Post on 30-Aug-2018
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-1
BAB II
TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
2.1. Transformasi Fourier
Transformasi fourier adalah hubungan matematik antara representasi
sinyal dalam domain waktu dengan representasi sinyal dalam domain frekwensi,
hubungan tersebut secara matematis bisa merubah hasil suatu domain ke dalam
domain lain [Smith,1999]. Secara matematik transformasi fourier merupakan
sejumlah eksponensial kompleks dari berbagai magnitudo,frekwensi, dan phase.
[Image Processing Toolbox User's Guide, The MathWork,Inc.1984-2004].
2.1.1. Amplitudo,Phase, dan Frekwensi
Terdapat bermacam teknik mepresentasikan sebuah fenomena. Teknik-
teknik tersebut dipakai untuk mempermudah dalam penyampaian informasi
kepada pengguna di bidangnya. Dalam bidang ekonomi misalnya ada teknik
grafik dan tabel yang menjelaskan suatu perubahan temporal mengenai keuangan.
Dalam bidang fisika suatu pergerakkan yang berulang kali (gerak periodik)
biasanya dipresentasikan dalam bentuk grafik gelombang. Gelombang sendiri
menggambarkan suatu siklus pergerakkan. Di dalam siklus tersebut terdapat
komponen-kompenen yang membentuk gelombang yaitu amplitudo, sudut phase,
dan frekwensi.
Amplitudo merupakan besar perpindahan maksimum dari titik
kesetimbangan (yaitu nilai maksimum dari garis x pada gambar 2.1.) dan
harganya selalu positif [Young & Freedman,2002]. Sudut phase yang
memberitahu pada titik apa dalam siklus,gerak berada pada t = 0 [Young &
Freedman,2002]. Sedangkan frekwensi adalah banyaknya siklus pada satu satuan
waktu [Young & Freedman,2002].
Gambar 2.1. Phase dan amplitudo yang membentuk gelombang sinus.
90o
180o
270o
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-2
Gambar 2.1. di atas memberi gambaran tentang phase dan amplitudo dari
perputaran sebuah lingkaran (siklus) yang membentuk gelombang sinus dengan
persamaan y = A sin (x), dimana x adalah ωt + φ. Pada gambar di atas garis A
adalah amplitudo sedangkan simbol φ adalah sudut phase.
Gambar 2.2. Tiga sudut fase yang berbeda (0,π/4, π/2) tetapi memiliki frekwensi
dan amplitudo yang sama.
T adalah perioda yaitu komponen gelombang yang merepresentasikan
waktu dalam satuan detik pada suatu siklus. Perioda merupakan kebalikan dari
frekwensi yang seperti telah disebutkan diatas merupakan jumlah siklus pada
suatu waktu. Dari gambar 2.2. terlihat bahwa satu siklus perputaran lingkaran dari
0 sampai 2π dimulai dari waktu pada saat t=0 sampai t=T. Dengan demikian
siklus pada gambar 3 memiliki satu frekwensi.
2.1.2. Sinyal & Spektrum
Sinyal adalah deskripsi bagaimana satu parameter merubah parameter
lainnya [Smith,1999]. Parameter tersebut merupakan sekumpulan informasi yang
ditimbulkan oleh suatu fenomena dan bisa diperlakukan sebagai data. Untuk
menemukan informasi apa saja yang terkandung dalam sinyal tersebut biasanya
para ahli menggambarkan spectrum sinyal itu sendiri.
Spektrum adalah plot 2D untuk menggambarkan distribusi frekwensi dari
power yang terkandung di dalam sinyal berdasarkan serangkaian data tertentu
[Smith,1999]. Contoh sederhana distribusi frekwensi y=sin(x)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-3
(a)
(b)
Gambar 2.3. (a) adalah sinyal y = sin(x), (b) Spektrum sin (x).
Jadi distribusi frekwensi menggambarkan penyebaran power pada saat tertentu.
Untuk melihat lebih jauh hubungan sinyal dengan spektrum diambil contoh dua
sinyal sinus dengan kosinus y1=sin(x) dan y2=cos(x) plotingnya di bawah ini:
Gambar 2.4. sin (x) dan cos (x)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-4
untuk mencari spektrumnya digunakan penjumlahan kedua sinyal diatas dengan
plotingnya sebagai berikut:
Gambar 2.5. Spektrum penjumlahan sin(x) dan cos(x)
Terdapat beberapa fungsi spesial dengan spektrum spesial. Impuls Dirac
adalah sebuah sinyal yang nol di mana-mana, kecuali di pusat sumbunya yang tak
terbatas. Hal ini sangat ideal untuk fungsi kontinyu [Vandevenne,2007]. Untuk
suatu fungsi diskrit pada komputer impuls Dirac bisa ditampilkan sama dengan
puncak tunggal dengan tinggi terhingga pada garis sumbu.
Gambar 2.6. Impuls Dirac[Vandevenne,2007].
Sama halnya pada puncak suara dalam suatu sinyal audio yang memiliki semua
frekwensi. Karenanya spektrum terlihat seperti ini (garis horizontal hitam) :
Gambar 2.7. Spektrum Impuls Dirac [Vandevenne,2007].
Spektrum bernilai positif di mana-mana, jadi tiap frekwensi terkandung
dalam sinyal. Hal ini berarti juga bahwa untuk mendapatkan suatu sejumlah
puncak fungsi sinus, maka perlu ditambahkan secara tak terhingga fungsi sinus
dasar dengan semua amplitudo yang sama dan digeser dengan phase tertentu.
Maka puncak tersebut akan saling menghilangkan, kecuali pada pusat sumbu
karena merupakan puncaknya. Dualitas diatas merupakan salah satu sifat
transformasi fourier.
Spesial sinyal lainnya adalah fungsi sinc(x); sinc(x) = sin(x)/x :
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-5
Gambar 2.8. sinc(X)
Gambar 2.9. Magnitudo dan phase sinc(x)
Spektrum fungsi di atas adalah rectangular.
Gambar 2.10. Spektrum sinc(x) [Vandevenne,2007].
Karena dualitas antara sinyal dan spektrumnya maka sinyal waktu rectangular
akan memiliki fungsi sinc (x) sebagai spektrumnya.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-6
2.1.3. Sifat-Sifat Transformasi Fourier Suatu sinyal sering ditulis dengan huruf kecil dan transformasi fourier atau
spektrumnya dengan huruf besar. Hubungan antara sinyal dan spektrumnya sering
dituliskan dengan f(x) <--> F(w), dengan sinyal di sisi kiri dan spektrumnya di
sisi kanan.
Transformasi fourier memiliki beberapa sifat yang bisa menjelaskan
kenapa spektrum dari sinyal tertentu punya bentuk tertentu [Vandevenne,2007],
yaitu:
1. Linearity
Jika fungsi f(x) dan g(x) memiliki transformasi fourier dan
dengan dan konsatantanya, maka fungsi transformasi fourier
adalah .
(2.1)
Sifat linearitas bisa diperluas pada kondisi dalam suatu penjumlahan,
sebagai contoh jika fk(x) memiliki transformasi fourier dan adalah
konstanta lalu
(2.2)
memiliki transformasi fourier
(2.3)
Artinya jika ada penambahan/pengurangan dua sinyal maka spektrumnya
ditambahkan/dikurangkan juga dan jika amplitudo sinyalnya dinaikkan/diturunkan
maka spektrumnya pun dinaikkan/diturunkan.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-7
Gambar 2.11 . Jika sin(x) ditambah cos (x) amplitudo spectrum menjadi
bertambah.
Pada gambar terlihat ketika fungsi sin (x) ditambah cos (x) maka
amplitudo maksimal dari asalnya satu pada saat sebelum penjumlahan menjadi
sepuluh pada spectrum setelah penjumlahan.
2. Scaling
Jika f(x) memilki transformasi fourier maka fungsi f(ax) untuk
memilki transformasi fourier
(2.4)
subtitusi t = ax. Maka didapatkan
(2.5)
Artinya jika dibuat fungsi yang lebih lebar dalam arah x maka spektrumnya akan
menjadi lebih kecil dalam arah x dan ampiltudonya pun akan berubah.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-8
Gambar 2.12. Spektrum menjadi kecil jika sinyal dibuat lebih lebar.
3. Frequency Shift
Jika f(x) memilki transformasi fourier lalu fungsi
memiliki transformasi fourier .
(2.6)
Sifat ini mengindikasikan bahwa perkalian dengan menggeser spektrum f(x)
sehingga membuatnya memusat di titik dalam domain frekwensi.
Gambar 2.13. Contoh hasil pergeseran spectrum.
Sebagai contoh f(x) memiliki spectrum . Ditentukan spectrum
frekwensi dari sinyal .Dengan formula Euler
maka . Menggunakan sifat linearitas dan
pergeseran akan didapatkan
ω=ω0
ω0 ω=ω0
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-9
(2.7)
4. Duality or Symmetry
jika f(x) <--> F(w) (2.8)
maka F(x) <--> f(-w) (2.9)
misalnya karena factor ini spektrum rectangular adalah fungsi sin dan pada saat
yang sama spektrum fungsi sin adalah spectrum rectangular juga.
Gambar 2.14. Contoh dualitas
5. Time-differentiation
Jika f(x) memilki transformasi fourier lalu turunannya
memiliki transformasi fourier .
(2.10)
diberikan differensiasi yang berhubungan dengan x
(2.11)
jika x n kali maka memilki transformasi fourier .
Artinya hasil differensiasi dalam domain waktu adalah perkalian aljebra dalam
domain frekwensi.
6. Symmetry Rules
• Transformasi fourier sinyal real dan genap adalah real dan genap juga
(misal terjadi simetrikal sinyal maka yang dicerminkan adalah sekitar
sumbu y)
• Transformasi fourier sinyal real dan ganjil adalah real dan ganjil juga
(ganjil mengartikan ketidaksimetrisan, dicerminkan disekitar titik pusat
sumbu)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-10
• Transformasi fourier sinyal real memiliki bagian real genap dan bagian
imajiner ganjil serta amplitudo yang selalu simetris.
• Transformasi fourier sinyal imajiner murni adalah simetris, tapi
transformasi fourier sinyal kompleks tidak selalu simetris.
7. Convolution
Konvolusi dua fungsi kontinyu u(x) dan v(x) yang diartikan ,
didefinisikan sebagai
(2.12)
Jika dan diartikan transformasi fourier sebagai u(x) dan v(x) maka
dan
Transformasi fourier pada konvolusi akan menjadi
(2.13)
Dengan merubah variable adalah maka transformasi bisa
diungkapkan sebagai
(2.14)
Konsekuensinya adalah transformasi fourier pada konvolusi adalah
produk dari transformasi
Seperti dijelaskan sebelumnya untuk mencari spektrum salah satu
metodenya adalah dengan mengkonvolusikannya secara sederhana dan terbatas
hingga rentang tertentu. Konvolusi dalam transformasi fourier adalah
penjumlahan dari perkalian sinus dengan kosinus [Boas,1983]:
f(x)= ao + ∑=
n
i 1
ai sin(ix) + ∑=
n
i 1
bi cos (ix) (2.15) dimana f(x) adalah amplitudo
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-11
Gambar 2.15. Contoh hasil konvolusi.
2.1.4. Discrete Fourier Transform
Salah satu sifat transformasi fourier dan inversenya adalah sinyal diskrit
yang periodik. Ketika digunakan pada komputer baik sinyal maupun spektrum
harus dalam bentuk diskrit dan keduanya akan periodik. Tapi dengan hanya
memakai satu period kita bisa mendapatkan sinyal terhingga. Jadi ketika memakai
Discrete Fourier Transform (DFT) sinyal atau gambar pada komputer secara
matematis mengatakan bahwa sinyal diulang secara tak hingga atau gambar di tile
kan secara tak hingga pula dan juga spektrumnya. Properti yang baik adalah
sinyal dan spektrum akan memiliki jumlah titik-titik diskrit yang sama, jadi
gambar DFT 128x128 piksel akan juga memiliki 128x128 piksel.
Ketika sinyal terhingga dalam waktu, batasan tak hingga integral bisa
digantikan oleh yang terhingga dan symbol integral bisa diganti oleh simbol
jumlah (Σ). Jadi DFT didefinisikan [Vandevenne,2007]sebagai:
∑−
=
Π−=1
0
/2N
k
Ninkkn efF (2.18)
dan inversenya :
∑−
=
Π=1
0
/21 N
n
Niknnk eF
Nf (2.19)
Terdapat bermacam definisi DFT, sebagai contoh pembagian dengan N
didepan DFT kebalikan inversenya atau dibagi dengan akar (N) di keduanya.
Untuk memplot di komputer hasil terbaik didapatkan dengan membagi dengan N
di depan DFT.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-12
Gambar 2.16. Terminologi DFT.
Pada domain waktu , x[] mengandung N angka dari 0 hingga N-1. Dalam
domain frekwensi, DFT memproduksi dua sinyal, bagian real (Re X[]) dan bagian
imajiner (Im X[]). Tiap sinyal domain frekwensi ini adalah angka sepanjang
N/2+1 dari 0 hingga N/2.
Forward DFT adalah transformasi dari domain waktu ke domain
frekwensi dengan rumus (2.18). Sementara Inverse DFT adalah transformasi dari
domain frekwensi ke domain waktu.
2.1.5. Fast Fourier Transform
Dalam notasi kompleks, masing-masing domain waktu dan frekwensi
berisi satu sinyal yang membuat N kompleks titik. Tiap kompleks titik ini dibuat
oleh dua angka, bagian real dan bagian imajiner.
FFT beroperasi dengan mendekomposisikan suatu N titik sinyal domain
waktu kedalam N sinyal domain waktu yang masing-masing dikomposisi oleh
suatu titik tunggal.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-13
Gambar 2.17. Contoh dekomposisi domain waktu yang digunakan dalam FFT [Smith,1999].
Pada contoh diatas, 16 titik sinyal didekomposisi menjadi empat tahap
terpisah. Tahap pertama memecah 16 titik sinyal kedalam dua sinyal yang
masing-masing berisi 8 titik. Tahap kedua medekomposisi data menjadi empat
sinyal masing-masing 4 titik. Pola ini berlanjut hingga N sinyal terkomposisi oleh
sebuah titik tunggal. Jalinan dekomposisi digunakan saat setiap sinyal terpecah
menjadi dua, oleh karena itu sinyal terpisah kedalam masing-masing angka
sampel ganjil dan genap. Dalam dekomposisi dibutuhkan tahapan log2N sebagai
contoh 16 titik sinyal (24) membutuhkan 4 tahap, 512 titik sinyal (27)
membutuhkan 7 tahap, 4096 titik sinyal (212) membutuhkan 12 tahap, dan
seterusnya.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-14
Gambar 2.18. Pemilahan pembalik bit FFT. [Smith,1999]
Dekomposisi tidak lebih dari reordering sampel dalam sinyal
[Smith,1999]. Gambar 2.18 menunjukkan pengaturan ulang pola yang dibutuhkan.
Sisi sebelah kiri angka sampel dari sinyal asli yang disusun menurut derajat
binernya. Ide yang paling penting adalah pembalikkan angka-angka biner satu
dengan lainnya. Contohnya sampel 3 (0011) dirubah dengan angka sampel 12
(1100). Dekomposisi domain waktu FFT biasanya diselesaikan dengan algoritma
pemilahan pembalik bit. Algoritma tersebut melibatkan pengaturan ulang perintah
N kali domain sampel dengan menghitung biner yang bit nya terbalik kiri atau
kanan.
Langkah berikutnya dalam algoritma FFT adalah mendefiniskan frekwensi
spectra pada satu titik sinyal waktu. Frekwensi spectrum satu titik sinyal adalah
sama dengan nilai frekwensi itu sendiri. Artinya tahap ini tidak dipakai. Meskipun
tidak dilibatkan, tiap 1 titik sinyal sekarang menjadi sebuah frekwensi spectrum
dan bukan suatu sinyal domain waktu lagi.
Langkah terakhir dalam FFT adalah mengkombinasikan N frekwensi
spectra dalam perintah akurat pembalik dimana domain waktu berada. Dalam
tahap ini algoritma menjadi berantakan. Sayangnya, shortcut pembalik bit tidak
aplikatif dan harus kembali ke tahap awal. Dalam tahap awal, 16 frekwensi
spectra (masing-masing 1 titik) disintesis ke dalam 8 frekwensi spectra (tiap 2
titik). Dalam tahap kedua, 8 frekwensi spectra (tiap 2 titik) disintesis ke dalam 4
frekwensi spectra (tiap 4 titik) dan begitu seterusnya. Tahap terakhir FFT
menghasilkan output 16 titik frekwensi spectrum.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-15
Gambar 2.19. Sintesis FFT. [Smith,1999]
Gambar 2.19 menunjukkan bagaimana dua frekwensi spectra (masing-
masing dikomposisikan 4 titik) dikombinasikan ke dalam frekwensi spectrum
tunggal 8 titik. Dalam kata lain operasi domain frekwensi harus mengacu pada
prosedur domain waktu dalam mengkombinasikan dua sinyal yang berisi 4 titik.
Dua sinyal domain waktu abcd dan efgh. 8 titik sinyal domain waktu bisa
dibentuk dengan dua tahap: dilute tiap 4 titik sinyal dengan nol supaya menjadi 8
titik sinyal lalu tambahkan tiap sinyal bersama-sama. abcd menjadi a0b0c0d0 dan
efgh menjadi 0e0f0g0h. Tambahkan dua sinyal 8 titik, hasilnya adalah aebfcgdh.
Yang diperlihatkan gambar, diluting domain waktu dengan nol mengacu pada
duplikasi frekwensi spectrum. Oleh karena itu frekwensi spktra dikombinasikan
dalam FFT dengan menduplikasikannya lalu menambahkan spectra terduplikasi
tersebut bersama-sama.
Satu dari sinyal domain waktu (0e0f0g0h dalam gambar ) digeser ke kanan
oleh satu sampel. Pergesran domain waktu ini mengacu pada perkalian spectrum
oleh suatu sinusoid.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-16
Gambar 2.20. Diagram alir sintesis FFT. [Smith,1999]
Gambar 2.20 menunjukkan diagram alir untuk mengkombinasikan dua
spectra 4 titik ke dalam spectrum tunggal 8 titik. Gambar 2.20 dibentuk dari pola
dasar dalam gambar 2.21 yang diulang terus menerus.
Gambar 2.21. FFT butterfly. [Smith,1999]
Butterfly adalah sebutan untuk diagram alir sederhana. Butterfly adalah
elemen dasar dari komputasi FFT yang mentransformasikan dua titik komplks ke
dalam titik kompleks lainnya. [Smith,1999]
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-17
Gambar 2.22. Diagram struktur seluruh operasi FFT. [Smith,1999]
2.2. Deskripsi Citra
Citra adalah representasi segala ‘pictorial’ tanpa memperhatikan alat atau
gelombang elektromagnetik inderaja yang dipakai untuk mendeteksi dan merekam
enerji elektromagnetik. Sedangkan foto mengacu secara khusus kepada citra yang
mendeteksi dan merekam pada film fotografi ataupun dalam bentuk dijital (foto
dijital). Berdasarkan definisi diatas maka dapat dikatakan bahwa foto adalah citra
tetapi bukan berarti semua citra adalah foto [Catatan kuliah Inderaja,Wikantika]
Ada beberapa macam foto salah satunya adalah foto udara. Foto udara
diambil dari pemotretan suatu objek area menggunakan wahana pesawat terbang
dengan kamera khusus.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-18
Gambar 2.23.. Foto hitam-putih diatas diambil pada spektrum cahaya tampak
(kiri) dan berwarna (kanan) .
2.2.1. Representasi Citra Dijital
Citra secara dijital merupakan tampilan dari fungsi (x,y) yang telah
didiskritkan koordinat dan kecerahannya [Gonzalez & Woods, 1992]. BV,
intensitas, dan koordinat menjadi elemen-elemen yang sangat penting karena
dengan elemen-elemen tersebut citra dijital bisa direpresentasikan.
a. BV (Brightness Value)
Brightness membuat suatu citra menjadi lebih terang atau lebih gelap
keseluruhan. Brightness dalam citra dijital disimpan dengan angka-angka biner
dalam setiap piksel yang menyusun citra itu sendiri sehingga umum disebut
sebagai BV (brightness value)..
Piksel satu dengan piksel lainnya terkadang memilki BV yang berbeda-
beda namun terkadang pula memilliki BV yang sama. Kesamaan dan perbedaan
BV pada suatu blok piksel akan merepresentasikan seperti apa bentuk citra itu
sendiri.
Gambar 2.24. BV contoh citra di atas adalah 0, 70, dan 72. [Image
Processing Toolbox User's Guide, The MathWork, Inc. 1984-2004].
b.Intensitas Citra
Intensitas merupakan sejumlah cahaya hasil refleksi titik pada suatu objek
dalam arah viewer yang digandakan oleh beberapa factor konstanta yang
bergantung pada parameter sistem pembentukan gambar.[Horn,1975]
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-19
Gambar 2.25. Ilustrasi bagaimana intensitas terbentuk. [Horn,1975]
Cahaya hasil refleksi tersebut dalam sistem dijital direpresentasikan
dengan sejumlah rentang angka. Dimulai dengan 0 yang merepresentasikan
cahaya sangat gelap atau sering disebut hitam dan diakhiri dengan 1 atau 255 atau
65535 yang merepresentasikan cahaya sangat terang atau putih.[Image Processing
Toolbox User's Guide, The MathWork, Inc.1984-2004].
Gambar 2.26.Contoh intensitas citra. [Image Processing Toolbox User's
Guide, The MathWork,Inc.1984-2004].
c. Koordinat Citra
Suatu citra memilki elemen penting yaitu ukuran piksel. Ukuran piksel ini
menandakan seberapa luas suatu objek yang diamati. Misalkan suatu citra
berukuran 256x256 piksel. Artinya citra tersebut memilki 256 baris piksel dan 256
kolom piksel.
Baris dan kolom ini selain merepresentasikan ukuran juga bisa mewakili
posisi suatu nilai piksel. Posisi dalam citra menjadi sangat penting karena nilai
piksel dianggap sebagai data sehingga keberadaan tiap data harus terdefini dalam
suatu sistem tertentu dalam hal ini adalah baris dan kolom piksel. Misalkan suatu
objek pada citra berada pada baris 23 dan kolom 34. Karena baris dan kolom
piksel pada citra bisa mewakili posisi maka keduanya bisa dianggap sebagai
koordinat.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-20
Gambar 2.27. Menunjukkan ukuran citra 256x256 piksel sedangkan posisi objek
yang diperbesar dari baris ke 178 sampai ke 187 dan kolom ke 117
sampai ke126. [Image Processing Toolbox User's Guide, The
MathWork,Inc.1984-2004].
2.2.2. Model Warna
Tujuan dari pemodelan suatu warna adalah untuk memfasilitasi spesifikasi
warna ke dalam beberapa standar. Spesifikasi model warna tersebut merupakan
sebuah sistem koordinat 3-D dengan subruang di dalamnya diamana tipa warna di
representasikan dengan suatu titik tunggal [Gonzalez & Wood,1992]. Beberapa
model warna yang akan berhubungan dengan tugas akhir ini adalah RGB
(red,green,blue) dan greyscale.
a. RGB (Red Green Blue)
Dalam model RGB, tiap warna muncul dalam kompenen spectral
utamanya yaitu merah, hijau, biru. Model ini berbasiskan sistem koordinat
kartesian.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-21
Gambar 2.28. Kubus RGB. Garis sepanjang diagonal memiliki nilai abu-abu, dari
hitam pada pusat sumbu ke titik putih(255,255,255).
[Gonzalez & Wood,1992].
Pada gambar 2.28 nilai RGB berada pada tiga titik sudut. Cyan, magenta,
dan kuning pada tiga sudut lainnya. Hitam pada pusat sumbu. Putih pada sudut
jauh dari pusat sumbu. Dalam model ini, derajat keabuan (greyscale) berada dari
pusat sumbu (hitam) memanjang membentuk garis hingga titik putih, titik-titik
warna pada dan di dalam kubus didefinisikan oleh vector dari pusat sumbu
koordinat.
Secara dijital suatu citra RGB disimpan sebagai baris kolom tiga data
array yang terdefinisi sebagai komponen warna merah, hijau, dan biru bagi
masing-masing piksel. Warna tiap piksel ditentukan oleh kombinasi intensitas
merah,hijau, dan biru yang tersimpan dalam tiap bidang warna piksel pada lokasi
piksel terebut.
Yellow 255,255,0
Red 255,0,0
Black 0,0,0
Green 0,255,0
Blue 0,0,255
White 255,255,255
Cyan 0,255,255
greyscale
B
G
R
Magenta 255,0,255
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-22
Gambar 2.29. Ilustrasi nilai piksel citra yang disimpan menjadi matriks
RGB.
Karena tersimpan dalam tiga data array maka citra dapat ditampilkan
kedalam masing-masing kanal warna. Untuk membuat suatu citra yang terpilah
kedalam kanal warna merah, hijau, dan biru dilakukan pemisahan array data
dimana setiap baris pertama yang terpisah akan menjadi matriks kanal merah,
kemudian baris kedua menjadi matriks kanal hijau, dan baris ketiga menjadi
matriks kanal biru.
Gambar 2.30. Citra dalam bentuk kanal merah, kanal hijau , dan kanal
biru serta bentuk aslinya. [Image Processing Toolbox User's
Guide, The MathWork,Inc.1984-2004].
b.Derajat Keabuan (Greyscale)
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa derajat keabuan (greyscale)
dalam koordinat warna 3-D merupakan garis yang merentang dari titik hitam
hingga titik putih. Maksudnya bahwa derajat keabuan merupakan nilai warna
yang bertingkat dari hitam (gelap) hingga putih (terang).
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-23
Gambar 2.31. Derajat keabuan dari gelap hingga terang.
2.2.3 Simpangan Baku Dalam Citra
Simpangan baku (σ) dalam ilmu statistic biasanya digunakan untuk
melihat sejauh mana distorsi sebaran data dari nilai menengahnya.
Gambar 2.32. Simpangan baku (σ) sebagai distorsi dari nilai menengah (µ)
[http//salt.uaa.alaska.edu/kath/kti/rf2.html].
Begitu juga dalam citra , simpangan baku berguna untuk melihat distorsi
sebaran data nilai piksel dari nilai menengahnya. Jika sebaran nilai piksel semakin
menjauh dari nilai menengahnya maka semakin heterogen citra tersebut dan
memilki nilai simpangan baku yang besar atau jauh dari nol. Sebaliknya jika
sebaran nilai piksel mendekati nilai menengahnya maka antara piksel satu dengan
piksel yang lainnya memilki nilai yang hampir sama (mendekati nilai
sekelilingnya) sehingga nilai simpangan baku dekat dengan nol besar
kemungkinan citra tersebut adalah homogen. Satuan yang dipakai pada penelitian
ini adalah persen %.
Gambar 2.33. Simpangan baku (σ) dalam sebaran nilai piksel.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-24
2.3. Metode & Teknik Pencocokan Citra
Para ahli fotogrametri memanfaatkan metode pencocokan citra dalam
fotogrametri dijital untuk mencari titik sekawan yang dapat dilakukan secara
otomatis. Pada gambar 2.34 memperlihatkan hubungan titik sekawan yang
membentuk geometri epipolar dengan titik di lapangan diwakili titik P. P1 adalah
citra objek P pada foto kiri dan P2 adalah citra objek P pada foto kanan. C1 dan C2
adalah titik pusat eksposur foto kiri dan foto kanan yang bertampalan. Garis 21PP
merupakan garis epipolar. Apabila titik P, P1 dan C1 serta P,P2, dan C2 berada
dalam satu garis maka syarat kesebidangan terpenuhi.[ Ilham, F. 2007]
Gambar 2.34. Pasangan titik sekawan yang terhubung dalam geometri epipolar.
Beberapa metode pencocokan citra adalah area-based matching, Feature-
based matching, dan symbolic matching. Hubungan antara setiap metode beserta
entitasnya diperlihatkan pada tabel 2.1.berikut: [Schenk,1999]
Metode Pencocokan Teknik Perhitungan
Pencocokan
Entitas
Area-based matching Korelasi, kuadrat terkecil Derajat keabuan
Feature-based matching Fungsi cost Tepi,daerah
Symbolic matching Fungsi cost Keterangan simbol
Pada penelitian ini kajian dilakukan dengan metode area-based matching dan
teknik perhitungan pencocokan citra korelasi dalam domain frekwensi
2.3.1. Pencocokan Citra Berbasis Area
Pada proses pencocokan citra berbasis area terdapat seperangkat bantuan
yang dipakai dalam pencarian titik sekawan antara dua citra foto yang
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-25
bertampalan. Perangkat tersebut adalah Citra Acuan (CA) yang merupakan area
objek yang dipilih pada foto kiri sebagai acuan, Citra Pencarian (CP) yang
merupakan area objek yang memiliki area objek paling mirip dengan CA dengan
cakupan area lebih luas dari CA dan Sub Citra Pencarian (SCP) yang merupakan
jendela berukuran sama dengan CA sebagai alat bantu array pencari lokasi area
objek yang paling berkorelasi. Lokasi tersebut dinyatakan pada pusat SCP dalam
koordinat lokal foto dalam bentuk baris-kolom.
Citra Kiri Citra Kanan
Gambar 2.35. Konsep pencocokan citra berbasis area [Schenk,1999].
2.3.2. Teknik Korelasi
Salah satu teknik dalam metode pencocokan citra berbasis area adalah
dengan mengkorelasikan antara citra acuan dengan citra pencarian. Dari
pengkorelasian tersebut dicari nilai koefisien korelasi yang paling maksimum.
Dalam teori probabilitas dan statistika, kekuatan hubungan korelasi atau
disebut juga koefisien korelasi adalah nilai yang menunjukkan kekuatan dan arah
hubungan linier antara dua peubah acak (random variable) [Sage,1999].
kolom kolom
Bar i s
Bar i s
CA CP
SCP
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-26
Gambar 2.36. Rentang koefisien korelasi
Salah satu jenis korelasi yang paling populer adalah koefisien korelasi
momen-produk Pearson, yang diperoleh dengan membagi kovarians kedua
variabel dengan perkalian simpangan bakunya. Meski memiliki nama Pearson,
metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton.
Gambar 2.37. Contoh koefisien korelasi dalam matriks.
Korelasi linier antara 1000 pasang pengamatan. Data digambarkan pada
bagian kiri bawah dan koefisien korelasinya ditunjukkan pada bagian kanan atas.
Setiap titik pengamatan berkorelasi maksimum dengan dirinya sendiri,
sebagaimana ditunjukkan pada diagonal (seluruh korelasi = +1).
Korelasi ?�X, Y antara dua peubah acak X dan Y dengan nilai yang
diharapkan µ�X dan µ�Y dan simpangan baku s�X dan s�Y didefinisikan sebagai:
(2.20)
Korelasi dapat dihitung bila simpangan baku terbatas dan keduanya tidak
sama dengan nol. Dalam pembuktian ketidaksamaan Cauchy-Schwarz, koefisien
korelasi tak akan melebihi dari 1 dalam nilai absolut. Korelasi bernilai 1 jika
terdapat hubungan linier yang positif, bernilai -1 jika terdapat hubungan linier
yang negatif, dan antara -1 dan +1 yang menunjukkan tingkat dependensi linier
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-27
antara dua variabel. Semakin dekat dengan -1 atau +1, semakin kuat korelasi
antara kedua variabel tersebut. Suatu objek dapat dikatakan cocok dengan objek
lainnya jika nilai korelasinya > 0.7 [Wolf.2000].
Jika variabel-variabel tersebut saling bebas, nilai korelasi sama dengan 0.
Namun tidak demikian untuk kebalikannya, karena koefisien korelasi hanya
mendeteksi ketergantungan linier antara kedua variabel. Misalnya, peubah acak X
berdistribusi normal pada interval antara -1 dan +1, dan Y = X2. Dengan demikian
nilai Y ditentukan sepenuhnya oleh X, sehingga X dan Y memiliki dependensi,
namun korelasi keduanya sama dengan nol artinya keduanya tidak berkorelasi.
Namun dalam kasus tertentu jika X dan Y berditribusi normal bivariat, saling
bebas ekuivalen dengan tak berkorelasi.
2.4. Aplikasi Teknik Maximum Correlation Berbasis FFT Pada Pencocokan
Citra
Suatu citra foto udara bisa diperlakukan sebagai data karena mengandung
berbagai informasi dari pemotretan udara. Oleh karena itu citra foto udara bisa
dianggap sebagai sinyal.
Sinyal biasanya merupakan fungsi dari waktu atau domain spasial.
Namun pada kajian tugas akhir ini, sinyal citra foto udara dirubah domainnya dari
domain spasial menjadi domain frekwensi menggunakan FFT. Frekwensi disini
merepresentasikan power spektrum dari BV (Brightness Value) atau greylevel
citra foto udara.
Karena pada citra foto udara menggunakan tiga kanal warna yaitu kanal
merah, hijau, dan biru maka terlebih dahulu perlu dihitung nilai korelasi
maksimum dari nilai power hasil FFT data BV tiap-tiap kanal warna. Hasil yang
diperoleh adalah nilai korelasi maksimum kanal merah, hijau dan biru dan
posisinya pada koordinat lokal citra foto udara. Rumus hitungan korelasi
maksimum dan FFT pada kanal merah, hijau, dan biru
∑=
−−=N
j
kjNchjachkA
1
)1)(1()()( ω (2.21)
∑=
−−=N
j
kjNchjbchkB
1
)1)(1()()( ω (2.22)
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-28
rch =
()Τϕ/Φ5 20.4688 Τφ0.5775 0 0 1 231.36 719.6098 Τµ ()()Τϕ/Φ5 20.4688 Τφ0.5775 0 0 1 335.16 719.6098 Τµ ()
−
−
−−
∑ ∑∑ ∑
∑ ∑
m n
chchmn
m n
chchmn
m n
chchmn
chchmn
BBAA
BBAA
22
))(( (2.23)
ch = kanal merah/ kanal hijau/ kanal biru
rch = koefisien korelasi kanal merah/ kanal hijau/ kanal biru
a(j)ch = nilai BV citra kiri kanal merah/ kanal hijau/ kanal biru
b(j)ch = nilai BV citra kanan kanal merah/ kanal hijau/ kanal biru
A(k)ch = nilai power citra kiri kanal merah/ kanal hijau/ kanal biru
B(k)ch = nilai power citra kanan kanal merah/ kanal hijau/ kanal biru chA = rata-rata nilai power citra kiri kanal merah/ kanal hijau/ kanal biru chB = rata-rata nilai power citra kanan kanal merah/ kanal hijau/ kanal biru
N adalah akar tunggal
k = baris BV, j = kolom BV
m = kolom nilai FFT, n = baris nilai FFT
Langkah di atas merupakan langkah pada satu posisi pergerakkan jendela
saja. Untuk memperoleh nilai korelasi maksimum pada setiap kanal, SCP harus
bergerak menelusuri ruang pada citra pencarian. Kemudian pada setiap
pergerakkan jendela SCP dilakukan hitungan FFT dan pengkorelasian untuk
mendapat korelasi maksimum. Area yang berkorelasi maksimum menyatakan
bahwa pada area tersebut merupakan yang paling cocok dengan area pada citra
acuan. Bila ukuran CA (11x11) piksel dan ukuran CP (21x21) piksel., maka
jumlah pergerakkan SCP adalah sebanyak (m baris CP - m baris CA) + 1 = (21-
11)+1 = 11 gerakkan jenndela ke arah kolom, dan (n kolom CP – n kolom CA) +
1 = (21-11)+1 = 11 gerakkan ke arah baris. Jadi jumlah pergerakkan total adalah
121 kali pergeseran.
Identitas nilai kecerahan setiap piksel pada CA, SCP, dan CP dapat dilihat pada
gambar.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
BAB II TRANSFORMASI FOURIER & PENCOCOKAN CITRA
II-29
a11 a21 a31
a12 a22 a32
a13 a23 a33
Gambar 2.38. Identitas nilai kecerahan yang terlibat dalam gerakan jendela pada
proses pencarian lokasi yang paling berkorelasi.
Gambar 2.39. Identitas posisi pencarian.
[k,b]=[1,1]
Gambar 2.40. SCP pada posisi pencarian
b11 b21 b31 b41 b51
b12 b22 b32 b42 b52
b13 b23 b33 b43 b53
b14 b24 b34 b44 b54
b15 b25 b35 b45 b55
b33 b43 b53
b34 b44 B54
b35 b45 b55
b11 b21 b31 b41 b51
b12 b22 b32 b42 b52
b13 b23 b33 b43 b53
b14 b24 b34 b44 b54
b15 b25 b35 b45 b55
a11 a21 a31
m
a12 a22 a32
a13 n a23 a33
b33 b43 b53
b34 b44 b54
b35 b45 b55
[1,1] [2,1] [3,1] k
[1,2] [2,2] [3,2]
[1,3] [2,3] [3,3]
b
b33 b43 b53
b34 b44 b54
b35 b45 b55
CA SCP
CP
CA SCP CP
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.