Post on 27-Apr-2019
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata Bahasa Inggris yaitu
“evaluation” yang berarti penilaian. Menurut
Suchman (1961) dalam Arikunto (2010:1) evaluasi
dipandang sebagai suatu proses menentukan hasil
dari beberapa kegiatan yang telah direncanakan
dan dicapai untuk mendukung tercapainya tujuan.
Sedangkan menurut Worthen dan Sanders (1973)
dalam Arikunto (2010:1) evaluasi merupakan
kegiatan mencari informasi yang bermanfaat dalam
menilai keberadaan suatu program, produksi,
prosedur serta alternatif strategi yang diajukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Arikunto dan Abdul Jabar (2010:2),
evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam
mengambil sebuah keputusan. Selanjutnya
Mohammad Ali (2014) mengatakan bahwa evaluasi
merupakan suatu kegiatan yang biasanya
dilakukan untuk membuat penilaian terhadap
11
kelayakan suatu perencanaan, implementasi, dan
hasil suatu program atau kebijakan. Sedangkan
menurut Stanley and Hopskin (1978) dalam
Mohammad Ali (2014) evaluasi merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan untuk membuat penilaian
tentang nilai sesuatu. Menurut Sugiyono (2015)
evaluasi adalah proses untuk mengetahui seberapa
jauh perencanaan dapat dilaksanakan dan
seberapa jauh tujuan program tercapai.
Beberapa pendapat dan pengertian diatas
maka dapat diapahami bahwa evaluasi adalah
suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencari
informasi yang berguna untuk membuat penilaian
tehadap kelayakan suatu program termasuk dari
perencanaan, implementasi hingga hasil suatu
program atau kebijakan. Jika sebuah program
yang sudah berjalan tidak dilakukan evaluasi,
bagaimana dengan ketercapaian tujuan program,
dan bagaimana keefektifan program tersebut.
Sebuah program atau kegiatan yang baik tentunya
harus dilakukan evaluasi secara berkala melalui
serangkaian tahapan evaluasi program agar guna
mengetahui ketercapaian program yang telah
dijalankan. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai
evaluasi program.
12
2.2 Evaluasi Program
2.2.1 Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi program berkaitan erat dengan
perencanaan, karena sebuah program yang
merupakan suatu sistem atau kesatuan
kegiatan dari implementasi kebijakan, tidak
akan berjalan dengan baik tanpa perencanaan
yang matang. Definisi evaluasi program yang
terkenal dan berhubungan dengan pendidikan
adalah menurut Raph Tyler (1950) dalam
(Arikunto 2010:5), mengemukakan bahwa
evaluasi program adalah sebuah proses untuk
mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah
dapat terealisasikan. Arikunto (2010:5) evaluasi
program menurut Cronbach (1963) dan
Stufflebeam (1971) merupakan sebuah upaya
menyediakan informasi untuk disampaikan
kepada pengambil keputusan. Selanjutnya Mc.
David and Hawthorn (2006) dalam Sugiyono
(2015:741) menyatakan bahwa evaluasi program
merupakan sebuah proses yang sistematik guna
memperoleh dan menginterpretasikan informasi
untuk menjawab pertanyaan suatu program.
Sedangkan menurut Sugiyono (2015:742)
sendiri berpendapat bahwa sebuah evaluasi
13
program adalah sebuah cara ilmiah (rasional,
empiris dan sistematis) dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi serta mengetahui
efektifitas dan efisiensi proyek, kebijakan dan
program.
Berdasarkan pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa evaluasi program
merupakan sebuah cara untuk memperoleh
informasi untuk mengetahui efektifitas dan
efeisiensi sebuah program, serta untuk
mengetahui apakah tujuan program sudah
dapat direlisasikan yang kemudian diambil
keputusan sesuai kebijakan program.
Kembali lagi mengenai ketercapaian
program dapat dilakukan dengan mengevaluasi
program itu sendiri secara berkala, dalam
penelitian ini perlu dianalisis juga mengenai
ketercapaian program BOS dalam memenuhi
SPM di SD Negeri Samban 02. Melalui evaluasi
program itu juga, dapat diketahui pula tingkat
efektifitas dan efisiensi sebuah program. Setelah
dilakukan evaluasi kemudian diambil keputusan
sesuai kebijakan program. Evaluasi program
tentunya mempunyai tujuan.
14
2.2.2 Tujuan Evaluasi Program
Tujuan evaluasi program menurut
Arikunto (2014:18), yaitu untuk mengetahui
pencapaian tujuan program dengan langkah
mengetahui keterlaksanaan kegiatan program,
karena evaluator program ingin mengetahui
bagaimana dari komponen dan subkomponen
program yang belum terlaksana dan apa
sebabnya.
Tujuan evaluasi program secara khusus
untuk mengetahui ketercapaian program
melalui keterlaksanaan kegiatan program,
komponen apa yang sudah terlaksana dan yang
belum terlaksana. Misalnya saja pada
pengelolaan BOS di sekolah terkait pemenuhan
SPM, komponen yang terdapat dalam program
sekolah untuk pemenuhan SPM mencakup
aspek:
1. Kurikulum
Kurikulum menjadi sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan. Pendanaan
terkait implementasi kurikulum bersumber
dari BOS, termasuk dalam proses
pembelajaran dan pelatihan tenaga pendidik
mengenai implementasi kurikulum baru.
15
2. Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Tenaga pendidik yang dibiayai oleh dana BOS
adalah Guru Tidak Tetap (GTT)/honorer dan
Pegawai Tidak Tetap (PTT).
3. Penilaian Pendidikan/Evaluasi Pembelajaran
Setiap guru harus mengembangkan dan
menerapkan program penilaian pendidikan
dimana hal ini juga dibiayai oleh dana BOS
misalnya untuk pelatihan pengembangan
program penilaian berdasarkan kurikulum
yang berlaku.
4. Sarana dan Prasarana
Untuk mendapatan sarana dan prasarana
yang memadai, juga bersumber dari dana
BOS, termasuk di dalamnya mencakup
gedung sekolah, ruang kelas, meja dan kursi,
ruang guru, buku mata pelajaran, pengayaan
dan referensi, alat peraga, dan lain-lain.
5. Penjaminan Mutu Sekolah
Penjaminan mutu sekolah meliputi
kunjungan pengawas, supervisi dan
pembinaan. Supervisi oleh kepala sekolah
terhadap guru, dan laporan hasil ujian
kepada dinas pendidikan.
6. Manajemen Sekolah
16
Manajemen sekolah terkait pemenuhan SPM
yaitu menerapkan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS).
Sehingga tujuannya adalah mengetahui
pencapaian tujuan program melalui evaluasi
menggunakan model kesenjangan dengan
menganalisis mulai dari tahap definisi program,
instalasi program, proses implementasi untuk
mengetahui keterlaksanaan kegiatan program,
produk program dan manfaat biaya. Setelah
dianalisis kemudian dicari kesenjangannya.
Melalui analisis kesenjangan ini maka akan
diketahui komponen dan sub komponen yang
belum terlaksana dan apa sebabnya.
2.2.3 Manfaat Evaluasi Program
Evaluasi program juga dapat memberi
manfaat terhadap pelaksana program. Berikut
manfaat evaluasi program menurut Arikunto
(2014:22) yaitu:
1. Menghentikan program karena dipandang
bahwa program tersebut tidak ada
manfaatnya atau tidak dapat terlaksana
sebagaimana diharapkan.
17
2. Merevisi program, karena terdapat sedikit
kesalahan atau ada beberapa bagian yang
kurang atau sesuai dengan apa yang
diharapankan.
3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan
program menunjukkan bahwa segala sesuatu
sudah berjalan sesuai dengan harapan
memberikan hasil yang bermanfaat.
4. Menyebarluaskan program
(mengimplementasikan program di tempat
lain atau mengulangi lagi program di waktu
lain), karena program tersebut berhasil maka
akan lebih baik jika program dapat
dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang
lain.
Setelah program dievaluasi, maka beberapa
keputusan yang dapat diambil berdasarkan
analisis temuan yang didapat diantaranya
dengan menghentikan program, hal ini dapat
dilakukan jika program yang dijalankan tidak
ada manfaat atau tidak berjalan sesuai dengan
yang diharapkan. Namun hal ini juga harus
disertai bukti-bukti kuat adanya kegiatan yang
dilaksanakan tidak sesuai dengan apa yang
18
diharapkan. Merevisi program, hal ini dilakukan
jika setelah dilakukan evaluasi, ada beberapa
bagian-bagian program yang tidak sesuai
dengaan apa yang diharapkan. Misalnya dalam
pembuatan RKAS BOS disekolah, ada beberapa
bagian yang tidak sesuai dengan Juknis BOS,
maka evaluator harus memperbaiki atau
merevisi RKAS BOS sekolah. Sebuah program
akan dilanjutkan ketika program tersebut
benar-benar sudah berjalan sesuai dengan
harapan memberikan hasil yang bermanfaat
maka selanjutnya dapat disebarluaskan dan
dilaksanakan di tempat yang lain.
2.3 Model Evaluasi Kesenjangan (Discrepancy)
2.3.1 Pengertian Model Evaluasi Kesenjangan
(Discrepancy)
Arikunto (2010: 48) berpendapat bahwa
kata discrepancy merupakan istilah yang
berasal dari Bahasa Inggris yang diterjemahkan
ke dalam Bahasa Indonesia yang berarti
“kesenjangan”. Model yang dikembangkan oleh
Malcolm Provus. Model evaluasi kesenjangan
merupakan model yang menekankan pada
pandangan adanya kesenjangan dalam
19
pelaksanaan suatu program. Evaluasi Program
dilakukan oleh evaluator dan bertujuan untuk
mengukur seberapa besar kesenjangan dalam
setiap komponen program. Kesenjangan ini
merupakan persyaratan umum bagi semua
kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk
mengukur adanya perbedaan antara kondisi
yang sebenarnya dicapai dengan kondisi yang
seharusnya dicapai.
2.3.2 Tujuan dan Manfaat Evaluasi Kesenjangan
(Discrepancy)
Model evaluasi kesenjangan memiliki tujuan
dan manfaat. Zaibaski (2010) menjelaskan
bahwa tujuan evaluasi kesenjangan adalah
untuk mengidentifikasi kesenjangan antara
alokasi optimis dengan integrasi input, serta
ketercapaian sekarang. Evaluasi kesenjangan ini
bermanfaat untuk:
a. Menilai seberapa besar kesenjangan antara
kinerja faktual dengan suatu standar kinerja
yang diharapkan.
b. Mengetahui peningkatan kinerja yang
diperlukan untuk menutup kesenjangan
tersebut.
20
c. Menjadi salah satu dasar untuk mengambil
keputusan terkait prioritas waktu serta biaya
yang dibutuhkan untuk memenuhi standar
pelayanan yang telah ditetapkan.
Melalui evaluasi dengan model
kesenjangan ini diharapkan dapat mengukur
besarnya kesenjangan antara kenyataan dengan
standar kinerja yang diharapkan. Dalam
penelitian ini dilakukan untuk mengukur
besarnya kesenjangan antara pelaksanaan BOS
di SD Negeri Samban 01 dengan standar kinerja
dalam hal ini yang digunakan sebagai standar
kinerja adalah Permendikbud RI Nomor 80
Tahun 2015 tentang Juknis BOS Tahun 2016.
Kemudian dapat diketahui pula peningkatan
kinerja yang diperlukan agar program berjalan
dengan baik. Sehingga dapat dilakukan
pengambilan keputusan yang dibutuhkan untuk
memenuhi standar pelayanan yang telah
ditetapkan.
2.3.3 Langkah-Langkah Model Evaluasi
Kesenjangan (Discrepancy)
Untuk melakukan evaluasi tentunya harus
menempuh tahapan evaluasi berdasarkan model
21
evaluasi yang digunakan. Untuk mengevaluasi
program BOS dalam penelitian ini menggunakan
model evaluasi kesenjangan. Adapun langkah-
langkah yang harus dilakukan untuk
mengevaluasi suatu program menggunakan
model kesenjangan menurut Provus (1969)
adalah sebagai berikut:
1. Definisi/desain, kegiatan ini dilakukan untuk
merumuskan tujuan, proses dan aktivitas
serta untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
2. Instalasi, dalam kegiatan ini rancangan
program digunakan sebagai standar untuk
mempertimbangkan langkah-langkah
operasional program.
3. Proses, pada tahap ini evaluator berupaya
untuk memperoleh data tentang kemajuan
para peserta program, sehingga identifikasi
dan penentuan terhadap aktivitas-aktivitas
peserta dapat diarahkan untuk mencapai
tujuan program.
4. Produk, tahap ini dilakukan penilaian untuk
menentukan apakah tujuan akhir program
tercapai atau tidak.
22
5. Analisis manfaat biaya. Pada tahap ini, yang
dimaksudkan adalah menganalisis implikasi
(kemanfaatan) sosial politik ekonomi yang
diharapkan bisa tercapai dari pelaksanaan
program tersebut. Kemudian hasil yang telah
dicapai dibandingkan dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Evaluator menuliskan
semua temuan kesenjangan untuk disajikan
kepada para pengambil keputusan. Hal ini
bertujuan agar mereka dapat mengambil
keputusan terhadap kelanjutan program
tersebut, kemungkinannya adalah: a)
menghentikan program; b) mengganti atau
merevisi; c) meneruskan; d) memodifikasi
tujuannya.
Tahap pertama evaluasi model ini adalah
menganalisa definisi/desain program. Dimana
hal ini dilakukan untuk merumuskan serta
menentukan tujuan program. Selanjutnya
dilakukan analisis mengenai instalasi atau
disebut juga dengan penyusunan program, yakni
cara, metode, langkah-langkah yang dilakukan
untuk mencapai tujuan program. Tahap
selanjutnya yaitu analisa mengenai proses atau
23
pelaksanaan program. Pada tahap ini, evaluator
berfokus pada pengukuran perbedaan antara
hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah
ditentukan. Sehingga perbedaan yang
ditemukan dapat digunakan sebagai penentuan
terhadap kegiatan yang diarahkan untuk
mencapai tujuan program. Tahap terakhir model
evaluasi ini adalah menganalisa produk,
dilakukan dengan menginterpretasikan hasil
temuan evaluasi. Kemudian evaluator
memberikan rekomendasi berdasarkan hasil
temuan evaluasi untuk pembuatan keputusan.
Keputusan ini dapat berupa revisi atau
perbaikan program dan atau melanjutkan
program.
Evaluasi kesenjangan dilakukan dengan
membandingkan keadaan nyata dengan standar
yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini
membandingkan keadaan nyata program BOS
dengan petunjuk teknis sebagai standar yang
ditetapkan.
Dengan melihat kesenjangan berdasarkan 5
komponen dalam model evaluasi kesenjangan
diharapkan dapat ditemukan hal-hal yang
24
kurang atau tidak sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Mulai dari rancangan program,
proses pelaksanaan, pencapaian tujuan program
dan kemanfaatan setelah program dilaksanakan.
Menurut Setyorini (2010) penelitian dengan
menggunakan model evaluasi kesenjangan pada
intinya adalah melihat kesenjangan dalam
pelaksanaan program. Dalam penelitian ini
pelaksanaan program BOS digambarkan sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya dilapangan
dan kemudian dianalisis kesesuainnya dengan
standar pelaksanaannya. Hal tersebut bertujuan
untuk mengetahui apakah terdapat kesenjangan
antara pelaksanaan dengan standar yang telah
ditetapkan dalam implementasi Program BOS.
Standar pelaksanaan yang digunakan adalah
Petunjuk Teknis Pelaksanaan BOS tahun 2016.
2.4 Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
2.4.1 Pengertian Bantuan Opersional Sekolah
(BOS)
25
Upaya pemerintah dalam meningkatkan
mutu pendidikan merupakan prioritas dalam
pembangunan nasional, sehingga pemerintah
daerah perlu melakukan tindakan secara nyata
dalam meningkatkan mutu pendidikan bagi
masyarakat terhadap pendidikan yang lebih
berkualitas. Salah satu upaya nyata dari
pemerintah agar meringankan beban biaya
pendidikan bagi masyarakat yaitu dengan
mengalokasikan dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS). Berdasarkan PP Nomor 80 Tahun
2015 Pasal 1 tentang juknis BOS menjelaskan
bahwa Bantuan Operasional Sekolah adalah
program pemerintah untuk penyediaan
pendanaan biaya operasi yang bersifat non
personalia bagi satuan pendidikan dasar dan
menengah. Program ini tentunya mempunyai
maksud dan tujuan tertentu, adapun maksud dan
tujuan program BOS menurut PP Nomor 80
Tahun 2015 Pasal 3, secara umum tujuan
program BOS adalah untuk meringankan beban
masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan
dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang
bermutu, serta berperan dalam mempercepat
pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM)
26
pada satuan pendidikan-satuan pendidikan yang
belum memenuhi SPM, dan pencapaian Standar
Nasional Pendidikan (SNP) pada satuan
pendidikan-satuan pendidikan yang sudah
memenuhi SPM. Namun secara khusus tujuan
program BOS adalah untuk: 1) membebaskan
pungutan bagi seluruh peserta didik pada tingkat
dasar dan menengah negeri terhadap biaya
operasi satuan pendidikan; 2) membebaskan
pungutan seluruh peserta didik miskin dari
seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di
satuan pendidikan negeri maupun swasta; dan 3)
meringankan beban biaya operasi satuan
pendidikan bagi peserta didik di satuan
pendidikan swasta.
Waktu penyaluran dana BOS dilakukan
setiap 3 bulan yaitu pada periode Januari-Maret,
April-Juni, Juli-September dan Oktober-
Desember.
2.4.2 Prinsip Pelaksanaan Bantuan Opersional
Sekolah (BOS)
Selanjutnya pada BAB III PP No 80 Tahun
2015 dijelaskan bahwa pelaksanaan penggunaan
27
BOS juga harus sesuai dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a) Efisien, yaitu diupayakan dengan dana dan
daya yang ada untuk mencapai sasaran
program dan dalam waktu yang singkat serta
dapat dipertanggung jawabkan,
b) Efektif, yaitu harus sesuai dengan kebutuhan
yang telah ditetapkan dan dapat bermanfaat
terhadap sasaran yang ditetapkan.
c) Transparan, yaitu adanya keterbukaan
terhadap masyarakat sehingga dapat
mengetahui dan mendapatkan informasi terkait
pengelolaan dana BOS.
d) Akuntabel, yaitu pelaksanaan kegiatan yang
dapat dipertanggung jawabkan.
e) Kepatutan, yaitu penjabaran program/kegiatan
harus dilaksanakan secara realistis dan
proporsional.
f) Manfaat, yaitu pelaksanaan program/kegiatan
sejalan dengan prioritas nasional dan menjadi
kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dan benar-benar dirasakan
manfaatnya dan berdaya guna bagi sekolah.
Setiap sekolah yang menyelenggarakan
program BOS dalam pelaksanaannya harus sesuai
28
dengaan prinsip-prinsip pelaksanaannya yaitu
efeisien, efektif, transparan, akuntabel, kepatutan
dan manfaat. Hal yang paling rawan dilakukan
kesalahan adalah transparansi. Sekolah seringkali
kurang transparan terhadap penggunaan dana
BOS, sehingga dapat mengakibatkan tidak
efektifnya program yang telah dijalankan dan
berdampak terhadap mutu pendidikan.
Menurut Setyorini (2010) teori implementasi
kebijakan berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi efektifitas dan efisiensi
implementasi salah satunya teori George Edwards
III. Adapun faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan menurut Edwards (1980)
dalam Setyorini (2010) adalah: 1) komunikasi,
merupakan aktivitas yang penting dan menjadi
syarat pertama bagi implementasi kebijakan
dalam penyampaian keputusan kebijakan. ; 2)
sumber daya meliputi staf harus sesuai kualifikasi
agar dapat melaksanakan tugas dengan baik,
informasi mengenai bagaimana pelaksanaan
kebijakan, wewenang dari pemerintah dalam
implementasi kebijakan untuk melaksanakan
tugas dan fasilitas; 3) disposisi/komitmen
implementor yaitu sikap dan perilaku dari
29
pelaksana program. Jika pelaksana memiliki
komitmen yang baik terhadap suatu kebijakan,
maka akan kebijakan akan terlaksana sesuai
dengan tujuan; 4) struktur birokrasi meliputi
standar operasional prosedur dan perbedaan
asumsi diantara para pelaksana.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini
juga berusaha menggali dan menyajikan informasi
terkait dengan empat faktor yang mempengaruhi
efektifitas dan efisiensi dari implementasi program
BOS. Faktor tersebut meliputi: 1) komunikasi
terkait sosialiasasi kebijakan program BOS,
komunikasi antar pelaksana program yang
dilakukan melalui rapat dan pertemuan. 2)
sumber daya berkaitan dengan guru sebagai
bendahara sekolah, kemudian kepala sekolah
sebagai penanggungjawab dan komite sekolah; 3)
komitmen terhadap implementasi program BOS;
dan 4) struktur birokrasi yang meliputi Juknis
BOS dan SPM yang digunakan sebagai standar
operasional prosedur.
2.4.3 Sasaran Program dan Besar Bantuan
Operasional Sekolah
30
Sebuah program tentunya memiliki sasaran
program, sasaran sebuah program harus tepat
agar tujuan program dapat tercapai. Sasaran
program BOS adalah semua satuan pendidikan
SD/SDLB, SMP/SMPLB/SMPT dan SD-SMP Satu
Atap baik negeri maupun swasta di seluruh
provinsi Indonesia yang sudah terdata dalam
sistem Data Pokok Pendidikan Dasar dan
Menengah (Dapodikdasmen). Untuk satuan
pendidikan swasta harus memiliki izin
operasional.
Besar dana BOS yang diterima oleh satuan
pendidikan dasar dihitung menurut jumlah
peserta didik, dengan biaya sebesar Rp 800.000,-
/peserta didik/tahun. Jadi besar dana yang
diterima oleh sekolah dihitung berdasarkan
jumlah siswa yang terdapat pada setiap sekolah
dikali dengan besar satuan biaya yang diperoleh
setiap anak. Misalnya dalam satu sekolah
terdapat 100 siswa, maka besar dana yang
diterima pertahun adalah 100 siswa x Rp
800.000,- /peserta didik, jadi jumlah yang
diterima oleh sekolah sebesar Rp 80.000.000,-
ditingkat Sekolah Dasar/SDLB. Begitu pula untuk
SMP/SMPLB/Satap/SMPT jika jumlah siswa 100
31
maka 100 siswa x Rp 1.000.000 maka jumlah
yang diterima pertahun sebesar Rp 100.000.000,-.
Besar dana yang diterima harus di kelola dan
diimplementasikan dengan baik sesuai dengan
petunjuk teknis yang berlaku.
2.4.4 Implementasi Bantuan Operasional
Sekolah (BOS)
Implementasi BOS untuk satuan pendidikan
memiliki beberapa ketentuan menurut
Permendikbud No 80 tahun 2015, bahwa: 1) BOS
wajib diterima oleh semua
SD/SDLB/SMP/SMPLB/SMPT/Satap negeri yang
sudah terdata dan dilarang melakukan pungutan
kepada orangtua peserta didik; 2) BOS berhak
diterima oleh semua satuan pendidikan swasta
yang sudah terdata, dan berhak juga untuk
menolak BOS dimana penolakan tersebut harus
memperoleh persetujuan orang tua peserta didik
melalui Komite Sekolah, dan tetap menjamin
kelangsungan pendidikan peserta didik miskin di
satuan pendidikan tersebut; 3)
SD/SDLB/SMP/SMPLB/SMPT/Satap swasta yang
memungut biaya pendidikan harus mengikuti
Permendikbud Nomor 14 Tahun 2012; 4) satuan
32
pendidikan dapat menerima sumbangan dari
masyarakat dan orangtua peserta didik, dapat
berupa uang atau barang/jasa yang bersifat
sukarela tidak memaksa, tidak mengikat, dan
tidak ditentukan jumlah maupun jangka waktu
pemberiannya; 5) pemerintah harus ikut
mengawasi dan mengendalikan pungutan yang
dilakukan oleh satuan pendidikan dan
sumbangan yang diterima dan mengikutin prinsip
nirlaba dan dikelola dengan prinsip tarnsaparan
dan akuntabel; 6) pembatalan pungutan dapat
dilakukan oleh Menteri dan Kepala Daerah
apabila satuan pendidikan melanggar peraturan
perundang-undangan dan dinilai meresahkan
masyarakat.
Implementasi program BOS harus sesuai
dengan peraturan pemerintah yang berlaku.
Implementasi BOS juga menjadi salah satu aspek
yang menunjang pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal sekolah. Hal ini menarik untuk diteliti
lebih lanjut agar pelaksanaan pendidikan dapat
dilaksanakan dengan baik dan menjamin mutu
pendidikan.
33
2.5 Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota
Menurut Permendiknas Nomor 15 Tahun
2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota, pengertian
standar pelayanan minimal pendidikan dasar
selanjutnya disebut SPM pendidikan adalah tolok
ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui
jalur pendidikan formal yang diselenggarakan
daerah Kabupaten/Kota. Selanjutnya, dinas
pendidikan nasional menjelaskan bahwa Standar
Pelayanan Minimal (SPM) merupakan sebuah
kebijakan publik yang mengatur mengenai jenis
dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap
warga secara minimal. Tujuan SPM adalah untuk
menjamin tercapainya mutu pendidikan yang
diselenggarakan oleh daerah setempat.
Bagi Kabupaten/Kota yang mempunyai
wewenang penuh dalam penyelenggaraan
pendidikan harus mampu memenuhi standar
yang tertuang dalam peraturan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) pendidikan dasar. Menurut Andi
Priyanto (2015) SPM Pendidikan Dasar pada
dasarnya mengatur dua hal pokok, yaitu: 1) apa
34
yang tersedia disekolah misalnya guru, kepala
sekolah, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, media, buku dan sebagainya; dan 2)
apa yang harus terjadi di sekolah, seperti RPP
yang disiapkan guru, kepala sekolah melakukan
supervise akademik, pemenuhan jam belajar, dan
sebagainya.
Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar
oleh kabupaten/kota, sebagaimana dimaksudkan
dalam Permendiknas Nomor 15 tahun 2010 yang
akan dijadikan standar dalam evaluasi
kesenjangan ini terdapat 13 indikator pemenuhan
SPM yang merupakan tanggung jawab sekolah
dengan sumber biaya dari dana BOS, dan 14
indikator pemenuhan SPM yang merupakan
tanggung jawab kabupaten/kota. Adapaun
indikator yang diatur dalam permendiknas Nomor
15 tahun 2010 mencakup: 1) tersedianya satuan
pendidikan dalam jarak tertentu yang sudah
diatur; 2) jumlah peserta didik dan ruang kelas
dalam setiap rombongan belajar; 3) tersedianya
ruang laboratorium IPA untuk SMP/MTs beserta
kelengkapannya; 4) tersedianya ruang guru dan
ruang kepala sekolah yang terpisah untuk SMP
dan MTs; 5) tersedianya satu guru untuk setiap
35
31 siswa dan 6 orang guru untuk setiap satuan
pendidikan SD/MI; 6) tersedianya satu guru
untuk setiap mata pelajaran di SMP/Mts; 7) guru
berkualifikasi akademik S1/D-IV dan guru
bersertifikat pendidik di setiap SD/MI; 8) guru
berkualifikasi akademik S1/D-IV sebanyak 70%
dan guru bersertifikat pendidik 35% di setiap
SMP/MTs; 9) tersedianya guru kualifikasi
akademik S1 dan D-IV serta telah memiliki
sertifikat pendidik pada mata pelajaran tertentu;
10) kepala sekolah SD/MI telah berkualifikasi
S1/D-IV dan memiliki sertifikat pendidik; 11)
kepala sekolah SMP/MTs telah berkualifikasi
S1/D-IV dan memiliki sertifikat pendidik; 12)
pengawas sekolah dan madrasah memiliki
kualifikasi akademik S1/ D-IV dan memiliki
sertifikat pendidik; 13) pemerintah
kabupaten/kota memiliki rencana dan
melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan
pendidikan dalam mengembagkan kurikulum dan
proses pembelajaran yang efektif; dan 14)
kunjungan rutin pengawas ke satuan pendidikan
untuk melakukan supervisi dan pembinaan.
Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar
oleh satuan pendidikan, sebagaimana
36
dimaksudkan dalam Permendiknas Nomor 15
tahun 2010 pada Bab II mencakup hal sebagai
berikut: 1) buku teks untuk SD/MI mencakup
pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan
IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap
peserta didik, dan telah dietapkan kelayakannya
oleh pemerintah; 2) buku teks untuk semua mata
pelajaran di SMP/MTs yang sudah ditetapkan
kelayakannya; 3) satu set peraga IPA dan
kelengkapannya untuk SD/MI; 4) memiliki 100
judul buku pengayaan dan 10 buku dan 10 buku
referensi dan untuk SMP/MTs memiliki 200 judul
buku pengayaan dan 20 buku referensi; 5) jam
kerja guru tetap perminggu termasuk membuat
perencanaan pembelajaran, melaksanakan dan
menilai pembelajaran serta membimbing dan
melatih peserta didik dan melaksanakan tugas
tambahan; 6) setiap pendidikan
menyelenggarakan proses pembelajaran selama
34 minggu pertahun, dengan kagiatan tatap muka
yang sudah diatur sebagai berikut: kelas I – II : 18
jam per minggu, Kelas III : 24 jam per minggu,
kelas IV - VI : 27 jam per minggu, atau kelas VII -
IX : 27 jam per minggu; 7) menerapkan kurikulum
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) atau
37
sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 8) setiap
guru menerapkan RPP berdasarkan silabus setiap
mata pelajaran; 9) setiap guru mengembangkan
dan menerapkan program penilaian; 10) Kepala
sekolah melakukan supervisi kelas dan
memberikan umpan balik kepada guru dua kali
dalam setiap semester; 11) Setiap guru
menyampaikan laporan hasil evaluasi serta hasil
penilaian setiap peserta didik kepada kepala
sekolah; 12) Kepala sekolah atau madrasah
menyampaikan laporan hasil ulangan akhir
semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas
(UKK) serta ujian akhir (US/UN) kepada orang tua
peserta didik dan menyampaikan rekapitulasinya
kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau
Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota
pada setiap akhir semester; 13) Setiap satuan
pendidikan menerapkan prinsip-prinsip
manajemen berbasis sekolah (MBS).
Pelaporan SPM sekolah dilakukan secara
berkala setiap tahun dengan memenuhi 27
indikator diatas berdasarkan Permendiknas
Nomor 15 tahun 2010 yang akan dijadikan
standar dalam evaluasi kesenjangan. Dimana
dalam pemenuhan SPM tersebut, sekolah
38
menggunakan anggaran dari dana BOS. Hal yang
menarik untuk diteliti apakah anggaran dana BOS
ini mampu mencukupi SPM serta kebutuhan
sekolah.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Khoirina (2014) kendala pelaksanaan SPM
pendidikan dasar secara menyeluruh yaitu
anggaran yang terbatas, kompetensi lulusan guru
dan kepala sekolah serta manajemen sekolah yang
kurang efektif dan efisien. Jika dikaitkan dengan
teori Edward, temasuk dalam faktor sumber daya,
fasilitas dan komitmen. Pelaksanaan sebuah
kebijakan termasuk SPM memang membutuhkan
sinergi dan kesatuan dari berbagai aspek sehingga
dapat mendukung tercapainya tujuan.
2.6 Fungsi Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
dalam Pencapaian Standar Pelayanan
Sekolah (SPM)
Fungsi BOS dalam pencapaian SPM sudah
tertera jelas pada Permendikbud Nomor 80 Tahun
2015 bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan
merupakan salah satu prioritas pembangunan
39
nasional. Sehingga pemerintah daerah harus
melakukan tindakan nyata dalam mewujudkan
peningkatan mutu pendidikan agar lebih
berkualitas. Untuk menjamin tercapainya mutu
pendidikan maka pemerintah menetapkan standar
mutu pendidikan yang mengacu pada standar
yang telah ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP). Standar
Naisonal Pendidikan merupakan kriteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum Negera Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam upaya pencapian SNP, maka pemerintah
menyusun strategi secara bertahap. Upaya ini
dilakukan dengan menetapkan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) yang merupakan kriteria layanan
minimal yang harus dipenuhi oleh setiap satuan
pendidikan.
Pendanaan dalam rangka pencapaian SPM
telah tertuang dalam Permendiknas Nomor 15
Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota. Dalam
peraturan tersebut disebutkan bahwa pendanaan
yang berkaitan dengan kegiatan yang mendukung
penyelenggaraan SPM pendidikan yang
40
merupakan tugas dan tanggung jawab
pemerintah, dibebankan kepada APBN
Kementerian Pendidikan Nasional serta APBD.
Tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dan
kementerian agama berkaitan dengan pendanaan
SPM mencakup investasi dan pemeliharaan
prasarana dan prasarana, investasi untuk
meningkatkan kualifikasi dan kompetensi sumber
daya manusia dan operasional personil dan
nonpersonil dengan sumber dana dari DAU, DAK,
hibah dan APBN (untuk madrasah). Sedangkan
tanggung jawab sekolah berkaitan dengan
pendanaan SPM mencakup invetasi dan
pemeliharaan prasarana dan peralatan sekolah,
pengadaan buku dan pelatihan guru serta
operasional bersumber dari dana BOS. Sehingga
untuk mencapai SPM ditingkat satuan pendidikan
juga menjadi tanggung jawab sekolah dimana
sumber dana utamanya yaitu dari dana BOS.
2.7 Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Slameto yang berjudul Monitoring
dan Evaluasi Program Bantuan Operasional
Sekolah Di Kota Salatiga Dengan Menggunakan
41
Analisis Kesenjangan Tahun 2011/2012 yang
menyatakan bahwa terdapat kesenjangan yang
bervariasi: tinggi, sedang dan rendah baik
menyangkut proses implementasi maupun hasil
program BOS Di Kota Salatiga Tahun 2011/2012.
Penelitian selanjutnya yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Staphanus Hari Suprobo yang
berjudul Evaluasi Anggaran Dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) Dalam Penciptaan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan
Dasar Di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran dana
BOS dalam pendidikan dasar di Kabupaten OKU
meliputi: keterlambatan dalam pencairan, jumlah
siswa, sistem pengawasan, faktor sumber daya
manusia (SDM), kolusi dan korupsi,
profesionalitas dan dukungan teknologi informasi.
Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh
Widodo yang berjudul Evaluasi Program Bantuan
Opersional Sekolah (BOS) Tahun pelajaran
2014/2015 (Studi Pada Sekolah Menengah
Pertama Negeri 3 Kota Salatiga). penelitian ini
berfokus pada evaluasi program BOS di SMP N 3
Salatiga, dimana program ini sudah berjalan
42
cukup efektif, efisien, dan sudah mencukupi
kebutuhan sekolah tepat guna serta berdampak
positif terhadap kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan beberapa penelitian diatas
terdapat beberapa kesamaan yaitu penelitian
evaluasi yang berfokus pada masalah program
pendidikan. Penelitian oleh Slameto dan
Stephanus mempunyai kesamaan yaitu dengan
menggunakan model evaluasi kesenjangan pada
pembiayaan pendidikan khususnya Program BOS,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widodo
hanya menggunakan jenis penelitian kualitatif.
Penelitian relevan berikutnya yaitu penelitian
yang dilakukan oleh Gede Andreyan Semara
Bhawa, dkk yang berjudul Efektivitas Pengelolaan
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pada
Sekolah Dasar di kecamatan Sukasada. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan,
tingkat efektivitas pengelolaan dan masalah yang
diahapi dalam pengelolaan dana BOS pada
Sekolah Dasar di kecamatan Sukasada. Hasil
penelitian ini dalah bahwa pengelolaan dana BOS
pada selurih sekolah dasar sudah sesuai dengan
juknis Bos, kemudian tingkat efektifitas
pengelolaan dana BOS mencapai 87% berada
43
dalam kriteria sangat efektif, dan masalah yang
diahapi yaitu dana BOS datang tidak tepat waktu,
serta komite sekolah kurang memahami
pengelolaan dana BOS.
Penelitian selanjutnya terkait dengan evaluasi
BOS yaitu yang dilakukan oleh Aulia Prihatin
Asnawi yang berjudul Evaluasi Program Bantuan
Sekolah (BOS) Dana Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) Tahun 2012 (Studi Pada
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 6
Kabupaten Bintan. Hasil penelitian ini
menunjukkan kebijakan BOS di SMP 6 Bintan
sudah berjalan dengan baik, pelaksanaan
program BOS sudah cukup efektif, efisiensi
karena adanya upaya pembuatan Rencana
Anggaran Kegaiatan Sekolah (RKAS). Selanjutnya
penelitian yang dilakukan oleh Taufiq Rahman
Ilyas, dkk yang berjudul Evaluasi Implementas
Program Bantuan Operasional Sekolah Dasar
Studi di SDN Bulusari, Kediri. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa program BOS sangat efektif
membantu keuangan sekolah, transparansi
pelaksanaan BOS kepada wali murid semakin
jelas serta evaluasi pada pelaksanaan BOS lebih
memperbaiki sisi fungsi kontrol atau peranan
44
pengawasan terhadap proses penyelenggaraan
program BOS telah berjalan sesuai prosedur.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Wirawan yang berjudul Evaluasi
Kebijakan Dana Bantuan Operasional Sekolah
dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan
program BOS di SDN Percobaan 1 kota Malang
telah berjalan sesuai dengan semestinya dan
sesuai dengan prosedur Juknis BOS, serta peran
masyarakat sangat dibutuhkan sebagai masukan
serta pengawasan akan program BOS.
Fokus penelitian di atas adalah pada evaluasi
pelaksanaan dan keefektifan penggunaan dana
BOS, maka peniliti akan mengevaluasi program
BOS dalam rangka pemenuhan Standar
Pelayanan Minimal yang nantinya akan
mengetahui seberapa besar kesenjangan yang
terjadi pada pelaksanaan program BOS serta
dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal di SD Negeri Samban 02 dimana sekolah
merupakan sebuah lembaga pendidikan milik
pemerintah yang harus terus meningkatkan mutu
layanan pendidikan.
45
2.8 Kerangka Berpikir
Mengingat tujuan utama program BOS
adalah untuk pemerataan dan perluasan akses
serta peningkatan mutu pendidikan. Maka
pemerintah mewajibkan belajar 9 tahun. Dalam
menjamin peningkatan mutu pendidikan maka
pemerintah juga mengeluarkan peraturan
pemerintah mengenai Standar Pelayanan Minimal
(SPM). SPM ini dijadikan sebagai acuan dalam
perencanaan dan penganggaran pencapaian
layanan pendidikan yang bermutu bagi setiap
daerah. Salah satu anggaran untuk mencapai
standar-standar pelayanan pendidikan tersebut
menggunakan dana BOS. Sehingga hal ini perlu
dilakukan evaluasi.
Penelitian ini berusaha mengevaluasi
pelaksanaan program BOS dalam rangka
pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Sekolah
dengan menggunakan model evaluasi kesenjangan
atau Discrepancy Evalutaion Model (DEM).
Penelitian ini berusaha melihat kesenjangan yang
terjadi antara keadaan nyata dengan standar yang
telah ditetapkan yang meliputi tahap
identifikasi/desain program, instalasi program,
proses, serta produk program yang akan
46
dilakukan di SD Negeri Samban 02 Kabupaten
Semarang.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti
merumuskan kerangka konsep sebagai dasar
dalam melakukan penelitian ini sebagai berikut:
47
Hasil Hasil Hasil Hasil
Analisis
Biaya
Program BOS untuk
pemerataan akses
dan peningkatan
mutu pendidikan
Sekolah Wajib 9
Tahun
SPM menjamin
peningkatan mutu
pendidikan
Aspek BOS terkait SPM
1.Sarana dan Prasarana
2.Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan
3.Kurikulum
4.Penilaian
Pendidikan/Evaluasi
Pembelajaran
5.Penjaminan Mutu Sekolah
6.Manajemen Sekolah
Evaluasi
Discrepancy Evaluation Model
REKOMENDASI
Desain
Program
Hasil
Instalasi
Program Proses Produk
Standar
1.Permendikbud Nomor 80
Tahun 2015 tentang
Juknis BOS
2.Permendiknas Nomor 15
Tahun 2010 tentang
Standar Pelayanan
Minimal