Post on 09-Apr-2016
description
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Permasalahan transportasi seperti tundaan, kemacetan, dan lain-lainnya
sudah sering dijumpai dibeberapa kota besar di Indonesia. Kondisi permasalahan
tersebut sudah mencapai batas yang sangat memprihatinkan. Perencanaan dan
pemodelan transportasi bisa menjadi salah satu solusi yang efisien dan efektif
yang dapat menggabungkan semua faktor permasalahan transportasi dan
keluarannya dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan transportasi baik
pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang yang berhubungan
dengan bangkitan pergerakan untuk semua jenis tata guna lahan.
Dalam laporan skripsi ini akan dibahas bagaimanakah model bangkitan
perjalanan yang terjadi pada hotel berbintang di daerah Sanur. Variabel bebas
yang digunakan adalah luas lahan hotel, luas bangunan hotel, luas parkir hotel,
luas ruang pertemuan, jumlah kamar hotel yang tersedia, jumlah wisatawan yang
menginap per hari, lama rata-rata wisatawan menginap dan jumlah karyawan hotel
termasuk penjaga keamanan dan karyawan cleaning service yang bekerja di hotel
tersebut, sedangkan variabel terikatnya adalah jumlah kendaraan masuk dan
keluar hotel yang menggunakan kendaraan pribadi (sepeda motor dan mobil)
maupun kendaraan umum (bus pariwisata dan taxi). Dalam menganalisis model
bangkitan perjalanan tersebut digunakan analisis regresi linier berganda guna
mengkaji hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, yang dimana
diharapkan hasil dari analisis model bangkitan tersebut dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam peramalan jumlah bangkitan perjalanan di masa
mendatang.
2.2 Konsep Perencanaan Transportasi
Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang
dari suatu tempat ke tempat lain, yang dimana dalam transportasi ada dua unsur
penting, yaitu permindahan/pergerakan dan secara fisik mengubah barang dan
penumpang ke tempat lain (Salim, 1993). Pergerakan transportasi tersebut
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perorangan, masyarakat, pembangunan
5
ekonomi dan sosial politik suatu negara, untuk itulah diperlukan suatu
perencanaan transportasi supaya dalam pergerakannya dapat berjalan dengan baik.
Perencanaan transportasi didefinisikan sebagai suatu proses yang
tujuannya mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan
barang bergerak atau berpindah tempat dengan aman dan murah (Pignataro,
1973).
Tujuan perencanaan transportasi adalah meramalkan dan mengelola
evolusi titik keseimbangan ini sejalan dengan waktu sehingga kesejahteraan sosial
dapat dimaksimumkan (Tamin, 2008).
Sasaran dari perencanaan transportasi adalah menyediakan informasi yang
dibutuhkan untuk membuat suatu keputusan kapan dan dimana peningkatan harus
dilakukan pada sistem transportasi bersangkutan yang dengan demikian akan
menggalakkan perjalanan dan pola pengembangan lahan yang sejalan dengan
tujuan dan sasaran komunitas bersangkutan (Khisty dan Lall, 2005).
Ciri-ciri kajian perencanaan transportasi menurut Tamin (2008) ditandai
oleh adanya empat ciri penting, yaitu:
a. Multimoda
Multimoda adalah suatu kajian yang selalu melibatkan lebih dari satu moda
transportasi sebagai bahan kajian.
b. Multidisiplin
Multidisiplin adalah suatu kajian perencanaan transportasi yang melibatkan
banyak disiplin keilmuan karena aspek kajiannya sangat beragam, mulai dari
ciri pergerakan, pengguna jasa, sampai dengan sistem prasarana ataupun
sarana transportasi itu sendiri.
c. Multisektoral
Multisektoral adalah suatu kajian yang terkait oleh banyak lembaga atau
banyak pihak yang berkepentingan dengan kajian perencanaan transportasi.
d. Multimasalah
Dikatakan perencanaan transportasi berciri multimasalah karena kajian
perencanaan transportasi merupakan kajian multimoda, multidisiplin dan
multisektoral sehingga tentu saja menimbulkan multimasalah atau
permasalahan yang dihadapi mempunyai dimensi yang cukup beragam dan
6
luas, mulai dari yang berkaitan dengan aspek pengguna jasa, rekayasa,
operasional, ekonomi, sampai dengan aspek sosial.
2.3 Transportasi dan Tata Guna Lahan
Suatu kegiatan transportasi terjadi karena adanya aktivitas pada tiap
individu. Aktivitas tersebut di dalam transportasi dapat diwakili oleh adanya
fungsi tata guna suatu lahan. Individu melakukan perjalanan ke suatu lokasi atau
lahan dengan fungsi tertentu untuk melakukan suatu aktivitas atau kegiatan
tertentu. Salah satu tujuan utama perencanaan setiap tata guna lahan dan sistem
transportasi adalah untuk menjamin adanya keseimbangan yang efisien antara
aktivitas tata guna lahan dengan kemampuan transportasi. (Blunden dan Black,
1981). Sedangkan hubungan antara transportasi dan pengembangan lahan dapat
dijelaskan dalam tiga konteks, yaitu:
a. Hubungan fisik dalam skala makro
Hubungan fisik dalam skala makro memiliki pengaruh jangka panjang dan
umumnya dianggap sebagai bagian dari proses perencanaan.
b. Hubungan fisik dalam skala mikro
Hubungan fisik dalam skala mikro memiliki pengaruh jangka pendek dan
jangka panjang dan umumnya dianggap sebagai masalah desain wilayah
perkotaan.
c. Hubungan proses
Hubungan proses adalah bentuk hubungan yang berhubungan dengan aspek
hukum, administrasi keuangan, dan aspek-aspek institusional tentang
pengaturan lahan dan pengembangan transportasi.
Pada model sistem tata guna lahan dan transportasi, model ini digunakan
untuk menggambarkan hubungan antara sistem tata guna lahan dan transportasi
secara kuantitatif. Ada enam konsep yang digunakan dalam hubungan sistem tata
guna lahan dan transportasi, yaitu:
a. Aksesibilitas
Menurut Tamin (2008), aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan
sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan
transportasi yang menghubungkannya. Sedangkan menurut Black (1981),
aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara
7
lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dengan mudah atau
susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi.
b. Bangkitan Perjalanan
Bangkitan perjalanan yaitu bagaimana perjalanan dapat dibangkitkan oleh
suatu tata guna lahan. Sebagai contoh suatu kota dipandang sebagai suatu
tempat dimana terjadi aktivitas-aktivitas atau sebagai suatu pola tata guna
lahan. Lokasi dimana aktivitas dilakukan akan mempengaruhi manusia, dan
aktivitas manusia akan mempengaruhi lokasi tempat aktivitas berlangsung.
Interaksi antar aktivitas terungkap dalam wujud pergerakan manusia, barang,
dan informasi (Khisty dan Lall, 2005). Pergerakan tersebut memerlukan
suatu transportasi untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain.
Hubungan yang sederhana antara penggunaan lahan dan transportasi akan
diperlihatkan dalam skema gambar berikut ini (Khisty dan Lall, 2005)
Gambar 2.1. Siklus tata guna lahan dan transportasiSumber: Khisty dan Lall (2005)
c. Distribusi Perjalanan
Distribusi perjalanan yaitu suatu pemodelan yang memperkirakan distribusi
suatu perjalanan yang meninggalkan suatu zona atau menuju suatu zona, dan
yang menghubungkan interaksi antara tata guna lahan, jaringan transportasi,
serta arus lalu lintas, dimana ditribusi perjalanan ini dapat direpresentasikan
dalam bentuk garis keinginan (desire line) atau dalam bentuk Matriks Asal
Tujuan (Origin Destination Matrix).
8
Fasilitas Transportasi
Kebutuhan akan transportasi
PerjalananTata guna lahan
Nilai lahan
Aksesibilitas
d. Pemilihan Moda
Interaksi antara dua tata guna lahan akan menimbulkan suatu pergerakan,
dimana pergerakan tersebut membuat seseorang untuk menggunakan suatu
moda transportasi, seperti menggunakan kendaraan pribadi, kendaraan umum,
dan dapat juga dengan berjalan kaki. Dalam pemilihan moda transportasi
sangat tergantung pada tingkat pendapatan, biaya transport, dan jarak yang
ditempuh.
e. Pemilihan Rute
Pemilihan rute terjadi ketika adanya pergerakan antara dua tata guna lahan
dengan menggunakan moda transportasi, yang dimana dalam pemilihan rute
ini tergantung pada alternatif terpendek, tercepat, termurah, dan sebagainya.
f. Arus lalu lintas dinamis
Arus lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi. Jika arus
lalu lintas meningkat pada ruas jalan tertentu, waktu tempuh bertambah
karena kecepatan menurun (Tamin, 1997), dan sebaliknya, jika arus lalu
lintas menurun pada ruas jalan tertentu, waktu tempuh berkurang karena
kecepatan meningkat.
2.4 Sistem Transportasi Makro
Sistem transportasi makro adalah suatu pendekatan secara sistem dari
transportasi yang digunakan untuk mendapatkan suatu pengertian yang lebih
mendalam dan usaha untuk mendapatkan alternatif-alternatif pemecahan masalah
yang baik. Sistem transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecah menjadi
beberapa sistem transportasi secara mikro yang masing-masing saling terkait dan
saling mempengaruhi (Tamin, 2008). Sistem transportasi mikro tersebut terdiri
dari:
a. Sistem kegiatan atau permintaan transportasi (Transport Demand)
Sistem kegiatan merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan yang terdiri
dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain, yang
akan membutuhkan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
sehingga bisa membangkitkan perjalanan dan menarik perjalanan.
9
b. Sistem jaringan atau sarana dan prasana transportasi (Transport Supply)
Pergerakan manusia dan/atau barang yang ditimbulkan oleh suatu tata guna
lahan tentu akan membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media
transportasi (prasarana). Bentuk prasarana transportasi meliputi sistem
jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus, bandara dan pelabuhan.
c. Sistem Pergerakan atau lalulintas (Traffic Flow)
Sistem pergerakan atau lalulintas merupakan interaksi antara sistem kegiatan
dan fungsi tata guna lahan dengan sistem jaringan atau struktur jaringan jalan
yang ada, yang menghasilkan pergerakan arus lalulintas di jalan dengan
karakteristik yang berbeda-beda.
d. Sistem Kelembagaan atau institusi (Institutional Framework)
Sistem kelembagaan adalah suatu sistem yang meliputi individu, kelompok,
lembaga, dan instasi pemerintah serta swasta yang terlibat secara langsung
maupun tidak langsung dalam setiap sistem mikro tersebut. Kelembagaan di
negara Republik Indonesia yang berkaitan dengan masalah tranportasi adalah
sebagai berikut:
- Sistem kegiatan
BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), BAPPEDA
(Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), PEMDA (Pemerintah
Daerah).
- Sistem jaringan
Departemen Perhubungan (darat, laut, udara), Bina Marga.
- Sistem pergerakan
DLLAJR (Dinas Lalulintas Angkutan Jalan Raya), Organda (Organisasi
Angkutan Daerah), Polantas (Polisi Lalulintas).
Adapun hubungan antar sistem yang berkaitan dalam transportasi secara
umum dapat dilihat dapat Gambar 2.2.
10
Gambar 2.2 Sistem transportasi makroSumber: Tamin (2008)
2.5 Konsep Pemodelan
Model dapat didefinisikan sebagai bentuk penyederhanaan suatu realita.
Semua model adalah cerminan dari suatu penyederhanaan realita untuk tujuan
tertentu, seperti memberikan penjelasan, pengertian dan peramalan. Sering kali
model dapat mencerminkan kondisi realita secara tepat. Tujuan dasar dari
pemodelan adalah untuk membantu mengerti cara kerja sistem, dan meramalkan
perubahan pada sistem pergerakan arus lalu lintas sebagai akibat perubahan pada
sistem tata guna lahan dan sistem prasarana transportasi. Namun, semakin mirip
suatu model dengan keadaan realitanya, akan semakin sulit model itu dibuat.
Model yang canggih belum tentu merupakan model baik. Model yang lebih
sederhana lebih sesuai untuk tujuan, situasi, dan kondisi tertentu.
Beberapa bentuk model yang sering digunakan secara umum diantaranya
adalah:
a. Model fisik.
Model fisik adalah model yang digunakan untuk memberikan gambaran fisik
secara langsung tentang bentuk suatu realita dengan skala yang lebih kecil.
Contoh dari model fisik adalah maket bangunan arsitektur atau teknik sipil.
b. Model peta dan diagram atau grafis.
Model grafis adalah model yang menggunakan media garis (lurus dan
lengkung), gambar, warna, dan bentuk sebagai media penyampaian suatu
realita.
11
Sistem Kegiatan (Transport Demand)
Sistem Jaringan (Transport Supply)
Sistem Pergerakan (Traffic Flow)
Sistem Kelembagaan
c. Model statistik dan matematika.
Model statistika dan matematis adalah model yang menggunakan persamaan
atau fungsi matematika sebagai media penyampaian suatu realita dan yang
menerangkan beberapa aspek fisik, sosial ekonomi, dan model transportasi.
Hasil pemodelan merupakan alat bantu bagi para pengambil keputusan
dalam menentukan kebijakan yang akan diambil, bukan sebagai penentu
kebijakan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai faktor penting dari
spesifikasi model antara lain sebagai berikut:
a. Struktur Model
Model selalu mempunyai bentuk parameter untuk bisa menunjukkan aspek
struktural dari model tersebut, dan dengan metodologi yang sudah
berkembang sangat mungkin membentuk model dengan banyak peubah.
b. Bentuk Fungsional
Pemecahan dengan bentuk tidak linear akan dapat mencerminkan realita
secara lebih tepat, tetapi membutuhkan sumber daya dan teknik untuk proses
pengkalibrasian model tersebut.
c. Spesifikasi Peubah
Peubah yang digunakan serta hubungan antar peubah dalam suatu model
harus dipertimbangkan, sehingga diperlukan proses tertentu dalam
menentukan peubah yang dominan, antara lain dengan proses kalibrasi dan
pengabsahan
Pemodelan transportasi terbagi atas model empat tahap atau four stages
sequensial model yang dapat digambarkan secara diagram seperti Gambar 2.3.
12
Gambar 2.3 Diagram four stages sequensial model Sumber: Tamin (2008)
2.5.1 Bangkitan Perjalanan (Trip Generation)
Bangkitan perjalanan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan
jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah
pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna lahan (Tamin, 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi bangkitan perjalanan sebagai berikut
(Warpani,1990):
a. Maksud perjalanan
Maksud perjalanan merupakan ciri khas sosial perjalanan.
b. Penghasilan keluarga
Penghasilan keluarga berkaitan dengan kepemilikan kendaraan, penghasilan
keluarga yang semakin besar cenderung meningkatkan kepemilikan
kendaraan.
c. Kepemilikan kendaraan
Data kepemilikan kendaraan biasanya diperoleh dari wawancara dirumah dan
dapat juga diperoleh dari pendaftaran kendaraan yang dilakukan oleh
berbagai instansi pemerintah atau lembaga masyarakat.
13
Bangkitan Perjalanan(Trip Generation )
Distribusi Perjalanan(Trip Distribution )
Pemilihan Moda(Moda Choice)
Pemilihan Rute(Trip Assignment)
d. Guna lahan di tempat asal
Faktor ini merupakan ciri khas dari serangkaian ciri khas fisik, karena guna
lahan di tempat asal tidak sama, maka variabel ini tidak tetap walaupun
penggunaan lahan bersifat tetap.
e. Jarak dari pusat kegiatan kota
Faktor jarak ini merupakan variabel tetap yang berlaku bagi lalulintas orag
maupun kendaraan. Faktor ini berkaitan erat dengan kerapatan penduduk dan
kepemilikan kendaraan.
f. Jauh/jarak perjalanan
Variabel ini merupakan variabel tetap dan tergantung pada macam sarana
moda perjalanan. Faktor ini sangat perlu diperhatikan dalam mengatur fungsi
lahan dan cenderung meminimumkan jarak serta menekan biaya bagi
lalulintas orang maupun kendaraan.
g. Moda perjalanan
Moda perjalanan dapat dikatakan sisi lain dari maksud perjalanan yang sering
digunakan untuk mengelompokkan macam perjalanan. Variabel ini tergolong
ciri khas fisik, tidak tetap dan merupakan fungsi dari variabel lain. Setiap
moda mempunyai tempat khusus dalam perangkutan kota serta mempunyai
beberapa keuntungan di samping sejumlah kekurangan.
h. Penggunaan kendaraan
Maksud dari penggunaan kendaraan adalah jenis moda apa yang digunakan
untuk maksud dan tujuan perjalanan.
i. Guna lahan di tempat tujuan
Faktor ini adalah ciri khas fisik yang terakhir yang pada hakekatnya sama saja
dengan guna lahan ditempat asal.
j. Waktu
Ciri khas terakhir adalah waktu, karena memegang peranan penting. Prosedur
umum adalah menentukan volume lalulintas dalam waktu 24 jam selama hari
kerja dan menentukan presentasi volume lalulintas tertentu pada jam padat,
dibandingkan dengan menelaah ciri khas perjalanan pada jam tertentu.
14
Pada dasarnya bangkitan perjalanan dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu:
a. Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi (Trip Production).
Adalah suatu perjalanan yang dihubungkan atau diawali dari kawasan
perumahan yang terletak di tata guna lahan tertentu. Kawasan yang
menghasilkan atau memproduksi perjalanan adalah kawasan pemukiman.
Perjalanan yang meninggalkan suatu lokasi (Trip Production) diilustrasikan
pada Gambar 2.4.a.
b. Lalu lintas yang menuju suatu lokasi (Trip Attraction).
Adalah suatu perjalanan yang dihubungkan dan berakhir tidak pada kawasan
perumahan pada tata guna lahan yang tertentu. Kawasan yang cenderung
menarik perjalanan adalah sekolah, kantor, pusat perbelanjaan, tempat
rekreasi, hotel dan lain-lain. Perjalanan yang tiba pada suatu lokasi (Trip
Attraction) diilustrasikan pada Gambar 2.4.b. Produksi dan tarikan perjalanan
digambarkan pada gambar berikut:
Gambar 2.4 Produksi dan tarikan perjalananSumber: Wells (1975) dan Tamin (2008)
Model bangkitan perjalanan (Trip Generation) dibagi menjadi dua yaitu
Model Produksi perjalanan (Trip Production) dan Model Tarikan Perjalanan (Trip
Attraction). Tujuan mendasar dari pemodelan bangkitan perjalanan adalah
menghasilkan suatu model yang menghubungkan antara tata guna lahan dengan
jumlah perjalanan yang menuju ke suatu zona atau meninggalkan suatu zona.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemodelan bangkitan perjalanan tidak
hanya pergerakan manusia tetapi juga pergerakan barang.
Untuk menganalisis model-model tersebut dapat digunakan Metode
Analisis Regresi Linier dan Metode Analisis Kategori. Dalam penelitian ini
15
j
(a)Pergerakan yang
berasal dari zona i
(b)Pergerakan yang
menuju zona j
i
i
penulis menggunakan Metode Analisis Regresi Linier Berganda sebagai metode
analisis dalam pemodelan.
Bangkitan perjalanan harus dianalisis secara terpisah dengan tarikan
perjalanan, dengan tujuan akhirnya menaksir setepat mungkin bangkitan
perjalanan dan tarikan perjalanan pada masa sekarang yang akan digunakan untuk
meramalkan perjalanan atau pergerakan pada masa mendatang.
2.5.2 Distribusi Perjalanan (Trip Distribution)
Distribusi perjalanan atau Trip Distribution dari suatu tata guna lahan ke
tata guna lahan yang lain terjadi karena suatu tata guna lahan tidak dapat
memenuhi semua kebutuhan penduduknya. Besarnya distribusi perjalanan dari
suatu tata guna lahan ke tata guna lahan yang lain dipengaruhi oleh adanya
pemisahan jarak yang menimbulkan hambatan perjalanan (trip impedance) yang
direprentasikan dengan nilai jarak, waktu dan biaya serta besarnya kemungkinan
untuk dapat memenuhi kebutuhan perjalanan tersebut. Distribusi perjalanan dapat
digambarkan seperti pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Distribusi perjalananSumber: Tamin (2008)
Menurut Tamin (2008), model distribusi perjalanan yang dikembangkan
saat ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. Model Faktor Pertumbuhan (Growth Factor Model)
Model faktor pertumbuhan merupakan model distribusi perjalanan yang
hanya mempertimbangkan faktor pertumbuhan tanpa memperhitungkan
adanya perubahan aksesibilitas sistem jaringan transportasi (Tamin,2008).
Terdapat lima model faktor pertumbuhan yang dikembangkan saat ini, kelima
model tersebut adalah:
16
i jj
a. Model faktor pertumbuhan seragam (Uniform Growth Factor Model)
Model seragam adalah model tertua dan paling sederhana. Model ini
mengasumsikan untuk keseluruhan daerah kajian hanya ada satu nilai
tingkat pertumbuhan yang digunakan untuk mengalikan semua perjalanan
pada saat sekarang untuk mendapatkan perjalanan dimasa datang. Model
ini tidak menjamin total perjalanan yang dibangkitkan pada tiap zona asal
dan total pergerakan yang terkait ke setiap zona tujuan akan sama dengan
total bangkitan dan tarikan yang diharapkan dimasa mendatang.
b. Model faktor pertumbuhan rata-rata (Average Growth Factor Model)
Model rata-rata adalah usaha pemodelan untuk mengatasi adanya tingkat
pertumbuhan daerah yang berbeda-beda. Metode ini menggunakan tingkat
pertumbuhan yang berbeda untuk tiap zona yang dihasilkan dari
peramalan tata guna lahan dan bangkitan lalulintas.
c. Model faktor pertumbuhan detroit (Detroit Growth Factor Model)
Model detroit dikembangkan bersamaan dengan pelaksanaan Detroit
Metropolitan Area Traffic Study. Proses perhitungan model detroit mirip
dengan model rata-rata, tetapi mempunyai asumsi bahwa: walaupun
jumlah pergerakan dari zona i meningkat sesuai dengan tingkat
pertumbuhan Ei, pergerakan ini harus juga disebarkan ke zona d
sebanding dengan Ed dibagi dengan tingkat pertumbuhan global (E).
d. Model faktor pertumbuhan fratar (Fratar Growth Factor Model)
Model fratar merupakan pengembangan dari model seragam dan model
rata-rata. Asumsi dasar dari model fratar adalah sebaran pergerakan dari
zona asal pada masa mendatang sebanding dengan sebaran pergerakan
pada masa sekarang dan sebaran pergerakan pada masa mendatang
dimodifikasi dengan nilai tingkat pertumbuhan zona tujuan pergerakan
tersebut.
e. Model faktor pertumbuhan furness (Furness Growth Factor Model)
Model Furness adalah model sederhana dan mudah digunakan. Pada
model ini, sebaranan pergerakan pada masa mendatang didapat dengan
mengalikan sebaran pergerakan pada saat sekarang dengan tingkat
17
pertumbuhan zona asal atau zona tujuan yang digunakan secara
bergantian.
2. Model Gravitasi (Gravity Model)
Model gravitasi adalah model yang berasumsikan bahwa ciri bangkitan dan
tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya
populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan juga dengan aksesibilitas
(kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu ataupun biaya. Terdapat empat jenis
gravity model atau model gravitasi (GR), yaitu :
a. Tanpa batasan atau unconstrained-gravity (UCGR)
Model ini sedikitnya mempunyai 1 (satu) batasan, yaitu total pergerakan
yang dihasilkan harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan
dari tahap bangkitan pergerakan. Model ini bersifat tanpa-batasan, dalam
arti bahwa model tidak diharuskan menghasilkan total yang sama dengan
total pergerakan dari dan ke setiap zona yang diperkirakan oleh tahap
bangkitan pergerakan.
b. Dengan batasan bangkitan atau production constrained (PCGR)
Pada model ini, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus
sama dengan total pergerakan yang dihasilkan dengan permodelan. Begitu
juga, bangkitan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan
hasil bangkitan pergerakan yang diinginkan. Akan tetapi, tarikan
pergerakan tidak perlu sama.
c. Dengan batasan tarikan atau attraction constrained (ACGR)
Pada model ini, total pergerakan secara global harus sama dan juga
tarikan pergerakan yang didapat dengan pemodelan harus sama dengan
hasil tarikan pergerakan yang diinginkan. Sebaliknya, bangkitan
pergerakan yang didapat dengan pemodelan tidak harus sama.
d. Dengan batasan bangkitan tarikan atau production attraction constrained
(PACGR)
Pada model ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama
dengan yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan.
18
2.5.3 Pemilihan Moda (Moda Choice)
Besarnya pergerakan ditentukan oleh besarnya bangkitan setiap zona asal
dan tarikan setiap zona tujuan serta tingkat aksesibilitas sistem jaringan antar zona
yang biasanya dinyatakan dengan jarak, waktu, atau biaya. Akan tetapi, besarnya
pergerakan yang menggunakan moda transportasi tertentu belum dapat
terindentifikasi pada tahapan sebaran pergerakan. Untuk itu, dalam tahapan
pemilihan moda akan diidentifikasi besarnya pergerakan antar zona yang
menggunakan setiap moda transportasi tertentu.
Pemilihan moda menjadi salah satu model yang penting dalam
perencanaan transportasi. Hal ini disebabkan oleh peran kunci dari angkutan
umum dalam berbagai kebijakan transportasi. Moda angkutan umum
menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien daripada moda angkutan pribadi.
Bentuk dari pemilihan moda dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Pemilihan moda transportasiSumber: Tamin (2008)
Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang
akan menggunakan setiap moda. Proses ini dilakukan untuk meramalkan
pemilihan moda dengan menggunakan nilai peubah bebas untuk masa mendatang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda adalah sebagai berikut:
a. Ciri pengguna jalan
Beberapa faktor berikut ini yang diyakini sangat mempengaruhi pemilihan
moda, yaitu:
- Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi, semakin tinggi pemilikan
kendaraan pribadi akan semakin kecil pula ketergantungan pada angkutan
umum;
- Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM);
19
i j
Angkutan pribadiAngkutan umum
- Struktur rumah tangga;
- Pendapatan, semakin tinggi pendapatan akan semakin besar peluang
menggunakan kendaraan pribadi;
- Faktor lain, misalnya keharusan menggunakan mobil ke tempat kerja dana
keperluan mengantar anak sekolah.
b. Ciri pergerakan
Pemilihan moda juga akan sangat dipengaruhi oleh:
- Tujuan pergerakan
- Waktu terjadinya pergerakan
- Jarak pergerakan
c. Ciri fasilitas moda transportasi
Ciri fasilitas moda transportasi dikelompokan menjadi dua kategori,yaitu
faktor kuantitatif dan faktor kualitatif. Faktor kuantitatif seperti waktu
perjalanan (waktu menunggu di tempat pemberhentian bus, waktu berjalan
kaku ke tempat pemberhentian bus, waktu selama bergerak, dan lain-lain),
biaya transportasi, ketersediaan ruang dan tarif parkir. Sedangkan faktor
bersifat kualitatif cukup sukar menghitungnya, meliputi kenyamanan dan
keamanan, keandalan dan keteraturan, dan lain-lain.
d. Ciri kota atau zona
Beberapa ciri yang dapat mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak dari
pusat kota dan kepadatan penduduk.
Analisis pemilihan moda dapat dilakukan pada tahap yang berbeda-beda
dalam proses perencanaan dan pemodelan transportasi. Hal tersebut diilustrasikan
pada Gambar 2.7
Gambar 2.7 Alternatif posisi untuk analisis pemilihan modaSumber: Tamin (2000a, 2005)
20
Jenis I
G-MS
A
Jenis II
G
D
A
G-MS
D
A
Jenis III Jenis IV
G
D
A
MS
D MS
Pemilihan moda sangat bervariasi, bergantung pada tujuan perencanaan
transportasi. Pada gambar di atas G adalah bangkitan perjalanan, MS adalah
pemilihan moda, D adalah sebaran pergerakan dan A adalah pemilihan rute. Pada
model jenis I, pergerakan yang menggunakan angkutan umum dan pribadi
dihitung secara terpisah dengan model bangkitan pergerakan, biasanya dengan
menggunakan model analisis regresi atau katagori.
Pada model jenis II, sering digunakan oleh banyak kajian untuk
perencanaan angkutan jalan raya, bukan angkutan umum. Oleh karena itu hal
terbaik yang harus dilakukan adalah mengabaikan pergerakan angkutan umum
dalam pemodelan sehingga proses sebaran pergerakan langsung terkonsentrasi
dalam pergerakan angkutan pribadi.
Pada model jenis III, mengkombinasikan model pemilihan moda dengan
dengan model gravity. Proses sebaran pergerakan dan pemilihan moda dilakukan
secara bersamaan.
Model jenis IV merupakan model yang sering digunakan. Model tersebut
menggunakan kurva diversi, persamaan regresi atau variasi model III. Model ini
selalu menggunakan nisbah atau selisih hambatan antara 2 moda yang bersaing.
2.5. 4 Pemilihan Rute (Trip Assignment)
Pemilihan rute perjalanan atau Trip Assignment dilakukan oleh setiap
pelaku perjalanan yang mencoba mencari rute terbaik masing-masing yang
meminimumkan biaya perjalanannya (misal:waktu), sehingga mereka mencoba
mencari beberapa rute alternatif yang akhirnya berakhir pada suatu pola rute yang
stabil. Informasi utama yang dibutuhkan dalam pemodelan pembebanan rute
adalah :
a. MAT yang menyatakan kebutuhan pergerakan.
b. Ciri jaringan yang berupa ruas serta perilakunya.
c. Prinsip atau pola pemilihan rute yang sesuai atau relevan dengan
permasalahan.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pemilihan rute, seperti waktu
tempuh, jarak, biaya (bahan bakar,dll), kemacetan dan antrian, jenis manuver yang
dibutuhkan, jenis jalan raya, pemandangan, kelengkapan rambu dan marka jalan,
dan kebiasaan pengguna jalan.
21
Pemodelan pemilihan rute memiliki bermacam-macam jenis model,
diantaranya adalah Model all-or-nothing, Model Stokastik, Model Batasan-
Kapasitas, Model Keseimbangan, Keseimbangan Transportasi, dan Model Kurva
Diversi.
a. Model all-or-nothing
Model all-or-nothing adalah model paling sederhana yang mengasumsikan
bahwa proporsi pengendara dalam memilih rute yang diinginkan hanya
tergantung pada asumsi pribadi, ciri fisik setiap ruas jalan yang akan dilalui,
dan tidak tergantung pada tingkat kemacetan. Jika semua pengendara
memperkirakan biaya dengan cara yang sama, maka semua pengendara akan
memilih rute yang sama.
Gambar 2.8 Ilustrasi jaringan sederhana dan waktu tempuh.Sumber: Tamin (2008)
Ilustrasi pada Gambar 2.8 diatas menggambarkan rute yang bisa ditempuh
dari zona i menuju zona d. Dari ilustrasi diatas, jika digunakan metode all-or-
nothing maka rute tercepat yang dipilih adalah 1-3-4.
b. Model Stokastik
Model Stokastik masih mengabaikan hubungan antara arus dengan biaya,
tetapi telah menghitung variasi antara persepsi perseorangan terhadap waktu
tempuh. Perbedaan model stokastik dengan model all-or-nothing adalah
dalam model stokastik pemakai jalan disebarkan kepada beberapa memilihan
rute. Model stokastik terbagi menjadi beberapa model seperti Model Burrell,
Model Sakarovitch, Model Stokastik-proporsional, dan Model perilaku-
kebutuhan-akan-transportasi.
22
1 3 4
2
5
Zona i Zona d
(10) (10)
(15)
(20)
(10)(10) (10)
(20)
c. Model Batasan-Kapasitas
Tingkat kemacetan, rute alternatif dan biayanya, ide pengendara sangat
membantu menentukan model pemilihan rute yang terbaik untuk kasus
tertentu. Pemodelan menggunakan faktor-faktor diatas disebut dengan model
batasan-kapasitas. Model batasan-kapasitas terbagi atas beberapa metode,
diantaranya metode all-or-nothing-berulang, pembebanan bertahap, metode
pembebanan stokastik dengan batasan kapasitas, metode pembebanan-
berulang, metode pembebanan kuntal, pembebanan banyak rute, dan
pembebanan peluang.
d. Model Keseimbangan
Model keseimbangan menggunakan prinsip keseimbang Wardrop (1952),
dengan asumsi dasar pemodelan ini adalah pada kondisi tidak macet, setiap
pengendara akan berusaha meminimumkan biaya perjalanannya dengan
beralih menggunakan rute alternatif. Biaya dari semua alternatif rute yang ada
diasumsikan diketahui secara implisit dalam pemodelan. Jika tidak satupun
pengendara dapat memeperkecil biaya tersebut, maka sistem dikatakan telah
mencapai kondisi seimbang.
e. Model Kurva Diversi
Kurva Diversi adalah kurva yang digunakan untuk memperkirakan arus
lalulintas yang tertarik ke jalan baru atau jalan dengan fasilitas baru. Sebagai
contoh, jika pada suatu daerah yang sudah memiliki jaringan jalan,dibuat
jalan baru yang paralel dengan waktu tempuh dan/atau biaya perjalanan yang
lebih rendah, maka pengendara cenderung menggunakan jalan baru tersebut.
Dalam hal ini sebaiknya digunakan Kurva Diversi.
2.6 Klasifikasi Hotel Berbintang
Berdasarkan UU Pariwisata No.10.2009, Perhimpunan Hotel dan Restoran
Indonesia (PHRI) ditunjuk sebagai lembaga yang mengklasifikasikan kelas hotel
di Indonesia. Klasifikasi dilakukan untuk menjaga kualitas dari hotel di Indonesia,
memberi informasi kepada konsumen mengenai hotel-hotel di Indonesia,
peningkatan kualitas produk hotel yang dimiliki dan memberikan perlindungan
bagi konsumen pengguna hotel.
23
Proses pengklasifikasian hotel diawali dengan hotel akan menentukan
klasifikasi kelas dari hotel itu sendiri sesuai dengan standar yang dimiliki PHRI.
Pihak hotel harus memenuhi standar penilaian tersebut dan pihak PHRI akan
menilai sesuai dengan form penilaian yang ada. Tabel klasifikasi hotel dari pihak
PHRI bisa dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Rekapitulasi klasifikasi hotel berdasarkan PHRINO
.
GOLONGAN KELAS HOTEL
SKALA NILAI BINTANG
NILAI
MUTLAK TAMBAHAN MINIMAL1 BINTANG 5 148 - 175 74 74 1482 BINTANG 4 120 - 147 61 59 1203 BINTANG 3 92 - 119 48 44 924 BINTANG 2 64 - 91 35 31 645 BINTANG 1 36 - 63 22 14 366 MELATI < 35
Sumber: PHRI (2012)
Nilai mutlak pada Tabel 2.1 merupakan nilai standar yang harus dipenuhi
oleh setiap hotel, sedangkan nilai tambahan adalah tambahan penilaian fasilitas
atau pelayanan yang diberikan oleh pihak hotel. Nilai mutlak dan tambahan
tersebut dikomulatifkan menjadi hasil penilaian bagi hotel tersebut.
2.7 Analisis Regresi Linier
Analisis regresi linier adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk
mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model
analisis regresi linier dapat memodelkan hubungan antar dua peubah atau lebih.
Bentuk model analisis regresi linier yang paling sederhana ditunjukan
dengan suatu variabel tidak bebas dihubungkan dengan satu atau lebih variabel
bebas.
Y = a + bX (2.1)
Dimana, Y : Variabel tidak bebas
a : Konstanta regresi
b : Koefisien regresi
X : Variabel bebas
Nilai a dan b, dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut ini.
b=n∑ XY−¿ (∑ X )(∑ Y )
n∑ X2−(∑ X )2 ¿
24
a=(∑Y )¿¿
Dimana, n : Jumlah pengamatan atau sampel
Y : Variabel tidak bebas
X : Variabel bebas
2.8 Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda adalah pengembangan lanjut dari analisis
regresi linier, secara khusus pada kasus yang memiliki lebih banyak variabel
bebas atau peubah bebas. Hal ini sangat diperlukan dalam realita yang
menunjukkan bahwa beberapa peubah tata guna lahan secara simultan
mempengaruhi bangkitan pergerakan. Berikut adalah contoh persamaan yang
diperoleh dari Metode Analisis Regresi Linier Berganda (Sudjana, 2005).
Y = a + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn
Dimana, Y : Variabel tidak bebas
a : Konstanta regresi
b1,...,bn : Koefisien regresi
X1,...,Xn : Variabel bebas
Apabila dalam pengamatan Y terdapat dua varibel bebas, maka persamaannya
akan menjadi:
Y = a + b1X1 + b2X2
Dimana, Y : Variabel tidak bebas
a : Konstanta regresi
b1,b2 : Koefisien regresi
X1,X2 : Variabel bebas
Untuk regresi berganda dengan dua variabel bebas, penyelesaiannya bisa
dilakukan sebagai berikut :
∑Y =a .n+b1 X1+b2 X2
∑Y X1=a∑ X1+b1∑ X12+b2∑ X1 X 2
∑ X2Y =a∑ X2+b1∑ X 1 X2+b2∑ X22
Dari ketiga persamaan tersebut dapat dihitung besaran a, b1 dan b2 dengan rumus
sebagai berikut :
25
b1=(∑ x2
2) (∑ x1 y )−(∑ x1 x2 ) (∑ x2 y )(∑ x1
2) (∑ x2
2)−(∑ x1 x2 )2
b2=(∑ x1
2) (∑ x2 y )−(∑ x1 x2 ) (∑ x1 y )(∑ x1
2 ) (∑ x22 )−(∑ x1 x2)
2
a=Y−b1 X1−b2 X2
Sehingga regresi Y terhadap X dengan persamaan Y = a + b1X1 + b2X2 dapat
ditentukan. Apabila dalam pengamatan Y terdapat tiga varibel bebas, maka
persamaannya akan menjadi:
Y=a+b1 X1+b2 X2+b3 X 3
Penyelesaian persamaan dengan tiga variabel bebas, memiliki cara yang sama
dengan dua varibel bebas, namun dibutuhkan empat persamaan dalam
penyesaiannya.
Pemilihan model regresi linier berganda didasarkan pada uji statistik
yang dilakukan dengan koefisien kolerasi, uji F dan uji t.
Langkah-langkah yang dibutuhkan dalam analisis regresi linier berganda
tersebut, adalah sebagai berikut (digunakan contoh tiga variabel bebas) :
1. Mencari konstanta regresi (a) dan koefisien regresi (b1, b2, dan b3).
2. Mencari koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (r2) serta jumlah
kuadrat penyimpangan/residu (JK residu), jumlah kuadrat regresi (JK
regresi), rata-rata kuadrat penyimpangan/residu.
3. Uji keberartian regresi linier berganda.
4. Uji keberartian koefisien regresi linier berganda.
Keempat langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Mencari konstanta regresi (a) dan koefisien regresi (b1, b2 dan b3)
a. Buatlah tabel untuk mempermudah pengerjaan analisis regresi linier
berganda, seperti tabel berikut
Tabel 2.2 Contoh pengerjaan analisis regresi linier bergandaNo Y X1 X2 X3 YX1 YX2 YX3 X1X2 X1X3 X2X3 X1
2 X22 X3
2 Y2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1.
2.
26
N.
N
Dari tabel diatas dapat dihitung nilai-nilai dibawah ini :
∑ y❑2 =∑ Y ❑
2 −(∑ Y )2
n
∑ x12=∑ X1
2−(∑ X 1)
2
n
∑ x22=∑ X2
2−(∑ X2)
2
n
∑ x32=∑ X3
2−(∑ X3 )2
n
∑ x1 x2=∑ X1 X2−(∑ X 1) (∑ X2 )
❑
n
∑ x1 x3=∑ X1 X3−(∑ X1) (∑ X3 )
❑
n
∑ x2 x3=∑ X2 X3−(∑ X2 )(∑ X3 )
❑
n
∑ x1 y=∑ X 1❑Y−
(∑ X1 ) (∑Y )❑
n
∑ x2 y=∑ X 2❑Y−
(∑ X2 ) (∑Y )❑
n)
∑ x3 y=∑ X3❑Y −
(∑ X3 ) (∑Y )❑
n)
b. Masukan nilai-nilai di atas ke dalam persamaan :
∑ x1 y=b1∑ x12+b2∑ x1 x2+b3∑ x1 x3)
∑ x2 y=b1∑ x1 x2+b2∑ x22+b3∑ x2 x3)
∑ x3 y=b1∑ x1 x3+b∑ x2 x3❑+b3∑ x3
2)
c. Dengan persamaan linier biasa, akan dapat dihitung:
Nilai korelasi b1, b2, b3 dan a=Y−b1 X1−b2 X2−b3 X3
Dalam menggunakan Metode Analisis Regresi Linier Berganda, terdapat
beberapa asumsi statistik yang harus diperhatikan (Tamin,200), diantaranya
adalah:
27
a. Variabel tidak bebas adalah fungsi linier dari variabel bebas. Jika
hubungan tersebut tidak linier, data kadang-kadang ditransformasikan
menjadi linier.
b. Variabel bebas mempunyai nilai tertentu atau merupakan nilai yang
didapat dari hasil survai tanpa kesalahan.
c. Tidak ada korelasi atau hubungan antar variabel bebas.
d. Nilai variabel tidak bebas harus didistribusikan normal atau mendekati.
e. Variasi dari variabel tidak bebas terhadap Garis Regresi adalah sama untuk
seluruh nilai variabel tidak bebas
2. Mencari koefisien korelasi (r), koefisien determinasi (r2), JK reg,
JK res, S2y.123
a. Koefisien Korelasi (r)
Koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui dekat tidaknya hubungan
antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas. Koefisien korelasi
ganda (r) dapat dihitung dengan rumus :
r=√ b1∑ x1 y+b2∑ x2 y+b3∑ x3 y
∑ y2)
Nilai r mempunyai interval antara +1 sampai dengan -1, dapat dituliskan -
1< r < +1. Untuk r = +1 merupakan hubungan positif sempurna dan
hubungan sangat tinggi. Untuk r = -1 disebut hubungan negatif sempurna
dan hubungannya tidak langsung sangat tinggi. Nilai r dapat diuraikan
pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Interpretasi dari nilai r
r Interpretasi0
0,01 – 0,200,21 – 0,400,41 – 0,600,61 – 0,800,81 – 0,90
1
Tidak berkorelasiSangat Rendah
RendahAgak Rendah
CukupTinggi
Sangat TinggiSumber: Sudjana (2005)
b. Koefiesien Determinasi Berganda (R2)
28
Koefisien determinasi berganda atau R2 adalah besaran yang biasanya
digunakan untuk melihat apakah suatu model regresi yang dicocokkan
sudah memadai. Besaran hanya menunjukkan proporsi variasi total dan
respon Y yang diterapkan oleh model yang dicocokkan. Besaran R2 x
100% menyatakan persentase variasi yang diterangkan oleh model yang
dirumuskan. Akar R2 disebut koefisien korelasi berganda antara Y dengan
kelompok variabel bebas X1, X2, X3,.... Xn ini dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana model regresi yang dibangun mampu menjelaskan perubahan
variabel tidak bebas (Y) berdasarkan variabel yang bebas (X) yang ada
dalam model (Sudjana,2005).
R2= JK regJK tot )
Dimana:JK reg = Jumlah kuadrat regresi
= b1x1y + b2x2y + ..........+ bnxny
JK tot = Jumlah kuadrat total
= ∑ y2=∑ Y−¿¿¿¿¿
c. Jumlah kuadrat regresi ( JK reg) dapat dihitung dengan persamaan berikut:
JK reg=b1∑ x1 y+b2∑ x2 y+b3∑ x3 y)
d. Jumlah kuadrat penyimpangan/ residu ( JK res) dapat dihitung dengan
rumus:
JK res=∑ y2−JK reg)
e. Rata-rata kuadrat penyimpangan/ residu (Sy2 123) dihitung dengan rumus:
Sy2= JK resN−k−1)
Dimana :
N : Jumlah pengamatan/ sampel
k : Jumlah varibel bebas
3. Uji keberartian regresi linier berganda
Uji keberartian regresi linier berganda ini dimaksudkan untuk meyakinkan,
apakah model regresi yang diperoleh berdasarkan penelitian ada artinya
29
apabila dipakai untuk membuat kesimpulan mengenai perpautan sejumlah
variabel yang sedang dihipotesa.
Buat hipotesa awal (H0) dan hipotesa alternatif (H1):
H 0 :θ1=θ2=θ3=0
Maksudnya bahwa ketiga variabel bebas secara keseluruhan tidak
memberikan pengaruh terhadap variabel terikatnya.
H 1=θ1≠ 0
Maksudnya bahwa paling sedikit ada 1 variabel bebas yang memberikan
pengaruh terhadap variabel terikatnya.
Untuk pengujian dilakukan dengan F-test, dengan mengambil tingkat
keberartian 95% (α = 0,05) berarti kira-kira 5 dari 100. Jadi kesimpulannya
bahwa kita menolak hipotesa yang seharusnya diterima. Dengan kata lain,
bahwa kira-kira 95% yakin bahwa kita telah membuat kesimpulan yang
benar. Rumus yang digunakan dalam F-test adalah:
F reg= JK reg /kJK res/(n−k−1)
)
Nilai F kritis didapat dari tabel berdasarkan jumlah prediktor (k) lawan (n-k-
1) pada taraf signifikan 95% (α = 0,05). Jika F reg > F kritis, berarti menolak
H0, sehingga kita dapat mengambil kesimpulan awal bahwa Model Regresi
Linier Berganda tersebut berarti dan dapat dipergunakan untuk membuat
kesimpulan mengenai hubungan antara variabel-variabelnya, demikian
sebaliknya.
4. Uji keberartian koefisien regresi linier berganda
Untuk mengetahui bagaimana keberartian adanya setiap variabel bebas dalam
regresi linier berganda, diperlukan uji keberartian koefisien regresi linier
berganda ini.
Buat hipotesa awal (H0) dan hipotesa alternatif ( H1):
H 0 :θ1=θ2=θ3=0
Maksudnya bahwa ketiga koefisien variabel bebas secara parsial individual
tidak memberikan pengaruh terhadap variabel terikatnya.
H 1:θ1≠ 0 , θ2≠ 0 , θ3 ≠ 0
30
Maksudnya bahwa 1 atau 2 atau ketiga koefisien variabel bebas secara parsial
individual memberikan pengaruh terhadap variabel terikatnya.
Rumus-rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
Matrik Korelasi
r=[r11 r12 r 13
r21 r22 r 23
r31 r32 r 33]
R=[ 1 r12 r13
r21 1 r23
r31 r32 1 ] Dimana koefisien korelasi dari suatu variabel dirinya sendiri selalu 1.
r12=∑ x1 x2
√∑ x12∑ x2
2 )
r13=∑ x1 x3
√∑ x12∑ x3
2 )
r23=∑ x2 x3
√∑ x22∑ x3
2 )
Kemudian masukan nilai r12, r21, r13, r31, r23, r32 kedalam matrik r di atas,
inverskan matrik r tersebut menjadi r’ untuk mendapatkan r11, r22, r33
masukkan nilai-nilai tersebut ke dalam rumus berikut:
r12=1− 1
r11)
r22=1− 1
r22)
r32=1− 1
r33)
Kemudian masukkan nilai-nilai tersebut kedalam persamaan berikut.
Sa1=√ S2 y .123∑ x1
2(1−r12)
)
Sa2=√ S2 y .123∑ x2
2(1−r22)
)
31
Sa3=√ S2 y .123∑ x3
2(1−r32)
)
Untuk pengujian dilakukan t-test, dengan mengambil tingkat keberartian 95%
(α = 0,05) berarti kira-kira 5 dari 100 kesimpulan menolak hipotesa yang
seharusnya diterima. Dengan kata lain bahwa kira-kira 95% diyakini telah
membuat kesimpulan yang benar. Rumus yang digunakan t-test adalah :
|t 1|=| a1
Sa1|)
|t 2|=| a2
Sa2|)
|t 3|=| a3
Sa3|)
Jika |t 1|,|t2|,|t 3| > t kritis berarti menolak H0 sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa semua koefisien regresi linear berganda tersebut adalah
berarti dan dapat digunakan untuk membuat kesimpulan. Dengan kata lain,
bahwa variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel terikatnya, demikian
sebaliknya.
5. Metode kuadrat terkecil untuk regresi linier
Cara kuadrat terkecil berpangkal pada kenyataan bahwa pangkat dua daripada
jarak antara titik-titik dengan garis regresi yang sedang dicari harus sekecil
mungkin. Dari sebuah persamaan regresi Y = a + bX dicari nilai a dan b
menggunakan rumus berikut:
a=(∑Y i ) (∑ X i
2 )−(∑ X i ) (∑ X iY i)n∑ X i
2−¿¿¿)b=
n∑ X iY i−(∑ X i) (∑Y i )n∑ X i
2−¿¿¿)
2.9 Metode Pengolahan Data dengan Program SPSS
Dalam Program SPSS menyediakan berbagai metode perhitungan
persamaan regresi linier berganda dengan banyak variabel, seperti Forward
Elimination, Stepwise Method dan Bakward Elimination.
32
1. Bakward Elimination
Metode Bakward Elimination dimulai dengan memasukan semua variabel,
kemudian dilakukan analisis dan variabel yang tidak layak masuk dalam
regresi dikeluarkan satu per satu. Dengan demikian, setelah melewati
beberapa tahap, variabel bebas yang layak dimasukkan dalam model regresi.
2. Forward Elimination
Metode ini hampir sama dengan prosedur Bakward, hanya di sini variabel
bebas dimasukkan tidak sekaligus, namun satu per satu. Dari beberapa
variabel hanya variabel yang layak yang akan dimasukkan dalam model
regresi.
3. Stepwise Method
Metode Stepwise adalah salah satu metode yang sering dipakai dalam analisis
regresi. Metode ini hampir sama dengan prosedur forward, hanya di sini
variabel yang telah dimasukkan dalam model regresi dapat dikeluarkan lagi
dari model. Metode ini dimulai dengan memasukkan variabel bebas yang
memiliki korelasi paling kuat dengan variabel dependen (variabel terikat).
Kemudian setiap kali pemasukan variabel bebas lain, dilakukan pengujian
untuk tetap memasukkan variabel bebas atau mengeluarkannya.
2.10 Tinjauan Terhadap Studi yang Pernah Dilakukan
Hadus (2006), menganalisis mengenai Bangkitan Perjalanan Berbasis
Hotel Di Kawasan Kuta Selatan, Studi Kasus Hotel Bintang Lima. Studi ini
dilakukan untuk meneliti jumlah kendaraan yang masuk dan keluar dari lahan
yang berguna sebagai hotel di Kuta Selatan dengan jenis kendaraan ringan,
kendaraan berat, sepeda motor dan kendaraan tak bermotor. Dari analisis dan
pembahasan dapat ditarik kesimpulan yang menyatakan bahwa:
1. Faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi produksi perjalanan dan tarikan
perjalanan pada hotel bintang lima di kawasan Kuta Selatan adalah:
a. Faktor signifikan yang mempengaruhi untuk produksi 10 jam adalah
variabel luas area total (X2) dan luas parkir (X3)
33
b. Faktor signifikan yang mempengaruhi untuk tarikan 10 jam adalah
variabel jumlah kamar (X4)
2. Model produksi dan tarikan perjalanan dengan metode analisis regresi
berbasis hotel untuk masing-masing jam sibuk menghasilkan persamaan
sebagai berikut:
a. Model regresi untuk produksi 10 jam:
Y24 = 45,550 + 0,001607 X2 + 0,005456 X3
b. Model regresi untuk tarikan 10 jam:
Y14 = 34,992 + 0,510 X4
3. Besarnya produksi dan tarikan perjalanan pada hotel bintang lima dikawasan
Kuta Selatan untuk sepuluh tahun mendatang:
a. Produksi perjalanan 10 jam untuk sepuluh tahun yang akan datang akan
bertambah sebesar 1989,68 kendaraan per 10 jam.
b. Tarikan perjalanan 10 jam untuk sepuluh tahun yang akan datang akan
bertambah sebesar 2811,348 kendaraan per 10 jam.
34