Post on 15-Nov-2020
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Interpersonal
Menurut DeVito (1997:231), Komunikasi Antarpribadi (interpersonal)
yaitu komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai
hubungan yang mantap dan jelas. Komunikasi ini yang mempengaruhi elemen-
elemen dan mempunyai kesepakatan, perjanjian untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki. Harapan dari tujuan tentunya akan merubah pola pikiran dan
perilaku menjadi ke arah yang lebih bermanfaat untuk kedepannya. Kesepakatan
dalam komunikasi interpersonal yang di lakukan oleh dua orang atau lebih secara
tatap muka untuk mencapai kesepakatan yang akan di peroleh untuk mencapai
tujuan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Mulyana (2013:80), Komunikasi
Antarpribadi (Interpersonal Communication) adalah komunikasi antara orang-
orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Dalam
penyampaian ide, pesan untuk membina hubungan timbal balik dalam
penyampaian informasi.
Effendy (1986) juga mengemukakan bahwa pada hakikatnya Komunikasi
Antarpibadi adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan.
Komunikasi jenis ini dianggap sangat efektif dalam upaya mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa
percakapan. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat
komunikasi berlangsung. Komunikator juga mengetahui apakah komunikasi yang
7
dilakukannya itu positif apa negatif, berhasil atau tidak, dan dapat kesempatan
pada komunikasn untuk bertanya seluas-luasnya.
2.1.1 Tujuan Komunikasi Interpersonal
Menurut Yasir Komunikasi Antarpribadi mempunyai tujuan-tujuan
yang mana tujuan tersebut tidak selalu dilakukan dengan sadar ataupun
dengan satu maksud, tetapi dapat dilakukan dengan tanpa sadar dan tanpa
maksud tertentu. Menurut Fajar (2009:78) tujuan Komunikasi Antarpribadi
(interpersonal) diantaranya:
a. Mengenal diri sendiri dan Orang lain: Untuk memberikan
kesempatan untuk memperbincangkan diri sendiri dan belajar sejauh
mana harus membuka diri pada orang lain.
b. Mengetahui Dunia Luar: Untuk memahami lingkungan secara baik
yaitu tentang objek dan kejadian-kejadian orang lain.
c. Menciptakan dan Memelihara Hubungan Menjadi Bermakna: Untuk
menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain,
mengurangi kesepian, dan ketegangan membuat merasa lebih positif
tentang diri sendiri.
d. Mengubah Sikap dan Perilaku: Untuk mempersuasi orang lain
melalui Komunikasi Antarpribadi.
e. Bermain dan Mencari Hiburan: Untuk memperoleh kesenangan
karena bisa memberi suasana yang lepas.
f. Membantu: Untuk menolong dan membantu orang lain mengubah
sikap dan perilaku, serta dapat mengenal diri sendiri.
8
2.1.2 Fungsi Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal memiliki beberapa fungsi, seperti yang
diungkapkan oleh Widjaja (2000:9-10) sebagai berikut :
a) Informasi : pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita,
data, gambar, fakta dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan agar
dapat dimengerti.
b) Sosialisai (pemasyarakatan) : penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai masyarakat yang
efektif.
c) Motivasi : mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya,
mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasrkan tujuan bersama
yang akan dikejar.
d) Perdebatan dan diskusi : menyediakan dan saling menukar fakta yang
diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan
perbedaan pendapat mengenai masalah publik.
e) Pendidikan : pengalihan Ilmu Pengetahuan sehingga mendorong
pengembangan intelektual.
f) Memajukan kebudayaan : penyebaran hasil kebudayaan dan seni dengan
maksud melestarikan warisan masa lalu.
g) Hiburan : penyebarluasan sinyal, simbol, suara dan image dari drama, tari,
kesenian dan lain-lain untuk rekreasi, kesenangan kelompok dan individu.
h) Integrasi : menyediakan bagi bangsa, kelompok dan individu kesempatan
untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka
9
dapat saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan dan
keinginan orang lain.
2.1.3 Unsur-unsur Komunikasi Interpersonal
Beberapa unsur dalam komunikasi interpersonal terdapat unsur penting
yang terdapat komponen komunikasi, yang mana unsur itu tidak dapat dipisahkan.
Unsur-unsur tersebut menurut Cangara (2006:23-27) adalah:
a. Sumber (komunikator), semua peristiwa komunikasi akan melibatkan
sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Sumber sering disebut
pengirim, komunikator atau disebut source, sender atau encoder.
b. Pesan, adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima pesan
dapat disampaikan melalui tatap muka atau melalui media komunkasi.
c. Media, adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari
sumberkepada penerima.
d. Penerima, adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh
sumber. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena
dialah yang menjadi sasaran proses komunikasi.
e. Pengaruh atau efek, adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima
pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku
seseorang.
f. Tanggapan balik adalah pesan yang dikirim kembali oleh penerima kepada
pembicara. Dalam Komunikasi Antarpribadi selalu melibatkan umpan
balik secara langsung. Sering kali bersifat segera, nyata, dan
berkesinambungan. Hubungan yang yang langsung antar sumber dan
10
penerima dan penerima merupakan bentuk yang unik bagi Komunikasi
Antarpribadi (Morissan, 2011: 16).
g. Lingkungan adalah factor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi
jalannya komunikasi yaitu lingkunngan fisik, psikologis, social-budaya
dan dimensi waktu.
2.1.4 Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal
Komunikasi Interpersonal dalam kehidupan sehari-hari mempunyai
hubungan sangat penting untuk menyatukan pendapat, ide, gagasan dan tujuan
bersama, sehingga dapat menciptakan hubungan sosial yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dalam satu kelompok, lembaga maupun organisasi dalam
kesepakatan bersama. Komunikasi yang terjalin merupakan bagian dari
Komunikasi Antarpribadi dimana terjadi kontak langsung secara tatap muka baik
verbal maupun nonverbal. Dalam komunikasi yang efektif dan interaktif, sebuah
lembaga sangat menentukan keberhasilan untuk mencapai tujuan dari hal yang
akan dijadikan tujuan sesuai dengan yang ditetapkan dan hal ini untuk
menghindari konflik serta menghindari ketidak-pastian dalam pencapaian tujuan.
Komunikasi antara atasan dan bawahan untuk mengevaluasi kinerja
sesudah melaksanakan tugas dan mengkilas balik kembali hasil pekerjaan sangat
diperlukan oleh pihak yang menyampaikan pesan kepada pihak yang menerima
pesan, Sehingga dapat memahami pekerjaan dan tanggungjawab yang dikerjakan,
dan tidak berdampak dalam kejenuhan yang melelahkan bagi penerima pesan. Hal
ini berdampak kepada terciptanya hubungan yang harmonis antara sesama pihak.
11
Adapun ciri-ciri komunikasi antarpribadi menurut Joseph A.Devito dalam
(Liliweri ,1991: 13) mengatakan bahwa ciri Komunikasi Antarpribadi
(Interpersonal) yang efektif sebagai berikut:
a. Keterbukaan (openness)
Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di
dalam menghadapi hubungan antarpribadi. Kualitas keterbukaan mengacu
pada tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator
interpersonal yang efektif harus terbuka kepada komunikannya. Ini tidaklah
berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat
hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tetapi biasanya tidak membantu
komunikasi. Sebalikanya, harus ada kesediaan untuk membuka diri
mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan
pengungkapan diri ini patut dan wajar. Aspek kedua mengacu pada kesediaan
komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang
yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan
komunikan yang menjemukan. Bila ingin komunikan bereaksi terhadap apa
yang komunikator ucapkan, komunikator dapat memperlihatkan keterbukaan
dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga
menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran dimana komunikator mengakui
bahwa perasaan dan pikiran yang diungkapkannya adalah miliknya dan
bertanggungjawab atasnya.
b. Empati (empathy)
Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang
dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain,
12
melalui kacamata orang lain itu. Berbeda dengan simpati yang artinya adalah
merasakan bagi orang lain. Orang yang berempati mampu memahami
motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan
dan keinginan mereka untuk masa mendatang sehingga dapat
mengkomunikasikan empati, baik secara verbal maupun non-verbal.
c. Dukungan (supportiveness)
Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif.
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap
mendukung. Individu memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap
deskriptif bukan evaluatif, spontan bukan strategik.
d. Sikap Positif (positiveness)
Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong
orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi
kondusif untuk interaksi yang efektif.
2.1.5 Macam-macam Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal)
Terdapat beberapa macam sifat pesan dalam komunikasi yang
biasanya dilakukan oleh individu untuk berkomunikasi dengan individu yang
lain, yaitu:
a. Komunikasi Verbal
Menurut Mulyana (2013:260) menjelaskan bahwa simbol atau
pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata
atau lebih, hampir semua tutur kata termasuk kedalam kategori pesan
13
verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk
berhubungan dengan orang lain.
Dalam bukunya Mulyana (2013:261), bahasa verbal adalah
sarana utama untuk menyatukan pikiran, perasaan, dan maksud
tertentu seseorang. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang
mempresentasikan berbagai aspek realitas individu, dengan kata lain
komunikasi verbal lebih menggunakan bahasa dan disampaikan
melalui kata-kata.
Pada pembicara pasti memiliki makna yang akan disampaikan oleh
individu satu kepada individu lainnya yang dapat menumbuhkan
sebuah hubungan dari tahap awal ke tahap yang lebih akrab.
Menurut Wisnuwardhani dan Mashoedi (2012:49)
memaparkan Makna kata komunikasi verbal terkait dengan
pemakaian simbol-simbol bahasa berupa kata atau rangkaian kata
yang mengandung makna tertentu. Tidak semua dari makna kata
berada didalam kata itu sendiri melainkan ada didalam diri individu
itu sendiri.
b. Komunikasi Non-Verbal
Dalam penjelasan komunikasi non-verbal menurut Wood
(2010:124) menjelaskan bahwa dari semua aspek komunikasi yang
bukan berupa kata tidak hanya gerakan dan bahasa tubuh, tetapi juga
bagaimana mengucapkan kata-kata: perubahan nada suara, berhenti,
waran suara, volume dan juga aksen. Beberapa aspek tersebut dapat
mempengaruhi makna yang dihasilkan dari komunikasi yang
14
berlangsung. Selain itu komunikasi non-verbal juga mengandung
komunikasi verbal yang dilakukan oleh seseorang, karena masyarakat
luas berpendapat bahwa komunikasi non-verbal tersebut lebih
terpercaya.
2.2 Pengasuhan anak – anak Yatim Piatu
2.2.1 Pengertian Pengasuhan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian asuh dari kata
mengasuh diartikan sebagai merawat dan mendidik anak kecil, sedangkan
pengasuhan merupakan bentuk perlakuan atau tindakan pengasuh untuk
memelihara, melindungi, mendampingi, mengajar dan membimbing anak selama
masa perkembangan. Menurut Poerwadarminta pada paparannya tahun 1984,
Pengasuhan sendiri berasal dari kata asuh yang mempunyai makna menjaga,
merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Terlepas dari pembahasan diatasa,
Abdul Syukur dalam Jurnalnya memaparkan bahwa pengasuhan sering disebut
pula sebagai childrearing yaitu pengalaman, keterampilan, kualitas, dan tanggung
jawab sebagai orang tua dalam mendidik dan merawat anak. Selain itu, Engel
memaparkan tahun 1997 bahwa pengasuhan erat kaitannya dengan kemampuan
suatu keluarga atau rumah tangga dan komunitas dalam hal memberikan
perhatian, waktu dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan
sosial anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota
keluarga lainnya.
Konsep pengasuhan menurut Bogan dalam Hastuti (2010) dijelaskan
bahwa secara historis, orang tua telah menggunakan keluarga besar dan
15
masyarakat terkait untuk membantu dalam membesarkan anak-anak. Billingsley
(dalam Hastuti, 2010) menjelaskan empat jenis keluarga besar, yakni
a) subfamilies-pasangan atau orang tua / angka dua anak, hidup dengan
anggota keluarga;
b) keluarga dengan sekunder-keluarga anggota yang menerima anggota
keluarga lainnya;
c) ditambah keluarga – orang yang tidak berhubungan yang tinggal di rumah
tangga sebagai suatu unit keluarga, dan;
d) kerabat darah tidak – orang yang diterima sebagai anggota keluarga. Ini
anggota keluarga yang terakhir diidentifikasi sebagai kerabat fiktif.
2.2.2 Tujuan Pengasuhan
Menurut Hastuti (2010), dalam melakukan pengasuhan pada seorang anak
para orang tua atau pengasuh memiliki beberapa tujuan tertentu, dimana tujuan
pengasuhan pada masa kanak-kanak berbeda dengan tujuan pegasuhan pada masa
remaja, kuliah ataupun dewasa. Pengasuhan pada masa anak-anak lebih berfokus
pada kondisi fisiknya. Pada usia remaja pengasuhan berfokus pada keterampilan
motorik yang berhubungan dengan kegiatan akademi dan non akademis. Dan
untuk usia kuliah serta dewasa pengasuhan lebih bertujuan untuk kegiatan
pekerjaan dan sosial. Selain tujuan yang telah dijabarkan di atas adalah untuk
meningkatkan kompetensi fisik, gizi, dan kesehatan anak. Selain itu juga untuk
meningkatkan kompetensi intelektual, emosi, sosial, dan morl serta kepercayaan
diri anak.
16
2.2.3 Fenomena Panti Asuhan di Indonesia
Berdasarkan perkembangan paradigma di masyarakat Panti Asuhan
merupakan pelayanan kesejahteraan masyarakat yang berbasis kekeluargaan yang
tetap memberikan pengasuhan tanpa menghilangkan rasa kasih sayang terhadap
anak – anak panti asuhan yang telah kehilangan pengasuhan maupun kasih sayang
dari orang tuanya. Anak – anak dalam panti asuhan akan mendapat perlindungan
dan terpenuhi hak dasar sebagai seorang anak. Dalam hal ini pemerintah telah
mengeluarkan peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia (Permensos) Nomor:
30 / HUK/ 2011 tentang Standar Nasional pengasuhan anak – anak untuk lembaga
sosial anak. Permensos (Peraturan Menteri Sosial) ini harus menjadi acuan untuk
pengasuhan anak – anak panti asuhan yang ada di Indonesia. Dari acuan standar
tersebut maka ada lima hal yang harus dipahami bagi pengurus lembaga
kesejahteraan sosial anak/ panti asuhan, pemerintah maupun masyarakat yaitu:
1. Merubah paradigma pelayanan anak menjadi perlindungan anak.
2. Memperbaiki manajemen panti asuhan/lembaga kesejahteraan sosial.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat.
4. Merubah persepsi masyarakat.
5. Meningkatkan sistem pengawasan dan pembinaan panti asuhan / lembaga
kesejahteraan masyarakat.
Untuk mencapai ke lima standar dalam kepengurusan lembaga sosial
kesejahteraan masyarakat, maka perlu kinerja yang baik dan hal tersebut ditunjang
oleh berbagai elemen yang ada di wilayah panti asuhan seperti pegawai dan
pengurus yang lainnya.
17
Dalam pencapaian hasil yang baik untuk kesejahteraan sosial ini maka
tercantum dalam Undang – Undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
dalam Undang – Undang tersebut di katakan bahwa perlindungan anak merupakan
kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak – hak hidup anak, agar dapat hidup
dan tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan serta anak – anak mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Di lingkungan panti asuhan anak akan mendapatkan bimbingan dan
pelayanan yang dapat memenuhi haknya sebagai seorang anak dan dapat
berkembang secara wajar dan mendukung program pemerintah untuk melindungi
dan memberi kehidupan yang serta mandiri untuk masa depan mereka.
Segala hal tentang anak – anak yang ada di lembaga sosial maupun panti
asuhan dan hal ini tertuang dalam pedoman perlindungan anak, 1999 yaitu :
pemerintah melalui lembaga sosial melindungi anak dari segala hal yang
beerbentuk kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran, dan tentu
akan memerlukan komponen – komponen yang terkait untuk membebaskan anak
– anak tersebut dari pengaruh buruk yang berdampak akan merusak psikologis
anak – anak tersebut maka di buatkan kerangka hukum dan kebijakan untuk
melindungi para anak – anak yang hidupnya kurang beruntung.
2.2.4 Fungsi dan Tujuan Panti Asuhan
Dalam sebuah Panti Asuhan memiliki tujuan dan fungsi diantara lain,
yaitu:
18
Fungsi Panti Asuhan:
a. Memberikan bimbingan dan pengasuhan bagi anak yatim piatu,
anak terlantar, dan anak yang tidak mampu.
b. Memberikan pelayanan kasih sayang, penghiburan, dan lain-
lainkepada mereka.
Tujuan Panti Asuhan:
a) Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi anak-anak yang kurang
mampu agar bisa mandiri dan berkiprah di Masyarakat
sebagaimana layaknya kehidupan orang yang berkecukupan.
b) Mengusahakan kesejahteraan bagi anak-anak Yatim Piatu, yatim
Piatu dan Fakir Miskin yang terlantar.
c) Sebagai pengganti orang tua yang tidak ada/meninggal.
d) Membantu memecahkan dan mengatasi masalah yang dihadapi
anak Yatim Piatu, yatim, Piatu terlantar dan tidak mampu.
e) Memupuk dan meningkatkan rasa santun dan kesadaran sosial
dikalangan masyarakat.
Menurut Buku Pedoman Pelayanan Kesejahteraan Anak melalui Panti
Sosial, tujuan didirikannya Panti Sosial Asuhan Anak adalah agar:
1. Terwujudnya hak atau kebutuhan anak yaitu kelangsungan hidup,
tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi.
2. Terwujudnya kualitas pelayanan atas dasar standar professional:
a. Dikelola oleh tenaga pelaksana yang memenuhi standar profesi.
19
b. Terlaksananya manajemen kasus sebagai pendekatan pelayanan
yang memungkinkan anak memperoleh pemenuhan kebutuhan
yang berasal dari keanekaragaman sumber.
c. Meningkatnya kualitas kehidupan sehari-hari di lingkungan
panti yang memungkinkan anak berintegrasi dengan
masyarakat secara serasi dan harmonis.
d. Meningkatnya kepedulian masyarakat sebagai relawan sosial.
Sesuai dengan tujuan panti asuhan sebagai lembaga kesejahteraan sosial,
bahwa panti sosial tidak hanya bertujuan memberikan pelayanan, pemenuhan
kebutuhan fisik semata namun juga berfungsi sebagai tempat kelangsungan hidup
dan tumbuh kembang anak-anak terlantar yang diharapkan nantinya mereka dapat
hidup secara mandiri dan mampu bersaing dengan anak-anak lain yang notabene
masih mempunyai orang tua serta berkecukupan.
2.3 Yatim Piatu
Menurut Poerwadarminta (2000), apabila mendengar istilah anak yatim
berarti seorang anak yang tidak memiliki orang tua, namun apabila ditelusuri
tentang pengertian anak yatim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi
tersebut tidak sepenuhnya benar. Karena ada kata anak piatu dan juga anak yatim
piatu yang memiliki makna yang sama yaitu anak yang tidak memiliki orang tua.
Secara terminologi, tidak berbeda jauh dengan makna aslinya, yakni
seorang anak yang tidak berayah. Berdasarkan Ensiklopedia Islam (1997), anak
yatim adalah seorang anak yang tidak memiliki ayah atau anak piatu adalah anak
yang tidak memiliki ibu, serta yang disebut anak yatim piatu adalah seorang anak
yang tidak memiliki ayah dan ibu.
20
Sebagaimana dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2001 tentang
perlindungan anak telah ditegaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Oleh karena itu,
dari sini jelaslah sudah bahwa semua anak yang belum mencapai usia tersebut
wajib dan harus mendapatkan perlindungan secara penuh baik itu oleh pemerintah
maupun oleh semua lapisan masyarakat.
Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwasannya nama yatim
dipergunakan anak yang bapaknya meninggal dunia. Sedangkan bila yang
meninggal adalah bapak dan ibu, maka anak tersebut dikatakan yatim piatu.
2.4 Pendekatan Kultural dalam Komunikasi Interpersonal
Sebuah pendekatan kultural merupakan pendekatan kontemporer
mengenai organisasi yang menganggap bahwa perusahaan harus dipandang
sebagai kesatuan sosial atau kultural. Pandangan kultural melihat organisasi dan
para pekerjanya memiliki seperangkat nilai-nilai dan tujuan yang sama. Oleh
sebab itu para pekerja berkontribusi untuk pertumbuhan dan kemakmuran
organisasi yang saling berkaitan satu sama lain. Seperti pada panti asuhan Sunan
Giri Malang dimana Panti Asuhan sebagai organisasi, pengasuh dan anak yatim
piatu sebagai anggota. Dalam pandangan kultural, komunikasi tidak hanya
sekedar pesan yang dikirim dari satu anggota ke anggota lain melalui satu atau
lebih saluran. Sedangkan dalam buku dasar-dasar komunikasi antar budaya, Alo
Liliweri (2009:12) menjelaskan komunikasi antar budaya yaitu memberi
tambahan kata budaya pada pernyataan komunikasi antara dua orang atau lebih
yang berbeda-beda latar belakang, misalnya antara suku bangsa, entik, ras & kelas
social. seperti perbedaan antara pengasuh dan anak yatim piatu di panti asuhan
21
Sunan Giri Malang, yang mana meliputi perbedaan budaya Jawa dan Indonesia
bagian Timur.
2.5 Model Komunikasi Interpersonal
Model yang dikemukakan oleh New Comb dalam buku Syaiful Rohim
(2016:101) merupakan tingkah laku komunikasi terbuka antara A dan B dapat
diterangkan melalui kebutuhan mereka untuk mencapai keseimbangan atau
keadaan simetris antara satu sama lain dan juga terhadap X. Oleh karena itu
peneliti menggunakan model komunikasi New Comb untuk menyesuaikan dan
menyelaraskan pesan dari A (pengirim pesan) Ke B (penerima pesan) yang sama
berhubungan dengan X (topik), maka peneliti menggunakan model New Comb
untuk mengetahui bagaimana cara Komunikais Interpersonal pada Pengasuhan
dengan Anak Yatim Piatu di Panti Asuhan Sunan Giri Malang.
Gambar 2.1
Model New Comb
Sumber: https://www.academia.edu/28694901/Model-model_komunikasi.docx
22
2.6 Teori Penetrasi Sosial
Kajian Teori Penetrasi Sosial (Social Penetrasi Theory) teori yang
dikemukakan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor dalam Jurnal Tine Agustin
Wulandari, S.I.Kom (2013:106) menjelaskan secara rinci dari pengungkapan diri,
keakraban, dan komunikasi dalam pengembangan hubungan antarpribadi.
Ada beberapa tahapan dalam pengembangan hubungan, tahap awal yaitu:
1. Orientasi, tahap ini seseorang sebagaian kecil mengungkapkan mengenai
dirinya secara umum.
2. Pertukaran penjajakan afektif, tahap kedua aspek kepribadian yang
ditutupi secara perlahan mulai terbuka, dan bersifat lebih santai menuju
kearah keakraban.
3. Pertukaran afektif, merupakan tahap peralihan yang bersifat interaktif
lebih lancar, adanya aktivitas yang meningkat pada lapisan menengah
kepribadian. Kedua pihak saling mengerti satu sama lain.
4. Pertukaran stabil, tahap terakhir Pada tahap ini individu telah membangun
sistem komunikasi personal mereka yang menurut Altman & Taylor dalam
Jurnal Tine Agustin Wulandari, S.I.Kom (2013:108) akan menghasilkan
komunikasi yang efisien. Artinya, pada tahap ini, makna dapat ditafsirkan
secara jelas dan tanpa keraguan.
Melalui teori penetrasi sosial, seorang pengasuh berperan untuk membuka
suatu lapisan kepribadian yang bertujuan untuk mengenal kepribadian anak yatim
piatu agar dapat terbuka kepada orang di sekitarnya dan nyaman tinggal di panti
asuhan. Hubungan Komunikasi Antarpribadi dalam teori ini proses komunikasi
yang berlangsung menjadi lebih intim.
23
2.7 Fokus Penelitian
Penelitian ini dapat difokuskan secara lebih mendalam tentang situasi dan
kondisi yang ada di Panti Asuhan Sunan Giri Malang, misalnya situasi dan
kondisi pada pengasuh saat awal pertemuan dan perkenalan dengan anak yatim
piatu. Maka penelitian ini mengkaji tentang Komunikasi Interpersonal pada
pengasuh dengan Anak Yatim Piatu, anak Yatim Piatu dengan Pengasuh atau
sesama anak Yatim Piatu, sehingga dapat diketahui melalui kegiatan sehari – hari
di panti asuhan Sunan Giri Malang. Kegiatan Komunikasi Interpersonal dapat
dilihat melalui proses pembicaraan secara rutin, teratur, terpola antara mereka.
Adapun isi pembicaraan meliputi nilai-nilai pengetahuan terkait dengan nilai-nilai
sosial dan agama, termasuk pemahaman tentang karakter.