Post on 31-Jul-2021
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Brand Awareness (Kesadaran Merek)
2.1.1. Pengertian Brand (Merek)
Menurut Rangkuti (2008) merek merupakan sebuah nama atau simbol (seperti
logo, merek dagang, desain kemasan, dan sebagainya) yang dibuat untuk membedakan
satu produk dengan produk lainnya. Selain itu, merek yang telah dipatenkan dapat
membuat produk tersebut menjadi lebih terlindungi dari upaya pemalsuan dan
pembajakan. Sedangkan menurut Kotler (dalam Wijayanto, 2010) merek adalah nama,
istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok
penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Berdasarkan kedua teori
tersebut dapat disimpulkan bahwa merek merupakan nama atau simbol yang digunakan
perusahaan untuk suatu produk yang akan dipasarkan agar membedakannya dari
produk pesaing.
2.1.2. Pengertian dan Klasifikasi Brand Equity (Ekuitas Merek)
Menurut Kotler dan Keller (2009), ekuitas merek adalah nilai tambah yang
diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen
berpikir, merasa dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga,
pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. Menurut Aaker
(dalam Tjiptono, 2014:117), ekuitas merek adalah “serangkaian aset dan kewajiban
(liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama dan simbolnya, yang
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada
perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut”. Berdasarkan kedua teori
tersebut dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek merupakan nilai yang terkandung
dalam suatu merek yang ada dalam pikiran konsumen, dan dari apa yang konsumen
rasakan dari merek tersebut.
Aaker (dalam Sumarwan 2009) menjelaskan bahwa ekuitas merek memiliki
lima komponen, yaitu:
1. Kesadaran merek (brand awareness) adalah kemampuan konsumen untuk
mengenali suatu merek sebagai bagian dari kategori produk tertentu. Artinya, jika
konsumen ditanya apakah ia mengenal merek terigu, ia bisa menyebutkan merek-
merek dari produk terigu.
2. Asosiasi merek (brand association) adalah kesan, persepsi, sikap, dan citra
terhadap suatu merek yang dimiliki oleh konsumen. Persepsi, kesan, dan citra ini
mungkin berkaitan dengan karakteristik produk tersebut, kaitannya dengan produk
pesaing dengan diri konsumen.
3. Persepsi kualitas (perceived quality) adalah persepsi konsumen terhadap kualitas
merek yang diharapkan konsumen. Persepsi tersebut menyangkut keseluruhan
aspek dari merek tersebut yang dianggap sebagai sebuah kualitas.
4. Loyalitas merek (brand loyalty) adalah ketegantungan konsumen terhadap suatu
merek yang dikonsumsinya atau dibelinya. Konsumem yang loyal terhadap suatu
merek produk adalah konsumen yang selalu mengonsumsi merek tersebut, dan
berusaha mendapatkan merek rersebut, dan mereka sulit mengganti merek yang
biasa dikonsumsinya.
5. Nilai-nilai merek lainnya (other proprietary brand assets) adalah nilai-nilai lainnya
yang dimiliki suatu merek.
2.1.3. Pengertian Brand Awareness
Kesadaran merek atau brand awareness adalah kesanggupan seseorang calon
pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa merek merupakan bagian dari
kategori produk tertentu (Wijayanto, 2010). Sedangkan menurut Wahyudi (2012),
brand awareness adalah suatu keadaan dimana merek suatu produk dikenal oleh
pelanggan potensial dan diasosiasikan dengan tepat terhadap jenis kategori produk
tertentu. Selanjutnya, menurut Durianto dkk (2004) kesadaran (awareness)
menggambarkan keberadaan merek didalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi
penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand
equity.
Brand awareness sering dijadikan sasaran utama periklanan dalam bulan-bulan
atau tahun-tahun awal dari suatu pengenalan produk baru. Konsumen akan cenderung
membeli merek yang sudah dikenal karena merasa aman dengan sesuatu yang sudah
dikenal. Dengan kata lain, sebuah merek yang dikenal mempunyai kemungkinan bisa
diandalkan, kemantapan dalam bisnis, dan kualitas yang bisa dipertanggung jawabkan
sehingga konsumen cenderung membeli merek yang sudah terkenal tersebut.
Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa brand awareness merupakan
kesadaran seorang pembeli untuk mengenal suatu merek dalam kategori produk
tertentu.
2.1.4. Tingkatan dan Dimensi Brand Awareness
Menurut Soehadi (2005) untuk mengetahui seberapa jauh konsumen sadar
terhadap sebuah merek, dapat diukur dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Purchase
Purchase merupakan seberapa jauh konsumen akan memasukkan suatu merek ke
dalam alternatif pilihan ketika mereka akan membeli produk/layanan. Sebagai
contoh: datang ketika konsumen ke pasar swalayan hendak mencari sabun mandi,
jika yang diingat di dalam benaknya hanya sabun Lux, maka merek tersebut
mempunyai kemungkinan paling besar untuk dipilih.
2. Consumption
Consumption merupakan seberapa jauh konsumen masih mengingat suatu merek
ketika mereka sedang menggunakan produk/layanan pesaing. Sebagai contoh:
ketika seseorang yang sudah terlanjur memiliki motor cina, didalam benaknya
terpikir kenapa tidak membeli motor Honda bekas saja, karena menurut teman-
temannya, motor Honda terkenal bandel dan irit.
Kemudian Aaker (dalam Ambolau et al, 2015), Soehadi (2005), dan Durianto
dkk (2004) dalam pendapat yang sama menyebutkan ada dua tingkatan dalam brand
awareness, yaitu:
1. Brand recognition
Brand recognition merupakan seberapa jauh konsumen dapat mengenali merek
tersebut termasuk dalam satu kategori tertentu. Sebagai contoh: konsumen akan
dengan mudah mengenali Aqua sebagai air mineral. Beda halnya dengan ABC,
konsumen mungkin memiliki jawaban yang berbeda, sebagai mie instan, sirup,
kecap, bahkan batu baterai.
2. Brand recall
Brand recall adalah pengingatan kembali brand tanpa bantuan (unaided recal) dan
juga seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika ditanya merek apa saja yang
mereka ingat.
Namun Durianto dkk (2004) dan Aaker (dalam Ambolau et al, 2015) juga
menambahkan dua indikator brand awareness lainnya yaitu sebagai berikut:
1. Unaware of Brand
Unaware of brand (tidak menyadari brand) adalah tingkat paling rendah dalam
piramida brand awareness dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu brand.
2. Top of Mind
Top of mind (puncak pikiran) adalah brand yang disebutkan pertama kali oleh
konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen, atau brand
tersebut merupakan brand utama dari berbagai brand yang ada dalam benak
konsumen.
Selanjutnya Durianto dkk (2004) menggambarkan tingkatan brand awareness
tersebut dalam sebuah piramida. Piramida brand awareness dari tingkat paling rendah
sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut:
Sumber: Durianto dkk. (2004)
Gambar 2.1 Piramida Brand Awareness
Disamping itu berbeda dengan Durianto dkk (2004), Aaker (dalam Ambolau et
al, 2015) dan Soehadi (2005), Aaker (1996) juga menambahkan bahwa ada beberapa
tingkatan awareness yang digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui brand
awareness pada suatu produk yaitu sebagai berikut:
1. Brand Dominance (the only brand recalled)
Samu dan Wymer (2008) menyatakan bahwa “dominance is the degree to which a
particular message differentially emphasizes the brand and/or the cause”.
2. Brand Knowledge (i know what the brand stands for)
Brand knowledge yaitu menilai bagaimana pelanggan memandang dan
mengevaluasi sebuah merek (Rudolf Esch, et al., 2006). Pengetahuan merek atau
brand knowledge didefinisikan sebagai adanya informasi tentang merek dalam
ingatan konsumen, beserta dengan asosiasi – asosiasi yang berkaitan dengan merek
tersebut (Keller, 1993).
3. Brand Opinion (i have an opinion about the brand)
Brand opinion adalah pendapat konsumen baik positif maupun negatif mengenai
produk, jasa, dan brand (Goyette, et al., 2010).
Menurut Durianto dkk (2004) agar brand awareness dapat dicapai dan
diperbaiki dapat ditempuh beberapa cara berikut:
1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan
dengan lainnya serta harus ada hubungan antara merek dengan kategori produknya.
2. Memakai slogan yang menarik sehingga membantu konsumen untuk mengingat
merek.
3. Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan
dengan mereknya tersebut.
4. Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat
pelanggan.
5. Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai
kategori produk, merk, atau keduanya.
6. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan, karena membentuk
ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.
Menurut Rangkuti (2008), membangun merek yang kuat tidak berbeda dari
membangun sebuah rumah, yaitu harus membangun fondasi yang kuat dengan cara:
1. Memiliki positioning yang tepat
Merek dapat di-positioning-kan dengan berbagai cara yaitu dengan menempatkan
posisinya secara spesifik di benak pelanggan. Keberhasilan positioning adalah
tidak sekadar menemukan kata kunci atau ekspresi dari core benefit suatu merek,
tetapi lebih jauh lagi dengan menjembatani keinginan dan harapan pelanggan
sehingga dapat memuaskan pelanggan.
2. Memiliki brand value yang tepat
Brand value adalah mencerminkan brand equity secara real sesuai dengan
customer values-nya. Diibaratkan sebuah pakaian, positioning adalah kesesuaian
ukuran bagi pemakainya sedangkan brand value adalah keindahan warna serta
model pakaian tersebut.
3. Memiliki konsep yang tepat
Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning yang tepat
kepada konsumen harus didukung oleh konsep yang tepat. Pengembangan konsep
merupakan proses kreatif, karena berbeda dari positioning¸ konsep dapat terus
menerus berubah sesuai dengan daur hidup produk yang bersangkutan.
2.2. Consumer Decision Making
2.2.1. Pengertian Perilaku Konsumen
Schiffman dan Kanuk (dalam Nitisusastro, 2013) menyatakan istilah perilaku
konsumen adalah, “the behavior that consumer display in searching for, purchasing,
using, evaluating, and disposing of products and services that they expect will satisfy
their needs”. Artinya “istilah perilaku konsumen merujuk kepada perilaku yang
diperlihatkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi,
dan menghabiskan produk barang dan produk jasa yang mereka harapkan akan
memuaskan kebutuhan mereka”.
Kemudian menurut Sangadji dan Sopiah (2013), perilaku konsumen adalah
disiplin ilmu yang mempelajari perilaku individu, kelompok, atau organisasi dan
proses-proses yang digunakan konsumen untuk menyeleksi, menggunakan produk,
pelayanan, pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, dan
dampak dari proses-proses tersebut pada konsumen dan masyarakat. Tindakan yang
dilakukan oleh konsumen guna mencapai dan memenuhi kebutuhannya baik dalam
penggunaan, maupun penghabisan barang dan jasa, termasuk proses pra keputusan dan
tindakan atau perilaku yang dilakukan konsumen setelahnya yang dimulai dengan
merasakan adanya kebutuhan dan keinginan, kemudian berusaha mendapatkan produk
yang diinginkan, mengonsumsi produk tersebut, dan berakhir dengan tidakan-tindakan
pasca pembelian, yaitu perasaan puas atau tidak puas.
Jadi berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dijelaskan diatas, dapat
disimpulkan bahwa perilaku konsumen merupakan proses serta perilaku individu,
kelompok, atau organisasi yang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian,
penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen.
2.2.2. Pengertian dan Dimensi Consumer Decision Making
Peter-Olson dalam (Nitisusastro, 2013) menegaskan bahwa pengambilan
keputusan konsumen merupakan proses interaksi antara sikap afektif, sikap kognitif,
sikap behavioral dengan faktor lingkungan dengan mana manusia melakukan
pertukaran dalam semua aspek kehidupannya. Sikap kognitif merefleksikan sikap
pemahaman, sikap afektif merefleksikan sikap keyakinan dan sikap behavioral
merefleksikan tindakan nyata. Keputusan membeli atau tidak membeli merupakan
bagian dari unsur yang melekat pada diri individu konsumen yang disebut behaviour
dimana ia merujuk kepada tindakan fisik yang nyata yang dapat dilihat dan dapat
diukur oleh orang lain. Sedangkan Schiffman dan Kanuk dalam (Sangadji dan Sopiah,
2013) mendefinisikan keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua pilihan
alternatif atau lebih. Semua perilaku sengaja dilandaskan pada keinginan yang
dihasilkan ketika konsumen secara sadar memilih salah satu di antara tindakan
alternatif yang ada. Sedangkan Setiadi dalam Sangadji dan Sopiah (2013)
mendefinisikan bahwa inti dari pengambilan keputusan konsumen adalah proses
pengintegrasian yang mengombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua
perilaku alternatif atau lebih dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses
pengintegrasian ini adalah suatu pilihan yang disajikan secara kognitif sebagai
keinginan berprilaku. Jadi, berdasarkan beberapa teori-teori diatas dapat disimpulkan
bahwa pengambilan keputusan pembelian konsumen merupakan keputusan konsumen
untuk membeli atau tidaknya suatu produk.
Menurut Kotler dan Keller (2009), konsumen mungkin juga membentuk
maksud untuk membeli merek yang paling disukai. Berikut ini dimensi consumer
decision making menurut Kotler dan Keller (2009) yang di gambarkan pada gambar
2.2. Keputusan Pembelian
1. Pilihan produk
2. Pilihan merek
3. Pilihan penyalur
4. Jumlah pembelian
5. Waktu pembelian
6. Metode pembayaran
Sumber: Data olahan penulis (2017)
Gambar 2.2 Dimensi Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai dimensi consumer decision making
menurut Sudaryono (2014):
1. Pilihan Produk (Product Choice)
Konsumen menentukan produk mana yang akan dibeli, konsumen akan membeli
produk yang memiliki nilai baginya. Perusahaan harus mengetahui produk seperti
apa yang diinginkan konsumen.
2. Pilihan Merek (Brand Choice)
Konsumen harus menentukan merek mana yang akan dibeli, setiap merek memiliki
perbedaan-perbedaan tersendiri. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui
bagaimana konsumen memilih sebuah merek.
3. Pilihan Penyalur (Dealer Choice)
Konsumen harus mengambil keputusan tentang penyalur mana yang akan di
kunjungi. Setiap konsumen berbeda-beda dalam hal menentukan penyalur, dapat
dikarenakan faktor lokasi yang dekat, harga yang murah, persediaan barang yang
lengkap, kenyamanan berbelanja, dan keleluasaan tempat. Dalam hal ini, produsen,
pedagang besar dan pengecer harus mengetahui bagaimana konsumen memilih
penjual tertentu.
4. Jumlah Pembelian (Purchase Amount)
Jumlah pembelian yaitu jumlah produk yang akan dibeli oleh konsumen.
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa jumlah produk yang akan
dibelinya pada suatu saat. Pembelian yang dilakukan mungkin lebih dari satu unit.
Dalam hal ini perusahaan-perusahaan harus mempersiapkan banyak produk sesuai
dengan keinginan yang berbeda-beda dari para pembeli.
5. Waktu Pembelian (Purchase Timing)
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang kapan ia harus melakukan
pembelian. Masalah ini akan menyangkut tersedianya uang untuk membeli produk.
Oleh karena itu perusahaan harus mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi
keputusan konsumen dalam penentuan waktu pembelian. Dengan demikian
perusahaan dapat mengatur waktu produksi dan kegiatan pemasarannya.
6. Metode Pembayaran (Payment Methods)
Keputusan tentang cara pembayaran. Konsumen harus mengambil keputusan
tentang metode atau cara pembayaran produk yang dibeli. Keputusan konsumen
dalam menentukan jenis pembayaran, diantaranya adalah kartu kredit, voucer, dan
kartu debit dan lain-lain. Dengan demikian konsumen dapat melakukan pemilihan
alternatif berdasarkan pertimbangan diatas untuk memperoleh keputusan yang
terbaik bagi konsumen. Keputusan tersebut akan mempengaruhi keputusan tentang
penjual dan jumlah pembeliannya.
2.2.4. Proses Dalam Consumer Decision Making
Proses pengambilan keputusan merupakan perilaku yang harus dilakukan untuk
dapat mencapai sasaran, dan dengan demikian dapat memecahkan masalahnya, dengan
kata lain proses pemecahan suatu masalah yang diarahkan pada sasaran. Proses
keputusan pembelian yang spesifik menurut Kotler dan Armstrong (2008) terdiri dari
urutan kejadian berikut: pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi
alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Secara rinci tahap-tahap
ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pengenalan masalah, yaitu konsumen menyadari akan adanya kebutuhan.
Konsumen menyadari adanya perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan
kondisi yang di harapkan.
2. Pencarian informasi, yaitu konsumen ingin mencari lebih banyak konsumen yang
mungkin hanya memperbesar perhatian atau melakukan pencarian informasi secara
aktif.
3. Evaluasi alternatif, yaitu mempelajari dan mengevaluasi alternatif yang diperoleh
melalui pencarian informasi untuk mendapatkan alternatif pilihan terbaik yang
akan digunakan untuk melakukan keputusan pembelian.
4. Keputusan membeli, yaitu melakukan keputusan untuk melakukan pembelian yang
telah diperoleh dari evaluasi alternatif terhadap merek yang akan dipilih.
5. Perilaku sesudah pembelian, yaitu keadaan dimana sesudah pembelian terhadap
suatu produk atau jasa maka konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan
atau ketidakpuasan.
Menurut Wahyudi (2012) proses pembelian adalah proses yang terjadi dalam
benak pelanggan dari saat pertama kali melihat dan mendengar iklan atau pesan
komunikasi sebuah produk hingga pengambilan keputusan untuk membeli. Sebenernya
banyak model yang dapat menjelaskan proses keputusan pelanggan untuk membeli
produk, salah satunya yaitu AIDA (awareness, interest, desire, dan action).
1. Awareness
Awareness merupakan komunikasi pemasaran sebuah produk yang dilakukan oleh
perusahaan baik melalui iklan above the line (TV, koran, majalah) maupun below
the line (pameran, personal selling) akan menumbuhkan kesadaran (awareness)
bagi pelanggan bahwa ada produk yang baru bagi mereka. Rata-rata ada 80% orang
aware terhadap penjualan suatu produk saat komunikasi pemasaran dilakukan.
2. Interest
Interest merupakan pelanggan yang mengetahui keberadaan produk tersebut,
mungkin dapat tertarik atau tidak minatnya bergantung pada tingkat kebutuhan dan
status sosial mereka.
3. Desire
Desire merupakan keinginan pelanggan untuk memiliki suatu produk akan semakin
meningkat jika penjual mampu meyakinkan calon pelanggan bahwa mereka akan
untung dan merasakan manfaat produk yang dibeli. Rata-rata 20 orang saja yang
benar-benar tertarik dan ingin membeli produk. Fase ini ditandai dengan sikap
calon pelanggan yang antusias terhadap penjelasan penjual, seperti menanyakan
cara pembayaran, garansi, layanan purna jual dan sebagainya.
4. Action
Action merupakan penjual harus mampu mempengaruhi calon pelanggan untuk
segera mengambil keputusan membeli. Keputusan final pelanggan untuk membeli
suatu produk biasanya ditentukan oleh dana yang mereka miliki saat itu dan waktu
apakah produk tersebut benar-benar dibutuhkan untuk saat ini.
Menurut Suryani (2008) dalam tujuan pembeliannya, konsumen dapat
dikelompokkan menjadi konsumen akhir (individual) yaitu yang terdiri atas individu
dan rumah tangga yang tujuan pembeliannya adalah untuk memenuhi kebutuhan
sendiri atau untuk dikonsumsi. Sedangkan kelompok lain adalah konsumen
organisasional yang terdiri atas organisasi, pemakai industri, pedagang, dan lembaga
non profit yang tujuan pembeliannya adalah untuk memperoleh laba atau kesejahteraan
anggotanya. Dilihat dari proses pengambilan keputusan, proses keputusan pembelian
sangat bervariasi. Ada yang sederhana dan ada pula yang kompleks. Assael dalam
(Suryani, 2008) membagi dalam dua dimensi yaitu tingkat pengambilan keputusan dan
derajat keterlibatan saat membeli. Pada dimensi pertama konsumen dibedakan
berdasarkan tingkat pengambilan keputusan. Konsumen sering melakukan pencarian
informasi dan evaluasi terhadap merek yang lain sebelum keputusan diambil. Di lain
pihak ada pula konsumen yang jarang mencari informasi tambahan, karena konsumen
ini lebih terbiasa membeli merek tersebut. Pada dimensi kedua, konsumen dibedakan
berdasarkan tingkat keterlibatan saat pemilihan suatu merek. Assael dalam (Suryani,
2008) menambahkan bahwa pada saat itu konsumen tidak harus terlibat terlalu dalam.
Hal ini dapat terjadi karena:
1. Produk amat penting bagi konsumen sebab image pribadi dari konsumen terkait
dengan produk.
2. Adanya keterkaitan secara terus menerus dengan konsumen.
3. Mengandung resiko yang cukup tinggi.
4. Pertimbangan emosional.
5. Pengaruh dari norma grup/kelompok.
Menurut Swastha dan Handoko (2011) ada lima peran individu dalam sebuah
keputusan membeli, yaitu:
1. Pengambilan inisiatif (initiator): individu yang mempunyai inisiatif pembelian
barang tertentu atau yang mempunyai kebutuhan atau keinginan tetapi tidak
mempunyai wewenang untuk melakukan sendiri.
2. Orang yang mempengaruhi (influencer): individu yang mempengaruhi keputusan
untuk membeli baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
3. Pembuat keputusan (decider): individu yang memutuskan apakah akan membeli
atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya, kapan dan dimana
membelinya.
4. Pembeli (buyer): individu yang melakukan pembelian yang sebenarnya.
5. Pemakai (user): individu yang menikmati atau memakai produk atau jasa yang
dibeli.
2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Consumer Decision Making
Menurut Sangadji dan Sopiah (2013: 41-49) consumer decision making
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu (1) faktor internal, (2) faktor eksternal, dan (3) faktor
situasional.
Faktor Internal
Faktor internal atau faktor pribadi memainkan peranan penting dalam
pengambilan keputusan konsumen, khususnya bila ada keterlibatan yang tinggi dan
risiko yang dirasakan atas produk atau jasa yang memiliki fasilitas publik. Faktor
internal meliputi:
1. Persepsi
Persepsi adalah proses individu untuk mendapatkan, mengorganisasi, mengolah,
dan menginterpretasikan informasi. Informasi yang sama bisa dipersepsikan
berbeda oleh individu yang berbeda.
2. Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih orang yang dipersatukan oleh hubungan darah,
pernikahan atau adopsi, yang hidup bersama.
3. Motivasi dan Keterlibatan
Menurut Sumarwan dalam Sangadji dan Sopiah (2013) motivasi muncul karena
adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Kebutuhan sendiri muncul
karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang
seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan.
4. Pengetahuan
Menurut Engel (dalam Sangadji dan Sopiah 2013) pengetahuan dapat didefinisikan
sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan. Himpunan bagian dari
informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar disebut
pengetahuan.
5. Sikap
Sikap merupakan kecenderungan faktor motivasional yang belum menjadi
tindakan. Sikap merupakan hasil belajar. Sikap merupakan nilai yang bervariasi
(suka-tidak suka). Sikap ditujukan kepada suatu objek, bisa personal atau
nonpersonal.
6. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses yang dilakukan secara sadar yang berdampak
terhadap adanya perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor secara konsisten dan
relatif permanen. Pembelajaran terjadi ketika konsumen berusaha memenuhi
kebutuhan dan keinginan.
7. Kelompok Usia
Usia memengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan. Anak-anak
mengambil keputusan dengan cepat, cenderung tidak terlalu banyak pertimbangan.
Ketika membuat keputusan, remaja sudah mempertimbangkan berbagai hal.
8. Gaya Hidup
Gaya hidup didefinisikan sebagai “bagaimana seseorang hidup”, gaya hidup juga
berlaku bagi: individu (perorangan), sekelompok kecil orang yang berinteraksi dan
kelompok orang yang lebih besar, seperti segmen pasar.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal terdiri atas budaya, kelas sosial, dan keanggotaan dalam suatu
kelompok.
1. Budaya
Budaya merupakan variabel yang mepengaruhi perilaku konsumen yang tercermin
dari hidup, kebiasaan, dan tradisi dalam permintaan akan bermacam-macam barang
dan jasa yang ditawarkan.
2. Kelas Sosial
Kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota-anggota masyarakat ke
dalam suatu hirarki kelas-kelas status yang berbeda, sehingga anggota dari setiap
yang relatif sama mempunyai kesamaan
3. Keanggotaan dalam suatu kelompok (group membership)
Setiap orang akan bergabung dengan kelompok-kelompok tertentu. Alasan
bergabungnya individu dengan suatu kelompok bisa bermacam-macam, misalnya
karena ada kesamaan hobi, profesi, pendidikan, suku, etnis, budaya, agama, bangsa,
dan lain-lain. Suatu kelompok akan memengaruhi perilaku anggotanya, termasuk
dalam proses pengambilan keputusan pembelian produk.
Faktor Situasional
Menurut Engel (dalam Sangadji dan Sopiah 2013), situasi dapat dipandang
sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang
spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Faktor
situasional meliputi lingkungan fisik toko.
2.3. Pengaruh Brand Awareness terhadap consumer decision making
Merek menjadi pertimbangan yang penting dalam pembelian sebuah produk.
Pada saat melakukan pengambilan keputusan pembelian konsumen
mempertimbangkan suatu merek. Brand awareness atau kesadaran merek merupakan
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa
suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Suatu merek yang
kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut
karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi di benak konsumen.
Sebaliknya, jika kesadaran akan merek tersebut rendah, suatu asosiasi yang diciptakan
oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut. Jika kesadaran akan suatu merek
tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek tersebut, dan lama-kelamaan akan
timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek yang dipasarkan. Kesadaran merek dapat
menandakan keberadaan, komitmen dan inti yang sangat penting bagi suatu
perusahaan. Jadi, jika kesadaran atas merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu
dapat dirasakan.
Sebuah merek dengan kesadaran konsumen yang tinggi biasanya disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu yang diiklankan secara luas, eksistensi yang sudah teruji
dengan waktu, jangkauan distribusi yang luas dan merek tersebut dikelola dengan baik.
Merek dengan top of mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika
suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan
dalam benak konsumen. Dapat dinyatakan bahwa ternyata kesadaran merek bisa
menjadi faktor independen yang penting dalam perubahan sikap. Implikasinya,
kesadaran dipengaruhi oleh periklanan yang bersifat mengingatkan kembali dimana
akan mempengaruhi pengambilan keputusan-keputusan konsumen dalam melakukan
pembelian.
Merek yang kuat lebih memudahkan konsumen untuk melakukan pengambilan
keputusan pembelian saat akan melakukan transaksi pembelian. Hal ini sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Durianto dkk (2004) bahwa pada umumnya
konsumen cenderung membeli produk dengan merek yang sudah dikenalnya atas dasar
pertimbangan kenyamanan, keamanan dan lain-lain. Menurut Chi (dalam Akhtar, 2016) brand
awareness adalah hal penting yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dalam
melakukan pembelian karena ketika pelanggan ingin membeli produk, citra merek atau brand nama
langsung datang ke pikiran mereka. Selain itu, kesadaran merek juga merupakan langkah
pertama dalam membangun brand equity. Proses psikologi dasar memainkan peranan
yang penting dalam memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat
pengambilan keputusan mereka (Kotler dan Keller, 2009). Suatu brand bisa menjadi
alternatif pilihan konsumen dalam mengambil keputusan konsumen. Menurut Yaseen
et al (2011), dalam kaitannya dengan brand awareness wisatawan menunjukkan bahwa
kunjungan wisatawan ke destinasi wisata salah satunya dipengaruhi oleh faktor brand
awareness. Oleh karena itu, brand awareness merupakan salah satu faktor yang
penting dalam mempengaruhi keinginan wisatawan untuk mengunjungi suatu destinasi
wisata. Menurut Hoyer & Brown dalam (Dhurup, 2014) kesadaran merek mempengaruhi pengambilan
keputusan konsumen dalam berbagai cara. Misalnya, konsumen dapat menggunakan brand awareness
sebagai jangkar nominal dalam keputusan pembelian mereka. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa brand awareness yang tinggi dan merek yang sudah terkenal akan
memberikan pengaruh yang besar terhadap pengambilan keputusan konsumen.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu sangatlah penting dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam
pelaksanaan penelitian juga dapat membantu untuk memperkaya teori yang digunakan
dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Penelitian ini merupakan penelitian
terapan, oleh karena itu penelitian ini perlu didasarkan pada penelitian-penelitian
terdahulu. Sejauh ini belum ada penelitian yang dilakukan dengan judul yang sama.
namun terdapat beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan dan keterkaitan
dari segi variabel yang dikaji serta metode analisis data. Berikut adalah daftar dari
penelitian terdahulu dan jurnal yang terkait dengan penelitian ini:
1. The influence of brand awareness and brand image on purchase decision (study on
Aqua Consumers in Administrative Science Faculty Brawijaya University Class of
2013) yang ditulis oleh Muhammad Arie Permana Ambolau dkk pada tahun 2013.
2. Pengaruh brand awareness dan brand attiude terhadap keputusan pembelian
handphone merek Nokia (studi kasus pada siswa SMA dan SMK di Kota Manado)
yang dilakukan oleh Nicky Timpal dkk pada tahun 2016.
3. Pengaruh brand awareness dan kepercayaan konsumen atas merek terhadap
keputusan pembelian ulang minum Aqua di Kota Padang yang disusun oleh Hendi
Ariyan pada tahun 2012.
Dari ketiga penelitian terdahulu diatas terdapat perbedaan dan persamaan
dengan penelitian ini. Oleh karena itu berikut adalah tabel penjelasan tentang penelitian
terdahulu yang memiliki kaitan dengan penelitian ini:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti,
Tahun
Judul
Penelitian Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
Ambolau, dkk (2013)
The influence of brand awareness and brand image on purchase decision (study on Aqua consumers in Administrative Science Faculty Brawijaya University class of 2013).
- Mengkaji variabel brand awareness dan keputusan pembelian
- Menggunakan metode deskriptif
- Mengkaji variabel lain yaitu brand image.
Brand awareness berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen. Citra merek dan brand awareness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian berdasarkan uji F. Sedangkan brand awareness memiliki pengaruh yang paling dominan berdasarkan uji t. Hasil output pengolahan data nilai R square 0,515.
Timpal dkk (2016).
Pengaruh brand awareness dan brand attitude terhadap pengambilan keputusan pembelian handphone merek Nokia (studi kasus pada siswa SMA dan SMK di kota Manado)
- Mengkaji variabel brand awareness
- Menggunakan metode deskriptif
- Mengkaji variabel lain yaitu brand attitude
Hasil penelitian menunjukkan bahwa brand awareness dan brand attitude berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Dengan hasil nilai konstanta sebesar 0.134, nilai koefisien regresi variabel brand awareness sebesar 0,099, dan nilai koefisien variabel brand attitude sebedar 0,095.
Aryan (2012)
Pengaruh brand awareness dan kepercayaan
- Mengkaji variabel brand awareness.
- Mengkaji variabel
Terdapat hubungan yang signifikan positif antara brand awarenesss dan
konsumen atas merek terhadap pengambilan keputusan pembelian ulang minum Aqua di kota Padang
- Mengkaji variabel keputusan pembelian
- Menggunakan metode deskriptif
kepercayaan konsumen
keputusan pembelian dengan sig 0,041.
Tabel 2.1. menjelaskan tiga penelitian terdahulu yang memiliki kaitan dengan
penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Ambolau dkk (2013) memiliki persamaan
dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan metode penelitian deskriptif dan
mengkaji variabel brand awareness dan keputusan pembelian. Kemudian dalam mengukur
variabel keputusan, sama-sama menggunakan cara mengukur keputusan pembelian
konsumen dari teori yang sama yaitu dari Kotler (2009) yaitu mengenai dimensi pilihan
produk, pilihan merek, pilihan penyalur, jumlah pembelian, waktu pembelian dan metode
pembayaran. Untuk perbedaannya penelitian dari Ambolau dkk (2013) mengkaji variabel
lain yaitu brand image dengan hasil penelitian menunjukan brand awareness berpengaruh
secara signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen. Citra merek dan brand
awareness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian berdasarkan
uji F. Sedangkan brand awareness memiliki pengaruh yang paling dominan berdasarkan
uji t. Hasil output pengolahan data nilai R square 0,515.
Kemudian penelitian dari Timpal dkk (2016) menunjukan hasil Hasil penelitian
bahwa brand awareness dan brand attitude berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
Dengan hasil nilai konstanta sebesar 0.134, nilai koefisien regresi variabel brand
awareness sebesar 0,099, dan nilai koefisien variabel brand attitude sebedar 0,095.
Selanjutnya penelitian Aryan (2012) bahwa brand awareness berpengaruh secara
signifikan terhadap keputusan pembelian, dalam penelitian ini bedanya yaitu persentase
yang paling tinggi dari penelitian ini berada pada dimensi top of mind yang menyatakan
bahwa minuman air Aqua dikenal luas oleh masyarakat, dengan persentase sebesar 89.2%,
dan penelitian ini hanya menggunakan tiga dimensi yaitu top of mind, brand recall, dan
brand recognition.
2.5. Kerangka Pemikiran
Brand awareness atau kesadaran merek merupakan kesanggupan seorang calon
pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan
bagian dari kategori produk tertentu. Brand awareness sangat berperan penting dalam
keputusan pembelian konsumen, karena konsumen cenderung akan membeli produk
yang sudah terkenal di bandingkan yang belum terkenal. Sesuai dengan teori dari
Hoyer & Brown dalam (Dhurup, 2014) kesadaran merek mempengaruhi pengambilan
keputusan konsumen dalam berbagai cara. Misalnya, konsumen dapat menggunakan
brand awareness sebagai jangkar nominal dalam keputusan pembelian mereka. Oleh
karena itu brand awareness yang baik akan menghasilkan keputusan yang baik begitu
juga sebaliknya.
Menurut Aaker (1996) dalam mengukur brand awareness bisa dilakukan
dengan melakukan pengukuran melalui dimensi recognition, recall, top of mind, brand
dominance, brand knowledge dan brand opinio. Melalui dimensi tersebut bisa
mengetahui brand awareness suatu merek. Kemudian untuk keputusan pembelian
menurut Kotler dan Keller (2009), konsumen mungkin juga membentuk maksud untuk
membeli merek yang paling disukai hal tersebut konsumen melakukan pembelian
karena atas dasar pilihan produk, pilihan merek, pilihan penyalur, jumlah pembelian,
waktu pembelian dan metode pembayaran. Kerangka pemikiran bertujuan untuk
mengemukakan objek penelitian secara umum dalam bentuk kerangka variabel yang
akan diteliti. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang menjadi variabel penelitian
yaitu: variabel brand awareness sebagai variabel independen/variabel bebas (X) dan
variabel keputusan pembelian sebagai variabel dependen/variabel terikat (Y). Konsep
penelitian ini adalah untuk melihat, mengukur, dan menganalisis pengaruh brand
awareness terhadap pengambilan keputusan pembelian konsumen. Seperti yang sudah
diuraikan pada bab sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
brand awareness terhadap consumer decision making di California Fried Chicken
(CFC). Berikut ini adalah kerangka pemikiran berdasarkan teori yang sudah didapat,
dapat terlihat pada Gambar 2.3 yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
2.5.1. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dikatakan sementara karena jawaban yang diberi baru berdasarkan fakta-fakta empiris
yang diperoleh dari pengumpulan data (Sugiono, 2015). Berikut ini adalah hipotesis
dari penelitian ini:
Ho: Tidak adanya pengaruh positif dan signifikan antara brand awareness terhadap
consumer decision making di California Fried Chicken (CFC).
Ha: Adanya pengaruh positif dan signifikan antara brand awareness terhadap
consumer decision making di California Fried Chicken (CFC).
Consumer Decision Making
(Kotler dan Keller (2009),
Sudaryono (2014), Dhurup
(2014).
Brand Awareness
1. Recognition
2. Recall
3. Brand Dominance
4. Brand Knowledge
5. Brand Opinion
(Aaker (1996), Samu dan
Wymer (2008), Keller (1993),
Goyette, et al., (2010)