi yang cukup unik dan berbeda dengan daerah lainnya dalam
menentukan mahar perkawinan Tidak jarang tradisi penentuan nominal mahar
ini menimbulkan permasalahan, karena pihak laki-laki merasa diberatkan
dengan aturan tersebut,17 sedangkan Islam menghendaki meluaskan jalan dan
kesempatan kepada sebanyak mungkin laki-laki dan perempuan untuk
menempuh hidup sebagai suami istri, agar masing-masing dapat menikmati
hubungan yang halal dan baik. Untuk mencapai hal ini, tak lain daripada harus
memberikan jalan yang mudah dan sarana yang praktis sehingga orang-orang
fakir yang sulit mengeluarkan biaya yang cukup besar, padahal mereka
merupakan jumlah yang terbanyak dari ummat manusia yang mampu untuk
berumah tangga. Karena itu Islam tidak menyukai mahar yang berlebih-
lebihan. Bahkan sebaliknya mengatakan bahwa setiap kali mahar itu murah
16 Dr. Nurjannah, Mahar Pernikahan (Mahar dalam Perdebatan Ulama Fiqih),
Jogjakarta: Prismasophie Press, 2003 cet.1, hlm. 71 17 Wawancara dengan bapak Sugiarto, Sebagai Kepala Desa, 6 Mei 2006
56
sudah tentu akan memberi barakah dalam kehidupan suami istri. Dan mahar
yang murah adalah menunjukkan kemurahan hati si perempuan.18
1. Sekilas tentang sejarah tradisi penentuan nominal mahar
Sudah dari generasi satu ke generasi berikutnya, masyarakat Desa
Mororejo selalu melaksanakan penentuan nominal mahar. Menurut salah
satu tokoh masyarakat yang bernama bapak Misbachun, sejarah tentang
latar belakang penentuan nominal mahar yang ditentukan dari kelipatan
sepuluh uang peningset ini sudah sejak dulu dilaksanakan. Adat ini turun
temurun dilaksanakan dari leluhur mereka terdahulu hingga sampai kurun
waktu saat ini. menurut sepengetahuan beliau, adat ini juga bersumber dari
keyakinan dalam agama Islam seperti “bila seseorang berbuat kebajikan
sejumlah satu kali maka balasan yang akan ia dapat juga berlipat-lipat
pula”. Beliau juga menggambarkan hal tersebut dengan perumpamaan
menanam padi, dari sebulir padi yang ditanam maka dapat tumbuh sepuluh
batang padi yang nantinya akan menghasilkan berpuluh-puluh bahkan
ratusan bulir padi. Adat tersebut sudah dijalankan turun-temurun, dan
menurut beliau adat tersebut tetap dijalankan masyarakat karena memang
tidak bertentangan dengan hukum Islam yang hanya mewajibkan
pembayaran mahar dan tidak ada aturan tentang bagaimana cara
menentukan nominal mahar dan aturan tentang sedikit atau banyaknya
mahar yang harus dibayarkan, karena memang semua itu diserahkan
18 Sayyid Sabiq, alih bahasa Drs. Moh. Talib, Fiqh Sunnah 7, Bandung: PT. al-Ma’arif,
1993, hlm. 58
57
kepada masing-masing pribadi sesuai kemampuan, kebiasaan yang berlaku
di keluarga ataupun daerah di mana ia tinggal dan persetujuan antara
kedua belah pihak.19
2. Penjelasan tentang tradisi penentuan nominal mahar
Pelamaran atau peminangan merupakan pola yang umum
dilakukan oleh masyarakat; maksudnya adalah, pola yang dapat ditemui
pada tiap masyarakat (hukum adat) yang ada di Indonesia. Cara melakukan
lamaran pada hakekatnya terdapat kesamaan, namun perbedaan-
perbedaannya hanyalah terdapat (kira-kira) terdapat pada alat atau sarana
pendukung proses lamaran itu.20
Bila peminangan atau lamaran diterima baik, maka tidak mungkin
sekaligus mengakibatkan perkawinan, akan tetapi mungkin dilakukan
pertunangan terlebih dahulu. Pertunangan baru akan mengikat kedua belah
pihak, pada saat diterimanya hadiah pertunangan yang merupakan alat
pengikat atau tanda yang kelihatan, yang biasanya diberikan oleh pihak
laki-laki,21 dalam pertunangan itu juga membahas kesepakatan kedua
belah pihak untuk melangsungkan suatu perkawinan dengan segala sesuatu
keperluannya.
Tradisi yang berlaku pada masyarakat Desa Mororejo tentang
mahar yang ditentukan jumlahnya adalah sebagai berikut; ketika calon
19 Wawancara dengan bapak Misbachun, tanggal 14 Mei 2006. 20 Prof. Dr. Soerjono Soekanto SH., MA dan Soleman b. Taneko SH., Hukum Adat
Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 1983, hlm. 246 21 Ibid, hlm. 247
58
mempelai pria melamar atau meminang calon mempelai wanita,
diharuskan bagi calon mempelai pria untuk memberikan peningset yang
mempunyai nama lain yaitu panjer.
Peningset atau panjer berarti pengikat, agar tidak ada laki-laki lain
yang mencoba memperistri atau mendekati pihak wanita dan sebagai bukti
dari kesungguh-sungguhan pihak laki-laki untuk memperistri si
perempuan. Dengan diberikannya peningset, bukan berarti pernikahan
adalah harus dilaksanakan antara kedua pihak yang bersangkutan
(mempelai laki-laki dan mempelai wanita), bila salah satu diantara mereka
merasa tidak cocok maka pertunangan tersebut dapat dibatalkan. Bila yang
membatalkan pertunangan adalah dari pihak perempuan, maka peningset
biasanya dikembalikan kepada pihak laki-laki. Sedangkan bila yang
membatalkan pertunangan adalah dari pihak laki-laki, maka biasanya
peningset-nya tidak diambil kembali, melainkan diserahkan kepada pihak
wanita.22
Dalam.jual beli, istilah panjer adalah berarti sebagai tanda jadi dan
sebagai uang muka pembayaran atas barang yang ditransaksikan dari calon
pembeli. Dalam ilmu fiqh ada istilah khiyar, yang berarti: boleh memilih
antara dua, meneruskan ‘aqad jual beli atau diurungkan, (ditarik kembali
tidak jadi jual beli). Diadakan khiyar oleh syara’, agar kedua orang yang
berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh,
supaya tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari, lantaran merasa
22 Wawancara dengan bapak H. Jaelani, 9 Mei 2006
59
tertipu.23 Khiyar juga berarti: “sesuatu hal yang bisa mengakibatkan
putusnya sebuah perjanjian bila ternyata di akhir waktu ada sesuatu yang
tidak disenangi/di luar kesepakatan mengenai barang yang diakadkan”.
Panjer diberikan supaya barang tersebut tidak dibeli oleh orang lain.
Sedangkan Peningset ini biasanya berupa cincin emas dan uang
sepantasnya. Walau jumlah uang itu hanya sepantasnya saja, tapi biasanya
kedua belah pihak bermusyawarah tentang jumlahnya terlebih dahulu, agar
mempelai pihak laki-laki (biasanya ketika calon mempelai laki-laki berasal
dari daerah luar) tidak terkejut ketika perkawinan dilangsungkan dan
ternyata nominal mahar yang harus diberikan adalah berjumlah 10 x lipat
dari uang peningset yang diberikan ketika lamaran.24
Adat ini tidak hanya berlaku bagi calon mempelai laki-laki dari
luar Desa Mororejo saja, calon mempelai pribumi Desa Mororejo-pun
terikat dalam adat ini. Seperti yang dituturkan salah satu responden yang
merupakan penduduk asli Desa Mororejo, ketika dia melamar perempuan
dari luar Desa Mororejo yang notabene pihak perempuan dan keluarganya
tidak tahu menahu tentang adat ini, iapun tetap melaksanakannya. Ketika
melamar, Ia memberikan cincin emas seberat 2 gram dan uang tunai
sebesar Rp.100.000.00 (seratus ribu rupiah), tidak hanya itu, Ia juga
membawa buah tangan yang berupa makanan seperti roti, kue jenang,
jajanan pasar dan juga buah-buahan dengan jumlah yang tidak begitu
banyak atau ala kadarnya, karena nanti ketika pihak laki-laki datang pada
23 H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Jakarta, Attahriyah, Cet. 17, 1974, hlm. 275 24 Ibid.,
60
waktu proses pernikahan dimulai atau pada saat walimatul ursy, tentu Ia
akan membawa buah tangan lagi dengan jumlah yang bahkan lebih
banyak. Dengan diberikannya uang peningset sejumlah seratus ribu
tersebut, ketika Ia menikah dan memberikan mahar, maka maharnya
adalah berjumlah 10 x lipat dari Rp.100.000, yaitu sebesar
Rp.1.000.000.00 (satu juta rupiah), dan mengenai barang-barang bawaan
lainnya tidak berlaku kelipatan sepuluh, hanya nominal peningset itulah
yang dilipatkan sepuluh.
Menurut responden, ada kebanggaan tersendiri ketika Ia bisa
memberikan mahar yang cukup banyak menurut kemampuannya.
Disamping untuk menunjukkan betapa Ia mencintai istrinya, juga
merupakan simbol penghormatan bagi kedua orang tua dan keluarga pihak
perempuan.25
Tidak menutup kemungkinan, ketika tidak ada kesepakatan tentang
jumlah uang peningset dari kedua belah pihak, maka perkawinanpun batal
dilangsungkan. Hal seperti inilah yang bertentangan dengan hukum Islam
yang menghendaki kemudahan dan kemaslahatan dalam masalah seputar
perkawinan bagi para pemeluknya. Bila dari pihak perempuan meminta
mahar yang cukup banyak tentu akan memberatkan pihak laki-laki, karena
biasanya masih banyak acara dalam perkawinan yang membutuhkan dana
yang tidak sedikit, semisal acara tasyakuran/acara walimatul ursy dan
25 Wawancara dengan bapak Jumain, tanggal 8 Mei 2006.
61
segala sesuatu yang terkait dengan perkawinan tentunya juga
membutuhkan dana yang tidak sedikit.26
Dalam menentukan besarnya nominal mahar yang harus
diserahkan, ada pembicaraan khusus dari kedua pihak yang terkait tentang
masalah tersebut. Biasanya, pihak perempuan-lah yang mengajukan
permintaan, semisal dengan maskawin yang berjumlah satu juta rupiah dan
bila dari pihak laki-laki tidak keberatan maka tidak ada permasalahan. Jika
pihak laki-laki merasa keberatan dengan jumlah sebesar itu, maka
terjadilah negosiasi.
Bila dari pihak keluarga tidak merasa keberatan, jumlah mahar
yang sedikitpun tidak menjadi masalah. Semisal, uang peningset hanya
berjumlah Rp 50.000.00 maka maharnya hanya sebesar Rp 500.000.00, 27
tapi jika pihak laki-laki hanya memberikan peningset sebesar jumlah
tersebut, tentu akan merasa malu karena hanya mampu memberikan
peningset dengan jumlah yang sedikit.
Semisal pihak laki-laki tidak kuat membayar mahar dengan jumlah
sesuai kesepakatan pada saat pernikahan maka akibat yang dapat terjadi
adalah “pernikahan dapat digagalkan”, meski dalam kenyataannya pihak
laki-laki selalu membayar mahar sesuai dengan yang telah disepakati.28
Yang menjadi acuan tentang jumlah mahar yang berlaku di Desa
Mororejo adalah kelipatan 10 dari jumlah uang peningset, dan ini berarti
26 Wawancara dengan bapak Sodikin, tanggal 8 Mei 2006. 27 Jumain, op. cit. 28 Wawancara, dengan bapak Rodhi, 9 Mei 2006
62
mahar dalam jumlah yang banyak tidaklah satu keharusan, walau dengan
diberikannya mahar dalam jumlah yang cukup banyak, jelas akan
menambah kebanggaan tersendiri bagi pihak keluarga mempelai wanita
juga pihak laki-laki sebagai pemberinya.
Biasanya, penduduk Desa Mororejo ketika melakukan lamaran dan
memberikan peningset adalah sebesar Rp. 100-200.000.00 karena jika
jumlah peningset kurang dari seratus ribu rupiah, tentu pihak laki-laki akan
malu, untuk kurun waktu sekarang ini, uang sebesar Rp 100.000 itu
bukanlah jumlah yang banyak lagi. Saat ini, rata-rata nominal mahar yang
dijadikan standar adalah sebesar satu juta sampai dua juta rupiah..29
Kebanyakan perempuan dari Desa Mororejo melakukan
perkawinan dengan orang dari luar daerahnya. Walau demikian, bukan
berarti peraturan ini hanya diperuntukkan bagi laki-laki dari luar Desa
Mororejo, laki-laki yang berasal dari desa Mororejo sendiri-pun harus
melaksanakan adat tersebut. Tidak menutup kemungkinan ketika ada calon
mempelai baik dari luar Desa Mororejo maupun laki-laki dari desanya
sendiri yang diketahui taraf hidupnya lebih dari rata-rata orang, maka dari
pihak perempuan meminta mahar dengan jumlah yang cukup banyak.
Walau demikian, orang tua pihak perempuan tidak meminta hak atas
mahar yang diberikan, sepenuhnya mahar tersebut diserahkan hak
kepemilikannya kepada anak perempuannya.
29 Wawancara dengan bapak Syaifullah, 9 Mei 2006