Post on 05-Feb-2018
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai
sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting
dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya).
Menurut Dr. Ir. Suripin, M. Eng. (2004; 7) drainase mempunyai arti
mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase
didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi
dan/ atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan
dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai suatu cara
pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara
penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari
prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju
kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase di sini
berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan
dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi
sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki
daerah becek, genangan air dan banjir. Kegunaan dengan adanya saluran drainase
ini adalah untuk mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada
akumulasi air tanah, menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal,
mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada,
mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem
drainase yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase perkotaan. Berikut
definisi drainase perkotaan :
1. Drainase perkotaan yaitu ilmu drainase yang mengkhususkan pengkajian pada
kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan sosial-
budaya yang ada di kawasan kota.
2. Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari
wilayah perkotaan yang meliputi daerah permukiman, kawasan industri dan
perdagangan, kampus dan sekolah, rumah sakit dan fasilitas umum, lapangan
olahraga, lapangan parkir, instalasi militer, listrik, telekomunikasi, pelabuhan
udara.
Sistem jaringan drainase perkotan umumnya dibagi atas 2 bagian, yaitu :
1. Sistem Drainase Makro
Sistem drainase makro yaitu sistem saluran/ badan air yang menampung dan
mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada
umumnya sistem drainase makro ini disebut juga sebagai sistem saluran
pembuangan utama (major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini
menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase
primer, kanal-kanal atau sungai-sungai. Perencanaan drainase makro ini
umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan
pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem
drainase ini.
2. Sistem Drainase Mikro
Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase
yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara
Universitas Sumatera Utara
keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di
sepanjang sisi jalan, saluran/ selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-
gorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat
ditampungnya tidak terlalu besar. Pada umumnya drainase mikro ini
direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung
pada tata guna lahan yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan permukiman
lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro.
Bila ditinjau deri segi fisik (hirarki susunan saluran) sistem drainase
perkotaan diklassifikasikan atas saluran primer, sekunder, tersier dan seterusnya.
1. Saluran Primer
Saluran yang memanfaatkan sungai dan anak sungai. Saluran primer adalah
saluran utama yang menerima aliran dari saluran sekunder.
2. Saluran Sekunder
Saluran yang menghubungkan saluran tersier dengan saluran primer (dibangun
dengan beton/ plesteran semen).
3. Saluran Tersier
Saluran untuk mengalirkan limbah rumah tangga ke saluran sekunder, berupa
plesteran, pipa dan tanah.
4. Saluran Kwarter
Saluran kolektor jaringan drainase lokal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Hirarki Susunan Saluran
(Tiurma Elita Saragi, 2007, Tinjauan Manajemen Sistem Drainase Kota Pematang Siantar:11)
Keterangan:
a = Saluran primer
b = Saluran sekunder
c = Saluran tersier
d = Saluran kwarter
Universitas Sumatera Utara
2.2 Analisa Hidrologi
Untuk menyelesaikan persoalan drainase sangat berhubungan dengan aspek
hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan di alirkan pada
sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunyai sistem drainase
mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Disain hidrologi diperlukan untuk
mengetahui debit pengaliran.
2.2.1 Siklus Hidrologi
Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari
atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi,
evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan
kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air
berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan
batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju
bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh
yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah
mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara
yang berbeda:
• Evaporasi / transpirasi; Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di
tanaman, dan sebagainya kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan
kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan
menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam
bentuk hujan, salju dan es.
• Infiltrasi/ perkolasi ke dalam tanah; Air bergerak ke dalam tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat
Universitas Sumatera Utara
bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau
horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali
sistem air permukaan.
• Air Permukaan; Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran
utama dan danau, makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka
aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat
biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan
membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar
daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang mengalir
maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah
permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke
laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen
siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).
Gambar 2.2 Siklus Hidrologi
(Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang berkelanjutan: 20).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Analisa Curah Hujan Rencana
Hujan merupakan komponen yang sangat penting dalam analisis hidrologi.
Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam baik secara manual maupun otomatis,
dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama
satu hari. Dalam analisa digunakan curah hujan rencana, hujan rencana yang
dimaksud adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung
intensitas hujan, kemudian intensitas ini digunakan untuk mengestimasi debit
rencana.
Untuk berbagai kepentingan perancangan drainase tertentu data hujan yang
diperlukan tidak hanya data hujan harian, tetapi juga distribusi jam jaman atau
menitan. Hal ini akan membawa konsekuen dalam pemilihan data, dan dianjurkan
untuk menggunakan data hujan hasil pengukuran dengan alat ukur otomatis.
Dalam perencanaan saluran drainase periode ulang (return period) yang
dipergunakan tergantung dari fungsi saluran serta daerah tangkapan hujan yang
akan dikeringkan. Menurut pengalaman, penggunaan periode ulang untuk
perencanaan:
- Saluran Kwarter : periode ulang 1 tahun
- Saluran Tersier : periode ulang 2 tahun
- Saluran Sekunder : periode ulang 5 tahun
- Saluran Primer : periode ulang 10 tahun
(Wesli, 2008, Drainase Perkotaan: 49)
Rekomendasi periode ulang untuk desain banjir dan genangan dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Rekomendasi Periode Ulang (Tahun) untuk Desain Banjir dan
Genangan
Sistem
Penyaluran
*Dasar Tipe Pekerjaan (untuk pengendalian banjir di sungai)
*Dasar dari jumlah penduduk (untuk sistem drainase)
Tahap
Awal
Tahap
Akhir
Sungai
- Rencana Bahaya
- Rencana Baru
- Rencana Terbaru/ Awal
Untuk pedesaan atau perkotaan dengan jumlah penduduk < 2.000.000
Untuk perkotaan dengan jumlah penduduk > 2.000.000
5
10
25
25
10
25
50
100
Sistem
Drainase
Primer
(Catchment
Area > 500
Ha)
- Pedesaan
- Perkotaan dengan jumlah penduduk < 500.000
- Perkotaan 500.000 < jumlah penduduk < 2.000.000
- Pedesaan dengan jumlah Penduduk > 2.000.000
2
5
5
10
5
10
15
25
Sistem
Drainase
Sekunder
(Catchment
Area < 500
Ha)
- Pedesaan
- Perkotaan dengan jumlah penduduk < 500.000
- Perkotaan 500.000 < jumlah penduduk < 2.000.000
- Pedesaan dengan jumlah Penduduk > 2.000.000
1
2
2
5
2
5
5
10
Sistem
Drainase
Tersier
(Catchment
Area < 10 Ha)
Perkotaan dan Pedesaan 1 2
(Flood Control Manual, 1993, Volume I Summary of Flood Control Criteria and Guidelines: 4)
Penentuan periode ulang juga didasarkan pada pertimbangan ekonomis.
Analisis frekuensi terhadap data hujan yang tersedia dapat dilakukan dengan
beberapa metode antara lain Disrtibusi Normal, distribusi Log Normal, Distribusi
Log Person III, dan Distribusi Gumbel.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Analisa Frekuensi Curah Hujan
Distribusi frekuensi digunakan untuk memperoleh probabilitas besaran
curah hujan rencana dalam berbagai periode ulang. Dasar perhitungan distribusi
frekuensi adalah parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-
rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness (kecondongan atau
kemencengan).
Tabel 2.2 Parameter Statistik yang Penting
Parameter Sampel Populasi
Rata-rata
n
iiX
nX
1
1
dxxxfXE
Simpangan Baku
(standar deviasi)
n
ii xx
ns
1
2
1
1
1 2
12 xE
Koefisien Variasi x
sCV
CV
Koefisien Skewness
31
3
21 snn
xxnG
n
ii
3
2
xE
(Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 34)
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi yang
banyak digunakan dalam bidang hidrologi. Berikut ini empat jenis distribusi
frekuensi yang paling banyak digunakan dalam bidang hidrologi:
- Distribusi Normal
- Distribusi Log Normal
- Distribusi Log Person III
- Distribusi Gumbel.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.1 Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss.
Perhitungan curah hujan rencana menurut metode distribusi normal, mempunyai
persamaan sebagai berikut:
SKXX TT (2.1)
di mana:
S
XXK T
T
(2.2)
di mana:
XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan,
X = nilai rata-rata hitung variat,
S = deviasi standar nilai variat,
KT = Faktor Frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang
dan tipe model matematik disrtibusi peluang yang digunakan untuk
analisis peluang.
Untuk mempermudah perhitungan, nilai faktor frekuensi KT umumya sudah
tersedia dalam tabel, disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variable
reduced Gauss), seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Nilai Variabel Reduksi Gauss
No. Periode ulang,T (tahun)
Peluang KT
1 1,001 0,999 -3,05 2 1,005 0,995 -2,58 3 1,010 0,990 -2,33 4 1,050 0,950 -1,64 5 1,110 0,900 -1,28 6 1,250 0,800 -0,84 7 1,330 0,750 -0,67 8 1,430 0,700 -0,52 9 1,670 0,600 -0,25 10 2,000 0,500 0 11 2,500 0,400 0,25 12 3,330 0,300 0,52 13 4,000 0,250 0,67 14 5,000 0,200 0,84 15 10,000 0,100 1,28 16 20,000 0,050 1,64 17 50,000 0,020 2,05 18 100,000 0,010 2,33 19 200,000 0,005 2,58 20 500,000 0,002 2,88 21 1000,000 0,001 3,09
(Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 37)
2.2.3.2 Distribusi Log Normal
Dalam distribusi Log Normal data X diubah kedalam bentuk logaritmik
Y = log X. Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X
dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. Untuk distribusi Log Normal
perhitungan curah hujan rencana menggunakan persamaan berikut ini:
SKYY TT (2.3)
Universitas Sumatera Utara
S
YYK T
T
(2.4)
di mana:
YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun,
Y = nilai rata-rata hitung variat,
S = deviasi standar nilai vatiat,dan
KT = Faktor Frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan
tipe model matematik disrtibusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang.
2.2.3.3 Distribusi Log Person III
Perhitungan curah hujan rencana menurut metode Log Person III,
mempunyai langkah-langkah perumusan sebagai berikut:
- Ubah data dalam bentuk logaritmis, X = Log X
- Hitung harga rata-rata:
n
X
X
n
ii
1
log
log (2.5)
- Hitung Harga Simpangan Baku
5.0
1
2
1
loglog
n
XXs
n
ii
(2.6)
- Hitung Koefisien Kemencengan:
3
1
3
21
loglog
snn
XXnG
n
ii
(2.7)
Universitas Sumatera Utara
- Hitung logritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:
sKXX T .loglog (2.8)
dimana:
K = Variabel standar ( standardized variable) untuk X yang besarnya
tergantung koefisien kemencengan G (Tabel 2.4).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Nilai K untuk distribusi Log-Person III
(Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 43)
Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang)
1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100
Koef,G Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)
99 80 50 20 10 4 2 1
3,0 -0,667 -0,636 -0,396 -0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 2,8 -0,714 -0,666 -0,384 -0,460 1,210 2,275 3,114 3,973 2,6 -0,769 -0,696 -0,368 -0,499 1,238 2,267 3,071 2,889 2,4 -0,832 -0,725 -0,351 -0,537 1,262 2,256 3,023 3,800 2,2 -0,905 -0,752 -0,330 -0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 2,0 -0,990 -0,777 -0,307 -0,609 1,302 2,219 2,192 3,605 1,8 -1,087 -0,799 -0,282 -0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 1,6 -1,197 -0,817 -0,254 -0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 1,4 -1,318 -0,832 -0,225 -0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 1,2 -1,449 -0,844 -0,195 -0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 1,0 -1,588 -0,852 -0,164 -0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 0,8 -1,733 -0,856 -0,132 -0,780 1,336 1,993 2,453 2,891 0,6 -1,880 -0,857 -0,099 -0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 0,4 -2,029 -0,855 -0,066 -0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 0,2 -2,178 -0,850 -0,033 -0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 0,0 -2,326 -0,842 -0,000 -0,842 1,282 1,751 2,051 2,326 -0,2 -2,472 -0,830 -0,033 -0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 -0,4 -2,615 -0,816 -0,066 -0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 -0,6 -2,755 -0,800 -0,099 -0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 -0,8 -2,891 -0,780 -0,132 -0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 -1,0 -3,022 -0,758 0,164 -0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 -1,2 -2,149 -0,732 0,195 -0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 -1,4 -2,271 -0,705 0,225 -0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 -1,6 -2,388 -0,675 0,254 -0,817 -0,994 1,116 1,166 1,197 -1,8 -3,499 -0,643 0,282 -0,799 -0,945 1,035 1,069 1,087 -2,0 -3,605 -0,609 0,307 -0,777 -0,895 -0,959 -0,980 -0,990 -2,2 -3,705 -0,574 0,330 -0,752 -0,844 -0,888 -0,900 -0,905 -2,4 -3,800 -0,537 0,351 -0,725 -0,795 -0,823 -0,830 -0,832 -2,6 -3,889 -0,490 0,368 -0,696 -0,747 -0,764 -0,768 -0,769 -2,8 -3,973 -0,469 0,384 -0,666 -0,702 -0,712 -0,714 -0,714 -3,0 -7,051 -0,420 0,396 -0,636 -0,660 -0,666 -0,666 -0,667
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.4 Distribusi Gumbel
Perhitungan curah hujan rencana menurut Metode Gumbel, mempunyai
perumusan sebagai berikut:
SKXX (2.9)
di mana:
X = harga rata-rata sampel
S = standar deviasi (simpangan baku)sampel
Nilai K (faktor probabilitas) untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat
dinyatakan dalam persamaan:
n
nTr
S
YYK
(2.10)
di mana:
Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sample/ data n (Tabel 2.5)
Sn = reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah sample/
Data n (Tabel 2.6)
YTr = reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini
r
rTr T
TY
1lnln (2.11)
Table 2.7 memperlihatkan hubungan antara reduced variate dengan periode
ulang.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Reduced Mean, Yn
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,522020 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,535330 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,8396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,543640 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,548150 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,551860 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,554570 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,556780 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,558590 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611
(Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 51)
Tabel 2.6 Reduced Standad Deviation, Sn
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565 20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080 30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388 40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590 50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734 60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844 70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930 80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001 90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060 100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096
(Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 52)
Table 2.7 Reduced variate, YTr sebagai fungsi periode ulang
Periode ulang, Tr (tahun)
Reduced variate YTr
Periode ulang, Tr (tahun)
Reduced variate YTr
2 0,3668 100 4,6012 5 1,5004 200 5,2969 10 2,2510 250 5,5206 20 2,9709 500 6,2149 25 3,1993 1000 6,9087 50 3,9028 5000 8,5188 75 4,3117 10000 9,2121
(Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 52)
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu.
Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung
makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.
Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik
secara statistik maupun secara empiris. Biasanya intensitas hujan dihubungkan
dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-
jaman. Data curah hujan jangka pendek ini hanya dapat diperoleh dengan
menggunakan alat pencatat hujan otomatis. Apabila data hujan jangka pendek tidak
tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung
dengan rumus Mononobe.
3
2
24 24
24
t
RI (2.12)
di mana:
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam)(mm).
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Debit Rencana
Debit rencana adalah debit maksimum yang akan dialirkan oleh saluran
drainase untuk mencegah terjadinya genangan. Untuk drainase perkotaan dan jalan
raya, sebagai debit rencana debit banjir maksimum periode ulang 5 tahun, yang
mempunyai makna kemugkinan banjir maksimum tersebut disamai atau dilampaui
1kali dalam 5 tahun atau 2 kali dalam 10 tahun atau 20 kali dalam 100 tahun.
Penetapan debit banjir maksimum periode 5 tahun ini berdasarkan pertimbangan:
a. Resiko akibat genangan yang ditimbulkan oleh hujan relatif kecil
dibandingkan dengan banjir yang ditimbulkan meluapnya sebuah sungai
b. Luas lahan diperkotaan relatif terbatas apabila ingin direncanakan saluran
yang melayani debit banjir maksimum periode ulang lebih besar dari 5
tahun.
c. Daerah perkotaan mengalami perubahan dalam periode tertentu sehingga
mengakibatkan perubahan pada saluran drainase.
Perencanaan debit rencana untuk drainase perkotaan dan jalan raya
dihadapi dengan persoalan tidak tersedianya data aliran. Umumnya untuk
menentukan debit aliran akibat air hujan diperoleh dari hubungan rasional antara
air hujan dengan limpasannya (Metode Rasional). Untuk debit air limbah rumah
tangga diestimasikan 25 liter perorang perhari. Adapun rumusan perhitungan debit
rencana Metode Rasional adalah sebagai berikut:
AICsCQ ....278,0 (2.13)
TdTc
TcCs
2
2 (2.14)
Universitas Sumatera Utara
di mana:
Q = Debit rencana dengan periode ulang T tahun (m3/dtk)
C = Koefisien aliran permukaan
Cs = Koefisien tampungan oleh cekungan terhadap debit rencana
I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (km2).
Tc = Waktu konsentrasi (jam)
Td = waktu aliran air mengakir di dalam saluran dari hulu hingga ke tempat
Pengukuran (jam)
Dalam perencanaan saluaran drainase dapat dipakai standar yang telah
ditetapkan, baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai,
tinggi jagaan, struktur saluran, dan lain-lain. Tabel 2.8 berikut menyajikan standar
desain saluran drainase berdasar “ Pedoman Drainase Perkotaan dan Standar
Desain Teknis”.
Tabel 2.8 Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan
Luas DAS (ha) Periode ulang
(tahun) Metode perhitungan debit banjir
< 10 2 Rasional
10 – 100 2 – 5 Rasional
101 – 500 5 – 20 Rasional
500 10 – 25 Hidrograf satuan
(Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 241)
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 Koefisien Pengaliran ( C )
Koefisien pengaliran (runoff coefficient) adalah perbandingan antara
jumlah air hujan yang mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah (surface
run-off) dengan jumlah air hujan yang jatuh dari atmosfir (hujan total yang terjadi).
Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi
tanah. Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan kemungkinan
adanya perubahan tata guna lahan dikemudian hari. Koefisien pengaliran
mempunyai nilai antara, dan sebaiknya nilai pengaliran untuk analisis
dipergunakan nilai terbesar atau nilai maksimum.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.9 Koefisien Limpasan untuk metode Rasional
Deskripsi Lahan/ karakter permukaan Koefisien Limpasan, C
Business perkotaan pinggiran
Perumahan rumah tunggal multiunit, terpisah multiunit, tergabung perkampungan apartemen
Industri ringan berat
perkerasan aspal dan beton batu bata, paving
Atap Halaman, tanah berpasir
datar 2 % rata-rata, 2- 7 % curam, 7 %
Halaman, tanah berat datar 2 % rata-rata, 2- 7 % curam, 7 %
Halaman kereta api Taman tempat bermain Taman, pekuburan Hutan
datar, 0 – 5 % bergelombang, 5 – 10 % berbukit, 10 – 30 %
0,70 – 0,95 0,50 – 0,70
0,30 – 0,50 0,40 – 0,60 0,60 – 0,75 0,25 – 0,40 0,50 – 0,70
0,50 – 0,80 0,60 – 0,90
0,70 – 0,65 0,50 – 0,70 0,75 – 0,95
0,05 – 0,10 0,10 – 0,15 0,15 – 0,20
0,13 – 0,17 0,18 – 0,22 0,25 – 0,35 0,10 – 0,35 0,20 – 0,35 0,10 – 0,25
0,10 – 0,40 0,25 – 0,50 0,30 – 0,60
(Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 81)
Universitas Sumatera Utara
Td= Waktu aliran dalam saluran
Titik terjauh to menuju saluran darainase
Saluran drainase
Jarak aliran
Titik pengamatan
Titik terjauh to menuju saluran darainase
to= waktu yang diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke saluran drainase
2.2.7 Waktu Konsentari ( Tc )
Menurut Wesli (2008; 35) pengertian waktu konsentrasi adalah waktu yang
diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke
titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran. Pada prinsipnya waktu
konsentrasi dapat dibagi menjadi:
a. Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas
permukaan tanah menuju saluran drainase
b. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di
sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.
Gambar 2.3 Lintasan aliran waktu inlet time (to) dan conduit time (td)
Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor-
faktor berikut ini:
a. Luas daerah pengaliran
b. Panjang saluran drainase
to
Universitas Sumatera Utara
c. Kemiringan dasar saluran
d. Debit dan kecepatan aliran
Harga Tc ditentukan dengan menggunakan rumus seperti berikut ini:
dc ttT 0 (2.15)
167.0
28.33
2
S
nxLxxto (2.16)
V
Lt s
d 60 (2.17)
di mana:
Tc = Waktu Konsentrasi (jam)
to = Inlet time ke saluran terdekat (menit)
td = Conduit time sampai ke tempat pengukuran (menit)
n = angka kekasaran manning
S = kemiringan lahan (m)
L = panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)
Ls = panjang lintasan aliran di dalam saluran (m)
V = kecepatan aliran di dalam saluran (m/dtk)
.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Analisa Hidrolika
Zat cair dapat diangkut dari suatu tempat lain melalui bangunan pembawa
alamiah maupun buatan manusia. Bangunan pembawa ini dapat terbuka maupun
tertutup bagian atasnya. Saluran yang tertutup bagian atasnya disebut saluran
tertutup (closed conduits), sedangkan yang terbuka bagian atasnya disebut saluran
terbuka (open channels).
Pada sistem pengaliran melalui saluran terbuka terdapat permukaan air
yang bebas (free surface) di mana permukaan bebas ini dipengaruhi oleh tekanan
udara luar secara langsung, saluran terbuka umumnya digunakan pada lahan yang
masih memungkinkan (luas), lalu lintas pejalan kakinya relatif jarang, beban kiri
dan kanan saluran relatif ringan. Pada sistem pengaliran melalui saluran tertutup
(pipa flow) seluruh pipa diisi dengan air sehingga tidak terdapat permukaan yang
bebas, oleh karena itu permukaan tidak secara langsung dipengaruhi oleh tekanan
udara luar, saluran tertutup umumnya digunakan pada daerah yang lahannya
terbatas (pasar, pertokoan), daerah yang lalu lintas pejalan kakinya relatif padat,
lahan yang dipakai untuk lapangan parkir.
Berdasarkan konsistensi bentuk penampang dan kemiringan dasarnya
saluran terbuka dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Saluran prismatik (prismatic channel), yaitu saluran yang bentuk penampang
melintang dan kemiringan dasarnya tetap.
Contoh : saluran drainase, saluran irigasi.
b. Saluran non prismatik (non prismatic channel), yaitu saluran yang bentuk
penampang melintang dan kemiringan dasarnya berubah-ubah.
Contoh : sungai.
Universitas Sumatera Utara
Aliran pada saluran terbuka terdiri dari saluran alam (natural channel),
seperti sungai-sungai kecil di daerah hulu (pegunungan) hingga sungai besar di
muara, dan saluran buatan (artificial channel), seperti saluran drainase tepi jalan,
saluran irigasi untuk mengairi persawahan, saluran pembuangan, saluran untuk
membawa air ke pembangkit listrik tenaga air, saluran untuk supply air minum,
dan saluran banjir. Saluran buatan dapat berbentuk segitiga, trapesium, segi empat,
bulat, setengah lingkaran, dan bentuk tersusun (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Bentuk-bentuk Profil Saluran
Sumber: Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan ( 2003: 121)
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Bentuk Saluran yang Paling Ekonomis
1. Penampang Berbentuk Persegi yang Paling Ekonomis
Jika B adalah lebar dasar saluran dan h adalah kedalaman air (Gambar 2.5),
luas penampang basah, A, dan keliling basah, P, dapat dituliskan sebagai berikut:
hBA . (2.18)
Gambar 2.5 Penampang Persegi Panjang
hBP 2 (2.19)
hB 2 atau 2
Bh (2.20)
Jari-jari hidraulik R :
hB
hB
P
AR
2
.
(2.21)
Bentuk penampang melintang persegi yang paling ekonomis adalah jika:
2
Bh atau
2
hR
Universitas Sumatera Utara
2. Penampang Berbentuk Trapesium yang Paling Ekonomis
Saluran dengan penampang melintang bentuk trapesium dengan lebar dasar
B, kedalaman aliran h, dan kemiringan dinding 1: m (Gambar 2.6), luas
penampang melintang A dan keliling basah P, dapat dirumuskan sebagai berikut:
hmhBA (2.22)
12 2 mhBP (2.23)
12 2 mhPB (2.24)
atau
33
2hB (2.25)
32hA (2.26)
Gambar 2.6 Penampang trapesium
Penampang trapesium yang paling efisien adalah jika:
m =(1/ 3 ), atau = 60o
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.10 Unsur-Unsur Geometris Penampang Saluran
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Dimensi Saluran
Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit harus ditampung oleh
saluran (Qs dalam m3/det) lebih besar atau sama dengan debit rencana yang
diakibatkan oleh hujan rencana (QT dalam m3/det). Kondisi demikian dapat
dirumuskan dengan persamaan berikut:
TQQs (2.27)
Debit yang mampu ditampung oleh saluran (Qs) dapat diperoleh dengan
rumus seperti di bawah ini:
VAsQs . (2.28)
Di mana:
As = luas penampang saluran (m2)
V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det)
Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Manning sebagai berikut:
2
1
3
2
..1
SRn
V (2.29)
P
AsR (2.30)
Di mana:
V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det)
n = Koefisien kekasaran Manning (Tabel 2.9)
R = Jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan dasar saluran
As = luas penampang saluran (m2)
P = Keliling basah saluran (m)
Universitas Sumatera Utara
Nilai koefisien kekasaran Manning n, untuk gorong-gorong dan saluran
pasangan dapat dilihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.11 Koefisien Kekasaran Manning
Tipe Saluran Koefisien Manning (n)
a. Baja
b. Baja permukaan Gelombang
c. Semen
d. Beton
e. Pasangan batu
f. Kayu
g. Bata
h. aspal
0,011 – 0,014
0,021 – 0,030
0,010 – 0,013
0,011 – 0,015
0,017 – 0,030
0,010 – 0,014
0,011 – 0,015
0,013
(Wesli, 2008, Drainase Perkotaan : 97)
Nilai kemiringan dinding saluran diperoleh berdasarkan bahan saluran yang
digunakan. Nilai kemiringan dinding saluran dapat dilihat pada Tabel 2.10
Tabel 2.12 Nilai Kemiringan Dinding Saluran Sesuai Bahan
Bahan Saluran Kemiringan dinding (m)
Batuan/ cadas 0
Tanah lumpur 0,25
Lempung keras/ tanah 0,5 – 1
Tanah dengan pasangan batuan 1
Lempung 1,5
Tanah berpasir lepas 2
Lumpur berpasir 3
Sumber: ISBN: 979 – 8382 – 49 – 8
Universitas Sumatera Utara