Post on 13-Nov-2020
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemahaman Tentang Film
Industri film adalah industri binis, predikat ini telah menggeser
anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang
di produksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang
bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun
pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis
yang memberi keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin uang yang
sering kali, demi uang keluar dari kaidah artistik film itu sendiri
(Ardianto, 2004:134)
Film merupakan sebuah media komunikasi yang bersifat audio
visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang
berkumpul di suatu tempat tertentu (Effendy, 2003: 134). Pesan film pada
komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi film
tersebut. Akan tetapi, umumnya sebuah film dapat mencakup berbagai
pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan dan informasi.Pesan dalam film
menggunakan mekanisme lambang-lambang yang ada pada pikiran
manusia berupa isi pesan, suara, perkataan, percakapan dan sebagainya
(Rizal, 2003)
Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh
terhadap massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio
visual, yaitu gambar dan suara yang hidup. Dengan gambar dan suara, film
7
mampu bercerita banyak dalam waktu singkat. Ketika menonton film
penonton seakan-akan dapat menembus ruang dan waktu yang dapat
menceritakan kehidupan dan bahkan dapat mempengaruhi audiens (Denis
McQuail, 2004:72).
Menurut Himawan Pratista, (2008: 1) sebuah film terbentuk dari
dua unsur, yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif
berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita tidak
mungkin lepas dari unsur naratif dan setiap cerita pasti memiliki unsur-
unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya-lainnya.
Seluruh elemen tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan.
Aspek kausalitas bersama unsur ruang dan waktu merupakan elemen-
elemen pokok pembentuk suatu narasi.
Michael Rabiger (2009:8) menggambarkan hal yang serupa
tentang film. Setiap film bersifat menarik dan menghibur, serta membuat
para audiens berpikir. Setiap hasil karya yang ada bersifat unik dan
menarik sehingga ada banyak cara yang dapat digunakan dalam suatu film
dokumenter untuk menyampaikan ide-ide tentang dunia nyata.
Sebuah film dianggap berhasil berkomunikatif secara baik jika
berhasil menyampaikan pesan secara mengesankan, dan contoh adegan
yang dramatis dan sangat menyentuh. Apabila penyampaian pesan dalam
sebuah film dapat mempengaruhi khalayaknya, maka isi pesan dari sebuah
film juga berdampak pada masyarakat pula. Hal ini bisa dilihat dari
sejumlah penelitian film yang mengambil berbagai topik seperti pengaruh
8
film terhadap anak, film dan agresivitas, dan masih banyak lagi. Bahkan,
film juga bisa digunakan sebagai sarana multimedia yang sangat efektif
untuk bisa merangsang perenungan filosofis (Danesi, 2010: 134)
Sebagai suatu media komunikasi dan seni, nilai film lebih mudah
menyajikan suatu hiburan dari pada bentuk komunikasi lainnya. Hal ini
dapat dilihat dari sifatnya yang ringan dan menitik beratkan pada „estetika‟
dan „etika‟. Pada dasarnya film memiliki nilai hiburan dan artistik. Hampir
semua film dalam beberapa hal bermaksud untuk menghibur, mendidik
dan menawarkan rasa keindahan. Menurut Himawan Pratista (2008), ada
beberapa jenis film diantaranya yaitu :
a. Film cerita (Story Film).
Film cerita adalah film yang diproduksi berdasarkan cerita yang
dikarang atau dimainkan oleh actor dan aktris. Film cerita ini bias
berupa film drama, horror, komedi, musical, fiksi , ilmiah dan lain
sebagainya.
b. Film berita.
Film berita atau news real adalah film mengenai fakta atau peristiwa
yang benarbenar terjadi. Karena sifatnya berita maka film yang
disajikan kepada public harus mengandung nilai berita (news value).
Proses pembuatan dan penyajian film berita memerlukan waktu yang
cukup lama, maka suatu berita harus bersifat aktual.
9
c. Film documenter (Dokumentary Film).
Film documenter hanya merekam kejadian tanpa diolah lagi,
misalnya dokumentasiperistiwa perang, upacara kenegaraan, film
documenter mengandung fakta dan mengandung subyektifitas
pembuat.subyektifitas diartikan sebagai sikp atau opini terhadap
peristiwa.
d. Film kartun.
Film kartun atau film animasi adalah suatu sequence gambar yang
diekspos pada tenggang waktu tertentu sehingga tercipta sebuah ilusi
gambar bergerak.
Menurut Danesi (2010: 134), film memiliki tiga kategori
utama, yaitu: film fitur, film animasi, dan dokumentasi. Film fitur
merupakan karya fiksi yang strukturnya selalu berupa narasi. Film
animasi adalah teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi
gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi.
Pembagian film secara umum menurut Himawan Prastisa
(2008: 4), ada tiga jenis film, yakni: dokumenter, fiksi, dan
eksperimental. Film fiksi memiliki struktur naratif (cerita) yang jelas
sementara film dokumenter dan eksperimental tidak memiliki
struktur naratif. Secara konsep, film dokumenter memiliki konsep
realism (nyata) yaitu sebuah konsep yang berlawanan dengan film
eksperimental yang memiliki konsep formalism (abstrak). Film fiksi
10
juga dapat dipengaruhi oleh film dokumenter atau film eksperimental
baik secara naratif maupun sinematik (Himawan Prastisa, 2008:4).
Menurut Alvin A Goldberg dan Larson meneyebutkan bahwa
film dalam pandangan ilmu komunikasi ialah merupakan media pada
prosesnya telah diuraikan dalam bentuk dramaturgi, akting dan
dialog oleh para tokoh dan pemain, namun untuk lebih memahami
pengertian antara kedudukan media komunikasi dan komunikasi
massa,kita dapat melihatnya pada bagian tentang lingkup komunikasi
(Alvin A Goldberg dan Larson ,2011).
Sebagai argument penguat dalam upaya untuk memetakan isi
pesan dalam sebuah film, analisa Isi sangat berguna dalam analisis
projective personality test seperti penggunaan Rorschach Test dan
Thematic Apperception Test. Respon yang diberikan oleh subyek
atas tes tersebut dapat dijelaskan dengan analisis isi untuk
mengetahui karakteristik yang menunjukkan kebiasaan seseorang
dalam lingkup sosial masyarakat yang mengelilinginya, tergantung
pada pesan dan citra apa yang ingin dibangun dimana film itu dibuat
(Alvin A Goldberg dan Larson ,2011).
2.2 Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Film merupakan salah satu alat komunikasi massa, tidak bisa kita
pungkiri antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam
kajian para ahli komunikasi. Menurut Elvinaro Ardianto (2009) film
merupakan alat komunikasi massa yang muncul kedua di dunia, masa
11
pertumbuhanya pada akhir abat ke-19. Munculnya film didunia membuat
perkembangan surat kabar menjadi merosot di karnakan munculnya film di
dunia.
Dengan ini film lebih mudah untuk menjadi sebuah alat komunikasi
yang sejati, karna dalam film ditak mengalami unsur teknik, politik, ekonomi,
social dan demografi yang mirintangi kemajuan surat kabar pada masa
pertumbuhannya pada abat-18 dan permulaan abat-19. Film mencapai masa
puncaknya di antara perang dunia I dan perang dunia II, dan merosot tajam
pada tahun 1945, seiring dengan munculnya medium televisi. Seiring dengan
kebangkitan film muncul pula film-film yang mengumbar seks, criminal dan
kekerasan. Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak sekmen social,
membuat yakin kepada para ahli untuk mempengaruhi halayaknya (Sobur,
2004)
Film mempunyai kemampuan untuk menarik kemampuan orang dan
sebagian lagi didasari alas an bahwa film memiliki kemampuan mengantar
pesan secara unik. Terlepas dari dominasi penggunaan film sebagai alat
hiburan dalam sejarah film, tampaknya ada pengaruh yang menyatu dan
mendorong kecenderungan sejarah menuju ke penerapannya didaktik-
propagandis, atau dengan kata lain bersifat manipulative. Film pada dasarnya
memang mudah dipengaruhi oleh tujuan manipulative, karna film memerlukan
penanganan yang lebih sungguh-sungguh dan kontruksi yang lebih artificial
pula (melalui manipulasi) dari pada media lain (Denis, 1987).
12
Film lahir di penghujung abad ke-19 sebagai bentuk dari perkembangan
teknologi yang diciptakan oleh Thomas Alva Edison dan Lumiere Bersaudara
yang kemudian disebut gambar bergerak (motion picture) alias film. Film juga
semakin mengekalkan apa yang telah dilakukan manusia selama beribu-ribu
tahun, yakni menyampaikan kisah, yang diceritakan tentu saja perihal kehidupan.
Eric Sasono menulis, dibandingkan media lain, film memiliki kemampuan untuk
meniru kenyataan sedekat mungkin dengan kenyataan sehari-hari (Irwansyah,
2009 : 12).
Dampak film terhadap masyarakat hubungan antara film dan masyarakat
selalu dipahami secara linier. Artinya film selalu mempengaruhi dan
membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan dibaliknya tanpa pernah
berlaku sebaliknya. Film selalu merekam realitas yang berkembang dan
tumbuh dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikannya keatas layar.
Pada umumnya film dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk
berbagai system tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai
efek yang diharapkan.
Pada dasarnya, sebuah film diproduksi untuk konsumsi massal. Sejalan
dengan media komunikasi massa lainnya, film memiliki beberapa fungsi
komunikasi, yang menurut Lasswell dalam Effendy (1999:27) yaitu:
1. The surveillance of the enfironment. Artinya media massa berfungsi
sebagai pengamatan terhadap lingkungannya. Media massa
mengumpulkan informasi berbagai kejadian dan peristiwa dari berbagi
sumber, lalu menginformasikannya kepada masyarakat.
13
2. Correlations of the comppnents of society in making response to the
environment. Artinya berbagai iformasi yang diperoleh media massa,
tidak serta merta langsung diberikan secara kesuluruhan kepada
masyrakat. Terlebih dulu media massa melakukan proses seleksi terhadap
informasi tersebut, mengenai apa yang pantas dan perlu disiarkan.
3. Transmission of the social inteherence. Artinya media massa mencoba
atau mewariskan sesuatu ilmu pengetahuan, nilai dan norma yang
terdapat dalam masyarakat tertentu, dari generasi ke generasi selanjutnya.
2.3 Tema Film (Genre)
Menurut Baksin, (2003:45) tema film dapat terbagi menjadi lima dan
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Drama
Tema ini lebih menekankan pada sisi human interest yang bertujuan
mengajak penonton ikut merasakan kejadian yang dialami tokohnya,
sehingga penonton merasa seakan-akan berada di dalam film tersebut.
Tidak jarang penonton yang merasakan sedih, senang, kecewa, bahkan
ikut marah
2. Action
Tema action mengetengahkan adegan-adegan perkelahian, pertempuran
dengan senjata, atau kebutkebutan kendaraan antara tokoh yang baik
(protagonis) dengan tokoh yang jahat (antagonis), sehingga penonton
ikut merasakan ketegangan, was-was, takut, bahkan bisa ikut bangga
terhadap kemenangan si tokoh.
14
3. Komedi
Tema film komedi intinya adalah mengetengahkan tontonan yang
membuat penonton tersenyum, atau bahkan tertawa terbahak-
bahak.Film komedi berbeda dengan lawakan, karena film komeditidak
harus dimainkan oleh pelawak, tetapi pemain biasa pun bisa
memerankan tokoh yang lucu
4. Tragedi
Film yang bertemakan tragedi, umumnya mengetengahkan kondisi atau
nasib yang dialami oleh tokoh utama pada film tersebut.Nasib yang
dialami biasanya membuat penonton merasa kasihan / prihatin / iba.
5. Horor
Film bertemakan horor selalu menampilkan adegan-adegan yang
menyeramkan sehingga membuat penontonnya merinding karena
perasaan takutnya. Hal ini karena film horor selalu berkaitan dengan
dunia gaib / magis, yang dibuat dengan special affect, animasi, atau
langsung dari tokoh-tokoh dalam film tersebut.
2.4 Pesan dalam Film
Pesan adalah setiap pemberitahuan, kata, atau komunikasi baik lisan
maupun tertulis, yang dikirimkan dari satu orang ke orang lain. Pesan menjadi
inti dari setiap proses komunikasi yang terjalin. Agar pesan dapat diterima dari
pengguna satu ke pengguna lain, proses pengiriman pesan memerlukan sebuah
15
media perantara agar pesan yang dikirimkan oleh sumber dapat diterima
dengan baik oleh penerima. Dalam proses pengiriman tersebut, pesan harus
dikemas sebaik mungkin untuk mengatasi gangguan yang muncul dalam
transmisi pesan, agar tidak mengakibatkan perbedaan makna yang diterima
oleh penerima. Dalam penelitian ini yang perlu dibahas adalah pesan karna
pesan termasuk komponen komunikasi. Pesan merupakan salah satu
komponen dalam kamunikasi yang harus dipenuhi, selain komunikator dan
komunikan. Karna dalam komunikasi kalau salah satu dari ketiga komponen
ini tidak ada maka kerja komunikasi tidak akan bisa berjalan dengan
maksimal. roses penyampaian pesan, cara, atau teknik penyampaian pesan
merupakan salah satu indikator bagi keberhasilan aktivitas komunikan.
Dalam penyampaian pesan yang efektif, sebaiknya pesan yang
disampaikan komunikator dapat menghasilkan feedback, maka harus memiliki
kriteria-kriteria sebagai berikut (Effendy, 1993:226-227). Pesan yang hendak
disampaikan harus disusun secara sistematis. Untuk menyusun sebuah pesan,
baik berupa pidato maupun percakapan, maka harus mengikuti urutan-urutan,
misal an dalam bentuk tulisan, maka ada pengantar, pernyataan, argumen, dan
kesimpulan. Sedangkan dalam retorika, urutan-urutannya sebagaimana saran
Aristoteles dikembangkan menjadi enam macam, yaitu urutan deduktif,
induktif, krono-logis, logis, spesial, dan topikal. Dalam hal ini, penulis
memilih urutan topikal, yaitu bahwa pesan komunikasi hendak-nya disusun
berdasarkan topic pembi-caraan, dimulai dari yang penting kepada yang
kurang penting, dari yang mudah kepada yang sukar, dari hal-hal yang dikenal
16
ke hal-hal yang asing. Allan H. Monroe membuat teknik penyusunan pesan
yang kemudian disebut “motivated sequence” (Suprapto : 1994:42) dan ini
merupakan teknik penyusunan pesan paling terkenal dan paling awal ia
lakukan, yaitu :
a. Attention (perhatian).
b. Need (kebutuhan).
c. Satisfaction (kepuasan).
d. Visualization (visualisasi)
e. Action (tindakan)
Menurut pendapat Monroe (2003), jika kita ingin mempengaruhi
orang lain, maka terlebih dahulu merebut perhatiannya, kemudian
membangkitkan kebutuhannya, berikan petunjuk pada orang tersebut
bagaimana cara memuaskan kebutuhan tersebut, kemudian berikan
gambaran dalam fikirannya mengenai keuntungan dan kerugian yang akan
ia peroleh apabila menerapkan atau tidak menerapkan gagasan kita, pada
akhirnya berilah dorongan kepadanya agar ia mau mengambil tindakan.
1. Pesan yang disampaikan komunikator harus mampu menarik perhatian
komunikan.
Menurut Monroe (2003), pesan yang menarik adalah pesan yang
memiliki keterkaitan dengan sesuatu yang dibutuhkan komunikan
sekaligus memberikan caracara untuk mendapatkan kebutuhan tersebut.
Jika pesan tidak terkait dengan kebutuhan komunikan, terlebih tidak
memberikan cara bagaimana mendapatkan kebutuhan yang dimaksudkan,
17
maka pesan yang disampaikan komunikator itu dianggap tidak penting,
dan karena dianggap tidak penting maka komunikan tidak akan
memperhatikan pesan tersebut. Oleh karenanya, sebelum menyampaikan
pesan komunikasinya, komunikator hendaknya melakukan identifikasi
kebutuhan yang diinginkan audience (komunikan).
Disamping itu, komunikan juga akan tertarik dengan pesan-pesan
yang memberikan solusi bagaimana cara memecahkan masalah yang
sedang dialaminya. Terlebih jika permasalahan tersebut pernah dialami
langsung oleh komunikator, dan berhasil diatasinya. Maka solusi
pemecahan masalah itu akan dianggap sebagai sesuatu yang penting dan
menarik oleh komunikan. Disini perlu adanya upaya identifikasi
permasalahan oleh komunikator sebelum menyampaikan pesan
komunikasinya kepada audience.Pada ranah ini, komunikator seringkali
mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi permasalahan di
lapangan.Kesulitan mengindentifikasi permasalahan itu disebabkan oleh
faktor budaya, factor psikologis, dan sebagainya (Suprapto : 2006)
2. Pesan harus mudah difahami oleh komunikan.
Dalam menyampaikan pesan ini biasanya dipengaruhi oleh factor
semantis, yakni menyangkut penggunaan bahasa sebagai alat untuk
menyalurkan fikiran dan perasaan komunikator kepada komunikan. Agar
komunikasi berjalan lancar, maka gangguan semantic ini harus
diperhatikan oleh komunikator, sebab jika terjadi kesalahan ucap atau
kesalahan tulis, maka akan menimbulkan salah pengertian (mis-
18
understanding), atau salah tafsir (mis-interpretation), yang pada gilirannya
dapat menimbulkan salah komunikasi (mis-communication). Salah ucap
seringkali disebabkan oleh terlalu cepatnya komunikator dalam
menyampaikan pesan. Maksud komunikator ingin mengatakan “kedelai”,
tapi yang terucap “keledai”, “demokrasi” menjadi “demonstrasi”,
“partisipasi” menjadi “partisisapi”. Terkadang, gangguan semantis bisa
juga disababkan oleh aspek antropologis, yaitu kata-kata yang sama
bunyinya dan tulisannya, tetapi mempunyai makna yang berbeda, seperti
“Atos” bahasa Sunda berbeda dengan “Atos” bahasa Jawa. “Rampung”
Sunda lain dengan “Rampung” Jawa, dan sebagainya. Komunikator dalam
menyampaikan pesannya terkadang menggunakan
Istilah-istilah yang mengandung pengertian konotatif (mengandung
makna emosional atau evaluative disebabkan oleh latar belakang
kehidupan dan pengalaman se-seorang), sehingga menimbulkan salah
tafsir pada diri komunikan. Agar komunikasi berjalan efektif, bahasa yang
digunakan sebaiknya yang mengandung pengertian denotatif (mengandung
makna seperti yang tercantum dalam kamus dan diterima secara umum
oleh kebanyakan orang yang memiliki kesamaan budaya dan bahasanya).
Pesan yang disampaikan dalam film seharusnya dapat
menimbulkan dampak – dampak yang dapat mempengaruhi dan
menimbulkan efekefek tertentu.Hal ini dapat dilihat dari sejumlah
penelitian yang telah dilakukan seperti pengaruh tayangan film terhadap
anak. Dalam sebuah media massa termasuk juga media film, semua pesan
19
yang terkandung dapat ditangkap dan dipahami dengan cara
menganalisanya. Pada dasarnya studi media massa mencakup pencarian
pesan dan makna yang terdapat didalamnya (Suprapto : 2006)
2.5 Pemahaman Tentang Kekerasan
Adegan Kekerasan
Program siaran yang membenarkan kekerasan dan sadisme sebagai hal
yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Adegan yang melanggar
diantaranya adalah menampilkan secara detil (big close up, medium close up,
extreme close up) korban yang berdarah-darah, menampilkan adegan
penyiksaan secara close up dengan atau tanpa alat (pentungan/pemukul,
setrum, benda tajam) secara nyata. Adegan kekerasan ini bisa disebut dengan
action. yang berisi pertarungan fisik antara tokoh protagonist dengan
antagonis.
Dalam setiap adegan-adegan yang muncul sering kali tedapat adegan
pertarungan dengan suasana dramatis. Kemudian alur cerita akan terus
bergerak dengan menyuguhkan adegan yang menegangkan antara kelompok
satu dengan yang lain. Adegan -adegan ini membuat cerita lebih dramatis,
maka konflik antara tokoh protagonis dan antagonis akan dikembangkan
dengan memunculkan adegan pertarungan fisik. Disitulah adegan/aktion akan
muncul dari genre film. Aksi memberikan keterangan mengenai aktifitas yang
terjadi pada setiap scene termasuk informasi mengenai keadaan psikologis
dari setiap karakter, lingkungan, suasana, dan tingkah laku tokohnya. Yang
paling sering didengar adalah istilah acting dan aksi. Acting adalah sebuah
20
proses pemahaman dan penciptaan tentang perilaku dan karakter pribadi dari
seseorang yang diperankan. Aksi adalah gerak pemeran, yang terjadi dalam
suatu adegan.
Pengertian kekerasan sendiri adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap dirisendri, perorangan atau
sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan
besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak. Secara fisiologis, Fenomena kekerasan
merupakan sebuah gejala kemunduran hubungan antarpribadi, dimana orang
tidak lagi bisa duduk bersama untuk memecahkan masalah. Hubungan yang
ada hanya diwarnai dengan ketertutupan, kecurigaan dan ketidakpercayaan.
Dalam hubungan sepertiini, tidak ada dialog, apalagi kasih. Semangat
mematikan lebih besar daripada semangat melindungi. Memahami tindak-
tindak kekerasan di Indonesia yang dilakukan orang satu sama lain atau
golongan satu sama lain dari perspektif ini, terlihat betapa masyarakan
sekarang semakin jauh dari menghargai dialog dan keterbukann.
Permasalahan social biasa bisa meluas kepada penganiyaan dan pembunuhan.
Toko, rumah ibadah, kendaraan yang tidak ada sangkut pautnya dengan
munculnya masalah, bisa begitu saja menjadi sasaran amuk massa.
Secara teologis, kekerasan diantara manusia merupakan akibat dari dosa
dan pemberontakan manusia. Kita tinggal dalam suatu dunia yang bukan saja
tidak sempurna, tetapi lebih menakutkan, dunia yang berbahaya. Orang bisa
21
menjadi berbahaya bagi sesamanya. Mulai dari tipu muslihat, pemerasan,
penyerangan, pemerkosaan, penganiyaan, pengeroyokan, sampai pembunuhan.
Menghadapi kenyataan ini, ada dua bertuk perlawanan yang dilakukan sejauh ini
dengan bernafaskan ajaran cinta damai.
Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku , baik yang
terbuka maupun yang tertutup, dan baik bersifat menyerang atau bertahan, yang
disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Oleh karena itu, ada 4 jenis
kekerasan yang dapat diidentifikasi;
1. Kekerasan terbuka yaitu kekerasan yang dapat dilihat seperti perkelahian
2. Kekerasan tertutup yaitu kekerasan tersembunyi atau kekerasan yang tidak
dilakukan langsung, seperti perilaku mengancam.
3. Kekerasan agresif yaitu kekerasan yang dilakukan tidak untuk
perlindungan tetapi untuk mendapatkan suatu seperti penjabalan.
4. Kekerasan defensive yaitu kekerasan yang dilakukan untuk perlindungan
diri. Baik kekerasan agresif atau defensive bisa bersifat terbuka atau
tertutup.
Berdasarkan pelakunya di golongkan menjadi 2 benrtuk yaitu:
a. Kekerasan individual adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu
contoh pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain
b. Kekerasan kolekttif adalah kekerasan yang dilakukan banyak orang
atau massa.
22
Dengan ancaman , ada sedikit orang yang bisa mengontrol orang lain.
Ancaman dianggap sebagai bentuk kekerasan , merupakan unsur
penting kekuatan (power). Kemampuan untuk mewujukan keinginan
seseorang sekalipun menghadapi keinginan yang berlawanan .
Ancaman menjadi efektif jika seseorang mendemostrasikan keinginan
untuk mewujudkan ancamannya.
2.6 Definisi Konseptual
2.6.1 Kekerasan
Kekerasan dalam arti luas dikatakan Galtung, sebagai sesuatu
penghalang yang seharusnya bisa dihindari yang menyebabkan seseorang
tidak bisa mengaktualisasikan diri secara wajar. Penghalang tersebut
menurut Galtung sebenarnya dapat dihindarkan, sehingga sebenarnya
kekerasan itu juga bisa dihindari jika penghalang itu disingkirkan
(Muchsin, 2006).
Kekerasan langsung bisa bermacam-macam bentuknya. Dalam
bentuk yang klasik, ia melibatkan penggunaan kekuatan fisik, seperti
pembunuhan atau penyiksaan, pemerkosaan dan kekerasan seksual, juga
pemukulan. Kekerasan verbal, seperti penghinaan, secara luas juga diakui
sebagai kekerasan (Galtung, 1971).
Johan Galtung menggambarkan kekerasan langsung sebagai:
“gangguan yang harusnya dihindari terkait dengan kebutuhan dasar
manusia, kebutuhan untuk hidup layak, sesuatu yang menurunkan tingkat
23
kepuasan kebutuhan riil di bawah potensi yang ada. Ancaman penggunaan
kekerasan juga merupakan kekerasan." (Galtung, 1990: 291-305).
Galtung membagi kekerasan dalam tiga kategori, yaitu Kekerasan
Langsung (antara Pelaku-Korban), Kekerasan Struktural (yang bersumber
dari struktur sosial [antar orang, masyarakat, kumpulan masyarakat
(aliansi, daerah)]), dan [dibalik keduanya] Kekerasan Kultural (simbolis
dalam agama, ideologi, bahasa, seni, pengetahuan, hukum, media,
pendidikan; gunanya melegitimasi Kekerasan Langsung dan Kekerasan
Struktural). Kekerasan Kultural dan Kekerasan Struktural menyebabkan
Kekerasan Langsung. Kekerasan Langsung juga menguatkan/
memperburuk Kekerasan Struktural dan Kekerasan Kultural. Kekerasan
Langsung berupa fisik atau verbal tampil sebagai prilaku yang tidak
berubah, karena akarnya adalah struktur dan budaya.
Galtung menguraikan enam dimensi penting dari kekerasan, yakni
sebagai berikut;
1. Kekerasan fisik dan psikologis. Dalam kekerasan fisik, tubuh manusia
disakiti secara jasmaniah bahkan sampai pada pembunuhan. Sedangkan
kekerasan psikologis adalah tekanan yang dimaksudkan meredusir
kemampuan mental dan otak.
2. Pengaruh positif dan negatif. Sistem orientasi imbalan (reward oriented)
yang sebenarnya terdapat pengendalian, kurang terbuka, dan cenderung
manipulatif, meskipun memberikan kenikmatan dan semangat.
24
3. Ada objek atau tidak. Dalam tindakan tertentu tetap ancaman kekerasan
fisik dan psikologis, meskipun tidak memakan korban tetapi membatasi
tindakan manusia.
4. Ada subjek dan tidak. Kekerasan disebut langsung atau personal jika ada
pelakunya, dan bila tidak ada pelakunya disebut struktural atau tidak
langsung. Kekerasan tidak langsung sudah menjadi bagian struktur itu dan
menampakan diri sebagai kekuasaan yang tidak seimbang yang
menyebabkan peluang hidup tidak sama.
5. Disengaja atau tidak. Menitiberatkan pada akibat bukan tujuan, pemahaman
yang bukan menekankan unsur sengaja tentu tidak cukup untuk melihat,
mengatasi kekerasan struktural yang bekerja secara halus dan tidak
disengaja. Dari sudut korban, sengaja atau tidak, kekerasan tetap
kekerasan
6. Yang tampak dan tersembunyi. Kekerasan yang tampak, nyata (manifest),
baik yang personal maupun struktural, dapat dilihat meski secara tidak
langsung. Sedangkan kekerasan tersembunyi adalah suatu yang memang
tidak kelihatan (latent), tetapi bisa dengan mudah meledak. Kekerasan
tersembunyi akan terjadi jika situasi menjadi begitu tidak stabil sehingga
tingkat realisasi aktual dapat menurun dengan mudah. Kekerasan tersmbunyi
yang struktural terjadi jika suatu struktur egaliter dapat dengan mudah
diubah menjadi feodal, atau evolusi hasil dukungan militer yang hierarkis
25
dapat berubah lagi menjadi struktur hierarkis setelah tantangan utama
terlewati (Santoso, 2002: 168-169).
Johan Galtung, memaparkan secara terbuka bahwa kekerasan memang
berpengaruh besar dalam perkembangan individu dan masyarakat. Hal ini bisa
berpengaruh terhadap psikologi dan hak hidup masyarakat itu sendiri. Dalam
bentuk apapun kekerasan tetap salah, sebab menimbulkan persoalan baru dan
bersifat laten. Dan potensi kekerasan ini bersifat sistematik, jika tidak dikelola
dengan baik tujuan dari pada gerakan sosial. Maka prediksi Galtung bahwa
kekerasan akan selalu hadir dalam kehidupan masyarakat.
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.
Dilihat dari bentuknya, ada dua jenis kekerasan yang sering terjadi yaitu: 1)
kekerasan fisik dan 2) kekerasan psikologis. Dalam kekerasan fisik tubuh
manusia disakiti secara jasmani berupa siksaan, penganiayaan, hingga
pembunuhan. Sedang kekerasan secara psikologis mewujud dalam bentuk
pengurangan kemampuan mental atau otak (rohani) karena perlakuan-
perlakuan repsesif tertentu, misalnya ancaman, indoktrinasi dan sebagainya
(Sunarto, 2009: 47-48).
2.6.2 Films
Sesuai dengan Undang-undang perfilman No.6 tahun 1992, Bab1,
Pasal 1 menyebutkan bahwa: yang dimaksud dengan film adalah karya
cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang
dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada
26
pita selluloid, pita video, piringan video dan atau bahan hasil temuan
teknologi lainnya dalam bentuk, jenis, ukuran, melalui kimiawi, proses
elektronik atau proses lainnya atau tanpa suara yang dapat
mempertunjukkan atau ditayangkan dengan system proyeksi mekanik,
elektronik dan atau lainnya. (Baksin, 2003:6)
Secara teoritis film merupakan salah satu bentuk komunikasi masa
yang paling dinamis. Hal yang terlihat oleh mata dan terdengar oleh
telinga lebih mudah dan lebih cepat masuk akal daripada hal yang perlu
dibaca dan dipahami untuk mendapatkan makna.
2.6.3 Struktur Kategorisasi Kekerasan
Kategorisasi merupakan kesatuan manusia yang terwujut karna
adanya suatu ciri khas atau suatu kompleks ciri-ciri objektif yang dapat
dikenakan kepada manusia.Ciri khas tersebut dilakukan dengan maksud
untuk memudahkan penggolongan untuk suatu tujuan dan biasanya
dikenakan oleh pihak luar tanpa disadari oleh pihak yang bersangkutan.
Sebut saja suatu peneliti yang akan melakukan penelitian terhadap
kehidupan masyarakat tertentu dalam melakukan penggolongan untuk
memudahkan penelitian mereka, walaupun pihak yang diteliti tidak
menyadari hal tersebut.
Penelitian yang menggunakan metode analisis isi, validitas serta
hasil–hasilnya sangat bergantung pada kategori – kategorinya.Seperti yang
dikatakan Bernard Barelson (2003), bahwa analisis isi tidak bisa lebih baik
27
dari kategori-kategorinya. Kategorisasi oleh penulis secara hakikat
didasarkan pada sesuatu yang terjadi karena perbuatan manusia itu sendiri.
1. Kekerasan
Galtung menggambarkan kekerasan langsung sebagai: “...gangguan yang
harusnya dihindari terkait dengan kebutuhan dasar manusia, kebutuhan
untuk hidup layak, sesuatu yang menurunkan tingkat kepuasan kebutuhan
riil di bawah potensi yang ada. Ancaman penggunaan kekerasan juga
merupakan kekerasan." (Galtung, 1990: 291-305).
Galtung membagi kekerasan dalam dua kategori,yaitu:
a. Kekerasan fisik
Adalah sikap atau tindakan yang di tujukan untuk menyakiti atau
melukai orang lain. Seperti pemukulan,penusukan oleh benda
tajam,dan sebaginya
b. Kekerasan verbal
Adalah ucapan yang di tunjukan untuk melukai atau menyakiti
perasaan orang lain. Seperti mencaci maki, dan sebagainya.