Post on 07-Mar-2019
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala ssp. Glabrata (Rose)
S. Zarate)
Tumbuhan lamtoro merupakan suatu jenis tumbuhan dari famili Fabaceae
yang berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko. Sekarang, lamtoro sudah banyak
ditemukan di daerah tropis maupun subtropis seperti di kepulauan Karibia, Asia
Selatan, Asia Tenggara, dan di daerah pasifik termasuk New Guinea, Australia
dan Hawaii (Lim, 2012). Menurut Nurul & Deni (2016) lamtoro gung merupakan
tanaman yang dapat tumbuh dengan baik dan banyak ditemukan diberbagai
tempat di Indonesia. Dibuktikan dengan pemanfaatan yang telah dilakukan
masyarakat Indonesia sebagai pohon peneduh, pencegah erosi, sumber bahan
kayu serta sebagai bahan pakan ternak.
Tumbuhan lamtoro Leucaena leucocephala memiliki tiga subspesies yaitu
L. leucocephala ssp. leucocephala, L. leucocephala ssp. Glabrata (Rose) S.
Zarate, dan L. leucocephala ssp. ixtahuacana C. E. Hughes. Perbedaan subspesies
pertama dan subspesies kedua dapat diketahui dengan melihat ukuran dari kedua
subspesies tersebut. Subspesies kedua memiliki ukuran yang lebih besar baik dari
segi pohon, daun, bunga, maupun buah dibandingkan dengan subspesies pertama
atau L. leucocephala ssp. Leucocephala. Subspesies yang ketiga L. leucocephala
ssp. Ixtahuacana C. E. Hughes memiliki persebaran yang terbatas hanya di daerah
Meksiko (Pandey & Kumar, 2013).
Pengaruh Ekstrak Daun..., Andika Nursetiaji, FKIP UMP, 2018
6
2.1.1. Klasifikasi Tumbuhan Lamtoro Gung
Berikut merupakan klasifikasi tumbuhan lamtoro secara umum
berdasarkan informasi dari (Backer & van den Brink, 1965)
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Leucaena
Species : Leucaena leucocephala (Lamk.) de Wit.
Subspecies : L. leucocephala ssp. Glabrata (Rose) S. Zarate
2.1.2. Deskripsi Tumbuhan Lamtoro Gung
Tumbuhan lamtoro gung (Gambar 2.1) merupakan jenis tumbuhan perdu
pohon yang tingginya dapat mencapai 18 m. Tumbuhan tersebut tumbuh tegak
dengan sistem perakaran tunggang. Batang tumbuhan lamtoro gung berwarna
coklat kemerahan dengan cabang yang banyak. Daun tumbuhan tersebut memiliki
bentuk bangun memanjang, berwarna hijau dengan tipe majemuk menyirip ganda
dua (bipinatus) (Syarifudin, 2014).
Tipe bunga majemuk berupa bongkol (perbungaan capitulum) bertangkai
panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol. Tiap-tiap bongkol
tersusun dari 100-180 kuntum bunga membentuk bola berwarna putih atau
kekuningan berdiameter 12-21 mm. Buah polong berbentuk pita lurus, pipih tipis
dalam tandan. Setiap tandan buah bisa mencapai 20 – 30 buah polong dan dalam
Pengaruh Ekstrak Daun..., Andika Nursetiaji, FKIP UMP, 2018
7
satu polongnya dapat mencapai 15 – 30 biji. Biji berbentuk bulat telur terbalik,
pipih, berwarna hijau mengkilat ketika masih muda dan ketika sudah tua warna
menjadi coklat kehitaman (Hindrawati & Natalia, 2011).
Gambar 2.1. Tumbuhan Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala ssp.
Glabrata) (Sumber : Dokumen Pribadi)
2.1.3. Kegunaan dan Kandungan Kimia Tumbuhan Lamtoro Gung
Masyarakat pada umumnya memanfaatkan tumbuhan lamtoro gung
sebagai pakan ternak, sumber kayu bakar, pencegah erosi, peneduh, dan sebagai
Pengaruh Ekstrak Daun..., Andika Nursetiaji, FKIP UMP, 2018
8
pupuk hijau karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan
(Manapode dkk.,). Selain penggunaan umum tersebut, lamtoro gung juga dapat
digunakan sebagai obat tradisional yaitu mengobati beberapa penyakit seperti
kencing manis, cacingan, bengkak (Oedem), radang ginjal, bisul, patah tulang,
abses paru, luka terpukul, insomnia, meluruhkan haid, dan meningkatkan gairah
seks (Hindrawati & Natalia, 2011).
Daun lamtoro gung mengandung zat aktif yang berupa alkaloid, saponin,
flavonoid, tanin, mimosin, dan leukanin (Syarifudin, 2014). Beberapa zat aktif
tersebut diketahui mampu menghambat dan menekan laju pertumbuhan mikroba
antara lain :
1. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut dalam
pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dan lain-lain (Khunaifi,
2010). Flavonoid dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon
flavonoid, gula yang terikat pada flavonoid mudah larut dalam air (Harborne,
1996). Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol dan diketahui
bahwa senyawa fenol mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
virus, bakteri, dan jamur. Khunaifi (2010) menambahkan bahwa senyawa-
senyawa flavonoid umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah
digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan.
2. Saponin
Robinson (1995) menyatakan bahwa saponin merupakan senyawa aktif
permukaan yang kuat menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Saponin bekerja
Pengaruh Ekstrak Daun..., Andika Nursetiaji, FKIP UMP, 2018
9
sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran bakteri sehingga
menyebabkan sel bakteri lisis, dan mengakibatkan keluarnya berbagai komponen
penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida
(Darsana, 2012).
3. Alkaloid
Alkaloid umumnya lebih bersifat anti herbivoral dibandingkan
antimikrobial karena bersifat toksik/ racun. Sebagian kecil alkaloid yang
mempunyai kemampuan sebagai zat antimikroba. Mekanisme yang diduga adalah
dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,
sehingga lapisan dinding sel tidak berbentuk secara utuh dan menyebabkan
kematian sel tersebut (Robinson, 1995). Alkaloid sering kali beracun bagi
manusia dan mempunyai banyak kegiatan fisiologis yang menonjol, oleh karena
hal tersebut alkaloid banyak berperan dalam bidang pengobatan (Harborne, 1996).
4. Tanin
Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanismenya
adalah dengan merusak membran sel bakteri. Senyawa astringent tanin dapat
menginduksi pembentukan ikatan senyawa kompleks terhadap enzim atau substrat
mikroba dan pembentukan suatu ikatan kompleks tanin terhadap ion logam yang
dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri (Akiyama & Iwatsuki, 2001).
Ajizah (2004) menjelaskan bahwa kemampuan aktivitas antibakteri senyawa tanin
adalah dengan cara mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga
permeabilitas sel menjadi terganggu. Akibat terganggunya permeabilitas tersebut,
Pengaruh Ekstrak Daun..., Andika Nursetiaji, FKIP UMP, 2018
10
sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat
atau bahkan mati.
2.2. Tinjauan Bakteri Uji
Bakteri yang akan diujikan terdiri dari dua jenis yaitu bakteri
Staphylococcus aureus (gram positif) dan bakteri Pseudomonas aeruginosa (gram
negatif). Kedua jenis bakteri tersebut dibedakan atas dasar jumlah atau kadar
senyawa yang terkandung di dalam dinding selnya. Salah satu cara paling umum
untuk membedakan kedua bakteri tersebut yaitu menggunakan tekhnik pewarnaan
diferensial yang disebut pewarnaan gram (Volk & Waller, 1993).
Perbedaan komposisi dan struktur dinding sel antara kedua bakteri tersebut
diyakini menyebabkan perbedaan kelompok bakteri gram positif dan bakteri gram
negatif dalam memberikan respon. Diding sel bakteri gram negatif mengandung
lipid, lemak atau substansi seperti lemak dengan kadar atau jumlah lebih tinggi
dibandingkan dengan yang terkandung dalam dinding sel bakteri gram positif.
Dinding sel bakteri gram negatif lebih tipis dan mengandung peptidoglikan jauh
lebih sedikit dengan ikatan silang yang kurang efektif dibandingkan dengan yang
dapat dijumpai pada dinding sel bakteri gram positif (Pelczar & Chan, 1986).
Adanya kandungan lemak yang tinggi dan peptidoglikan yang rendah pada
bakteri gram negatif, menyebabkan kompleks crystal violet-iodine mudah
diekstraksi oleh alkohol (alkohol-aseton) dan kemudian dapat menangkap
pewarna safranin. Sebaliknya, pada bakteri gram positif, kompleks cristal violet-
iodine akan semakin terperangkap di dalam sel setelah penambahan alohol
(alkohol-aseton). Hal tersebut terjadi karena sel mengalami dehidrasi sehingga
Pengaruh Ekstrak Daun..., Andika Nursetiaji, FKIP UMP, 2018
11
pori-pori sel menyempit dan kompleks warna tidak dapat keluar dari sel dan
penambahan safranin tidak dapat diserap oleh sel (Pelczar & Chan, 1986).
2.2.1. Bakteri Staphylococcus aureus
2.2.1.1. Klasifikasi Bakteri
Menurut Holt dkk., (1994), bakteri Staphylococcus aureus memiliki
klasifikasi sebagai berikut :
Divisio : Protophyta
Classis : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Familia : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
2.2.1.2. Karakteristik Bakteri
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang
berbentuk bulat (coccus) dengan diameter 0,5 – 1,5 μm dan tersusun dalam
kelompok yang tidak beraturan. Bakteri tersebut tidak membentuk spora dan tidak
bergerak. Sel-selnya terdapat dalam kelompok seperti buah anggur, akan tetapi
pada biakan cair mungkin terdapat secara terpisah (tunggal), berpasangan
berbentuk tetrad (jumlahnya 4 sel), dan berbentuk rantai. Koloni bakteri tersebut
berwarna abu-abu sampai kuning emas tua. Metabolisme bakteri S. aureus adalah
fakultatif anaerob (Harris dkk., 2002).
Bakteri S. aureus mudah tumbuh pada berbagai pembenihan dan
mempunyai metabolisme aktif, meragikan karbohidrat, serta menghasilkan
Pengaruh Ekstrak Daun..., Andika Nursetiaji, FKIP UMP, 2018
12
pigmen yang bervariasi dari putih hingga kuning tua. Bakteri tersebut dapat
tumbuh dengan baik pada suhu 37oC, namun membentuk pigmen yang paling baik
pada suhu 20oC. Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat, halus, menonjol
dan berkilauan. Beberapa media yang dapat digunakan untuk penanaman S.
aureus antara lain Mueller Hinton Agar, Gliseril Monostearat Agar, Msa, dan
Nutrient Agar (Jawetz dkk., 1991).
S. aureus dapat tumbuh pada kisaran pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum
sekitar 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH 9,8 hanya mungkin bila substratnya
mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri tersebut
membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya
dengan adanya tiamin. Pertumbuhan optimum diperlukan 11 asam amino. S.
aureus tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam
amino atau protein (Harris dkk., 2002). Menurut Jawetz dkk., (1996) S. aureus
relatif resisten terhadap pengeringan panas (mampu bertahan terhadap suhu 50oC
selama 30 menit), dan terhadap natrium klorida 9% tetapi dengan mudah
dihambat oleh zat-zat kimia tertentu seperti heksaklorofen 3%.
2.2.1.3. Sifat Pathogenik Bakteri
Staphylococcus aureus memiliki sifat pathogenik dengan ciri khas infeksi
penahanan lokal. Infeksi tersebut antara lain, meningitis, endokarditis,
perikarditis, dan bisul. Infeksi yang disertai penanahan akan sembuh lebih cepat
bila nanah dikeluarkan. Infeksi lokal S. Aureus biasanya disertai peradangan yang
berlangsung hebat, terlokalisasi, dan nyeri yang mengalami penanahan sentral.
Infeksi S. Aureus juga dapat disebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka,
Pengaruh Ekstrak Daun..., Andika Nursetiaji, FKIP UMP, 2018
13
misalnya pada infeksi luka pasca bedah, infeksi setelah trauma dan sebagainya
(Jawetz dkk., 1996).
2.2.2. Bakteri Pseudomonas aeruginosa
2.2.2.1. Klasifikasi bakteri
Klasifikasi bakteri Pseudomonas aeruginosa menurut Holt dkk., (1994),
sebagai berikut :
Divisio : Protophyta
Classis : Schizomycetes
Ordo : Pseudomonadales
Sub Ordo : Pseudomonadinae
Familia : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Species : Pseudomonas aeruginosa
2.2.2.2. Karakteristik bakteri
Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alam dan biasanya terdapat di
lingkungan yang lembab. Ciri khas P. aeruginosa bergerak dan berbentuk batang,
berukuran 0,6 x 2 μm. P.aeruginosa merupakan bakteri gram negatif dan terlihat
sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan kadang-kadang membentuk rantai yang
pendek, tumbuh baik pada suhu 37o C – 42oC. Bakteri P. aeruginosa adalah jenis
bakteri aerob obligat yang dapat tumbuh dengan mudah pada berbagai tekhnik
pembenihan biakan. Membentuk koloni halus bulat dengan warna berfluorensens
kehijauan. Semua spesies Pseudomonas dapat tumbuh baik dalam sample
Pengaruh Ekstrak Daun..., Andika Nursetiaji, FKIP UMP, 2018
14
nutrient agar dan dalam kebanyakan media selektif seperti Eosin Methylen Blue
(EMB), dan Mc Conkey Agar (Jawetz dkk., 1996).
2.2.2.3. Sifat Pathogenik Bakteri
Pseudomonas aeruginosa dapat menimbulkan infeksi pada luka dan luka
bakar, menimbulkan nanah hijau kebiruan, meningitis bila masuk bersama funksi
lumbal, dan infeksi saluran kemih bila masuk bersama kateter dan instrumen lain
atau dalam larutan untuk irigasi. Menyebabkan infeksi pada mata, yang
mengakibatkan kerusakan mata secara cepat, biasanya terjadi setelah terluka atau
operasi mata (Jawets dkk., 2001).
2.3. Penelitian Terdahulu
Berikut merupakan penelitian terdahulu atau penelitian yang relevan, yang
dijadikan sebagai dasar penelitian.
1. Mohammed dkk.,(2015) tentang aktivitas antioksidan dan antimikroba
senyawa flavonoid dari daun Leucaena leucocephala, menyatakan bahwa
ekstrak dan campuran beberapa jenis golongan flavonoid hasil isolasi daun
lamtoro gung mampu memberikan pengaruh antimikroba yang signifikan
terhadap bakteri gram negatif, pengaruh yang sedang terhadap bakteri gram
positif dan tidak aktif melawan fungi.
2. Aderibigbe dkk.,(2011) tentang kemampuan antimikroba dan sifat farmasi dari
minyak biji Leucaena leucocephala (Lam.) De Wit, menyatakan bahwa
kemampuan minyak biji lamtoro dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji
(Staphylococcus aureus, Esherichia coli, Bacillus subtilis dan Pseudomonas
aeruginosa) dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi minyak tersebut.
Pengaruh Ekstrak Daun..., Andika Nursetiaji, FKIP UMP, 2018