Post on 10-Mar-2019
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Implementasi Hukum
1) Implementasi
Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks
Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai
implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut :
“Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya
mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu
kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan”.
Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi
Dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya mengenai
implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut :
“Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses
interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan
jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif”.8
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi
bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.
Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar
aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-
sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.9
8
Prima Wijaya , 20 Oktober 2012, Pengertian Implementasi Menurut Narasumber (Online),
http://konsulatlaros.blogspot.com/2012/10/pengertian-implementasi-menurut.html, di akses 18 Juli 2013 9
Muhamad Albar, Tahun 2011-2012, Pengertian Implementasi menurut Para Ahli (Online),
http://www.jualbeliforum.com/pendidikan/215357-pengertian-implementasi-menurut-para-ahli.html, diakses 18 Juli 2012
9
2) Hukum
Hukum dalam arti luas meliputi keseluruhan aturan normatif yang
mengatur dan menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara dengan didukung oleh sistem sanksi tertentu terhadap setiap
pentimpangan terhadapnya.10
Lebih lanjut, hukum dibagi menjadi empat kelompok pengertian hukum;
pertama hukum yang dibuat oleh institusi kenegaraan, dapat kita sebut Hukum
Negara. Misalnya undang-undang dan yurisprudensi; kedua, hukum yang dibuat
oleh dinamika kehidupan masyarakat atau yang berkembang dalam kesadaran
hukum dan budaya hukum, seperti hukum adat; ketiga, hukum yang dibuat atau
terbentuk sebagai bagian dari perkembangan pemikiran didunia ilmu hukum,
biasanya disebut doktrin. Misalnya teori hukum fiqh mazhab Syafii yang
diberlakukan sebagai hukum bagi umat Islam di Indonesia. Terakhir, hukum
yang berkembang dalam praktek dunia usaha dan melibatkan peranan para
profesional dibidang hukum, dapat kita sebut praktek. Misalnya perkembangan
praktek hukum kontrak perdagangan.11
Berbicara Implementasi hukum berarti berbicara mengenai pelaksanaan
hukum itu sendiri dimana hukum diciptakan untuk dilaksanakan. Hukum tidak
bisa lagi disebut sebagai hukum, apabila tidak pernah dilaksanakan. Pelaksanaan
hukum selalu melibatkan manusia dan tingkah lakunya. Lembaga kepolisian
diberi tugas untuk menangani pelanggaran hukum, kejaksaan disusun dengan
tujuan untuk mempersiapkan pemeriksaan perkara di depan sidang pengadilan.
10
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Konstitusi Priss, Jakarta, 2006, h. 3 11
Jimly Asshiddiqie, ibid, h. 4
10
Menurut Chambliss dan Seidman yang dikutip oleh Satjipto Rahardjo, ada 2
faktor yang menentukan tugas pengadilan, yaitu:
1. Tujuan yang hendak dicapai oleh penyelesaian sengketa itu.
2. Tingkat pelapisan yang terdapat di dalam masyarakat.
Masyarakat yang sederhana cenderung untuk memakai pola penyelesaian
berupa perukunan. Sedangkan masyarakat yang tinggi cenderung menggunakan
penerapan peraturan atau sanksi.
Penyelesaian konflik atau sengketa menurut Marwan Mas ada 2, yaitu:
1. Penyelesaian secara litigasi: dilakukan melalui pengadilan
2. Penyelesaian secara nonlitigasi: dilakukan di luar pengadilan yang terbagi
atas 4 jenis, yaitu:
- Perdamaian (settlement), dilakukan sendiri oleh pihak-pihak
bersengketa.
- Mediasi (mediation), pra pihak dengan menggunakan jasa pihak ketiga
(tidak formal) mediator.
- Konsiliasi (conciliation), para pihak dengan menggunakan pihak ketiga
yang ditunjuk secara formal (ditunjuk oleh MA)
- Arbitrase (arbitration), para pihak dengan menggunakan pihak ketiga
yang ditunjuk secara formal (UU) dan kedudukannya mandiri.12
12Nabilla afinannisa, 27 Desember 2012, Penegakan Hukum, Kesadaran Hukum, dan Pelaksanaan Hukum (online),
http://vinabilla.blogspot.com/2012/12/penegakan-hukum-kesadaran-hukum-dan.html, diakses 21 Juli 2013
11
B. Peraturan Pemerintah dan Peraturan Disiplin Anggota POLRI
1) Peraturan Pemerintah
Peraturan pemerintah merupakan salah satu sumber hukum, Istilah
sumber hukum memiliki makna yang variatif ditentukan dari mana sudut
pandang, kecenderungan dan latar belakang keilmuan orang yang memberi
makna. (Pertanyaan menegenai sumber-sumber hukum tidak dapat dijawab
dengan sederhana, karena pengetian sumber hukum ini digunakanan dalam
beberapa arti). Pernyataan tersebut melihat realitas, bahwa sumber hukum dapat
dimaknai dari berbagai sudut pandang. 13
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana
mestinya. Peraturan Pemerintah dan peraturan lain yang kedudukannya berada
dibawah undang-undang merupakan peraturan pelaksanaan, artinya sebagai
tindak lanjut dan implementasi dari undang-undang. Peraturan Pemerintah
memuat aturan-aturan yang bersifat umum, yang dikeluarkan oleh Presiden
untuk melaksanakan undang-undang.14
Berdasarkan Undang-Undangan No. 12 Tahun 2011 pada Pasal 7
menyebutkan, bahwa hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia,
sebagai berikut:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
13
Sadjijono, op.cit, h. 26 14
Sadjijono, ibid, h. 36
12
d) Peraturan Pemerintah;
e) Peraturan Presiden;
f) Peraturan Daerah Provinsi; dan
g) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.15
2) Kedisiplinan
Kedisiplinan adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua
peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku, kedisiplinan merupakan fungsi
operatif keenan dari manajemen sumber daya manusia. Kedisiplinan merupakan
fungsi operatif sumber daya manusia yang terpenting karena semakin baik
disiplin, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai seseorang. Tanpa
disiplin yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang optimal.
Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi, karena tanpa
dukungan disiplin yang baik, maka sulit untuk suatu organisasi untuk
mewujudkan tujuannya. Jadi, kedisiplinan adalah kunci keberhasilan dalam
mencapai tujuan, dan dalam pelaksanaannya ada banyak indikator yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan anggota dalam suatu organisasi, diantaranya
ialah tujuan dan kemampuan, keteladanan pimpinan, balas jasa, keadilan,
waskat, sanksi hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusiaan.16
3) Peraturan Disiplin Anggota POLRI
“Peraturan Disiplin Anggota POLRI adalah serangkaian norma untuk
membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota
POLRI”. Disini dikatakan bahwa Peraturan Disiplin Anggota POLRI adalah
15
Lihat dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 16
Abdurrahmat Fathoni, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, h. 172
13
norma yang memuat tentang bagaimana seharusnya anggota POLRI berbuat dan
bertindak, baik dalam menjalankan tugas-tugas kepolisian maupun dalam
kehidupannya dilingkungan masyarakat, artinya ketentuan yang digunakan
pedoman berperilaku setiap anggota POLRI.17
Didalam Peraturan Disiplin Anggota POLRI sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003, memuat substansi pokok yang
menegaskan suatu kewajiban (keharusan) yang juga dapat disebut sebagai
perintah (gebod), yakni sesuatu yang harus dijalankan oleh setiap anggota
POLRI, dan membuat larangan-larangan (verbod), yakni sesuatu yang tidak
boleh dilakukan. Apabila anggota POLRI tidak menjalankan suatu kewajiban
hukum yang diharuskan dan melakukan suatau perbuatan yang dilarang, maka
masuk kategori melakukan pelanggaran disiplin. Bagi anggota POLRI yang
melakukan pelanggaran disiplin dimaksud, diancam dengan sanksi hukuman,
yakni hukuman disiplin.18
C. Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai
yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan
sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan,
memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.19
Penegakan
Hukum selalu melibatkan manusia didalamnya dan melibatkan juga tingkah laku
manusia. Hukum tidak dapat tegak dengan sendirinya, artinya hukum tidak
17
Sadjijono, op.cit, h. 201 18
Sadjijono, ibid, h. 203 19
Soerjono Soekanto, op.cit, h. 5
14
mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-kehendak yang tercantum
dalam peraturan-peraturan hukum. Janji dan kehendak tersebut, misalnya untuk
memberikan hak kepada seseorang, memberikan perlindungan kepada seseorang,
menegakan pidana terhadap seorang yang memenuhi persyaratan tertentu dan
sebagainya.20
Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang dapat
digolongkan sebagai suatu yang abstrak. Ke dalam kelompok yang abstrak
termasuk ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial. Apabila
berbicara tentang penegakan hukum, maka pada hakekatnya berbicara tentang
penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang nota bene adalah abstrak tersebut.21
Untuk mewujudkan hukum sebagai ide-ide ternyata dibutuhkan suatu
organisasi yang cukup kompleks. Negara harus campur tangan dalam perwujudan
hukum yang abstrak ternyata harus mengadakan bebagai macam badan untuk
keperluan tersebut. Kita tidak mengenal adanya Jawatan Hukum atau Kantor
Hukum, melainkan: Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, Pemasyarakatan dan juga
Badan Peraturan Perundang-undangan. Badan-badan yang tampak berdiri sendiri-
sendri tersebut pada hakekatnya mengenban tugas yang sama, yaitu mewujudakan
hukum dan menegakkan hukum dalam masyarakat.22
Diantara organisasi penegakan hukum, pekerjaan kepolisian adalah yang
paling menarik. Hal tersebut menjadi menarik, karena didalamnya banyak
dijumpai keterlibatan manusia sebagai pengambil keputusan. Polisi pada
20
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum (suatu tinjauan sosiologis), Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, h. 1 21
Satjipto Rahardjo, ibid, h.12 22
Satjipto Rahardjo, ibid, h.14
15
hakekatnya dapat dilihat sebagai hukum yang hidup, karena ditangan polisi
tersebut hukum mengalami perwujudannya. Apabila hukum bertujuan untuk
menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya dengan melawan
kejahatan. Polisi yang akan menentukan secara konkret apa yang disebut sebagai
penegak ketertiban, siapa-siapa yang harus ditundukan, siapa-siapa yang harus
dilindungi dan seterusnya. Oleh karena sifat pekerjaannya tersebut, polisi banyak
berhubungan dengan masyarakat dan mnanggung resiko mendapat sorotan yang
tajam dari masyarakat yang dilayaninya.23
D. Kepolisian
1) Pengertian Polisi
Dilihat dari sisi historis, istilah polisi di Indonesia tampaknya mengikuti
dan menggunakan istilah “politie” di Belanda. Hal ini sebgai akibat dan
pengaruh dari bangunan sistem hukum Belanda yang banyak dianut di Negara
Indonesia.24
Definisi “Politie” menurut Van Vollenhoven tersebut dapat
dipahami, bahwa“Politie”mengandung arti sebagai organ dan fungsi, yakni
organ pemerintah dengan tugas mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan
supaya yang diperintah menjalankan dan tidak melakukan larangan-larangan
perintah. Van Vollenhoven memasukan polisi kedalam salah satu unsur
pemerintah dalam arti luas, yakni badan pelaksana (executive-bestuur),badan
perundang-undangan, badan peradilan dan badan kepolisian. Badan pemerintah
termasuk didalamnya kepolisian bertugas membuat (orde en rust) dan
23
Satjipto Rahardjo, ibid, h.111 24
Sadjijono, ibid, h. 2
16
mempertahankan hukum, dengan katalain menjaga ketertiban dan ketentraman
dan menyelanggarakan kepentingan umum.25
Menurut Charles Reith dalam bukunya The Blind Eye of History, bahwa
“Police in the English language came to mean any kind of planning for
improving or ordering communal existence” yang maknanya polisi sebagai tiap-
tiap usaha untuk memperbaiki untuk menertibkan tata susunan kehidupan
masyarakat. Lebih lanjut Momo Kelene mengambil terjemahan dari Polizeirecht
mengatakan, bahwa istilah Polisi mempunyai dua arti, yakni polisi dalam arti
formal yang mencakup penjelasan tentang organisasi dan kedudukan suatu
instansi kepolisian, dan kedua dalam arti materil, yakni memberikan jawaban-
jawaban terhadap persoalan-persoalan tugas dan wewenang dalam rangka
menghadapi bahaya atau gangguan keamanan dan ketertiban, baik dalam rangka
kewenangan kepolisian umum melalui ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.26
2) Tugas dan Wewenang Kepolisian
a) Tugas Pokok Kepolisian
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dalam
Pasal 13 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tertang POLRI. Tugas pokok
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayan kepada masyarakat. Rumusan tugas pokok tersebut
bukan merupkaan urutan prioritas, ketiga-tiganya sama penting, sedangkan
25
Sadjijono, Seri Hukum Kepolisian POLRI dan Good Governance, Laksbang Mediatama, 2008, h. 50-51 26
Sadjijono,op.cit, h. 3
17
dalam pelaksanaannya tugas pokok mana yang akan dikedepankan sangat
tergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena
pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan
dapat dikombinasikan. Disamping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus
bedasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan
kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.27
Beranjak dari ketiga tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia diatas, tumpuan negara, bangsa dan masyarakat terletak
sepenuhnya dipundak kepolisian. Ketiga tugas pokok tersebut akan menguji
kemampuan kepolisian apakah dapat mengembannya, namun tidak dapat
dibungkiri, tugas pokok tersebut sengat merepotkan kepolisian disebabkan
beberapa faktor antara lain:
1. Terbatasnya anggota Kepolisian Republik Indonesia
2. Minimnya sarana pendukung yang menopang kepolisian dalam
menjalankan tugasnya
3. Sumber daya manusia yang masih relatif kurang
4. Minimnya anggaran yang diberikan kepada kepolisian.28
b) Wewenang Kepolisian
Dalam konsep negara hukum, bahwa wewenang pemerintah berasal
dari peraturan perundang-undangan, artinya suatu wewenang yang bersumber
dari peraturan perundang-undangan, sehingga didalam negara hukum asas
27
C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, Catatan Ketiga
2006, h. 136 28
Supriadi, ibid, h. 134
18
legalitas menjadi salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam
penyelenggaraan pemerintahan terutama bagi negara-negara hukum yang
menganut “civil law system” (Eropa Kontinental). Dengan demikian setiap
penyelenggaraan pemerintah harus memiliki legitimasi, yaitu kewenagan
yang diberikan oleh undang-undang.29
Secara teoritik wewenang yang bersumber dari peraturan perundang-
undangan tersebut diperoleh dari tiga cara, yaitu atribusi, delegasi dan
mandar. Menurut H.D van Wijk/Willem Konijnenbelt definisi wewenang
tersebut, sengai berikut:
1 Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-
undang kepada organ pemerintah. Artinya wewenang atribusi diperoleh
dari peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang wewenang
pemerintahan.
2 Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ
pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.
3 Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya
dijalankan oleh organ lain atas namanya.30
c) Polisi Sebagai Penegak hukum
Ruang lingkup dari istilah penegak hukum adalah luas sekali, oleh
karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung
berkecimpung di bidang penegakan hukum. Namun disini yang dimaksud
29
Sadjijono, ibid, h. 115 30
Sadjijono, ibid, h. 116
19
dengan penegak hukum akan dibatasi pada yang berkecimpung dalam bidang
pengakan hukum.31
Secara sosiologis, maka penegak hukum tersebut mempunyai
kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan (social) merupakan posisi
tertentu di dalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-
sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu
wadah, yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tadi yang
merupakan peranan. Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk
berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas.
Suatu peranan tertentu, dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur, sebagai
berikut:
1 Peranan yang ideal (ideal role)
2 Peranan yang seharusnya (expected role)
3 Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role)
4 Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role)
Kiranya dapat dipahami, bahwa peranan ideal dan peranan seharusnya
datang dari pihak (atau pihak-pihak) lain, sedangkan peranan yang dianggap
oleh diri sendiri serta peranan yang seebenarnya dilakukan berasal dari diri
pribadi.32
Peranan yang seharusnya dari kalangan penegak hukum tertentu, telah
dirumuskan di dalam beberapa undang-undang. Disamping itu, di dalam
31
Soerjono Soekonto, op. cit, h. 19 32
Soerjono Soekonto, ibid, h. 20
20
undang-undang tersebut juga dirumuskan perihal peranan yang ideal. 33
Peranan
yang ideal dan diharuskan khususnya dalam kepolisian adalah dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia:
1. Peranan Ideal
Pasal 4 yang isinya adalah
”Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan
keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta
terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.”
2. Peranan yang seharusnya
Pasal 2 yang isinya adalah
“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.
Pasal 14 ayat 1 yang isinya adalah
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
(a) Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
33
Soerjono Soekonto, ibid, h. 23
21
(b) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
(c) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan;
(d) Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
(e) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
(f) Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
(g) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
(h) Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
(i) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia;
(j) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
22
(k) Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian; serta
(l) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.34
E. Fungsi Kepolisian dan Good Governance
1) Fungsi Kepolisian
Fungsi kepolisian di Indonesia adalah tugas dan wewenang Kepolisian
secara umum, yakni salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dengan tujuan
untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya
keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,
terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat,
serta terbinanya ketentraman masayarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.35
Hal ini sejalan dengan sumpah atau janji sebagai anggota Kepolisan
Negara Republik Indonesia yakni:
“ Demi Allah, saya bersumpah/ beerjanji:
Bahwa aya, untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tri Brata, Catur,
Prasetya, dan Negara Kesatuan Repblik Indonesia serta Pemerintah yang
sah; bahwa saya akan menaati segala peraturan perundang-undangan
34
Lihat dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia 35
Kelik Pramudya dan Ananto Widiatmoko, Pedoman Etika Profesi Aparat Hukum, Pustaka Yudisitisia, Yogyakarta,
2010, h. 53
23
yang berlaku dan melaksanakan kedinasan di Kepolian Negara Republik
Indonesia yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian,
kesadaran, dan tanggung jawab;
bahwa saya, akan senatiasa menjunjung tinggi kehormatan negara,
pemerintah, dan martabat anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, serta akan senantiasa mengutamakan keepentingan
masyarakat, bangsa, dan negara daripada kepentingan saya sendiri,
seseorang atau golongan;
bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau
menurut peerintah harus saya rahasiakan;
bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat
untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik
langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan
saya.”36
2) Good Governance
Good governance dimakanai secara beragam oleh banyak individu
maupun lembaga. Bank Dunia member batasan Good Governance sebagai
pelayanan publik yang efisien, sistem peradilan nyang dapat diandalkan, serta
pemerintahan yang bertanggung jawab pada publiknya. Komunitas Eropa
merumuskan Good Governance sebagai pengelolaan kebijakan social ekonomi
yang masuk akal, pengambilan keputusan yang deemokratis, transpransi
36
Kelik Pramudya dan Ananto Widiatmoko, ibid, h. 63-64
24
pemerintah dan pertanggungjawaban finansial yang memadai, penciptaan
lingkungan yang bersahabat dengan pasar bagi pembangunan, langkah-langkah
untuk memerangi korupsi, penghargaan terhadap aturan hukum, penghargaan
terhadap HAM, kebebasan pers dan ekspresi.
Sedangkan UNDP member pengertian Good Governance sebagai sebuah
consensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara dan sektor swasta bagi
penyelenggaraan pemerintah dalam sebuah negara. Hal ini merupakan sebuah
dialog yang melibatkan seluruh partisipan, sehingga setiap orang merasa terlibat
dalam urusan pemerintahan. Secara tegas, UNDP mengidentifikasi enam
karasteristik Good Governance yakni, partisipatif, transparan dan bertanggung
jawab, efektif dan berkeadilan, mempromosikan supremasi hukum, memastikan
bahwa prioritas sosial, ekonomi, dan politik didasarkan pada koseptual dalam
masyarakat, dan memastikan bahwa suara penduduk miskin dan rentan
didengarkan dalam proses pembuatan keputusan.37
3) Kepolisian NRI dan Good Governance
Salah satu hal yang mendasar keterkaitan Kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan good governance adalah melekatnya fungsi kepolisan sebagai
alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas
melindungi, mengayomi, malayani masyarakat serta menegakan hukum dan
sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan
37
Trubus Rahardiansah, Sistem Pemerintahan Indonesia: Teori dan Praktik dalam Prespektif Politik dan Hukum,
Universitas Trisakti, Jakarta, 2012, h. 423-424
25
dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan
pelayan kepada masyarakat.38
Kepolisian Negara Republik Indonesia dikaitkan dengan makna,
karasteristik dan indikator-indikator good governance, maka memiliki
keterkaitan yang sangat erat. Karena tugas dan wewenang kepolisian berhadapan
langsung dengan masyarakat dalam rangka pemberian perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.39 Oleh karena itu dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya harus berlandaskan pada etika dan moral
hukum, bahakan menjadi komitmen dalam batin dan nurani bagi setiap insan
polisi, sehingga penyelenggara fungsi, tugas dan wewenang kepolisian bisa
bersih dan baik. Dengan demikian akan terwujud konsep good police sebagai
prasyarat menuju good governance.40
F. Kaidah Disiplin POLRI
1) Kode Etik Kepolisian
Kepolisian Negara Republi Indonesia tunduk dan patuh pada Undang-
Undang Nomor 2 tahun 2002 definisi kepolisian yang tercantum dalam Pasal 1
butir 1 yang berbunyi:
“ Kepolisian segala hal yang ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
kelembagaan Polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”41
Juga memegang teguh prinsip-prinsip yang terkandung dalam kode etik
kepolisian. Kode etik ini merupakan pedoman yang bersifat khusus, karena
38
Sadjijono,Seri Hukum Kepolisian POLRI dan Good Governance,ibid, h. 287 39
Sadjijono, Seri Hukum Kepolisian POLRI dan Good Governance ,ibid, h. 295 40
Sadjijono, Seri Hukum Kepolisian POLRI dan Good Governance,ibid, h. 296 41
Lihat dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
26
mengandung makna dan filosofi yang sangat mendalam bagi kepolisian itu
sendiri. Menurut Liliana Tedjosaputro, didalam pedoman pengamalan Bhakti
Dharma Waspada, pedoman pengamalan seorang polisi adalah Rastra
Sewakottama, Nagara Janottama, Yana Anucasana Dharma.42
Kode etik profesi polisi yang berlaku sekarang berdasarkan pada peraturan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol: 7 Tahun2006. Kode etik
profesi POLRI merupakan kristalisasi nilai-nilai Tri Bratayang dilandasi dan
dijiwai oleh Pancasila seta mencerminkan jati diri setiap anggota POLRI dalam
wujud komitmen moral. Kode etik tersebut mencakup empat etika, yaitu etika
kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan, dan etika dalam hubungan
dengan masyarakat.43
2) Kewajiban Anggota POLRI
Adapaun kewajiban-kewajiban tertentu dalam bertindak yang harus
dipatuhi dan dijalankan oleh setiap anggota POLRI, antara lain:
(a) Setiap anggota POLRI setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setia dan
taat pada Negara, dan Pemerintah;
(b) Mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi dan
golongan serta menghindari segala sesuatu yang dapat merugikan
kepentingan Negara;
(c) Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
42
Supriadi, op.cit, h. 140 43
Kelik Pramudya dan Ananto Widiatmoko, op.cit, h,64
27
(d) Menyimpan rahasia Negara dan/atau rahasia jabatan dengan sebaik-
baiknya;
(e) Hormat-menghormati antar pemeluk agama;
(f) Menjunjung tinggi hak asasi manusia;
(g) Menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang
berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum;
(h) Melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat
membahyakan dan/ atau merugikan negara/ pemerintah;
(i) Bersikap dan bertingkahlaku sopan santun terhadap masyarakat;
(j) Berpakaian rapi dan pantas.44
Kewajiban-kewajiban diatas sebagai norma dasar yang harus dilakukan
oleh setiap anggota POLRI, kewajiban untuk menjalankan sesuatu mengandung
makna kesahrusan yang apabila tidak dijalankan akan masuk kategori melanggar.
Namun menjadi sebaliknya dengan larangan (verbod), norma larangan akan
dikategorikan melanggar hukum apabila sengaja berbuat, menjalankan atau
melakukan. Dapat juga dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum disiplin,
jika melakukan sesuatu perbuatan, namun justru perbuatan yang dilakukan
tersebut bertentangan dengan suatu norma kewajiban hukum. Hukum disiplin
POLRI menghendaki kewajiban ini menjadi suatu sikap biasa, artinya dilakukan
dengan sadar tanpa paksaan dan muncul dari keadaran pribadi, sehingga menjadi
44
Lihat Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisia Republik
Indonesia
28
kebiasaan dalam kehidupan kedinasan maupun diluar kedinasan bagi anggota
POLRI.45
3) Larangan-Larangan Bagi Anggota POLRI
Beberapa larangan yang harus tidak boleh dilakukan oleh setiap anggota
POLRI menurut Peraturan Disiplin Anggota POLRI dirumuskan, sebagai
berikut:
(a) Membocorkan rahasia operasi kepolisian;
(b) Meninggalkan wilayah tugas tanpa izin pimpinan;
(c) Menghindarkan tanggung jawab dinas;
(d) Menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi;
(e) Menguasai barang milik dinas yang bukan diperuntukkan baginya;
(f) Mengontrakkan/menyewakan rumah dinas;
(g) Menguasai rumah dinas lebih dari 1 (satu) unit;
(h) Mengalihkan rumah dinas kepada yang tidak berhak;
(i) Menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi;
(j) Berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani;
(k) Memanipulasi perkara;
(l) Membuat opini negatif tentang rekan sekerja, pimpinan, dan/atau kesatuan;
(m) Mengurusi, mensponsori, dan/atau mempengaruhi petugas dengan pangkat
dan jabatannya dalam penerimaan calon anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
45
Sadjijono, log.cit, h. 205
29
(n) Mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga
mengubah arah kebenaran materil perkara;
(o) Melakukan upaya paksa penyidikan yang bukan kewenangannya;
(p) Melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalangi, atau
mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan
kerugian bagi pihak yang dilayani;
(q) Menyalahgunakan wewenang;
(r) Menghambat kelancaran pelaksanaan tugas kedinasan;
(s) Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;
(t) Menyalahgunakan barang, uang, atau surat berharga milik dinas;
(u) Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, meminjamkan,
atau menghilangkan barang, dokumen, atau surat berharga milik dinas
secara tidak sah;
(v) Memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat
kepolisian negara republik indonesia, kecuali karena tugasnya;
(w) Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apa pun untuk kepentingan
pribadi, golongan, atau pihak lain;
(x) Memakai perhiasan secara berlebihan pada saat berpakaian dinas kepolisian
negara republik indonesia.46
Cukup luas cakupan norma larangan dalam Peraturan Disiplin Anggota
POLRI, namun sangat terkait hubungan internal, meskipun ada beberapa norma
yang melarang perbuatan dengan masyarakat, seperti: Melakukan tindakan yang
46
Lihat Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik
Indonesia
30
dapat mengakibatkan, menghalangi, atau mempersulit salah satu pihak yang
dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani; dan
melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun untuk kepentingan pribadi,
golongan, atau pihak lain. Namun demikian norma atau kaidah dimaksud sudah
cukup memberikan rambu-rambu tindakan setiap anggota POLRI, walaupun
disisi lain masih perlu penekanan terkait dengan sikap arogansi kewenangan
yang kurang berorientasi pada kewenangan yang diberikan tersebut.47
Dalam hal ini penyelewengan diatas dapat melanggar etika dan profesi
hukum, karena polisi merupakan penegak hukum, dimana etika dan profesi
hukum merupakan ilmu tentang kesusilaan, tentang apa yang baik dan buruk,
yang patut dikerjakan seseorang dalam jabatanya sebagai pelaksana hukum dari
hukum yang berlaku dalam suatu Negara. Dan etika dan profesi polisi terdapat
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.48
47
Sadjijono, op.cit, h. 208 48
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kantil, Pokok-pokok Etika dan Profesi Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta, cetakan
ke tiga 2006, h. 9